Anda di halaman 1dari 49

1

SKENARIO 3
“Field Practice”
Skenario A
Seorang remaja berusia 20 tahun merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara ,
sudah bekerja. Mengalami pubertas pada saat duduk di kelas 2 SMP dengan
ditandai mimpi basah, setelah itu dirinya merasa mengalami perubahan terutama
pada emosinya yang menjadi labil, lalu pada suaranya yang berubah menjadi lebih
berat. Ia mengaku bahwa sudah mulai menyukai lawan jenis saat SMP,
penyimpangan yang terjadi pada remaja ini adalah ia seorang perokok namun ia
mengaku bahwa intensitas merokoknya jarang, dilingkungannya banyak yang
menjadi perokok aktif, ia memahami bahayanya rokok. Saat ditanya mengenai
narkoba, ia mengetahui bahayanya narkoba dari posyandu remaja, dia sendiri tidak
memakai narkoba namun dilingkunan dan temannya ada yang menjadi pemakai,
sempat ia ditawari memakai narkoba namun ia menolaknya. Remaja ini mengetahui
tentang seks bebas, dilingkungannya banyak yang melakukan begitu pula
temannya, namun ia tidak ada niatan untuk melakukannya. Untuk psikologinya,
remaja ini tidak pernah mengalami stress berlebih atau depresi.
Skenario B
Seorang pasien umur 15 tahun anak ke 2 dari 4 bersaudara. Pasien
mengalami seksual pranikah sehingga hamil berusia 5 bulan kehamilannya. Pasien
memiliki permasalahan permasalahan yang mendasari faktor terjadinya hari ini.
Dari permasalahan keluarga, ekonomi, pertemanan. Permasalahannya yang
dialaminya bahwa dari kecil sering melihat orang tuanya bertengkar sampai
bapaknya melakukan kekerasan fisik. Ini didasari oleh kondisi ekonomi yang
rendah. Bapaknya yang tidak bekerja dan bergantung keuangannya pada istrinya.
Karena kejadian ini dia selalu dikucilkan disekolah, todak punya teman dan bahkan
tidak mau ke sekolah. Perempuan ini lebih dekat dengan kakeknya dibandingkan
dengan orang tuanya. Sampai suatu saat ketika kakenya meninggal dunia dia
hampir ingin bunuh diri. Tapi tidak lagi melakukan ini, dan dia ingat dengan adik
adiknya. Pasien sering terkena kekerasan fisik dari ibu dan bapaknya dwalaupun
orang tuanya sudah bercerai. Dan dia akhirnya dia ditolong oleh keluarga yg dekat
2

dirumahnya kenal dengan pria ini dan akhirnya saling suka. Sehingga terjadilah
kehamilan diluar nikah dan sampai dengan kondisi sekarang ini.

Skenario C
Seorang emaja laki laki berusia 16 tahun datang ke puskesmas untuk
melakukan konseling. Pasien menceritakan tentang dirinya yang sering merasa
cemas terhadap dirinya. Pasien sering melihat kedua orang tuanya dan membuat dia
ingin pergi dari rumahnya. Jika dia ingin meminta sesuatu harus dituruti dan suka
membantah dan tidak mendengarkan omongan orang tuanya. Pasien tidak pernah
mengalami masalah tentang seksual dan tetapi pernah menonton film dewasa
dengan temannya. Saat SMP pasien pernah merokok selama 1 tahun dan meminum
minuman keras karena dipaksa oleh teman temannya. Pasien menanyakan tentang
bagaimana cara menjauhi perilaku tersebut.

Skenario D
Seorang remaja perempuan 20 tahun yang saat ini sedang mengeyam
pendidikan perkuliahan dijurusan arsitektur. Remaja tersebut mengalami pubertas
15 tahun pada usia tersebut mengalami perubahan banyak diantaranya perubahan
fisik, emosi yang labil, dan mulai menyukai lawan jenis. Dapat berinteraksi dengan
teman temannya, serta remaja tersebut memiliki tingkat kepercayaan diri yang
tinggi akan bentuk tubuhnya sehingga ia tidak melakukan program diet. Ia pun
merasa lebih nyaman dengan keluarganya terutama ibunya. Remaja tersebut
mengakui pernah berteman dengan sekelompok remaja pecandu miras, namun ia
tidak terpengaruh dan ikut melakukan perilaku yang dilakukan oleh teman-
temannya. Karena jika ia melakukan tindakan tersebut, ia akan membuat orang
tuanya malu. Saat remaja ini SMP ia berpacaran dengan lawan jenis dan mengaku
tidak pernah melakukan hubungan seksual dan tidak pernah diajak oleh pacarnya
untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Selama ia hidup dan berinteraksi
dengan teman-temannya, ia tidak pernah mengalami kekerasan fisik maupun psikis
dari lingkungan sekitarnya. Dengan adanya program pelayanan kesehatan remaja
di puskesmas, ia merasa sangat terperhatikan oleh pelayanan kesehatan remaja
3

tersebut karena ia merasa hal tersebut dapat membantu ia menjadi remaja yang
sehat secara fisik, psikis, maupun sosial.

Skenario E
Seorang mahasiswa kedokteran melakukan tugas wawancara di puskesmas
kepada seorang remaja. Dari hasil wawancara tersebut didapatkan remaja
perempuan 16 tahun SMP kelas 1. Pasien mengaku memiliki 4 teman disekolah.
Tapi akhir-akhir ini pasien merasa dijauhin karena menolak ajakan teman-
temannya untuk meminum minuman keras dan mengonsumsi obat-obatan
terlarang. Pasien mengeluh teman sekitarnya tidak baik dan selain itu pasien
mengaku pernah pacaran satu kali namun tidak pernah melakukan hubungan
seksual atau berciuman. Saat ini pasien merasa cemas karena jauh dengan orang tua
dan jarang berkomunikasi. Selama ini pasien merasa sedang tertekan didalam
hidupnya dan jika memiliki masalah jarang bercerita dengan orang lain.

Skenario F

Seorang remaja berusia 20 tahun datang ke puskesmas untuk memeriksakan


kesehatannya. Diketahui bahwa dia adalah mahasiwa di salah satu universitas di
cirebon. Dia adalah anak ke 1 dari 3 bersaudara. Dari hasil wawancara didapatkan
kepribadian remja itu baik, tidak terdapat penyimpangan perilaku remaja, seperti
minuman beralkohol, NAPZA, dan aktivitas seksual. Ppasien hanya mengeluhkan
dirinya terlalu mudah cemas dan khawatir kepada dirinya sendiri karena kondisi
dirinya terutama masalah berat badan.
4

Mind map

Perilaku Berisiko pada


Remaja
Perubahan yang
terjadi pada remaja
Perilaku yang ada
dilingkungan Remaja

Tumbuh Kembang
pada Remaja

Pengetahuan Remaja
Tempat remaja
mengenai perilaku
mendapatkan edukasi
berisiko
dan pelayanan kesehatan

Sasaran Belajar

Perilaku berisiko pada remaja dan hubungannya dengan risiko kesehatan pada
remaja:
- Aktif secara seksual/Kehamilan pada remaja
- Penyalahgunaan obat
- Penyimpangan seksual
- Kekerasan
- Pengelolaan perilaku berisiko pada remaja
5

Pembahasan :

1. Pengertian Tentang Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan


manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan
psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya
masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada
usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa
remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat
terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai
dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur
kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:

1) Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah


bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun
anak laki- laki.

2) Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak,


remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

3) Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah


mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
tinggal.

4) Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap


sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan
dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.

5) Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah
berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.

6) Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
(Soetjiningsih, 2004). 1
6

Remaja adalah periode perkembangan selama individu mengalami


perubahan dari masa anak-anak menuju dewasa biasanya antara usia 13-20
tahun (Potter & Perry, 2005). Remaja terdiri dari tiga periode yakni remaja
awal, remaja tengah dan remaja akhir dan ditandai dengan masing-masing
karakteristik dari biologis, psikososial dan isu sosial (Kliegman et al, 2011).
1

Perkembangan remaja menurut Kliegman dan koleganya (2011) :

1) Remaja awal

a. Perkembangan biologis

Remaja didefinisikan sebagai periode perkembangan, pubertas


adalah proses biologis yang mana terjadi perubahan anak-anak
menjadi orang dewasa. Perubahan biologis mencakup perubahan
dari karakteristik seksual sekunder, perubahan ukuran tubuh,
perkembangan kapasitas reproduksi. Perubahan yang pertama
sekali tampak pada remaja putri pada masa pubertas adalah
pertumbuhan payudara antara usia 8 sampai 12 tahun. Menstruasi
dimulai 2 sampai 2,5 tahun setelah masa pubertas dimulai. 2

b. Perkembangan kognitif dan moral.

Remaja awal digambarkan sebagai masa transisi dari pemikiran


konkret operasional menjadi pemikiran logika formal atau
pemikiran abstrak, proses lain yang penting tetapi memiliki
kontribusi berbeda adalah kemampuan kognitif yakni alasan dan
pendapat (proses berfikir tentang konsekuensi dari sebuah
keputusan atau tindakan). Proses ini mungkin berkembang berbeda
pada setiap remaja, remaja awal biasanya mengaplikasikan pada
tugas sekolah, tapi tidak pada dilema pribadi. Perkembangan moral
masih mengikuti adat istiadat yang berlaku pada lingkungan remaja
dan belum sempurna. 2
7

c. Konsep diri

Kesadaran diri meningkat secara bertahap dalam menanggapi


perubahan somatik pubertas. Kesadaran diri pada usia ini berpusat
pada karakteristik eksternal, bagi remaja awal normal jika senang
memperhatikan perubahan tubuh, perubahan wajah, dan merasa
bahwa semua orang memperhatikannya. 2

d. Hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan masyarakat.

Pada remaja awal, aktivitas orang tua menjadi kurang menarik bagi
remaja dan lebih tertarik pada hubungan sebaya terutama dengan
teman sebaya yang memiliki jenis kelamin yang sama.
Memperdalam hubungan dengan teman sebaya berkontribusi untuk
memandirikan anak dari orang tua. 2

e. Seksualitas

Kecemasan dan ketertarikan pada seks dan anatomi seksual


meningkat selama masa awal pubertas. Remaja awal sangat normal
jika membandingkan dirinya dengan orang lain. Remaja awal
kadang-kadang melakukan masturbasi. 2

2) Remaja tengah

a. Perkembangan biologis

Kecepatan pertumbuhan sebelum masa pubertas adalah 6-7cm per


tahun selama masa remaja tengah. Rata-rata puncak pertumbuhan
remaja putri pada usia 11,5 tahun yakni pada pertumbuhan 8,3cm per
tahun kemudian melambat dan berhenti pada usia 16 tahun. Menarche
95% terjadi pada remaja putri saat usia 10,5-14,,5 tahun. Pada
umumnya terjadi siklus anovulatory selama 1-2 tahun setelah
menarche. Waktu menarche sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, beberapa hal yang dianggap sebagai faktor penyebab adalah
faktor genetik, status nutrisi, tipe dan jumlah dari kegiatan fisik yang
dilakukan, penyakit kronis, dan kesehatan emosional. 2
8

b. Perkembangan kognitif dan moral

Remaja tengah menjadi transisi perubahan pola fikir menjadi


berfikir logis, pada masa ini remaja mulai bertanya dan
menganalisa secara ekstensif. Remaja saat ini memiliki
kemampuan kognitif untuk memahami keruwetan dunia yang
mereka jalani, refleksi diri, melihat ke dalam diri mereka sendiri,
dan mulai memahami tentang tindakan dalam konteks moral dan
legal. Kebiasaan moral akan sama atau berbeda dari orang tua
remaja. 2

c. Konsep diri

Remaja tengah lebih menerima perubahan tubuhnya dan menjadi


lebih menyenangkan dengan idealisme dalam eksplorasi pilihan
masa depan. Hubungan dengan teman sebaya adalah hal yang
penting pada tahap ini untuk menjelaskan identitas dan gambaran
diri remaja. Remaja tengah sangat normal bereksperimen dengan
orang yang berbeda, merubah cara berpakaian, dan merubah teman
sekelompok yang berbeda-beda dari bulan ke bulan. 2

d. Hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan masyarakat

Masa remaja tengah sangat identik dengan remaja yang


mempunyai tipikal meniru. Hubungan dengan orang tua menjadi
lebih tegang dan jauh dibandingkan hubungan remaja dengan
teman sebaya. Remaja yang berpacaran akan menjadi penyebab
pertengkaran antara remaja dan orang tua. 2

e. Seksualitas

Berpacaran menjadi aktivitas yang sesuai norma sebagai remaja


tengah untuk melihat kemampuan remaja dalam berhubungan
9

dengan orang lain. Tingkat aktivitas seksual sangat luas dan


berbeda tergantung dari ras, budaya dan negara. Aspek orientasi
seksual remaja tengah yang sangat penting adalah identitas seksual
meliputi keyakinan mengenai cinta, kejujuran dan dalam hal
pelanggaran susila. Hubungan pada usia ini biasanya sangat
dangkal dan menekankan pada kecantikan/ketampanan dan
percobaan seksual lebih daripada keintiman. Remaja cenderung
mengikuti beberapa karakteristik dari pola perilaku seksual.
Remaja pada umumnya sudah mengetahui tentang risiko
kehamilan, HIV, penyakit menular seksual, tetapi pengetahuan
tidak konsisten dengan perilaku yang terkontrol. 2

3) Remaja akhir

a. Perkembangan biologis

Perubahan somatik pada periode ini sederhana jika dibandingkan


dengan periode sebelumnya. Tahap akhir dari perkembangan
payudara dan rambut pubis pada usia 17-18 tahun.

b. Perkembangan psikososial

Perubahan pada fisik yang lambat menyebabkan timbulnya stabilitas


dari gambaran tubuh. Perkembangan kognitif yang berpusat pada diri
sendiri menjadi berkurang, pemikiran tentang keadilan patroitisme,
dan sejarah meningkat. Remaja akhir menjadi berorientasi pada masa
depan, mampu bertindak sesuai rencana masa depan, menunda
gratifikasi, berkompromi, menetapkan batas dan berfikir bebas.
Remaja akhir bersikap konstan dengan emosinya. 2
Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja
Salah satu periode dalam rentang kehidupan ialah (fase) remaja. Masa ini
merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan
individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada
perkembangan masa dewasa yang sehat. Untuk dapat melakukan sosialisasi
10

dengan baik, remaja harus menjalankan tugas-tugas perkembangan pada usinya


dengan baik. 3
Apabila tugas pekembangan sosial ini dapat dilakukan dengan baik, remaja
tidak akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya serta akan membawa
kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas perkembangan untuk
fase-fase berikutnya. Sebaliknya, manakala remaja gagal menjalankan tugas-
tugas perkembangannya akan membawa akibat negatif dalam kehidupan sosial
fase-fase berikutnya, menyebabkan ketidakbahagiaan pada remaja yang
bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan
dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan berikutnya. 3
William Kay, sebagaimana dikutip Yudrik Jahja3 mengemukakan tugas-
tugas perkembangan masa remaja sebagai berikut:
1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
2. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur
yang mempunyai otoritas.
3. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul
dengan teman sebaya, baik secara individual maupun kelompok.
4. Menemukan manusia model yang dijadikan identitas pribadinya.
5. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri.
6. Memeperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas
dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup
(weltanschauung).
7. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan.
Selanjutnya, dalam membahas tujuan tugas perkembangan remaja, Jahja
mengemukakan pendapat Luella Cole yang mengklasifikasikannya kedalam
sembilan kategori, yaitu:
1.Kematangan emosional.
2.Pemantapan minat-minat heteroseksual.
3.Kematangan sosial.
11

4.Emansipasi dari control keluarga.


5.Kematangan intelektual.
6.Memilih pekerjaan.
7.Menggunakan waktu senggang secara tepat.
8.Memiliki falsafah hidup.
9.Identifikasi diri.
Secara rinci, Cole kemudian memerinci klasifikasi tersebut dalam suatu
tabel berikut ini (Tabel 1.).
Tabel 1. Tujuan Perkembangan Masa Remaja.

Gambar 1. Tabel 1 Tujuan Perkembangan Masa Remaja


Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst sebagaimana
dikutip Gunarsa, 4 sebagai berikut:
12

1. Menerima kenyataan terjadinya perubahan fisik yang dialaminya dan dapat


melakukan peran sesuai dengan jenisnya secara efektif dan merasa puas
terhadap keadaan tersebut.
2. Belajar memiliki peranan sosial dengan teman sebaya, baik teman sejenis
maupun lawan jenis sesuai dengan jenis kelamin masing-masing.
3. Mencapai kebebasan dari ketergantungan terhadap orangtua dan orang
dewasa lainnya.
4. Mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep-konsep tentang
kehidupan bermasyarakat.
5. Mencari jaminan bahwa suatu saat harus mampu berdiri sendiri dalam
bidang ekonomi guna mencapai kebebasan ekonomi.
6. Mempersiapkan diri untuk menentukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan
bakat dan kesanggupannya.
7. Memahami dan mampu bertingkah laku yang dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.
8. Memperoleh informasi tentang pernikahan dan mempersiapkan diri untuk
berkeluarga.
9. Mendapatkan penilaian bahwa dirinya mampu bersikap tepat sesuai dengan
pandangan ilmiah.

Mengingat tugas-tugas perkembangan tersebut sangat kompleks dan relatif


berat bagi remaja, maka untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan
baik, remaja masih sangat membutuhkan bimbingan dan pengarahan supaya
dapat mengambil langkah yang tepat sesuai dengan kondisinya. Di samping
tugas-tugas perkembangan, remaja masih mempunyai kebutuhan-kebutuhan
yang tentu saja menuntut pemenuhan secepatnya sesuai darah mudanya yang
5
bergejolak. Kebutuhan-kebutuhan tersebut, menurut Edward, sebagaimana
dikutip Hafsah, adalah meliputi:
(1) kebutuhan untuk mencapai sesuatu
(2) kebutuhan akan rasa superior, ingin menonjol, ingin terkenal
(3) kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan
13

(4) kebutuhan akan keteraturan


(5) kebutuhan akan adanya kebebasan untuk menentukan sikap sesuai
dengan kehendaknya
(6) kebutuhan untuk menciptakan hubungan persahabatan
(7) adanya keinginan ikut berempati
(8) kebutuhan mencari bantuan dan simpati
(9) keinginan menguasai tetapi tidak ingin dikuasai
(10) menganggap diri sendiri rendah
(11) adanya kesediaan untuk membantu orang lain
(12) kebutuhan adanya variasi dalam kehidupan
(13) adanya keuletan dalam melaksanakan tugas
(14) kebutuhan untuk betgaul dengan lawan jenis
(15) adanya sikap suka mengkritik orang lain.

Intensitas kebutuhan-kebutuhan di atas tidak semua sama antara individu


yang satu dengan yang lain, karena kondisi pribadi yang berbeda, situasi
lingkungan yang berlainan, dan ada individu yang ingin segera kebutuhannya
terpenuhi, namun kenyataannya banyak yang tidak terpenuhi. Dari uraian ini
nampak bahwa tugas perkembangan dan kebutuhan merupakan sesuatu yang
muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan remaja. Apabila tugas
dan kebutuhan dapat terpenuhi, maka membawa kebahagiaan dan kesuksesan
dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan berikutnya. Sebaliknya apabila
gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada remaja yang
bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan
dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan peridode-periode berikutnya.5

Aktif secara Seksual/ Kehamilan pada remaja


Perilaku sexual
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masakanak-kanak ke masa
dewasa. Perubahan yang paling menonjol pada masa ini adalah terjadinya proses
pematangan organ reproduksi sehingga organ seksual tersebut mulai berfungsi, baik
14

untuk reproduksi maupun rekreasi (mendapatkan kenikmatan), yang kemudian


diikuti dengan perubahan penampilan, bentuk maupun proporsi tubuh serta fungsi
fisiologis yang akan berpengaruh terhadap dorongan seksual. Semakin
berkembangnya bentuk dorongan seksual biasanya diekspresikan dengan
ketertarikan terhadap lawan jenis. 6
Ketertarikan remaja terhadap lawan jenis diwujudkan dengan berpacaran.
Di dalam berpacaran, untuk dapat merasakan aman dan nyaman salah satu bentuk
adalah dengan melakukan kedekatan atau keintiman fisik bersama pasangan
(pacar). Mungkin pada awalnya hanya sekadar ungkapan rasa sayang, tetapi
umumnya akan sangat sulit membedakan antara rasa sayang dengan nafsu
(keinginan untuk menyalurkan dorongan seksual) sehingga banyak remaja yang
melakukan aktivitas seksual, mulai dari aktivitas seksual yang belum berisiko
seperti berpegangan tangan dan berciuman sampai aktivitas seksual yang berisiko
seperti meraba/diraba bagian-bagian tubuh pasangannya yang sensitif (petting)
sampai melakukan hubungan seksual. 6
Kecenderungan seseorang dalam berperilaku seksual dipengaruhi oleh
sikap, yaitu suka dan tidak suka, atau setuju dan tidak setuju dimana sikap itu
sendiri dibentuk oleh pengetahuan yang menyeluruh terhadap seks, sehingga dapat
dikatakan munculnya niat pada remaja untuk melakukan perilaku seksual, baik
yang berisiko maupun yang tidak, sesuai dengan pengetahuan dan sikap yang
dimiliki. Adanya niat tersebut apabila didukung oleh lingkungan normatif yang
membentuk dan sesuai dengan norma subyektif akan memperkuat munculnya
perilaku seksual yang konsisten antara pengetahuan, sikap, dan perilaku. 6
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan perilaku seksual. Remaja laki-laki tampaknya melakukan
lebih banyak aktivitas seksual dibandingkan remaja perempuan. Demikian juga
antara pengetahuan dengan perilaku seks pranikah. Penelitian lainnya menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara status tempat tinggal dan peran teman
sebaya dengan perilaku sekspranikah. 6
Banyak dampak buruk yang ditimbulkan dari perilaku seksual remaja yang
tidak sehat, misalnya terjadi ke-hamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dan infeksi
15

berbagai penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Dampak tersebut tidak


hanya secara fisik, tetapi juga akan berdampak pada kesehatan mental dan emosi.
Selain itu, berdampak pada keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam
jangka panjang yang tidak hanyaakan berpengaruh terhadap remaja itu sendiri,
tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat, dan bangsa pada akhirnya. 6
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai olehadanya perubahan fisik,
emosi, dan psikis. Dalamperkembangan emosi remaja memiliki rasa ingin tahu
yang besar sehingga bermanifestasi menjadi suka mencoba-coba hal baru, misalnya
berpacaran dan melakukan aktivitas seksual yang pada akhirnya mengarah pada
perilaku berisiko. Kondisi ini tidak lepas dari pengaruh lingkungan, di antaranya
globalisasi informasi melalui media yang telah menyebabkan perubahan perilaku
seksual remaja. Eksploitasi seksual dalam televisi, majalah, video klip, media
online dan film banyak memengaruhi remaja melakukan aktivitas seks secara
bebas. Pengumbaran adegan seks melalui tayangan media tersebut menimbulkan
persepsi bahwa kegiatan seks bebas boleh dilakukan oleh siapapun dan dimanapun
tanpa memandang sisi etika, terlebih remaja belum memiliki kematangan emosi. 6
Faktor yang mempengaruhi
1. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual berisiko lebih tinggi pada remaja laki-laki dibanding
remaja perempuan. Ada norma yang lebih longgar bagi laki-laki
dibanding perempuan, akibatnya laki-laki berpeluang lebih besar
melakukan berbagai hal dibandingkan perempuan. Laki-laki cenderung
lebih bebas dibandingkan perempuan. Orang tua lebih protektif pada
remaja perempuan dibandingkan laki-laki. Sehingga dapat dipahami
jika laki-laki memiliki peluang lebih besar untuk berperilaku seksual
berisiko dibanding perempuan. 7
2. Hubungan antara usia pubertas dengan perilaku seksual remaja
Usia pubertas rata-rata remaja adalah 12 tahun untuk perempuan
dan 14 tahun untuk laki-laki. Penyebab majunya usia pubertas adalah
karena perbaikan gizi dan rangsangan audio-visual. Rangsangan audio-
visual tentang seksual dapat mempercepat kematangan biologis anak,
16

misalnya: radio, televisi, majalah dan lain-lain. Semakin dini usia


pubertas, maka semakin cepat remaja mengalami krisis identitas dan
segala kebingungan yang terjadi karena perubahan fisik yang terjadi
semakin membuat remaja ingin mencari tahu dan ingin mencoba apa
yang belum diketahuinya termasuk masalah seksual. Selain itu, mulai
aktifnya hormon seksual pada menyebabkan timbulnya dorongan
seksual di dalam diriremaja dan remaja seringkali merasa bahwa
sudah saatnya untuk melakukan aktivitas seksual karena mereka
merasa sudah matang secara fisik. 7
3. Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi dan perilaku seksual remaja
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dapat diperoleh dari berbagai
sumber antara lain orang tua, teman sebaya, tenaga medis, media massa
seperti buku, majalah, VCD/DVD (Video Compact Disc / Digital Video
Disc), film, dan radio. Rendahnya pengetahuan tentang masalah
seksual disebabkan oleh kurang informasi tentang seksual yang
didapatkan oleh remaja. Hal itu membuat remaja ingin mencari tahu
lebih dari berbagai jenis media massa. Terkadang informasi yang
didapatkan justru menyesatkan dan tidak lengkap. Hal ini justru lebih
berbahaya dari pada tidak tahu sama sekali, tetapi ketidaktahuan sama
sekali itu juga membahayakan. Pengetahuan yang setengah-setengah
tidak hanya mendorong remaja tersebut untuk mencoba melakukan,
tetapi juga menimbulkan kesalahan persepsi. 7
4. Hubungan antara paparan sumber informasi seksual dengan
perilaku seksual remaja
Remaja aktif membahas masalah seputar seksual dengan teman sebaya
ataupun orang tua. Sumber informasi seksual dapat dari media masa
(cetak atau elektronik), orang tua, petugas pelayanan kesehatan,
gurudan teman. Dampak media pornografi terhadap perilaku seksual
remaja sangat besar pengaruhnya. Membaca, melihat dan menonton film
pornografi akan memotivasi dan merangsang remaja untuk meniru atau
17

mempraktikkannya. Bila remaja terus menerus terpapar oleh media


pornografi, sangat mungkin ia akan terdorong untuk melakukan
hubungan seksual pada usia terlalu dini (luar ikatan pernikahan).7

2. Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, terlihat
dengan makin banyaknya pengguna NAPZA dari semua kalangan. Namun yang
lebih memprihatinkan penyalahgunaan NAPZA saat ini justru banyak dilakukan
oleh kalangan remaja. Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa di masa
depan. Para pecandu NAPZA itu pada umumnya berusia 11 sampai 24 tahun
artinya usia tersebut tergolongkan usia produktif atau usia pelajar. 8
Kasus penyalahgunaan NAPZA dilakukan pada usia remaja yakni sebanyak
97% karena pada masa remaja sedang mengalami keadaan emosional yang labil
dan mempunyai keinginan besar untuk mencoba serta mudah terpengaruh oleh
lingkungan dan teman sebaya. Di kalangan para pelajar terutama bagi mereka
yang berada di bangku SMP maupun SMA biasanya diawali dengan
perkenalannya dengan rokok dan terlanjur kebiasaan karena kebiasaan merokok
ini, menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini kemudian berlanjut
mengonsumsi NAPZA. Hal ini terjadi biasanya karena penawaran, bujukan, atau
tekanan seseorang atau sekelompok orang kepadanya, misalnya oleh kawan
sebayanya atau bisa saja stress yang berkepanjangan, kurangnya perhatian orang
tua, keretakan rumah tangga/broken home dan sekaligus didorong rasa ingin
tahu, ingin mencoba, atau ingin memakai. 8
Hal itu dapat terjadi karena belum mampu berfikir positif. Kemampuan
untuk berpikir dan berperilaku positif dari kecil akan mempengaruhi
pertumbuhan dan performa individu ketika dewasa. Proses konseling dan
mentoring selan-jutnya perlu memperhatikan preferensi dan kecenderungan
klien atau mentee dalam menaruh ekspektasi pada lingkungannya. 8
Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA
A. Faktor Internal
Yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang yang terdiri dari:
18

a. Kepribadian
Apabila kepribadian seseorang labil, kurang baik, dan mudah dipengaruhi
orang lain maka lebih mudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba
b. Keluarga
Jika hubungan dengan keluarga kurang harmonis (broken home) maka
seseorang akan mudah merasa putus asa dan frustasi.
c. Ekonomi
Kesulitan mencari pekerjaan menimbulkan keinginan untuk bekerja menjadi
pengedar narkoba. Seseorang yang ekonomi cukup mampu, tetapi kurang
perhatian yang cukup dari keluarga atau masuk dalam lingkungan yang salah
lebih mudah terjerumus jadi pengguna narkoba. 8
B. Faktor Eksternal
Yaitu faktor penyebab yang berasal dari luar seseorang yang mempengaruhi
dalam melakukan suatu tindakan, dalam hal ini penyalahgunaan narkoba.
Faktor eksternal itu sendiri antara lain:
a. Pergaulan
Teman sebaya mempunyai pengaruh cukup kuat terjadinya penyalahgunaan
narkoba, biasanya berawal dari ikut-ikutan teman terutama bagi remaja yang
memiliki mental dan kepribadian cukup lemah. 8
b. Sosial /Masyarakat
Lingkungan masyarakat yang baik terkontrol dan memiliki organisasi yang
baik akan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba, begitu sebaliknya
apabila lingkungan sosial yang cenderung apatis dan tidak mempedulikan
keadaan lingkungan sekitar dapat menyebabkan maraknya penyalahgunaan
narkoba di kalangan. 8
Akibat kelebihan dosis (overdosis) dan gejala bebas pengaruhnya
(Withdrawal Syndrome) dan kalangan medis, obat-obatan yang sering
disalahgunakan. Zat atau obat sintesis juga dipakai oleh para dokter untuk
terapi bagi para pecandu narkoba itu dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Kelompok Narkotika, pengaruhnya menimbulkan euphoria, rasa ngantuk
berat, penciutan pupil mata, dan sesak napas. Kelebihan dosis akan
19

mengakibatkan kejang-kejang, koma, napas lambat dan pendek-pendek.


Gejala bebas pengaruhnya adalah gambang marah, gemetaran, panik
serta berkeringat, obatnya seperti: metadon, kodein, dan hidrimorfon.
2. Kelompok Depresent, adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi
aktivitas fungsional tubuh. Obat ini dapat membuat si pemakai merasa
tenang dan bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri. 8
Sesuai dengan Undang-Undang Narkoba Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Narkoba dibagi 18 dalam 3 jenis yaitu Narkotika, Psikotropika dan
Zat adiktif lainnya.
1. Narkotika
Adalah “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang
menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh.” Pengaruh tersebut bisa
berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi
atautimbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan
ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan
kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-
lain.
2. Psikotropika
Psikotopika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesis,
yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada 19 aktivitas normal dan perilaku.
3. Zat adiktif lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat
menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah:
a. Rokok
b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan
c. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat,
bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan
generasi muda dewasa ini kian meningkat. Maraknya penyimpangan perilaku
20

generasi muda tersebut, dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini


di kemudian hari, sebab pemuda sebagai generasi yang diharapkan menjadi
penerus bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif
penghancur syaraf. Sehingga pemuda tersebut tidak dapat berpikir jernih.
Akibatnya, generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal
kenangan. Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja8
Penyalahgunaan narkoba termasuk ke dalam salah satu bentuk kenakalan
remaja khusus. Setiap orang yang menyalahgunakan zat-zat terlarang pasti
memiliki alasan mereka masing-masing sehingga mereka dapat terjebak masuk
ke dalam perangkap narkotika, narkoba atau zat adiktif. Beberapa faktor
penyebab seseorang, khususnya remaja, menjadi pecandu atau pengguna zat
terlarang adalah:
1. Ingin Terlihat Gaya
Zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pemakainya menjadi lebih berani,
keren, percaya diri, kreatif, santai, dan lain sebagainya. Efek keren yang
terlihat oleh orang lain tersebut dapat menjadi trend pada kalangan tertentu
sehingga orang yang memakai zat terlarang itu akan disebut trendy, gaul,
modis, dan sebagainya. 8
2. Solidaritas Kelompok/Komunitas/Geng
Sekelompok orang yang mempunyai tingkat kekerabatan yang tinggi antar
anggota biasanya memiliki nilai solidaritas yang tinggi. Jika ketua atau
beberapa anggota kelompok yang berpengaruh pada kelompok itu
menggunakan narkotik, maka biasanya anggota yang lain baik secara
terpaksa atau tidak terpaksa akan ikut menggunakan narkotik itu agar merasa
seperti keluarga senasib sepenanggungan.
3. Menghilangkan Rasa Sakit
Seseorang yang memiliki suatu penyakit atau kelainan yang dapat
menimbulkan rasa sakit yang tidak tertahankan dapat membuat orang jadi
tertarik jalan pintas untuk mengobati sakit yang dideritanya yaitu dengan
menggunakan obat-obatan dan zat terlarang. 8
21

4. Coba-Coba atau Ingin Tahu


Dengan merasa tertarik melihat efek yang ditimbulkan oleh suatu zat yang
dilarang, seseorang dapat memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk mencicipi
nikmatnya zat terlarang tersebut. Seseorang dapat mencoba narkoba untuk
sekedar mengobati rasa penasarannya. Tanpa disadari dan diinginkan, orang
tersebut akan ketagihan dan akan melakukannya lagi berulang-ulang tanpa
bisa berhenti.
5. Ikut-ikutan
Orang yang sudah menjadi korban narkoba mungkin akan berusaha mengajak
orang lain yang belum terkontaminasi narkoba agar orang lain ikut bersama
merasakan sensasi atau penderitaan yang dirasakannya. Pengedar dan
pemakai mungkin akan membagi-bagi gratis obat terlarang sebagai
perkenalan dan akan meminta bayaran setelah korban ketagihan. 8
6. Menyelesaikan dan Melupakan Masalah/Beban Stres
Orang yang dirudung banyak masalah dan ingin lari dari masalah dapat
terjerumus dalam pangkuan narkotika, narkoba atau zat adiktif agar dapat
tidur nyenyak, mabuk, atau merasakan kegembiraan yang timbul yang
merupakan efek penggunaan dari zat tertentu
7. Menonjolkan Sisi Pemberontakan atau Merasa Hebat
Seseorang yang nakal atau jahat umumnya ingin dilihat oleh orang lain
sebagai sosok yang ditakuti agar segala keinginannya dapat terpenuhi. Zat
terlarang akan membantu membentuk sikap serta perilaku yang tidak umum
dan bersifat memberontak dari tatanan yang sudah ada. Pemakai yang ingin
dianggap hebat oleh kawan-kawannya pun dapat terjerembab pada zat
terlarang. 8
8. Menghilangkan Rasa Penat dan Bosan
Rasa bosan, rasa tidak nyaman dan lain sebagainya bagi sebagaian orang
adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan ingin segera dihilangkan dari
alam pikiran. Zat terlarang dapat membantu seseorang yang sedang banyak
pikiran untuk melupakan kebosanan yang melanda. Seseorang dapat
22

mengejar kenikmatan dengan menggunakan obat terlarang yang


menyebabkan halusinasi dan khayalan yang menyenangkan. 8
9. Mencari Tantangan atau Kegiatan Beresiko
Bagi orang-orang yang senang dengan kegiatan yang memiliki resiko tinggi
dalam menjalankan aksinya ada yang menggunakan obat terlarang agar bisa
menjadi yang terhebat, penuh tenaga dan penuh percaya diri. 8
10. Merasa Dewasa
Pemakai zat terlarang yang masih muda terkadang ingin dianggap dewasa
oleh orang lain agar dapat hidup bebas, sehingga melakukan penyalahgunaan
zat terlarang. Dengan menjadi dewasa seolah-olah orang itu dapat bertindak
semaunya sendiri, merasa sudah matang, bebas dari peraturan dan
pengawasan orangtua, guru, dan lain-lain. 8

Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis
dan sosial seseorang. Dampak fisik, psikis dan sosial selalu saling berhubungan
erat antara satu dengan lainnya. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa
sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat
pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk
mengkonsumsi. Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala
sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah,
manipulatif, dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya. Selain itu, narkoba
dapat menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, persepsi, dan kesadaran.
Pemakaian narkoba secara umum dan juga psikotropika yang tidak sesuai
dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh.
Berdasarkan efek yang ditimbulkan, penyalahgunaan narkoba dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas
fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat
pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan
kematian.
23

2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta


kesadaran.
3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau
mengakibatkan halusinasi.
Pencegahan dan penanggulangan narkoba banyak yang masih bisa
dilakukan untuk mencegah penggunaan dan membantu remaja yang sudah
terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba. Penanggulangan
penyalahgunaan narkoba bukan saja merupakan tanggung jawab
pemerintahsemata, namun upaya tersebut pun merupakan tanggung jawab
masyarakat umum yang diawali dari kelompok terkecil yaitu lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat tempat para remaja
mengaktualisasikan dirinya. 8
Ada tiga tingkat intervensi yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah
penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1. Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, atau disebut sebagai fungsi
preventif. Biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi mengenai
bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi pemerintah, seperti
halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini. Dalam
menjalankan fungsi ini, upaya yang harus di lakukan oleh pemerintah meliputi
melakukan sosialisasi secara berkala, pendirian lembaga-lembaga pengawasan,
membentuk aturan perundang-undangan dalam berbagai bentuk, dan bahkan
menjalin kerjasama inernasional baik bilateral, regional, maupun multilateral.
Selain itu, kegiatan yang dapat dilakukan seputar pemberian informasi melalui
berbagai bentuk materi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang
ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga.
2. Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi: 1) fase penerimaan awal antara 1 -
3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental; 2) fase detoksifikasi dan
terapi komplikasi medik, antara 1 - 3 minggu untuk melakukan pengurangan
ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
24

3. Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan
dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas: 1) fase stabilisasi,
antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat; 2)
fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu
mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya
berupa kegiatan konseling, membuat kelompok-kelompok dukungan,
mengembangkan kegiatan alternatif, dll. 8

3. Penyimpangan Seksual
a. Pengertian
Kebutuhan seksual pada manusia dalam ilmu biologi terungkap lewat
asumsi mengenai “insting seksual”. Insting ini disamakan dengan insting mencari
makan, juga dengan rasa lapar. Dari pemaparan tersebut bisa diketahui bahwa
kebutuhan seksual merupakan suatu kebutuhan yang penting untuk dipenuhi.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan seksual perlu memperhatikan norma dan
aturan yang ada, seperti aturan kesehatan maupun aturan sosial agar nantinya tidak
berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. 2
Seiring perubahnya jaman yang semakin maju dan perubahan sosial pada
masyarakat , terdapat penyimpangan atau kelainan yang terjadi pada perilaku
manusia termasuk dalam aktivitas seksual. Penyimpangan atau kelainan seksual
adalah “cara yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual
dengan jalan yang tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang
tersebut adalah dengan menggunakan objek seks yang tidak wajar”, ketidakwajaran
seksual itu mencakup perilaku-perilaku seksual atau fantasi-fantasi seksual yanng
diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi di luar hubungan kelamin
heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum
dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam
masyarakat yang bisa diterima secara umum. 2
25

Bentuk-Bentuk Penyimpangan Seksual


1) Scoptophilia/ atau Voyeurisme
Voyeurisme/ Soptophilia yaitu kecenderungan yang berulang atau
menetap untuk melihat (mengintip) orang yang sedang berhubungan
seksual dan berganti pakaian.
2) Zoophilia
Zoophilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan
melakukan hubungan seks.
3) Pornography
Pornography ialah pemuasan nafsu seksual yang dilakukan dengan
melihat gambar-gambar telanjang, membaca bacaan porno,menonton film
romantis yang menjurus pornografi, film adegan-adegan seksual erotik, dan
sejenisnya.
4) Scenity
Scenity Ialah pemuasan nafsu seksual yang dilakukan dengan cara
mengeluarkan kata-kata kotor, humor seksual dan sejenisnya.
5) Onani/Masturbasi
Onani merupakan kelainan perilaku seks yang biasanya dilakukan
oleh laki-laki yang merasa ingin memenuhi kebutuhan seksnya. Dilakukan
dengan cara mengeluarkan air mani oleh tangan. Biasanya dilakukan
dengan cara sembunyi-sembunyi atau pada waktu tidur. Sedangkan
masturbasi memiliki pengertian yang sama dengan onani, tapi dilakukan
oleh perempuan.
6) Oral Seks
Sexual oralisme (oral sexual) ialah pemuasan nafsu seksual yang
dilakukan dengan memadukan alat seksual dengan mulut.
7) Persetubuhan seksual
Bentuk-bentuk perilaku seksual yang menyimpang pada usia 13-15 tahun
atau pada remaja yaitu:
a. Ketakutan atau rasa bersalah terus menurus
b. Impulsif atau seks yang Agresif
26

c. Keasyikan pada hal seksual


d. Hubungan yg jelek atau tidak memiliki hubungan dengan orang
lain
e. Membujuk, menyuap, membodohi anak yang lebih muda secara
usia maupun secara usia mental
f. Ketidakmampuan untuk menunda kepuasan diri
g. Perilaku seksual yang lebih cepat dari usia seharusnya
h. Menyentuh diri sendiri yg tidak Sesuai
i. Menyentuh orang lain pada bagian yang tidak sesuai
j. Seks digunakan untuk mendapatkan pertemanan hingga pacaran
k. Harga diri bergantung pada seks
l. Menggoda orang lain
m. Rentan akan eksploitasi
n. Menggunakan perilaku seksual
o. Menunjukan kebingungan atau penyimpangan lain dalam
perilaku. 9

Penyimpangan seksual dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan sebabnya :


1) Abnormalitas seks disebabkan oleh dorongan seksual yang abnormal. Contohnya
yaitu Seduksi dan Perkosaan.Seduksi merupakan bujukan dan godaan untuk
mengajak partnernya bersetubuh, yang sebenarnya melanggar norma susila atau
melanggar hukum.
2) Abnormalitas seks disebabkan adanya partner seks yang abnormal. Contohnya
adalah pornografi dan obscenity. Pornografi adalah bacaan yang immoril, berisikan
gambar-gambar dan tulisan yang asusila, yang khusus dibuat untuk merangsang
nafsu seks. Sedangkan obsenity merupakan pola tingkah laku, gerak-gerik,
perkataan-perkataan, dan ekspansi lainnya yang bersifat erotis, tidak sopan,
berlangsung ditempat umum, jorok dan menjijikkan.

Penyebab Penyimpangan Seksual remaja dan anak-anak yang terjebak


menjadi pelaku seks dipicu oleh beberapa faktor:
27

1) Pernah menjadi korban


Remaja yang pernah menjadi korban pelecehan seks atau perkosaan cenderung
menjadi pelaku aktivitas seks karena measa kecanduan atau menikmati seks itu
sendiri.
2) Lingkungan yang kurang baik
Anak yang dibesarkan dilingkungan di mana teman-temannya menganggap
berciuman antara lelaki dan perempuan adalah hal biasa, termasuk berpegangan
tangan, pelukan, atau bahkan yang lebih jauh lagi adalah hal lumrah, akan
menganggap semua aktivitas yang mengarah ke perilaku seks itu biasa saja, dan
merasa wajar melakukannya juga. 9
3) Libido yang tidak terkontrol
Massa pra puber adalah masa di mana seorang anak menyadari bahwa organ
intimnya berbeda dengan lawan jenis, membuat mereka mengalami lonjakan libido
dibandingkan dengan masa anak-anak. Sedikit saja melihat gambar atau tulisan
mengenai seks dan tidak dibentengi dengan moral, anak remaja dengan libido tinggi
bisa melakukan aktivitas seksual. 9
4) Alkohol
Minuman beralkohol kerap dijadikan sebagai alat untuk membuat seorang remaja
tak sadarkan diri, mudah dibujuk, lalu dirangsang melakukan hubungan seksual. 9

Faktor protektif dari penyimpangan seksual


1) Faktor protektif dari internal individu
Secara umum faktor untuk melakukan suatu hal dibagi menjadi dua. Yaitu, faktor
yang timbul dari dalam diri sendiri yang disebut faktor internal. Dan faktor yang
timbul dari lingkungan sekitar yang disebut faktor eksternal. Beberapa contoh
faktor yang timbul dari dalam diri sendiri yang dapat dikategorikan dalam faktor
protektif penyimpangan seksual yaitu: nilai-nilai yang diyakini, persepsi, motivasi
untuk menghindari perilaku seks berisiko, niat, serta ketrampilan yang memadai
untuk menolak hubungan seks pranikah.
2) Pemberian pendidikan seks
28

Remaja berada dalam periode dimana seorang manusia memiliki rasa ingin tahu
sangat tinggi, penasaran, merasa tertantang jika dilarang atau dibatasi. Mereka
bukan orang dewasa yang sudah paham risiko dan konsekuensi atas tindakannya.
Begitu pula mengenai seks, orangtua atau pihak yang terkait cenderung tabu untuk
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas kepada remaja sehingga
remaja justru mencari-cari penjelasan lain yang belum tentu benar.
3) Adanya bimbingan atau pengawasan dari lingkungan sekitar.
Lingkungan sekitar yang dimaksud adalah lingkungan tempat dimana remaja
banyak berinteraksi seperti lingkungan keluarga, sekolah, tetangga, ataupun
lingkungan bermain. Lingkungan ini berpenngaruh penting pada tindakan-tindakan
yang akan dilakukan seseorang apabila bimbingan dan pengawasan dilingkungan
berjalan dengan semestinya.

4) Melakukan perlindungan dari pengaruh buruk internet


Internet merupakan salah satu sumber informasi yang paling banyak diakses saat
ini, di dalam internet bisa ditemukan apapun dari hal yang bermanfaat hingga hal
yang dapat mendatangkan kerugian seperti gambar, audio, atau video porno.
Sehingga remaja pengguna internet perlu mendapatkan perlindungan dalam
mengakses internet. Perlindungan-perlindungan yang dapat diberikan antara lain:
Jangan melarang atau membatasi dengan cara otoriter dan arahkan ke hal positif.

Faktor Risiko Penyimpangan Seksual


Dihubungkan dengan pembahasan mengenai perilaku penyimpangan seksual,
faktor risiko diartikan sebagai karakteristik dalam individu atau kondisi di keluarga,
sekolah atau masyarakat yang meningkatkan kemungkinan hasil yang merugikan.
Faktor risiko penyimpangan seksual yaitu: 9
1) Paparan pornografi
bacaan porno atau tulisan porno ialah suatu tulisan atau gambar yang melanggar
perasaan kesopanan dan dapat membangkitkan nafsu birahi. Sehingga, menurut
norma-norma (agama) dapat menimbulkan pikiran yang dapat menjurus pada
29

pelanggaran susila. Saat ini, konten-konten porno dengan mudah diakses oleh
remaja bahkan anak-anak dengan menyalahgunakan internet.
2) Lingkungan yang kurang baik
Remaja yang mendapatkan video berkonten porno itu juga berpotensi ingin berbagi
pada sesama temannya. Ada semacam rasa bangga atau euforia yang membuat
mereka tak tahan untuk tidak membagikan informasi heboh ke orang lain.
Sehingga, perlu untuk menempatkan remaja di lingkungan yang baik. Kejadian
inisiasi hubungan seks pranikah di antara remaja berusia antara 14 sampai 16 tahun,
cenderung meningkat pada remaja yang berkomunikasi tentang seks dengan teman
sebaya.
Gambaran Umum Tentang Penyimpangan Seksual
Manusia tidak selamanya atau semuanya berperilaku normal. Beberapa di
antaranya ada yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang. Salah satu
contohnya adalah perilaku seksual menyimpang.10
Penyimpangan seksual (sexual deviation) atau abnormalitas seksual (sexual
abnormality) atau ketidakwajaran seksual (sexual perversion) atau kejahatan
seksual (sexual harrasment) adalah bentuk dorongan dan kepuasan seksual yang
diperoleh atau ditunjukkan kepada objek seksual secara tidak lazim. Disebut tidak
lazim karena perilaku menyimpang seksual diikuti oleh fantasi seksual yang
diorientasikan pada pencapaian orgasme melalui hubungan di luar hubungan
kelamin heteroseksual dengan jenis kelamin yang sama atau dari partner seks di
bawah umur atau hubungan seksual yang secara normatif bertentangan dengan
norma-norma tingkah laku seksual yang diakui masyarakat secara umum. Hal inilah
yang mendasari asumsi, penyimpangan seksual sebagai bentuk penyalahgunaan
fitrah kemanusiaan dan bertentangan dengan akal sehat.10
Macam-macam penyimpangan seksual di antaranya bisa dilihat pada tabel
1 di bawah ini:
30

TABEL 1
MACAM-MACAM PENYIMPANGAN SEKSUAL

Gambar 2. Macam-Macam Penyimpangan Seksual.11

Sepantasnya penyimpangan seksual mengalami penolakan di masyarakat. Hal ini


lebih karena resiko yang dapat muncul dari perilaku seksual menyimpang.
Beberapa di antaranya dipaparkan di bawah ini:
31

1. Seks bebas yang dilakukan pasangan tanpa ikatan pernikahan dan dengan tidak
menggunakan alat kontrasepsi menjadi sebab kehamilan pranikah. Akibatnya,
banyak di antara perempuan yang hamil pranikah yang melakukan aborsi atau
pengguguran kandungan, dengan cara bantuan ramuan atau obat-obatan,
memijat peranakannya dengan bantuan dukun atau dokter atau bidan, dan lain
sebagainya, yang jelas beresiko pada pendarahan, infeksi, bahkan kematian si
calon ibu.
2. Aktifitas seks yang tidak sehat sangat beresiko terhadap munculnya penyakit
menular seksual. Beberapa di antaranya dapat dilihat pada tabel 2 sebagai
berikut:
TABEL 2
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
32

Gambar 3. Penyakit Menular Seksual

4. Kekerasan
A. Bentuk Penganiayaan dan Kekerasan pada Remaja
Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang
merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse,
yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse.
1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak
memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan
akan diingat anak itu jika
kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang
dilakukan
seseorang berupa melukai bagian tubuh anak. 12
2. Kekerasan Emosional (emotional abuse)
33

Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak


setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia
membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin
diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk
dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional
jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara
emosional berlaku keji pada anaknya akan terus menerus melakukan hal sama
sepanjang kehidupan anak itu. 12
3. Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola
komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan
anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan,
melabeli, atau juga mengkambing hitamkan.
4. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti
istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual
abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan
atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis
penganiayaan yang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku
(Tower, 2002), terdiri dari:
a. Familial Abuse
Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah,
menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti
orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam pengertian
incest. Mayer (dalam Tower, 2002) menyebutkan kategori incest dalam
keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak. Kategori
pertama, sexual molestation (penganiayaan). Hal ini meliputi interaksi
noncoitus, petting, fondling, exhibitionism, dan voyeurism, semua hal
34

yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual. Kategori


kedua, sexual assault (perkosaan), berupa oral atau hubungan dengan
alat kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan
cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris). Kategori terakhir yang paling
fatal disebut forcible rape (perkosaan secara paksa), meliputi kontak
seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman menjadi sulit bagi korban.
Mayer mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir yang
menimbulkan trauma terberat bagi anak-anak, namun korban-korban
sebelumnya tidak mengatakan demikian. Mayer berpendapat derajat
trauma tergantung pada tipe darikekerasan seksual, korban dan survivor
mengalami hal yang sangat berbeda. Survivor yang mengalami
perkosaan mungkin mengalami hal yang berbeda dibanding korban yang
diperkosa secara paksa. 12
b. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga
korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan.
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile,
yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia diartikan
”menyukai anak-anak” (deYong dalam Tower, 2002). Pedetrasy
merupakan hubungan seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki
(Struve & Rush dalam Tower, 2002). Pornografi anak menggunakan
anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan gambar, foto, slide,
majalah, dan buku (O’Brien, Trivelpiece, Pecora et al., dalam Tower,
2002). Biasanya ada tahapan yang terlihat dalam melakukan kekerasan
seksual kemungkinan pelaku mencoba perilaku untuk mengukur
kenyamanan korban. Jika korban menuruti, kekerasan akan berlanjut dan
intensif, berupa:
1) Nudity (dilakukan oleh orang dewasa).
2) Disrobing (orang dewasa membuka pakaian di depan anak).
3) Genital exposure (dilakukan oleh orang dewasa).
35

4) Observation of the child (saat mandi, telanjang, dan saat membuang


air).
5) Mencium anak yang memakai pakaian dalam.
6) Fondling (meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong).
7) Masturbasi
8) Fellatio (stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri).
9) Cunnilingus (stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban
atau pelaku).
10) Digital penetration (pada anus atau rectum).
11) Penile penetration (pada vagina).
12) Digital penetration (pada vagina).
13) Penile penetration (pada anus atau rectum)
14) Dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku atau area genital
lainnya, paha, atau bokong korban) (Sgroi dalam Tower, 2002)

B. Dampak dari penganiayaan dan kekerasan pada remaja


Dampak dari remaja dengan tindakan penganiayaan dan kekerasan pada
remaja yaitu korban sangat bergantung pada tingkat perkembangan korban pada
saat terjadi tindak kekerasan tersebut. Oleh karena itu, tiap pihak yang peduli
dengan korban tindak kekerasan, termasuk perawat, perlu memahamitahap
perkembangan individu sehingga dapat mengidentifikasi dampak tindak
kekerasan sesuai dengan titik rawan pada setiap tahap perkembangan individu.
13

1. Respon Fisik
Korban tindak kekerasan menderita sejumlah konsekuensi fisik dari
yang ringan hingga berat. Cedera ringan bisa hanya abrasi atau lecet pada
kepala, leher, muka, torso, dan alat pergerakan. Cedera berat meliputi
trauma ganda, fraktur yang parah, laserasi, dan cedera bagian dalam tubuh.
Kehilangan penglihatan dan pendengaran dapat diakibatkan oleh pukulan
pada kepala. Korban penganiayaan seksual dapat mengalami trauma pada
vagina dan perineum yang sampai memerlukan tindakan pembedahan.
36

Cedera pada anus dan rektum serta kerusakan pada sfingter anus atau
adanya benda asing dan laserasi selaput mukosa, dapat terjadi akibat
penganiayaan seksual. Kekerasn fisik atau sekdual dapat mengakibatkan
trauma kepala yang menimbulkan perubahan dalam kemampuan berpikir
afek, motivasi dan perilaku.

2. Respon Biologis
Depresi merupakan salah satu respons yang paling sering terjadi
akibat penganiayaan. Depresi berdsarkan gangguan yang bersifat biologis
sebagai pengaruh dari stres kronis terhadap neurotransmiter dan sistem
neuroendokrin. Sebagian besar jenis penganiayaan merupakan bentuk
ekstrem dari stres yang kronis. Respons tubuh terhadap stres bersifat
kompleks, sistem reaksi yang terintegrasi memengaruhi tubuh dan jiwa.
3. Respon Psikologis
Respon psikologis terdiri atas harga diri rendah, rasa bersalah, malu,
dan marah yang diuraikan sebagai berikut :
a. Harga diri rendah
Penganiayaan mempengaruhi efek harga diri korban. Harga diri
rendah bisa sebagai akibat langsung dari penganiayaan fisik atau seksual
atau sebagai penyerta penganiayaan psikologis. Salah satu teknik yang
digunakan penganiaya untuk mengendalikan dan membuat korban
merasa tidak berdaya adalah dengan membuat mereka merasa tidak
berharga dengan secara terus menerus menghina korban. Pada umumnya,
penganiaya wanita sering kali mengatakan bahwa korbannya bodoh,
jelek, bukan istri atau ibu yang baik, dan tidak mempunyai kemampuan.
Faktor lain yang mengkontribusi pada harga diri rendah yang dialami
wanita korban penganiayaan adalah perasaan berbeda dari orang lain,
kebutuhan untuk mempertahankan rasa percaya, kurang rasa percaya dan
menyalahkan dirinya sendiri. Perasaan harga diri rendah merupakan
salah satu faktor yang membuat wanita korban penganiayaan ragu-ragu
37

mengungkapkan tentang penganiayaan yang dialaminya, karena merasa


tidak mampu melakukan apapun terhadap penganiaya.
b. Rasa bersalah dan malu
Riwayat penganiayaansangat erat hubungannya dengan rasa
bersalah dan malu yang luar biasa. Perasaan bersalah ini yang membuat
korban meyakini bahwa mereka yang salah dan penyebab terjadinya
tindak kekerasan. Perasaan terhina dan malu mencegah korban untuk
meminta bantuan dari tenaga kesehatan dan melaporkan tentang
penganiayaan tersebut kepada yang berwenang. Pengalaman disiksa dan
dihina begitu kuat sehingga sering sekali korban takut
mengungkapkannya. Banyak yang merasa takut bahwa orang lain tidak
serius akan membantunya atau bahkan menyalahkan dirinya karena tetap
bertahan tinggal bersama penganiaya (Hendricks-Mattews, 1993).
c. Marah
Rasa tersinggung dan mudah marah yang kronis, perasaan marah
yang tidak terkendalikan, dan kesulitan untuk mengekspresikan
kemarahan sering dialami oleh korban penganiayaan. Kemarahan
ditunjukkan kepada penganiaya atau pada orang lain yang menurut
seharusnya membela korban dan dapat mencegah terjadinya
penganiayaan. Perasaan marah yang ditutupi dengan perilaku patuh dan
berupaya selalu sempurna, biasa dimanifestasikan oleh wanita korban
inses. Wanita yang cenderung tidak secara terbuka mengungkapkan
kemarahannya, mungkin karena ia merasa takut terhadap hukuman
(Hendricks-Mattews, 1993).
4. Respon Perilaku
Wanita yang pernah mengalami penganiayaan, terutama
penganiayaan seksual pada masa kanak-kanak, seringkali menjadi peminum
alkohol atau menyalahgunakan zat lainnya. Menurut Miller & Downs
(1995), wanita peminum alkohol dan obat lain, dua setengah kali lebih
banyak yang melaporkan bahwa mereka pernah dianiaya secara seksual
ketika kanak-kanak dibandingkan yang tidak menggunakan alkohol.
38

5. Respon Interpersonal
Sebagai akibat penganiayaan yang sering dilakukan oleh keluarga
dekat bahkan orangtua yang seharusnya menyayangi dan melindungi
mereka, anak-anak korban penganiayaan akan tumbuh sebagai orang
dewasa yang sulit menjalin hubungan rasa percaya dan intim. Yang paling
sering dialami adalah masalah dalam hubungan seksual, yaitu perasaan
takut menjalin hubungan seksual yang intim, terutama jika sudah
berkeluarga, yang ditandai dengan perasaan menolak dan tidak dapat
menikmati hubungan intim tersebut.
Berdasarkan laporan dari korban penganiayaan, khususnya
penganiayaan seksual pada masa kanak-kanak, ternayata cenderung untuk
mengalami pemerkosaan pada kehidupan sesudah dewasa yang mungkin
disebabkan oleh kerapuhan diri untuk menghadapi situasi yang berbahaya.

C. Ciri-ciri Pada Remaja Yang Mengalami Tindakan Penganiayaan Dan


Kekerasan
1. Perubahan perilaku
2. Terjadi luka-luka ringan atau berat
3. Sulit tidur
4. Takut sekolah
5. Perubahan penampilan

D. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Penganiayaan Dan Kekerasan


Pada Remaja12
1. Faktor internal
a. Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan
akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas
39

peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai


integrasi kedua.
b. Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku
yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret
pada perilaku nakal. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui
perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa
mengembangkan contol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya. Contoh : penyebab kontrol diri lemah adalah orang
yang selalu memendam masalah dalam dirinya atau tidak terbuka.
2. Faktor eksternal
a. Keluarga : perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antar
anggota keluarga, perselisihan atar anggota keluarga
b. Pergaulan
c. Pengaruh lingkungan yang kurang baik

E. Antisipasi Tindakan Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Remaja


Beberapa cara agar remaja tidak menjadi korban kekerasan atau menjadi pelaku
kekerasan :
1. Tingkatkan percaya diri
2. Melakukan kegiatan yang bermanfaat
3. Jangan bolos atau putus sekolah
4. Melakukan rekreasi
5. Mengurangi menonton yang mengandung kekerasan di media, baik
game, tv, internet, dll
6. Pandai memilih teman dan lingkungan yang baik
7. Mengetahui bagian tubuh yang bersifat pribadi.
Proses adaptasi untuk mengembalikan keseimbangan dengan membebaskan
diri dari perasaan takut dan perasaan tidak berdaya, biasanya disebut dengan
sindrom trauma tindak kekerasan terdiri atas dua tahap, yaitu tahap akut atau
disorganisasi dan tahap jangka atau reorganisasi. 12
40

1. Adaptasi tahap akut atau disorganisasi


Tahap disorganisasi meliputi reaksi pertama yang deiekspresikan atau
reaksi yang ditahan atau dikendalikan, reaksi fisik dan reaksi emosional
terhadap situasi yang mengancam kehidupan korban. Pada tahap akut ini,
wanita yang mengalami tindak keerasan biasanya merasa cemas, marah,
merasa bersalah, merasa terhina, mengingkari, syok, tidak percaya atau
merasa takut mati, bahkan merasa ingin membalas dendam. Perasaan yang
dialami korban tindak kekerasandapat bersifat ekspresif dengan
membicarakan perasaan yang dialaminya, atau sebaliknya berupaya untuk
mengendalikan perasaannya dengan tetap tampak tenang. Ketenangan ini
tidak berarti bahwa korban tersebut tidak menderita dan merasa takut, tetapi
hanya cara mengatasi traumanya saja yang berbeda.
Reaksi fisik pada tahap akut akan bergantung pada cedera tubuh yang
dialami. Mersa sakit pada bagian tertentu yang terkena serangan atau bersifat
umum, seperti merasakan otot yang tegang. Biasanya juga terdapat gangguan
pola tidur dan makan. Pada tahap disorganisasi, reaksi emosional akibat
tindak kekerasan adalah perasaan takut, takut membahayakan tubuh, takut
mati atau mutilasi, disertai perasaan lain, seperti marah, terhina dan
menyalahkan diri sendiri. Sering kali korban mengalami reaksi emosional
yang kuat dan bereaksi secara berlebihan terhadap situasi lain yang tidak
berhubungan dengan tindak kekerasan. Misalnya, mudah tersinggung, tidak
sabar, cengeng, dan marah yang dapat menyebabkan korban merasa tidak
mampu mengendalikan diri dan merasa berjarak terhadap dirinya sendiri. 13
2. Adaptasi tahap jangka panjang atau reorganisasi
Reorganisasi adalah proses penyesuaian atau adaptasi selama
beberapa bulan setelah terjadi tindak kekerasan. Stuart & Sundeen (1995) dan
Johnson (1996) menyatakan bahwa korban tindak kekerasan mengalami
masalah psikologis yang berkepanjangan. Pemulihan keseimbangan fisik,
psikologis, sosial, spiritual dan seksual terjadi berbulan atau bertahun
kemudian. Korban tindak kekerasan kembali pada kehidupan rutin seperti
sebelum terjadi tindak kekerasan. Pada awalnya, bersifat sementara kemudian
41

disusul dengan masa resolusi, yaitu perasaan terhadap diri sendiri, terhadap
perilaku tindak kekerasan, dan perasaan kehilangan secara bertahap menyatu.
Pada tahap reorganisasi, halpenting yang dialami adalah :
a. Mendapatkan kembali rasa aman
b. Mengatasi perasaan takut
c. Mengatasi perasaan kehilangan, seperti kehilangan harga diri dan rasa
percaya
d. Menyatukan kejadian dalam diri secara menyeluruh. 13
Trauma akibat tindak kekerasan yang tidak terselesaikan dapat juga
terjadi apabila tidak ada atau sangat sedikit intervensi yang mendukung
korban pada masa akut (disorganisasi), tindak kekerasan terjadi berulangkali,
sebelum terjadi tindak kekerasan terjadi berulangkali, sebelum terjadi tindak
kekerasan korban tersebut sedang menghadapi stresor kehidupan, dan tidak
mempunyai dukungan sosial. Trauma tindak kekerasan yang tidak teratasi
dapat terlihat pada:
a. Individu yang mengalami gejala fobia, seperti rasa taku sendirian atau
keluar rumah
b. Menarik diri dari kegiatan sosial, harga dirir rendah, dan perasaan
bersalah
c. Hanya dengan sedikit pemicu dapat menimbulkan gejala trauma
tindak kekerasan
d. Menghindari kontak dengan orang yang identik dengan pelaku tindak
kekerasan
e. Menarik diri, pendiam atau mudah marah terhadap keluarga dan
teman
Kondisi tersebut biasanya terlihat pada korban tindak kekerasan yang
tidak pernah membicarakan kejadian yang dialaminya. 13
42

5. Pengelolaan perilaku berisiko pada remaja


Tindakan Preventif
Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum dapat dilakukan
melalui cara berikut:
1. Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja
2. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para
remaja. 14

Kesulitan-kesulitan mana saja yang biasanya menjadi sebab timbulnya pelampiasan


dalam bentuk kenakalan. Usaha pembinaan remaja dapat dilakukan melalui:
b. Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan
yang dihadapinya.
c. Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan
keterampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran
agama, budi pekerti dan etiket.
d. Menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang optimal demi
perkembangan pribadi yang wajar.
e. Memberikan wejangan secara umum dengan harapan dapat bermanfaat.
f. Memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkah laku baik
danmerangsang hubungan sosial yang baik.
g. Mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan kesempatan
mengemukakan pandangandan pendapat para remaja dan memberikan
pengarahan yang positif.
h. Memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun
masyarakat di mana banyak terjadi kenakalan remaja.

Sebagaimana disebut di atas, bahwa keluarga juga mempunyai andil dalam


membentuk pribadi seorang remaja. Jadi untuk memulai perbaikan, maka harus
mulai dari diri sendiri dan keluarga. Mulailah perbaikan dari sikap yang paling
sederhana, seperti selalu berkata jujur meski dalam gurauan, membaca doa setiap
melakukan hal-hal kecil, memberikan bimbingan agama yang baik kepada anak dan
masih banyak hal lagi yang bisa dilakukan oleh keluarga. Memang tidak mudah
43

melakukan dan membentuk keluarga yang baik, tetapi semua itu bisa dilakukan
dengan pembinaan yang perlahan dan sabar. 14
Dengan usaha pembinaan yang terarah, para remaja akan mengembangkan diri
dengan baik sehingga keseimbangan diri yang serasi antara aspek rasio dan aspek
emosi akan dicapai. Pikiran yang sehat akan mengarahkan para remaja kepada
perbuatan yang pantas, sopan dan bertanggung jawab yang diperlukan dalam
menyelesaikan kesulitan atau persoalan masing-masing. Usaha pencegahan
kenakalan remaja secara khusus dilakukan oleh para pendidik terhadap kelainan
tingkah laku para remaja. 14
Pendidikan mental di sekolah dilakukan oleh guru, guru pembimbing dan
psikolog sekolah bersama dengan para pendidik lainnya. Usaha pendidik harus
diarahkan terhadap remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan
mengawasi setiap penyimpangan tingkah laku remaja di rumah dan di sekolah.
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki pengaruh kuat terhadap
perkembangan remaja. Ada banyak hal yang bisa dilakukan pihak sekolah untuk
memulai perbaikan remaja, di antaranya melakukan program “monitoring”
pembinaan remaja melalui kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan ekstrakurikuler
yang ada di sekolah dan penyelenggaraan berbagai kegiatan positif bagi remaja.
14
Pemberian bimbingan terhadap remaja tersebut bertujuan menambah pengertian
remaja mengenai:
f. Pengenalan diri sendiri: menilai diri sendiri dan hubungan dengan orang
lain.
g. Penyesuaian diri: mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri
dengan tuntutan tersebut.
h. Orientasi diri: mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri
pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai
sosial, moral dan etik. Bimbingan yang dilakukan terhadap remaja
dilakukan dengan dua pendekatan:
i. Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada
remaja itu sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan remaja
dan membantu mengatasinya.
44

j. Pendekatan melalui kelompok, di mana ia sudah merupakan anggota


kumpulan atau kelompok kecil tersebut. 14

2. Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan
dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan
adanya sanksi tegas pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar nantinya si
pelaku tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang menyimpang lagi. Oleh karena
itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui pidana atau hukuman secara langsung
bagi yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu.
Sebagai contoh, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam
keluarga. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua
terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus
dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi
yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan dan umur.
Di lingkungan sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan
hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal, guru juga
berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun
pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah.
Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran
dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya
tindakan represif diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan
maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh
kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk
sementara waktu (skors) atau seterusnya tergantung dari jenis pelanggaran tata
tertib sekolah. 14
3. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan
dianggap perlu mengubah tingkah laku pelanggar remaja itu dengan memberikan
pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus yang sering
45

ditangani oleh suatu lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang
ini. Solusi internal bagi seorang remaja dalam mengendalikan kenakalan remaja
antara lain:
1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah
atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan
sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa
remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah
sebelumnya gagal pada tahap ini.
2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point
pertama.
3. Remaja menyalurkan energinya dalam berbagai kegiatan positif, seperti
berolahraga, melukis, mengikuti event perlombaan, dan penyaluran hobi.
4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua
memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika
ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan
harapan. 14

Jika berbagai solusi dan pembinaan di atas dilakukan, diharapkan kemungkinan


terjadinya kenakalan remaja ini akan semakin berkurang dan teratasi. Dari
pembahasan mengenai penanggulangan masalah kenakalan remaja ini perlu
ditekankan bahwa segala usaha pengendalian kenakalan remaja harus ditujukan ke
arah tercapainya kepribadian remaja yang mantap, serasi dan dewasa. Remaja
diharapkan akan menjadi orang dewasa yang berpribadi kuat, sehat jasmani dan
rohani, teguh dalam kepercayaan (iman) sebagai anggota masyarakat, bangsa dan
tanah air. 14

Pengguna Pelayanan PKPR15


Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa
sasaran pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10-18 tahun.
Walaupun demikian, mengingat batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19
46

tahun, maka Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran pengguna layanan PKPR


meliputi remaja berusia 10 sampai 19 tahun, tanpa memandang status pernikahan.
Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbagai kelompok remaja, antara
lain:
3. Remaja di sekolah: sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa.
4. Remaja di luar sekolah: karang taruna, saka bakti husada, palang merah
remaja, panti yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar mengajar,
organisasi remaja, rumah singgah, kelompok keagamaan.
5. Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan
status pernikahan.
6. Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi
HIV, remaja yang terkena dampak HIV dan AIDS, remaja yang menjadi
yatim/piatu karena AIDS
7. Remaja berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok remaja sebagai
berikut:
k. Korban kekerasan, korban traficking, korban eksploitasi seksual
l. Penyandang cacat, di lembaga pemasyarakatan (LAPAS), anak jalanan,
dan remaja pekerja
m. Di daerah konflik (pengungsian), dan di daerah terpencil. 15

Paket Pelayanan Remaja yang Sesuai dengan Kebutuhan


Meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang harus
diberikan secara komprehensif di semua tempat yang akan melakukan
pelayanan remaja dengan pendekatan PKPR. Intervensi meliputi:
1. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi menular
seksual/IMS, HIV&AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas
2. Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja
3. Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk konseling
dan edukasi
4. Tumbuh kembang remaja
5. Skrining status TT pada remaja
47

6. Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi: masalah psikososial, gangguan


jiwa, dan kualitas hidup
7. Pencegahan dan penanggulangan NAPZA
8. Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja
9. Deteksi dan penanganan tuberkulosis
10. Deteksi dan penanganan kecacingan. 15
48

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics 19ed.
Jakarta.EGC. 2011
2. Hurlock EB. Psikologi Perkembangan Edisi 5. Jakarta. Erlangga. 2017
3. Jahja, Yudrik, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana; 2011.
4. Gunarsa, S.D., dan Gunarsa, Y.S., Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulia; 2001.
5. Putro Khamim Zarkasih. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa
Remaja. Volume 17, Nomor 1. Yogyakarta: ONLINE: ejournal.uin-
suka.ac.id/pusat/aplikasia ; 2017.
6. Rusmiati, D. Sikap remaja terhadap keperawanan dan prilaku sexual dalam
berpacaran. Vol.10 No.1. Jurnal kesehatan masyarakat nasional; Cibubur;
2015
7. Alfiyah,N. Dkk. Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan
prilaku sexual pranikah pada remaja. Vol. 4 No. 2. JPKI; Sumedang; 2018
8. Amanda, MP,dkk. Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja (
Adolescent Substance Abuse). Universitas Padjajaran. Vol 4 No (2): Juli
2017.
9. Aisyah. Studi Kasus Penyimpangan Perilaku Seksual Pada Remaja
Tunalaras Tipe Conduct Disorder. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri ; 2017.
10. Junaedi, Didi. 17+: Seks Menyimpang. Jakarta: Semesta Rakyat Merdeka.
2010.
11. Sarwono, Sarlito. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002
12. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.
Jakarta. EGC. 2011
13. Saddock B, dkk. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan Edisi 2. Jakarta. EGC.
2010
14. Sumara D, dkk. Kenakalan Remaja dan Penanganannya. Vol 4. No 2.
Jurnal Penelitian & PPM. Bandung. 2017
49

15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Standar Nasional


Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). 2014

Anda mungkin juga menyukai