Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen


yang dikenal dengan nama Leptosira Interrogans. Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh
Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain yang juga ditandai
oleh ikterus. 1
Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai dengan
gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala
seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai Weil’s
syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis
hemoragika. 2
Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak
spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam dekade
belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika
Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the
emerging infectious diseases. 2

1
BAB II
LEPTOSPIROSIS

I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit
ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever,
infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever
dan lain-lain. 3

II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, disemua
benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis
pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira
mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut,
dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus
merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.
Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang
biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi
selama musim hujan.
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.
Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur,
dan Kalimantan Barat. Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar oleh genangan
/luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi.
III. ETIOLOGI

2
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu
L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit).
Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi
banyak serovar menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L.
Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain. Serovar
yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L.
canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi. 2,3
Serogrup leptospira yang sering menyebabkan leptospirosis adalah:

Tabel 1. Serogrup leptospira26

Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing anaerobes,


bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait di

3
ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-20 µm
dan lebar 0,1 µm ( lihat gambar 1). Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop
lapangan gelap dan pewarnaan perak. 3,4
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air
laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira hidup dan
berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan
hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun dapat
terjangkit. 2

Gambar 1. Leptospira

IV. PENULARAN3,5
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung
dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira
masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan;
dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak
dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin
binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit
atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
utuh juga dapat menularkan leptospira.
Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-
bulan , maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.
Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain pekerja-
pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih

4
selokan, parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau mereka yang selalu kontak
dengan air seni binatang seperti dokter hewan, mantri hewan, penjagal hewan atau para pekerja
laboratorium.

V. PATOGENESIS2,3,4
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk
kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa
utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi
droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan
penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang
mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi.
Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat
diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan
penyakit.
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting
adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada
kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri
gram (-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada
leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia
akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah
dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai
berkurangya sekresi bilirubin.

5
Gambar 2. Penularan dan manifestasi leptosirosis21

Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki
akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
respon immunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan
terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertahan pada
daerah yang terisolasi secara immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro organism
akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira
dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan
fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah
terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.

6
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung,
faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,


Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :
ekstravasasi Sel dan perdarahan


Perubahan patologi di organ/jaringan
- Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.
- Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai
hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.
- Paru : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru
- Otot lurik : nekrosis fokal
- Jantung : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik
- Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.t

VI. PATOLOGI1,7,9
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbadaan
antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi
histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang
nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel
plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan

7
pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase
spiremia. Hal ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang
terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah
ginjal, hati, otot dan pembuluh darah.
- Kelainan spesifik pada organ:
a. Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat
nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal
ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan
kerusakan ginjal.
b. Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal
dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
c. Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel
mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endikarditis.
d. Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
e. Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis
yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada
mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
f. Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibody, tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh
mekanisme immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel
mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya
paling sering disebabkan oleh L. canicola.

8
g. Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe
kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab Weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh
serotype copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal,
hepatic atau disfungsi vascular.
VII. MANIFESTASI KLINIS3,4
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata
10 hari.
Gambaran klinik pada leptospirosis :
Yang sering: demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia,
conjungtivitis, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.
Yang jarang: pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
artralgia, gagal ginjal, periferal neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis,
asites, miokarditis.
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas ( bifasik ) yaitu fase
leptospiremia/septikemia dan fase imun.
 Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari)
Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan css,
berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa
sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang disertai nyeri tekan
pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang
disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret,
bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat di
jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang
berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai
splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika
cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan
organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset.
Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas

9
demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase
kedua atau fase imun.
 Fase Imun (minggu ke-2)
Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat terdeteksi
dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun tidak dapat
ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul sebagai
konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu 30
hari atau lebih.
Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase
pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun
ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa
minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti
pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang
nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali
merupakan tanda awal dari meningitis.
Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling utama
yang menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal ditemukan pada
sekitar 50 % pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang pleiositosis ditemukan pada
sebagian besar pasien. Gejala meningeal umumnya menghilang dalam beberapa hari
atau dapat pula menetap sampai beberapa minggu. Meningitis aseptik ini lebih
banyak dialami oleh kasus anak-anak dibandingkan dengan kasus dewasa
Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari darah
selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan adalah
nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ),
hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 %
kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis,
iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama
beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul
beberapa bulan setelah awal penyakit.
Komplikasi mata yang paling sering ditemukan adalah hemoragia
subconjunctival, bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous. Keluhan

10
dan gejala gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria, proteinuria dan
oliguria ditemukan pada 50 % kasus. Manifestasi paru ditemukan pada 20-70 %
kasus. Selain itu, limfadenopati, bercak kemerahan dan nyeri otot juga dapat
ditemukan.
 Fase Penyembuhan / Fase reconvalesence (minggu ke 2-4)
Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsur-angsur hilang.

1. Leptospirosis anikterik 1,10


-
90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.
-
Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik
karena mempunyai 2 fase, yaitu : 3
a. Fase leptospiremia/fase septikemia
- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan
sebagian besar jaringan tubuh.
- Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala
nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.
- Karakteristik manifestasi klinis : demam, menggigil kedinginan, lemah dan
nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut.
- Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit
kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.
b. Fase imun atau leptospirurik
- sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine dan mungkin
tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis.
- Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
terjadi pada 0-30 hari atau lebih.
- Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul
seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.3
-
Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik : meningitis aseptik yang
tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.
-
Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya ringan,
gejala klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu.

11
-
Merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia
seperti Thailand dan Malaysia.
-
Adanya conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis, limfadenopati,
splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopapular dapat ditemukan meskipun
jarang.
-
Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien
leptospirosis anikterik maupun ikterik.
2. Leptospirosis ikterik 1,10
-
Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang
tindih dengan fase septikemia.
-
Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman
leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan
memperoleh terapi yang tepat.
-
Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar
enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali normal
setelah pasien sembuh.
-
Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi
perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.
-
Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi
dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.
-
Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai meskipun
pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan.
-
Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern yang
berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura.
Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian
bawah.
-
Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa
organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS)
merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada
pasien-pasien dengan leptospirosis ikterik.

12
-
Penyebab kematian leptospirosis berat : koma uremia, syok septikemia, gagal
kardiorespirasi dan syok hemoragik.
-
Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien
leptospirosis hádala oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi,
ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis (leukosit > 12.900/mm 3), kelainan
Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, infiltrat pada foto
pencitraan paru.
-
Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya ringan
berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi Adult
Respiratory Distress Síndromes (ARDS) dan fatal.
-
Manifestasi klinik sistem kardiovaskular pada leptospirosis dapat berupa
miokarditis, gagal jantung kongestif, gangguan irama jantung.
Tabel perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik :

Sindroma, Fase Gambaran klinik Spesimen laboratorium


Leptospirosis anikterik *
Fase leptospiremia (3-7 Demam tinggi, nyeri kepala, Darah, cairan
hari) mialgia, nyeri perut, mual, serebrospinal
muntah, conjunctival
suffusion.
Fase imán (3-30 hari) Demam ringan, nyeri kepala, urin
muntah, meningitis aseptik
Leptospirosis ikterik
Fase leptospiremia dan Demam, nyeri kepala, Darah, cairan
fase imán (sering menjadi mialgia, ikterik, gagal ginjal, serebrospinal (minggu I)
satu atau tumpang tindih) hipotensi, manifestasi Urin (minggu II)
perdarahan, pneumonitis
hemoragik, leukositosis.
Tabel 2. perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik
* antara fase leptospiremia dan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)
-
Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak, mungkin karena tidak
terdiagnosis atau karena manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa.

13
-
Pada kasus yang berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai
penyakit Kawasaki, dengan perdarahan paru.
-
Manifestasi klinis pada kasus ringan hádala demam dan gastroenteritis.

Tabel 3. Patofisiologi leptospirosis27

BAB III

14
DIAGNOSIS

I. ANAMNESIS1,8,9
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis
penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien
ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa
menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan
dengan leptospirosis.
Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak
aktif di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal
termasuk wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering
tergenang air maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih
dengan adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam
mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan
merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan
paha.

II. PEMERIKSAAN FISIK1,8,9


-
Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival
suffusion.
-
Gejala klinik yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan mialgia.
-
Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke-3
selambatnya hari ke-7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva
unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring, faring
terlihat merah dan bercak-bercak.
-
Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat
dan hiperestesi kulit.
-
Kelainan fisik lain : hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang
meningeal, hipotensi, ronkhi paru dan adanya diatesis hemoragik.

15
-
Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dapat
terlihat sebagai petekiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan ruam kulit.
-
Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria
generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.

Gambar 3. Conjungtiva suffision dan ikterik pada sklera23

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG1
1. Pemeriksaan laboratorium umum
a. Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan darah rutin : leukositosis normal atau menurun.
- Hitung jenis leukosit : peningkatan netrofil.
- Trombositopenia ringan.
- LED meninggi.
- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa
terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.
b. Pemeriksaan fungsi hati
- Jika tidak ada gejala ikterik  fungsi hati normal.
- Gangguan fungsi hati : SGOT, SGPT dapat meningkat.
- Kerusakan jaringan otot  kreatinin fosfokinase meningkat 
peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata
mencapai 5 kali nilai normal.

16
2. Pemeriksaan laboratorium khusus9,10,11
Pemeriksaan Laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis, terdiri
dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau
antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai),
dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman
leptospira (MAT, ELISA, tes penyaring).
Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis. Pemeriksaan
bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan medium kultur Stuart,
Fletcher, dan Korthof. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika dalam waktu 2-4 minggu terdapat
leptospira dalam kultur.
Gold standard pemeriksaan serologi adalah MAT (Mikroskopik Aglutination Test),
suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi dan
dapat mengidentifikasi jenis serovar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari
ke 6-12). Dugaan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100 dengan gejala
klinis yang mendukung.
Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif
dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Dipstik
asay, Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.

17
Gambar 4. IgM ELISA25

Komplikasi di hati ditandai dengan peninggian transaminase dan bilirubin. Pada 50%
kasus didapat peninggian Creatinin Fosfokinase (CPK) pada fase awal sampai mencapai 5x
normal. Hal ini tidak terjadi pada hepatitis viral. Jadi jika terdapat peninggian transaminase dan
CPK, maka diagnosis leptospirosis lebih mungkin daripada hepatitis viral.
Pada pemeriksaan urine didapatkan perubahan sedimen urine (leukosituria, eritrosit
meningkat dan adanya torak hialin atau granuler). Pada leptospirosis ringan bisa terdapat
proteinuria dan pada leptospirosis berat dapat terjadi azotemia.
Pemeriksaan langsung darah atau urine dengan mikroskop lapangan gelap sering gagal
dan menyebabkan misdiagnosis, sehingga lebih baik tidak digunakan. Pada Leptospirosis yang
sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan peningkatan sel-sel PMN ( pada awal
) tapi kemudian digantikan oleh sel-sel monosit, protein pada CSS normal atau meningkat,
sedangkan glukosanya normal.

18
VI. DIAGNOSIS2,3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan gejala klinis berupa
demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian frontal, nyeri otot, mata
merah / fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam,
bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan LED
yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukositouria, dan sdimen sel torak. Bila
terdapat hepatomegali maka bilirubin darah dan transaminase meningkat. BUN, ureum, dan
kreatinin bisa meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal. Diagnosa pasti dengan isolasi
leptospira dari cairan tubuh dan serologis.
Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.
dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :
 Suspek
 bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.
 Probable
 bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu
dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
 Definitif
 bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis
sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan adanya
serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih

19
Table 4 : Approach to diagnosis of leptospirosis13

20
Table 5 : Endemicity and titer13

21
BAB IV
DIAGNOSIS BANDING2

Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah


dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan kimia,
demam tifoid, demam enterik.
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat,
hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal failure,
demam berdarah virus lain dengan komplikasi.

Tabel 6. Diagnosis banding leptospirosis22

BAB V

22
KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS

I. Gagal Ginjal Akut14,15,16

Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal ringan
sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut
sindroma pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria,
disusul dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi klinik gagal ginjal akut
pada leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal akut non-oliguri
dengan tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi dari 60mg%/24jam. Disebut gagal
ginjal oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan disebut anuri bila produksi urin
<100ml/24jam. Prognosis gagal ginjal akut non oliguri lebuh baik disbanding gagal ginjal non-
ologuri. 27

Gambar 4. Ginjal yang terinfeksi leptospira24

Terjadinya gagal ginjal aku pada leptospirosis melalui 3 mekanisme:


1. Invasi atau nefrotoksik langsung dari leptospira

Invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek langsung
dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen ke kapiler peritubuler menuju jaringan
interstitium tubulus dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan tidak jelas apakah hanya efek
migrasi atau efek endotoksin leptospira.

23
2. Reaksi immunologi

Reaksi immunologi berlangsung cepat, adanya kompleks immune dalam sirkulasi dan
endapan komplemen dan adanya electron dance bodies pada glomerulus membuktikan adanya
proses immune cmplexs glomerulonephritis, dan terjadi tubule interstitial nefritis (TIN).
3. Reaksi non spesifik terhadap infeksi seperti infeksi yang lain

Iskemia ginjal
 Hipovolemia dan hipotensi akibat adanya:
- Intake cairan yang kurang
- Meningkatnya evaporasi oleh karena demam
- Pelepasan kinin, histamine, serotonin, prostaglandin semua ini akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran albumin dan cairan
ekstravaskuler.
- Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel yang menyebabkan permeabilitas sel dan
vaskuler meningkat.
- Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan merangsang RAA dan menyebabkan
vasokonstriksi.
- Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC) menyebabkan
viskositas darah meningkat.

Iskemia ginjal, glomerulonefritis dan TIN, invasi kuman menyebabkan terjadinya


nekrosis (GGA) sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi (TNF-α, IL-1, PAF, PDGF-β,
TXA2, LTC4, TGF-β) dan terekspresinya leucocyte adhesion molecules yang akan meregulasi
fungsi leukosit sebagai respon adanya renal injury.
Bentuk gagal ginjal akut pada leptospirosis:
a. Gagal ginjal akut oliguria

Temasuk disini adalah produksi urine <600ml/24jam dan penderita sudah dalam
keadaan hidrasi yang baik, kadar kreatinin darah >2gr%. Terjadi kira-kira pada 54%
penderita leptospirosis, dan mempunyai mortalitas yang tinggi serta prognosis yang
kurang baik. Faktor-faktor yang meramalkan prognosis kurang baik adalah:
- Adanya oliguri atau anurinyang berlangsung lama
- BUN selalu meningkat >60mg%/24jam
- Ratio ureum urine : ureum darah, tidak meingkat

24
b. Gagal ginjal akut non-ologuri

Terdapat 50% darin leptospirosis, produksi urine >600ml/24jam, mortalitas lebih


rendah dibandingkan GGA oliguri. GGA oliguri mempunyai prognosis yang kurang
baik, dengan mortalitas 50-90%.

Histopatologi dengan pemeriksaan mikroskop electron:


1. pada GGA oliguri, Nampak adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus dan
endapan komplemen pada membrane basalis glomerulus, dan infiltrasi sel radang pada
jaringan interstitialis.
2. Pada GGA non-oliguri, Nampak edema pada tubulus dan jaringan interstitium tanpa
adanya nekrosis. Duktus kolektiferus pars medularis resisten terhadap vasopressin,
sehingga tidak mampu memekatkan urin dan terjadi poliuria.

Perubahan abnormal elektrolit dan hormone pada GGA leptospirosis:


1. Hipokalemia, terjadi oleh karena peningkatan ”fractional urinary excretion” (Fe)
kalium yang diikuti FeNa. Hal ini oleh karena sekresi K + meningkat dan adanya
gangguan reabsorbsi Natrium oleh tubulus proximal. Fe K+ dan FeNa berkorelasi
dengan beratnya GGA.
2. Hormon kortisol dan aldosteron meningkat dan akan meningkatkan eksresi kalium lewat
urine. Sehingga makin menambah hipokalemia, sehingga perlu penambahan kalium.
3. CD3, CD4 menurun, Limfosit B meningkat, bersifat reversible.

TATALAKSANA
GGA oliguri / non-oliguri
 Suportif:
- Hidrasi dengan cairan yang mengandung elektrolit sampai tercapai rehidrasi.
- Monitoring elektrolit dan produksi urine dan balance cairan /24jam.
- Diuretika (furosemid/manitol), untuk mengubah GGA oliguria menjadi poliuria.
- Dopaminergik agent untuk memperbaiki perfusi ginjal (dopamine).
- Arterial natriuretik peptide.
- Untuk preservasi integritas sel: “calcium channel blocker”
- Stimulasi regenerasi sel (asam amino termasuk glysin, growth factor)
 Antibiotika: eradikasi leptospira
 Nutrisi:
- Meminimalkan balance nitrogen negative
- Intake kalori yang adequate.

25
- Mencegah “volume overload”.
 Indikasi dialysis:
- Hiperkatabolik, produksi ureum > 60mg/24jam.
- Hiperkalemia, serum kalium >6meq/L.
- Asidosis metabolic, HCO3 < 12meq/L/
- Perdarahan.
- Kadar ureum yang sangat tinggi diikuti gejala klinik.

Hemodialisis tidak lebih menguntungkan untuk terapi pengganti pada GGA


leptospirosis, lebih dipilih tindakan dialysis peritoneal bila telah ada indikasi. Imam Parsudi
(1976), dialysis peritoneal pada GGA leptospirosis disamping dapat mengkoreksi kelainan
biokimiawi akibat GGA, juga dapat mengeluarkan bahan-bahan toksik akibat penurunan faal
hati. 17

II. Perdarahan Paru20

Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas diduga


akibat dari endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kersakan kapiler. Hemoptisis
terjadi pada awal septicemia. Perdarahan terjadi pada leura, alveoli, trakheobronkhial, kelainan
berupa: kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, infiltrasi sel mononuclear.
Manifestasi klinis: batuk, blood tinged sputum sampai terjadi hemoptisis masif sehingga
menyebabkan asfiksia. 13,20
III. Liver Failure20

Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada hati
terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada leptospirosis
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Kerusakan sel hati.
2. Gangguan fungsi ginjal, yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga
meningkatkan kadar bilirubin darah.
3. Terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan meningkatkan
kadar bilirubin.
4. Proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik.

Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain: penurunan hepatic flow dan toksinyang
dilepas leptospira. Gambaran histopatologi tidak spesifik pada leptospirosis, karena disosiasi sel

26
hati, proliferasi histiositik dan perubahan peri porta terlihat juga pada penyakit infeksi yang
parah. 13,20

IV. Perdarahan gastrointestinal

Perdarahan terjadi akibat adanya lesi endotel kapiler. 1,13

V. Shock20

Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai peran
pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia, hiperviskositas
koagulasi. Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas
kapiler oleh efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi.
Koagulasi intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan LPS yang akan mempengaruhi
keadaan pada mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler dan anoxia jaringan.
Hiperviskositas, akibat dari peleasan bahan-bahan mediator terjadi permeabilitas kapiler
meningkat, keadaan ini menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga menyokong terjadinya
disfungsi organ. 1,13

VI. Miokarditis
Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem
konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis
miokarditis sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung
kongesif yang fatal. Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara genetic yang
berbeda-beda pada setiap penderita. 13,20
Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan tertutup
oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan. Sebagian akan berlanjur
menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi penyebab aritmia, gangguan
konduksi atau payah jantung yang secara structural dianggap normal. 13,20

VII. Enchepalophaty
Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada cairan
cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel leukosit 10-100/mm 3, sel terbanyak
sel leukosit neutrofil atau sel mononuclear, glukosa dapat normal atau rendah, protein meningkat (dapat

27
mencapai 100mg%). Kadang-kadang didapatkan tanda-tanda menngismus tanpa ada kelainan LCS,
sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan patologi didapatkan: infiltrasi leukosit pada selaput otak dan
LCS yang pleositosis. Setiap serotip leptospira yang patologis mungkin dapat menyebabkan meningitis
aseptic, paling sering Conikola, Icterohaemorrhagiae dan Pamoma. 12,20

BAB VI
TERAPI

A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi
yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada
penjamu manusia.
Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh
desinfektans seperti lisol. Maka upaya ”Lisolisasi” upaya "lisolisasi" seluruh permukaan
lantai , dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang mungkin
sudah berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah "mewabah"-nya
leptospirosis.
Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan dengan
menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan tercemar kuman dari hewan

28
piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar. Hindari berkontak dengan
kencing hewan piaraan.
Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak dengan
air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot, terutama jika kulit ada
luka, borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis menangani hewan, ternak, atau
membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat kotor.
Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih sehat
diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang memiliki risiko tinggi
terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Di AS sejak Desember 2000 lalu, ada
anjuran bagi orang yang berisiko tinggi terjangkit leptospirosis diberikan terapi profilaksis
dengan doksisiklin 200 mg 1 x seminggu.
Tikus rumah perlu dibasmi sampai ke sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada hewan
pengerat lain. Jangan lupa bagi yang aktivitas hariannya di peternakan, atau yang bergiat di
ranch. Kuda, babi, sapi, bisa terjangkit leptospirosis, selain tupai, dan hewan liar lainnya yang
mungkin singgah ke peternakan dan pemukiman, atau ketika kita sedang berburu, berkemah,
dan berolahraga di danau atau sungai. Selain itu penyediaan air minum juga harus terjaga baik
dan diklorinasi.
Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang dapat
mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, bisa sampai
setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut sebagai Swine herd’s
disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar mengandangkan ternaknya dan jauh dari
sumber air. Saluran buangan ternak hendaknya diarahkan ke tempat khusus sehingga tidak
mencemari lingkungan.

B. KURATIF2,3,4,17
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis
dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.

Tujuan Pemberian Obat Regimen


1. Treatment
a. Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
Amoxicillin 4 x 500 mg/oral

29
b.Leptospirosis sedang/ berat Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m atau
Ampicillin 1 g/6jam i.v atau
Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau
Eritromycin 4 x 500 mg i.v

2. Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/oral/minggu

• Terapi untuk leptospirosis ringan


Pada bentuk yang sangat ringan bahkan oleh penderita seperti sakit flu biasa. Pada
golongan ini tidak perlu dirawat. Demam merupakan gejala dan tanda yang menyebabkan
penderita mencari pengobatan. Ikterus kalaupun ada masih belum tampak nyata. Sehingga
penatalaksanaan cukup secara konservatif.15
Penatalaksanaan konservatif
 Pemberian antipiretik, terutama apabila demamnya melebihi 38°C
 Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.
Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen, dianjurkan
sekitar 2000-3000 kalori tergantung berat badan penderita. Karbohidrat dalam jumlah
cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein diberikan 0,2 – 0,5 gram/kgBB/hari
yang cukup mengandung asam amino essensial.
 Pemberian antibiotik-antikuman leptospira.
paling tepat diberikan pada fase leptospiremia yaitu diperkirakan pada minggu
pertama setelah infeksi. Pemberian penicilin setelah hari ke tujuh atau setelah terjadi
ikterus tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 2-8 juta unit, bahkan pada kasus
yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit (sheena A
Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang memberikan
selama 10 hari.
 Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan terhadap
fungsi ginjal sangat perlu.
Terapi untuk leptospirosis berat16
 Antipiretik

30
 Nutrisi dan cairan.
Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya menurun
maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang dengan
kebutuhan kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang. Diberikan
protein essensial dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah terjadi
hiperkalemia maka masukan kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na
tidak boleh terlalu tinggi. Pada fase oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase
ologurik pemberian cairan harus dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu
banyak atau cairan yang justru membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer
laktat misalnya, justru akan membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian
cairan yang berlebihan akan menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan cairan
dalam jumlah yang cukup atau tidak berlebihan secara sederhana dapat dikerjakan
monitoring / balance cairan secara cermat.
Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara
parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan
nutrisinya.
 Pemberian antibiotik
◦ Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit
(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada
yang memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol. fluoroquinolone
dan beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik
konvensional tersebut di atas, meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya
secara in vivo.
 Penanganan kegagalan ginjal.
Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari leptospirosis. Kelainan
ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN). Terjadinya ATN dapat diketahui
dengan melihat ratio osmolaritas urine dan plasma (normal bila ratio <1). Juga dengan
melihat perbandingankreatinin urine dan plasma, ”renal failire index” dll.
 Pengobatan terhadap infeksi sekunder.
Penderita leptospirosis sangat rentan terhadap terjadinya beberapa infeksi
sekunderakibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik, antara lain:

31
bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi dialisis peritoneal),
dan sepsis. Dilaporkan kelainan paru pada leptospirosis terdapat pada 20-70% kasus
(Kevins O Neal, 1991). Pengelolaan sangat tergantung dari jenis komplikasi yang
terjadi. Pada penderita leptospirosis, sepsis / syok septik mempunyai angka kematian
yang tinggi.
 Penanganan khusus
1. Hiperkalemia  diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-
20 U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac
arrest.
2. Asidosis metabolik  diberikan natrium bikarbonas dengan dosis (0,3 x
KgBB x defisit HCO3 plasma dalam mEq/L)
3. Hipertensi  diberikan antihipertensi
4. Gagal jantung  pembatasan cairan, digitalis dan diuretik
5. Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati dan
uremia. Penting untuk menangani kausa ptimernya, mempertahankan
oksigenasi / sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi.
6. Perdarahan  transfusi
Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering mnakutkan.
Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai berat. Perdarahan kadang0-
kadang terjadi pada waktu mengerjakan dialisis peritoneal. Untuk
menyampingkan enyebab lain perlu dilakukan pemeriksaan faal koagulasi
secara lengkap. Perdarahan terjadi akibat timbunan bahan-bahan toksik dan
akibat trpmbositopati.
7. Gagal ginjal akut  hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik, dialisis.17

32
BAB VII
PROGNOSIS

Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian
5 % pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30-40 %
Faktor-faktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu :
Leptospirosis yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan mortalitas janin yang tinggi.17

33
BAB VIII
KESIMPULAN

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman leptospira.
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Leptospi Gejala
klinis sering tidak khas sehingga terlambat terdiagnosis.
Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila
terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat
akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang
beresiko tinggi terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.1

34
35

Anda mungkin juga menyukai