Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN BBDM

MODUL 6.3

Disusun Oleh : Kelompok 2

Yasmin Ghaisani 22010216140006


Hanny Tiara A Sinaga 22010216140007
Vivi Indah Fatmasari 22010216140008
Attila Yulaicha Advendila Siregar 22010216140009
Kiki Melinda Butar Butar 22010216140010
Dondi Maulana 22010216140042
Rahmania Alikhlash. 22010216140043
Mutiara Aprillia O.P 22010216140044
Ira Indrayani 22010216140045

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN BBDM

Modul : 6.3
Skenario :1
Kelompok :2
Dosen pembimbing : drg. Diah Ajeng P, M.DSc, Sp.KGA
Pertemuan I : 7 Mei 2019
Pertemuan II : 9 Mei 2019
Nama Mahasiswa :
Yasmin Ghaisani 22010216140006
Hanny Tiara A Sinaga 22010216140007
Vivi Indah Fatmasari 22010216140008
Attila Yulaicha Advendila Siregar 22010216140009
Kiki Melinda Butar Butar 22010216140010
Dondi Maulana 22010216140042
Rahmania Alikhlash. 22010216140043
Mutiara Aprillia O.P 22010216140044
Ira Indrayani 22010216140045

Tanggal Pengesahan Tanda Tangan Tutor/ Dosen yang


Mengesahkan

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...….3
SKENARIO……………………………………………………..………………...4
I.Terminologi……………………………………………….……………………..4

II.Rumusan masalah…………...………..…………………………………………4
III.Hipotesis…………………………………….………………………………….4
IV.Peta konsep….…………………………………………………………………6
V.Sasaran Belajar……..……………………...……………………………………6

VI. Belajar Mandiri……………………………………………….……………….6


1. Pemeriksaan (subjektif, objektif dan penunjang: interpretasi rongent)……….6
2. Diagnosis rampan karies dan abses…………………………………………..9
3. Tata laksana komprehensif (promotif, preventif, …………………………….12
kuratif, rehabilitative, pendekatan psikologis)
pada anak sesuai kasus.(farmakologi dan non farmokologis)
DAFTAR PUSTAKA…...……………………………………………………….17

3
SKENARIO 1 BBDM 6.3

GIGI TIRUAN LONGGAR

I. Seorang nenek berusia 75 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan keluahn
merasaterganggu dengan gigi tiruan yang sudah susah untuk digunakan makan. Gigi
palsu dibuat 8tahun yang lalu. Gigi tiruan lengkap rahang atas dan rahang bawah longgar
dan tampak atrisi pada sebagian besar Terminologi
1. Self Multilation : Perilaku melukai diri sendiri dengan sengaja atau tanpa sengaja.
Hal ini dilakukan untuk mengatasi rasa sakit secara emosional. Biasanya tidak
menginginkan untuk bunuh diri namun merupakan suatu tanda bahwa penderita
membutuhkan bantuan.
2. Psikolog : Merupakan para praktisi dibidang psikologi. Psikologi adalah
sebuah bidang ilmu terapan yang mempelajari menegani perilaku dan fungsi mental
manusia secara ilmiah.
3. Abses : Adalah suatu kondisi yang mendakan adanya infeksi dimana
terdapat produksi pus.

II. Rumusan Masalah


1. Apa yang menyebabkan anak melakukan self multilation?
2. Apakah terdapat hubungan antara kondisi rongga mulut (abses) dan self multilation?
3. Cara menegakkan diagnosis anak mengalami self multilation?
4. Tata laksana dokter gigi untuk mengatasi anak yang mengalami kecemasan (terhadap
bur)?
5. Apakah peran orangtua penting terhadap perkembangan psikologis anak?
6. Apakah tindakan perawatan gigi perlu dilakukan kolaborasi dengan ahli psikolog?

III. Hipotesis
1. - Kebutuhan bahasa: anak tidak tau bagaimana cara mengutarakan perasaan dengan
kata2 sehingga melukai diri sendiri.
- Anak ingin mengekspresikan pikiran negatif yang tidak bisa diungkapkan.
- Anak mencari perhatian. (kurang perhatian dari sang ibu)
- Anak memiliki pandangan untuk menyakiti diri sendiri
- Anak merasa rendah diri.
- Anak merasakan bahagia yang berlebihan sehingga melukai dirinya.
- Pengaruh orangtua yang tidak membolehkan anak mengeluarkan emosi negarif,
seperti menangis.
2. Sang anak ingin mencari perhatian terhadap ortu, sang anak sudah ke dokter gigi dan
beranggapan bahwa kebersihan RM tidak perlu.

4
Dikarenakan sang anak mengalami self multilation sehingga dia sering melukai diri
sendiri seperti menggigit bagian RM nya, lalu terjadi perlukaan, dan menyebabkan
abses.
Self multilation karena stress yang membuat sistem imun menurun maka keadaan
dalam rongga mulut (bakteri) tidak terkontrol. Rasa cemas saat perawatan dental
sehingga menghindari kunjungan ke drg.
Sel multilation dan abses merupakan hubungan secara tidak langsung. Rasa sakit
yang ada di dalam RM diluapkan dengan menyakiti dirinya.
3. Self multilation terbagi menjadi : menggores bagian tubuh, membakar bagian tubuh
dengan rokok, memukul diri sendiri menggunakan benda keras, membenturkan
kepala, menarik narik rambut, mencubit – cubit tubuh.
Self multilation merupakan seorang yg introvert, kurang menonjol di lingkungan,
mengalami depresi dan kecemesan, cenderung lebih mudah marah
4. - Secara umum: melalui komunikasi, orientasi dini mengenai klinik gigi dan
perawatan gigi, teknik asertif (apabila anak tidak kooperatif), dapat melakukan
distraksi (contoh: memberikan tontonan), tetap mengutamakan prinsip segitiga
(dokter, orangtua, anak), hipnoterapi (sangat mungkin dilakukan jika drg memiliki
kemampuan hal tsb), dapat dilakukan sedasi.
- Seorang drg perlu melakukan tell (mengatakan apa yg akan dilakukan)- show
(menunjukkan barang yg akan digunakan)- do (melakukan pada anak)
- Dokter gigi perlu melakukan desensitasi (cara pendekatan terhadap si anak) untuk
mengurangi kecemasan.
5. Perlu, karena ketika melakukan perawatan perlu perhatian yang maksimal pada anak
anak yang mengalami kecemasan. Terutama jika sang anak memiliki gangguan
mental. Dalam kunjungan ke dokter gigi peran orangtua sangat penting karena
informasi yang tidak didapatkan dari anak tsb dapat digali dari sang orangtua.
Peran ortu dalam psikolog anak untuk memberikan arahan dan bantuan kepada anak
dalam berbagai hal sehingga anak dapat melalui proses belajar yg baik dan terarah.
Perlu memberikan pengertian terhadap anak agar tindakan perawatan bisa berjalan.
6. Kolaborasi secara langsung tidak terlalu diperlukan. Namun, secara tidak langsung
diperlukan. Karena yg memiliki intervensi jangka panjang dan secara keseluruhan
terhadap kondisi mental sang anak adalah psikolog atau dokter jiwa. Dapat dilakukan
konsultasi kepada psikolog untuk penanganan lebih lanjut. Peran dokter gigi sangat
penting dalam menggali informasi terhadap sang anak, peran orangtua sangat peting
apabila informasi dari sang anak tidak tergali secara maksimal.

IV. Peta konsep

5
Pemeriksaan
- subjektif
- objektif
- penunjang

Perawatan
rampan karies
pada anak self
multilation

Diagnosis
Tata laksana - Rampan karies
(sesuai kasus - Abses
dan skenario)

V. Sasaran belajar
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan (subjektif, objektif dan
penunjang: interpretasi rongent)
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosis rampan karies dan abses.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tata laksana komprehensif
(promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, pendekatan psikologis) pada anak sesuai
kasus.(farmakologi dan non farmokologis)
VI. Belajar Mandiri
1. Pemeriksaan Subjektif, Objektif, Penunjang
Perubahan Emosional
• Pada usia ini sedang terjadi proses perkembangan self control dan emotions control
seperti rasa takut, frustasi.
• Proses pengenalan identitas dan kepercayaan diri terjadi di usia dini
Pemeriksaan
Meliputi :
1. Penilaian Perilaku
2. Pemeriksaan Subjektif (Aloanamnesis)
3. Pemeriksaan Objektif
 Intra Oral
 Ekstra Oral
4. Pemeriksaan Penunjang

6
Pemeriksaan Subjektif
Dengan melakukan Anamnesis
Seperti :
1. Menanyakan waktu dan proses pertumbuhan gigi pasien
2. Faktor yang memperberat dan memperingan keluhan
3. Riwayat keluarga
4. Pola perawatan / pola asuhan pada anak dengan pertumbuhan khusus
Pemeriksaan Objektif
1. Pemeriksaan Ekstra Oral
- Muka - Sendi
- Pernafasan - Rahang
- Limfonodi - Keluhan Lain
2. Pemeriksaan Intra Oral
- Jaringan Lunak
- Jaringan Keras

Pemeriksaan Penunjang
• Foto Panoramik
Untuk melihat pelebaran abses dan keluhan lain yang tidak terlihat

7
- Pasien usia 4 tahun
- Semua gigi decidui seharusnya sudah erupsi
- Semua benih permanen masih jauh karna erupsi I1 bawah usia 6 tahun masih punya
waktu 2 tahun lagi
- Gigi 51,61,71,72,dan 82 tanggal yang di tunjukkan dengan area yang edentulous
- Gigi 54,53,52,62,63,84 rampan karies dengan gambaran radiolusen meluas pada bagian
mahkota gigi-gigi tersebut
- Sisa akar pada gigi 64 dan 65
- Benihgigipermanen16,15,14,13,12,11,21,22,23,24,25,26,37,36,,35,34,33,32,31,41,42,43,
44,45,46,47 yang masih terbungkus dental follicle terlihat dengan radioopak di sekeliling
benih mahkota gigi
- Gambaran radiolusensi batas tidak tegas di area gigi 85
Hasil Foto Panoramik
1. Missing : 51,61,72,71,82
2. Karies : 54,53,52,62,63,64
3. Radiks Gigi : 64&65

8
4. Abses pada gigi :74&75

1.
2. Diagnosis Rampan Karies Dan Abses Rongga Mulut
a. Rampan Karies
Definisi
Rampan Karies adalah karies yang penyebarannya cepat pada gigi secara menyeluruh,
dalam waktu singkat melibatkan beberapa gigi pada anak anak
Biasanya disebabkan oleh kebiasaan minum susu dengan botol, dan mengenai gigi
desidui pada usia anak 2, 3, dan 4 tahun
Mengenai jaringan keras gigi (email, dentin, sementum)
Tingkat Keparahan Rampan Karies
1. Insisivus sentral RA permukaan labial, palatinal, mesial, dan distal
2. Insisivus lateral RA permukaan labial, palatinal, mesial, dan distal
3. Molar satu RA dan RB permukaan oklusal
4. Kaninus RA dan RB permukaan labial, palatinal, mesial, dan distal
5. Molar dua RA dan RB permukaan oklusal
6. Insisivus RB
Tingkat Keparahan Rampan Karies
 Konsumsi makanan dan minuman yang bersifat kariogenik memperkuat
terjadinya rampan karies
 Anak masih tergantung pada orang dewasa dalam menjaga OH
 Belum adanya pengetahuan pada anak tentang makanan/minuman yang
merupakan faktor resiko karies
b. Abses periodontal
Definisi
Merupakan Inflamasi purulen yang terlokalisir yang mengenai jaringan periodontal
Lesi ditandai dengan gejala kerusakan jaringan periodontal yg terjadi dlm waktu
tertentu, dideteksi dgn akumulasi pus di sekitar poket periodontal

KLASIFIKASI ABSES

9
ETIOLOGI

PATOGENESIS

• Invasi bakteri ke jaringan lunak à produk bakteri à reaksi inflamasi à lokalisasi infeksi
bakteri dgn membentuk kapsul yg mengelilingi area infeksi à pembentukan pus

ABSES PERIODONTAL

10
Abses gingiva

Merupakan lesi inflamasi akut yang terlokalisir yang disebabkan oleh plak, trauma,dan
impaksi benda asing

Gambaran klinis : kemerahan, smooth, kadangkala nyeri, seringkali terdapat pembengkakan


yang fluktuatif

ABSES PERIKORONAL

Merupakan hasil dari inflamasi pada operculum,biasan ya ditemukan pada daerah molar
ketiga

TABEL

11
3. Tatalaksana komprehensif, psikologis, farmakologi dan non farmakologi

Tatalaksana komprehensif

Promotif

- Anak berkebutuhan khusus biasanya sulit mendapat dental access.


- Perlu adanya pembangunan kesadaran kepada keluarga dan edukasi public
Preventif

- Home dental care : edukasi kesgimul, teknik menyikat gigi, posisi untuk membantu anak
menyikat gigi
- Diet & nutrition
- Fluoride exposure : pemberian fluoride topikal, larutan kumur sodium fluoride 0.05%
- Restorasi preventiv: pemberian pit & fissure sealant, Restorasi SSC untuk bruxism dan
interproximal decay
Kuratif

12
- Kontrol karies aktif dengan cara melakukan initial restorative treatment dibawah GA atau
dengan sedasi 1 atau 2 kali pertemuan
- Ekskavasi karies permukaan dan diisi dengan material glass ionomer atau ZOE
- Pencabutan sisa akar
- Perawatan abses dengan cara melakukan fase 1 perawatan yaitu mengecek kedalaman pocket
dan inflamasi gingiva
- Melakukan SRP
- Mengontrol kebiasaan self injuries dengan cara:
- Memberi arahan keluarga untuk konseling psikolog
- Menilai, mengevaluasi APGAR score
- Penggunaan appliance untuk proteksi gigi dan mukosa dari kebiasaan buruk.
Rehabilitatif

- Space maintainer
- Pemasangan removable partial denture

Pendekatan psikologis

- Melakukan komunikasi efektif dengan orang tua


- Melakukaan komunikasi efektif dengan pasien anak
- Menekankan prinsip segitiga KGA

Farmakologis

Pengelolaan tingkah laku anak dengan pendekatan farmakologis berupa penggunaan teknik sedasi
ataupun anastesi umum.

Sedasi

- Sedasi merupakan penanganan tingkah laku secara farmakologi.Sedasi dapat diberikan


melalui oral, intravena, intramuskular, dan inhalasi. Pasien yang diberikan sedasi,
kesadarannya masih ada dan refleksnya normal termasuk refleks batuk.
- Obat yang digunakan untuk menenangkan anak yang tidak merespon teknik pengelolaan
tingkah laku lain atau tidak dapat memahami prosedur gigi. Seringkali, obat ini diberikan
secara oral.

13
Syarat penggunaan sedasi:

- Operator harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai agen yang akan digunakan
- Penggunaan sedatif harus direncanakan dengan matang dan didokumentasikan jenis agen,
dosis, tanda vital pasien, efek samping
- Pasien harus dievaluasi dengan hati-hati dari waktu onset agen sampai pulih kembali untuk
memastikan bahwa tidak ada kondisi yang dapat mengubah respon yang diharapkan terhadap
agen sedatif yang dapat membahayakan pasien.
- Harus ada informed consent yang ditandatangani oleh orang tua/wali.
- Fasilitas klinik harus cukup nyaman dan lengkap untuk menangani kondisi gawat darurat
yang mungkin muncul.
General anesthesia

- General anesthesia digunakan sebagai suatu jalan terakhir dalam memberikan perawatan gigi
dan mulut. Hal ini dilakukan apabila anak memerlukan perawatan sesegera mungkin namun
memiliki trauma emosional pada perawatan dental. Biasanya juga dilakukan pada anak yang
sudah ada pembengkakan, cellulitis yang sudah parah, dan anak dalam keadaan sakit.

Non farmakologi

Teknik manajemen perilaku dengan pendekatan nonfarmakologik, antara lain:

1. Komunikasi
- Tanda keberhasilan dokter gigi mengelola pasien anak adalah kesanggupannya
berkomunikasi dengan anak dan memperoleh rasa percaya dari anak, sehingga anak
berperilaku kooperatif.
- Cara komunikasi dengan anak yang paling umum digunakan adalah cara verbal yaitu melalui
bahasa lisan. Banyak cara untuk memulai komunikasi verbal, misalnya untuk anak kecil
dapat ditanyakan tentang pakaian baru, kakak, adik, benda atau binatang kesayangannya.
- Berbicara pada anak harus disesuaikan dengan tingkat pemahamannya. Kadang diperlukan
second language terutama untuk anak kecil misalnya untuk melakukan anastesi pada gigi
sebelum pencabutan dapat digunakan istilah menidurkan gigi.
- Komunikasi nonverbal dapat dilakukan misalnya dengan melakukan kontak mata dengan
anak, menjabat tangan anak, tersenyum dengan penuh kehangatan, menggandeng tangan anak
sebelum mendudukkan ke kursi perawatan gigi, dan lain- lain.

14
2. Modelling
- Modelling merupakan prinsip psikolgis yaitu belajar dari pengamatan model
- Anak diajak mengamati anak lain sebayanya yang sedang dirawat giginya yang berperilaku
kooperatif, baik secara langsung atau melalui film dan video demonstrasi tentang perawatan
gigi. Pengamatan terhadap model yang diamati dapat memberikan pengaruh positif terhadap
perilaku anak. Teknik ini sangat memberikan efek pada anak-anak yang berumur 3-5 tahun
dan sangat baik digunakan pada saat kunjungan pertama anak ke dokter gigi.
3. Tell Show Do (TSD)
Addelston memperkenalkan konsep Tell Show Do (TSD) sebagai prosedur pengelolaan atau
manajemen perilaku untuk merawat gigi anak dan cara ini sangat sederhana dan cukup
efektif.
- Tell artinya mengatakan kepada anak dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh anak tersebut.
Tentang apa yang akan dilakukan. Dalam hal ini dijelaskan juga alat-alat yang mungkin akan
digunakan. Setiap kali anak akan menunjukkan hal yang positif diberikan penghargaan.
- Show artinya enunjukkan objek sesuai dengan yang diterangkan sebelumnya
tanpamenimbulkan rasa takut. Dalam hal ini dapat dipergunakan model gigi,menunjukkan
alat yang akan dipergunakan misalnya bur dan kalau perlu dipegangpasien.
- Do yaitu tahap akhir yang dilakukan jika tahap show telah dapat diterima oleh anak. Pada
tahap do anak diberikan perlakuan sesuai dengan apa yang telah diceritakan maupun
ditunjukkan.
4. Hand Over Mouth Exercise (HOME)
Hand Over Mouth Exercise(HOME) adalah suatu teknik manajemen perilaku digunakan pada
kasus yang selektif misalnya pada anak yang agresif dan histeris yang tidak dapat ditangani
secara langsung. Teknik ini juga sering digunakan bersama teknik sedasi inhalasi. Tujuannya
ialah untuk mendapatkan perhatian dari anak sehingga komunikasi dapat dijalin dan diperoleh
kerjasama dalam melakukan perawatan yang aman. Teknik ini hanya digunakan sebagai
upaya terakhir dan tidak boleh digunakan secara rutin.

5. Distraksi
Teknik distraksi adalah suatu proses pengalihan dari fokus atau perhatian pada nyeri ke
stimulus yang lain. Distraksi digunakan untuk memusatkan perhatian anak agar
menghiraukan rasa nyeri. Beberapa teknik distraksi yang dikenal dalam pendekatan pada
anak antara lain distraksi visual seperti melihat gambar di buku, bermain video games,
distraksi pendengaran dengan mendengarkan musik atau bercerita juga sangat efektif. Dokter

15
gigi yang berbicara selagi mengaplikan pasta topical ataupun anastesi local juga
menggunakan distraksi verbal.

6. Desentisasi
Secara tradisional digunakan untuk anak yang gelisah, takut, ataupun fobiapada perawatan
gigi. Prinsip ini dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh dokter gigi anak dengan semua
pasien, untuk meminimalkan kemungkinan bahwa pasien mungkin menimbulkan kecemasan.
Kecemasan anak ditangani dengan memberikan serangkaian pengalaman perawatan anak.

7. Pengaturan Suara (Voice Control)


Nada suara dapat juga digunakan untuk mengubah perilaku anak.Perubahan nada dan volume
suara dapat digunakan untuk mengkomunikasikan perasaan kepada anak.Perintah yang tiba-
tiba dan tegas dapat mengejutkan dan menarik perhatian anak dengan cepat. Dengan adanya
perhatian anak yang diperoleh melalui intonasi tersebut, dokter gigi dapat melanjutkan
komunikasinya atau untuk menghentikan apa yang sudah dilakukan oleh anak. Tujuannya
untukmengontrolperilaku mengganggu dan untuk mendapatkanperhatiananak. Teknik ini
dapat digunakan dengansemua pasien.

8. Reinforcement
Merupakan tindakan untuk menghargai prestasi yang telah dicapai, agar prestasi tersebut
diulang. Pada umumnya anak akan senang jika prestasi yang telahditunjukkan dihargai dan
diberi hadiah. Hal ini dapat meningkatkan keberaniananak dan dipertahankan untuk
perawatan dikemudian hari. Reinforcementmempunyai keuntungan karena dokter gigi secara
langsung dapat mengontrol pemberian hadiah yang akan diberikan dipraktek untuk
meningkatkan frekwensi tingkah laku yang diinginkan.

16
Daftar Pustaka

1. BrillWA.Theeffectofrestorativetreatmentonchildren’sbehavioratthefirstrecallvisitinaprivate

pediatric den-tal practice. J Clin Pediatr Dent 2002;26(4):389-94.

2.Kanan, Linda, Jennifer Finger and Amy E. Plog. 2008. Self-Injury and Youth: Best Practices

for School Intervention. Journal of Mental Health. 2: 67–79: Cherry Creek School District

Greenwood Village, Colorado.

3.Lucavechi T, Barberia E, Maroto M, Arenas M. Self-injurious behavior in a patient with

mental retardation: review of the literature and a case report. Quintessence Int. 2007;38:e393-8.

4.Compilato D, Corsello G, Campisi G. An unusual traumatic ulceration of the tongue. Journal

of paediatrics and child health. 2012;48:1104-5.

5 Heriandi S. Penanggulangan karies rampan serta keluhannya pada anak. Jurnal Kedokteran

Gigi Universitas Indonesia. 2000;9(1):5-8.

6 Tarigan R. Kesehatan Gigi dan Mulut (Edisi 2). Jakarta: EGC, 2005.

7. Suwelo IS. Karies Gigi Pada Anak Dengan Berbagai Faktor Etiologi. Kajian pada anak usia

prasekolah (Edisi 2). Jakarta.EGC. 2000.

17

Anda mungkin juga menyukai