Anda di halaman 1dari 10

BAB 2 ENTREPRENEURIAL MARKETING (KEWIRAUSAHAAN

PEMASARAN)

Sumber:

Sarma, Ma’mun. 2013. Entrepreneurial Marketing: Untuk Keberhasilan Pemasaran bagi Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia. PT. Penerbit IPB Press, Bogor. (Halaman 7-
20).

Pedahuluan

Usaha kecil dan menengah (UKM), merupakan salah satu kekuatan pendorong
terdepan dalam pembangunan ekonomi (Bank Dunia 2005). Baik di Negara-negara maju maupun
di Negara-negara yang sedang berkembang, UKM memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional. Piper (1997) memaparkan bahwa terdapat sekitar 62,3 persen dari jumlah
tenaga kerja di Amerika Serikat bekerja di 350.000 perusahaan yang mempekerjakan kurang dari
500 orang, yang di Negara tersebut dianggap sebagai UKM. Selain itu, seperti di AS, juga di
negara-negara industri maju lainnya yang tergabung dalam Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) seperti Jepang, Jerman, Perancis dan Kanada, UKM
merupakan motor penting dari pertumbuhan
ekonomi dan progres teknologi (Thornburg
1993).
Agak berbeda dengan Negara maju, di
Negara berkembang peran UKM lebih
dikhususkan kontribusinya pada aspek
penyerapan tenaga kerja dan pengentasan
kemiskinan. Urata (2000) yang telah
mengamati perkembangan UKM di Indonesia
menegaskan bahwa UKM memainkan
beberapa peran penting di Indonesia.
Beberapa perannya yaitu: (1) UKM pemain
utama dalam kegiatan ekonomi di Indonesia,
(2) penyedia kesempatan kerja, (3) pemain
Sumber: www.digplanet.com penting dalam pengembangan ekonomi lokal
dan pengembangan masyarakat, (4) pencipta
Gambar 1 Gambaran perusahaan kecil dan pasar dan inovasi melalui fleksibilitas dan
menengah di dunia sensitivitasnya serta keterkaiatan dinamis
antar kegiatan perusahaan, (5) memberikan
kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas. Sementara itu, Tambunan (2001) menyebutkan
bahwa UKM juga mampu mereduksi ketimpangan pendapatan (reducing income inequality)
terutama pada negara-negara berkembang.
Meskipun peran UKM sangat vital bagi pembangunan ekonomi regional, namun
kesenjangan pertumbuhan UKM di beberapa daerah di Indonesia (antara Jawa dan Luar Jawa)
masih terjadi. UKM di Indonesia memiliki keunggulan dalam hal jumlah unit usaha yang relatif
banyak, sehingga pada akhirnya
berhubungan dengan kemampuan
penyerapan tenaga kerja yang cukup
besar. Akan tetapi, kontribusi UKM
terhadap penciptaan nilai tambah
bagi Produk Domestik Bruto (PDB)
masih jauh dibawah Usaha Besar
(UB). Masih banyak UKM yang
tidak memiliki kapabilitas, kekuatan
pemasaran, dan sumber daya seperti
yang dimiliki oleh perusahaan besar
dan multinasional. Hal ini terjadi
karena mayoritas UKM di Indonesia
masih mengalami kendala alamiah
dalam perkembangannya.
Berdasarkan prioritasnya, BPS
merangkum beberapa kelemahan
dan permasalahan yang dihadapi
UKM, antara lain: (a) minimnya
permodalan, (b) kesulitan dalam
pemasaran, (c) persaingan usaha
Sumber: newsletter.marsindonesia.com yang ketat, (d) kesulitan bahan baku,
Gambar 2 Perkembangan industri UKM di Indonesia (e) minimnya teknis produksi dan
keahlian, (f) minimnya keterampilan
manajerial (SDM) dan (g) minimnya
pengetahuan dalam masalah manajemen khususnya bidang keuangan dan akuntansi. Namun
demikian, UKM cenderung lebih bersifat entrepreneurial, fleksibel, dan inovatif. Kelebihan inilah
yang membuat UKM dapat beradaptasi dengan niche market dan responsif terhadap kebutuhan
pelanggan.
Pemasaran merupakan bidang yang menjadi masalah mendasar pada pengusaha skala kecil.
Keberadaanya yang penting bagi perkembangan suatu bisnis, acap kali kurang diperhatikan oleh
pengusaha skala kecil. Masalah di bidang pemasaran yang dihadapi pengusaha kecil pada
umumnya terfokus pada tiga hal, yaitu: (1) masalah persaingan pasar dan produk, (2) masalah
akses terhadap informasi pasar, dan (3) masalah kelembagaan pendukung usaha kecil (Hadiyati,
2009). Pemasaran sering dianggap sebagai suatu pemborosan sumber daya, karena pengetahuan
mereka tentang pemasaran hanya terbatas pada promosi penjualan yang memerlukan biaya tinggi.
Hasil penelitian Stokes (2000) menyatakan bahwa para pelaku UKM selama ini beranggapan
bahwa konsep pemasaran adalah sesuatu yang hanya dilakukan perusahaan besar. Pemikiran ini
muncul karena buku teks pemasaran yang tersebar di pasaran, umumnya membahas studi kasus
hanya pada perusahaan-perusahaan besar.
Sebagian besar dari pengusaha kecil sebenarnya telah melakukan praktek pemasaran pada
bisnisnya, namun banyak diantara mereka yang justru tidak menyadari hal tersebut. Kondisi ini
menunjukkan bahwa faktanya para pengusaha kecil juga telah melakukan praktek pemasaran, akan
tetapi dengan cara yang berbeda dari buku teks pemasaran konvensional yang selama ini hanya
berfokus pada perusahaan besar. Hal ini memberi gambaran bahwa keberadaan konsep pemasaran
yang lebih sesuai dengan karakteristik UKM yang notabene memiliki keterbatasan sumber daya
dan permasalahan khusus, sangatlah dibutuhkan.

Entrepreneurial marketing

Entrepreneurial marketing merupakan aspek yang berada diantara konsep kewirausahaan


dan pemasaran, di mana setiap perilaku individu atau organisasi di dalamnya menuju pada promosi
gagasan pemasaran dalam rangka menciptakan suatu nilai tambah. Konsep entrepreneurial
marketing termasuk konsep baru yang mulai marak diperbincangkan dalam ranah pemasaran.
Dalam perkembangannya, definisi dan ruang lingkup entrepreneurial marketing memiliki
berbagai perbedaan. Sebagian besar peneliti entrepreneurial marketing memfokuskan konsep ini
pada unit usaha skala kecil dan menengah. Namun, ada juga peneliti yang mengartikan konsep ini
sebagai konsep kewirusahaan untuk melayani customer di masa depan yang dapat dilakukan juga
oleh perusahaan skala besar.

Sumber: ocw.mit.edu

Gambar 3 Konsep dasar pemasaran


kewrirausahaan

Pada buku ini, ruang lingkup entrepreneurial marketing lebih difokuskan dalam kaitannya
dengan usaha skala kecil dan menengah (UKM). Hal ini sesuai dengan pandangan Kotler dalam
Bjerke dan Hultman (2002) yang mengkategorikan kewirausahaan pemasaran sebagai pemasaran
dalam tahap perkembangan awal sebuah bisnis, di mana tingkat kewirausahaan cenderung tinggi
dan tingkat formalisasi praktik pemasaran rendah, sehingga praktek pemasaran ini dapat
mencerminkan kepribadian pemilik dan tujuan usaha. Pernyataan tersebut didukung oleh Bjerke
dan Hutltman (2002), dalam bukunya yang berjudul “Entrepreneurial marketing: The Growth of
small firms in the new economic era”, yang mendefinisikan entrepreneurial marketing sebagai
konsep pemasaran perusahaan retailer yang tumbuh melalui kewirausahaan. Hill dan Wright
(2000) juga termasuk dalam peneliti yang mendukung konsep entrepreneurial marketing pada
UKM, di mana didefinisikan bahwa entrepreneurial marketing sebagai sebuah aliran baru
penelitian yang menggambarkan orientasi pemasaran perusahaan retailer yang memanfaatkan
ilmu entrepreneurial marketing untuk memasarkan produknya. Konsep ini erat kaitannya dengan
inovatif dan penciptaan nilai tambah, yang mana keduanya merupakan hal mutlak yang ada pada
jiwa entrepreneurship. Lebih mendalam, Stokes (2000) memfokuskan konsep entrepreneurial
marketing pada elemen inovasi dan pengembangan ide-ide sesuai dengan perkembangan pasar,
sebagai kunci untuk kelangsungan hidup, pengembangan dan keberhasilan usaha kecil atau usaha
baru. Sehingga, dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa entrepreneurial
marketing merupakan sebuah ilmu baru dalam penelitian pemasaran yang merupakan refleksi dari
sikap proaktif pelaku usaha dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi berbagai peluang untuk
mendapatkan dan mempertahankan pelanggan melalui berbagai pendekatan inovatif, pengelolaan
resiko, pengoptimalan sumberdaya, penciptaan nilai tambah, hingga menjaga hubungan dengan
stakeholder melalui berbagai karakteristik wirausaha sebagai konsep dasarnya.
Meskipun entrepreneurial marketing merupakan area baru dalam pemasaran, namun
keberadaanya bukan sebagai pengganti atau subtitutor dari konsep pemasaran konvensional.
Pendekatan entreprenurial marketing diposisikan sebagai pelangkap atau kompementer dari teori
yang sudah ada (Bjerke dan Hutlman 2002), di mana pendekatan ini menjadi sebuah pendekatan
kontingensi yang lebih sesuai ditinjau dari keterbatasan sumber daya dan permasalahan yang ada
pada UKM (Stokes 2000).

Prinsip kunci EM – Perbedaan pemasaran tradisional dan pemasaran kewirausahaan

Konsep entrepreneurial marketing diikuti oleh keberadaan entrepreneurial thinking, yang


mana merupakan pondasi dasar jiwa kewirausahaan. Pada dasarnya, kewirausahaan mencakup
empat aspek utama, yaitu: (1) melibatkan proses penciptaan sesuatu baru yang memiliki nilai
tambah, (2) membutuhkan pengabdian waktu dan usaha yang persisten, (3) kepuasan pribadi akan
kemerdekaan diri sebagai pengusaha, dan (4) keberanian untuk mengambil keputusan dalam
sebuah ketidakpastian. Dengan kata lain, konsep entrepreneurial marketing ini dapat juga
dikatakan sebagai sebuah pendekatan kewirausahaan dalam menjalankan fungsi-fungsi
pemasaran.
Dasar teoritis dari konsep entrepreneurial marketing adalah konsisten terhadap teori
resource advantage (R-A). Jika pada conventional marketing hanya berfokus pada fasilitasi
transaksi dan kontrol pasar, dalam entrepreneurial marketing fasilitasi dikembangkan kearah yang
lebih luas yaitu pada kemampuan perusahaan untuk menciptakan sumber daya baru dan
meningkatkan produktivitasnya melalui inovasi sebagai bentuk dari kombinasi baru dari sumber
daya yang ada. Hal ini selaras dengan pendapat Gardner (1994) yang menyatakan bahwa konsep
entrepreneurial marketing yang notabene merupakan irisan antara perilaku kewirausahaan dan
pemasaran, terletak pada sebuah inovasi yang dibawanya ke dalam pasar. Inovasi yang
memberikan nilai tambah pada suatu produk dapat dilihat sebagai sebuah alat untuk menciptakan
perubahan pada pasar. Inovasi produk dapat dijadikan sebagai ukuran yang relevan atas
pertumbuhan, profitabilitas, dan kelangsungan hidup UKM yang baru berkembang. Meski pada
prakteknya, penciptaan nilai atas inovasi produk yang dihasilkan UKM di Negara ini masih belum
dapat dikomunikasikan dengan baik pada konsumennya.
Jika conventional marketing bergerak dengan orientasinya terhadap pasar dan pelanggan,
entrepreneurial marketing lebih mengedepankan konsep idea-driven yang mana kemampuan
kreativitas terhadap pasar menjadi hal penting yang diperlukan. Pendekatan conventional
marketing cenderung reaktif terhadap pasar, sedangkan entrepreneurial marketing cenderung
lebih proaktif terhadap pasar. Hal ini dapat dipahami mengingat pada konsep entrepreneurial
marketing, peran pelaku usaha sangat kuat dalam mengkustomisasi kebutuhan para konsumennya.
Pendekatan pasar yang dilakukan pelaku usaha dengan konsep entrepreneurial marketing
merupakan pendekatan oportunistik di mana pelaku usaha proaktif mencari cara baru untuk
menciptakan nilai yang diinginkan pelanggan. Melalui sumber daya yang terbatas, para pelaku
usaha dituntut untuk mampu melakukan inovasi yang merupakan tanggung jawab inti dari
entrepreneurial marketing.
Entrepreneurial marketing bertujuan sebagai konstruk integratif dalam konseptualisasi
pemasaran di era perubahan, kompleksitas, kekacauan, kontrakdiksi dan sumber daya yang
semakin berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa entrepreneurial marketing lebih berkaitan
dengan pasar yang belum stabil, terpisah-pisah dan memiliki turbulensi tingkat tinggi. Gardner
(1994) menambahkan bahwa dalam entrepreneurial marketing dibutuhkan suatu kedinamisan atau
bukan statis. Perilaku yang mengedepankan kedinamisan menjadi faktor kunci bagi pelaku usaha
untuk melalukan inovasi. Sebaliknya, conventional marketing lebih terarah pada pasar yang stabil.
Hal ini dapat dipahami mengingat konsep conventional marketing masih mengacu pada studi kasus
perusahaan-perusahaan besar dengan pasar-pasar yang telah establish.
Pada konsep entrepreneurial marketing, keberadaan stakeholder menjadi hal yang penting
untuk membangun hubungan yang potensial. Kondisi ini menyiratkan bahwa konsep modal sosial
juga dipentingkan dalam entrepreneurial marketing. Modal sosial merupakan kumpulan sumber
daya yang dimiliki anggota sosial dalam hal jaringan sosial. Konsep modal sosial atau dikenal
dengan networking memegang pernan penting dalam memungkinkan pencapaian tujuan suatu
usaha. Jaringan pemasaran merupakan aspek alami yang melekat pada kewirausahaan dalam suatu
pengambilan keputusan untuk memperoleh informasi pasar melalui kontak bisnis mereka.
Karakteristik jaringan pemasaran dalam konsep entrepreneurial marketing bersifat informal,
interaktif, dapat dipertukarkan, terpadu serta sangat terfokus di sekitar pengusaha kecil dan
menengah. Penciptaan modal sosial pada akhirnya akan sangat membantu dalam memecahkan
masalah koordinasi, mengurangi biaya transaksi, dan memfasilitasi arus informasi antara
stakeholder.
Menjadi seorang pengusaha berarti harus memiliki orientasi proaktif, fokus inovasi,
manajemen risiko, pemanfaatan sumber daya dan penciptaan nilai. Dengan kata lain, seorang
pengusaha dituntut untuk terus mencari cara-cara baru dalam mencapai keunggulan kompetitif.
Para pengusaha harus pandai memanfaatkan peluang, yang mana peluang merupakan bentuk
ketidaksempurnaan dari pasar. Melalui kreatifitasnya, para pelaku usaha akan mengubah hal
tersebut menjadi pasar yang menguntungkan. Sehingga dapat dimengerti apabila dalam
entrepreneurial marketing, pemasaran dianggap sebagai home of innovation, bukan sekedar
sebagai pendukung keberadaan dari produk baru. Dalam pengembangan produk baru, para pelaku
UKM sering mengikutsertakan konsumennya sebagai co-active producers, khususnya untuk ide
atau masukannya dari sudut pandang konsumen. Hal ini memungkinkan terjadi karena jumlah
konsumen yang dimiliki oleh pelaku UKM masih terbatas, sehingga hubungannya dapat terjalin
lebih dekat.
Tabel 1 Perbedaan konsep pemasaran konvensional dan kewirausahaan

Sumber: Morris, Schindehutte and LaForge (2002)

Dalam entrepreneurial marketing, pelaku usaha memainkan bagian integral dalam inovasi
berkelanjutan. Kewirausahaan dikaitkan dengan perhitungan pengambilan risiko, yang berarti
upaya untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk kemudian mengurangi risiko tersebut. Risiko
tercermin dalam berbagai keputusan alokasi sumber daya yang dibuat oleh para pelaku usaha. Jika
pada conventional marketing pandangan risiko berfokus pada minimisasi risiko dalam setiap
langkah pemasarannya, hal lain terjadi pada entrepreneurial marketing. Entrepreneurial
marketing justru menganggap bahwa kegiatan pemasaran adalah mesin untuk menghitung suatu
risiko. Fokusnya adalah pada pengelolaan risiko mulai dari identifikasi hingga mitigasi. Perbedaan
conventional marketing dan entrepreneurial marketing dirangkum pada tabel berikut.
Entrepreneurial marketing dan conventional marketing atau dikenal juga sebagai
traditional marketing memang memiliki beberapa perbedaan dalam hal sudut pandangnya.

Keberadaan keduanya jelas terlihat dalam penempatan masing-masing konsep pada skala usaha
yang digeluti. Namun, pada dasarnya perbedaan antara entrepreneurial marketing dan
conventional marketing sebenarnya bukan terletak pada konsep bauran pemasarannya, namun
lebih pada perbedaan dalam konten dan kombinasi di dalamnya. Stokes (2000) memaparkan
perbedaan keduanya dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Perbedaan prinsip pemasaran tradisional dan kewirausahaan
Meringkas perbedaan antara entrepreneurial marketing (EM) dan pemasaran tradisional
sebagai orientasi bisnis, pada tingkat strategis, tingkat taktis dan cara pengumpulan informasi pasar
– kita menyimpulkan bahwa (Stokes, 2000a):
a) Dalam hal orientasi bisnis diketahui bahwa, tidak seperti pemasaran tradisional yang
didefinisikan oleh orientasi pelanggan, EM didefinisikan oleh kewirausahaan dan orientasi
inovasi. Jika pada konsep pemasaran tradisional memerlukan penilaian kebutuhan pasar
dengan pasti sebelum mengembangkan produk, para pelaku usaha memulainya dengan
sebuah ide dan kemudian mencoba untuk menemukan pasar tersebut. Penemuan pasar
bukan berdasarkan pada analisis pasar secara pasti, namun melalui ide-ide dan perasaan
intuitif tentang sesuatu yang harus dibutuhkan. Kegiatan inovasi yang dilakukan pelaku
usaha meliputi kegiatan-kegiatan penyesuaian dalam upaya pendekatan pasar demi
mencapai keunggulan kompetitif.
b) Pada tingkat strategis, pemasaran tradisional memerlukan pendekatan top-down, yang
urutannya jelas seperti: segmentasi, targeting dan setelah itu positioning. Di sisi lain, para
pelaku usaha sukses mempraktikkan proses sebaliknya dari bawah ke atas, yaitu: pertama-
tama mengidentifikasi peluang pasar yang mungkin yang selanjutnya diuji melalui proses
trial dan error. Setelah itu, perusahaan mulai melayani kebutuhan beberapa klien, dan
kemudian memperluas dirinya sebagai pengusaha yang berkontak langsung dengan klien
untuk mengetahui preferensi dan kebutuhan mereka. Kemudian, para pelaku usaha
memperluas basis konsumen awalnya dengan mencari lebih banyak konsumen dengan
profil yang sama melalui berita pemasaran word of mouth. Seringkali proses ini
berlangsung tidak sengaja, seperti pelanggan baru yang datang sebagai hasil dari
rekomendasi pelanggan awal. Oleh karena itu, dalam entrepreneurial marketing, target
pasar dibentuk oleh proses eliminasi dan seleksi mandiri.
c) Pada tingkat taktis, EM tidak cocok dalam model 4P karena pengusaha
mengadopsi pendekatan pemasaran interaktif, mengingat preferensi mereka untuk secara
langsung berkontak pribadi dengan pelanggan. Pengusaha berinteraksi dengan pelanggan
selama personal selling dan kegiatan relationship marketing. Interaksi tersebut
ditingkatkan dengan word of mouth yang penting untuk menghasilkan arahan yang jelas.
Para entrepreneur lebih menyukai pemasaran interaktif, karena mereka memiliki
kemampuan berinteraksi dengan target pasar secara langsung. Selain itu, mereka juga
memiliki preferensi yang kuat dalam kontak personal dengan konsumen dan tidak melalui
promosi massa. Mereka lebih memilih untuk menjaga hubungan pembicaraan sebagai
suatu cara untuk mendengar dan merespon suara konsumen, daripada melakukan penelitian
pasar formal. Pemasaran interaktif pada usaha kecil dan menengah (UKM) berisi tentang
reponsivitas atau kemampuan untuk mengkomunikasikan dan merespon cepat konsumen
individu.
d) Entrepreneurial marketing merupakan asepk pemasaran yang menitikberatkan pada
kebutuhan terciptanya networking yang mampu mendukung perusahaan. Hal ini terlihat
dalam hal pengumpulan informasi pasar, di mana jaringan informal lebih diminati daripada
riset pasar secara formal. Meski para pelaku UKM menyadari pentingnya pemantauan
terhadap lingkungan pemasaran, tapi mereka lebih memilih menggunakan metode informal
seperti pengamatan pribadi atau pengumpulan informasi melalui kontak jaringan mereka.
Penolakan terhadap metode penelitian formal adalah konsekuensi logis dari fakta bahwa
mereka tidak percaya pada kemampuan untuk memprediksi masa depan. Hal ini
mengejutkan, karena faktanya praktek-praktek terbaik dari pengusaha sukses sering
mengabaikan konsep pemasaran tradisional. Meski demikian, hal ini menjadi kekhawatiran
tersendiri tentang bagaimana untuk memberikan nilai jangka panjang pelanggan.
Pendekatan intuitif mereka tidak selalu logis, karena mereka "hidup" dengan kebutuhan
dan preferensi pelanggan mereka.
Dewasa ini, konsep entrepreneurial marketing semakin mengalami perkembangan.
Beberapa peneliti amat concern dalam membuat framework konsep ini, sehingga banyak diantara
mereka yang mencoba membuat klasifikasi perbedaan antara konsep pemasaran konvensional
dengan entrepreneurial marketing. Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, pemasaran tradisional
cenderung memerlukan investasi uang yang besar, namun bagi entrepreneurial marketing,
investasi waktu, imajinasi, energi dan pengetahuan memiliki porsi yang lebih besar daripada
investasi uang. Hal ini dikarenakan konsep entrepreneurial marketing sejak awal lebih ditujukan
bagi bisnis dengan dana terbatas yang identik dengan karakteristik dari UKM.
Selanjutnya, ditinjau dari segi ukuran kunci suksesnya, entrepreneurial marketing
mengukur keberhasilannya melalui besarnya keuntungan yang didapat. Hal yang berbeda terjadi
pada konsep traditional marketing yang mana lebih sering mengukur keberhasilannya dengan
penjualan. Perusahaan besar jelas tertarik pada keuntungan, tetapi umumnya keuntungan tidak
dijadikan program tertentu dari kegiatan pemasarannya. Entrepreneurial marketing didasarkan
pada pemahaman tentang perilaku manusia. Para pelaku UKM mengetahui bahwa keputusan
pembelian dibuat dalam pikiran bawah sadar manusia, yang terus terjadi dengan pengulangan.
Oleh karenanya, mereka sering berkomunikasi dengan pelanggan secara personal melalui berbagai
media sosial. Selanjutnya, pemasaran tradisional berfokus pada pertumbuhan linier dengan cara
memperoleh satu pelanggan pada satu waktu. Sedangkan entrepreneurial marketing menemukan
cara baru untuk tumbuh secara geometris.
Beberapa cara yang dilakukan oleh pelaku usaha kecil adalah mencari aliansi yang akan
membuat aliran konstan bisnis baru melalui arahan dan dukungan, mencari cara untuk
meningkatkan ukuran dari penjualan mereka dengan up-selling dan cross-selling di setiap
kesempatan dan meningkatkan ukuran bisnis mereka dengan menawarkan produk dan layanan
back-end untuk pelanggan yang puas. Berbeda dengan pemasaran tradisional yang diposisikan
sebagai monolog yang diarahkan pelanggan, entrepreneurial marketing berbicara tentang dialog
dengan pelanggan. Pelaku UKM menganggap bahwa dengan berbicara dan mendengarkan
pelanggan, mereka akan mendapatkan ide-ide terbaik untuk peningkatan produk yang ada atau
produk baru.
Penerapan pemasaran kewirausahaan saat ini

“The Role of Entrepreneurial marketing Orientation on Entrepreneurial Networks and


Internationalisation Opportunities”
Penelitian Morrish dan Jones merupakan salah satu yang mengungkapkan tentang
penerapan konsep entrepreneurial marketing di kancah internasional. Penelitian ini dilakukan
pada pelaku usaha skala kecil dan menengah yang berada di UK dan NZ. Kriteria yang menjadi
sampel penelitian adalah perusahaan mikro, bergerak dalam layanan berbasis perusahaan teknologi
tinggi, dan relatif berusia muda. Dalam penelusurannya diketahui bahwa pada usaha skala kecil
dan menengah seorang pemilik usaha akan merangkap juga sebagai manajer.
Terdapat kekuatan jaringan informal pada skala usaha kecil dan menengah. Hal ini
dibuktikan dengan keberadaan kemitraan, aliansi, inovasi dan informasi pemasaran yang diperoleh
secara implisit melalui networking dan pendekatan relationship. Beberapa jaringan yang
diidentifikasi dalam penelitian ini adalah hubungan dengan pelanggan, pemilik-manajer, jaringan
bisnis, jaringan universitas dan jaringan pendukung bisnis. Pada pasar teknologi informasi (TI)
keberadaan networking sangat menunjang keberlanjutan perusahaan. Hal ini dikarenakan melalui
networking, informasi pasar dari rekan-rekan pengembang perangkat lunak mengenai inovasi dan
perubahan pasar di bidang TI dapat diperoleh dengan cepat. Metode ini dinilai sangat efektif
sebagai intelijen pasar yang mana mampu mengumpulkan informasi dengan cepat di pasar yang
begitu dinamis. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan adalah inti dari pertumbuhan bisnis UKM
teknologi.
Pada UKM, pemilik-manajer merupakan ikon yang mewakili merek atau identitas dari
perusahaan. Pemilik-manajer merupakan wajah dari perusahaan, dengan demikian metode
pemasaran didasarkan pada reputasi pribadi, kepercayaan dan kredibilitas dari pemilik-manajer
tersebut. Pada penelitian ini diperoleh informasi bahwa interaksi pemilik-manajer dengan
pelanggannya cukup tinggi, ini sesuai dengan pernyataan Stokes (2000) yang mengidentifikasi
adanya hubungan yang dekat antara pengusaha dengan pelanggan melalui pemasaran bottom up.
Penelusuran lebih mendalam tertuju pada kerangka entrepreneurial marketing yang
dilakukan oleh sampel-sampel perusahaan ini. Diketahui bahwa skala usaha seperti ini lebih
proaktif terhadap pasar, mengumpulkan informasi pasar secara implisit melalui jaringan informal,
kecenderungan terhadap kegiatan inovatif, serta memberikan nilai lebih kepada pelanggan melalui
interaksi personal. Pada perusahaan software ini, pengambilan keputusan ditempuh melalui cara-
cara non-birokrasi, fleksibel dan organik, yang pada gilirannya menginformasikan budaya
pembelajaran (learning organization) bagi perusahaan.
Pada prakteknya, perusahaan teknologi berskala mikro ini juga mengalami beberapa
kendala sumberdaya bisnis seperti, kurangnya pekerja, minimnya sumber daya keuangan, serta
tidak memiliki spesialis atau keahlian di bidang pemasaran. Keterbatasan ini mengakibatkan
berkurangnya kesempatan perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan. Akhirnya,
penelitian ini menunjukkan bahwa hal yang paling direkomendasikan untuk keberlanjutan
perusahaan adalah dengan lebih fokus pada kegiatan pemasaran seperti penjualan dan promosi.

Anda mungkin juga menyukai