Anda di halaman 1dari 3

NAMA : DYAH AYU RETNONINGTYAS

NRP : 08211640000078

KELAS : TEORI PERENCANAAN A

RESUME DEBAT

TOPIK : PENGELOLAAN WILAYAH LAUT 0-12 MIL YANG DITARIK UNTUK OTORITAS PROVINSI

Perubahan wewenang pengelolaan oleh kabupaten/kota menjadi wewenang propinsi


sejalan dengan adanya perubahan undang-undang tentang otonomi daerah yaitu UU No. 23
tahun 2004 menjadi UU No. 32 tahun 2014. Pasal 27 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014
menyebutkan bahwa Daerah Provinsi diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut
yang ada di wilayahnya. Pasal ini menggugurkan Pasal 18 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004, yang
menyebutkan bahwa Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola
sumber daya di wilayah laut. Dengan demikian, secara langsung Pasal 27 ayat (1) UU No. 23
Tahun 2014 mencabut kewenangan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sumber daya laut.

No Opini PRO
1. Penarikan otoritas pengelolaan pesisir menjadi kewenangan provinsi akan
mengurangi anggaran daerah.
Ketika kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau laut diserahkan ke
Kabupaten/Kota maka setiap daerah tersebut harus menyusun dokumen
perencanaannya yang kemudian diperdakan. Hal tersebut menambah beban
anggaran karena kota/kabupaten tidak hanya menyusun rencana tata ruang wilayah
tetapi juga RZWP3K
2 Mengurangi Potensi Ekploitasi Sumber daya pesisir
Dalam UU No 27 Tahun 2007 diatur tentang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-
3), yaitu hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan
dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air
sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. Hak Penguasaan
Perairan Pesisir (HP3) yang tertuang dalam Pasal 16 UU No. 27 Tahun 2007 yang
mengatur mengenai Hak Penguasaan Perairan Pesisir (HP3) dianggap memberi
keleluasan kepada investor asing dengan hak pengelolaan dan pengusahaan perairan
atas izin pemerintah daerah setempat sehingga banyak pemda dengan mudahnya
memberikan hak kelola itu kepada asing. Substansi HP-3 ini semakin memperparah
pencabutan hak-hak masyarakat pesisir dalam mengakses sumber daya baik di
permukaan laut, badan air maupun di bawah dasar laut.
3 Pengawasan pengelolaan sumber daya lebih terpusat
adanya HP-3 yang telah disinggung sebelumnya, memunculkan masalah tentang
pengawasan pengelolaan wilayah laut oleh pemkot/pemkab. Pengelolaan hanya
melibatkan Pemda dan dunia usaha. Akibatnya banyak pulau terluar yang dikuasai
asing selama ini karena izin yang mudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Sehingga dengan undang-undang baru ini, izin ditarik ke pemerintah pusat. Dalam
praktiknya kabupaten/kota tetap memiliki bagian dalam mengawasi . Contohnya
Kota Surabaya, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya beradasarkan
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan
Susunan Perangkat Daerah Kota Surabaya, DKPP memiliki tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang Pangan, urusan pemerintahan bidang Pertanian dan
urusan pemerintahan bidang Kelautan dan Perikanan. Salah satu fungsi DKPP yang
diperinci dalam tupoksi bidang perikanan dan kelautan adalah pelaksanaan
monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang di bidang perikanan dan
kelautan. Selian itu bidang kelautan dan perikanan juga memiliki fungsi pelaksanaan
penyusunan program, koordinasi, pengendalian dan evaluasi di bidang perikanan dan
kelautan. Dari studi kasus kota Surabaya tersebut diketahui bahwa antara provinsi
dan kota masih memiliki keterkaitan dalam mengelola dan mengawasi wilayah
perairan serta menjalin koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaannya.

4 Pengelolaan pesisir 12 mil lebih maksimal dari pengelolaan pesisir 4 mil


Menurut Sekjen KKP Wilayah 0 hingga 4 mil adalah zona pemijahan bagi ikan rawan
bagi eksploitasi. Menteri Susi juga menyatakan bahwa zona ini adalah tempat
nursery dan pemijahan ikan. Sehingga ketika pengelolaan kabupaten/kota hanya
sebatas 4 mil maka tidak banyak aktivitas pengelolaan yang dapat dilakukan.
Walaupun wewenang 12 mil berada di tangan provinsi tidak berarti kota/kabupaten
tidak memiliki wewenang dalam mengelola laut mereka.

5 Semakin memberdayakan masyarakat lokal


Undang-undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil semakin memberdayakan
masyarakat lokal dan tradisional yang ditandai dengan masuknya unsur masyarakat
adat dalam inisiasi penyusunan rencana zona setara dengan pemerintah dan dunia
usaha lainnya.

Diluar alasan di atas, pengesahan UU No. 23 Tahun 2014 masih menyisakan permasalahan,
yaitu ketidakjelasan kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya di wilayah laut
serta ketidakjelasan pembagian fungsi dan peran antara pemerintah provinsi dan pemeriantah
kabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Permasalahan lain
terkiat pengelolaan pesisir yang sampai saat ini masih terjadi adalah konflik antar nelayanan lokal.
Konflik antar nelayan lokal bisa terjadi dikarenakan oleh adanya nelayan pendatang yang melaut
dan mencari ikan di tempat nelayan lokal tersebut dengan tidak mentaati aturan sehingga membuat
nelaya lokal merasa dirugikan. Dengan kondisi demikian, seolah-olah pengalihan wewenang ke
provinsi tidak memberikan dampak terhadap penyelesaian konflik antar nelayan. Selain itu,
pemusatan wewenang pengelolaan pesisir kepada provinsi tidak diimbangi oleh ketersediaan
anggaran dan sumber daya untuk mengawasi laut yang menjadi kawasan provinsi itu sendiri. Hal ini
menimbulkan opini bahwa pengawasan dan pengelolaan menjadi lebih tidak efektif.
Terlepas dari latar belakang diaturnya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil oleh
provinsi, pada kenyataannya undang-undang ini telah ditetapkan sehingga sudah menjadi kewajiban
untuk dijalankan. Yang diperlukan saat ini adalah koordinasi antar intansi pemerintah daerah baik di
tingkat daerah maupun kota/kabupaten, masyarakat lokal, serta pihak-pihak lain untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai