Disusun Oleh :
APRIL 2019
1
BAB I
EKSTRAKSI MASERASI
Kebun dan Pabrik Teh Wonosari berdiri pada tahun 1878 berada di
lereng Gunung Arjuno di desa Wonosari Kecamatan Singosari, Kabupaten
Malang dengan ketinggian 950 - 1.250 meter dari permukaan laut. Kebun Teh
Wonosari ini menghasilkan jenis teh hitam yang 90% hasil produksinya ditujukan
untuk ekspor dan sisanya dipasarkan di dalam negeri, dengan merk sendiri
(Rolas TeaCelup dan Seduh, serta Rolas White Tea) dan juga dipasarkan
secara bebas (free sale), misalnya kepada produsen teh Sariwangi, Sosro dan
lain-lain. Nama sederhana yang menjadi merek dagang berasal dari kata rolas
(Jawa) berarti duabelas, mewakili nama PTPN duabelas (XII).
Menurut Pintauro (1977), teh hitam merupakan teh yang dibuat dari
daun muda tanaman teh yang telah mengalami pelayuan, penggulungan,
fermentasi dan pengeringan. Minuman yang dibuat dari teh hitam disebut teh
seduhan. Teh hitam juga dijual dalam berbagai bentuk, yaitu rajangan, teh
celup atau teh instan. Masing-masing jenis teh memberikan warna, rasa dan
aroma yang berbeda-beda. Teh hitam merupakan salah satu jenis teh yang
paling banyak dikonsumsi dan digemari oleh sebagian masyarakat Indonesia, hal
ini disebabkan oleh rasa dan aroma yang dimilikinya (Setiani, 2014).
Komposisi kimia pada teh terdiri dari kafein, tanin, protein, gula dan
minyak atsiri yang terbentuk karena fermentasi dan menghasilkan aroma yang
2
khas (Johnson dan Peterson, 1974). Komposisi kimia pada daun teh segar
dan teh hitam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Teh
Segar dan Teh Hitam
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahani
metode ekstraksi dengan cara maserasi pada Teh Rollas.
1.3.Alat
Saringan, Corong
1.4.Bahan
Alkohol 70%, botol kaca, Simplisia (teh Rollas)
1.5.Prosedur Kerja
1. Ditimbang 100 gr the, ditambahkan alkohol 70% 500 ml, diaduk dan
didiamkan sehari (Selasa)
2. Diaduk dan didiamkan (Rabu)
3. Disaring, lalu residu di tambah alkohol 70% 500 ml (Kamis)
4. Diaduk dan didiamkan (Jum’at)
5. Disaring, lalu residu di tambah alkohol 70% 500 ml (Sabtu)
6. Diaduk dan didiamkan (Minggu)
7. Disaring (Senin)
8. Dimasukkan ke rotary evaporator sebanyak 100 ml selama 15 menit
3
9. Dikentalkan, dimasukkan ke wadah alumunium yg diletakkan diatas magic
com sambil diaduk
10. Setelah kental, ditimbang
11. Dihitung rendemen
1.6.Hasil
Bobot Sampel = 100 gram
Bobot cawan kosong 1 = 68,4023 gram
Bobot cawan kosong 1 + ekstrak = 77,9473 gram
Bobot ekstrak = 77,9473 gram - 68,4023 gram
= 9,545 gram
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Rendemen = 𝑥 100 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
9,545 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100 %
100 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 9,545 %
1.7.Pembahasan
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia
awal. Rendemen menggunakan satuan persen (%), yang mana semakin tinggi nilai
rendemen yang dihasilkan maka menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin
banyak. Rendemen pada praktikum kami dipatkan nilai sebesar 9,545 %. Rendemen
suatu ekstrak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya metode ekstraksi.
Pada praktikum ini kami memilih ekstraksi dingin dengan metode maserasi
menggunakan pelarut alkohol 70% sebanyak 1.5 L.
4
BAB II
SKRINING FITOKIMIA
2.1.Dasar Teori
A. Uraian Tanaman
1. Kalsifikasi Tanaman
Menurut Rukmana dan Yudiracman (2015), sistematika
(toksonomi) tumbuhan, tumbuhan teh diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Kindom : Plantea
2. Divisio : Spermatophyta (tumbuhan biji)
3. Sub Divisio : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
4. Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
5. Subkelas : Dialypetalae
6. Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)
7. Famili (suku) : Camelliaceae (Theaceae)
8. Genus (marga) : Camellia
9. Spesies : Camellia sinensis L.
10. Varietas : Sinensis
2. Morfologi tumbuhan teh hijau
Menurut Rukmana dan Yudiracman (2015), morfologi tumbuhan
teh hijau adalah sebagai berikut:
Secara umum tanaman teh berbentuk tumbuhan kecil
terpadu.Tinggi tanaman secara alami dapat mencapai belasan meter.
Namun, tanaman teh diperkebunan selalu dipangkas untuk
memudahkan pemetikan, sehingga tingginya hanya antara 90-120 cm.
Secara terinci, morfologi tumbuhan teh dicirikan dengan struktur
bagian tanaman sebagai berikut:
a. Akar dan batang.
Secara umum tanaman teh berakar dangkal, peka terhadap
keadaan fisik tanah, dan cukup sulit untuk dapat menembus
lapisan tanah yang dalam. Akar tanaman teh berupa akar tunggang
dan mempunyai banyak akar cabang. Apabila akar tunggangnya
5
putus, maka akar–akar cabang akan menggantikan fungsinya
dengan arah tumbuh yang semula melintang (horizontal) menjadi
kebawah (vertikal). Batang tanaman teh tumbuh tegak, berkayu
tingginya antara 3–5 m atau lebih hingga 20 m, banyak bercabang,
dan membentuk semak.
b. Daun.
Daun berbentuk jorong atau tegak bulat telur terbalik. Tepi
daun bergerigi. Daun tunggal dan letaknya hampir berseling.
Tulang daun menyirip. Permukaan atas daun muda berbulu halus,
sedangkan permukaan bawah bulunya hanya sedikit. Pada
umumnya panjang daun 6 -18 cm dan lebar 2-6 cm serta
bertangkai pendek. Daun teh memiliki bau (aroma) yang khas
dengan cita rasa agak sepat. Daun–daun baru yang mulai tumbuh
setelah pemangkasan lebih besar daripada daun–daun yang
terbentuk sesudahnya. Pucuk dan ruasnya berambut, daun tua
bertekstur seperti kulit, permukaan atasnya berkilat, dan berwarna
hijau kelam.
c. Bunga.
Tanaman teh berbunga sempurna tumbuh pada ketiak daun,
tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi satu, berkelamin
dua, bergaris tengah 3–4 cm, warnanya kuning, dan berbau harum.
Bunga memiliki daun bunga (calyx) dan mahkota bunga (corolla).
Daun bunga berjumlah 5 sepal dan mahkolta bunga 5 petal serta
berbentuk lonjong cekung. Tangkai sarinya panjang dengan
benang sari (anthera) kuning bersel kembar, meninjol 2-3
milimeter ke atas. Putik bertangkai panjang atau pendek dan pada
kepalanya terdapat tiga buah sirip. Benang sarinya berjumlah 100–
200 tangkai. Sekitar 2 persen dari seluruh bunga pada satu batang
tanaman teh berhasil membentuk biji. Penyerbukan buatan
(artificial pollination) dapat meningkatkan jumlah buah sampai 14
persen.
6
d. Buah dan biji.
Buahnya berupa buah kotak. Berdinding tebal, dan pecah
menurut ruang. Buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah
tua menjadi cokelat kehitaman. Bijinya keras, berwarna cokelat,
beruang tiga, berkulit tipis berbentuk bundar di satu sisi, dan datar
di sisi yang lain. Buah yang masak dan kering akan pecah dengan
sendirinya, serta bijinya ikut keluar. Dalam satu buah berisi 1–6
biji, tetapi rata –rata 3 biji. Biji mengandung minyak dengan kadar
yang tinggi, yaitu 20% dari berat biji.
3. Kandungan kimia daun teh hijau
Daun teh hijau mengandung komponen bioaktif. Jenis fenol dalam
tanaman teh pada umumnya adalah asam fenolat, flavonoid, dan tanin.
Flavonoid yang banyak terdapat di daun teh hijau adalah tanin atau
katekin 0,35 gram/100 gram daun, treutama epicatekin 0,63 gram/100
gram daun, epikatekin gallat 2,75 gram/100 gram daun,
epigallokatekin 2,35 gram/100 gram daun, dan epigallokatekin gallat
10,55 gram/100 gram daun, vitamin B1,B2 dan vitamin C (Rukmana,
2015).
4. Manfaat daun teh hijau
Menurut Rukmana (2015), manfaat daun teh hijau adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kinerja otak dan memperkuat pikiran
2. Mencegah serangan jantung
3. Membantu mengusir bau mulut
4. Meningkatkan memori dan menjaga daya ingat
5. Mencegah sakit gigi
6. Membantu melawan penuaan dan menjaga awet muda
7. Menjaga kesehatan kulit
8. Menghindari resiko kebotakan
9. Menjaga kesehatan rambut
10. Mencegah penyakit diabetes
11. Mecegah kanker
7
B. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam satu
penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.
Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian
warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang
berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemlihan pelarut dan
metode ekstraksi (Kristianti dkk, 2008).
Pendekatan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia
dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar,batang, daun, bunga, buah
dll). Terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif yaitu
alkaloida, antrakuinon, flavonoida, glikosida, saponin (steroid dan
triterpenoid), tannin (polifenolat)
Minyak atsiri dan sebagainya. Dengantujuan pendekatan skrining
fitokimia dalam untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan
kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan
(Robinson, 1995).
Adapun metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan
skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain
(Robinson, 1995) :
1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadapa golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semikuantitatif yaitu memilikibatas kepekaan untuk senyawa
yang dipelajari
6. Dapat memeberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa dari
golongan yang dipelajari.
2.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui kandungan kimia dari simsplisia dauh teh (Camellia
sinensis L.) melalui skrining fitokimia.
8
2.3.Alat dan Bahan
A. Alat
B. Bahan
No Bahan Jumlah
1 Aquades Secukupnya
2 Ekstrak Teh Secukupnya
3 NH4OH Secukupnya
4 HCl Secukupnya
5 NaCl Secukupnya
6 Pereaksi Mayer Secukupnya
7 Pereaksi Wagner Secukupnya
8 H2SO4 Pekat Secukupnya
9 n-heksana Secukupnya
9
10 etanol Secukupnya
11 butanol Secukupnya
12 Asam asetat anhidrat Secukupnya
13 Gelatin Secukupnya
14 Toluena Secukupnya
15 Asam asetat glasial Secukupnya
16 Amonia Secukupnya
17 Pereaksi FeCl3 Secukupnya
18 Larutan KOH 10% Secukupnya
2.4.Prosedur Kerja
1. Alkaloid
Esktrak 0,3 g + HCl 5 ml
+ NaCl 0,3 g
+ diaduk
Saring Filtrat
+ 5 ml HCl
10
2. Glikosida, Saponin, Triterpenoid dan Steroid
a. Uji Buih
Ekstak 0,3 g
Dikocok kuat
± 30s
Larutan
Terdapat buih
+ Saponin
b. Reaksi warna
II A II B II C
11
3. Senyawa Golongan Flavonoid
Residu
+Flavon
12
4. Senyawa Golongan Polifenol dan Tanin
Filtrat
IV A IV B IV C
Larutan hilang
+5 ml NaCl
10% +Polifenol
+ Tannin
Putih
kecoklatan
13
5. Senyawa Golongan Antrakinon
A. Borntrager
-disaring
Filtrat
-diekstraksi 2x
+3m Toluena
(dlm corong
pisah)
VA VB
Blanko + Ammonia
Larutan hitam/merah
pekat
+ Antrakinon
14
B. Modifikasi Borntager
Saring Filtrat
+As.asetat
glasial
VI A VI B
Blanko +Amoniak
Warna merah/merah
muda
+ Antrakinon
15
2.5. Hasil Pengamatan
16
2.6. Pembahasan
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tumbuhan
utuh, bagian tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni.
Skirining fitokimia adalah langkah awal dalam mengindetifikasi
kandungan kimia dari suatu sampel, dimana dalam skrining tersebut dilakukan
identifikasi kandungan kimia dari sampel teh rollas wonosari yang
diperkirakan memiliki banyak khasiat.
Kandungan kimia, Alkaloid, Flavanoid, Tanin, Saponin dan Antrakuinon.
Skrining Fitokimia,Skrining fitokimia bertujuan untuk menentukkan golongan
metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologis yang ada dalam
tumbuhan . Metode yang digunakan dalam penapisan fitokimia harus selektif,
sederhana, cepat serta hanya memerlukan sedikit alat dan bahan.
Pada praktikum skrining fitokimia ini menggunakan beberapa perlakuan
identifikasi golongan senyawa-senyawa yakni :
1. Senyawa golongan alkaloid
2. Senyawa golongan Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid
3. Senyawa golongan Flavonoid
4. Senyawa golongan Polifenol dan Tanin
5. Senyawa golongan Antrakinon.
2.7. Kesimpulan
Dari hasil praktikum uji skrining yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa teh rollas wonosari positif mengandung semua senyawa yang telah
diujikan, yaitu: alkaloid, Glikosida Saponin, Triterpenoid, Steroid, Flavonoid,
Polifenol, Tanin, dan Antrakinon.
17
BAB III
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat KLT. Saat membandingkan dua
sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf
akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan
adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. (Anonim, Kromatografi
Lapis Tipis, 2015)
18
bila nilai Rf nya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan
senyawa yang berbeda. (Anonim, Kromatografi Lapis Tipis, 2015)
Cara
No Nama bahan Sifat fisik Sifat kimia
penanggulangan
Bentuk: Padatan
putih
Titik leleh:
852ᵒC
Mr: 105,99
Iritan
Natrium gram/mol
Struktur kristal: Gunakan
1 karbonat ρ=2,549
monoklinik APD
(Na2CO3) gram/cm3
(anhidrat)
Tidak larut
dalam etanol
dan aseton
Kebasaan:
(pKb): 3,67
Bentuk: Cairan
tak berwarna
Harmful
Mr: 84,93
Iritan
gram/mol
Konstanta
ρ=1,33
hukum Henry:
gram/cm3 Gunakan
2 Diklorometana 3,25 L.atm/mol
Kelarutan dalam APD
Viskositas:
air: 13
0,413 cP
gram/liter
Momen dipol:
Titik leleh: -
1,6 D
96,7C
Titik didih:
19
39,6C
Bentuk: Serbuk
putih
Titik leleh: 772-
775C
Titik didih:
1935C Berbahaya
Gunakan
ρ=2,159 Iritan
Kalsium klorida APD
3 gram/cm3 pH 8-9
(CaCl2) Jangan
Mr: 110,98 Struktur Kristal:
dimakan
gram/mol orthombic
Bau: tidak
berbau
Kelarutan dalam
air: 74,5
gram/100 mL
Cairan tak
berwarna
Mr: 58,08
Mudah terbakar
gram/mol
Iritan Jauhkan dari
Aseton Ρ=0,791
4 Bentuk api
(CH3COCH3) gram/cm3
geometri: Gunakan APD
Titik leleh: -95 -
segitiga planar
-93C
Titik Didih: 56-
57C
Cairan tak
Bentuk molekul:
berwarna
Kloroform tetrahedral
5 Mr: 119,39 Gunakan APD
(CH3Cl3) Berbahaya
gram/mol
Iritan
Ρ= 1,489
20
gram/cm3
Titik leleh: -
63,5C
Titik didih:
61,2C
Cairan tak
berwarna
Mr: 88,12
gram/mol
Gunakan APD
Etil asetat ρ=0,897 Mudah terbakar
6 Jauhkan dari
(C4H8O2) gram/cm3 Iritan
api
Titik didih:
77,1C
Titik leleh: -
83,6C
Cairan tak
berwarna
Mr: 32,04
gram/mol
Jauhkan dari
=0,7918
api
gram/cm3
Methanol Mudah terbakar Gunakan APD
7 Titik lebur: -
(CH3OH) Beracun Jangan
97C
dimakan/
Titik didih:
diminum
64,7C
Kelarutan dalam
air: larut
sempurna
21
3.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode penentuan kimia daun teh Camellia sinensis L.
secara kromatografi lapis tipis.
22
B. Bahan
No Bahan Jumlah
1 Aquades Secukupnya
2 Ekstrak Teh Secukupnya
3 NH4OH
4 HCl
5 Ammonia Secukupnya
6 Kloroform Secukupnya
7 Etil asetat Secukupnya
8 Methanol Secukupnya
9 n-heksana
10 etanol
11 butanol
12 Asam asetat glacial
13 Pereaksi Dragendorf
14 Anisaldehida asam sulfat
15 Antimon klorid
16 Pereaksi Sitrat Borat /uap ammonia
17 Pereaksi FeCl3
18 Larutan KOH 10%
3.4. Perhitungan
1. Fase gerak Alkaloid
2. Fase gerak Sapogenin Steroid atau Terpenoid
3. Fase gerak Terpenoid atau Steroid Bebas
4. Fase gerak Flavonoid
5. Fase gerak Polifenol
6. Fase gerak Antrakuinon
23
3.5. Prosedur Kerja
1. Identifikasi Al kaloid
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : Etil asetat – metanol – air ( 9 : 2 : 2)
Penampak Noda : Pereaksi Drgendorf
Pembuatan Sampel
Ekstrak 0,3 g + 5 ml HCl 2N dipanaskan, setelah dingin + 0,3 gram NaCl,
aduk lalu saring. Filtrat + 5 ml HCl 2N
Amati noda
24
2. Identifikasi Sapogenin Steroid atau Terpenoid
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : n-heksana – etil asetat ( 4 : 1)
Penampak noda : Anisaldehida asam sulfat, antimon klorida
Pembuatan Sampel
Ekstrak 0,5 g + 5 ml HCl 2N
Didihkan dan tutup dengan corong berisi kapas basah selama 2 jam
Amati noda
Hasil =
( + Sapogenin Steroid atau Triterpenoid)
25
3. Identifikasi Terpenoid atau Steroid Bebas
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : n-heksana – etil asetat ( 4 : 1 )
Penampak noda : Anisaldehida asam sulfat
Pembuatan Sampel
Sedikit ekstrak + beberapa tetes etanol
Amati noda
26
4. Identifikasi Flavonoid
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : butanol – asam asetat glacial – air ( 4 : 1 : 5 )
Penampak noda : Pereaksi sitrat borat atau uap ammonia
Pembuatan Sampel
0,3 g ekstrak + 3 ml n-heksana berkali kali sampai n-heksana tak berwarna
Amati noda
27
5. Identifikasi Polifenol
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : Kloroform – etil asetat ( 1 : 9 )
Penampak noda : Pereaksi FeCl3
Pembuatan Sampel
0,3 g + 10 ml aquadest panas
aduk dan biarkan sampai temp kamar
tambahkan 3-4 tetes 10% NaCl
Amati noda
28
6. Identifikasi Antrakuinon
Fase diam : Silika gel Gf 254
Fase gerak ; Toluena – etil – asam asetat ( 75 : 24 : 1 )
Penampak noda : larutan 10% KOH dalam metanol
Pengujian KLT
Sampel ditotolkan pada pelat KLT
Amati noda
29
3.6. Hasil Pengamatan
30
4. Flavonoid Positf (+)
3.7. Pembahasan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode analisa yang cukup
sederhana karena dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu
bahan, bahkan dapat pula mengidentifikasi komponen-komponen tersebut.
31
Pada kromatografi, komponen-komponen yang akan dipisahkan antara tiga
fase yaitu fase diam , fase gerak dan penampak noda.
Fase diam akan menahan komponen campuran, sedangkan fase gerak akan
melarutkan zat komponen campuran. Pada fase diam menggunakan silika gel
254 dan pada fase gerak menggunakan eluent tertentu dengan perbandingan
yang berbeda-beda pada masing masing proses identifikasi nya. Komponen
yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Penampak noda dilakukan setelah proses fase gerak untuk melihat ada atau
tidaknya noda yang tampak dengan menyemprot kan penampak noda ke
lempeng silika gel kemudian dilihat penampakan noda di bawah sinar UV.
Pada hasil uji klt steroid, didapatkan hasil klt sedikit gosong, hal ini
dipengaruhi oleh terlalu lama dalam pengovenan.
3.8. Kesimpulan
Dari hasil praktikum uji KLT yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa teh rollas wonosari positif mengandung semua senyawa yang telah
diujikan, yaitu: alkaloid, Glikosida Saponin, Triterpenoid, Steroid, Flavonoid,
Polifenol, Tanin, dan Antrakinon.
32
BAB IV
33
konsentrasi antara larutan di dalam dan luar sel. Larutan yang konsentrasinya
tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi
lebih rendah. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
cairan penyari setiap hari. Endapatn yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan (Kusuma, 2015). Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan
oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk
kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda
dengan kromatografi kolom dimana fase diamnya diisikan atau dikemas
didalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng
kaca, pelat alumunium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi
planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom
(Gandjar, 2007). Kromatografi lapis tipis (TLC) ialah metode bertujuan untuk
memisahkan komponen-komponen campuran berdasarkan perbedaan
kemampuan migrasi pada lapisan tipis. Adsorbent akan dipertahankan pada
permukaan bidang datar. Dengan kata lain, pemisahan senyawa akan
berlangsung berdasarkan perbedaan afinitas komponen dari campuran dengan
fase diam dan fase geraknya. Metode kromatografi ini dapat digunakan untuk
memantau reaksi organik, melakukan pemurnin zat dan identifikasi senyawa-
senyawa satu dan lainnya (Totoli and Salgado, 2014).
4.2. Tujuan
1. Dapat mengisolasi etil parametoksi sinamat dari rimpang kencur
2. Dapat mengetahui prinsip dan melakukan isolasi dengan maserasi
3. Dapat mengetahui prinsip KLT II.
B. Bahan :
Serbuk simplisia Kencur
34
4.4. Prosedur Kerja
1. Isolasi
30 g serbuk simplisia
Masukkan dalam alat penyari soxhlet yang telah dipasang
kertas saring
Tambahkan batu didih
Tambahkan etanol 96% 120 ml
Lakukan soxhletasi selama 2 jam kecepatan 6-8 sirkulasi
per jam
Hasil Soxhletasi
Saring dengan kertas saring untuk memisahkan sari dari
bagian yang tidak terlarut
Filtrat
Uapkan diatas pemanas air sampai kering atau konsistensi
kental
Tambahkan 10 ml KOH-etanolik 10%
Aduk hingga timbul endapan
Pisahkan sari dari bagian yang tidak larut,melaui glasswoll
Sari jernih didiamkan dalam lemari es hingga pembentukan
kristal optimal
Kristal
Dicuci dengan etanol 70%
Keringkan dengan oven 40 C selama 30-45 menit
Rendemen
Identifikasi dengan KLT
35
Identifikasi
Rendemen
Ambil sedikit dengan ujung spatel kecil
Larutkan dalam etanol
Ambil menggunakan pipa kapiler
Totolkan pada lembar KLT yang sudah diberi tanda
Fase Diam : Silica gel GF 254
Fase Gerak : Diklormetana : Etil asetat (75:25)
Deteksi : UV 254 , disemprot dengan anisaldehid asam
sulfat dan dipanaskan pada suhu 110 C selama 10 menit
Hasil
4.5. Hasil
No Proses Hasil
2 Rendemen :
Larutkan dalam etanol
Ambil menggunakan pipa kapiler
Totolkan pada lembar KLT yang sudah diberi
tanda
Fase Diam : Silica gel GF 254
Fase Gerak : Diklormetana : Etil asetat (75:25)
Hasil : Tampak titik noda
36
Deteksi : UV 254 , disemprot dengan anisaldehid
asam sulfat dan dipanaskan pada suhu 110 C
selama 10 menit
Hasil : tampak bercak noda
4.6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil isolasi Etil ParaMetoksi Sinamat ( EPMS ) pada Kencur
didapatkan hasil yang positif.
37
DAFTAR PUSTAKA
Zubrick, J. W. (2011). Teh Organic Chem Lab Survival Manual. USA: John
Wiley & Sons, Inc.
Achmad. 1986. Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karunika
Gandjar, Ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kusuma, Anggia. 2015. The Effect of Ethanol Extract of Soursop Leaves (Annona
muricata L.) to Decreased Levels of Malondialdehyde. J Majority. Vol. 4.
No. 3.
38