SKENARIO 3
“Field Practice”
Skenario A
Seorang remaja berusia 20 tahun merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara ,
sudah bekerja. Mengalami pubertas pada saat duduk di kelas 2 SMP dengan
ditandai mimpi basah, setelah itu dirinya merasa mengalami perubahan terutama
pada emosinya yang menjadi labil, lalu pada suaranya yang berubah menjadi lebih
berat. Ia mengaku bahwa sudah mulai menyukai lawan jenis saat SMP,
penyimpangan yang terjadi pada remaja ini adalah ia seorang perokok namun ia
mengaku bahwa intensitas merokoknya jarang, dilingkungannya banyak yang
menjadi perokok aktif, ia memahami bahayanya rokok. Saat ditanya mengenai
narkoba, ia mengetahui bahayanya narkoba dari posyandu remaja, dia sendiri tidak
memakai narkoba namun dilingkunan dan temannya ada yang menjadi pemakai,
sempat ia ditawari memakai narkoba namun ia menolaknya. Remaja ini mengetahui
tentang seks bebas, dilingkungannya banyak yang melakukan begitu pula
temannya, namun ia tidak ada niatan untuk melakukannya. Untuk psikologinya,
remaja ini tidak pernah mengalami stress berlebih atau depresi.
Skenario B
Seorang pasien umur 15 tahun anak ke 2 dari 4 bersaudara. Pasien
mengalami seksual pranikah sehingga hamil berusia 5 bulan kehamilannya. Pasien
memiliki permasalahan permasalahan yang mendasari faktor terjadinya hari ini.
Dari permasalahan keluarga, ekonomi, pertemanan. Permasalahannya yang
dialaminya bahwa dari kecil sering melihat orang tuanya bertengkar sampai
bapaknya melakukan kekerasan fisik. Ini didasari oleh kondisi ekonomi yang
rendah. Bapaknya yang tidak bekerja dan bergantung keuangannya pada istrinya.
Karena kejadian ini dia selalu dikucilkan disekolah, todak punya teman dan bahkan
tidak mau ke sekolah. Perempuan ini lebih dekat dengan kakeknya dibandingkan
dengan orang tuanya. Sampai suatu saat ketika kakenya meninggal dunia dia
hampir ingin bunuh diri. Tapi tidak lagi melakukan ini, dan dia ingat dengan adik
adiknya. Pasien sering terkena kekerasan fisik dari ibu dan bapaknya dwalaupun
orang tuanya sudah bercerai. Dan dia akhirnya dia ditolong oleh keluarga yg dekat
2
dirumahnya kenal dengan pria ini dan akhirnya saling suka. Sehingga terjadilah
kehamilan diluar nikah dan sampai dengan kondisi sekarang ini.
Skenario C
Seorang emaja laki laki berusia 16 tahun datang ke puskesmas untuk
melakukan konseling. Pasien menceritakan tentang dirinya yang sering merasa
cemas terhadap dirinya. Pasien sering melihat kedua orang tuanya dan membuat dia
ingin pergi dari rumahnya. Jika dia ingin meminta sesuatu harus dituruti dan suka
membantah dan tidak mendengarkan omongan orang tuanya. Pasien tidak pernah
mengalami masalah tentang seksual dan tetapi pernah menonton film dewasa
dengan temannya. Saat SMP pasien pernah merokok selama 1 tahun dan meminum
minuman keras karena dipaksa oleh teman temannya. Pasien menanyakan tentang
bagaimana cara menjauhi perilaku tersebut.
Skenario D
Seorang remaja perempuan 20 tahun yang saat ini sedang mengeyam
pendidikan perkuliahan dijurusan arsitektur. Remaja tersebut mengalami pubertas
15 tahun pada usia tersebut mengalami perubahan banyak diantaranya perubahan
fisik, emosi yang labil, dan mulai menyukai lawan jenis. Dapat berinteraksi dengan
teman temannya, serta remaja tersebut memiliki tingkat kepercayaan diri yang
tinggi akan bentuk tubuhnya sehingga ia tidak melakukan program diet. Ia pun
merasa lebih nyaman dengan keluarganya terutama ibunya. Remaja tersebut
mengakui pernah berteman dengan sekelompok remaja pecandu miras, namun ia
tidak terpengaruh dan ikut melakukan perilaku yang dilakukan oleh teman-
temannya. Karena jika ia melakukan tindakan tersebut, ia akan membuat orang
tuanya malu. Saat remaja ini SMP ia berpacaran dengan lawan jenis dan mengaku
tidak pernah melakukan hubungan seksual dan tidak pernah diajak oleh pacarnya
untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Selama ia hidup dan berinteraksi
dengan teman-temannya, ia tidak pernah mengalami kekerasan fisik maupun psikis
dari lingkungan sekitarnya. Dengan adanya program pelayanan kesehatan remaja
di puskesmas, ia merasa sangat terperhatikan oleh pelayanan kesehatan remaja
3
tersebut karena ia merasa hal tersebut dapat membantu ia menjadi remaja yang
sehat secara fisik, psikis, maupun sosial.
Skenario E
Seorang mahasiswa kedokteran melakukan tugas wawancara di puskesmas
kepada seorang remaja. Dari hasil wawancara tersebut didapatkan remaja
perempuan 16 tahun SMP kelas 1. Pasien mengaku memiliki 4 teman disekolah.
Tapi akhir-akhir ini pasien merasa dijauhin karena menolak ajakan teman-
temannya untuk meminum minuman keras dan mengonsumsi obat-obatan
terlarang. Pasien mengeluh teman sekitarnya tidak baik dan selain itu pasien
mengaku pernah pacaran satu kali namun tidak pernah melakukan hubungan
seksual atau berciuman. Saat ini pasien merasa cemas karena jauh dengan orang tua
dan jarang berkomunikasi. Selama ini pasien merasa sedang tertekan didalam
hidupnya dan jika memiliki masalah jarang bercerita dengan orang lain.
Skenario F
Mind map
Tumbuh Kembang
pada Remaja
Pengetahuan Remaja
Tempat remaja
mengenai perilaku
mendapatkan edukasi
berisiko
dan pelayanan kesehatan
Sasaran Belajar
Perilaku berisiko pada remaja dan hubungannya dengan risiko kesehatan pada
remaja:
- Aktif secara seksual/Kehamilan pada remaja
- Penyalahgunaan obat
- Penyimpangan seksual
- Kekerasan
- Pengelolaan perilaku berisiko pada remaja
5
Pembahasan :
5) Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah
berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6) Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
(Soetjiningsih, 2004). 1
6
1) Remaja awal
a. Perkembangan biologis
c. Konsep diri
Pada remaja awal, aktivitas orang tua menjadi kurang menarik bagi
remaja dan lebih tertarik pada hubungan sebaya terutama dengan
teman sebaya yang memiliki jenis kelamin yang sama.
Memperdalam hubungan dengan teman sebaya berkontribusi untuk
memandirikan anak dari orang tua. 2
e. Seksualitas
2) Remaja tengah
a. Perkembangan biologis
c. Konsep diri
e. Seksualitas
3) Remaja akhir
a. Perkembangan biologis
b. Perkembangan psikososial
2. Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, terlihat
dengan makin banyaknya pengguna NAPZA dari semua kalangan. Namun yang
lebih memprihatinkan penyalahgunaan NAPZA saat ini justru banyak dilakukan
oleh kalangan remaja. Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa di masa
depan. Para pecandu NAPZA itu pada umumnya berusia 11 sampai 24 tahun
artinya usia tersebut tergolongkan usia produktif atau usia pelajar. 8
Kasus penyalahgunaan NAPZA dilakukan pada usia remaja yakni sebanyak
97% karena pada masa remaja sedang mengalami keadaan emosional yang labil
dan mempunyai keinginan besar untuk mencoba serta mudah terpengaruh oleh
lingkungan dan teman sebaya. Di kalangan para pelajar terutama bagi mereka
yang berada di bangku SMP maupun SMA biasanya diawali dengan
perkenalannya dengan rokok dan terlanjur kebiasaan karena kebiasaan merokok
ini, menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini kemudian berlanjut
mengonsumsi NAPZA. Hal ini terjadi biasanya karena penawaran, bujukan, atau
tekanan seseorang atau sekelompok orang kepadanya, misalnya oleh kawan
sebayanya atau bisa saja stress yang berkepanjangan, kurangnya perhatian orang
tua, keretakan rumah tangga/broken home dan sekaligus didorong rasa ingin
tahu, ingin mencoba, atau ingin memakai. 8
Hal itu dapat terjadi karena belum mampu berfikir positif. Kemampuan
untuk berpikir dan berperilaku positif dari kecil akan mempengaruhi
pertumbuhan dan performa individu ketika dewasa. Proses konseling dan
mentoring selan-jutnya perlu memperhatikan preferensi dan kecenderungan
klien atau mentee dalam menaruh ekspektasi pada lingkungannya. 8
Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA
A. Faktor Internal
Yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang yang terdiri dari:
18
a. Kepribadian
Apabila kepribadian seseorang labil, kurang baik, dan mudah dipengaruhi
orang lain maka lebih mudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba
b. Keluarga
Jika hubungan dengan keluarga kurang harmonis (broken home) maka
seseorang akan mudah merasa putus asa dan frustasi.
c. Ekonomi
Kesulitan mencari pekerjaan menimbulkan keinginan untuk bekerja menjadi
pengedar narkoba. Seseorang yang ekonomi cukup mampu, tetapi kurang
perhatian yang cukup dari keluarga atau masuk dalam lingkungan yang salah
lebih mudah terjerumus jadi pengguna narkoba. 8
B. Faktor Eksternal
Yaitu faktor penyebab yang berasal dari luar seseorang yang mempengaruhi
dalam melakukan suatu tindakan, dalam hal ini penyalahgunaan narkoba.
Faktor eksternal itu sendiri antara lain:
a. Pergaulan
Teman sebaya mempunyai pengaruh cukup kuat terjadinya penyalahgunaan
narkoba, biasanya berawal dari ikut-ikutan teman terutama bagi remaja yang
memiliki mental dan kepribadian cukup lemah. 8
b. Sosial /Masyarakat
Lingkungan masyarakat yang baik terkontrol dan memiliki organisasi yang
baik akan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba, begitu sebaliknya
apabila lingkungan sosial yang cenderung apatis dan tidak mempedulikan
keadaan lingkungan sekitar dapat menyebabkan maraknya penyalahgunaan
narkoba di kalangan. 8
Akibat kelebihan dosis (overdosis) dan gejala bebas pengaruhnya
(Withdrawal Syndrome) dan kalangan medis, obat-obatan yang sering
disalahgunakan. Zat atau obat sintesis juga dipakai oleh para dokter untuk
terapi bagi para pecandu narkoba itu dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Kelompok Narkotika, pengaruhnya menimbulkan euphoria, rasa ngantuk
berat, penciutan pupil mata, dan sesak napas. Kelebihan dosis akan
19
Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis
dan sosial seseorang. Dampak fisik, psikis dan sosial selalu saling berhubungan
erat antara satu dengan lainnya. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa
sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat
pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk
mengkonsumsi. Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala
sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah,
manipulatif, dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya. Selain itu, narkoba
dapat menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, persepsi, dan kesadaran.
Pemakaian narkoba secara umum dan juga psikotropika yang tidak sesuai
dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh.
Berdasarkan efek yang ditimbulkan, penyalahgunaan narkoba dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas
fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat
pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan
kematian.
23
3. Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan
dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas: 1) fase stabilisasi,
antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat; 2)
fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu
mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya
berupa kegiatan konseling, membuat kelompok-kelompok dukungan,
mengembangkan kegiatan alternatif, dll. 8
3. Penyimpangan Seksual
a. Pengertian
Kebutuhan seksual pada manusia dalam ilmu biologi terungkap lewat
asumsi mengenai “insting seksual”. Insting ini disamakan dengan insting mencari
makan, juga dengan rasa lapar. Dari pemaparan tersebut bisa diketahui bahwa
kebutuhan seksual merupakan suatu kebutuhan yang penting untuk dipenuhi.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan seksual perlu memperhatikan norma dan
aturan yang ada, seperti aturan kesehatan maupun aturan sosial agar nantinya tidak
berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. 2
Seiring perubahnya jaman yang semakin maju dan perubahan sosial pada
masyarakat , terdapat penyimpangan atau kelainan yang terjadi pada perilaku
manusia termasuk dalam aktivitas seksual. Penyimpangan atau kelainan seksual
adalah “cara yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual
dengan jalan yang tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang
tersebut adalah dengan menggunakan objek seks yang tidak wajar”, ketidakwajaran
seksual itu mencakup perilaku-perilaku seksual atau fantasi-fantasi seksual yanng
diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi di luar hubungan kelamin
heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum
dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam
masyarakat yang bisa diterima secara umum. 2
25
Remaja berada dalam periode dimana seorang manusia memiliki rasa ingin tahu
sangat tinggi, penasaran, merasa tertantang jika dilarang atau dibatasi. Mereka
bukan orang dewasa yang sudah paham risiko dan konsekuensi atas tindakannya.
Begitu pula mengenai seks, orangtua atau pihak yang terkait cenderung tabu untuk
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas kepada remaja sehingga
remaja justru mencari-cari penjelasan lain yang belum tentu benar.
3) Adanya bimbingan atau pengawasan dari lingkungan sekitar.
Lingkungan sekitar yang dimaksud adalah lingkungan tempat dimana remaja
banyak berinteraksi seperti lingkungan keluarga, sekolah, tetangga, ataupun
lingkungan bermain. Lingkungan ini berpenngaruh penting pada tindakan-tindakan
yang akan dilakukan seseorang apabila bimbingan dan pengawasan dilingkungan
berjalan dengan semestinya.
pelanggaran susila. Saat ini, konten-konten porno dengan mudah diakses oleh
remaja bahkan anak-anak dengan menyalahgunakan internet.
2) Lingkungan yang kurang baik
Remaja yang mendapatkan video berkonten porno itu juga berpotensi ingin berbagi
pada sesama temannya. Ada semacam rasa bangga atau euforia yang membuat
mereka tak tahan untuk tidak membagikan informasi heboh ke orang lain.
Sehingga, perlu untuk menempatkan remaja di lingkungan yang baik. Kejadian
inisiasi hubungan seks pranikah di antara remaja berusia antara 14 sampai 16 tahun,
cenderung meningkat pada remaja yang berkomunikasi tentang seks dengan teman
sebaya.
Gambaran Umum Tentang Penyimpangan Seksual
Manusia tidak selamanya atau semuanya berperilaku normal. Beberapa di
antaranya ada yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang. Salah satu
contohnya adalah perilaku seksual menyimpang.10
Penyimpangan seksual (sexual deviation) atau abnormalitas seksual (sexual
abnormality) atau ketidakwajaran seksual (sexual perversion) atau kejahatan
seksual (sexual harrasment) adalah bentuk dorongan dan kepuasan seksual yang
diperoleh atau ditunjukkan kepada objek seksual secara tidak lazim. Disebut tidak
lazim karena perilaku menyimpang seksual diikuti oleh fantasi seksual yang
diorientasikan pada pencapaian orgasme melalui hubungan di luar hubungan
kelamin heteroseksual dengan jenis kelamin yang sama atau dari partner seks di
bawah umur atau hubungan seksual yang secara normatif bertentangan dengan
norma-norma tingkah laku seksual yang diakui masyarakat secara umum. Hal inilah
yang mendasari asumsi, penyimpangan seksual sebagai bentuk penyalahgunaan
fitrah kemanusiaan dan bertentangan dengan akal sehat.10
Macam-macam penyimpangan seksual di antaranya bisa dilihat pada tabel
1 di bawah ini:
30
TABEL 1
MACAM-MACAM PENYIMPANGAN SEKSUAL
1. Seks bebas yang dilakukan pasangan tanpa ikatan pernikahan dan dengan tidak
menggunakan alat kontrasepsi menjadi sebab kehamilan pranikah. Akibatnya,
banyak di antara perempuan yang hamil pranikah yang melakukan aborsi atau
pengguguran kandungan, dengan cara bantuan ramuan atau obat-obatan,
memijat peranakannya dengan bantuan dukun atau dokter atau bidan, dan lain
sebagainya, yang jelas beresiko pada pendarahan, infeksi, bahkan kematian si
calon ibu.
2. Aktifitas seks yang tidak sehat sangat beresiko terhadap munculnya penyakit
menular seksual. Beberapa di antaranya dapat dilihat pada tabel 2 sebagai
berikut:
TABEL 2
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
32
4. Kekerasan
A. Bentuk Penganiayaan dan Kekerasan pada Remaja
Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang
merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse,
yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse.
1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak
memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan
akan diingat anak itu jika
kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang
dilakukan
seseorang berupa melukai bagian tubuh anak. 12
2. Kekerasan Emosional (emotional abuse)
33
1. Respon Fisik
Korban tindak kekerasan menderita sejumlah konsekuensi fisik dari
yang ringan hingga berat. Cedera ringan bisa hanya abrasi atau lecet pada
kepala, leher, muka, torso, dan alat pergerakan. Cedera berat meliputi
trauma ganda, fraktur yang parah, laserasi, dan cedera bagian dalam tubuh.
Kehilangan penglihatan dan pendengaran dapat diakibatkan oleh pukulan
pada kepala. Korban penganiayaan seksual dapat mengalami trauma pada
vagina dan perineum yang sampai memerlukan tindakan pembedahan.
36
Cedera pada anus dan rektum serta kerusakan pada sfingter anus atau
adanya benda asing dan laserasi selaput mukosa, dapat terjadi akibat
penganiayaan seksual. Kekerasn fisik atau sekdual dapat mengakibatkan
trauma kepala yang menimbulkan perubahan dalam kemampuan berpikir
afek, motivasi dan perilaku.
2. Respon Biologis
Depresi merupakan salah satu respons yang paling sering terjadi
akibat penganiayaan. Depresi berdsarkan gangguan yang bersifat biologis
sebagai pengaruh dari stres kronis terhadap neurotransmiter dan sistem
neuroendokrin. Sebagian besar jenis penganiayaan merupakan bentuk
ekstrem dari stres yang kronis. Respons tubuh terhadap stres bersifat
kompleks, sistem reaksi yang terintegrasi memengaruhi tubuh dan jiwa.
3. Respon Psikologis
Respon psikologis terdiri atas harga diri rendah, rasa bersalah, malu,
dan marah yang diuraikan sebagai berikut :
a. Harga diri rendah
Penganiayaan mempengaruhi efek harga diri korban. Harga diri
rendah bisa sebagai akibat langsung dari penganiayaan fisik atau seksual
atau sebagai penyerta penganiayaan psikologis. Salah satu teknik yang
digunakan penganiaya untuk mengendalikan dan membuat korban
merasa tidak berdaya adalah dengan membuat mereka merasa tidak
berharga dengan secara terus menerus menghina korban. Pada umumnya,
penganiaya wanita sering kali mengatakan bahwa korbannya bodoh,
jelek, bukan istri atau ibu yang baik, dan tidak mempunyai kemampuan.
Faktor lain yang mengkontribusi pada harga diri rendah yang dialami
wanita korban penganiayaan adalah perasaan berbeda dari orang lain,
kebutuhan untuk mempertahankan rasa percaya, kurang rasa percaya dan
menyalahkan dirinya sendiri. Perasaan harga diri rendah merupakan
salah satu faktor yang membuat wanita korban penganiayaan ragu-ragu
37
5. Respon Interpersonal
Sebagai akibat penganiayaan yang sering dilakukan oleh keluarga
dekat bahkan orangtua yang seharusnya menyayangi dan melindungi
mereka, anak-anak korban penganiayaan akan tumbuh sebagai orang
dewasa yang sulit menjalin hubungan rasa percaya dan intim. Yang paling
sering dialami adalah masalah dalam hubungan seksual, yaitu perasaan
takut menjalin hubungan seksual yang intim, terutama jika sudah
berkeluarga, yang ditandai dengan perasaan menolak dan tidak dapat
menikmati hubungan intim tersebut.
Berdasarkan laporan dari korban penganiayaan, khususnya
penganiayaan seksual pada masa kanak-kanak, ternayata cenderung untuk
mengalami pemerkosaan pada kehidupan sesudah dewasa yang mungkin
disebabkan oleh kerapuhan diri untuk menghadapi situasi yang berbahaya.
disusul dengan masa resolusi, yaitu perasaan terhadap diri sendiri, terhadap
perilaku tindak kekerasan, dan perasaan kehilangan secara bertahap menyatu.
Pada tahap reorganisasi, halpenting yang dialami adalah :
a. Mendapatkan kembali rasa aman
b. Mengatasi perasaan takut
c. Mengatasi perasaan kehilangan, seperti kehilangan harga diri dan rasa
percaya
d. Menyatukan kejadian dalam diri secara menyeluruh. 13
Trauma akibat tindak kekerasan yang tidak terselesaikan dapat juga
terjadi apabila tidak ada atau sangat sedikit intervensi yang mendukung
korban pada masa akut (disorganisasi), tindak kekerasan terjadi berulangkali,
sebelum terjadi tindak kekerasan terjadi berulangkali, sebelum terjadi tindak
kekerasan korban tersebut sedang menghadapi stresor kehidupan, dan tidak
mempunyai dukungan sosial. Trauma tindak kekerasan yang tidak teratasi
dapat terlihat pada:
a. Individu yang mengalami gejala fobia, seperti rasa taku sendirian atau
keluar rumah
b. Menarik diri dari kegiatan sosial, harga dirir rendah, dan perasaan
bersalah
c. Hanya dengan sedikit pemicu dapat menimbulkan gejala trauma
tindak kekerasan
d. Menghindari kontak dengan orang yang identik dengan pelaku tindak
kekerasan
e. Menarik diri, pendiam atau mudah marah terhadap keluarga dan
teman
Kondisi tersebut biasanya terlihat pada korban tindak kekerasan yang
tidak pernah membicarakan kejadian yang dialaminya. 13
42
melakukan dan membentuk keluarga yang baik, tetapi semua itu bisa dilakukan
dengan pembinaan yang perlahan dan sabar. 14
Dengan usaha pembinaan yang terarah, para remaja akan mengembangkan diri
dengan baik sehingga keseimbangan diri yang serasi antara aspek rasio dan aspek
emosi akan dicapai. Pikiran yang sehat akan mengarahkan para remaja kepada
perbuatan yang pantas, sopan dan bertanggung jawab yang diperlukan dalam
menyelesaikan kesulitan atau persoalan masing-masing. Usaha pencegahan
kenakalan remaja secara khusus dilakukan oleh para pendidik terhadap kelainan
tingkah laku para remaja. 14
Pendidikan mental di sekolah dilakukan oleh guru, guru pembimbing dan
psikolog sekolah bersama dengan para pendidik lainnya. Usaha pendidik harus
diarahkan terhadap remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan
mengawasi setiap penyimpangan tingkah laku remaja di rumah dan di sekolah.
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki pengaruh kuat terhadap
perkembangan remaja. Ada banyak hal yang bisa dilakukan pihak sekolah untuk
memulai perbaikan remaja, di antaranya melakukan program “monitoring”
pembinaan remaja melalui kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan ekstrakurikuler
yang ada di sekolah dan penyelenggaraan berbagai kegiatan positif bagi remaja.
14
Pemberian bimbingan terhadap remaja tersebut bertujuan menambah pengertian
remaja mengenai:
f. Pengenalan diri sendiri: menilai diri sendiri dan hubungan dengan orang
lain.
g. Penyesuaian diri: mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri
dengan tuntutan tersebut.
h. Orientasi diri: mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri
pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai
sosial, moral dan etik. Bimbingan yang dilakukan terhadap remaja
dilakukan dengan dua pendekatan:
i. Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada
remaja itu sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan remaja
dan membantu mengatasinya.
44
2. Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan
dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan
adanya sanksi tegas pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar nantinya si
pelaku tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang menyimpang lagi. Oleh karena
itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui pidana atau hukuman secara langsung
bagi yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu.
Sebagai contoh, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam
keluarga. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua
terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus
dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi
yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan dan umur.
Di lingkungan sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan
hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal, guru juga
berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun
pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah.
Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran
dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya
tindakan represif diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan
maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh
kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk
sementara waktu (skors) atau seterusnya tergantung dari jenis pelanggaran tata
tertib sekolah. 14
3. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan
dianggap perlu mengubah tingkah laku pelanggar remaja itu dengan memberikan
pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus yang sering
45
ditangani oleh suatu lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang
ini. Solusi internal bagi seorang remaja dalam mengendalikan kenakalan remaja
antara lain:
1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah
atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan
sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa
remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah
sebelumnya gagal pada tahap ini.
2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point
pertama.
3. Remaja menyalurkan energinya dalam berbagai kegiatan positif, seperti
berolahraga, melukis, mengikuti event perlombaan, dan penyaluran hobi.
4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua
memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika
ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan
harapan. 14
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics 19ed.
Jakarta.EGC. 2011
2. Hurlock EB. Psikologi Perkembangan Edisi 5. Jakarta. Erlangga. 2017
3. Jahja, Yudrik, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana; 2011.
4. Gunarsa, S.D., dan Gunarsa, Y.S., Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulia; 2001.
5. Putro Khamim Zarkasih. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa
Remaja. Volume 17, Nomor 1. Yogyakarta: ONLINE: ejournal.uin-
suka.ac.id/pusat/aplikasia ; 2017.
6. Rusmiati, D. Sikap remaja terhadap keperawanan dan prilaku sexual dalam
berpacaran. Vol.10 No.1. Jurnal kesehatan masyarakat nasional; Cibubur;
2015
7. Alfiyah,N. Dkk. Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan
prilaku sexual pranikah pada remaja. Vol. 4 No. 2. JPKI; Sumedang; 2018
8. Amanda, MP,dkk. Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja (
Adolescent Substance Abuse). Universitas Padjajaran. Vol 4 No (2): Juli
2017.
9. Aisyah. Studi Kasus Penyimpangan Perilaku Seksual Pada Remaja
Tunalaras Tipe Conduct Disorder. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri ; 2017.
10. Junaedi, Didi. 17+: Seks Menyimpang. Jakarta: Semesta Rakyat Merdeka.
2010.
11. Sarwono, Sarlito. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002
12. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.
Jakarta. EGC. 2011
13. Saddock B, dkk. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan Edisi 2. Jakarta. EGC.
2010
14. Sumara D, dkk. Kenakalan Remaja dan Penanganannya. Vol 4. No 2.
Jurnal Penelitian & PPM. Bandung. 2017
49