Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mola hidatidosa merupakan penyakit yang berasal dari kelainan


pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan
degenerasi kistik villi dan perubahan hidopik. Mola hidatidosa yang dikenal
awam sebagai hamil anggur merupakan kehamilan abnormal berupa tumor
jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan bakal janin,
sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (villi) yang mirip
gerombolan buah anggur (Norma & Dwi, 2013, h.161).

Frekuensi insiden kehamilan mola hidatidosa masih cukup tinggi.


Frekuensi insiden di Asia menunjukan lebih tinggi daripada di negara barat.
Di Indonesia 1:51 sampai 1:141 kehamilan, di Jepang 1: 500 kehamilan, di
USA 1:1450 sementara itu di Inggris 1:1500. Secara umum sebagian besar
negara di dunia 1:1000 kehamilan. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian
besar negara Asia mempunyai jumlah penduduk yang masih di bawah garis
kemiskinan (status sosio ekonomi yang rendah) yang menyebabkan tingkat
gizi yang rendah khususnya defisiensi protein, asam folat dan karoten
(Sisca, 2013).

Kehamilan mola hidatidosa karena ketidakseimbangan kromosom pada


kehamilan. Faktor penyebab terjadinya kehamilan mola hidatidosa antara
lain sel telur yang secara patologi sudah mati tetapi terhambat untuk
dikeluarkan, adanya imunoseletif dari trofoblas, status sosial ekonomi yang
rendah, paritas yang tinggi, defisiensi protein dan adanya infeksi virus serta
faktor kromosom yang belum jelas (Yahya, 2014).

Mola hidatidosa lebih sering terjadi pada puncak umur reproduktif.


Wanita pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling berisiko.
Wanita dengan umur 35 tahun ke atas memiliki peningkatan risiko 3 kali
lipat. Wanita lebih tua dari 40 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7
kali lipat dibandingkan wanita yang lebih muda. Seberapa banyak partus
sepertinya tidak mempengaruhi risiko (Monga, 2006).

Seorang ibu yang sering hamil ataupun melahirkan mempunyai risiko


yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak sering melahirkan,
karena semakin banyak jumlah kehamilan dan jumlah kelahiran yang
dialami ibu maka semakin tinggi risiko untuk mengalami komplikasi
kehamilan dan persalinan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang permasalah, didapat rumusan


masalah penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan hamil anggur (mola hidatidosa) ?


1.2.2 Bagaimanakah klasifikasi dari hamil anggur?
1.2.3 Bagimanakah patofisiologi dari hamil anggur?
1.2.4 Apakah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hamil
anggur?
1.2.5 Bagaimanakah penatalaksanaan hamil anggur?

1.3 TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah pada makalah ini, maka didapatkan


tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1.3.1 Untuk mengetahui apa itu hamil anggur (mola hidatidosa)


1.3.2 Untuk mengetahui klasifikasi dari hamil anggur.
1.3.3 Untuk dapat mengetahui patofisiologi dari hamil anggur.
1.3.4 Untuk dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya hamil anggur.
1.3.5 Untuk dapat mengetahui penatalaksanaan hamil anggur.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HAMIL ANGGUR (Mola Hidatidosa)

Hamil anggur atau Mola Hidatidosa (MH) merupakan suatu


kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau seluruh vili korialisnya
mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang menyerupai
anggur (Martaadisoebrata, 2005). Mola Hidatidosa (MH) secara histologis
ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas
dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. MH biasanya terletak
di rongga uterus, namun kadang-kadang MH terletak di tuba fallopi dan
bahkan ovarium (Cunningham FG, 2010).

Plasenta normal memiliki trofoblas yang diklasifikasikan berdasarkan


lokasi dan bentuk sitologinya. Yang dimaksud vilus trofoblas adalah
trofoblas yang tumbuh bersama vili korionik, sedangkan ekstravilus
trofoblas adalah trofoblas yang menginfiltrasi ke dalam desidua,
miometrium dan pembuluh darah plasenta. Trofoblas dibagi menjadi tiga
tipe : sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan trofoblas intermediet. Sitotrofoblas
bertanggung jawab untuk proliferasi, sinsitiotrofoblas bertanggung jawab
memproduksi sebagian besar hormon, dan bentukan diantara keduanya
adalah trofoblas intermediet yang bertanggung jawab atas invasi
endometrium dan implantasi (Kruger TF, 2007).

Sinsitiotrofoblas memproduksi hCG pada hari ke-12 kehamilan.


Sekresi meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya pada minggu
ke-8 sampai ke-10 kehamilan. Pada hari ke-12 kehamilan human Placental
Lactogen (hPL) juga terdapat di sinsitiotrofoblas. Produksi terus meningkat
selama kehamilan. Sitotrofoblas merupakan sel trofoblas primitif, tidak
memproduksi hCG dan hPL. Trofoblas intermediet tumbuh ke dalam
desidua dan miometrium, dan mpembuluh darah berada di antara sel-sel
normal. Pada awal hari ke-12 setelah konsepsi, trofoblas intermediet
memproduksi hPL. Puncak sekresi pada minggu ke-11 sampai minggu ke-
15 kehamilan (Hoskins WJ, 2005)

Pada hamil anggur, sel-sel telur dan plasenta yang tidak mampu
berkembang ini akan membentuk kista (gelembung berisi cairan) yang
bentuknya menyerupai anggur putih.

2.2 KLASIFIKASI MOLA HIDATIDOSA

MH diklasifikasikan menjadi MHK (Mola Hidatidosa Komplit) dan


MHP (Mola Hidatidosa Parsial). MHK merupakan kehamilan abnormal
tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik
yang menyerupai anggur. MHP merupakan Merupakan keadaan dimana
perubahan mola bersifat lokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat
janin atau sedikitnya kantong amnion. Umumnya janin mati pada bulan
pertama (Sudiono J, 2001).

Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan
membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk
membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban dan lain-lain),
secara seimbang. Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia
mengandung 23 pasang kromosom, dimana salah satu masing-masing
pasang dari ibu dan yang lainnya dari ayah. Dalam konsepsi normal,
sperma tunggal dengan 23 kromosom membuahi sel telur dengan 23
kromosom, sehingga akan menghasilkan 46 kromosom.

2.2.1 Mola Hidatidosa Komplit (MHK)

MHK merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili


korialisnya mengalami degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur.
Mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai
hiperplasia dari kedua lapisan trofoblas (Sastrawinata S, 2004). MHK rata-
rata terjadi pada usia kehamilan 16 minggu, tetapi pada saat ini dengan
kemajuan teknologi ultrasonografi, MHK dapat didetiksi pada usia
kehamilan yang lebih muda. Secara klinis tampak pembesaran uterus yang
lebih besar dari usia kehamilan dan pasien melihatkan gejala toksik
kehamilan. Abortus terjadi dengan perdarahan abnormal dan disertai
dengan keluarnya jaringan mola.

Secara makroskopik ditandai dengan gelembung-gelembung putih,


tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran yang bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1-2 centimeter. Massa tersebut dapat tumbuh
besar sehingga memenuhi uterus (Sudiono J, 2001).
Pada MHK ketika salah satu (atau bahkan dua) sperma membuahi
sel telur yang tidak memiliki materi genetic. Bahkan jika kromosom ayah
dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi genetic yang ada
terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada saat itu juga.
Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasi di uterus. Jika
hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas yang tumbuh untuk
mengisi Rahim dengan jaringan mola.

2.2.2 Mola Hidatidosa Parsial

Secara makroskopis tampak gelembung mola yang disertai janin


atau bagian dari janin (Sudiono J, 2001). Mola parsial tampak gambaran vili
yang normal dan udem. Pada mola parsial sering dijumpai komponen janin.
Penderita sering dijumpai pada usia kehamilan lebih tua, yaitu 18-20
minggu. Pada pemeriksaan laboratorium, peningkatan kadar serum β hCG
tidak terlalu tinggi (Lumongga, 2009).
Gambaran mikroskopis yang tampak adalah sebagian vili immatur
yang relatif normal dan sebagian lagi vili yang membesar dengan
degenerasi hidrofik. Pada tepi vili terdiri dari sel-sel sitotrofoblas dan
sinsitiotrofoblas yang tersusun ireguler berbentuk scalloping. Sisterna
jarang dijumpai. Dapat terlihat pseudoinklusi trofoblas yang disebabkan
oleh pemotongan tangensial vili pada tepi vili yang irregular. Pada vili dapat
terjadi fibrosis yang fokal. Derajat atipia dan proliferasi trofoblas tidak terlalu
banyak bila dibandingkan dengan MHK. Pembuluh darah pada vili sering
dijumpai (Lumongga, 2009).

Pada MHP dua sperma membuahi sel telur, menciptakan 69


kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi normal. Hal ini
disebut triploid. Dengan materi genetic yang terlalu banyak, kehamilan akan
berkembang secara abnormal, dengan plasenta tumbuh melampaui bayi.
Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini, akan tetapi janin tumbuh secara
abnormal dan tidak dapat bertahan hidup.
2.3 PATOFISIOLOGI MOLA HIDATIDOSA

Patofisiologi berkaitan dengan asal penyakit, perjalanan dan akibat.


Dimana penyakit adalah suatu kondisi abnormal yang menyebabkan
hilangnya kondisi normal yang sehat. Menurut Sarwono, 1994, Patofisiologi
dari kehamilan mola hidatidosa yaitu tidak sempurnanya peredaran darah
fetus, yang terjadi pada sel telur patologi yaitu hasil pembuahan dimana
embrionya mati pada umur kehamilan 3-5 minggu dan karena pembuluh
darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan didalam jaringan
masenkim villi.

Dan menurut Cuningham, 1995, dalam stadium pertumbuhan mola


yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan
normal, namun pada stadium lanjut trisemester pertama dan selama
trisemester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut.

1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi
mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini
dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi
timbul secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap
bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan
sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang
sering dijumpai.
2. Ukuran Uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan
yang sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan
tepat pada wanita multipara, khusus karena konsistensi tumor yang
lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan
mempunyai konsistensi yang lebih lunak.

3. Aktivitas Janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis,
secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun
dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang
terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa
komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang
lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat
jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada
plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.

4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma
villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena.
Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan
gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan
fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa
stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru
terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah
pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkin
paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan
radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio
carsinom metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola
hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa
diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat
terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau
bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi
dan menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan
pengobatan yang efektif.

5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar
sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam
uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar
kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu.

2.4 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Hamil


Anggur

a. Usia Ibu
Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi
yang ekstrim (terlalu muda dan terlalu tua). Hal ini berhubungan
dengan keadaan patologis ovum premature dan postmature. Ovum
patologis terjadi karena gangguan pada proses meiosis, sehingga
ovum tidak memiliki inti sel. ovum dari wanita yang lebih tua lebih
rentan terhadap pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah
penelitian, resiko untuk MHK meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita
yang lebih tua dari 35 tahun dan 7,5 kali lipat untuk wanita yang lebih
tua dari 40 tahun.

b. Status Gizi
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi
meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial
ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang
diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
Studi kasus kontrol dari Italia dan Amerika Serikat telah
menunjukkan bahwa asupan makanan rendah karoten dapat
dikaitkan dengan peningkatan resiko kehamilan MHK. Daerah
dengan tingginya insiden kehamilan mola juga memiliki frekuensi
tinggi kekurangan vitamin A. Faktor diet, karena itu, sebagian dapat
menjelaskan variasi regional dalam insiden MHK (Berek, 2007).

c. Riwayat Obstetri
Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita dengan
riwayat aborsi spontan sebelumnya. Sebuah MH sebelumnya juga
merupakan faktor resiko yang kuat (Berek, 2009). Ibu multipara atau
pernah melahirkan lebih dari satu kali cenderung beresiko terjadi
kehamilan mola hidatidosa apabila terjadi trauma kelahiran (Saleh,
2005).

2.5 Penatalaksanaan Hamil Anggur

Berhubungan dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa itu


menjadi ganas maka terapi bagi wanita yang masih mengiginkan anak
maka setelah diagnosa mola dipastikan dilakukan pengeluaran mola
dengan kerokan isapan disertai dengan pemberian infus oksitosin intra
vena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan karet tumpul untuk
mengeluarkan sisa konsepsi sebelum mola dikeluarkan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan rontgen paru-paru untuk menentukan ada tidaknya
metastase di tempat tersebut. Setelah mola dilahirkan dapat ditemukan
bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista tuba uteri. Kista ini tumbuh
karena pengaruh hormonal dan mengecil sendiri.

Mola hidatidosa diobati dengan 4 tahap sebagai berikut :

1. Perbaikan Umum
Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan
memerlukan transfusi sehingga penderita tidak jatuh syok.
Disamping itu setiap evakuasi jaringan mola dapat diikuti
perdarahan. Hingga persiapan darah menjadi program vital pada
waktu mengeluarkan mola dengan curetage dipasang infus dan
uretoronika dulu sehingga pengecilan rahim dapat mengurangi
perdarahan.

2. Pengeluaran Jaringan Mola Hidatidosa


a. Evakuasi Jaringan Mola Hidatidosa
Dilakukan dengan vakum curetage yaitu alat penghisap listrik
yang kuat hingga dapat menghisap jaringan mola yang cepat.
Penggunaan alat listrik mempunyai keuntungan cepat
menghisap dan mengurangi perdarahan. Evakuasi jaringan mola
hidatidosa dilakukan dua kali dengan interval satu minggu.
b. Histerektomi
Dengan pertimbangan umur (diatas 35 tahun) parietas diatas 3
maka penderita mola hidatidosa dilakukan tindakan radikal
histerektomi.

3. Pengobatan Profilaksis dengan Sitostatika


Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan
menjadi koriokarsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenerasi
ganas diberikan profilaksis dengan sitostatika metotraksan atau
aktinomicyn D. Pengobatan profilaksis sitostatika memerlukan
perawatan rumah sakit.

4. Pengawasan Lanjut
Pengawasan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang
uterusnya dikosongkan sangat penting karena mungkin timbul tumor
ganas. Penentuan kadar kuantitatif HCG subyektif unit beta
dilakukan tiap minggu.
BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN

1. Hamil anggur atau Mola Hidatidosa (MH) merupakan suatu


kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang
menyerupai anggur.
2. Mola Hidatidosa diklasifikasikan menjadi Mola Hidatidosa Komplit
(MHK) dan Mola Hidatidosa Parsial (MHP).
3. Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu tidak sempurnanya
peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologi yaitu hasil
pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3-5
minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi
penimbunan cairan didalam jaringan masenkim villi.
4. Faktor-faktor yang berpengaruh terjadinya hamil anggur adalah usia
ibu, status gizi dan riwayat obstetric.
5. Penatalaksanaan hamil anggur adalah dengan perbaikan umum,
pengeluaran jaringan mola hidatidosa, pengobatan Profilaksis
dengan Sitostatika dan pengawasan lanjut.

3.2 SARAN

Pengawasan terhadap Ibu hamil merupakan hal yang sangat


penting. Kesehatan ibu untuk siap menjalani kehamilan dapat dilihat dari
status gizi dan keadaan anatomi dan fisiologis organ reproduksi yang sudah
siap. Maka dari itu penting bagi Ibu untuk melakukan pemeriksaan saat
hamil untuk melihat perkembangan kondisi kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

Norma, N & Dwi, M. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Sisca,L. 2013. Mola Hidatidosa/ Hamil Anggur, diakses dari :
https://dokterbagus.wordpress.com/201 3/08/23/mola-hidatidosa
hamil- anggur/
Monga, A. 2006. Gynaecology By Ten Teachers, dikses dari :
http://medicallibrary90.wikispaces.com/file/view/Self+Assessment+by
+Ten+Teachers+EMQS+MCQS+SAQS+and+OSCES+in+Obstetrics
+amp+Gynaec ology.pdf
Cunningham, G.F., Gant, N.F, Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C.,
Wenstrom, K.D. 2005. Obstetri williams. Jakarta : EGC.
Martadisoebrata, 2005, Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas
Gestasional, EGC, Jakarta, pp. 7-41.
Kruger TF, Botha MH, 2007, Clinical Gynaecology, 3rd ed, Juta & Co.Ltd,
Cape town, South Africa, pp. 535-536.
Hoskins WJ, 2005, Principles and Practice of Gynecologic Oncology, 4th
ed, Lippincott Williams & Wilkins, USA, pp. 21-23.
Sudiono J, 2001, Penuntun Praktikum Patologi Anatomi, EGC, Jakarta, pp.
9-10.
Sastrawinata S, 2004, Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi, ed 2,
EGC, Jakarta, pp. 29-32.
Lumongga F, 2009, Images Analysis Densitas DNA Pada Mola
Hydatidiform, Departemen Patologi Anatomi USU, Medan.
Berek JS, Hacker NF, 2009, Berek and Hacker's Gynecologic Oncology, 5th
ed, Lippincott Williams & Wilkins, USA, pp. 593-597.
Saleh ZA, 2005, Kanker Ginekologi : Klasifikasi dan Petunjuk Pelaksanaan
Praktis, ed 3, Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/RSMH,
Palembang

Anda mungkin juga menyukai