Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PELATIHAN BASIC LIFE

SUPPORT (BLS) PADA REMAJA DI


KECAMATAN BAKI SUKOHARJO

ANGGOTA KELOMPOK:

Alfian Khoirul Huda Imung Desi Erma P


Khoirun Nisak Dwi Safitri
Erlinda Alfa Novita R Amalia Nur Fitriani
Elita Yuniawati Retno Hastuti
Siska Purnamadewi Datik Wahyuningsih
Muhammad Rifqi R Tulus Dwi Hartanto
Karina Dea S Nona Tunjung Satria W
Diah Ixsar Mustika D Ikhsan Bayu Prastowo

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
SATUAN ACARA PELATIHAN BASIC LIFE SUPPORT PADA REMAJA
DI KECAMATAN BAKI SUKOHARJO

Pokok Bahasan : Basic Life Support


Waktu dan pelaksanaan : Senin, 27 Mei 2019 (15.30-selesai)
Tempat : Puskesmas Baki
Pelaksana : Mahasiswa Profesi Ners UMS dan Petugas
Puskesmas
Sasaran : Anggota DASIAT dan Perwakilan Anggota
Karang Taruna Desa Menuran

A. LATAR BELAKANG
Pada masa remaja proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan,
sistem saraf berfungsi memproses informasi yang berkembang dengan cepat dalam
aktifitas kognitif tingkat tinggi seperti kemampuan merumuskan perencanaan
strategis atau kemampuan mengambil keputusan. Menurut Utami (2009) seringkali
remaja kurang peduli dan memahami kapan mereka membutuhkan pelatihan Basic
Life Support (BLS) atau disebut juga pertolongan pertama, padahal mereka
membutuhkannya pada saat mereka menjadi bagian masyarakat yang bertanggung
jawab sosial. Selain itu remaja memiliki sifat rasa ingin tahu, sehingga remaja dapat
dengan mudah menyerap pemahaman mengenai BLS. Remaja dengan berbekal
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki diharapkan bisa melakukan
pertolongan BLS didalam kehidupan masyarakat.
Basic Life Support (BLS) sebagai bantuan pertama pada penderita henti
jantung sangat diperlukan sebelum pasien mendapat pelayanan kesehatan secara
paripurna. Tindakan bantuan hidup jantung dasar secara garis besar dikondisikan
untuk kejadian di luar rumah sakit sebelum mendapat perawatan lebih lanjut atau
tanpa menggunakan peralatan medis. Intinya bantuan hidup jantung dasar harus
segera dilakukan oleh orang disekitar yang paling dekat jika menyaksikan
seseorang tidak sadarkan diri secara mendadak dan tidak adanya respon napas
pasien saat kejadian (Depkes RI, 2012) Untuk remaja dapat dilakukan pelatihan
BLS seperti yang dilakukan oleh Olympia (2005)
yang meneliti 1000 responden yang secara acak dari anggota National Association
School Nurse di Amerika 95% responden meningkat kepercayaan diri dalam
melakukan BLS setelah dilakukan pelatihan. Begitu juga dari hasil penelitian
Theresa (2012) yang meneliti 132 remaja di Jerman dalam melakukan pelatihan
BLS, setelah 4 bulan dilakukan evaluasi dan didapatkan 99% responden masih
benar dalam melakukan pertolongan pertama.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada remaja di Desa Menuran
dari 20 remaja anggota DASIAT belum mengetahui mengenai BLS dan cara
penanganan pada pasien yang membutuhkan BLS, maka dari itu kami dan petugas
Puskesmas Baki berkolaborasi memberikan pelatihan mengenai basic life support
(BLS) agar para remaja di Desa Menuran mengetahui mengenai cara bantuan hidup
dasar atau BLS.

B. TUJUAN UMUM
Setelah dilakukan pelatihan basic life support (BLS) selama 60 menit
remaja diharapkan dapat mengetahui dan memahami dengan jelas tentang BLS dan
dapat mempraktikkan secara langsung.

C. TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui pengertian dari BLS
2. Mengetahui indikasi diberikannya BLS
3. Mengetahui tujuan diberikannya BLS
4. Mengetahui langkah-langkah BLS
5. Mengetahui komplikasi yang disebabkan dari BLS

D. METODE
1. Ceramah
2. Demonstrasi
3. Diskusi
E. MEDIA
1. Power point dan LCD
2. Leaflet
3. Panthom

F. ORGANISASI PELAKSANA
1. Moderator : Team Agregat Remaja
2. Penyaji : Team Agregat Remaja dan petugas puskesmas
3. Fasilitator : Team Agregat Remaja
4. Dokumentasi : Team Agregat Remaja

G. SETTING TEMPAT

Keterangan:

: Peserta

: Fasilitator

: Penyaji

: Moderator

: Layar LCD

: Layar Proyektor

H. MATERI
Materi terlampir

I. PENATALAKSANAAN
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1 5 menit Pembukaan: 1. Menjawab salam
1. Memberi salam 2. Mendengarkan
2. Perkenalan dan
3. Menjelaskan tujuan memperhatikan
pembelajaran
2 15 menit Pelaksanaan: Menyimak dan
mendengarkan
Menjelaskan materi penyuluhan
secara berurutan dan teratur
3 15 menit Demonstrasi : Peserta menyimak
Memperagakan cara BLS dan memperhatikan
3 10 menit Sesitanya jawab Bertanya hal yang
sekiranya ingin lebih
diketahui
4 10 menit Evaluasi: Peserta lain
Meminta salah satu peserta untuk menyimak
mempraktikkan cara BLS
5 5 menit Penutup: Menjawab salam
Mengucapkan terima kasih dan
mengucapkan salam

J. KRITERIA EVALUASI
1. Struktur
a. Alat-alat di pergunakan ( Power Point, LCD, dan Leaflet) telah di
persiapkan.
b. Kontrak waktu dan tempat telah dilakukan.
c. Peserta siap diberikan pelatihan BLS.
d. Pelatihan BLS siap di berikan.
2. Proses
a. Waktu dan tempat sesuai kontrak
b. Peserta kooperatif saat dilakukan pelatihan BLS.
c. Peserta antusias dalam bertanya saatpelatihan BLS.
d. Peserta antusias tidak droup out ( keluar ) saat pelatihan dilaksanakan.
3. Hasil
a. Peserta memahami materi pelatihan.
b. Peserta dapat menjawab pertanyaan yang di berikan oleh moderator
c. Peserta dapat mempraktikkan kembali BLS yang telah diajarkan.
LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian
Resusitasi membawa maksud menghidupkan kembali dengan usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung
berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru (RJP) adalah
upaya mengembalikan fungsi nafas atau sirkulasi yang berhenti oleh mana-
mana sebab dan boleh membantu memulihkan kembali fungsi kedua
jantung dan paru ke keadaan normal. Bantuan hidup dasar atau basic life
support (BLS) termasuk mengenali jika terjadinya serangan jantung,
aktivasi respon sistem gawat darurat, dan defibrilasi dengan menggunakan
defibrillator.
Bantuan hidup dasar atau basic life support (BLS) adalah
pendekatan sistematik untuk penilaian pertama pasien, mengaktifkan respon
gawat darurat dan juga inisiasi CPR atau RJP yaitu resusitasi jantung paru.
RJP yang efektif adalah dengan menggunakan kompresi dan dilanjutkan
dengan ventilasi.

BLS boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih
dalam bidang kesehatan. Ini bermaksud RJP boleh dilakukan dan dipelajari
dokter, perawat, para medis dan juga orang awam. Keadaan di mana
terdapat kegagalan pernafasan yang boleh menyebabkan systemic
cardiopulmonary arrest (SCA) adalah seperti kecelakaan, sepsis, kegagalan
respiratori, sudden infant death syndrome dan banyak lagi

B. Indikasi
1. Henti nafas
Henti nafas primer (Respiratory arrest) dapat disebabkan oleh
banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam,
inhalasi asap / uap / gas, obstruksi jalan nafas oleh benda asing, tersengat
listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglottis,
tercekik (suffocation), trauma dan lain – lainnya. Sumbatan jalan nafas
dapat total atau partial.
C. Tujuan
Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam
tujuan,diantaranya yaitu:
1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ – organ
vital (otak, jantung dan paru)
2. Mempertahankan hidup dan mencegah kematian.
3. Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
4. Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
5. Melindungi orang yang tidak sadar
6. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi
7. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari
korbanyang mengalami henti jantung atau henti napas melalui
Resusitasi Jantung Paru (RJP).

D. Langkah-langkah
1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada /
tidak adanya nafas secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel.

2. Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED


3. Circulation :
 Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi
maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi
jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan
melakukan kompresi dada.
 Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk
memeriksa denyut nadi korban. Pemeriksaan denyut nadi ini tidak
boleh lebih dari 10 detik.
 Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah
sternum). Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit
dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum, kemudian
tangan yang satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di
tengah sternum. Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu
penolong melakukan tiupan nafas agar tidak menekan dada.
 Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri
disamping korban jika korban berada di tempat tidur.
 Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar
18 detik)
 Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100
kompresi/menit.Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2
inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter
anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak
sekitar 2 inchi (5 cm).
4. Airway:
Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift.
Caranya dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu mendorong
dahi korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut sedikit
terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan mengangkat
dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat dagu
sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada
deretan gigi Rahang Atas.

Gambar 3. Head Tilt & Chin Lift (dikutip dari daftar pustaka no. 3)

Gambar 4. Jaw Thrust (dikutip dari daftar pustaka no. 3)


5. Breathing :
 Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak
1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk
memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian
mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :
 Pastikan hidung korban terpencet rapat
 Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
 Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
 Berikan satu ventilasi tiap satu detik
 Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama
satu detik.

Gambar 5. Pernafasan mulut ke mulut (dikutip dari daftar pustaka no. 1)

 Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui


mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban.
 Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag
mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memberikan ventilasi
yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.
 Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan
kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
 Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan
pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6
detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut
nadi kembali setiap 2 menit.
 Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 :
2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus
menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8
detik/kali.
6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun,
atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan
sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan
alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.
7. RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah
tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang,
atau korban mulai bergerak.

E. Komplikasi
1. Backward tilt of head (menengadahkan kepala)
- Pada orang tua dengan aterostenosis, menengadahkan kepala maksimal,
atau memalingkan kepala ke samping bisa menyebabkan gangguan
sistem arteri vertebral-basilar, yang berakibat kerusakan batang otak.
- Pada kecelakaan lalu lintas, menengadahkan kepala maksimal
memalingkan kepala ke samping akan memperberat kerusakan/trauma
medulla spinalis dan menyebabkan kelumpuhan, sehingga pada
keadaan penderita demikian, hanya moderate backward tilt seperti pada
triple maneuver yang dianjurkan.
2. External Cardiac Compression (pijat jantung luar)
- Osteo-chondral costae terenggang/terpisah. Fraktur kosta multiple,
terutama pada orangtua. Fraktur sternum.
- Flail Chest, pneumothoraks, kontusi paru, tamponade jantung. 7,8
3. Inflation (hembusan/tiupan)
- Lambung menggelembung.
- Paru robek, terutama pada bayi atau anak jika dilakukan
tiupan/hembusan terlalu kuat, terjadi tension pneumothoraks.

Anda mungkin juga menyukai