Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

EKSTRAKSI MASERASI, SKRINING FITOKIMIA DAN KROMATOGRAFI


LAPIS TIPIS (KLT )

“TEH ROLLAS WONOSARI”

Disusun Oleh :

Arum Putri Sukmawati AKF17149

Dwi Ratnawati AKF17161

Lutfa Alfiyarotul Imama AKF17170

Rizqi Wahyuningtyas AKF17188

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG

APRIL 2019

1
BAB I

EKSTRAKSI MASERASI

1.1. Teori Dasar

Kebun dan Pabrik Teh Wonosari berdiri pada tahun 1878 berada di
lereng Gunung Arjuno di desa Wonosari Kecamatan Singosari, Kabupaten
Malang dengan ketinggian 950 - 1.250 meter dari permukaan laut. Kebun Teh
Wonosari ini menghasilkan jenis teh hitam yang 90% hasil produksinya ditujukan
untuk ekspor dan sisanya dipasarkan di dalam negeri, dengan merk sendiri
(Rolas TeaCelup dan Seduh, serta Rolas White Tea) dan juga dipasarkan
secara bebas (free sale), misalnya kepada produsen teh Sariwangi, Sosro dan
lain-lain. Nama sederhana yang menjadi merek dagang berasal dari kata rolas
(Jawa) berarti duabelas, mewakili nama PTPN duabelas (XII).

Berdasarkan cara dan pengolahannya, teh dapat diklasifikasikan


menjadi 4, antara lain adalah teh putih, teh hijau, teh oolong, dan teh hitam.
(Dias, dkk., 2013) Teh hitam, teh hitam didapat dengan menggunakan
proses fermentasi dari oksidasi enzimatik terhadap kandungan katekin teh.
(Hartoyo, 2003) Senyawa - senyawa yang ada dalam teh dan manfaatnya
bagi tubuh yaitu katekin, guna menurunkan munculnya potensi kanker dan
tumor, mengurangi kadar kolesterol darah, tekanan darah tinggi dan kadar
gula dalam darah, serta melawan bakteri dan virus influenza.

Menurut Pintauro (1977), teh hitam merupakan teh yang dibuat dari
daun muda tanaman teh yang telah mengalami pelayuan, penggulungan,
fermentasi dan pengeringan. Minuman yang dibuat dari teh hitam disebut teh
seduhan. Teh hitam juga dijual dalam berbagai bentuk, yaitu rajangan, teh
celup atau teh instan. Masing-masing jenis teh memberikan warna, rasa dan
aroma yang berbeda-beda. Teh hitam merupakan salah satu jenis teh yang
paling banyak dikonsumsi dan digemari oleh sebagian masyarakat Indonesia, hal
ini disebabkan oleh rasa dan aroma yang dimilikinya (Setiani, 2014).

Komposisi kimia pada teh terdiri dari kafein, tanin, protein, gula dan
minyak atsiri yang terbentuk karena fermentasi dan menghasilkan aroma yang

2
khas (Johnson dan Peterson, 1974). Komposisi kimia pada daun teh segar
dan teh hitam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Teh
Segar dan Teh Hitam

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan


kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan
yang lainnya pelarut organik. Terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair
dan ekstraksi padat-cair. Ekstraksi cair-cair yaitu zat yang diekstraksi terdapat di
dalam campuran yang berbentuk cairan. Sementara ekstraksi padat-cair yaitu zat
yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk padatan. (Anonim,
Ekstraksi, 2015)

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahani
metode ekstraksi dengan cara maserasi pada Teh Rollas.

1.3.Alat
Saringan, Corong

1.4.Bahan
Alkohol 70%, botol kaca, Simplisia (teh Rollas)

1.5.Prosedur Kerja
1. Ditimbang 100 gr the, ditambahkan alkohol 70% 500 ml, diaduk dan
didiamkan sehari (Selasa)
2. Diaduk dan didiamkan (Rabu)
3. Disaring, lalu residu di tambah alkohol 70% 500 ml (Kamis)
4. Diaduk dan didiamkan (Jum’at)
5. Disaring, lalu residu di tambah alkohol 70% 500 ml (Sabtu)
6. Diaduk dan didiamkan (Minggu)
7. Disaring (Senin)
8. Dimasukkan ke rotary evaporator sebanyak 100 ml selama 15 menit

3
9. Dikentalkan, dimasukkan ke wadah alumunium yg diletakkan diatas magic
com sambil diaduk
10. Setelah kental, ditimbang
11. Dihitung rendemen

1.6.Hasil
Bobot Sampel = 100 gram
Bobot cawan kosong 1 = 68,4023 gram
Bobot cawan kosong 1 + ekstrak = 77,9473 gram
Bobot ekstrak = 77,9473 gram - 68,4023 gram
= 9,545 gram
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Rendemen = 𝑥 100 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
9,545 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100 %
100 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 9,545 %
1.7.Pembahasan
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia
awal. Rendemen menggunakan satuan persen (%), yang mana semakin tinggi nilai
rendemen yang dihasilkan maka menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin
banyak. Rendemen pada praktikum kami dipatkan nilai sebesar 9,545 %. Rendemen
suatu ekstrak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya metode ekstraksi.
Pada praktikum ini kami memilih ekstraksi dingin dengan metode maserasi
menggunakan pelarut alkohol 70% sebanyak 1.5 L.

4
BAB II
SKRINING FITOKIMIA
2.1.Dasar Teori
A. Uraian Tanaman
1. Kalsifikasi Tanaman
Menurut Rukmana dan Yudiracman (2015), sistematika
(toksonomi) tumbuhan, tumbuhan teh diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Kindom : Plantea
2. Divisio : Spermatophyta (tumbuhan biji)
3. Sub Divisio : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
4. Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
5. Subkelas : Dialypetalae
6. Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)
7. Famili (suku) : Camelliaceae (Theaceae)
8. Genus (marga) : Camellia
9. Spesies : Camellia sinensis L.
10. Varietas : Sinensis
2. Morfologi tumbuhan teh hijau
Menurut Rukmana dan Yudiracman (2015), morfologi tumbuhan
teh hijau adalah sebagai berikut:
Secara umum tanaman teh berbentuk tumbuhan kecil
terpadu.Tinggi tanaman secara alami dapat mencapai belasan meter.
Namun, tanaman teh diperkebunan selalu dipangkas untuk
memudahkan pemetikan, sehingga tingginya hanya antara 90-120 cm.
Secara terinci, morfologi tumbuhan teh dicirikan dengan struktur
bagian tanaman sebagai berikut:
a. Akar dan batang.
Secara umum tanaman teh berakar dangkal, peka terhadap
keadaan fisik tanah, dan cukup sulit untuk dapat menembus
lapisan tanah yang dalam. Akar tanaman teh berupa akar tunggang
dan mempunyai banyak akar cabang. Apabila akar tunggangnya

5
putus, maka akar–akar cabang akan menggantikan fungsinya
dengan arah tumbuh yang semula melintang (horizontal) menjadi
kebawah (vertikal). Batang tanaman teh tumbuh tegak, berkayu
tingginya antara 3–5 m atau lebih hingga 20 m, banyak bercabang,
dan membentuk semak.
b. Daun.
Daun berbentuk jorong atau tegak bulat telur terbalik. Tepi
daun bergerigi. Daun tunggal dan letaknya hampir berseling.
Tulang daun menyirip. Permukaan atas daun muda berbulu halus,
sedangkan permukaan bawah bulunya hanya sedikit. Pada
umumnya panjang daun 6 -18 cm dan lebar 2-6 cm serta
bertangkai pendek. Daun teh memiliki bau (aroma) yang khas
dengan cita rasa agak sepat. Daun–daun baru yang mulai tumbuh
setelah pemangkasan lebih besar daripada daun–daun yang
terbentuk sesudahnya. Pucuk dan ruasnya berambut, daun tua
bertekstur seperti kulit, permukaan atasnya berkilat, dan berwarna
hijau kelam.
c. Bunga.
Tanaman teh berbunga sempurna tumbuh pada ketiak daun,
tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi satu, berkelamin
dua, bergaris tengah 3–4 cm, warnanya kuning, dan berbau harum.
Bunga memiliki daun bunga (calyx) dan mahkota bunga (corolla).
Daun bunga berjumlah 5 sepal dan mahkolta bunga 5 petal serta
berbentuk lonjong cekung. Tangkai sarinya panjang dengan
benang sari (anthera) kuning bersel kembar, meninjol 2-3
milimeter ke atas. Putik bertangkai panjang atau pendek dan pada
kepalanya terdapat tiga buah sirip. Benang sarinya berjumlah 100–
200 tangkai. Sekitar 2 persen dari seluruh bunga pada satu batang
tanaman teh berhasil membentuk biji. Penyerbukan buatan
(artificial pollination) dapat meningkatkan jumlah buah sampai 14
persen.

6
d. Buah dan biji.
Buahnya berupa buah kotak. Berdinding tebal, dan pecah
menurut ruang. Buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah
tua menjadi cokelat kehitaman. Bijinya keras, berwarna cokelat,
beruang tiga, berkulit tipis berbentuk bundar di satu sisi, dan datar
di sisi yang lain. Buah yang masak dan kering akan pecah dengan
sendirinya, serta bijinya ikut keluar. Dalam satu buah berisi 1–6
biji, tetapi rata –rata 3 biji. Biji mengandung minyak dengan kadar
yang tinggi, yaitu 20% dari berat biji.
3. Kandungan kimia daun teh hijau
Daun teh hijau mengandung komponen bioaktif. Jenis fenol dalam
tanaman teh pada umumnya adalah asam fenolat, flavonoid, dan tanin.
Flavonoid yang banyak terdapat di daun teh hijau adalah tanin atau
katekin 0,35 gram/100 gram daun, treutama epicatekin 0,63 gram/100
gram daun, epikatekin gallat 2,75 gram/100 gram daun,
epigallokatekin 2,35 gram/100 gram daun, dan epigallokatekin gallat
10,55 gram/100 gram daun, vitamin B1,B2 dan vitamin C (Rukmana,
2015).
4. Manfaat daun teh hijau
Menurut Rukmana (2015), manfaat daun teh hijau adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kinerja otak dan memperkuat pikiran
2. Mencegah serangan jantung
3. Membantu mengusir bau mulut
4. Meningkatkan memori dan menjaga daya ingat
5. Mencegah sakit gigi
6. Membantu melawan penuaan dan menjaga awet muda
7. Menjaga kesehatan kulit
8. Menghindari resiko kebotakan
9. Menjaga kesehatan rambut
10. Mencegah penyakit diabetes
11. Mecegah kanker

7
B. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam satu
penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.
Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian
warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang
berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemlihan pelarut dan
metode ekstraksi (Kristianti dkk, 2008).
Pendekatan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia
dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar,batang, daun, bunga, buah
dll). Terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif yaitu
alkaloida, antrakuinon, flavonoida, glikosida, saponin (steroid dan
triterpenoid), tannin (polifenolat)
Minyak atsiri dan sebagainya. Dengantujuan pendekatan skrining
fitokimia dalam untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan
kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan
(Robinson, 1995).
Adapun metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan
skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain
(Robinson, 1995) :
1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadapa golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semikuantitatif yaitu memilikibatas kepekaan untuk senyawa
yang dipelajari
6. Dapat memeberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa dari
golongan yang dipelajari.
2.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui kandungan kimia dari simsplisia dauh teh (Camellia
sinensis L.) melalui skrining fitokimia.

8
2.3.Alat dan Bahan
A. Alat

No Nama Alat Jumlah


1 Labu erlenmeyer 2 buah
2 Bunsen 1 buah
3 Labu ukur 2 buah
4 Corong pisah 1 buah
5 Pipet 1 buah
6 Kertas saring 1 buah
7 Kaki 3 1 buah
8 Kawat kasa 1 buah
9 Tabung Reaksi 8 buah
10 Gelas 3 buah
11 Kaca 1 buah
12 Botol semprot 1 buah
13 Gelas Arloji 2 buah
14 Cawan Penguap 1 buah
15 Corong 1 buah

B. Bahan

No Bahan Jumlah
1 Aquades Secukupnya
2 Ekstrak Teh Secukupnya
3 NH4OH Secukupnya
4 HCl Secukupnya
5 NaCl Secukupnya
6 Pereaksi Mayer Secukupnya
7 Pereaksi Wagner Secukupnya
8 H2SO4 Pekat Secukupnya
9 n-heksana Secukupnya

9
10 etanol Secukupnya
11 butanol Secukupnya
12 Asam asetat anhidrat Secukupnya
13 Gelatin Secukupnya
14 Toluena Secukupnya
15 Asam asetat glasial Secukupnya
16 Amonia Secukupnya
17 Pereaksi FeCl3 Secukupnya
18 Larutan KOH 10% Secukupnya

2.4.Prosedur Kerja
1. Alkaloid
Esktrak 0,3 g + HCl 5 ml

Penangas air +dipanaskan 2-3 menit

+ NaCl 0,3 g
+ diaduk

Saring Filtrat

+ 5 ml HCl

Mayer Wagner Blanko

Larutan Lar.kuning Larutan bening


Kuning adanya kecoklatan kekeruhan
kekeruhan adanya
kekeruhan
+ Alkaloid + Alkaloid

10
2. Glikosida, Saponin, Triterpenoid dan Steroid
a. Uji Buih
Ekstak 0,3 g

+ air suling -Didalam tabung reaksi

Dikocok kuat
± 30s

Larutan
Terdapat buih

+ Saponin
b. Reaksi warna

Ekstrak 0,3 g + Etanol

II A II B II C

Blanko +3tetes As. +1-2 ml H2SO4


Asetat anhidrat melalui dinding

+2 tetes H2SO4 Timbul cincin


merah
+steroid tak jenuh
Terjadi
perubahan
warna

11
3. Senyawa Golongan Flavonoid

Ekstrak 0,3 g +3ml n-heksana

Residu

III A III B III C

Blanko +0,5 ml HCl +0,5 ml HCl

Larutan coklat +4 potong Mg Lar coklat muda

Larutan merah +1 ml butanol +air suling


pekat/kehitama
n
Lar merah jingga

+Flavon

12
4. Senyawa Golongan Polifenol dan Tanin

Ekstrak 0,3 g +Aquades panas

+3-4 tetes 10%


NaCl

Filtrat

IV A IV B IV C

Blanko +sedikit +Lar FeCl3


gelatin

Larutan hilang
+5 ml NaCl
10% +Polifenol
+ Tannin
Putih
kecoklatan

13
5. Senyawa Golongan Antrakinon
A. Borntrager

Ekstrak 0,3 g +10ml air suling

-disaring
Filtrat

-diekstraksi 2x
+3m Toluena
(dlm corong
pisah)

Fase Toluena -di ambil fase Toluen(Lar bening)

VA VB

Blanko + Ammonia

Larutan hitam/merah
pekat
+ Antrakinon

14
B. Modifikasi Borntager

Ekstrak 0,3 g +1ml +1ml H2SO4


KOH(dipanaskan)

Saring Filtrat

+As.asetat
glasial

VI A VI B

Blanko +Amoniak

Warna merah/merah
muda

+ Antrakinon

15
2.5. Hasil Pengamatan

Senyawa Pereaksi Tanda Positf Hasil Pengamatan Gambar


Adanya
Pereaksi mayer, Positif Alkaloid
Alkaloid kekeruhan atau
wagner (+)
endapan
Terjadi buih
Ditambah air yang stabil Positif Saponin
Saponin
suling 10 ml selama ± 30 (+)
detik
15 ml etanol + 3
tetes asam asetat Terjadi
Triterpenoid Positif (+)
anhidrat + 1 tetes perubahan warna
H2SO4 pekat
1 – 2 ml H2SO4 Timbul cincin Positif steroid tak
Steroid
Pekat berwarna merah jenuh (+)
Perubahan warna
Flavonoid + 3 ml n-heksana Positif Flavon (+)
merah jingga
Terjadi
10 ml aquadest perubahan warna
Positif polifenol
Polifenol panas, + 3-4 tetes menjadi hijau
(+)
NaCl biru hingga
hitam
10 ml aquadest
panas, + 3-4 tetes Adanya endapan
Tannin Positif tannin (+)
NaCl + sedikit putih
gelatin
Diekstraksi
dengan 10 ml air
Perubahan warna Positif antrakinon
Antrakinon suling + 3 ml
merah (+)
toluena +
ammonia

16
2.6. Pembahasan
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tumbuhan
utuh, bagian tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni.
Skirining fitokimia adalah langkah awal dalam mengindetifikasi
kandungan kimia dari suatu sampel, dimana dalam skrining tersebut dilakukan
identifikasi kandungan kimia dari sampel teh rollas wonosari yang
diperkirakan memiliki banyak khasiat.
Kandungan kimia, Alkaloid, Flavanoid, Tanin, Saponin dan Antrakuinon.
Skrining Fitokimia,Skrining fitokimia bertujuan untuk menentukkan golongan
metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologis yang ada dalam
tumbuhan . Metode yang digunakan dalam penapisan fitokimia harus selektif,
sederhana, cepat serta hanya memerlukan sedikit alat dan bahan.
Pada praktikum skrining fitokimia ini menggunakan beberapa perlakuan
identifikasi golongan senyawa-senyawa yakni :
1. Senyawa golongan alkaloid
2. Senyawa golongan Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid
3. Senyawa golongan Flavonoid
4. Senyawa golongan Polifenol dan Tanin
5. Senyawa golongan Antrakinon.

2.7. Kesimpulan
Dari hasil praktikum uji skrining yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa teh rollas wonosari positif mengandung semua senyawa yang telah
diujikan, yaitu: alkaloid, Glikosida Saponin, Triterpenoid, Steroid, Flavonoid,
Polifenol, Tanin, dan Antrakinon.

17
BAB III

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

3.1. Dasar Teori


Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan
sampel berdasarkan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase
geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau
campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran
antara sampel dengan eluen, maka sampel akan semakin terbawa oleh fase
gerak tersebut. (Anonim, Kromatografi Lapis Tipis, 2015)
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan
suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki
jarak yang sama walupun ukuran jarak platnya berbeda. Nilai perhitungan
tersebut adalah nilai Rf. Nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif
antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam
fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat
dihitung dengan rumus berikut (Anonim, Kromatografi Lapis Tipis, 2015):

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖


𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat KLT. Saat membandingkan dua
sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf
akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan
adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. (Anonim, Kromatografi
Lapis Tipis, 2015)

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila


identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama, maka senyawa tersebut
dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan

18
bila nilai Rf nya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan
senyawa yang berbeda. (Anonim, Kromatografi Lapis Tipis, 2015)

Berikut sifat fisik dan kimia bahan:

Cara
No Nama bahan Sifat fisik Sifat kimia
penanggulangan
 Bentuk: Padatan
putih
 Titik leleh:
852ᵒC
 Mr: 105,99
 Iritan
Natrium gram/mol
 Struktur kristal:  Gunakan
1 karbonat  ρ=2,549
monoklinik APD
(Na2CO3) gram/cm3
(anhidrat)
 Tidak larut
dalam etanol
dan aseton
 Kebasaan:
(pKb): 3,67
 Bentuk: Cairan
tak berwarna
 Harmful
 Mr: 84,93
 Iritan
gram/mol
 Konstanta
 ρ=1,33
hukum Henry:
gram/cm3  Gunakan
2 Diklorometana 3,25 L.atm/mol
 Kelarutan dalam APD
 Viskositas:
air: 13
0,413 cP
gram/liter
 Momen dipol:
 Titik leleh: -
1,6 D
96,7C
 Titik didih:

19
39,6C
 Bentuk: Serbuk
putih
 Titik leleh: 772-
775C
 Titik didih:
1935C  Berbahaya
 Gunakan
 ρ=2,159  Iritan
Kalsium klorida APD
3 gram/cm3  pH 8-9
(CaCl2)  Jangan
 Mr: 110,98  Struktur Kristal:
dimakan
gram/mol orthombic
 Bau: tidak
berbau
 Kelarutan dalam
air: 74,5
gram/100 mL
 Cairan tak
berwarna
 Mr: 58,08
 Mudah terbakar
gram/mol
 Iritan  Jauhkan dari
Aseton  Ρ=0,791
4  Bentuk api
(CH3COCH3) gram/cm3
geometri:  Gunakan APD
 Titik leleh: -95 -
segitiga planar
-93C
 Titik Didih: 56-
57C
 Cairan tak
 Bentuk molekul:
berwarna
Kloroform tetrahedral
5  Mr: 119,39  Gunakan APD
(CH3Cl3)  Berbahaya
gram/mol
 Iritan
 Ρ= 1,489

20
gram/cm3
 Titik leleh: -
63,5C
 Titik didih:
61,2C
 Cairan tak
berwarna
 Mr: 88,12
gram/mol
 Gunakan APD
Etil asetat  ρ=0,897  Mudah terbakar
6  Jauhkan dari
(C4H8O2) gram/cm3  Iritan
api
 Titik didih:
77,1C
 Titik leleh: -
83,6C
 Cairan tak
berwarna
 Mr: 32,04
gram/mol
 Jauhkan dari
 =0,7918
api
gram/cm3
Methanol  Mudah terbakar  Gunakan APD
7  Titik lebur: -
(CH3OH)  Beracun  Jangan
97C
dimakan/
 Titik didih:
diminum
64,7C
 Kelarutan dalam
air: larut
sempurna

21
3.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode penentuan kimia daun teh Camellia sinensis L.
secara kromatografi lapis tipis.

3.3.Alat dan Bahan


A. Alat

No Nama Alat Jumlah


1 Labu erlenmeyer 2 buah
2 Bunsen 1 buah
3 Labu ukur 2 buah
4 Corong pisah 1 buah
5 Pipet 1 buah
6 Kertas saring 1 buah
7 Kaki 3 1 buah
8 Kawat kasa 1 buah
9 Plat KLT 2 buah
10 Gelas 3 buah
11 Kaca 1 buah
12 Botol semprot 1 buah
13 Gelas Arloji 2 buah
14 Cawan Penguap 1 buah
15 Corong 1 buah
16 Tabung Reaksi 8 buah

22
B. Bahan

No Bahan Jumlah
1 Aquades Secukupnya
2 Ekstrak Teh Secukupnya
3 NH4OH
4 HCl
5 Ammonia Secukupnya
6 Kloroform Secukupnya
7 Etil asetat Secukupnya
8 Methanol Secukupnya
9 n-heksana
10 etanol
11 butanol
12 Asam asetat glacial
13 Pereaksi Dragendorf
14 Anisaldehida asam sulfat
15 Antimon klorid
16 Pereaksi Sitrat Borat /uap ammonia
17 Pereaksi FeCl3
18 Larutan KOH 10%

3.4. Perhitungan
1. Fase gerak Alkaloid
2. Fase gerak Sapogenin Steroid atau Terpenoid
3. Fase gerak Terpenoid atau Steroid Bebas
4. Fase gerak Flavonoid
5. Fase gerak Polifenol
6. Fase gerak Antrakuinon

23
3.5. Prosedur Kerja
1. Identifikasi Al kaloid
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : Etil asetat – metanol – air ( 9 : 2 : 2)
Penampak Noda : Pereaksi Drgendorf
Pembuatan Sampel
Ekstrak 0,3 g + 5 ml HCl 2N dipanaskan, setelah dingin + 0,3 gram NaCl,
aduk lalu saring. Filtrat + 5 ml HCl 2N

Ditambah NH4OH 28%, sampai larutan menjadi basa

Diekstraksi dengan 5 ml bebas air


Disaring
Filtrat diuapkan sampai kering, lalu dilarutkan dalam metanol

Totolkan pada pelat KLT


Pengujian KLT
Masukkan metanol – etil asetat – air ( 9 : 2 :2 ) ke dalam chamber

Jenuhkan dengan kertas saring

Masukkan lempeng kedalam chamber yang telah ditotolkan sampel,


tunggu sampai noda naik ke atas

Angkat lempeng dan keringkan, lalu semprot dengan penampak noda

Dilihat dibawah sinar UV 254

Amati noda

Hasil = timbul warna jingga


( + Alkaloid)

24
2. Identifikasi Sapogenin Steroid atau Terpenoid
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : n-heksana – etil asetat ( 4 : 1)
Penampak noda : Anisaldehida asam sulfat, antimon klorida
Pembuatan Sampel
Ekstrak 0,5 g + 5 ml HCl 2N

Didihkan dan tutup dengan corong berisi kapas basah selama 2 jam

Setelah dingin, netralkan dengan ammonia

Ekstraksi dengan 3 ml n-heksana sebanyak 3 kali

Uapkan sampai tinggal 0,5 ml

Totolkan pada pelat KLT


Pengujian KLT
Masukkan n-heksana – etil asetat ( 4 : 1 ) ke dalam chamber

Jenuhkan dengan kertas saring

Masukkan lempeng kedalam chamber yang telah ditotolkan sampel,


tunggu sampai noda naik ke atas

Angkat lempeng dan keringkan, lalu semprot dengan penampak noda

Dilihat dibawah sinar UV 254

Amati noda

Hasil =
( + Sapogenin Steroid atau Triterpenoid)

25
3. Identifikasi Terpenoid atau Steroid Bebas
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : n-heksana – etil asetat ( 4 : 1 )
Penampak noda : Anisaldehida asam sulfat
Pembuatan Sampel
Sedikit ekstrak + beberapa tetes etanol

Aduk sampai larut

Totolkan pada pelat KLT


Pengujian KLT
Masukkan n-heksana – etil asetat ( 4 : 1 ) ke dalam chamber

Jenuhkan dengan kertas saring

Masukkan lempeng kedalam chamber yang telah ditotolkan sampel,


tunggu sampai noda naik ke atas

Angkat lempeng dan keringkan, lalu semprot dengan penampak noda

Dilihat dibawah sinar UV 254

Amati noda

Hasil = terjadi warna merah keunguan


( + Terpenoid atau steroid)

26
4. Identifikasi Flavonoid
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : butanol – asam asetat glacial – air ( 4 : 1 : 5 )
Penampak noda : Pereaksi sitrat borat atau uap ammonia
Pembuatan Sampel
0,3 g ekstrak + 3 ml n-heksana berkali kali sampai n-heksana tak berwarna

Residu dilarutkan dalam etanol

Totolkan pada pelat KLT


Pengujian KLT
Masukkan butanol – asam asetat glacial – air ( 4 : 1 : 5 ) ke dalam chamber

Jenuhkan dengan kertas saring

Masukkan lempeng kedalam chamber yang telah ditotolkan sampel,


tunggu sampai noda naik ke atas

Angkat lempeng dan keringkan, lalu semprot dengan penampak noda

Dilihat dibawah sinar UV 254

Amati noda

Hasil = adanya noda berwarna kuning intensif


( + Flavonoid)

27
5. Identifikasi Polifenol
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : Kloroform – etil asetat ( 1 : 9 )
Penampak noda : Pereaksi FeCl3
Pembuatan Sampel
0,3 g + 10 ml aquadest panas
aduk dan biarkan sampai temp kamar
tambahkan 3-4 tetes 10% NaCl

Aduk dan saring

Filtrat ditotolkan pada pelat KLT


Pengujian KLT
Masukkan Kloroform – etil asetat ( 1 : 9 ) ke dalam chamber

Jenuhkan dengan kertas saring

Masukkan lempeng kedalam chamber yang telah ditotolkan sampel,


tunggu sampai noda naik ke atas

Angkat lempeng dan keringkan, lalu semprot dengan penampak noda

Dilihat dibawah sinar UV 254

Amati noda

Hasil = timbul warna hitam pada pelat KLT


( + Polifenol)

28
6. Identifikasi Antrakuinon
Fase diam : Silika gel Gf 254
Fase gerak ; Toluena – etil – asam asetat ( 75 : 24 : 1 )
Penampak noda : larutan 10% KOH dalam metanol
Pengujian KLT
Sampel ditotolkan pada pelat KLT

Masukkan Toluena – etil – asam asetat ( 75 : 24 : 1 ) ke dalam chamber

Jenuhkan dengan kertas saring

Masukkan lempeng kedalam chamber yang telah ditotolkan sampel,


tunggu sampai noda naik ke atas

Angkat lempeng dan keringkan, lalu semprot dengan penampak noda

Dilihat dibawah sinar UV 254

Amati noda

Hasil = timbul noda berwarna kuning


( + Antrakinon)

29
3.6. Hasil Pengamatan

No. Uji Gambar Hasil

1. Alkaloid Positf (+)

2. Sapogenin steroid dan triterpenoid Positf (+)

3. Terpenoid Positf (+)

30
4. Flavonoid Positf (+)

5. Polifenol dan Tanin Positf (+)

6. Antrakinon Positf (+)

3.7. Pembahasan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode analisa yang cukup
sederhana karena dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu
bahan, bahkan dapat pula mengidentifikasi komponen-komponen tersebut.

31
Pada kromatografi, komponen-komponen yang akan dipisahkan antara tiga
fase yaitu fase diam , fase gerak dan penampak noda.
Fase diam akan menahan komponen campuran, sedangkan fase gerak akan
melarutkan zat komponen campuran. Pada fase diam menggunakan silika gel
254 dan pada fase gerak menggunakan eluent tertentu dengan perbandingan
yang berbeda-beda pada masing masing proses identifikasi nya. Komponen
yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Penampak noda dilakukan setelah proses fase gerak untuk melihat ada atau
tidaknya noda yang tampak dengan menyemprot kan penampak noda ke
lempeng silika gel kemudian dilihat penampakan noda di bawah sinar UV.
Pada hasil uji klt steroid, didapatkan hasil klt sedikit gosong, hal ini
dipengaruhi oleh terlalu lama dalam pengovenan.

3.8. Kesimpulan
Dari hasil praktikum uji KLT yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa teh rollas wonosari positif mengandung semua senyawa yang telah
diujikan, yaitu: alkaloid, Glikosida Saponin, Triterpenoid, Steroid, Flavonoid,
Polifenol, Tanin, dan Antrakinon.

32
BAB IV

Isolasi Etil Para Metoksi Sinamat ( EPMS ) dari Kencur

4.1. Dasar Teori


Senyawa-senyawa turunan sinamat ditemukan secara luas di alam,
terutama sekali turunan hidroksisinamat, seperti p-kumarat, kafeat, ferulat dan
sinapat. Senyawa-senyawa ini biasanya ditemukan dalam bentuk ester.
Senyawa-senyawa ini mudah dideteksi karena noda-nodanya di atas kertas
saring memberikan fluoresensi berwarna biru atau hijau di bawah sinar
ultraviolet. Intensitas warna ini dapat ditingkatkan bila diperlakukan dengan
uap amoniak. Senyawa-senyawa turunan sinamat dapat diidentifikasi dari
spektrum ultraviolet yang mempunyai serapan maksimum pada panjang
gelombang sekitar 245nm dan 320nk. Senyawa-senyawa ini, dalam suasana
basa memperlihatkan perpindahan serapan maksimum di daerah UV ke
panjang gelombang yang lebih besar (Achmad, 1996)
Kencur (Kaempferia galangaL.) secara empiris telah diketahui memiliki
efek antiinflamasi. Kendungan utama kencur adalah etil p-metoksisinamat
(31,77%) yang di dalam tubuh mengalami hidrolisis menjadi senyawa aktif
biologis, asam p-metoksisinamat (APMS), senyawa ini bekerja dengan
menghambat enzim siklooksigenase, sehingga konversi asam arakidonat
menjadi prostaglandi terganggu. Penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) seringkali dapat menyebabkan iritasi saluran cerna. Salah satu upaya
untuk menghindari efek samping tersebut, dikembangkan penggunaan obat
secara topikal. Sediaan OAINS topikal yag telah beredar antara lain natrium
diklofenak dosis 1%, sementara dosis AMPS untuk penggunaan topikal belum
diketahui (Soeratri. et al, 2014). Salah satu metode ekstraksi yang digunakan
adalah metode maserasi. Maserasi adalah metode perendaman. Syarat utama
pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan
jaringan yang diekstraksi. Penyaringan zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
pada temperatur kamar terlindungi dari cahara, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

33
konsentrasi antara larutan di dalam dan luar sel. Larutan yang konsentrasinya
tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi
lebih rendah. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
cairan penyari setiap hari. Endapatn yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan (Kusuma, 2015). Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan
oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk
kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda
dengan kromatografi kolom dimana fase diamnya diisikan atau dikemas
didalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng
kaca, pelat alumunium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi
planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom
(Gandjar, 2007). Kromatografi lapis tipis (TLC) ialah metode bertujuan untuk
memisahkan komponen-komponen campuran berdasarkan perbedaan
kemampuan migrasi pada lapisan tipis. Adsorbent akan dipertahankan pada
permukaan bidang datar. Dengan kata lain, pemisahan senyawa akan
berlangsung berdasarkan perbedaan afinitas komponen dari campuran dengan
fase diam dan fase geraknya. Metode kromatografi ini dapat digunakan untuk
memantau reaksi organik, melakukan pemurnin zat dan identifikasi senyawa-
senyawa satu dan lainnya (Totoli and Salgado, 2014).

4.2. Tujuan
1. Dapat mengisolasi etil parametoksi sinamat dari rimpang kencur
2. Dapat mengetahui prinsip dan melakukan isolasi dengan maserasi
3. Dapat mengetahui prinsip KLT II.

4.3. Alat dan Bahan


A. Alat
Labu alat bulat, batu didih, pendingin balik , corong gelas ,gelas ukur, alat
penampung, lempeng KLT silika gel 254, pipa kapiler,lampu UV 254

B. Bahan :
Serbuk simplisia Kencur

34
4.4. Prosedur Kerja
1. Isolasi
30 g serbuk simplisia
 Masukkan dalam alat penyari soxhlet yang telah dipasang
kertas saring
 Tambahkan batu didih
 Tambahkan etanol 96% 120 ml
 Lakukan soxhletasi selama 2 jam kecepatan 6-8 sirkulasi
per jam
Hasil Soxhletasi 
Saring dengan kertas saring untuk memisahkan sari dari
bagian yang tidak terlarut
Filtrat
 Uapkan diatas pemanas air sampai kering atau konsistensi
kental
 Tambahkan 10 ml KOH-etanolik 10%
 Aduk hingga timbul endapan
 Pisahkan sari dari bagian yang tidak larut,melaui glasswoll
 Sari jernih didiamkan dalam lemari es hingga pembentukan
kristal optimal
Kristal
 Dicuci dengan etanol 70%
 Keringkan dengan oven 40 C selama 30-45 menit
Rendemen
 Identifikasi dengan KLT

35
Identifikasi
Rendemen
 Ambil sedikit dengan ujung spatel kecil
 Larutkan dalam etanol
 Ambil menggunakan pipa kapiler
 Totolkan pada lembar KLT yang sudah diberi tanda
 Fase Diam : Silica gel GF 254
 Fase Gerak : Diklormetana : Etil asetat (75:25)
 Deteksi : UV 254 , disemprot dengan anisaldehid asam
sulfat dan dipanaskan pada suhu 110 C selama 10 menit
Hasil

4.5. Hasil
No Proses Hasil

1 Soxhletasi hingga terbentuk kristtal

2 Rendemen :
Larutkan dalam etanol
Ambil menggunakan pipa kapiler
Totolkan pada lembar KLT yang sudah diberi
tanda
Fase Diam : Silica gel GF 254
Fase Gerak : Diklormetana : Etil asetat (75:25)
Hasil : Tampak titik noda

36
Deteksi : UV 254 , disemprot dengan anisaldehid
asam sulfat dan dipanaskan pada suhu 110 C
selama 10 menit
Hasil : tampak bercak noda

4.6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil isolasi Etil ParaMetoksi Sinamat ( EPMS ) pada Kencur
didapatkan hasil yang positif.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2015, Oktober 25). Ekstraksi. Diambil kembali dari Wikipedia:


id.wikipedia.org/wiki/Ekstraksi

Anonim. (2015, Oktober 25). Kromatografi Lapis Tipis. Retrieved from


Wikipedia: id.wikipedia.org/wiki/Kromatrografi_lapis_tipis

Williamson, K. L., & Masters, K. M. (2011). Macroscale and Microscale Organic


Experiments 6 edition. USA: Brooks/Cole Cengage Learning.

Zubrick, J. W. (2011). Teh Organic Chem Lab Survival Manual. USA: John
Wiley & Sons, Inc.

Achmad. 1986. Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karunika
Gandjar, Ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kusuma, Anggia. 2015. The Effect of Ethanol Extract of Soursop Leaves (Annona
muricata L.) to Decreased Levels of Malondialdehyde. J Majority. Vol. 4.
No. 3.

Soeratri W., T. Erawati, D. Rahmatika, N. Rosita. 2014. Penentuan Dosis Asam p-


Metoksisinamat (APMS) Sebagai Antiinflamasi Topikal dan Studi
Penetrasi APMS Melalui Kulit Tikus Dengan dan Tanpa Stratum
Korneum. Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol. 1. No. 1.

Totoli, E., and Herida R. N. Salgado. 2014. Development of An Innovative,


Ecological and Stability Indicating Analytical Method for
Semiquantitative Analysis of Ampicillin Sodium for Injection by Thin
Layer Chromatography (TLC). World Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. Vol. 3 (6) :1944-1957.

38

Anda mungkin juga menyukai