Anda di halaman 1dari 52

BAB II

TINJAUAN ASRAMA

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Definisi Asrama Mahasiswa
Menurut KBBI, asrama atau mess merupakan bangunan berpetak-petak untuk
tempat tinggal bagi kelompok orang untuk sementara waktu, terdiri atas sejumlah kamar,
dan dipimpin oleh seorang kepala asrama.
Menurut Wikipedia, asrama adalah suatu tempat penginapan yang ditujukan untuk
anggota suatu kelompok, umumnya murid-murid sekolah. Asrama biasanya merupakan
sebuah bangunan dengan kamar-kamar yang dapat ditempati oleh beberapa penghuni di
setiap kamarnya. Para penghuninya menginap di asrama untuk jangka waktu yang lebih
lama daripada di hotel atau losmen. Alasan untuk memilih menghuni sebuah asrama bisa
berupa tempat tinggal asal sang penghuni yang terlalu jauh, maupun untuk biayanya yang
terbilang lebih murah dibandingkan bentuk penginapan lain, misalnya apartemen. Selain
untuk menampung murid-murid, asrama juga sering ditempati peserta suatu pesta
olahraga.
Menurut The Enyclopedia Americana, asrama dikenal dengan istilah Dormitory,
yang berasal dari kata dormotorius (Latin), yang berarti a sleeping place, dengan
pengertian bahwa dormitory merupakan keseluruhan bangunan dalam hubungannya
dengan bangunan pendidikan, yang terbagi atas kamar tidur dan meja belajar bagi
penghuninya.
Menurut KH. Dewantoro, asrama (pondok, pawiyatan, bahasa Jawa) merupakan
rumah pengajaran dan pendidikan yang dipakai untuk pengajaran dan pendidikan.
Menurut Aryatmi (1985), Asrama mahasiswa merupakan bangunan sederhana
yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan, dan atau
pemerintah daerah yang diperuntukkan untuk tempat tinggal pelajar atau mahasiswa.
Asrama didefinisikan sebagai suatu tempat tinggal bersama dengan luasan yang cukup,
yang berhubungan dengan sebuah lembaga pendidikan atau bagi mahasiswa yang berasal
dari luar daerah.
Menurut de Chiara dan Koppelman (1975), perumahan untuk mahasiswa
merupakan kesempatan yang baik untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas
pendidikan di Institusi Akademik. Hasrat untuk menyediakan ruang bagi mahasiswa yang
mewadahi kegiatan komputerisasi yang aktif, nyaman, dan adanya kesempatan
bersosialisasi merupakan prioritas dari rencana Universitas dan Perguruan Tinggi. (Time
Saver Standarts For building Types 2nd edition, Joseph De Chiara And John Hancock
Callender May 1975)
Menurut Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 1981 (2007), asrama mahasiswa
adalah suatu lingkungan perumahan sebagai tempat tinggal mahasiswa, yang dalam
perkembangan lebih lanjut, dimungkinkan memiliki sarana lingkungan untuk
melengkapinya, seperti perpustakaan, pengadaan buku, kantin, olah raga dan sarana
lainnya yang diperlukan yang dikelola oleh mahasiswa dalam bentuk koperasi.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
197/KMK.03/2004, asrama mahasiswa dan pelajar adalah bangunan sederhana yang
dibangun dan dibiayai oleh suatu lembaga sekolah, perorangan atau Pemerintah Daerah
yang diperuntukkan khusus untuk pemondokan peajar atau mahasiswa, dapat berupa
bangunan gedung bertingkat atau tidak bertingkat.
Berdasarkan uraian-uraian diatas yang dimaksud dengan pengertian asrama
mahasiswa adalah:
a. Sebuah atau sekelompok bangunan tempat tinggal yang disediakan untuk menampung
sejumlah mahasiswa dalam jangka waktu tertentu dengan kepentingan yang sama
yaitu menuntut ilmu, dengan tujuan dan harapan agar mahasiswa dapat belajar dan
beraktivitas secara efisien dan efektif tanpa paksaan.
b. Bangunan ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan mahasiswa sesuai
dengan fungsi dan tujuan penghuninya.

2.1.2 Sejarah Asrama Mahasiswa


Menurut Prof. JF. Tahalele, perkembangan asrama dalam sejarah pendidikan
bahwa dalam zaman mesir purba, kasta yang sangat berkuasa ialah kasta pendeta. Pusat-
pusat pendidikan calon pendeta disebut sekolah kuil dan merupakan pusat kuliah yang
teratur. Seluruh organisasi kuil disebut kesatuan rumah sejati. Disamping sekolah kuil ada
juga asrama bagi pengajar, dimana penghuni asrama sebagian besar terdiri dari pendeta-
pendeta. Ada juga asrama bagi para pelajarnya.
Keberadaan asrama mahasiswa setelah terjadinya Perang Dunia II memberikan
kesan sebagai sebuah tempat yang dingin, sesak, tidak berprikemanusiaan, dan monoton.
Dengan kesan seperti itulah maka banyak mahasiswa yang tidak memilih untuk tinggal di
asrama. Namun di akhir tahun 70-an beberapa perguruan tinggi yang mengelola asrama
mahasiswa mulai berbenah. Dilakukan renovasi besar-besaran terhadap bangunan asrama,
diantaranya dengan menambah fasilitas-fasilitas publik dan penunjang pada asrama. Hal
ini dilakukan untuk menarik minat mahasiswa untuk kembali tinggal di asrama. Pihak
pengelola dan pengamat perkembangan asrama mulai memberikan pendapat bahwa
asrama bukan hanya sebagai tempat “tidur” bagi mahasiswa, asrama merupakan sebuah
bangunan dimana terjadi banyak aktivitas di dalamnya, mulai dari interaksi antar
penghuni, belajar, pendidikan ekstra, hiburan dan lain sebagainya.
Dalam perkembangan “Indonesische Nederlandse School” di kayutanam, Moh.
Syafe’i juga membangun asrama yang cukup besar untuk menampung 300 murid, ruang
makan, dan dapurnya, restoran, lapangan tenis, taman bacaan, tempat bersenam dan lain-
lain.
Ki hajar dewantara dengan syistem amongnya dalam pelaksanaan Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa, menganjurkan supaya segala sesuatu harus didasarkan atas
kekuatan sendiri. Itulah sistem hidup atas kakinya sendiri. Berkenaan dengan system
among, maka diadakan pondok asrama. Wujudnya sebuah gedung untuk berguru dan
bertempat tinggal guru dan siswa.
Pondok Modern Gontor (Ponorogo) Pondok ini diselenggarakan dengan
menggunakan cara-cara mendidik dan belajar menurut sistem modern. Semua pelajar
berdiam di asrama gedung sekolah (yang dilengkapi dengan aula besar untuk segala
kepentingan pertemuan para pelajar/santri) prinsip self government juga diterapkan disini,
dimana para pelajar mengorganisir sendiri perkumpulan yang terdiri dari bagian-bagian
olahraga, kesenian, kesehatan, keagamaan, kepramukaan, pelajaran, penerangan dan
sebagainya.
Dari uraian di atas, maka perkembangan asrama tidak bisa terlepas dari
penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Murid-murid yang ditampung di asrama, dididik
dalam suasana kekeluargaan, yang berguna sekali bagi hidup mereka selanjutnya di dalam
masyarakat kemudian hari.

2.1.3 Tujuan Dan Fungsi Asrama Mahasiswa


Asrama dibangun sebagai tempat tinggal bagi sekelompok orang yang sedang
menjalankan suatu tugas atau kegiatan yang sama, walaupun ada juga asrama yang
dibangun sebagai tempat penginapan seperti halnya losmen, tetapi tidak umum. Secara
umum, asrama lebih diperuntukan bagi pelajar dan mahasiswa, tergantung dari instansi
pembelajarannya, sekolah atau universitas.
a. Tujuan
Secara umum Asrama Mahasiswa bertujuan :
1) Meningkatkan wawasan berpikir, memiliki intelektualitas dan integritas
kepribadian bagi mahasiswa.
2) Membangun keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat yang baik
bagi mahasiswa.
Secara khusus Asrama Mahasiswa bertujuan :

1) Membantu mengatasi kesulitan mahasiswa dalam menemukan tempat tinggal,


terutama bagi pelajar yang berasal dari kota dan propinsi lain

2) Menyediakan wahana belajar yang merupakan komponen dari kegiatan belajar.

3) Menyediakan wahana bagi pengembangan pribadi dalam pengembangan


kedisiplinan, rasa sosial, tanggung jawab, kemandirian, dan kepemimpinan.

b. Fungsi
Asrama mahasiswa memiliki empat fungsi pokok yaitu:
1) Asrama sebagai Tempat Tinggal
Fungsi utama asrama mahasiswa adalah menyediakan fasilitas tempat tinggal
bagi mahasiswa yang berasal dari luar daerah, negara, dan kota dengan tujuan
agar mahasiswa dapat beradaptasi dengan mudah di lingkungan yang baru.
2) Asrama sebagai Tempat Belajar
Asrama tidak hanya berfungsi tempat tinggal tetapi juga merupakan fasilitas
dari suatu lembaga atau perguruan tinggi yang diwajibkan memiliki fasilitas
dan suasana yang kondusif untuk belajar selama tinggal di asrama.
3) Asrama sebagai Tempat Pembinaan
Penyesuaian pribadi dan sosial secara umum, dalam arti tanpa pembatasan
kelompok sosial, terutama bagi masyarakat yang cepat berubah, merupakan hal
yang sangat penting (Mappire Andi, Psikologi Remaja, Usaha Rasional, Hal
156). Asrama mahasiswa dapat berfungsi juga sebagai tempat pembinaan
mahasiswa secara mental dan hidup mandiri jauh dari orang tua.
4) Asrama sebagai Interaksi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari di asrama mahasiswa, mahasiswa mengalami
interaksi dengan mahasiswa lainnya yang dari berbagai negara, kota, dan
daerah. Dengan adanya asrama mahasiswa dapat bersosialisasi, beradaptasi,
membentuk karakteristiknya, dapat menghargai dan menghormati penghuni
asrama lainnya. Hal ini bertujuan untuk mempererat hubungan antar mahasiswa
atau antar penghuni.

2.1.4 Karakteristik Asrama Mahasiswa


Di Amerika, asrama dikenal sebagai ruang tidur atau bangunan tempat tinggal
bagi sejumlah orang, umumnya mahasiswa. Selain untuk mahasiswa, asrama juga
ditempati oleh peserta suatu pesta olahraga ataupun tentara militer. Kebanyakan
universitas menyediakan kamar yang disewakan untuk satu orang atau beberapa orang
mahasiswa.
Di Jepang, banyak perusahaan besar menawarkan pegawai yang baru lulus di
sebuah kamar asrama, dimana kamar asrama memiliki dapur. Biasanya para pegawai
membayar murah (khususnya pria) sehingga dapat menabung untuk membeli rumah
ketika menikah.
Di Inggris, asrama merupakan suatu ruang dengan banyak tempat tidur, umumnya
memiliki sedikit perabot kecuali tempat tidur. Bahkan ada kamar yang memuat hingga 50
tempat tidur (biasanya asrama militer). Kamar seperti ini tidak menyediakan privasi bagi
penghuninya dan hanya memiliki tempat penyimpanan yang minim untuk barang milik
mereka di dekat ranjang mereka.
Ruangan asrama di universitas bervariasi dalam ukuran, bentuk, fasilitas, dan
jumlah kapasitasnya. Umumnya, kamar asrama menampung satu atau dua mahasiswa
tanpa kamar mandi dalam, memiliki fasilitas kamar mandi bersama. Selain itu, juga
dibedakan berdasarkan jenis kelamin, dimana pria dan wanita tinggal dalam kelompok
yang berbeda. Biasanya, setiap kamar asrama memiliki perabot, yaitu: tempat tidur, meja
belajar, rak buku, dan lemari pakaian. Selain itu, fasilitas yang dimiliki asrama adalah:
ruang komunal, kamar mandi bersama, ruang makan / kantin, ruang cuci / laundry, dan
jaringan internet.
Kebanyakan asrama terpisah dari bangunan universitas dan letaknya lebih dekat
ke kampus, hal ini merupakan faktor dalam memilih tempat tinggal yang dekat dengan
ruang kelas, khususnya bagi mahasiswa.
2.1.5 Jenis-Jenis Asrama Mahasiswa
a. Berdasarkan fungsi dan tujuannya
Asrama dibedakan menjadi dua yaitu: Asrama Fungsional; memiliki kriteria
sebagai berikut:
1) Merupakan suatu tempat pemondokan yang sudah direncanakan untuk
menapung dan diperuntukan bagi orang orang tertentu
2) Mempunyai organisasi dengan sistem pengelolaan yang jelas
3) Mempunyai daya tampung yang cukup besar
Asrama Non Asrama; memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Tempat pemondokan yang tidak direncanakan khusus untuk tempat tinggal
mahasiswa
2) Tidak mempunyai organisasi pengelolaan yang jelas
3) Memiliki daya tampung yang kecil
Secara umum, Asrama Non Asrama dibedakan lagi menjadi 3 macam sifat
yang berdasarkan jangka waktu pembayaran dan jenis fasilitas yang disediakan
sebagai berikut:
1) Indekost: dimana mahasiswa mendapatkan pelayanan (cuci dan fasilitas
lainnya), membayar uang sewa dalam jangka waktu tertentu dan uang sewa
dapat naik sewaktu waktu oleh pemiliknya.
2) Sewa kamar: diama mahsiswa hanya mendapat tempat untuk tidur saja,
membayar uang sewa dalam jangka waktu tertentu.
3) Kontrak: dimana mahasiswa menyewa kamar atau sebagian rumah dalam
jangka waktu tertentu yang biaya sewanya dapat naik sewaktu waktu oleh
pemiliknya melalui musyawarah bersama dan tertera dalam kontrak.

b. Menurut Garis Panduan dan Peraturan bagi Perancangan Bangunan oleh


Jawatan kuasa kecil piawaian dan KOS bagi JPPN jabatan Perdana Menteri
Malaysia (2005), Asrama mahasiwa atau pelajar dibedakan menjadi:
1) Sistem Dormitori: Sistem ini dipakai pada sekolah sekolah khusus di Malaysia
seperti sekolah menengah kerajaan dan sekolah menengah sains, dalam satu
kamar biasanya menampung 8-12 pelajar sekaligus, dengan ruang kamar yang
cukup besar.
2) Sistem 2 orang pada satu kamar (Double Room) : untuk double room, tempat
tidur yang digunakan adalah tempat tidur tingkat (double decker), dan bila
mahasiswa atau pelajar tersebut sudah masuk pada tingkat yang lebih tinggi
diperbolehkan untuk mengganti tempat tidur dengan tempat tidur terpisah.
3) Sistem Satu Orang Satu Kamar (Single Room): dimana hanya diperbolehkan
satu pelajar satu kamar.
4) Campuran antara ketiga sistem diatas, biasanya digunakan pada institut tingkat
kebangsaan / antarbangsa.

c. Menurut Ernest Neufert (1989), ukuran pondok siswa (asrama) dibedakan menjadi
4, yaitu:
 Pondok kecil mampu menampung 30-50 tempat tidur
 Pondok sedang menampung 40-100 tempat tidur
 Pondok besar menampung 100-125 tempat tidur
 Pondok sangat besar menampung 250-600 tempat tidur
Terbesar mampu menampung 120-180, paling banyak 400 tempat tidur.
Jumlah tempat tidur dihubungkan dengan jumlah tamu rata rata, sedang
tempat tidur didesain dalam ukuran besar agar dapat menampung lebih
banyak tamu.

d. Berdasarkan Status Kepemilikan (Widiastuti, 1995)


1) Milik Pemerintah Daerah
Penyelenggaraan, pengadaan, pengawasan, dan pengelolaan dipegang oleh
Pemerintah Daerah asal mahasiswa.
2) Milik Perguruan Tinggi
Pengadaan oleh Perguruan Tinggi, namun pengelolaan dipegang oleh badan di
bawah administrasi perguruan tinggi.
3) Milik Swasta atau Perorang
Penyelenggaraan, pengadaan, pengawasan, dan pengelolaan dipegang oleh
yayasan, dapat berupa musaha komersial ataupun yayasan sosial yang
mendapat subsidi dari pemerintah.

e. Berdasarkan Macam Penghuni (Widiastuti, 1995)


Menurut jenis kelamin :
 Women student housing
Tempat tinggal khusus mahasiswa putri yang banyak memilki fasilitas untuk
aktivitas di dalam.
 Man student housing
Tempat tinggal khusus mahasiswa putra yang banyak memilki fasilitas untuk
aktivitas di luar.
 Co – educatinal housing
Tempat tinggal untuk mahasiswa putra dan putri yang berada dalam satu
kompleks yang terpisah dalam 2 bangunan yang berbeda, tapi memilki ruang-
ruang bersama yang merupakan media penghubung 2 bangunan tersebut.

Menurut status pernikahan :


 Married students housing
Tempat tinggal bagi nahasiswa yang telah berkeluarga.
 Unmarried students housing
Tempat tinggal bagi mahasiswa yang belum berkeluarga.

Menurut tingkat pendidikan :


 Undergraduate students housing
Tempat tinggal bagi mahasiswa tingkat sarjana muda.
 Graduate students housing
Tempat tinggal bagi mahasiswa tingkat sarjana.
 Doctoral student housing
Tempat tinggal bagi mahasiswa pasca sarjana.
 Campuran
Tempat tinggal bagi mahasiswa dari semua tingkat pendidikan.

f. Berdasarkan Bentuk Hunian (Widiastuti, 1995)


1) Room in private homes (kost)
Merupakan fasilitas tempat tinggal mahasiswa yang berupa rumah pondokan
dengan jumlah kamar, fasilitas, dan peralatan yang sangat terbatas.
Ruangannya menempel atau menjadi satu dengan pemilik rumah sebagai
pengelola bangunan.
2) Co-operative house (rumah sewa)
Merupakan tempat tinggal mahasiswa dengan sistem sewa atau kontrak rumah
untuk diatur dan diurus bersama-sama. Rumah ini memiliki fasilitas ruang
peralatan yang lebih baik dari room in private homes dan mampu menampung
kapasitas delapan sampai tiga puluh orang.
3) Dormitory (asrama)
Merupakan peningkatan dari Co-Operative House dengan pelayanan fasilitas
yang beragam. Gedung ini dapat menampung beberapa ratus orang dan
dikelola oleh suatu lembaga pendidikan atau pengusaha. Fasilitas yang
disediakan lengkap dan bertujuan agar mahasiswa dapat berkonsentrasi pada
studinya serta belajar hidup bersosial.
4) Hostel
Tempat tinggal yang hampir serupa dengan dorminotory, tetapi hostel bersifat
lebih santai dan biasanya tidak dihuni oleh satu disiplin ilmu. Memiliki
fasilitas ruang dan peralatan yang cukup.
5) Wisma
Merupakan gedung yang disediakan bagi orang khusus dan dapat menampung
beberapa ratus orang dengan fasilitas peralatan yang cukup lengkap.
6) Apartemen
Merupakan gedung atau bangunan yang dirancang untuk masyarakat yang
sudah berkeluarga maupun belum dengan kapasitas dan fasilitas yang telah
disediakan lengkap.
7) Perkampungan Mahasiswa
Merupakan tempat tinggal masyarakat kecil yang memilki kesamaan tujuan
yaitu kuliah. Karena penghuninya adalah mahasiswa yang heterogen dalam
jenis kelamin, tingkat studi dan disiplin ilmu, se,hingga hunian ini memilki
fasilitas sosial yang sangat mempengaruhipembentukan watak atau
kepribadian mahasiswa dan mampu menjembatani dunia kuliah dengan
masyarakat sekitar.

g. Berdasarkan Sistem Pengelolaan


Asrama dibagi menjadi 3 jenis (Kumalasari, 1989), yaitu:
1) Self contained; pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usaha dimana
penghuni di dalamnya merupakan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi
yang berdiri sendiri dan terlepas dari peraturan sebuah perguruan tinggi.
Asrama ini lebih mementingkan segi sosial.
2) Komersial; pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usaha dengan tujuan
mendapatkan keuntungan sebesar besarnya dengan harga sewa sesuai dengan
lokasi dan fasilitas yang disediakan.
3) Bersubsidi; pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usaha, dimana demi
kelangsungan operasionalnya mendapatkan subsidi. Terdapat dua macam
asrama mahasiswa, yaitu bersubsidi sebagian dengan anggaran pengelolaan
dibebankan sebagian kepada penyewa dan bersubsidi seluruhnya dengan
anggaran pengelolaan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, swasta, atau
lembaga lainnya yang bertujuan meringankan beban mahasiswa.

h. Berdasarkan Ketinggian Bangunan (Lieberman, 1976)


 Maisonette: Asrama dengan tinggi 1 – 4 lantai.
 Low rise: Asrama dengan tinggi 4 – 6 lantai.
 Medium Rise: Asrama dengan tinggi 6 – 9 lantai.
 High Rise: Asrama dengan tinggi 9 lantai.

i. Berdasarkan Sirkulasi Horisontal (Lieberman, 1976)


 Open Corridor/ Single Loaded Coridor/ Gallery Access
Sirkulasi memanjang yang meletakkan ruang-ruang hunian hanya pada salah
satu sisi selasar, sedangkan sisi satunya merupakan open view.
Kelebihan : Maksimalisasi pencahayaan dan penghawaan alami pada ruang
sirkulasi maupun ruang hunian.
Kekurangan : Membutuhkan lahan yang luas untuk sirkulasi,pencapaian ke
sirkulasi vertikal dari ruang hunian kurang terjaga.
 Interior Coridor/ Double Loaded Corridor
Sirkulasi memanjang yang berada di antara ruang – ruang hunian yang salling
berhadapan.
Kelebihan : Penmanfaatan ruang sirkulasi dan ruang bersama lebih efisien,
ruang hunian dapat dicapai dari berbagai arah.
Kekurangan : Privasi ruang hunian sangat tidak terjaga karena melebur jadi
satu dengan aktivitas yang terjadi disepanjang selasar, pencahayaan alami dan
ventilasi silang hanya dapat dirasakan oleh ruang hunian yang berada pada
tepi selasar, serta memungkinkan munculnya kesan monoton dan masalah
orientasi ruang hunian.
 Centered Corridor
Sirkulasi utama terpusat di seputar sirkulasi vertikal.
Kelebihan : Pemanfaatan ruang sirkulasi vertikal lebih efektif dan privasi
ruang hunian yang cukup tinggi.
Kekurangan : Ruang hunian memiliki jumlah yang terbatas di tiap lantainya
dan memungkinkan adanya ruang hunian yang memiliki orientasi yang tidak
menguntungkan.

Gambar 2.1 Basis ruang – tipe perencanaan hall


(Sumber: De Chiara, 2001, p. 454)
Menurut penelitian (Sears, 1944) rancangan bangunan asrama sendiri berpengaruh
pada penghuni di dalamnya. Misalnya: asrama berlorong panjang dengan asrama
terpusat, dimana kamar-kamar mengelilingi sebuah ruang duduk bersama.
Keduanya memiliki fasilitas dan kapasitas yang sama. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa para mahasiswa yang tinggal di asrama terpusat lebih suka
bergaul dan ramah karena adanya suatu ruang yang digunakan bersama-sama
dengan kapasitas kontak sosial lebih besar sehingga timbul suasana kekeluargaan
dan keinginan satu sama lain untuk saling mengenal.

2.1.6 Fasilitas Asrama Mahasiswa


Secara umum asrama mahasiswa membutuhkan fasilitas-fasilitas sebagai berikut :
1) Fasilitas hunian sebagai tempat istirahat belajar.
2) Fasilitas ibadah, santai dan rekreasi sebagai kebutuhan rohani.
3) Fasilitas sosial, yang memungkinkan kontak sosial mahasiswa sesama penghuni
dengan lingkungan sekitarnya.
4) Fasilitas pelayanan / service termasuk didalamnya kesehatan.
5) Keamanan.
Dalam menentukan fasilitas dalam asrama mahasiswa, perlu melibatkan
mahasiswa sebagai pengguna bangunan kelak. Selain fasilitas kamar tidur yang telah
dilengkapi dengan perabotan yang standar seperti lemari pakaian, meja dan kursi belajar
serta perlengkapan tidur, ketersediaan fasilitas pendukung lainnya juga menentukan
animo mahasiswa untuk tinggal di asrama.

2.1.7 Kegiatan / Aktivitas Dalam Asrama


Adapun jenis-jenis kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi di dalam
lingkungan asrama mahasiswa adalah :
a. Kegiatan hunian yaitu kegiatan mahasiswa sehari-hari antara lain : belajar, tidur,
istirahat, makan dan minum, menerima tamu serta MCK (mandi, cuci, kakus) serta
kegiatan rumah tangga lainnya.
1.) Kamar Tidur
Berfungsi sebagai tempat tidur, belajar, berpakaian.
 Meja
 Tempat tidur
 Rak buku
 Tempat penyimpanan pakaian
2.) Dapur
Berfungsi sebagai tempat memasak dan makan.
3.) Kamar Mandi dan Perlengkapannya
Kamar mandi dan perlengkapanya berfungsi sebagai tempat mandi dibentuk
dengan adanya pertimbangan.
b. Kegiatan Pendidikan
Kegiatan pendidikan terdiri dari dua bagian yaitu:
1.) Pendidikan non Formal
Yaitu pembinaan dalam rangka menunjang tujuan pendidikan mahasiswa yang
meliputi: seminar, diskusi, bimbingan belajar, asistensi tugas, pembinaan bakat
dan keterampilan.
2.) Pendidikan Formal
Yaitu seluruh kegiatan mahasiswa di dalam asrama. Seperti: kegiatan sosial,
rekreasi, mengurus rumah tangga dan melakukan hobi.
Kegiatan mahasiswa juga terdiri dari dua bagian yaitu:
 Kegiatan intern, Yaitu kegiatan antara penghuni asrama
 Kegiatan ekstern, Kegiatan yang mempunyai hubungan sosial dengan
masyarakat di luar lingkungan asrama.
c. Kegiatan Sosial: ibadah, olahraga, dan rekreasi.
d. Kegiatan Pelayanan Service Asrama: penyediaan makanan dan minuman, serta
kebutuhan sehari-hari.

2.1 Tinjauan Khusus


2.2.1 Pengertian Perempuan
Pengertian perempuan secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti
“tuan”, yaitu orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Namun
menurut Zaitunah Subhan (2004:19) kata “perempuan” berasal dari kata empu yang artinya
dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari perempuan ke wanita.
Kata “wanita” dianggap berasal dari bahasa Sansekerta, dengan dasar kata Wan yang berarti
nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsui atau merupakan objek seks. Tetapi
dalam bahasa Inggris wan ditulis dengan kata “want”, atau “men” dalam bahasa Belanda,
wun dan schen dalam bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai arti like, wish, desire, aim.
Kata want dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya adalah wanted (dibutuhkan atau dicari).
Jadi, wanita adalah “who is being wanted ” (seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang
yang diingini. Para ilmuwan seperti Plato, mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari segi
kekuatan fisik maupun spiritual dan mental lebih lemah dari laki-laki, tetapi perbedaan
tersebut tidak menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya.
Sedangkan gambaran tentang perempuan menurut pandangan yang didasarkan
pada kajian medis, psikologis dan sosial, terbagi atas dua faktor, yaitu faktor fisik dan psikis.
Secara biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan atas dasar fisik perempuan yang lebih
kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus, perkembangan tubuh perempuan terjadi lebih dini,
kekuatan perempuan tidak sekuat laki-laki dan sebagainya. Dari segi psikis, perempuan
mempunyai sikap pembawaan yang kalem, perasaan perempuan lebih cepat menangis dan
bahkan pingsan apabila menghadapi persoalan berat (Muthahari, 1995:110). Menurut Kartini
Kartono (1989:4), perbedaan fisiologis yang dialami sejak lahir pada umumnya kemudian
diperkuat oleh struktur kebudayaan yang ada, khususnya oleh adat istiadat, sistem sosial-
ekonomi serta pengaruh pendidikan.
Seorang tokoh feminisme, Broverman (dalam Fakih, 2008:8) mengatakan bahwa
manusia baik laki-laki maupun perempuan diciptakan mempunyai ciri biologis (kodrati)
tertentu. Manusia jenis laki-laki adalah manusia yang berkumis, memiliki dada yang datar,
memiliki penis dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi
seperti, rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina,
mempunyai alat menyusui (payudara), mengalami haid dan menopause. Alat-alat tersebut
secara biologis melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya dan tidak bisa
ditukar.
Kalangan feminis dalam konsep gendernya mengatakan, bahwa perbedaan suatu
sifat yang melekat baik pada kaum laki-laki maupun perempuan hanya sebagai bentuk
stereotipe gender. Misalnya, perempuan itu dikenal lemah lembut, penuh kasih sayang,
anggun, cantik, sopan, emosional, keibuan dan perlu perlindungan. Sementara laki-laki
dianggap kuat, keras, rasional, jantan, perkasa, galak dan melindungi. Padahal sifat-sifat
tersebut merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Berangkat dari asumsi inilah kemudian
muncul berbagai ketimpangan diantara laki-laki dan perempuan.
Keyakinan bahwa perempuan pada kodratnya adalah lemah lembut dan posisinya
berada di bawah laki-laki yakni hanya untuk melayani secara tidak langsung telah
menjadikan perempuan sebagai properti (barang) yang berhak untuk diperlakukan semena-
mena termasuk dengan cara kekerasan.
Aliran feminisme psikoanalisis mengemukakan bahwa kekerasan terhadap
perempuan terjadi sebagai hasil sosialisasi yang dialami oleh seorang laki-laki semenjak
masih kanak-kanak. Dalam hal ini, anak laki-laki selalu dituntut untuk memainkan perannya
sebagai seseorang yang jantan dan secara tidak langsung mempelajari mengenai kekerasan
semenjak masih kecil, hal ini dapat terlihat pada permainan perang - perangan yang sering
dimainkan oleh anak laki-laki dalam proses sosialisasinya yang mana dalam permainan
tersebut mengandung unsur kekerasan. Dalam hal ini, feminisme psikoanalisis memberikan
kontribusi terhadap gagasan bahwa kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan
tingkat maskulin seseorang merupakan hasil dari sosialisasi semenjak masih kanak-kanak.
Sedangkan fokus kajian dari perspektif marxis adalah analisa kelas yang menempatkan laki-
laki masuk sebagai kelas borjuis dan perempuan dalam kelas proletariat. Dalam kondisi
kekuasaan yang timpang tersebut maka sangat memungkinkan jika laki-laki melakukan
kekerasan terhadap perempuan, alasannya jelas yakni karena kekerasan terjadi pada saat ada
ketimpangan kekuasaan dimana seseorang merasa lebih berkuasa atau lebih kuat dari orang
lain.
Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan
adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau
memiliki kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual,
maupun psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan
remaja. Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja mengekang
kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat.
Agama Islam menempatkan perempuan sebagai makhluk yang mulia yang harus
dijaga. Maka dari itu, sudah sepatutnya lah bila perempuan lebih dihormati dan juga
dimuliakan. Atas dasar inilah kemudian sejumlah aturan ditetapkan oleh Allah SWT.
Diantara aturan yang khusus bagi perempuan yakni berupa aturan memakai pakaian yang
menutupi seluruh tubuh perempuan.
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzâb [33]: 59)
Aturan ini berbeda dengan laki-laki. Allah memerintahkan demikian agar
perempuan dapat selamat dari mata khianat laki-laki dan tidak menjadi fitnah bagi mereka.
Perempuan juga diperintah oleh Allah untuk menjaga kehormatan mereka di hadapan laki-
laki yang bukan muhrimnya dengan cara tidak bercampur baur dengan mereka, lebih banyak
tinggal di rumah, menjaga pandangan, tidak merendahkan suara dan lain-lain.
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. (QS. Al Ahzâb [33]: 33)
Semua syariat ini ditetapkan oleh Allah SWT dalam rangka menjaga dan
memuliakan perempuan, sekaligus menjamin tatanan kehidupan yang baik dan bersih dari
perilaku menyimpang yang muncul akibat hancurnya sekat-sekat pergaulan antara laki-laki
dan perempuan. Merebaknya perzinahan dan terjadinya pelecehan seksual adalah diantara
fenomena yang diakibatkan karena perempuan tidak menjaga aturan Allah diatas dan kaum
laki-laki sebagai pemimpin dan penanggungjawab mereka lalai dalam menerapkan hukum-
hukum Allah atas kaum wanita.
Dari beberapa uraian diatas maka dalam perancangan asrama mahasiswa
Universitas Negeri Gorontalo hanya akan mengambil fokus perancangan Asrama Mahasiswa
Putri saja.

2.2.2 Pengertian Tema Arsitektur Berkelanjutan


Sustainable Design adalah suatu reaksi atas terjadinya pemanasan global dan
krisis lingkungan, pertambahan penduduk dan aktivitas ekonomi, menipisnya sumber daya
alam, rusaknya ekosistem dan biodiversity. Para pendukung dari desain berkelanjutan ini
percaya bahwa krisis terbesar terjadi karena design yang konvensional dan pekerjaan
perindustrian yang tidak menghargai resiko dan dampak lingkungan. Green design dianggap
sebagai cara untuk menurunkan atau menghilangkan dampak – dampak tersebut dan
melindungi kualitas hidup dengan menggunakan bahan yang baik dan desain yang pintar
untuk mengganti produk yang merusak lingkungan.
Sustainable design juga merujuk kepada “green design, “eco-design”, atau desain
untuk lingkungan. Sustainable design juga diartikan sebagai sebuah seni bagaimana
mendesain objek – objek yang berhubungan dengan prinsip ekonomi, sosial, dan ekologi
berkelanjutan. Semua objek yang didesain dimulai dari objek makro sampai dengan
bangunan, kota, dan bahkan permukaan dunia.
Sustainable arsitektur adalah desain atas bangunan yang berkelanjutan. Arsitektur
berkelanjutan mencoba untuk mengurangi dampak – dampak lingkungan selama
menghasilkan komponen bangunan, proses konstruksi berlangsung, dan juga pada saat
melakukan daur ulang sistem bangunan (pemanasan, penggunaan listik, pembersih
carpet,dll). Penerapan desain ini menekankan pada effisiensi sistem pemanasan dan
pendinginan, alternatif sumber energy seperti passive solar, menggunakan material daur
ulang, dan menggunakan tenaga yang ada dalam tapak (teknology solar ray, kekuatan angin),
penyiraman tanaman dengan air hujan untuk taman dan cuci, dan juga penggunaan atap hijau
yang dapat menyaring dan mengkontrol air hujan.
Sustainable landscape arsitektur adalah desain yang perduli dengan rencana desain
ruang luar. Teknik desain menanam pohon untuk melindungi bangunan dari matahari atau
melindungi dari angin, menggunakan material lokal sehingga mengurangi penggunaan energi
dalam transportasi. ( Small is Beautiful ,E. F. Schumacher . 1973 )
Energi adalah kemampuan untuk mengerjakan sesuatu. Energi dapat ditemukan
dalam beragam bentuk, seperti energi kimia, energi listrik, energi cahaya, energi panas,
energi mekanik, dan energi nuklir. ( Arsitektur sadar Energi , Prasato Satwiko . 2005 )
Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk
mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam yang berkelanjutan
kualitasnya dan daya dukungnya dalam rangka untuk tetap dapat menjalankan proses
pembangunan yang terus berkelanjutan juga serta menciptakan arsitektur yang harmonis
dengan lingkungan dan penekanan pada prinsip meminimalkan kerusakan dan
memaksimalkan pemanfaatan lingkungan alami.
Sustainable Architecture memiliki 3 komponen utama yaitu keberlanjutan
ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan keberlanjutan sosial.

Gambar 2.2 Komponen utama sustainable architecture


Sumber : Planning and design strategies for Sustainable architecture and profit
(Pitts, 2004, p. 27)
Desain bangunan juga dapat mempengaruhi keberlanjutan lingkungan yang sudah
ada dan mempengaruhi lingkungan baru yang akan dibuat. Pada buku Energy &
Environmental Issues for the practicing architect Ian C. Ward dijelaskan bahwa Desain
bangunan merupakan peran penting dalam efisiensi pemanfaatan energi yang ada di
lingkungan terhadap bangunan yang akan dibangun, beberapa hal yang dapat direncanakan
adalah :

 Plan Form
Rencana bentuk menjadi sangat signifikan dalam efisiensi energi pada desain,
ketinggian bangunan akan mempengaruhi penggunaan cahaya buatan maupun
pengaturan suhu buatan. Jika ketinggian bangunan mencapai 6 meter dapat mengambil
keuntungan dari pencahaaan alami dan ventilasi alami.
 Orientation
Orientasi hadap bangunan mempengaruhi dalam penerimaan panas matahari dan
cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan.
 Glazing Ratio
Rasio penggunaan kaca menjadi berpengaruh terhadap fasad bangunan sendiri. Jendela
dan penggunaan kaca merupakan bagian dari pengaturan cahaya, suhu yang masuk ke
dalam bangunan. Keseimbangan mengikuti fungsi dari orientasi, lokasi, halangan dan

kebutuhan pengguna. Umumya antara rasio 25%-45% dianggap sebagai penggunaan


yang optimal dan juga tergantung dari beberapa faktor yaitu desain jendela untuk
menahan panas matahari, desain jendela untuk menahan sinar matahari dan desain
jendela yang dapat mengoptimalkan kebutuhan udara alami. (Ward, 2004, p. 15)

Penggunaan material-material bangunan yang ramah lingkungan sehingga


mempermudah dalam perawatan dan memperkecil biaya yang digunakan untuk perawatan
gedung. Penggunaan material pada bangunan dapat mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan. Material juga berpengaruh pada produktifitas dan sistem pada bangunan.
Terdapat 3 kualitas pemilihan yang harus dipenuhi dalam respon keberlanjutan bangunan
terhadap lingkungan yaitu: Resource effectiviness and conservation, Energy Conservation &
Effeciency, dan IAQ( Indoor air and environmental quality). (Keeler & Burke, 2009, p. 159)
Material dan produk yang digunakan semua harus berpotensi untuk
mempengaruhi sumber energi, dengan mengkonsumsi energi tertentu selama siklus
pembangunan, dan dapat mempengaruhi udara pada berbagai tahap pembangunan, instalasi,
pemeliharaan dan pembuangan. (Keeler & Burke, 2009, p. 160)

2. Energy
Desain harus terpadu dengan siklus kehidupan sehingga bangunan dengan
komponen mereka terikat erat. Kompleksitas menciptakan dan memahami gambaran
lingkungan hidup yang lengkap untuk produk, material dan sistem yang akan dibangun.
Penggunaan material untuk membuat komponen bangunan, sistem, atau peralatan,
harus memahami berapa keperluan energi yang terkandung, bahkan jika pada skala yang
sederhana. Beberapa isu yang dapat dikembangkan antara lain :

a. Lokasi pembuatan bahan-bahan material dan distribusi material


b. Jarak pengiriman material-material yang dibutuhkan karena dapat berdampak
terhadap lingkungan
c. Jenis bahan bakar jika menggunakan bahan bakar dalam pengolahan material
d. Energi yang digunakan untuk menginstal produk atau material. Dalam
beberapa instalasi, energi yang dikeluarkan mempengaruhi suhu dan
kelembaban
e. Pembongkaran atau teknik pembongkaran
f. Produk dan material sisa atau hasil pembongkaran akan dibuang atau di daur
ulang. (Keeler & Burke, 2009, p. 162)

2.2.3 Prinsip-Prinsip Arsitektur Berkelanjutan


Prinsip – prinsip Sustainable Design :

 Low-impacts material;
Dalam pemilihan material sangatlah berdampak. Memilih material non-toxic,
produk yang didaur ulang yang membutuhkan sedikit energi untuk memprosesnya.
 Energy efficiency;
Menggunakan proses pembuatan secara bersmaan dalam jumlah banyak sehingga
menghasilkan produk yang membutuhkan sedikit energi.
 Quality and Durability;
Menggunakan produk yang tahan lama dan mempunyai umur yang panjang
sehingga produk dapat digunakan secara maksimal dan mengurangi dampak
penggantian produk secara berkala.
 Design for reuse and recycling;
Produk, proses, dan sistem seharusnya didesign untuk digunakan berulang kali
(tidak sekali pakai).
 Renewability;
Material seharusnya berasal dari daerah sekitar sehingga dapat menghemat
penggunaan energi dalam distribusi.
 Small is beauty;
Memaksimalkan fungsi ruang, sehingga lebih efektif dan tidak membuat ruang
menjadi terlalu luas sehingga lebih efisien dalam penggunaan energi.
(sumber: www.wikipedia.org )

2.2.4 Peran Energi dalam Arsitektur


Menurut Prasato Satwiko dalam buku yang berjudul Arsitektur Sadar Energi
tahun 2005 disebutkan bahwa :
Efisiensi energi bukanlah kriteria baru dalam desain arsitektur. Iklim adalah salah satu faktor
yang memaksa manusia berpikir tentang energi. Arsitektur lokal, seringkali dipuji oleh
arsitek masa kini karena ramah lingkungan dan hemat energi.
Bangunan tradisional memakai bahan-bahan daur ulang, atau bahan yang dapat
dengan mudah ditemukan di alam seperti kayu, bambu dan bebatuan. Mereka juga
menerapkan ventilasi dan penerangan alami yang tidak memakai energi tambahan. Ini
berbeda dengan kecenderungan gaya arsitektur saat ini, dimana karena informasi yang hebat,
gaya untuk iklim dingin, dicontoh di iklim panas. Sudah tentu diperlukan sarana untuk
memberikan kompensasi atas kesalahan tersebut, seperti keharusan memakai AC. Peran
energi dalam arsitektur sangat luas. Pada proyek komersial, kebutuhan energi perlu dihitung
rinci, atau paling tidak dipikirkan antara lain untuk :

 Survey
 Proses perancangan
 Transportasi material bangunan
 Konstruksi (pembangunan)
 Operasional
a. Penerangan (ruang dalam dalam dan ruang luar)
b. Ventilasi (sistem penyejuk udara , fan)

Gambar 2.3 Cross ventilation


( Sumber: www.google.com )

 Penyediaan air (minum, sanitasi, mandi, penyiraman)


a. Transportasi (lift untuk transportasi lokal,kendaraan untuk mencapai lokasi
bangunan)
b. Penyimpanan ( ruang pendingin )
 Perawatan berkala
a. Pembersihan
b. Penggantian elemen bangunan
c. Pengecatan
 Renovasi besar ( penyesuaian bangunan untuk fungsi baru )
 Penghancuran (bangunan tidak layak dipertahankan, lahan akan dipakai untuk fungsi
baru)
 Pengangkutan runtuhan bangunan ke lahan lain.

Prasato Satwiko pun mengatakan : Dengan memfokuskan permasalahan, strategi


penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah. Strategi yang paling
baik adalah dengan memaksimalkan potensi positif dan meminimalkan dampak potensi
negatif yang ada di lahan. Hal itu dapat berarti mengolah total setiap elemen desain, baik
yang langsung pada bangunan maupun yang ada di lingkungannya. Harus selalu diingat
bahwa lingkungan harus dirancang sedemikian rupa agar dapat mendukung terciptanya
kualitas hidup yang baik (nyaman dan produktif). Itu dapat melibatkan pemakaian energi
yang sangat banyak, sehingga perlu ditata.
Dalam konteks iklim tropis seperti di Indonesia (panas lembab), maka konsep
rancangan bangunan dan lingkungan perlu diarahkan untuk :
o Meminimalkan energi yang diperlukan untuk memperoleh kenyamanan termal
o Meminimalkan energi yang diperlukan untuk memperoleh penerangan yang sehat dan
indah
o Meminimalkan energi yang diperlukan untuk pengadaan air
o Meminimalkan energi yang diperlukan untuk transportasi vertikal
o Meminimalkan energi yang diperlukan untuk merawat dan mengganti peralatan
o Meminimalkan energi yang diperlukan untuk merawat elemen bangunan

2.2.5 Studi Arsitektural

A. Elemen Bangunan

1. Pondasi
Pondasi adalah bagian terbawah dari sebuah bangunan sedangkan substruktur
dibangun sebagian atau seluruhnya di bawah permukaan tanah. Fungsi utamanya adalah
menopang, mengangkur superstruktur diatasnya dan menyalurkan beban-beban dengan
aman ke dalam tanah (Ching,2008:66). Sistem pondasi harus didesain untuk
mengakomodasi bentuk dan layout superstruktur diatasnya dan merespon variasi kondisi
tanah, batu, dan air dibawahnya. Beban utama pada pondasi adalah kombinasi dari beban
hidup dan beban mati yang bekerja secara vertikal pada superstruktur. Untuk tambahan
sebuah sistem pondasi harus mengangkur superstruktur dari pergeseran, pembelokan, dan
pengangkatan akibat gaya angin, menahan gerakan tanah mendadak akibat gempa dan
menahan tekanan akibat massa tanah disekitarnya dan air tanah pada dinding-dinding
bersemen.
Pondasi dibedakan menjadi empat macam berdasarkan bahan dan material, di
antaranya adalah pondasi batu bata, pondasi batu kali, pondasi beton dan pondasi kayu
atau bambu. Akan tetapi pondasi yang terbuat dari bambu kurang baik apabila digunakan
sebagai bahan pondasi karena mudah membusuk jika berhubungan dengan kelembaban
tanah. Oleh karena itu, perlu adanya cara khusus untuk membuat pondasi bambu agar
tahan lama. Menurut Ching dalam bukunya yang berjudul Ilustrasi Konstruksi Bangunan
(2008:69) mengklasifikasikan sistem-sistem pondasi dalam dua kategori besar yaitu:

Gambar 2.4 Pondasi


(Sumber: www.google.com)
a. Pondasi dangkal
Pondasi dangkal digunakan ketika terdapat tanah yang cukup stabil, dengan kapasitas
daya dukung yang cukup dan relatif dekat dengan permukaan tanah.
b. Pondasi dalam
Pondasi dalam digunakan ketika tanah tidak stabil atau tidak mempunyai kapasitas
daya dukung yang mencukupi. Pondasi diperpanjang kebawah melewati lapisan tanah
yang tidak layak untuk menyalurkan beban, menuju lapisan tanah yang lebih cocok
untuk menahan beban seperti batu atau pasir padat jauh dibawah superstruktur.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan mendesain tipe sistem
pondasi sebuah bangunan meliputi: (a) pola dan besarnya beban bangunan; (b)
kondisi air tanah dan air permukaan; (c) topografi tapak; (d) dampak pada lahan
disekitarnya; (e) ketentuan peraturan kode bangunan; (f) metode konstruksi dan
resikonya.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam suatu bangunan
agar menghasilkan bangunan yang kuat dan kokoh sebaiknya menggunakan pondasi
yang bahannya dari batu bata, batu kali, ataupun beton. Jangan membuat pondasi
yang terbuat dari bahan kayu/bambu, karena tidak tahan lama dan tidak kokoh untuk
menompang beban diatasnya. Resiko kekokohan dan keamanan bangunan juga tidak
terjamin jika penanganan pondasi tidak baik.
2. Lantai Bangunan
Lantai adalah bidang horisontal yang harus dapat menompang beban hidup
(orang, perabot, peralatan yang dapat dipindahkan) dan beban mati (berat konstruksi
lantai itu sendiri). Lantai harus menyalurkan beban secara horizontal melintasi bidang dan
meneruskannya menjadi balok dan kolom atau dinding penompang ( Ching, 2008:92 ).
Sistem lantai dapat disusun dari rangkaian balok atau kasau, dan dilapisi dengan
bidang/dek, atau terdiri dari slab beton bertulang homogeny. Ketebalan sistem lantai
tergantung pada ukuran dan proporsi bentangan struktural yang harus ditanggung dan
kekuatan material yang digunakan. Karena bidang lantai harus menyalurkan beban gerak
dengan aman, maka suatu sistem lantai harus relatif kaku namun tetap mempertahankan
elastisitasnya.

Gambar 2.5 Sistem Lantai Bangunan


(Sumber: www.google.com)

Mengingat efek keausan yang biasanya dikarenakan defleksi yang berlebihan serta
getaran pada lantai dan material langit-langit, juga isu kenyamanan penghuni, maka
faktor defleksi harus dijadikan faktor pengontrol kritis. Selain itu konstruksi lantai juga
harus memperhatikan tingkat kedap suara dan ketahanan terhadap api. Lantai bangunan
yang paling sederhana adalah tanah. Lantai bangunan dapat dibuat dari bermacam-macam
bahan, baik dari bahan alam maupun buatan. Bahan alam seperti tanah, pasir, batu alam,
marmer, granit, kayu atau parket, dan bambu. Bahan buatan seperti plesteran, beton, batu
merah, teraso, keramik, plastik, karpet, vinil, dan lain-lain.
3. Dinding Bangunan
Dinding merupakan salah satu bagian penting dari suatu bangunan , yang
dimaksud dengan dinding adalah konstruksi vertikal pada bangunan yang melingkupi,
memisahkan, dan melindungi ruang-ruang interior. Dinding dapat berupa struktur
penopang dengan konstruksi homogen atau komposit yang dirancang untuk mendukung
beban lantai dan atap ( Ching, 2008:132). Dinding dibagi menjadi dua yaitu dinding
eksterior dan interior. Dinding eksterior berlaku sebagai lapisan pelindung terhadap
cuaca, bagi ruang-ruang interior bangunan, konstruksinya harus dapat mengendalikan
aliran panas, infitrasi udara, suara, kelembaban, dan uap air. Sedangkan dinding interior
atau partisi berfungsi sebagai bagian struktural atau bagian dari dinding non penopang.

Gambar 2.6 Lapisan Dinding Bangunan


(Sumber: www.google.com)

Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi/
pengisi (tidak menahan beban) dan ada yang berupa dinding struktural (bearing wall).
Dinding pengisi/ partisi yang sifatnya non struktural harus diperkuat dengan rangka
(untuk kayu) dan kolom praktis-sloof-ringbalk (untuk bata). Dinding dapat dibuat dari
bermacam-macam material sesuai kebutuhannya, antara lain :
a. Dinding batu buatan : bata dan batako
Gambar 2.7 Dinding Batako dan Batako
(Sumber: www.google.com)
b. Dinding batu alam/ batu kali

Gambar 2.8 Dinding batu alam


(Sumber: www.google.com)

c. Dinding kayu: kayu log/ batang, papan dan sirap

Gambar 2.9 Dinding kayu


(Sumber: www.google.com)
4. Atap Bangunan

Gambar 2.10 Rangka atap bangunan

(Sumber: www.google.com)

Atap berfungsi sebagai elemen primer untuk melindungi ruang-ruang interior


suatu bangunan ( Ching, 2008:182). Bentuk dan kemiringan atap harus sesuai dengan
jenis penutup atap, genteng atau membran yang digunakan untuk mengucurkan air hujan
menuju sistem drainase, got dan saluran bawah tanah. Konstruksi atap juga harus
mengontrol aliran uap, infitrasi udara, aliran panas dan radiasi sinar matahari. Seperti
halnya sistem lantai, sebuah atap harus diberi struktur agar dapat membentang sepanjang
ruangan dan menopang bebannya sendiri serta beban peralatan yang disangga dan beban
akumulasi hujan.
Pola penompang atap dan bentangan atap mempengaruhi susunan ruang interior
dan jenis langit-langit yang ditopang oleh struktur atap. Bentang atap yang panjang dapat
menghasilkan susunan ruang interior yang lebih fleksibel sementara bentangan atap yang
lebih pendek dapat mendefinisikan ruang dengan lebih akurat. Konstruksi atap dapat
dibuat dari ijuk, bambu, genteng (keramik, beton), seng, asbes, maupun semen cor.
Adapula atap genteng metal yang sangat ringan, tahan lama, anti karat dan tahan gempa.
Berdasarkan penjelasan diatas, dalam menciptakan suatu bangunan yang baik,
konstruksi atap, bahan dan cara penyusunan harus disesuaikan dengan bangunan
dibawahnya sehingga terjadi keseimbangan antara pondasi, dinding dan atap.
B. Tata Kondisi Ruang
Tata kondisi ruang dibedakan menjadi dua macam meliputi:
1. Pencahayaan
a. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alam yang dimaksud adalah cahaya yang berasal dari sinar matahari,
sinar bulan, sinar api dan sumber-sumber lain yang berasal dari alam. Sumber
pencahayaan alam dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pencahayaan langsung
dan tidak langsung. Pencahayaan langsung adalah pencahayaan yang berasal dari
sinar matahari melalui atap, jendela, dan genting kaca. Pencahayaan tidak langsung
adalah pencahayaan yang diperoleh dari sinar matahari secara tidak langsung. Sistem
pencahayaan tersebut banyak ditemui penggunanya pada pencahayaan ruang dalam
melalui skylight permainan bidang kaca.

Gambar 2.11 Pencahayaan alami


(Sumber: www.google.com)

b. Pencahayaan Buatan

Gambar 2.12 Pencahayaan buatan


(Sumber: www.google.com)
Pencahayaan buatan merupakan hasil dari buatan manusia, misalnya: lilin, dan
sinar lampu. Sedangkan menurut Ching (1996:295) cahaya buatan merupakan cahaya
yang berasal dari elemen-elemen buatan. Sumber cahaya buatan yang sering
digunakan adalah lampu pijar dan lampu TL. Pencahayaan buatan dapat berfungsi
sebagai sumber cahaya untuk kegiatan sehari-hari dan untuk memberikan suatu
keindahan dalam suatu ruangan.
2. Penghawaan
Penghawaan adalah teknik mengatur kondisi udara untuk mendapatkan
lingkungan yang nyaman bagi penghuninya (Suptandar: 1982: 144). Udara sangat
menentukan tingkat kenyamanan sebuah ruangan, dengan sirkulasi udara yang baik
memungkinkan penghuninya hidup sehat dan nyaman. Agar ruangan dapat memperoleh
udara yang segar, dapat dilakukan dengan penghawaan alami. Penghawaan alami dapat
dilakukan dengan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan ventilasi minimal
berukuran 5 persen dari luas lantai ruangan memungkinkan volume udara yang masuk ke
dalam sama dengan udara yang keluar.
3. Akustik
Menurut Francis D.K. Ching (1996: 308), suara merupakan bentuk energi kinetik
yang disebabkan oleh vibrasi. Dalam desain interior mempertahankan dan memperbaiki
kualitas suara-suara yang kita kehendaki. Untuk mengurangi atau menghilangkan suara-
suara yang dapat mengganggu aktifitas kita, semua itu bias diatur dengan menggunakan
material-material yang keras, padat, dan kaku bersifat memantulkan suara keras,
sedangkan yang lunak, berpori-pori, lenting bersifat menyerap dan melepas energi suara.
Suara-suara yang tidak kita kehendaki yang timbul dari luar ruang dapat dikendalikan
dengan mengisolasi suara tersebut pada sumbernya. Pemanfaatan peralatan peredam,
pemasangan yang tidak kaku, sambungan yang fleksibel, dapat membantu mengurangi
suara yang merambat melalui struktur.
Menurut Suptandar (1982: 114), bahan untuk penyerap suara yang tinggi adalah
bahan-bahan yang mengandung banyak udara atau berpori-pori lembut (serabut kayu,
bahan-bahan organik, serabut kelapa, jerami, dan bahan sintetis berbentuk busa seperti
novelan, Styrofoam, geltofren dan batu-batu apung. Semakin berpori-pori semakin
ringanlah bahan tersebut dan semakin bagus pula untuk menyerap suara-suara tinggi.
C. Sirkulasi
Kita mengalami suatu ruang dalam kaitannya dengan dari mana asal kita bergerak
dan akan kemana arah kita mengantisipasi tujuan kita. Sirkulasi menjadi suatu wadah
untuk memfasilitasi hal tersebut, dimana kita bergerak dari suatu tempat ke sebuah tempat
lain yang berbeda, sehingga fungsi dari sirkulasi adalah untuk menghubungkan ruangan
yang satu dengan ruangan lainnya. Kita dapat juga menggunakan ruangan-ruangan yang
ada sebagai sirkulasi atau membuat suatu ruangan khusus sebagai sarana sirkulasi
tersebut. Jarak dapat mengganggu pola sirkulasi yang diterapkan. Jarak yang terlalu jauh
menyebabkan pola sirkulasi yang direncanakan tidak sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Perancang mempunyai tugas untuk memperkecil halangan tersebut, apalagi
bila sirkulasi tersebut dikaitkan dengan faktor kecepatan dan pertimbangan ekonomi. Hal
ini dapat diatasi dengan penerapan pola sirkulasi yang bersifat langsung dan praktis.
Pola sirkulasi ruang dibagi menjadi 5, yaitu :
1. Pola Linier
Pola sirkulasi linier adalah suatu pola sirkulasi ruang melalui garis yang
mempunyai arah sehingga dapat menjadi unsur pembentuk deretan ruang. Pola ini sangat
mudah ditemui karena banyak dipergunakan.

Gambar 2.13 Pola Linier


(Sumber: www.google.com)

2. Pola Radial

Gambar 2.14 Pola Radial


(Sumber: www.google.com)
Pola radial adalah suatu pola sirkulasi ruang melalui penyebaran atau
perkembangan dari titik pusat.
3. Pola Spiral

Gambar 2.15 Pola Spiral


(Sumber: www.google.com)

Pola spiral adalah suatu pola sirkulasi ruang dengan cara berputar menjauhi titik
pusat. Pola sirkulasi ini sangat berguna pada lahan yang mempunyai luas terbatas dan
pada lahan yang mempunyai kontur tanah yang curam.
4. Pola Network

Gambar 2.16 Pola Network


(Sumber: www.google.com)

Pola Network adalah suatu pola sirkulasi ruang melalui jaringan ( penyatuan ) dari
beberapa ruang gerak untuk menghubungkan titik – titik terpadu dalam suatu ruang.
5. Pola Grid

Gambar 2.17 Pola Grid


(Sumber: www.google.com)

Pola grid adalah suatu pola sirkulasi ruang dengan konfigurasi grid terdiri dari dua
pasang jalan sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan
bujur sangkar atau kawasan ruang segi empat.

Kinetika dari gerakan merupakan suatu studi tentang sifat gerakan. Studi tentang
pergerakan ini diuraikan oleh J. O. Simond, Landscape to Landscape Architecture;
Eckbo, Urban Landscape Design dan Rubenstein, Guide to site and Environmental
Planning (Simond, 2006). Pada uraian di bawah ini akan disarikan pendapat tentang
pergerakan kinetika.

a. Berbagai Bentuk Lintasan


Macam-macam bentuk lintasan, antara lain:
1) Bentuk bergelung-gelung
2) Bentuk menyimpang
3) Bentuk berliku
4) Bentuk hiperbolis
5) Bentuk sentrifugal
6) Bentuk sentripetal
7) Bentuk berbelok ke kiri ke kanan
8) Bentuk melayang ke atas
9) Bentuk mendaki
10) Bentuk descending
11) Bentuk busur
12) Bentuk langsung
Gambar 2.18 : bentuk lintasan dalam grafik

(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017:118)

Perpaduan antara kecepatan gerak dan sifat pergerakan terhadap suatu subjek
menghasilkan rasa emosional tertentu, sehingga dalam mendesain suatu lintasan gerak,
harus dikontrol dengan hati-hati.

b. Manusia dan Pergerakan


1) Faktor-faktor yang merangsang manusia untuk cenderung bergerak, antara lain:
 Bila ada sesuatu yang menyenangkan
 Bila ada benda-benda yang diinginkan
 Sedikit mempunyai halangan
 Adanya tanda atau petunjuk yang jelas dan mengarah
 Bila ada sesuatu yang sesuai atau cocok
 Bila sesuatu mempunyai daya tarik
 Untuk menuju jalan masuk
 Bila ada sesuatu yang berbeda
 Untuk mencapai suatu tujuan
 Bila ada sesuatu yang menakjubkan dan rasa ingin tahu
 Bila menerima sesuatu
 Menuju suatu titik yang mempunyai warna dan tekstur terkuat
 Bila ada ruang-ruang yang menyenangkan
 Bila ada rasa petualangan
 Bila ada sesuatu yang indah, permai
 Menuju objek atau daerah dan ruang yang cocok dengan hati atau
kebutuhannya.
2) Faktor-faktor yang merangsang manusia untuk menolak bergerak, antara lain:
 Ada rintangan
 Ada sesuatu yang tidak menyenangkan
 Ada sesuatu di luar perhatian
 Ada sesuatu gesekan
 Ada sesuatu penolakan
 Ada sesuatu kekerasan
 Ada permukaan yang curam
 Ada sesuatu yang monoton
 Kebosanan
 Sesuatu yang tidak diinginkan
 Sesuatu yang melarang
 Ada bahaya
 Ada sesuatu yang tak serasi
3) Faktor-faktor yang membimbing manusia dalam pengarahan gerakan, antara lain:
 Gubahan dari bentuk-bentuk alam
 Adanya pembagi ruang-ruang
 Adanya tanda-tanda atau simbol-simbol
 Adanya dinding pengarah atau penahan
 Adanya pola sirkulasi
 Tersedianya lajur-lajur
 Bentuk-bentuk ruang
4) Faktor yang merangsang manusia untuk beristirahat, antara lain:
 Kondisi kenikmatan, kesenangan
 Kesempatan untuk menangkap view, objek dan detail yang jelas
 Halangan untuk bergerak
 Terlibat dalam keadaan tanpa tujuan
 Kesempatan untuk sesuatu yang bersifat pribadi
 Kesempatan untuk konsentrasi
 Ketidakmampuan untuk maju
 Adanya gubahan yang menyenangkan untuk bentuk dan ruang.
c. Pengaruh Jarak pada Sirkulasi
Jarak dapat mengganggu pola sirkulasi yang diterapkan. Jarak yang terlalu jauh
menyebabkan pola sirkulasi yang direncanakan tidak sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan pola sirkulasi yang bersifat
langsung dan praktis.

Gambar 2.19 : Jalan melingkar memberi kesan petualangan dan kelelahan mendorong orang
beristirahat

(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017: 124 dan 125)

D. Parkir
Dengan semakin banyak dan berkembangnya alat transportasi darat serta semakin
banyaknya lokasi kegiatan penduduk yang tersebar diberbagai tempat, maka kebutuhan
akan tempat parkir semakin meluas. Sejalan dengan perkembangan tersebut, maka
kebutuhan akan tempat parkir semakin meningkat terutama di kota besar dan di tempat
yang padat aktivitas. Tempat rekreasi, Kawasan perkantoran, Kawasan permukiman, dan
kegiatan lainnya menuntut tersedianya tempat parkir. Kebutuhan akan tempat parkir
dalam suatu perancangan tapak bangunan merupakan bagian dari prasarana lingkungan.
Berikut adalah kriteria untuk fasilitas parkir :
1. Perletakan parkir
Tempat parkir diusahakan berada pada permukaan yang datar. Apabila permukaan
tanah asal mempunyai kemiringan, maka perlu dipikirkan penggunaan grading dengan
sistem cut an fill. Lokasi permukaan yang datar pada area parkir dimaksudkan untuk
menjaga keamanan kendaraan agar parkir dengan aman dan tidak menggelinding.
2. Penempatan parkir
Hubungan pencapaian antara tempat parkir dengan bangunan atau tempat kegiatan
diusahakan tidak terlalu jauh. Bila jarak antara tempat parkir dengan pusat kegiatan
cukup jauh, maka diperlukan sirkulasi yang jelas dan terarah menuju area parkir.
3. Penggunaan parkir
Ditinjau dari penggunaannya, tempat parkir terbagi atas berikut :
 Parkir kendaraan beroda lebih dari 4 (empat), misalkan bus dan truk.
 Parkir kendaran beroda 4 (empat), misalkan sedan dan mini bus.
 Parkir kendaraan beroda 3 (tiga), misalkan bemo dan motor sispan.
 Parkir kendaraan beroda 2 (dua), misalkan sepeda dan sepeda motor.
4. Pencahayaan parkir
Untuk kegiatan yang berlangsung sepanjang waktu, tempat parkir perlu dilengkapi
penerangan yang cukup. Bisa menggunakan lampu taman setinggi 2 meter atau
penempatan lampu jalan merkuri.
5. Perlindungan dari sinar matahari
Untuk mengurangi panas sinar matahari di siang hari, tempat parkir sebaiknya
diberikan tanaman peneduh di antara pembatas parkir. Pemilihan jenis tanaman
dilakukan dengan pertimbangan berikut.
 Tanaman berbentuk pohon atau perdu.
 Tanaman cukup kuat, tidak mudah patch.
 Tanaman tidak mengeluarkan getah yang dapat merusak cat kendaraan.
 Tanaman mempunyai tajuk yang lebar dan cukup padat.
 Tanaman mempunyai sistem perakaran yang tidak merusak perkerasan.
 Tanaman tidak menggugurkan dahan dan ranting.
6. Bentuk parkir
Bentuk tempat parkir kendaraan mempunyai beberapa jenis, dalam Peraturan Menteri
Pariwisata Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Operasional
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata, bentuk-bentuk parkir
terdiri dari :
a) Parkir Kendaraan Satu Sisi
Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang sempit di suatu tempat
kegiatan.
 Membentuk sudut 90 ̊
Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika dibandingkan
dengan pola parkir paralel, tetapi kemudahan dan kenyamanan pengemudi
melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih sedikit jika
dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut yang lebih kecil dari 90 ̊
Gambar 2.20 Ilustrasi Pola Parkir Tegak Lurus
(Sumber: www.google.com)

 Membentuk sudut 30 ̊, 45 ̊, 60 ̊
Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika dibandingkan
dengan pola parkir paralel, dan kemudahan dan kenyamanan pengemudi
melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih besar jika
dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut 90 ̊

Gambar 2.21 Ilustrasi Pola Parkir Sudut


(Sumber: www.google.com)

b) Parkir Kendaraan Dua Sisi


Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup memadai.
 Membentuk sudut 90 ̊
Pada pola parkir ini, arah gerakan lalu lintas kendaraan dapat satu arah atau
dua arah.

Gambar 2.22 Ilustrasi Pola Parkir Tegak Lurus Berhadapan


(Sumber: www.google.com)
 Membentuk sudut 30 ̊, 45 ̊, 60 ̊

Gambar 2.23 Ilustrasi Pola Parkir Tegak Lurus Berhadapan


(Sumber: www.google.com)

c) Pola Parkir Pulau


Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup luas.
 Membentuk sudut 90 ̊

Gambar 2.24 Ilustrasi Parkir Tegak Lurus Dengan 2 Gang


(Sumber: www.google.com)

 Membentuk sudut 45 ̊
Bentuk parkir ini menyerupai bentuk tulang ikan, sehingga sering disebut
parkir tulang ikan. Bentuk parkir tulang ikan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Gambar 2.25 Ilustrasi Parkir Sudut Dengan 2 Gang Tipe A
(Sumber: www.google.com)

Gambar 2.26 Ilustrasi Parkir Sudut Dengan 2 Gang Tipe B


(Sumber: www.google.com)

Gambar 2.27 Ilustrasi Parkir Sudut Dengan 2 Gang Tipe C


(Sumber: www.google.com)
E. Elemen Lansekap
Elemen lansekap pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yakni
material lunak (Soft Materials) dan material keras (Hard Materials).
1. Material Lunak (Soft Materials)
Komponen material lunak terdiri dari dua macam, yaitu tanaman dan air.
Dalam kaitannya dengan perancangan lansekap, tata hijau atau planting design
merupakan satu hal pokok yang menjadi dasar dalam pembentukan ruang luar. Penataan
dan perancangan tanaman mencakup habitat tanaman, karakter tanaman, fungsi tanaman,
dan peletakan tanaman.
a. Habitat Tanaman
Habitat tanaman adalah tanaman yang dilihat dari segi botanis/morphologis,
sesuai dengan ekologis dan efek visual. Segi botanis/morphologis, tanaman dibagi
menjadi:
1) Pohon: batang berkayu, percabangan jauh dari tanah, berakar dalam, dan tinggi di
atas 3 meter
2) Perdu: batang berkayu, percabangan dekat dengan tanah, berakar dangkal, dan
tinggi 1-3 meter.
3) Semak: batang tidak berkayu. Percabangan dekat tanah, berakar dangka, tinggi 50
cm- 1 meter
4) Penutup tanah: batang tidak berkayu, berakar, dan tinggi 20cm- 50 cm.
5) Rerumputan

b. Karakter Tanaman
Karakteristik fisik tanaman dapat dilihat dari bentuk batang dan pencabangannya,
betuk tajuk, massa daun, massa bunga, warna, tekstur, aksentuasi, skala
ketinggian dan kesendiriannya. Pemilihan jenis tanaman tergantung pada:

 Fungsi tanaman, sesuai dengan tujuan perancangan


 Peletakan tanaman, sesuai dengan fungsi tanaman.
Gambar 2.28 : Bentuk pohon dipengaruhi oleh struktur batang dan rendering pohon dibuat sesuai
dengan bentuk daunnya.

(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017: 128 dan 129)

Secara dasar khususnya di iklim tropis, dikenal dua macam tanaman ditinjau dari massa
daunnya, yakni :
 Tanaman yang menggugurkan daun (Decidous plants)
Tanaman yang menggugurkan daun (Decidous plants) yang dimaksud adalah jenis-
jenis tanaman yang berubah bentuk ataupun warna daunnya sesuai dengan
musimnya. Setelah musim panas daun berguguran, sedangkan menjelang musim
hujan daun tumbuh lebat, atau sebaliknya. Contohnya antara lain Flamboyan
(Delonix regia), Angsana (Pterocarpus indicus), atau jenis Gymnospermae.
 Tanaman yang berdaun sepanjang tahun (Evergreen conifers)
Tanaman yang berdaun sepanjang tahun (Evergreen conifers) dimaksudkan adalah
jenis tanaman yang berdaun lebat dan berbunga sepanjang musim, tidak
menggugurkan daun. Contohnya antara lain jenis Cemara.

Gambar 2.29 Pohon Cemara


(Sumber: www.google.com)

c. Fungsi Tanaman
Tanaman tidak hanya mengandung/mempunyai nilai estetis saja, tapi juga
berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Beberapa fungsi tanaman dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1) Kontrol Pandangan (Visual Control)
Menahan silau yang ditimbulkan oleh sinar matahari, lampu jalan, dan sinar lampu
kendaraan pada:
 Jalan raya
Dengan peletakan tanaman di sisi jalan atau di jalur tengah jalan.
Sebaiknya dipilih pohon atau perdu yang padat.
 Bangunan
Perletakan pohon, perdu, semak, ground cover, dan rumput dapat menahan
pantulan sinar dari perkerasan, hempasan air hujan, dan menahan jatuhnya
sinar matahari ke daerah yang membutuhkan keteduhan.

Gambar 2.30 : Pohon sebagai kontrol pandangan pada bangunan


(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017:132)
 Kontrol pandangan terhadap ruang luar
Tanaman dapat dipakai untuk komponen pembentuk ruang sebagai
dinding, atap, dan lantai. Dinding dapat dibentuk oleh tanaman semak
sebagai border. Atap dibentuk oleh tajuk pohon yang membentuk kanopi atau
tanaman merambat pada pergola. Sedangkan sebagai lantai dapat dipergunakan
tanaman rumput atau penutup tanah (groud covers).
Gambar 2.31 : Tanaman sebagai kontrol pandangan terhadap ruang luar

(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017:132)

 Kontrol pandangan untuk mendapatkan ruang pribadi (Privacy space)


Tanaman dapat dipergunakan untuk membatasi pandangan dari arah luar dalam
usaha untuk menciptakan ruang pribadi. Ruang pribadi ini biasanya ruang yag
terlindung dari pandangan orang lain. Memerlukan penempatan tanaman
pembatas pandangan setinggi 1,5-2 meter.

Gambar 2.32 : Tanaman sebagai kontrol pandangan untuk mendapatkan ruang pribadi
(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017:133)

 Kontrol pandangan terhadap hal yang tidak menyenangkan


Tanaman dimanfaatkan sebagai penghalang pandangan terhadap hal-hal
yang tidak menyenangkan untuk ditampilkan atau dilihat seperti timbunan
sampah, tempat pembuangan sampah, dan galian tanah.
2) Pembatas Fisik (Physical Barriers)
Tanaman dapat dipakai sebagai penghalang pergerakan manusia dan hewan. Selain
itu juga dapat berfungsi mengarahkan pergerakan.
3) Pengendalian Iklim (Climate Control)
Tanaman berfungsi sebagai pengendali iklim untuk kenyamanan manusia. Faktor
iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia adalah suhu, radiasi sinar
matahari, angin, kelembaban, suara, dan aroma.
• Control radiasi sinar matahari dan suhu
• Control/pengendali angin
• Pengendali suara
• Penyaring udara
4) Pencegah Erosi (Erosion Control)
Kondisi tanah menjadi rapuh dan mudah tererosi karena pengaruh air hujan
dan hembusan angin yang kencang. Akar tanaman dapat mengikat tanah sehingga
tanah menjadi kokoh dan tahan terhadap pukulan air hujan serta tiupan angin.
Selain itu dapat pula berfungsi untuk menahan air hujan yang jatuh secara tidak
langsung ke permukaan tanah.

Gambar 2.33 : Tanaman sebagai pencegahan erosi


(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017:138)
5) Habitat Satwa (Wildlife Habitats)
Tanaman sebagai sumber makanan bagi hewan serta tempat berlindung
kehidupannya. Hingga secara tidak langsug tanaman dapat membantu pelestarian
kehidupan satwa.
6) Nilai Estetis (Aesthetic Values)
Memberikan nilai estetika dan meningkatkan kualitas lingkungan. Nilai estetika
dari tanaman diperoleh dari perpaduan antara warna (daun, batang, bunga),
bentuk fisik tanaman (batang, percabangan, dan tajuk), tekstur tanaman, skala
tanaman, dan komposisi tanaman. Nilai estetis tanaman dapat diperoleh dari satu
tanaman, sekelompok tanaman yang sejenis, kombinasi tanaman berbagai
jenis ataupun kombinasi antara tanaman dengan elemen lansekap lainnya.
Tanaman dapat menimbulkan nilai estetis yang terjadi dari bayangan tanaman
terhadap dinding, lantai, dan menimbulkan bayangan yang berbeda-beda akibat
angin dan waktu terjadinya bayangan. Demikian pula bila tanaman diletakkan
pada tepi atau sekeliling kolam akan menimbulkan bayang-bayang yang
dicerminkan oleh permukaan air.

Gambar 2.34 : Tanaman sebagai estetis

(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017:139 dan 140)

 Warna
Warna daun dan bunga dari tanaman dapat menarik perhatian manusia,
binatang, dan mempengaruhi emosi yang melihatnya. Bila beberapa jenis
tanaman dengan berbagai warna dipadukan dan dikomposisikan akan
menimbulkan nilai estetika.
 Bentuk
Bentuk tanaman dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan bentuk 2 atau 3
dimensi, memberi kesan dinamis, indah, memperlebar atau memperluas
pandangan, ataupun sebagai aksentuasi dalam suatu ruang.
 Tekstur
Tekstur suatu tanaman ditentukan oleh batang/percabangannya, massa
daun serta jarak penglihatan terhadap tanaman tersebut. Tekstur tanaman juga
mempengaruhi secara psikis dan fisik bagi yang memandangnya.
 Skala
Skala atau proporsi tanaman adalah perbandingan besaran tanaman
denngan tanaman lai atau perbandingan antara tanaman dengan lingkungan
sekitarnya.
Gambar 2.35 : Penyusunan tanaman terhadap skala/besaran
(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017:141)
d. Perletakan Tanaman
Peletakan tanaman harus disesuaikan dengan tujuan dari perancangan tanpa
melupakan fungsi dari tanaman yang dipilih. Pada peletakan ini harus dipertimbangkan
kesatuan dalam desain atau unity, antara lain yaitu:

 Variasi (Variety)
 Penekanan (Accent)
 Keseimbangan (Ballance)
 Kesederhanaan (Simplicity)
 Urutan (Sequence)
Dalam perancangan tanaman lansekap, pemilihan jenis tanaman merupakan faktor
penting.

Gambar 2.36 : Perletakan tanaman memberi suarsana terhadap bangunan

(Sumber: Hakim dan Utomo, 2017:143)


2. Material Keras (Hard Materials)
Material keras dapat dibagi dalam lima kelompok besar, yaitu :
a. Material Keras Alami
Material ini berasal dari bahan alami, yaitu kayu. Bermacam-macam
jenis kayu yang dapat dijadikan bahan material bagi desain lansekap.
Kayu dapat dipergunakan sebagai bahan untuk pembentukan furniture
lansekap, retaining wall, ataupun perkerasan. Kekuatan kayu berbeda
beda tergantung dari keawetannya. Keawetan kayu tergantung dari
penempatannya. Kayu yang terlindung dari hujan dan sinar matahari tidak akan
lekas rusak. Untuk mempertinggi sifat keawetan kayu, dapat
diusahakan dengan mengecat/mengurangi kadar air, diberi obat pengawet.
b. Material Keras dari Potensi Alam
Material yang dimaksud antara lain batu-batuan, pasir, dan batu bata. Material
batu-batuan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu susunan dinding
ataupun pola lantai. Batu-batuan dapat menghasilkan kesan tekstur kasar atau
halus. Batu besar (batu kali) dapat juga dijadikan sebagai ornamen artistik dalam
suatu taman.
c. Material Keras Bahan Metal
Material yang dimaksud antara lain aluminium, besi, perunggu, tembaga, dan baja.
d. Material Keras Buatan/Sintetis
Contoh dari material sintetis atau tiruan, antara lain bahan plastic/fiberglass.
e. Material Keras buatan Kombinasi
Beton dan polywood merupakan contoh dari bahan material keras buatan
kombinasi.

F. Pengelolaan Sampah
Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat, baik berupa zat
Organik maupun zat Anorganik. Sampah dapat terurai maupun tidak terurai dan seringkali
dianggap tidak berguna lagi dan dibuang sehingga menciptakan tumpukan sampah yang
menjadi sarang penyakit. Seperti contohnya tikus hidup di rongga-rongga sampah, seperti di
kaleng bekas maupun kardus. Lalat berkembang biak pesat di sampah organik, seperti sisa-
sisa makanan. Suasana basah, lembab dan hangat sangat cocok untuk tempat berkembang
biak nyamuk.
Sampah yang biasanya dihasilkan sekolah kebanyakan adalah sampah kering dan
sedikit basah. Sampah kering yang dihasilkan berupa kertas hasil dari tulis menulis, plastik
pembungkus jajanan, kemasan barang dan sedikit logam. Sedangkan sampah basah berasal
dari dedaunan pohon, ranting, potongan rumput taman dan sisa makanan.

Gambar 2.37 Sistem pengangkutan sampah

(Sumber: www.google.com)

G. Standar Arsitektural Ruang Asrama


Adapun kebutuhan ruang dan persyaratan asrama antara lain:

1) Kamar tidur
Kamar tidur pada asrama di pondok pesantren dihuni oleh lebih dari satu
penghuni. Aktifitas yang dilakukan santri di kamar juga lebih kompleks karena
penghuninya yang berkelompok.

Gambar 2.38 Standar ukuran ranjang tidur


(Sumber: Neufert Architect Data)
Kamar tidur di pondok pesantren tentunya berbeda dengan kamar tidur
pribadi di rumah. Beberapa kamar tidur di pondok pesantren memiliki jenis yang
berbeda. Pondok pesantren salaf, tidak menggunakan ranjang tidur ataupun kasur.
Sehingga ruangan terkesan luas dan tidak ada batasan kapasitas penghuni kamar.
Namun seiring dengan berkembangnya pondok pesantren modern, muncullah
pondok pesantren dengan fasilitas ranjang tidur di kamar, sehingga kapasitas
penghuni kamar terbatas.

Gambar 2.39 Standar konfigurasi penataan kamar tidur


(Sumber: Neufert Architect Data)

2) Kamar mandi, toilet, dan tempat cuci

Gambar 2.40 Standar Ukuran WC, Kloset, dan Kamar Mandi


(Sumber: Architect’s Handbook)
Gambar 2.41 Standar Konfigurasi Toilet
(Sumber: Architect’s Handbook)
3) Kantin

Gambar 2.42 Standar jenis dan ukuran meja makan


(Sumber: Neufert Architect Data)
4) Dapur

Gambar 2.43 Standar konfigurasi ruang dapur


(Sumber: Neufert Architect Data)
5) Kantor Pembina
6) Ruang informasi
7) Kamar pembina
8) Taman
9) Lapangan olahraga (futsal, tenis, basket)

Anda mungkin juga menyukai