Peritonitis Generalisata Ec Post Trauma Tumpul Abdomen
Peritonitis Generalisata Ec Post Trauma Tumpul Abdomen
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Nama : Tn. AK
2. Umur : 20 Tahun
4. Alamat : Benteng
9. Tanggal Keluar RS : -
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
dengan keluhan nyeri pada perut sejak satu hari yang lalu. Nyeri
disertai mual serta muntah setiap kali makan dan minum. Pasien juga
1
mengeluhkan sesak napas serta pusing. BAB dan BAK normal. Pasien
4. Riwayat Pengobatan
sebelumnya.
Tidak ada.
3. Tanda-tanda vital
c. Pernafasan : 28 x/menit
d. Suhu : 36.7oC
e. SpO2 : 97%
2
4. Status Generalis
a. Kepala : Normocephal
5. Thorax
a. Paru
1) Inspeksi : Simetris
paru.
3) Perkusi : Sonor
(-/-)
b. Jantung
3) Perkusi : Redup
3
6. Abdomen
seluruh kuadran
Abdomen
seluruh kuadran
4
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Eritrosit 3.3.5 106/mm3 3.5 – 5.5
Hemoglobin 10.8 g/dL 14 – 18
Hematokrit 30.4 % 40 – 52
MCV 91 um3 80 – 100
MCH 32.2 pg 27 – 32
MCHC 35.4 g/dL 32 – 36
RDW 13.2 % 11 – 16
Trombosit 286 103/mm3 150-400
MPV 7.9 um3 6 – 11
PCT 0.227 % 0.150 – 0.500
PDW 12.5 % 11 – 18
Leukosit 20.1 103/mm3 5.0 – 10.0
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 156 mg/dL <140
Ureum 46 mg/dL 10 – 50
Kreatinin 1.5 mg/dL 0.7 – 1.2
SGOT 30 u/L <33
SGPT 26 u/L <50
Albumin 3.7 mg/dL 3.5 – 5.0
5
2. Pemeriksaan Radiologi : 08 April 2019
6
VI. DIAGNOSIS BANDING
Ileus Obstruktif
VII. PLANNING
1. IVFD RL 20 TPM
2. Ranitidin 2 x 50 mg/IV
3. Imipenem 33 x 1 gr/IV
4. Ketorolac 3 x 30 mg/IV
5. Ondansentron 2 x 1 amp/IV
6. Ceftriaxon 2 x 1 gr/IV
7
FOLLOW UP
S (subjective); O (objective);
Tanggal/jam Planning
A (assesment)
S : Nyeri abdomen, BAB (-) a. Diet lunak
09 April O : Vital sign dalam batas normal. b. IVFD RL 14 tpm
2019 Distensi abdomen c. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
A : Trauma tumpul abdomen d. Ketorolac 3x30 mg (IV)
a. Diet lunak
S : Nyeri abdomen, BAB (-) b. IVFD RL 14 tpm
10 April
O : Peristalti usus (+) meningkat c. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
2019
A : Obstipasi d. Ketorolac 3x30 mg (IV)
e. Dulcolax supp II
8
TINJAUAN PUSTAKA
baik lokal atau difus (generalisata) dari lokasinya, akut atau kronik dari natural
peritonitis tersier.4
abdominal infections dibagi menjadi dua bagian besar, antara lain uncomplicated
IAI yang didefinisikan sebagai proses infeksi hanya mengenai organ tunggal
(organ viscera) dan complicated IAI yang adalah proses infeksi yang lebih lanjut,
9
sebagai manifestasi sistemik (tanda sepsis) akibat dari peradangan peritonitis yang
berat.4
tubuh manusia dan terdiri dari 2 lapisan yang berkesinambungan, antara lain
dan rectum) yang tidak terlapisi maupun terlapisi hanya sebagian peritonum.
sama dengan jaringan ikat disekitarnya dalam kavitas peritoneum, dikenal dengan
merupakan dua lapis peritoneum yang terjadi akibat invaginasi peritoneum karena
suatu organ dan berfungsi melekatkan organ tersebut dengan dinding posterior
peritoneum terdiri dari dua lapis peritoneum yang menghubungkan organ satu
10
peritoneum (karena peritoneum melipat sehingga terdiri dari 4 lapisan) dengan
sejumlah jaringan adiposa dan terdiri dari 3 bagian, antara lain gastrophrenic
Gambar 1. Potongan sagittal dari abdomen yang memperlihatkan peritoneum parietal dan
visceral
Gambar dikutip dari: Standring S. Chapter 64. Peritoneum and Peritoneal Cavity. In: Standring
S. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 40 th Edition. Churchill
Livingstone El Sevier. 2008.
11
Gambar 2. Ligamen peritoneum dan omentum
Gambar dikutip dari: Moore KL, Agur AMR. Chapter 2. Abdomen. In: Moore KL, Agur AMR.
Essential Clinical Anatomy. 3rd Edition. Lippincott & Williams Wilkins. 2007. p. 118-204
Peritoneum parietal dipersarafi dari cabang saraf somatis eferen dan aferen
peritoneum visceral dipersarafi dari cabang saraf visceral aferen yang juga
memberikan suplai saraf otonom pada organ visceral tersebut (Gambar 5).7
parietal. Nyeri yang terlokalisir terjadi akibat stimulus mekanik, termal, atau
umumnya terjadi di satu atau dua level dermatom pada setiap lokasi peritoneum
12
parietal yang terstimulasi. Saraf somatis tersebut selain menghantarkan sensasi
nyeri terlokalisir, juga menghantarkan refleks kontraksi otot apabila terjadi iritasi
wall).6 Di sisi lain, iritasi dari peritoneum visceral tidak memberikan sensasi nyeri
dan refleks otot yang serupa seperti pada iritasi peritoneum parietal. Ketika saraf
visceral peritoneum visceral terstimulasi sensasi nyeri akan dialihkan ke salah satu
daerah dari tiga lokasi, antara lain lokasi epigastrium (struktur foregut), periumbilikal (struktur
13
2.2. Mekanisme pertahanan peritoneum
membran basalis, dan sekumpulan jaringan ikat yang dibentuk dari sel adiposa,
makrofag, fibroblast, limfosit, dan jaringan ikat elastik kollagen.4 Total luas
permukaan peritoneum sekitar 1,7 m2. Dalam kondisi normal, peritoneum sifatnya
steril dan berisi sekitar 50 mL cairan kekuningan yang berisikan makrofag, sel
semipermeabel untuk air dan zat-zat terlarut tertentu sehingga terjadi difusi secara
cairan dan zat-zat terlarut lainnya, partikel yang lebih besar dieliminasi lewat
rongga peritoneum.4 Pada fase inisial hanya makrofag yang berperan terjadinya
48-72 jam pertama. Sel-sel PMN akan mengeluarkan sitokin, antara lain
activating factor, C3A, dan C5A yang akan membentuk terjadinya inflamasi lokal
14
fibrinogen pada fokus septik dan benang-benang fibrin membentuk sebuah mesh
yang secara temporer menurunkan dan menge-blok reabsorpsi cairan dari rongga
pembentukan abses lebih lanjut. Daerah yang paling umum adalah daerah
subphrenic.
dan reaksi peradangan yang kaya akan sel fagositik dan opsonin dapat
menyebabkan migrasi cairan dan protein pada “rongga ketiga”, hal ini dapat
rongga abdomen.
3. EPIDEMIOLOGI
kolon karena diverticulitis, volvulus, atau keganasan, dan strangulasi dari usus
15
halus.2 Terdapat perbedaan etiologi peritonitis sekunder pada negara berkembang
etiologi peritonitis sekunder yang paling umum, antara lain appendisitis perforasi,
seluruh akut abdomen, namun dewasa ini hanya mencakup kurang dari 1-2%.8
hepatis Child-Pugh class C (Pasien yang mengalami SBP, 70% merupakan Child-
immunocompromised.
Peritonitis primer dan sekunder secara prinsip memiliki etiologi yang berbeda
16
pada sekunder ditemukan adanya kerusakan integritas traktus (perforasi) tersebut
dengan rongga peritoneum, namun apabila terjadi kerusakan integritas dari traktus
femoralis, atau obturator).2 Akibat kontaminasi tersebut, flora normal usus seperti
Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae (serta bakteri gram negatif dan
sekunder secara tipikal bersifat polimikrobial (gram negatif aerob dan anaerob).
salah satu jalur utama bagi bakteri-bakteri masuk dalam pembuluh darah
(bakteremia) yang pada akhirnya dapat berlanjut menjadi sepsis, sepsis berat, syok
17
(Systemic Inflammatory Response Syndrome), dimana dapat ditemukan dua tanda
berikut, antara lain suhu >38° C atau <36° C, nadi >90 kali/menit, laju nafas >20
<10% imatur (neutrofil batang). Proses inflamasi akut dalam rongga abdomen
(ileus). Absorbsi cairan dalam usus akan terganggu sehingga cairan tidak hanya
terdapat pada rongga peritoneum, tetapi juga dalam lumen usus. Selain itu, ileus
nyeri perut hebat, nyeri tekan seluruh lapang abdomen (pada peritonitis umum),
rebound tenderness, adanya muscle guarding atau rigidity (perut papan), dan
manifestasi klinis akibat ileus paralitik (distensi abdomen, penurunan bising usus),
sedangkan pada tanda klinis sistemik dapat ditemukan adanya demam, takikardia,
5. DIAGNOSIS
dan pemeriksaan fisik.2,4 Gejala utama pada seluruh kasus peritonitis adalah nyeri
perut yang hebat, tajam, dirasakan terus-menerus, dan diperparah dengan adanya
sedikit menekuk lutut untuk mengurangi nyeri perut (karena maneuver tersebut
18
muntah seringkali pula ditemukan, namun bervariasi tergantung etiologi dari
kolon karena divertikulitis, riwayat demam lebih dari 1 minggu disertai pola
demam dan tanda-tanda klinis khas untuk tifoid mengarahkan ke perforasi tifoid,
adanya riwayat hernia daerah inguinal (inguinalis atau femoralis) harus disuspek
primer patut dicurigai pada pasien-pasien dengan tanda klinis asites dan riwayat
dijelaskan pada manifestasi klinis. Pada tanda-tanda lokal dapat dicari point of
Pemeriksaan colok dubur umumnya akan menunjukan adanya nyeri pada seluruh
lengkap dengan hitung jenis (ditemukan leukositosis, dengan shift to the left yaitu
peningkatan sel batang PMN), kimia darah dapat ditemukan kelainan seperti
peningkatan ureum dan kreatinin (tanda syok hipovolemik atau sepsis berat), dan
19
pemeriksaan ABG (arterial blood gas) dapat menunjukan adanya asidosis
berguna (free air under diaphragm yang terlihat pada posisi upright pada
perforasi ulkus peptikum (Gambar 6),12 tetapi jarang pada etiologi lainnya).
20
Gambar 4. Pneumoperitoneum (free air under diaphragm)
Gambar dikutip dari: Baron MJ, Kasper DL. Chapter 127. Intraabdominal Infections and
Abscesses. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 18 edition. The McGraw Hill Companies. 2012. Accessed in:
http://ezproxy.library.uph.edu:2076/content.aspx?aID=9119694&searchStr=peritonitis
6. TATALAKSANA
4x 3,375 gram pada orang dewasa dengan fungsi ginjal normal). 12 Terapi empiris
untuk bakteri anaerob tidak dibutuhkan pada pasien dengan primary bacterial
perbaikan gejala dalam 72 jam pemberian antibiotik yang tepat. Antibiotik dapat
21
diberikan selama 5 hari – 2 minggu (tergantung perbaikan gejala dan kultur darah
rekurensi pada SBP, sampai 70% pasien mengalami rekurensi dalam 1 tahun.
<20%. Regimen yang diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal baik, antara lain
sulfamethoxazole.12
peritonitis primer yang secara prinsip adalah tindakan non-pembedahan, sine qua
source control” dengan mengoreksi etiologi peritonitis sekunder, tetapi juga dapat
negatif serta bakteri anaerob (walaupun secara umum perforasi upper GI tract
lebih mengarah ke gram positif dan perforasi pada usus halus distal dan colon
22
antibiotik yang direkomendasikan, antara lain gabungan dari golongan penicillin/
mg intravena (pada pasien yang masuk Intensive Care Unit dapat diberikan
dan hitung jenis batang < 3%.11 Resusitasi cairan dan monitoring hemodinamik
perlu untuk dilakukan, target resusitasi, antara lain mean arterial pressure >65
mmHg, dan urine output >0,5cc/kgBB/jam (bila dipasang central venous pressure
tube (NGT) pada pasien ileus dengan distensi perut dan mual-muntah yang
dominan.13 Pada pasien penurunan kesadaran dan adanya syok septik perlu
tujuan agar eksplorasi rongga abdomen yang adekuat dan komplit tercapai.13
Secara umum, kontrol dan koreksi etiologi tercapai bila bagian yang mengalami
perforasi kolon lebih aman dipasangkan stoma usus secara sementara sebelum
23
cairan normal saline (>3L) hangat dilakukan hingga cairan bilasan jernih dengan
tujuan mengurangi bacterial load dan mengeluarkan pus (mencegah sepsis dan re-
menggunakan iodine atau agen kimia lainnya. Setelah selesai, maka rongga
abdomen ditutup kembali. Secara ideal, fascia ditutup dengan benang non-
absorbable dan kutis dibiarkan terbuka dan ditutup dengan kasa basah selama 48-
72 jam. Apabila tidak terdapat infeksi pada luka, penjahitan dapat dilakukan
abdomen, pada laporan kasus ini tidak akan dibahas secara mendalam mengenai
teknik open-abdomen).
7. PROGNOSIS
10%-40% pada perforasi kolon (Tabel 1).11 Faktor yang mempengaruhi tingkat
dengan perforasi ulkus atau appendicitis, pasien usia muda, kontaminasi bakteri
yang minim, dan diagnosis-penanganan dini. Skor indeks fisiologis yang buruk
tingkat serum albumin preoperatif yang rendah merupakan pasien resiko tinggi
24
Tabel 1. Tingkat mortalitas peritonitis umum berdasarkan etiologi
Tabel dikutip dari: Doherty GM. Chapter 22. Peritoneal Cavity. In: Doherty GM, ed. CURRENT
Diagnosis & Treatment: Surgery. 13th ed. New York: McGraw-Hill; 2010.
25
DISKUSI
tidak bisa buang air besar, tidak bisa buang angin sejak kemarin.
perut pasien terpukul stril motor. Pasien tidak mengeluh badan panas, namun
mengeluh perut kembung, nafas terasa sesak dan tidak nafsu makandan minum.
perut dan sesak napas tidak teratasi. Padahari berikutnya pasien merasakan
nyeri yang hebat di seluruh perut dan merasakan tidak bisaflatus dan Buang
diagnosis s e b a g a i P e r i t o n i t i s .
P e r i t o n i t i s m e r u p a k a n p e r a d a n g a n p a d a p e r i t o n i u m ya n g m
karena trauma abdomen. Peritonitis dapat juga disebabkan oleh kelainan di dalam
rangsangan peritonium.
26
Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defa
Prinsip umum terapi pada pasien ini adalah penggantian cairan dan elektrolit
nyeri
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Silen W. Chapter 300. Acute Appendicitis and Peritonitis. In: Longo DL,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s
http://ezproxy.library.uph.edu:2076/content.aspx?aID=9132908
overview#showall
2010;5:9
5. Moore KL, Agur AMR. Chapter 2. Abdomen. In: Moore KL, Agur AMR.
2007. p. 118-204
28
pain.org/AM/Template.cfm?Section=Fact_Sheets5&Template=/CM/Conten
tDisplay.cfm&ContentID=16194
1997;24:1035-47
11. Doherty GM. Chapter 22. Peritoneal Cavity. In: Doherty GM,
ed. CURRENT Diagnosis & Treatment: Surgery. 13th ed. New York:
McGraw-Hill; 2010.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5215855. Accessed
12. Baron MJ, Kasper DL. Chapter 127. Intraabdominal Infections and
Abscesses. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,
http://ezproxy.library.uph.edu:2076/content.aspx?aID=9119694&searchStr=
peritonitis
http://emedicine.medscape.com/article/1952823-overview#showall
29
14. Siegenthaler W. Acute Abdomen. In: Siegenthaler W. Differential
2007. p. 257-8
30