Anda di halaman 1dari 128

TAFSIR AL-QUR’AN

Dr. Abd. Rozak A. Sastra, MA


TAFSIR AL-QUR’AN

Editor :
Dr. Abd. Rozak A .Sastra, MA

Desain Sampul :
Abu Zarin

Tata Letak :
Abu Zarin

ISBN: 978-602-6902-60-3

Penerbit
Cinta Buku Media

Redaksi:
Alamat : Jl. Musyawarah, Komplek Pratama A1 No.8
Kp. Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan
Hotline CBMedia 0858 1413 1928
e_mail: cintabuku_media@yahoo.com

Cetakan: Ke-1 Oktober 2016

All rights reserverd


Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR

P uji dan syukur, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Rabbul


‘Alamin, yang senantiasa memberikan bimbingan dan kekuatan kepada
kami, sehingga kami diberikan kesempatan dan kemampuan untuk
menyusun buku Tafsir Al-Qur’an.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi


Muhammad SAW, yang telah berhasil mengemban misi Allah, mengeluarkan
manusia dari kegelapan jahiliyah menuju keceriaan dan keselamatan. Beliau
juga telah berhasil mengentaskan manusia dari lembah kebodohan, kemiskinan
dan keterbelakangan, menjadi manusia yang merdeka, adil dan makmur.
Semoga kita tetap menjadi pengikutnya yang setia serta memperoleh
syafa’atnya kelak di hari kiamat. Amien.

Buku ini merupakan bunga rampai tentang Tafsir Al-Qur’an. Tentunya,


pembahasan mengenai tafsir dari ayat Al-Qur’an yang ada di buku ini telah
dikaji secara mendalam, walaupun tidak lepas dari kekurangan.

Harapan kami, meskipun buku ini jauh dari sempurna, namun tetap dapat
memberikan kemudahan dalam memahami tafsir dari beberapa ayat Al-Qur’an,
serta dapat mendorong para pembaca untuk lebih giat lagi dalam belajar dan
memahami isi kandungan Al-Qur’an.

Akhirnya, kami berserah diri kepada Allah, semoga buku ini tercatat sebagai
amal shaleh. Amien.

Ciputat, November 2015

iii
DAFTAR ISI

BAB 1
AYAT-AYAT AL-QUR’AN MENGENAI FUNGSI POKOK MANUSIA _ 1
1. Q. S. Thaaha ayat 110-111 _ 1
2. Q. S. Thaaha ayat 112 _ 2
3. Q. S. Al-Baqarah ayat 30 _ 3
4. Q. S.Al-Imron ayat 53 _ 6
5. Q. S. Ali Imran ayat 55 _ 8

BAB 2
ASAL KEJADIAN MANUSIA _ 12
1. Surat Al Mukminun ayat 13-14 _ 12
2. Al qiyamah ayat 37 _13
3. An Nahl ayat 70 _ 14
4. An-Nahl ayat 78 _ 15
5. Surat Al Fathir ayat 11 _ 16
6. Surat Ghafir ayat 67 _ 18
7. Surat Al Hajj ayat 5 _ 20

BAB 3
AYAT-AYAT AL-QUR’AN MENGENAI DIMENSIONAL MANUSIA _ 23
1. Surah Al Baqarah ayat 165 _ 23
2. Surah Al Insyiqaq ayat 6 _ 24
3. Surah Al Isra ayat 70 _ 25
4. Surah Al Hujurat ayat 13 _ 26
5. Surah Al Rum ayat 20 _ 28
6. Surah Al A’raf ayat 31 _ 30
7. Surah al Mukminun ayat 33-34 _ 33
8. Surah Al Imran ayat 47 _ 35

BAB 4
AYAT – AYAT TENTANG KEBAHAGIAAN MANUSIA _ 37
1. Q.S. Al-Mu’minun ayat 1-11 _ 37
2. Q.S Huud ayat 105 & 108 _ 43
3. Q.S Al-Ahzab ayat 71 _ 47
4. Qs. An-Nur ayat 48 – 52 _ 50

iv
BAB 5
MEMAHAMI DAN MENGHAYATI AYAT AL-QUR’AN MENGENAI
PENYAKIT JIWA _ 56
1. QS. Al- Hasyr ayat 18 _ 56
2. Q.S Al-Baqarah ayat 10 _ 58
3. Surat As-Syams ayat 7-10 _ 60
4. Al Qiyamah ayat 2 _ 63

BAB 6
AYAT - AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEBUTUHAN JIWA AKAN
AGAMA _ 65
1. QS. Ar Ra’ad ayat 2 _ 65
2. QS. Al An’am ayat 125 _ 67
3. Qs. Muhammad ayat 7 _ 69
4. Qs At-Thoha ayat 124-126 _ 73

BAB 7
AYAT - AYAT AL-QUR’AN MENGENAI KECENDERUNGAN FITRAH
MANUSIA _ 77
1. QS. Al-A’raf ayat 172 _ 77
2. QS. At-Tin ayat 4-6 _ 79
3. QS. At-Tin ayat 4 _ 81
4. Qs. Al-A’Raaf ayat 172 _ 88

BAB 8
MENGATASI SIFAT BURUK PADA MANUSIA _ 96
1. Surat Al-Ma’arij ayat 19-21 _ 96
2. QS Al-Ma’arij ayat 22-24 _ 102
3. Surah al Ma’arij ayat 25-27 _ 107
4. Surah al Ma’arij ayat 32-35 _ 113
5. Surah al Fajr ayat 27-30 _ 115

Daftar Pustaka _ 119

v
vi
BAB 1
AYAT-AYAT AL-QUR‟AN MENGENAI FUNGSI POKOK MANUSIA

1. Q. S. Thaaha ayat 110-111


 Ayat dan Arti

‫ْي أَيْ ِدي ِه ْم َوَما َخ ْل َف ُه ْم َوََل ُُِييطُو َن بِِوۦ ِع ْل ًما‬


َ ْ َ‫يَ ْعلَ ُم َما ب‬
‫اب َم ْن ََحَ َل ظُْل ًما‬ ِ ِ ِ
َ ‫َو َعنَت الْ ُو ُجوهُ ل ْل َح ّْى الْ َقيُّوم ۖ َوقَ ْد َخ‬
Artinya : “Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di
belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya (110). Dan
tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Maha Hidup
Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah
orang yang melakukan kezaliman (111).”

 Kosakata
Ilmu ‫ِعل ًْما‬

Rugi َ‫اب‬
َ ‫َخ‬
Hadapan Mereka َ‫أَيْ ِدي ِه ْم‬

Dan Tunduk ِ َ‫و َعن‬


َ‫ت‬ َ

 Kandungan Ayat
Pada ayat ini Allah menerangkan sebab-sebab mengapa suatu syafaat tidak
bermanfaat kalau tidak dengan izin dan keridaan-Nya. Sebab-sebab itu ialah karena
Allah mengetahui semua akal perbuatan manusia iman dan kafirnya, tak ada satupun
yang tersembunyi baginya. Dialah sebenarnya yang dapat menentukan apakah
seseorang berhak mendapat syafaat, karena iman dan amalnya selama hidup di dunia
dan Dia pulalah yang berhak dan dapat menetapkan bahwa seseorang tidak dapat
diberi syafaat karena kafirnya dosa-dosanya yang tidak dapat diampuni. Sedangkan

1
malaikat atau manusia yang walaupun telah diizinkan oleh-Nya untuk memberi
syafaat tidak mengetahui hal itu secara terperinci yang diketahui Allah SWT.
Di kala itu tunduklah semua muka merasa rendah diri di hadapan Allah Yang
Maha Kuasa dan Maha Perkasa Yang akan memberikan putusan terakhir mengenai
nasib mereka masing-masing sesuai dengan iman dan amal mereka, putusan dari Yang
Maha Adil yang tidak dapat dibantah dan disangkal dan harus dilaksanakan. Di kala
itu menyesallah orang-orang yang ingkar dan berdosa mengapa dia di dunia dahulu
mengikuti kemauan setan dan hawa nafsu, mementingkan duniawi tanpa
menghiraukan sedikitpun bahwa mereka akan menemui hari berhisab, menghina serta
memperolok-olokan seruan para Nabi dan Rasul untuk kebahagiaan mereka di dunia
dan akhirat.

2. Q. S. Thaaha ayat 112


 Ayat dan Arti
ِ ‫الصلِ ّٰح‬
ُ َ‫ت َوُى َو ُم ْؤِم ٌن فَ ََل ََي‬ ِ
‫ض ًما‬
ْ ‫اف ظُْل ًما َوََل َى‬ ّّٰ ‫َوَمن يَ ْع َم ْل م َن‬
Artinya: “Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan
beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan
tidak (pula) akan pengurangan hak.”

 Kosakata
Tidak Adil/Kedzhaliman ‫ظُ ْه ًًا‬
Pengurangan Hak ‫َْضْ ًًا‬

 Kandungan Ayat
Tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh sebagai persiapan
untuk menemui hari berhisab ini, merasa bahagia dan bersyukur serta terbayanglah
dalam pikiran mereka ganjaran yang akan dianugerahkan Allah kepada mereka sesuai
dengan janji-Nya, sesuai dengan keadilan dan rahmat-Nya. Mereka yakin dengan
sepenuhnya bahwa mereka tidak akan teraniaya, tidak akan dirugikan sedikitpun,

2
mereka akan dimasukkan ke dalam surga Jannatun Na'im yang di dalamnya tersedia
nikmat dan kesenangan yang tiada putus-putusnya.
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Allah SWT. berfirman, bahwa di hari kiamat tidak
akan berguna syafaat seorang pun melainkan syafaat orang yang diberi izin oleh Allah
dan diridhai kata-katanya.1 Dengan begitu sebagai khalifah dimuka bumi, manusia
diperintahkan untuk beriman dan mengerjakan amalan shaleh agar memiliki tabungan
di yaumul hisab, yang nantinya sebagai penolong untuk masuk ke surga.
Dan bahwasanya bagi manusia yang berbuat zalim akan merugi, Allah menyebut
bahwa barangsiapa melakukan amal-amal saleh padahal ia adalah seorang mukmin,
maka orang yang demikian itu tidak perlu khawatir mendapat perlakuan tidak adil
dihadapan Allah atau haknya dan pahalanya akan dikurangi sedikit pun.2

3. Q. S. Al-Baqarah ayat 30
 Ayat dan Arti

‫ََت َع ُل فِ َيها َمن يُ ْف ِس ُد فِ َيها‬ ِ ِ ‫اعل ِف ْاْلَر‬


َْ ‫ض َخلي َف ًة ۖ قَالُوا أ‬ ْ
ِ ِ ِ ِ ّٰ ِ َ ُّ‫ال رب‬
ٌ ‫ك ل ْل َملئ َكة إ ِّْن َج‬
ِ
َ َ َ‫َوإ ْذ ق‬
‫ال إِ ِّْن أ َْعلَ ُم َما ََل تَ ْعلَ ُمو َن‬
َ َ‫ك ۖ ق‬ ِ ِ ِ
َ َ‫ّْس ل‬
ُ ‫ّْماءَ َوََْن ُن نُ َسبّْ ُح ِبَ ْمد َك َونُ َقد‬
َ ‫ك الد‬
ُ ‫َويَ ْسف‬
Artinya:“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

1
Terjemahan singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid V hlm. 275-276
2
Tafsir Ibnu Katsir
3
 Kosakata

 Kandungan Ayat
Dijelaskan didalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 30 yang menjelaskan
tentang penciptaan manusia sebagai Khalifah di bumi. Ayat ini menjelaskan
bahwasannya manusia yang diciptakan di bumi ini adalah sebagai pemimpin atau
Khalifah , baik untuk dirinya sendiri ataupun masyarakat . setiap manusia di haruskan
untuk berperangai dan berprilaku baik sebagai contoh seorang pemimpin kepada
rakyatnya. Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling sempurna yang
diberikan kelebihan berupa akal, pikiran, dan akhlak. Pada dasarnya, manusia adalah
makhluk sosial yaitu makhluk yang membutuhkan orang lain. Manusia juga harus
mengimbangi ibadah vertikal dengan ibadah horizontal. Dalam ibadah horizontal atau
ibadah sosial Allah memberikan banyak peringatan kepada manusia untuk membantu
sesama. Contohnya untuk tidak menghardik anak yatim, berbuat baik kepada orang
tua, untuk mencari rizki yang halal, dan sebagainya. Dalam Qs. Al-Baqarah ayat 30
ini, Allah SWT memberitahukan kepada para malaikat tentang rencananya untuk
menciptakan manusia yang kedudukanya sebagai khalifah di muka bumi. Para
4
malaikat belum mengetahui secara pasti, apa yang akan diperbuat manusia setelah
rencana Allah SWT terwujud. Para malaikat merasa khawatir. Bahwa umat manusia
atau keturunan Adam nantinya akan berbuat kerusakan di muka bumi dan bunuh
mem-bunuh antar sesama. Padahal para malaikat merupakan mahluk yang senantiasa
bertasbih, mensucikan Allah, mentaati perintah-Nya dan tidak mendurhakai-Nya.
Karena itu, mereka ,mengajukan pertanyaan kepada Allah SWT sebagaimana
tercantum dalam ayat tersebut. Ketidaktahuan para malaikat dan kekhawatiran para
malaikat menjadi hilang setelah mendapat penjelasan dari Allah, bahwa Allah lebih
mengetahui dari apa yang telah diketahui para malaikat. Asbabun nuzul atau sebab
turunnya ayat ini adalah dalam ayat ini alquran menceritakan kepada kita tentang
penciptaan adam atau manusia sekaligus untuk memberitahukan bahwa dia adalah
makhluk pertama yang akan muncul di muka bumi untuk menjadi khalifah.
Ayat di atas bertujuan juga untuk memerintahkan Nabi Muhammad untuk
mengingat apa yang pernah disampaikan Allah kepada para Malaikat-Nya.3 Hal ini
sekaligus sebuah isyarat bagi Nabi Muhammad untuk menyampaikan dan
mengingatkan kembali umatnya tentang tugas yang pernah dibebankan kepada
manusia pada awal penciptaannya yakni untuk menjadi seorang khalifah di muka
bumi. Nabi Muhammad dan umatnya disuruh untuk mengingat suatu peristiwa
ketika Allah berfirman kepada para malaikat terkait rencananya menciptakan dan
mengangkat seorang khalifah di muka bumi. Khalifah itu, dimaksudkan untuk
menggantikan peran Allah dalam melaksanakan hukum-hukum-Nya. Khalifah itu
adalah Nabi Adam dan juga kaum-kaum sesudahnya yang sebagian menggantikan
lainnya di kurun waktu dan generasi yang berbeda.4

3
Abdurrahman al-Tsa’alabi. 1996. Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah:
Beirut, Lebanon, Jilid 1, hlm. 58
4
Al-Sayyid Sabiq. 1992. Al-‘Aqa’id al-Islamiyyah. Dar al-Fikr: Beirut, Lebanon, hlm. 111-129
5
4. Q. S.Al-Imron ayat 53
 Ayat dan Arti

‫ين‬ ِ ِ ّٰ ‫ول فَا ْكتب نا مع‬ ِ


َ ‫الشهد‬ّ َ َ َ ُْ َ ‫الر ُس‬ َّ ‫ت َواتَّبَ ْعنَا‬
َ ْ‫َنزل‬
َ ‫َربَّنَا ءَ َامنَّا ِبَا أ‬
Artinya: “Ya Tuhan kami ! Kami telah percaya kepada apa yang telah Engkau
turunkan, dan kamipun telah mengikut Rasul itu, sebab itu tuliskanlah kiranya kami
bersama-sama orang-orang yang telah menyaksikan”.

 Kata Kunci
Percaya ‫آ َيَُّا‬
Turunkan َ‫َْ َص ْند‬
Mengikut ‫اذَّثَ ْعَُا‬
Menyaksikan ٍَٚ‫ان َّشا ِْ ِد‬

 Kandungan Ayat
Pengakuan kesetiaan mereka itu mereka kuatkan lagi : “Ya Tuhan kami! Kami
telah percaya kepada apa yang Engkau turunkan.” (pangkal ayat 53) (Prof.Dr.Hamka,
1983)Kami telah percaya kepada wahyu-wahyu itu ataupun mu‟jizat-mu‟jizat itu.
Satupun tidak ada yang kami bantah atau mungkiri lagi, “Dan kamipun telah
mengikut Rasul itu.” Yaitu Isa Almasih. Segala jejak-langkahnya telah kami ikuti,
perintah Engkau yang disampaikannya telah telah kami junjung tinggi : “sebab itu
tuliskanlah kiranya kami bersama-sama orang yang telah menyaksikan.” (ujung ayat
53). Masukkanlah kami dalam daftar orang-orang yang setia kepada Engkau, ya Ilahi.
Karena segenap kehidupan kami ini telah kami sediakan buat Engkau, untuk
menegakkan jalan Engkau.
Demikianlah tiap-tiap Nabi mempunyai pembela, disamping orang-orang yang
menolak dan menentang dia. Sebagai pada Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
Muhajirin dan Anshar, bahkan ada yang bergelah Hawari pula, yaitu Zubair bin
Awwam , termasuk dalam sepuluh sahabat yang istimewa, dan nabi Isa Almasih
mempunyai Hawari tersebut. Nabi Isa Almasih tidak sanggup menyusun kekuatan

6
bersenjata seperti Nabi Muhammad SAW karena beliau menghadapi dua kekuatan,
pertama pemerintahan yang dipegang oleh bangsa Romawi yang kuat dimasa itu,
kedua kaumnya sendiri Bani Israil, yang kadang-kadang lebih suka mengambil-
ngambil muka kepada penguasa bangsa Romawi itu daripada menerima seruan Isa.
Disaat yang begitulah amat penting pengikut setia yang sudi mengorbankan segala-
galanya, walau jiwa sekalipun.5
Lalu mengenai asbabun nuzul dari ayat ini, menurut pendapat yang benar, al-
hawariy adalah penolong. Sebagaimana ditegaskan dalam Shahih al-Bukhori dan
Shahih Muslim, bahwa Rasullah SAW. mengajak orang-orang pada peristiwa ahzab,
maka tampillah az-Zubair, lalu ketika beliau menganjurkan mereka lagi, maka
tampillah az-Zubair. Kemudian Nabi bersabda: “Setiap Nabi mempunyai mempunyai
penolong (hawariy), sedangkan penolongku adalah az-Zubair.”
Selanjutnya Allah SWT. Memberitahu mengenai sekelompok pemuka Bani Israil
yang bermaksud menyerang „Isa AS, berbuat jahat dan menyalibnya, ketika mereka
telah bersekongkol terhadapnya, kemudian melaporkannya kepada raja yang saat itu
berkuasa, dan dia adalah seorang raja yang kafir, bahwasannya ada seseorang yang
menyesatkan rakyat, melarang mereka mentaati sang raja, merusak rakyat,
memutuskan hubungan antara orang tua dengan anaknya, dan lainnya dari yang
mereka tuduhkan dan lontarkan seperti tuduhan dusta dan anak haram, sehingga
mereka berhasil memancing amarah sang raja. Raja itupun mengirim pasukannya
untuk mencari dan menangkap Isa untuk selanjutnya di salib dan disiksa.
Ketika pasukan tersebut mengepung rumahnya, dan mereka mengira telah
berhasil menangkapnya, ternyata Allah menyelamatkannya dari kepungan mereka.
Allah mengangkatnya dari lubang dinding rumah itu ke langit, dan kemudian Dia
menjadikan salah seorang yang berada dirumah itu serupa dengannya. Ketika pasukan
itu memasuki rumahnya pada kegelapan malam, mereka meyakini bahwa ia adalah Isa,
lalu mereka menangkap, menyiksa dan menyalibnya serta menaruh duri pada
kepalanya. Hal itu merupakan suatu bentuk tipu daya dari Allah terhadap mereka.
Karena sesungguhnya, Dia telah menyelamatkan nabi-Nya dan mengangkatnya dari
5
Hamka, Tafsir Al-Azhar , juzzu lll, 178, cet.1996
7
hadapan mereka, meninggalkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan, namun
mereka yakin telah berhasil dalam misi pencariannya itu. Dan Allah menanamkan
dalam hati mereka itu pembangkangan dan kekerasan terhadap kebenaran sebagai
konsekuensi bagi mereka, serta menimpakan kehinaan kepada mereka, yang tidak
pernah lepas dari mereka hingga hari kiamat kelak.

5. Q. S. Ali Imran ayat 55


 Ayat dan Arti
ِ َّ ِ ِ َّ ِ ََّ ِ‫ك إ‬ ِ ِ َّ َ َ‫إِ ْذ ق‬
‫ين‬
َ ‫ين َك َف ُروا َو َجاع ُل الذ‬َ ‫ل َوُمطَ ّْه ُرَك م َن الذ‬ َ ُ‫يك َوَرافع‬َ ّْ‫يس ّٰى إِ ِّْن ُمتَ َوف‬
َ ‫ال اللوُ ّٰيع‬
‫يما ُكنتُ ْم فِ ِيو ََتْتَلِ ُفو َن‬ ِ ِ ََّ ِ‫وك فَو َق الَّ ِذين َك َفروا إِ َ ّٰل ي وِم الْ ِقّٰيم ِة ۖ ُثَّ إ‬
َ ‫َح ُك ُم بَْي نَ ُك ْم ف‬
ْ ‫ل َم ْرجعُ ُك ْم فَأ‬ َ َْ ُ َ ْ َ ُ‫اتَّبَ ع‬
Artinya:“(Ingatlah), ketika Allah berfirman, “Wahai Isa! Aku mematikanmu dan
mengangkat ruh mu di sisi-Ku, serta membersihkanmu dari tuduhan orang-orang
kafir. Dan pengikut-pengikutmu akan aku jadikan lebih mulia daripada orang-orang
kafir sampai hari kiamat. Kemudia kepada-Ku lah tempat kembalimu. Nanti akan aku
beri keputusan kepadamu tentang persoalan-persoalan yang kamu perselisihkan itu”.

 Kata Kunci
Mematikan/Mewafatkan َّ‫ُمتَ َُف‬
Mensucikan/Menjaga/Memuliakan ‫ُمطَ ٍِّس‬
Para pengikut (jamak) ُ‫اتبَ ُع‬

 Kandungan Ayat
Kitab satu:
Ayat ini secara gamblang mematikan Isa secara wajar. Kata “Tawaffa” yang
menjadi pokok kata “Mutawaffiika” pada ayat ini, banyak sekali ditemukan dalam al-
qur‟an semuanya bermakna mati secara wajar bukan mati dibunuh atau disalib begitu
juga kata “Tawaffaitani” pada surat al-maidah ayat 117 yang masih erat hubungannya
dengan Isa juga diartikan dengan: mati yang dapat dikenal dan dipahami oleh mereka
yang mengerti bahasa arab. Oleh karena itu kalau didalam ayat tersebut tidak
ditemukan kata-kata yang dapat mengubah arti kata “Tawaffa” dengan pengertian
yang biasa, maka dalam soal berakhirnya Isa dengan kaumnya, tidak dapat kita artikan
8
Isa bahwa masih hidup atau tidak mati. Tidak ada jalan untuk mencari pengertian
bahwa Isa terjadi setelah ia kembali turun ke dunia seperti yang dipercayai oleh
sementara orang, bahwa Isa masih tetap hidup di langit dan akan turun kelak di akhir
zaman, sebab demikian jelasnya ayat itu menerangkan bahwa Isa hanya dengan
kaumnya saja dan bukan dengan kaum yang hidup di akhir zaman, yaitu umat
Muhammad. Kata “Raafi‟uka” sebelum kata “Mutawaffiika” berasal dari kata
“Rafa‟a” yang berarti mengangkat dalam soal ruh, derajat kemulian kemashuran dan
sebagainya bukan pengangkatan jasmani ke langit. Kalau kata “Raafii‟uka” itu dan
kata-kata lainnya yang berasal dari “Rafa‟a” diartikan dengan pengangkatan jasmani
ke langit, maka kita akan menemukan banyak sekali kesalahan dan kekeliruan.
Misalnya firman Allah pada surat al-mujadilah ayat 11, antara lain: “Yarfa-„ill lahul
ladzina aamanuu (Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman). Kalau kata
yarfa‟u yang berasal dari kata rafa‟a pada kalimat biasa diartikan dengan pengangkatan
jasmani ke langit, berarti bukan jasmani Isa saja yang diangkat ke langit, tapi semua
jasmani orang-orang mukmin yang kian hari jumlahnya bertambah, diangkat juga ke
langit sebagaimana halnya jasmani Isa. Adapun derajat., pangkat, kemuliaan,
kemashuran dan sebagainya erat hubungannya dengan manusianya. Sedangkan yang
dinamakan manusia itu pada hakikatnya adalah ruhnya sendiri. Dan ruh itulah yang
akan kekal dan ruh itulah yang akan menemui Tuhan. Adapun, jasad tak ubahnya
dengan pakaian yang dipinjam yang dapat bertambah atau berkurang atau hancur
sama sekali. Adapun hadis yang menerangkan Isa akn turun diakhir zaman, adalah
hadis Ahad yakni hadis yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang saja. Hadis Ahad
tidak dapat dipergunakan dalam masalah akidah hanya dapat dipertanggung jawabkan
dengan dalil qot‟iyah (Al-Qur‟an dan hadis mutawwatir). Kedua dalil itu tidak
ditemukan disini.6
Kitab dua:
Hai Isa sesungguhnya aku mewafatkan engkau dan aku mengangkat engkau
kepada Ku dan mensucikan engkau (menyelamatkan engkau dari kejahatan) orang-
orang kafir. Dan aku menjadikan segala mereka yang mengikuti engkau berada diatas
6
Bachtiar Surin, Adz-Dzikraa, Angkasa Bandung, 1991, hlm. 226-227
9
lebih tinggi daripada orang yahudi yang mengingkari engkau hingga hari kiamat.
Kemudia kepada Aku lah tempat kembalimu, lalu aku hukumkan diantara kamu
tentang urusan-urusan yang kamu perselisihkan yakni aku (Allah) menyempurnakan
waktu kediaman engkau diantara kaum engkau atau mematikan engkau diwaktu ajal
engkau telah tiba.7
Kitab tiga:
Allah membalas tipu daya orang kafir dengan mengangkat Isa a.s. kepada-Nya.
Dalam hal ini terdapat berita gembira untuk nabi, tentang datangnya bantuan Allah
untuk menyelamatkan dirinya dari tipu daya orang-orang kafir sehingga mereka dalam
usahanya melaksanakan tipu daya itu tidak akan berhasil.
Allah akan mengangkat nabi Isa kepada-Nya dan akan mewafatkannya pada saat
ajalnya tiba, sesudah turun dari langit pada waktu yang ditentukan sesuai dengan
sabda nabi Muhammad saw, yang artinya adalah:
“Demi (Allah), yang jiwaku ditangan-Nya Isa putra Maryam akan turun diantaramu
sebagai hakim yang adil, kemudian ia akan memecah salib, membunuh babi,
menghentikan peperangan, dan membagi-bagikan harta, sehingga tak seorang pun
yang akan menerimanya (karena tidak membutuhkan lagi) dan merasa bahwa
sujudnya (ibadahnya) lebih utama dari dunia dan semua isinya,” (Riwayat al-Bukhari
dari Abu Hurairah).
“Allah membersihkan Isa a.s. dari orang-orang kafir”, dengan menyelamatkannya
dari kejahatan, cercaan serta nistaan dan tuduhan, yang akan mereka lakukan, dan
akan menjadikan pengikut-pengikutnya yang beriman itu percaya bahwa dia adalah
hamba Allah dan utusan-Nya, percaya akan kata-kata Isa bahwa beliau diutus untuk
memberi kabar gembira (as-Saff/61:6) tentang kedatangan seorang utusan Allah,
yang akan dating sesudahnya, yang bernama Ahmad (Nabi Muhammad) (as-
Saff/61:6). Allah akan mengangkat mereka yang percaya itu kepada derajat yang
tinggi, tidak seperti orang-orang yahudi yang menipu dan mendustakan Nabi Isa,
yang direndahkan martabatnya oleh Allah. Ketinggian derajat itu ada katanya di
bidang keimanan yang bersifat rohaniah, dan dalam bidang akhlak dan kesempurnaan
7
Prof. Tm. Ash Shiddieq, Tafsir al-Bayaan, Alma’arif Bandung, Yogyakarta, 1966, hlm. 297-298
10
sopan santun serta dekatnya mereka pada yang hak dan jauhnya dari yang batil. Ada
kalanya kelebihan yang bersifat duniawi yang mereka akan memegang tampuk
pimpinan di dunia.
Kemudian semua manusia akan dikembalikan kepada Allah yaitu pada hari
kebangkitan, dan Allah akan memutuskan perkara yang mereka perselisihkan dalam
urusan agama yang termasuk di dalamnya perselisihan-perselisihan yang terjadi di
antara pengikut-pengikut Isa a.s. dan orang-orang yang tidak percaya kepadanya.8

8
Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan), Departemen Agama RI, Jakarta, 2004,
hlm.484-485
11
BAB 2
ASAL KEJADIAN MANUSIA

1. Surat Al Mukminun 13-14


 Ayat Q.S: Al-Mukminun:13-14

‫ضغَ َة ِعظَ ًاما‬ ٍ ‫ُثَّ َج َع ْلنَاهُ نُطْ َف ًة ِِف قَرا ٍر َم ِك‬


ْ ‫ ُثَّ َخلَ ْقنَا النُّطْ َف َة َعلَ َقةً فَ َخلَ ْقنَا الْ َعلَ َق َة ُم‬،‫ْي‬
ْ ‫ضغَ ًة فَ َخلَ ْقنَا الْ ُم‬ َ
ِ ِ َّ ِ
‫ْي‬
َ ‫اْلَالق‬
ْ ‫َح َس ُن‬ ْ ‫آخَر ۖ فَتَبَ َارَك اللوُ أ‬ َ ‫ ََلْ ًما ُثَّ أَنْ َشأْنَاهُ َخ ْل ًقا‬،‫فَ َك َس ْونَا الْعظَ َام‬

 Terjemahan Q.S: Al-Mukminun:13-14:


“kemudian Kami Menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim)”. (ayat 13) “kemudian, air mani itu Kami Jadikan sesuatu yang melekat,
lalu sesuatu yang melekat itu Kami Jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami Jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu kamu bungkus dengan segumpal
daging. Kemudian, Kami Menjadikan makhluk yang (berbentuk) lain. Maha suci Allah,
Pencipta yang paling baik”. (ayat 14)

 Kata Kunci

tempat yang kokoh (rahim)”. ٍ ‫قَ َس‬


ٍٍ ٛ‫از َي ِك‬

Kemudian, Kami Menjadikan makhluk yang


‫ثُ َّى أَ َْشَأََْاُِ خَ ْهقًا آ َخس‬
(berbentuk) lain

 Pembahasan
Allah SWT berfirman menceritakan bagaimana manusia itu diciptakan yang
berasal dari saripati tanah,ialah Adam,kemudian keturunannya diciptakan dari air
mani yang tersimpan dalam tempat yang kokoh , ialah rahim ibunya, yang memang
tersedia untuk itu dan setelah melewati suatu masa tertentu dijadikanlah air mani itu
segumpal darah ,kemudian segumpal darah itu menjadi segumpal daging dan dari
segumpal daging itu terciptalah tulang belulang yang berbentuk kepala, tangan dan
kaki ,kemudian dibungkusnya tulang-tulang itu dengan daging ,otot-otot dan urat –
urat , maka terciptalah suatu makhluk yang berbentuk lain dan kepadanya lah
12
ditiupkan ruh , diberinya sarana pendengaran ,pengelihatan, mencium , bersuara ,
berfikir dan bergerak , sehingga lengkaplah ia menjadi manusia yang utuh sempurna
sebagai makhluk Allah yang pilihan dan termulia.

2. Al-Qiyamah ayat 37
a. Ayat al-Qiyamah ayat 37
ِ
ٍّ ِ ‫ك نُطْ َفةً م ْن َم‬
‫ِن ُيَُْ ّٰن‬ ُ َ‫أَ ََلْ ي‬
b. Terjemahan
“Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan ( ke dalam
rahim)”

c. Kata Kunci

ditumpahkan ( ke dalam rahim)” ًَُْٗ ُٚ

d. Pembahasan
Pada ayat ini terdapat kata kunci “yumna” yang dapat pula diartikan
“dialirkan dan dipercikan kedalam rahim”. Jadi, ayat ini menjelaskan bahwa proses
penciptaan manusia berawal dari air mani yang dialirkan, ditumpahakan, atau
dipercikan kedalam rahim.
Kemudian pada penjelasan lain bahwa “bukankah orang yang mengingkari
kekuasaan Allah untuk menghidupkannya sesudah ia mati dan mengadakannya
sesudah ia tidak ada ini pada mulanya adalah setetes air mani yang terdapat dalam
sulbi ayahnya”.9

9
Quraisy, shihab. Al-Lubab.
13
3. An Nahl ayat 70
a. Ayat An Nahl 70

‫ إِ َّن‬،‫َواللَّوُ َخلَ َق ُك ْم ُثَّ يَتَ َوفَّا ُك ْم َوِمْن ُك ْم َم ْن يَُرُّد إِ َل أ َْرذَ ِل الْ ُع ُم ِر لِ َك ْي ََل يَ ْعلَ َم بَ ْع َد ِع ْل ٍم َشْيئًا‬
.‫ير‬ ِ ِ‫اللَّو عل‬
ٌ ‫يم قَد‬ٌ ََ
b. Terjemahan
“Dan Allah telah menciptakan kamu, kemudian mewafatkamu, diantara
kamu ada yang dikembalikan kepada usia yang tua renta ( pikun), sehingga dia tidak
mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahui. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Maha Kuasa”.

c. Kosakata
Lafadz Arti

‫خَ هَقَ ُك ْى‬ Menciptakan kamu

‫ْان ُع ًُس‬ Usia

d. Pembahasan
Allah swt. menjelaskan bahwa dialah yang menciptakan manusia dan
menentukan usianya. Diantara manusia ada yang meninggal pada waktu masih
berada dalam kandungan, ada yang meninggal pada waktu lahir, ada yang meninggal
pada waktu kecil, ada yang meninggal pada waktu kejayaan, dan ada pula yang
meninggal setelah mencapai usia yang sangat lanjut, setelah lemah dan pikun.
Kebanyakan orang menginginkan umur yang panjang, tetapi tetap sehat, dan tidak
ingin menjadi pikun. Dalam hadits Nabi SAW disebutkan:
Bahwa Rasulullah saw, mengatakan di dalam doanya, ”aku berlindung kepada-Mu
ya Allah dari kebakhilan, kemalasan, tuarenta (pikun), siksakubur, fitnah (cobaan)
Dajjal dan fitnah di waktu hidup dan di waktu mati.”(Riwayat al-Bukhari dan Anas
bin Malik).

14
4. An-Nahl ayat 78
a. Ayat An nahl 78

‫ص َار‬ َّ ‫ون أ َُّم َهاتِ ُك ْم ََل تَ ْعلَ ُمو َن َشْيئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم‬


َ ْ‫الس ْم َع َو ْاْلَب‬
ِ ُ‫واللَّو أَخرج ُكم ِمن بط‬
ُ ْ ْ َ َْ ُ َ
‫َو ْاْلَفْئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن‬
b. Terjemahan
“Dan Allah Mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati
nurani, agar kamu bersyukur”.

c. Pembahasan
Maksud Ayat ini adalah, Allah mengajari kalian apaynag sebelumnya tidak
kalian ketahui, yaitu sesudah Allah mengeluarkan dari perut ibu kalian
tanpamengetahui dan memahami sesuatu apa pun. Dia telah memberikan kepadamu
beberapa anugrah berikut ini:
 Akal: alat untuk memehami sesuatu
 Pendengaran: sebagai alat untuk mendengar suara
 Penglihatan: sebagai alat untuk melihat segala sesuatu
 Hati nurani: agar kamu dapat pula mana yang terbaik bagi kamu dan
meninggalkan yang jelek
Dalam surat An Nahl ini Allah menerangkan bermacam-macam nikmat –
Nya, disamping itu Allah menerangkan bahwa kebanyakan manusia tidak
mensyukuri nikmat itu.10. Semua yang dianugerahkan oleh Allah kepadamu tiada
maksud lainkecuali supaya kamu bersyukur, artinya kamu gunakan semua anugerah
Allah tersebut semata-mata untuk mencapai tujuan hidup yang sebenarnya dan
keridhaann-Nya.

10
Departemen Agama R.I, 1979, Al-Quran dan Terjemahnnya, Proyek Penggandaan Kitab Suci Al-
Quran, hlm 422
15
Lafadz ٌَُٔ‫“ نَ َعهَّ ُك ْى ذَ ْش ُكس‬agar kamu bersyukur”, maksudnya adalah kami
berbuat demikian pada kalian, maka bersyukurlah kalian kepada Allah Atas hal-hal
yang dikaruniakan-Nya kepada kalian.11
Dalam hal ini manusia dilarang bersikap sombong karena ilmunya, sebab
dalam kandungan ayat ini Allah menerangkan pada waktu dilahirkan manusia tidak
mempunyai ilmu sedikitpun, dan ilmu yang dimiliki sekarang tidak seberapa
dibandingkan ilmu yang dimiliki Allah swt.

5. Surat Al Fathir 11
a. Ayat fathir 11

‫ض ُع إَِل‬ ِ ِ ٍ ِ ٍ ِ
ً ‫َواللَّوُ َخلَ َق ُك ْم م ْن تَُراب ُثَّ م ْن نُطْ َفة ُثَّ َج َعلَ ُك ْم أ َْزَو‬
َ َ‫اجا َوَما ََْتم ُل م ْن أُنْثَى َوَل ت‬
ِ ِ ِ ٍ َ‫بِعِْل ِم ِو وما ي ع َّمر ِمن مع َّم ٍر وَل ي ْن َقص ِمن ُعم ِرهِ إَِل ِِف كِت‬
ٌ‫ك َعلَى اللَّو يَسري‬ َ ‫اب إِ َّن َذل‬ ُ ْ ُ ُ َ َ ُ ْ ُ َُ َ َ

b. Terjemahan Ayat QS.:fathir :11


“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani,
kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada
seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan
sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula
dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh Mahfuzh).
Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah”.

c. Kata kunci QS.:fathir :11


kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan
‫ثُ َّى َج َعهَ ُك ْى أَ ْش َٔا ًجا‬
(laki-laki dan perempuan).
Tidak ada seorang perempuan pun yang
mengandung dan melahirkan, melainkan َ ‫َٔ َيا ذَحْ ًِ ُم ِي ٍْ أُ َْثَٗ َٔال ذ‬
ِّ ًِ ‫َض ُع إِال تِ ِع ْه‬
dengan sepengetahuan-Nya

11
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, 2009, Tafsir Ath-Thabari, jakarta:Pustaka Azzam,
hlm 248-249
16
d. Pembahasan
“Dan Allah telah menciptkan kamu dari tanah, kemudian itu dari nuthfah”
sudah banyak diterangkan di surat-surat yang lain tentang asal kejadian manusia. Di
sini pada pangkal ayat diterangkan asal kejadian manusia dari tanah, kemudian itu
dari nuthfah. Ini boleh ditafsirkan atas 2 macam tafsiran. Pertama bahwa asal manusia
yang pertama yaitu nenek moyang manusia, tegasnya Nabi Adam langsung diciptakan
Tuhan dari Tanah. Tetapi kemudian anak dari Adam sendiri dan manusia keturunan
Adam seluruhnya terjadi dari nuthfah yaitu mani ayah dan mani ibu yang telah
bergabung dalam rahim jadi satu.
Boleh juga ditafisirkan bahwa asal masing-masing kita ini memang dari tanah.
Karena makanan yang menyuburkan gizi manusia adalah berasal dari tanah. Buah
buahan, beras, gandum, sayur-sayuran yang jadi makanan tiap-tiap hari adalah dari
tanah belaka. Makanan menyehatkan darah. Darah menumbulkan mani dari
pertemuan dua mani manusia tercipta. Kemudian Dia dijadikan kamu berpasang
pasangan. Sejak dari dalam kandungan telah ditentukan mana yang laki-laki dan mana
yang perempuan.
Dengan kekuasaan Allah kelanjutan turunan ditentukan dengan pertemuan
yagn berpasangan yang disebut positif dan negative. Pembentukan tubuh sama tetapi
Allah takdirkan bagwa yang dijadikan pihak laki-laki alat kelaminnya tertonjol keluar
dan panjang dan alat kelamin peremuan diberi berlobang untuk pertemuan mereak
dan mengumpulkan air mani mereka seraya ditimbulkan pula syahwat keinginan
bertemu untuk bersetubuh, sehingga dengan pesetubuhan itu berpadulah kedua mani
dan lahirlah manusia baru.
Dari anas bin malik (moga moga ridha Allah terlimpah satasnya) dari nabi Saw.
berkata dia : “sesungguhnya Allah telah mewakilkan kepada seorang malaikat guna
menjaga rahim (peranakan) Malaikat itu berkata : ya Tuhan! Nuthfah! Ya Tuhan!
Alaqah! Ya Tuhan Mughdah!. Maka apabila Allah menghendakai menyempurnakan
kejadiannya, berkatalah malaikat itu: ya Tuhan! Akan jadi orang yang celakankah dia
atau orang yang berbahagia ? laki-lakikah atu perempuan? Bagaimana rezekinya?

17
Bagaimana ajalnya? Maka dituliskan yang demikian itu masa dia masih dalam perut
ibunya”. (riwayat Bukhari, Muslim, dan Imam Akhmad)
Dari hadits yang dirawikan oleh bukhari dan muslim dan al-imam ahamad ini
jelaslah bahwa tidak ada seorang manusia pun yang lepas dari penjagaan Tuhan
sampai bagi tiap-tiap anak dalam kandungan sudah sedia malaikat yang menjaga
pertumbuhan nya, sejak air segumpal darah, sampai darah segumpal („alaqah), dan
sampai daging (mudgah) dan pertumbuhan selanjutnya akan jadi atau akan gugur
dalam kandungan sudah dalam ilmu dan ketentuan Tuhan. Bahkan celaka atau
bahagianya, rezeki atau ajalnya, semua sudah teterntu. Hanya ktita manusia yang tidak
tahu.

6. Surat Ghafir 67
a. Ayat QS:Ghafir:67
ِ ٍ ‫ُىو الَّ ِذي َخلَ َق ُكم ِمن تُر‬
ُ ‫اب ُثَّ ِم ْن نُطْ َف ٍة ُثَّ ِم ْن َعلَ َق ٍة ُثَّ َُيْ ِر ُج ُك ْم ِط ْفَل ُثَّ لتَْب لُغُوا أ‬
َّ‫َش َّد ُك ْم ُث‬ َ ْ ْ َ
ِ
‫َجَل ُم َس ِّمى َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقلُو َن‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫وخا َومْن ُك ْم َم ْن يُتَ َو َّف م ْن قَ ْب ُل َولتَْب لُغُوا أ‬
ً ُ‫لتَ ُكونُوا ُشي‬

b. Terjemahan Ayat QS: Ghafir: 67


“Dia-lah yang Menciptakan dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu
dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian
dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi diantara kamu ada yang
dimatikan sebelum itu. (kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun
waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti”.

c. Kata Kunci Memahami Surat Ghafir Ayat 67

Tanah ٍ ‫ذُ َسا‬


‫ب‬

Nuthfah ْ َُ
‫طفَ ٍح‬

Segumpal darah ‫َعهَقَ ٍح‬

18
d. Pembahasan
Yaitu bahwa tubuh jasmani ini, badan kasar ini seluruhnya diambil bahannya
dari tanah. Tidak ada dari bahan lain. Tidak ada anasir yang diambil dari binatang
lain atau satelit lain. Dia masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanannya dan
minumannya. Makanan terdiri dari sayur atau buah buahan atau kacang kacangan.
Semuanya dari tanah atau dari daging binatang ternak, itupun dibesarkan oleh rumput
yang dimakannya dari tanah. Atau dari daging ikan yang menghisap air di tempat ikan
itu berenang. Zat-zat makanan itu memperkaya darah manusia. Darah itulah yang
mengandung mania atau sperma atau khama.
Mani atau khama itu keluar setelah terjadi persetubuhan di antara seorang laki-
laki dengan perempuan. Di dalam rahim (peranakan) kedua mani yang bertemu itu
bercampur dan berpadu jadi satu. Itulah yang disebutkan pada lanjutan ayat :
“kemudian itu dari nuthfah” yaitu mani yang telah bergumpal jadi satu empat puluh
hari lamanya, yang kian lama dia kian membeku jadi darah, “kemudian dari „alaqah”,
artinya jadi darah segumpal, sudah lebih beku dari nuthfah itu. Di dalam surat 23, al
mu‟minun (orang-orang yang beriman) ada disebutkan bahwa sesudah masa jadi
„alaqah dia akan bertambah membeku sehingga menjadi mudhghah yaitu daging
segumpal. “Kemudian itu Dia keluarkan kamu jadi anak kecil (bayi) “yaitu setelah
genap bulannya, ada yang tercepat lebih sedikit tujuh bulan dan ada yang terbiasa,
yaitu Sembilan bulan lebih beberapa hari.
Masa menjadi anak kecil itu ialah sejak lahir sampai masa dapat turun dari
bendungan ibu dan dapat berjalan sendiri. sejak kecil disusukan ibu, dipangku ibu,
digendong dan dibuaikan. Diasuh dengan penuh kasih, sampai panda merangkak
tegak dan jatuh, lalu tegak dan jatuh lagi, kemudia tegak dan tegak dan tidak jatuh
lagi. “kemudian supaya sampailah kedewasaan kamu”. Masa mulai mata terbuka
menghadapi hidup. Sampai sanggup berjalan sendiri dengan mempergunakan
pertimbangan akal, memilih yang baik menjauhi yang buruk, mengambil yang manfaat
menghindarkan yang mudharat “kemudian supaya jadilah kamu orang tua,” kalau
Allah menghendaki umur panjang. “maka setengah di antara kamu ada yang
diwafatkan dari sebelumnya” yakni sebelum tua, sebelum dapat mengembangkan
19
sayap, sehingga tidak jarang yang mati muda atau masih dalam sarat menyusu, dalam
bendungan ibu. “Dan supaya sampai kamu kepada ajal yang telah ditentukan.”
Karena masing masing orang tidaklah sama ajalnya, tidak sama janjinya dan nasibnya,
ada yang mati muda dan ada yang sampai tua. “Dan supaya kamu berfaham”.
Pada tafsir lain dialah yang menjadikan manusia dari tanah, menjadi setetes
mani, setetes mani menjadi sesuatu yang melekat, dan segumpal darah menjadi
segumpal daging, kemudian dilahirkan ke dunia dalam bentuk manusia. Jumhur ulama
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Allah menciptakan manusia dari tanah
ialah bapak manusia yaitu adam yang diciptakan dari tanah.

7. Surat Al Hajj ayat 5


a. Ayat Al-Hajj : 5

َّ‫اب ُثَّ ِم ْن نُطْ َف ٍة ُثَّ ِم ْن َعلَ َق ٍة ُث‬ٍ ‫ث فَِإنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِمن تُر‬
َ ْ ْ
ِ ‫ب ِمن الْب ع‬
ْ َ َ ٍ ْ‫َّاس إِ ْن ُكْنتُ ْم ِِف َري‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
ِ ِ ِ ٍِ ٍ ٍ ْ ‫ِمن م‬
َّ‫َج ٍل ُم َس ِّمى ُث‬ َ ‫ْي لَ ُك ْم ۖ َونُقُّر ِِف ْاْل َْر َحام َما نَ َشاءُ إ َ ّٰل أ‬ َ ّْ َ‫ضغَة ُُمَلَّ َقة َو َغ ِْري ُُمَلَّ َقة لنُب‬ ُ ْ
ِ ِ ِ ِ ِ
‫َش َّد ُك ْم ۖ َومْن ُك ْم َم ْن يُتَ َو َّّٰف َومْن ُك ْم َم ْن يَُرُّد إ َ ّٰل أ َْرَذل الْ ُع ُم ِر ل َكْي ََل‬ ِ ِ
ُ ‫ُُنْ ِر ُج ُك ْم ط ْف ًَل ُثَّ لتَْب لُغُوا أ‬
ِ ِ ِ ِ
‫ت‬ ْ َ‫ت َوأَنْبَت‬ْ َ‫ت َوَرب‬ ْ ‫ض َىام َد ًة فَِإ َذا أَنْ َزلْنَا َعلَْي َها الْ َماءَ ْاىتَ َّز‬
َ ‫يَ ْعلَ َم م ْن بَ ْعد ع ْل ٍم َشْيئًا ۖ َوتَ َرى ْاْل َْر‬
ٍ ِ‫ِم ْن ُك ّْل َزْو ٍج ََب‬
‫يج‬
b. Terjemahan
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang
sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan
kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan nmenumbuhkan berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang indah”.

20
c. Kata kunci
Tanah ٍ ‫ذُ َسا‬
‫ب‬
Nuthfah ْ َُ
‫طفَ ٍح‬
Segumpal darah ‫َعهَقَ ٍح‬
Segumpal daging ‫ُيضْ َغ ٍح‬

d. Pembahasan
Ayat diatas menjelaskan tentang proses kejadian manusia dan takdir yang telah
ditentukan oleh Allah Swt, para ulama tidak berbeda pendapat bahwa roh itu
dihembuskan setelah 120 hari, yakni setelah genap 4 bulan dan masuk ke usia 5
bulan. Hal ini berdasarkan hadis-hadis, hal ini pula yang menjadi landasan hukum
atas kasus penisbatan anak ketika terjadi persengketaan dan penetapan kewajiban
memberi nafkah kepad wanita hamil yang diceraikan.(tafsir alqurthubi)
Maksud ayat ini adalah, wahai manusia, jika kalian meragukan kekuasaan kami
untuk membangkitkan kalian dari kubur sesudah mati dan hanccur luluh karena
kalian menganggap sulit hal itu ,maka penciptaan kami kepada ayah kalian yaitu
Adam AS,dari tanah, kemudian kami menciptakan kalian dari nutfah Adam,
kemudian kami mengubah-ubah kondisi kalian, dari satu kondisi ke kondisi yang lain,
dari setetes mani menjadi segumpal darah, kemudian dari segumpal darah menjadi
segumpal daging.(penciptaan Allah yang demikian )mengandung pelajaran serta
nasihat yang dapat kalian ambil,sehingga kalian tahu bahwa tuhan yang kuaasa
melakukan hal itu pasti tidak sulit mengembalikan kalian setelah fana sebagaimana
dulu kalian hidup.(tafsir ath-thabari)jadi sangatlah mudah semua yang dilakukan oleh
Allah swt karena jika Allah menghendaki sesuatu maka terjadilah sesuatu tersebut
dalam ayat ini juga Allah ingin kita sebagai makhluknya agar berfikir tentang
kekuasaannya dan bagaimana proses penciptaan alam manusia agar manusia beriman
kepada Allah.
Dalam ayat tersebut juga Allah bermaksud “Wahai manusia, diantara kalian
ada yang dicabut nyawanya sebelum mencapai kedewasaaannya, dan adapula yang
dipanjangkan umurnya hingga tua renta, sehingga sesudah berakhir masa mudanya
21
dan mencapai puncak kedewasaannya ia kembali kepada kondisi usia yang paling
lemah, yaitu usia senja, sehingga ia kembali seperti kondisinya pada masa keci. Ia tidak
memahami sesuatu setelah memahaminya pertama kali. Tegasnya, diantara kalian ada
yang dikembalikan kepada kondisi usia yang palinga lemah setelah mencapai
kedewasaannya.(tafsir ath-thabari). Hal ini juga berbicara mengenai takdir Allah Swt
karena manusia sudah ditentukan kapan manusia dicabut nyawanya dan ada juga yang
panjang umur dan akan kembali kondisinya saat manusia tersebut masih kecil pada
saat kondisi inilah disebut dengan usia yang paling lemah karen fisik dan pikiran
orang tersebut semakin melemah.

22
BAB 3
AYAT-AYAT AL-QUR‟AN MENGENAI DIMENSIONAL MANUSIA

1. Surah Al Baqarah 2: 165

Artinya: Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai
tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat
zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka
menyesal).

Selain Allah ّ ٌِ ْٔ‫ُد‬


‫ّللا‬
Tandingan ‫أَ َْدَادًا‬

Ayat ini menjelaskan tentang sebagian manusia ada yang menganggap bahwa
disamping Allah ada lagi sesembahan yang diagungkan dan dicintai sama dengan
mengangungkan dan mencintai Allah, seperti berhala, pemimpin-pemimpin, arwah
nenek moyang dan lain sebagainya. Apabila mereka mendapat nikmat dan kebaikan,
mereka panjatkan syukur dan pujian kepada sesembahan tersebut, dan apabila mereka
ditimpa kesusahan atau malapetaka mereka meminta dan berdoa kepada Allah dengan
harapan mereka akan dapat ditolong dan dilepaskan dari cengkraman bahaya yang
mereka hadapi.12 Padahal dalam ayat sebelumnya Allah SWT memberitahukan
tentang dalil atau tanda ke-Esaan dan, kekuasaan dan keagungan-Nya, namun orang-
orang berakal masih tetap saja menyembah tandingan (yang tidak sebanding sama
sekali dengan) Allah SWT walaupun berhala atau apapun itu bentuknya sesembahan

12
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 1, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 245.
23
mereka itu tidak dapat memberikan apa-apa dan tidak bermanfaat bagi mereka sama
sekali.13
Al-Mubarrad mengatakan firman Allah SWT "ِ‫ب اهلل‬ ُِ / mereka
ّْ ‫"ُيبُّ نَ ُه ْم َك ُح‬
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, maknanya adalah mereka
mencintai berhala dan sesembahan mereka walaupun pada jalur yang bathil, seperti
orang-orang mmukmin mencintai Allah SWT pada lajur yang benar.14
Tindakan seperti adalah tindakan orang musyrik. Seorang mukmin tidak akan
melakukan perbuatan seperti itu, karena ia percaya dengan sepenuh hatinya bahwa
yang harus disembah hanyalah Allah dan yang harus dicintai dan dipanjatkan doa
kepadanya hanyalah Allah. Di akhirat nanti orang yang mempersekutukan Allah
dengan menyembah berhala , pemimpin dan arwah itu akan kekal di neraka dan akan
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Allah sajalah yang Mahakuasa dan
Dia sajalah yang berhak menyiksa dan siksanya amat berat.15 Unsur dimensional pada
ayat ini adalah manusia sebagai makhluk religious yang tidak boleh menyekutukan
Allah.

2. Surah Al Insyiqaq 84 : 6

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh


menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.

Usaha sunguh-sungguh ‫ َك ْد ًحا‬-‫َ ْك َد ُح‬ٚ-‫َك ِد َح‬

Menemui ً‫ ُيالَقَاج‬- ‫ نِقَا ًء‬-َٗ‫الَق‬

Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa manusia dalam masa hidupnya
bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-citanya. Setiap langkah
manusia sesungguhnya menuju kepada akhir hidupnya, yaitu mati. Hal ini berarti

13
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 470.
14
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2. Loc., Cit.
15
Kementrian Agama RI, Op, Cit., hlm. 246.
24
kembali kepada Allah. Oleh karena itu, manusia akan mengetahui tentang baik buruk
pekerjaan yang telah mereka kerjakan.16
Dalam kitab tafsir Ath-Thabari dijelaskan mengenai ayat ini maksudnya adalah,
hai manusia, sesungguhnya kamu telah melakukan pekerjaan untuk menuju Tuhanmu,
maka kelak kamu akan menemui-Nya, naik pekerjaanmu itu baik maupun buruk.
Oleh karena itu, perbuatanmu hendaknya pekerjaan yang dapat menyelamatkanmu
dari kemurkaan-Nya dan mendatangkan keridhaan-Nya kepadamu, dan bukan
perbuatanmu yang mendatangkan kemurkaan-Nya kepadamu sehingga
membinasakanmu.17
Pendapat yang senada dengan yang dikemukakan di atas mengenai hal ini senada
dengan pendapat para ahli tafsir. Salah satu riwayat yang disebutkan oleh mereka yang
berpendapat demikian adalah sebagai berikut: Bisyr menceritakan kepada kami, ia
berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa‟id menceritakan kepada kami
dari Qatadah, tentang firmannya, ِّ ْٛ ِ‫َٓا ْا ِإل َْ َساٌُ إََِّكَ َكا ِد ٌح إِنَٗ َزتِّكَ َك ْد ًحا فَ ًُالَق‬ُّٚ َ ‫َأ‬ٚ “Hai
manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka
pasti kamu akan menemui-Nya,” ia berkata, “Sesungguhnya perbuatanmu, hai
manusia, sangatlah lemah. Oleh karena itu, barangsiapa bisa menjadikan perbuatannya
dalam ketaatan kepada Allah, maka ia hendaknya melakukannya. Tidak ada kekuatan
kecuali dari Allah.18
Unsur dimensi yang terdapat pada ayat ini, menunjukkan bahwa manusia
memiliki dimesi Keberagamaan.

3. Surah Al Isra 17: 70

Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rekzi dari yang baik-baik dan

16
Kementrian Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid 10, (Jakara: Widya Cahaya, 2011), hlm. 603
17
Abu Ja’far Muhammad, Tafsir Ath-ThabariJuz ‘Amma, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 359.
18
Ibid, hlm. 359-360.
25
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan

Memuliakan, Mengistimewakan ‫َك َّس َو‬

Melebihkan َّ َ‫ف‬
‫ض َم‬

Ayat ini menjelaskan tentang keistimewaan yang diberikan Allah kepada setiap
manusia. Hal ini bisa dilihat dari kata karramna yang diambil dari kata karaman yang
berarti kemuliaan. Kata karramna berarti Kami (Allah) telah memuliakan. Adanya
tasydid pada lafal karramna menunjukkan banyaknya kemuliaan yang diberikan Allah
kepada manusia.19
Keistimewaan itu antara lain setiap manusia memiliki kehormatan, pengetahuan,
serta kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada anak cucu adam. Ayat ini
merupakan salah satu dasar menyangkut pandangan Islam tentang Hak-Hak Asasi
Manusia. Siapapun harus dihormati hak-hak nya tanpa perbedaan. Yakni hak hidup,
hak berbicara dan mengeluarkan pendapat, hak beragama, hak memperoleh pekerjaan
dan berserikat. Hanya saja perlu dicatat, bahwa hak-hak yang dimaksud adalah
anugerah Allah sebagaimana dipahami dari kata karamna/ kami muliakan, dan
dengan demikian hak-hak tersebut tidak boleh bertentangan dengan hak-hak Allah
dan harus selalu berada dalam koridor tuntunan Agama-Nya.20
Oleh karena itu, dalam ayat ini menjelaskan dimensi keindividuan yang dimiliki
oleh manusia.

4. Surah Al Hujurat 49:13

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

19
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 6, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011) hlm. 516.
20
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 513.
26
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Berbangsa-bangsa ٌ‫ُشعُْٕ تًا ج ِي ٍْ َشعْة‬

Bersuku-suku ‫ ٌم‬ِٛ‫قَثَائِ َم ج ِي ٍْ قَث‬

Saling mengenal ‫ذَ َعا َزفُْٕ ا‬

Lebih takwa َٖٕ ‫أَ ْذقَٗ إسى ذفضم ِي ٍْ ذَ ْق‬

Penggalan pertama ayat diatas sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah pengantar untuk menegaskan bahwa
semua manusia derajat kemanusiaannnya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan
antara satu suku dengan yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan
antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh
penggalan terakhir ayat ini, yakni sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di
sisi Allah ialah yang paling bertakwa.21Karena itu berusahalah untuk meningkatkan
ketakwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah. Dalam ayat ini juga manusia
dituntut untuk saling mengenal agar semakin terbuka peluang untuk saling memberi
manfaat, saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan
ketakwaan kepada Allah SWT. Jadi, dalam ayat ini membuktikan bahwa menusia
memiliki dimensi sosial dan dimensi keberagamaan.
Untuk sabab nuzul ayat ini, diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun
berkenan dengan Abu Hind yang pekerjaan sehari-harinya adalah pembekam. Nabi
meminta kepada bani Bayadhah agar menikahkan salah seorang putri mereka dengan
Abu Hind, tetapi mereka enggan melakukannya karena merasa tidak wajar
menikahkan putri mereka dengan seorang bekas budak mereka sendiri. Sikap keliru

21
M. Quraish Shihab, Op. Cit (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 260.
27
ini dikecam oleh Al-Qur‟an dengan menegaskan bahwa kemuliaan di sisi Allah bukan
karena keturunan atas garis kebangsawanan tetapi karena ketaqwaan.22
Di samping itu, ada juga pendapat lain mengenai asbabun nuzul ayat ini.
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, pada saat terjadinya Fathul Makkah (8 H), Rasul
mengutus Bilal Bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan, ia memanjat ka‟bah dan
berseru kepada kaum muslimin untuk shalat jama‟ah. Ahab bin Usaid ketika melihat
Bilal naik keatas ka‟bah berkata “segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku,
sehingga tidak menyaksikan peristiwa hari ini”.
Harist bin Hisyam berkata “Muhammad menemukan orang lain kecuali burung
gagak yang hitam ini”, kata-kata ini dimaksudkan untuk mencemooh Bilal, karena
warna kulit Bilal yang hitam. Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada
Rasulullah tentang apa yang dilakukan mereka. Sehingga turunlah ayat ini, yang
melarang manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukannya,
kepangkatannya, kekayaannya, keturunan dan mencemooh orang miskin.23
Apapun sabab nuzul-nya, yang jelas ayat ini menegaskan kesatuan asal-usul
manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia.

5. Surah Al Rum 30: 20

Artinya: Dan di antara bukti-bukti-Nya adalah Dia telah menciptakan kamu dari
tanah, kemudian tiba-tiba kamu bertebaran.

Menciptakan kamu sekalian َّ‫َخلَقَ ُك ْم‬


Tanah َّ‫تُ َساة‬
Bertebaran ِ َ‫تَ ْىت‬
َّ‫ش ُس َْ َن‬

Ayat ini menerangkan adanya tanda-tanda kebesaran Allah pada manusia sendiri.
Manusia diciptakan dari tanah, sedangkan tanah itu benda mati tidak bergerak.

22
Ibid, hlm. 261
23
Kementrian Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid 13 , (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 420.
28
Sehubungan dengan kejadian manusia dari tanah itu, Rasulullah saw bersabda seperti
berikut:

‫ض َجاءَ ِمْن ُه ُم‬


ِ ‫آد َم َعلَى قَ ْد ِر اْْل َْر‬ َِ ‫اِ َّن اهلل خلَق آدم ِمن قَبض ٍة قَبضها ِمن‬
ِ ‫َجْي ِع اْْل َْر‬
َ ‫ض فَ َجاءَ بَنُ ْو‬ ْ ََ ْ َ ْ ْ ََ َ َ َ
‫ك (رواه ابو داود‬ ِ ‫اَلز ُن وب‬ َّ ُ ‫اْلَبِْي‬ ِ ‫ََحر واْْلَسود وب‬
َ ‫ْي ذَل‬ َ ْ َ َ ََْ ‫الس ْه ُل َو‬
َّ ‫ب َو‬ ُ ّْ‫ث َوالطي‬ ْ ‫ك َو‬
َ ‫ْي ذَل‬
َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َُ ْ ‫ض َواْْل‬
ُ َ‫اْْلَبْي‬
)‫والرتمذي عن اىب موسى اَلشعري‬
Sesungguhnya Allah telah menjadikan Adam dari segumpal tanah yang diambil-Nya
dari segala macam tanah. Kemudian datanglah anak-anak Adam menurut tanah asal
mereka. Mereka ada yang putih, merah, hitam, dan sebgaainya; ada pula yang jelek,
baik, sederhana, dan sebagainya. (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Musa
al-Asy‟ari)

Al-Qur‟an banyak menerangkan tentang asal kejadian manusia. Dalam Surah al-
Mu‟minun umpamanya Allah berfirman:
ٍ ْ ‫ولََق ْد َخلَ ْقنَا اْ ِإلنْسا َن ِم ْن ُسلَلَ ٍة ّْم ْن ِط‬
‫ْي‬ َ َ
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (berasal) dari tanah. (al-
Mu‟minun: 12)
Dalam Surah al-Mu‟minun di atas diterangkan kejadian manusia itu berasal dari
sari pati tanah. Ini suatu kejaadian yang tidak langsung dari manusia. Akan tetapi,
dalam ayat 20 ini disebutkan asal kejadian itu langsung dari tanah dan segera diikuti
dengan gambaran manusia yang bergerak dan bertebaran (tantasyirun). Hal ini untuk
dibandingkan antara proses dan arti tanah yang mati dan tak bergerak dengan
manusia yang hidup dan bergerak.24
Dalam Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab diterangkan bahwa firman-
ٍ ‫ ( َخلَ َق ُك ْم َِم ْنَتُر‬/ Dia telah menciptakan kamu dari tanah, dipahami oleh banyak
Nya: )‫اب‬ َ
ulama dalam arti menciptakan asal-usul leluhur kamu Adam as dari tanah. Ada juga
yang memahami kata tanah di sini dalam arti sperma sebelum pertemuannya dengan
indung telur. Mereka memahami demikian atas dasar bahwa asal-usul sperma adalah
makanan manusia baik tumbuhan maupun hewan yang bersumber dari tanah. Yang

24
Kementrian Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7, (Jakarta: Widya Cahya, 2011), hlm. 478-
479.
29
jelas manusia berasal dari tanah, sedang tanah tidak memiliki unsur kehidupan, namun
manusia dapat hidup bahkan berkembang biak.25 Hal itu adalah kejadian yang luar
biasa dan menjadi tanda kekuasaan Allah. Hal itu juga mengisyaratkan adanya
hubungan yang kuat antara manusia dan bumi sebagai tempat hidup mereka, dan
tempat bertemu dengan asal kejadian itu.
Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas dapatlah kita ketahui bahwa ayat
ini menjelaskan unsur dimensional manusia sebagai makhluk sejarah yang mana asal-
usul manusia diciptakan oleh Allah swt dari tanah, benda mati yang tidak bergerak.
Lalu dengan kuasa Allah manusia dapat hidup dan bergerak bahkan berkembang biak
di dunia ini. Mengingat asal-usul diciptakannya manusia dari tanah maka sudah
sepatutnya manusia tidak bersikap sombong atau takabbur, karena manusia tidak
mempunyai daya dan upaya kecuali atas kekuasaan Allah swt. Adapun sebuah syair
mahfudzot yang menyinggung mengenai sombong atau takabbur sebagai berikut:

‫ات الْ َم ِاء َوُى َو َرفِْي ٌع‬


ِ ‫ علَى ص َفح‬# ‫اظ ِر‬
َ َ َ
ِ َ‫تَواضع تَ ُكن َكالنَّج ِم َلَح لَن‬
َ ْ ْ ُْ َ
‫اْلَ ِو َو ُى َو َو ِضْي ٌع‬
ْ ‫ات‬ِ ‫ إِ َل طَب َق‬# ‫ان ي رفَع نَ ْفسو‬
ِ ‫ك َكالد‬
َ ُ َ ُ ْ َ ‫ُّخ‬ َ ُ َ‫َوَلَ ت‬
Rendahkanlah dirimu niscaya kau menjadi seperti bintang
Orang melihatnya bercahaya di atas genangan air
Padahal ia berada tinggi di atas
Janganlah kau menjadi seperti asap
yang mengangkat dirinya ke angkasa
Padahal dirinya rendah

6. Surah Al A‟raf: 31

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid, makan dan minumlah dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

25
M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah volume 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 32.
30
Perhiasan ‫ِش ْيىَ َّت‬
Makan َّ‫يَأْ ُك ُل‬-‫أَ َك ََّل‬
Minum َّ‫يَش َس ُة‬-‫ة‬
ََّ ‫ش ِس‬
َ
Berlebih-lebihan َّ‫ف‬ ْ ُ‫ت‬
ُ ‫س ِس‬

Pada ayat ini Allah swt memerintahkan supaya memakai pakaian ke tempat-
tempat beribadah, yaitu memakai pakaian yang baik dalam shalat, ketika tawaf dan
ibadah lainnya. Begitu juga membiasakan makan dan minum dengan tidak berlebih-
lebihan.
Sebab ayat ini turun diterangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
„Abdun bin Hamid dari Sa‟id bin Jubair, katanya: “Bahwa orang-orang di zaman
Jahiliah tawaf sekeliling Ka‟bah dalam keadaan telanjang bulat. Mereka berkata:
“Kami tidak akan tawaf dengan memakai pakaian yang telah kami pakai untuk
berbuat dosa.” Lalu datanglah seorang perempuan untuk mengerjakan tawaf, dan
pakaiannya dilepaskannya sama sekali sedang dia dalam keadaan bertelanjang hanya
tangannya saja yang menutup kemaluannya. Karena itu turunlah ayat ini.
Diriwayatkan pula bahwa Bani Amir di musim haji tidak memakan daging dan lemak,
kecuali makanan biasa saja. Dengan demikian mereka memuliakan dan menghormati
haji, lalu orang Islam berkata: “Kamilah yang lebih berhak melaksanakan itu.” Maka
turunlah ayat ini.26
Yang dimaksud dengan memakai “zinah”, ialah memakai pakaian yang dapat
menutupi auratnya. lebih sopan lagi kalau pakaian itu selain bersih dan baik, juga
indah yang dapat menambah keindahan seseorang dalam beribadat menyembah Allah,
sebagaimana kebiasaan seseorang berdandan dengan memakai pakaian yang indah
dikala akan pergi ke tempat –tempat undangan dan lain-lain, maka untuk pergi ke
tempat-tempat beribadah untuk menyembah Allah tentu lebih pantas lagi, bahkan
lebih utama. Dalam hal ini Rasulullah saw telah bersabda:

26
Drs. HM. Sonhadji, dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid III, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa,
1990), hlm. 395.
31
ِ ‫اِذَا صلَّى أَح ُد ُكم فَ ْلي ْلبس ثَوب ي ِو فَِإ َّن اهلل عَّز وج َّل اَح ُّق من تَزيَّن لَو فَِإ ْن ََل ي ُكن لَو ثَوب‬
‫ان فَ ْليَتَّ ِزْر‬َْ ُ ْ َ ْ ُ َ َ َْ َ ََ َ َ َْ ْ ْ َ َ ْ َ َ
ِ‫ال الْي هود‬ ِ ِِ ‫إِذَ صلَّى وَلَ ي ْشتَ ِمل أَح ُد ُكم ِف‬
ْ ُ َ َ ‫صَلَتو ا ْشت َم‬ َ ْ َ ْ َ َ َ
Apabila salah seorang di antaramu mengerjakan shalat hendaklah memakai dua kain,
karena untuk Allah lah lebih pantas seseorang berandan. Jika tidak ada dua helai kain,
maka cukuplah sehelai saja untuk dipakai shalat. Janganlah berkemul dalam shalat,
seperti berkemulnya orang-orang Yahudi.27

Jelaslah dari ayat ini bahwa agama Islamlah yang menyebabkan umat manusia di
dunia ini berkemajuan dan beradab. Perintah memakai pakaian yang baik ini sebelum
Islam datang belum ada. Manusia masih banyak yang belum tahu pakaian, baik di
dunia barat maupun di dunia timur.
Kemudian dalam ayat ini, Allah swt mengatur pula perkara makan dan minum
manusia. Dengan turunnya ayat ini, makanan dan minuman manusia itu harus
disempurnakan dan diatur untuk dapat dipelihara kesehatannya karena kesehatan
badan banyak hubungannya dengan makanan dan minuman. Makanan dan minuman
yang berlebih-lebihan akan membawa kepada kerusakan kesehatan. Karena itu Allah
melarang berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Larangan berlebihan di sini juga
dapat diartikan larangan berlebih-lebihan dalam berbelanja untuk membeli makanan
atau minuman karena akan mendatangkan kerugian. Dalam hal ini Rasulullah saw
telah bersabda:

‫ب أَ ْن يََرى أَثََر نَِع ِم ِو َعلَى َعْب ِد ِه‬ ٍ ‫ُكلُوا و ْشرب وا وتَصدَّقُوا وأَلْبِسوا ِف َغ ِري َُِمي لَ ٍة وَلَ سر‬
ُّ ‫ف فَِإ َّن اهللَ ُُِي‬ ََ َ ْ ْ ْ ُ َ ْ َ َ ْ َُ َ ْ
Makanlah, munumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah dengan cara yang tidak
sombong dan tidak berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah suka melihat penggunaan
nikmat-Nya pada hamba-Nya.28

Larangan ini juga disebutkan dalam salah satu syair Arab yang berbunyi:
ِ َ‫ف و ِعش ِعي ًشا م ْقت‬ َّ ِ‫ك ب‬
ِ َ‫ااص ِْْب َواْ ِإل ْخَل‬
ً‫صدا‬ ُ ْ ْ َ ُ ‫ َوَلَ تُ ْس ِر‬# ‫ص ِ ِْف ُك ّْل َع َم ٍل‬ َ ‫َعلَْي‬
Hendaknya bagimu untuk sabar dan ikhlas dalam setiap perbuatan
Dan jangan berlebihan , hiduplah dengan sederhana (hemat)

27
Ibid., hlm. 395-396.
28
Ibid., hlm. 397.
32
Perbuatan berlebih-lebihan yang melampaui batas itu selain merusak dan
merugikan, juga Allah tidak menyukainya. Setiap pekerjaan yang tidak disukai Allah,
kalau dikerjakan tentu akan mendatangkan bahaya. Jelaslah bahwa dalam ayat ini
Allah mengatur hamba-Nya dalam hal berpakaian, makan dan minum yaitu agar
hamba-Nya berpakaian yang baik dan tidak berlebih-lebihan dalam makan dan
minum. Ayat ini menjelaskan pula bahwa manusia memiliki dimensi Kesusilaan yang
mana segala yang dikerjakan, dipakai, dimakan dan diminumnya terdapat etika dan
batasan-batasannya.

7. Surah al Mukminun 23: 33-34

Artinya: Dan berkatalah pemuka-pemuka dari kaumnya yang kafir dan mendustakan
pertemuan hari Akhirat padahal Kami telah mewahkan mereka dalam kehidupan di
dunia.” Ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu
makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu
menaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian, kamu benar-benar orang-
orang rugi.

Golongan atas/orang-orang terpandang ‫اَ ْن ًَألُ ج ِي ٍْ َيا ٌل‬


Memberi kemewahan ‫أَ ْذسْ ْفَُُٓ ْى‬
Manusia biasa seperti kamu ‫تَ َش ٌس ِي ْثهُ ُك ْى‬

Ayat ini menjelaskan tentang pemuka-pemuka kaum kafir yang mengingkari


keesaan Allah dan mendustakan pertemuan hari akhirat kelak, dimana manusia akan
menemui balasan dan ganjaran amalnya karena mereka terlalu cinta pada kemewahan
hidup di dunia. Selain itu, mereka membangkang seruan Nabi Hud dan mengatakan
bahwa Nabi Hud tidak lain adalah seorang manusia biasa, tidak mempunyai
kelebihan, makan dan minum seperti kita, karena itu seruannya tidak usah dihiraukan
sama sekali. Karena jika menghiraukan seruannya akan menjadi manusia yang merugi

33
dan tertipu. Dalam hal ini, menurut mereka manusia yang merugi dan tertipu itu
adalah manusia yang tidak bisa merasakan kesenangan di dunia. Di dalam ayat 33
disebutkan bahwa “Al-Mala‟u” boleh diartikan golongan atasan, orang-orang
terpandang, pihak yang berkuasa, kelas yang memerintah1. Dalam bahasa sekarang,
bisa disebut rejim. Orang-orang itu biasanya hanya menilai hidup dari yang ada
sekarang saja. Mereka tidak percaya atau tidak mau percaya bahwa ada lagi kehidupan
sesudah hidup ini (akhirat). Allah memberi mereka kehidupan yang senang, kaya,
terpandang dalam masyarakat. Lantaran kemewahan itu mereka pun lupa daratan
dapat saja dicabut Tuhan. Memang, kerapkali kemewahan meracuni jiwa manusia.
Seketika Nabi Hud datang membawa seruan, sebagai utusan Tuhan meyeru agar
mereka kembali ke jalan yang benar, mereka memandang Nabi Hud dengan teropong
kemewahan juga. “Dia hanya manusia biasa sebagai kita juga, makan makanan yang
kita makan dan minum minuman yang kita minum”. Begitulah sambutan kaumnya.
Dalam dimensi hidup manusia, di dunia ini manusia diciptakan hanya satu kali.
Berawal dari tanah, berakhir di tanah pula. Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa
dibelakang hidup yang sekarang kita akan hidup lagi, lebih panjang dan lebih kekal.
Dan dalam dimensi kehidupan manusia, hidup di dunia adalah perjuangan
mendapatkan pahala dan menyimpan sebanyak-banyaknya amal1. Aspek biologis,
manusia disebut dengan panggilan basyar, yaitu mencerminkan sifat-sifat fisik kimia
bilogisnya. Dalam ayat 34, dan demi Allah (sesungguhnya jika kamu sekalian menaati
manusia yang seperti kalian) di dalam ayat ini terkandung makna Qasam atau sumpah
dan Syarat, sedangkan Jawab dari Syarat tersebut terkandung pada ayat selanjutnya
(niscaya bila demikian, kalian benar-benar) yakni jika kalian menaatinya (menjadi
orang-orang yang merugi) mendapat kerugian. Mereka mengingatkan kaum Hud yang
lain dengan tegas dan keras, “Apabila kalian mematuhi orang yang sama seperti
kalian, berarti kalian benar-benar merugi, karen akepatuhan seperti itu tidak akan
berguna sedikitpun bagi kalian”.Kata Bashar dipakai dalam kaitan dengan kenabian
(jumlahnya 23 ayat). Sebelas ayat dari 23 ayat tersebut menyatakan bahwa seorang
nabi adalah basyar (manusia biasa/keumuman manusia) yaitu secara lahiriah yang ada
kaitannya dengan dimensi manusia mempunyai ciri : makan, minum, tidur dan
34
sebagainya. Antara lain dinyatakan, bahwa para pemuka orang-orang yang kafirr dan
mendustakan akan menemui hari akhirat; orang ini tidak lain hanyalah manusia
seperti kamu/basyar mitslukum.Sesudah itu, orang-orang kafir yang diberi
peringatan, bahwa mereka akan dihukum jika mereka tidak berhenti dari kehidupan
jahat mereka, dan terus-menerus berkecimpung dalam perbuatan-perbuatan jahat,
hingga ketika saat tiba untuk menerima siksaan, mereka meminta-minta dan
memohon-mohon, supaya diberi kesempatan terakhir untuk memperbaiki diri. Oleh
sebab itu, ia hendaknya tidak ragu-ragu atau membantah-bantah kebenaran hukum
Ilahi serta kebenaran para Rasul Tuhan; dan harus menyadari bahwa pada hakikatnya
menusia kelak harus mempertanggung-jawabkan amal perbuatannya di hadapan
Tuhan.
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia memiliki dimensi Keberagamaan, yang
mengharuskan manusia untuk taat dan beriman kepada Allah, utusan-Nya, dan hari
akhir.

8. Surah Al Imran 3: 47

Artinya: Maryam berkata: “ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak,
padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman
(dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang
dikehendakiNya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya
cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia

Menyentuh ُّ‫َ ًَس‬ٚ- َّ‫َيس‬


Anak laki-laki ‫َٔنَ ٌد‬
Menentukan, Memutuskan ِ ‫َ ْق‬ٚ-ٗ‫ض‬
ٗ‫ض‬ َ َ‫ق‬

Ayat ini menjelaskan tentang Kekuasaan Allah terhadap semua yang ada dimuka
bumi ini.Apabila Allah mengatakan jadilah maka jadilah sesuatu yang dikendaki-Nya.

35
Segala sesuatu yang di tetapkan di muka bumi ini adalah atas kehendak
Allah.Manusia sebagai makhluk yang beragama dan beriman kepada Allah hanya bisa
berusaha semaksimal mungkin.
Kabar mendapat anak itu, betapa pun menggembirakannya dalam keadaan lazim,
niscaya telah membingungkan sekali Siti Maryam, yang ketika itu bukan saja belum
bersuami, tetapi telah direncanakan untuk tetap tak bersuami seumur hidup. Ayat ini
melukiskan kebingungan beliau yang sewajarnya.
Hal itu menunjukkan bahwa Nabi Isa tak berayah seperti diisyaratkan oleh kata-
kata Siti Maryam, belum pernah aku disentuh seorang laki-laki. Karena dunia tidak
lepas dari hukum sebab akibat dan setiap makhluk memerlukan serangkaian
penyebab. Dalam dimensi manusia, hukum seperti ini sangat melekat. Untuk
menajawab pertanyaan ini, Allah SWT melalui paa malaikat-Nya mengabarkan
bahwa tatanan alam adalah ciptaan Tuhan dan tunduk pada perintahNya.
kekuasaanNya yang bijak sedemikian tingginya sehingga setiap saat Dia berkehendak,
maka Dia dapat menciptakan makhluk apapun terlepas dari sebab-sebab alamiah.
Pada penutupan ayat menyinggung soal penciptaan Tuhan secara global dan
berfirman, “Setiap kali Tuhan menghendaki sesuatu, maka secara spontan, sesuatu itu
akan terjadi tanpa memerlukan berlalunya masa sebagaimana proses biasanya. Persis
seperti orang yang hendak menciptakan sesuatu dan dengan mengatakan, “Jadilah”,
maka hal iu terjadi”. Tangan Allah dalam penciptaan begitu trbuka. Penciptaan
melalui cara-cara sarana alamiah atau non-alamiah untuk Tuhan tidaklah berbeda.
Seluruh alam ini diciptakan oleh Allah, baik langit atau bumi atau apa saha
dengan kalimat “kun” itulah. Diperintahnya jadi, diapun terjadi. Maka malaikat Jibril
pun datang kepada Maryam menyampaikan bahwa kalimat Allah itupun akan berlaku
atas diri Maryam. Tuhan akan mengatakan kun pula, sehingga akan mengandunglah
dia seorang anak, tidak dengan perantaraan disetubuhi laki-laki.

36
BAB 4
AYAT – AYAT TENTANG KEBAHAGIAAN MANUSIA

1. Q.S. Al-Mu‟minun : 1-11

(١) ‫قَ ْد أَفْ لَ َح الْ ُم ْؤِمنُو َن‬


(٢) ‫ص ََلِتِِ ْم ّٰخ ِشعُو َن‬ َ ‫ين ُى ْم ِف‬ َ ‫الذ‬
ِ َّ
ِ َّ
(٣) ‫ضو َن‬ ُ ‫ين ُى ْم َع ِن اللَّ ْغ ِو ُم ْع ِر‬ َ ‫َوالذ‬
(٤) ‫ين ُى ْم لِ َّلزَك ّٰوةِ ّٰفعِلُو َن‬َ ‫َوالذ‬
ِ َّ
(٥) ‫وج ِه ْم ّٰح ِفظُو َن‬ ِ ‫والَّ ِذين ىم لِ ُفر‬
ُ ُْ َ َ
ِ ِ
َ ‫ت أَُْيّٰنُ ُه ْم فَِإن َُّه ْم َغْي ُر َملُوم‬
(٦) ‫ْي‬ ْ ‫إََِّل َعلَ ّٰى أ َْزّٰوج ِه ْم أ َْو َما َملَ َك‬
ِ
(٧)‫ادو َن‬ ُ ‫ك ُى ُم الْ َع‬ َ ِ‫ك فَأُوّٰلئ‬
َ ‫فَ َم ِن ابْتَ غَ ّٰى َوَراءَ ّٰذل‬
(٨)‫ين ُى ْم ِْل َّٰمنّٰتِ ِه ْم َو َع ْه ِد ِى ْم ّٰرعُو َن‬َ ‫َوالذ‬
ِ َّ
(٩)‫صلَ ّٰوِتِِ ْم ُُيَافِظُو َن‬ َ ‫ين ُى ْم َعلَ ّٰى‬ َ ‫َوالذ‬
ِ َّ
(١۰) ‫ك ُى ُم الْ ّٰوِرثُو َن‬ َ ِ‫أُوّٰلئ‬
(١١) َّ‫س ُى ْم فِ َيها ّٰخلِ ُدو َن‬ ِ ِ ‫الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَرثُو َن الْف ْرَد ْو‬ َ
1. Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.
2. (yaitu) orang yang khusuk dalam solatnya
3. Dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak
berguna.
4. Dan orang yang menunaikan zakat.
5. Dan orang yang memelihara kemaluannya.
6. Kecuali pada istri-istri meraka atau hamba-hamba sahaya yang mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka tidak tercela.
7. Tetapi barang siapa yang mencari dibalik itu (zina, dan sebagainya), maka meraka
itulah orang-orang yang melampaui batas.
8. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara janjinya,
9. Serta yang memelihara shalatnya.
10. Mereka itulah yang akan mewarisi ,
11. (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal didalamnya.

37
Kata kunci:
Beruntung ‫أفلح‬
Khusuk ‫خبشعُن‬
Selalu bekerja ‫للصَّكُةَّفبعلُن‬
Sukses/ Menang َّ ‫افلح‬

 Maksud dari “hamba-hamba sahaya” di sini adalah (budak-budak) yang didalam


peperangan dengan orang kafir, bukan budak yang didapat diluar peperangan
agama, yang sekarang sudah tidak ada lagi.
 Kata aflaha atrinya sukses bisa mencapai yang diinginkan, layak perhatikan
pananaman al-fallah pada petani dan kaitanya dengan kesuksesan memberi kesan
bahwa perbuatan baik membutuhkan proses dan waktu yang panjang dan usaha
yang keras hingga tiba waktunya kesuksesan itu dicapai.29

Pembahasan
1. Perjuangan Dan Kemenangan.
“sesungguhnya menanglah orang-orang yang beriman.”(ayat 1)
Kalimat “menang” adalah bukti bahwasanya perjuangan telah dilalui menghadapi
musuh atau berbagai kesulitan.orang tidaklah sampai kepada menang, kalau dia
bbelum melalui dan mengatasi rintangan yang bertemu di tengah jalan.
Maka di dalam ayat ini diberikan keterangan bahwasanya kemenangan pastilah
didapat oleh orang yang beriman, orang yang percaya. Tetapi kepercayaan dalam hati
saja, belum cukup kalau belum diisi dengan perbuatan. Diantara iman dan perbuatan
adalah isi-mengisi, kuat-menguatkan.bertambah banyak ibadah, bertambah kuatlah
imannya. Bertambah kuat iman, bertambah pula kelezatan dalam jiwa lantaran
beribadat dan beramal.
Maka ditunjukanlah 6 syarat wajib idpenuhi sebagai bentuk iman dan mendapat
kemenangan. Menang mangatasi diri sendiri, menagnd alam bernegara, dan melebihi

29
Al-Qur'an dan Tafsirnya Juz 18, Widya Cahya, Jakarta, 2011, hal.471
38
semuanya adalah kemenangan mendapat syurga jannatul firdaus. Syarat kemenangan
pribadi mu‟min yaitu:

2. Sembahyang yang khusuk


“orang-orang yang khusuk di dalam melakukan sembahyang.”(ayat 2)
Dengan mengerjakan sembahyang,maka seluruh rasa tukut telah terpusat kepada
Tuhan, maka tidak akan ada lagi yang kita takutkan. Sembahyang 5 waktu adalah saat
untuk mengambil kekuatan baru melakukan perjuangan lagi.Khusuk artinya hati yang
patuh dengan sikap badan tunduk.sembahyang dengan khusuk bagaikan tubuh yang
bernyawa.

3. Membentengi pribadi
“Dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak
berguna.” (ayat 3)
yakni dari kebathilan. Yang mana hal itu mencakup juga kemusyrikan,
sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian mereka, serta berbagai ucapan dan
perbuatan yang tidak membawa faedah dan manfaat,
Sebagaimana yang difirmankan Allah: wa idzaa marruu bil laghwi marruu
kiraaman (“Dan apabila mereka bertemu dengan [orang-orang] yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui [saja] dengan menjaga
kehormatan dirinya.”) (al-Furqaan: 72)
Jika perbuatan atau tingkah laku atau perkataan sudah banyak yang percuma dan
sia-sia, pribadi jadi turun kembali. Maka kekuatan pribadi yang telah didapat dari
sembahyang khususk haruslah dipelihara. Agama tidak melarang suatubperbuatan bila
perbuatan itu tidak merusak jiwa. Agama tidak akan menyuruh, bila itu tidak akan
membawa pada keselamatan.

4. Pembersihan jiwa
“Dan orang yang menunaikan zakat.” (ayat 4)

39
Mayoritas berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat disini adalah zakat
maal (harta), padahal ayat ini adalah Makkiyyah. Yang tampak secara lahiriyah,
bahwa yang diwajibkan di Madinah adalah nishab dan ukuran yang khusus. Jika tidak
demikian, berarti dasar zakat pertama diwajibkan di Makkah.
Dan dalam surah al-An‟am yang merupakan surah Makkiyyah, Allah Ta‟ala
berfirman: wa aatuu haqqaHuu yauma hashaadiHi (“Dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya.”)(al-An‟am: 141), bisa saja yang dimaksud dengan zakat di sini
adalah penyucian jiwa dari kemusyrikan dan kotoran. Yang demikian itu sama seperti
firman-Nya: qad aflaha man zakkaaHaa wa qad khaaba man dassaaHaa
(“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 9-10)
Bersihkanlah hati itu dari sekalian penyakitnya yang akan meredupkan cahaya.
Segala perangai jahat, kebusukan hati menghadapi masyaratak, semuanya adalah sebab
menjadikan jiwa menjadi gelap.
Maka pengeluaran zakat harta yang telah cukup bilangannyadan cukup tahunya,
hanyalah sebagian dari usaha membersihkan jiwa itu. Lantaran itu jelas bahwa dalam
ayat ini diperintahkan untuk bekerja keras membersihkan perangai, akhlak dan budi.
Berlatih diri, sehingga bukan harta saja yang ringan memberikannya untuk
kepentingan agama Allah, bahwa nyawa pun dimorbankan apabila dating waktunya
.
5. Kelamin dan rumah tangga
“Dan orang yang memelihara kemaluannya” (Ayat 5). ” Kecuali pada istri-istri
meraka atau hamba-hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka
tidak tercela.”(Ayat 6). “Tetapi barang siapa yang mencari dibalik itu (zina, dan
sebagainya), maka meraka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (ayat 7)
Kalau kelamin tidak terjaga, si suami masih melantur malam mencari perempuan
lain untuk menumpahkan hawa nafsu di samping istrinya yang sah. Kerusakan yang
akan timbul, jiwanya akan rusak, kesucian akan hancur, dan rumah tangga pecah
berderai, bahkan menjadi neraka.Nafsu kelamin menggelora di waktu muda. Hanya
kekuatan iman lah yang dapat menahanya.
40
Rumahtangga bahagia adalah sendi pertama dari negara yang adil dan makmur.
Kalau di langgar, hubungan kelamin tidak lagi menuntut garis kemanusiaan, dan
orang telah kembali hidup seperti binatang. Sehingga persetubuhan tidak mengenal
lagi batas zina dan nikah, hancurlah semuanya dan orang turun kedalam kenistaan.30

6. Tugas dan janji


“Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara janjinya,”(ayat 8)
Yakni jika mereka diberi kepercayaan, maka mereka tidak akan mengkhianatinya
tetapi mereka menunaikannya kepada yang berhak. Dan jika mereka berjanji atau
melakukan akan perjanjian, maka mereka menepatinya, tidak seperti sifat-sifat orang
munafik.

7. Kembali ke sembahyang
“Serta yang memelihara shalatnya”(ayat 9)
Maksudnya senantiasa mereka mengerjakannya tepat pada waktunya,
sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Mas‟ud, aku pernah bertanya kepada Rasulullah
saw., kutanyakan: “Ya Rasulallah, apakah amal perbuatan yang paling disukai Allah?”
Beliau menjawab: “Shalat tepat pada waktunya.” “Lalu apa lagi?” tanyaku. Beliau
menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” “Kemudian apa lagi?” tanyaku lebih
lanjut. Maka beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari
dan Muslim di dalam kitab ash-Shahihain. Qatadah berkata: “Tepat pada waktunya,
ruku‟ dan sujudnya.”
Setelah Allah mensifati mereka dengan sifat-sifat terpuji dan berbagai perbuatan
mulia, Dia berfirman:“Mereka itulah yang akan mewarisi ,” (ayat 10)“(yakni) yang
akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal didalamnya.” (ayat 11) dalam kitab ash-
Shahihain disebutkan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Jika kalian meminta
surga kepada Allah, maka mintalah surga Firdaus kepada-Nya, karena sesungguhnay
Firdaus adalah surga yang paling tengah-tengah dan paling tinggi. Diperlihatkan

30
Hamka,Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panji Mas, Jakarta, 2000, hal.6-13

41
kepadaku di atasnya terdapat „Arsy Rabb yang Mahapemurah.” (HR Al-Bukhari dan
Muslim)31
Ayat Al-Mukminun 1-11 ini merupakan peninggian dari Allah terhadap hamba-
hamba-Nya yang mukmin, menyebutkan keberuntungan dan kebahagiaan mereka, dan
menyebutkan sesuatu yang dapat menyampaikan mereka kepada keberuntungan,
sekaligus mendorong manusia agar memiliki sifat-sifat itu. Oleh karna itu, hendaknya
seorang hamba menimbang dirinya dengan ayat ini dan setelahnya, dimana denganya
mereka dapat mengetahui sejauh mana keimanan mereka.
Dalam ayat ini menerangkan tentang tujuh sifat mulia yang membawa kepada
kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu:
1. Beriman kepada Allah
2. Khusuk dalam shalat
3. Selalu menjauhi dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna
4. Menunaikan zakat
5. Menjaga kemaluannya, tidak berhubungan badan melainkan dengan istrinya
6. Memelihara amanat-amanat yang dipikul kepadanya dan selalu menepati
janji
7. Selalu memelihara shalat yang lima waktu
Mereka yang memiliki tujuh sifat itu mewarisi surga disebabkan amal kebaikan
mereka selama di dunia, yaitu surga Frdaus yang paling tinggi, yang diatanya berada
„Arsy Allah, dan mereka kekal didalamnya. Umar meriwayatkan sebuah hadist,
dimana Rasulullah SAW bersabda:”telah diturunkan kepadamu sepuluh ayat:
barangsiapa menegakannya akan masuk surga, lalu ia membaca sepulu ayat ini dari
permulaan surat Al-Mu‟minun.”(H.R at-Tirmidzi)32

31
https://alquranmulia.wordpress.com/2013/10/31/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-
muminuun-1/
32
Al-Qur'an dan Tafsirnya Juz 18, Op.cit., hal.473
42
2. Q.S Huud : 105 & 108

‫س إََِّل بِِإ ْذنِِوۦ ۖ فَ ِمْن ُه ْم َش ِق ّّى َو َسعِي ٌد‬ َّ ِ


ٌ ‫يَ ْوَم يَأْت ََل تَ َكل ُم نَ ْف‬
Artinya : ketika hari itu datang tidak seorang pun yg berbicara, kecuali dengan se-
izinNya; maka diantara mereka yang sengsara dan ada yang berbahagia.( QS. Huud :
105)

َ ُّ‫ض إََِّل َما َشاءَ َرب‬


ۖ‫ك‬ ِ ‫اْلن َِّة ّٰخلِ ِدين فِيها ما دام‬ ِ ِ ‫وأ ََّما الَّ ِذ‬
ُ ‫ت َو ْاْل َْر‬
ُ ‫الس ّٰم ّٰو‬
َّ ‫ت‬ ََ َ َ َ َْ ‫ين ُسع ُدوا فَفى‬
َ َ
ٍ ‫عطَاء َغي ر َم ُذ‬
‫وذ‬ َْ َ ْ ً َ
Artinya: dan adapun orang yang berbahagia, maka (tampatnya)di dalam surga; mereka
kekal didalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.( QS. Huud : 105)

Kata kunci:
Tidak ada yang berbicara ‫الَّتكلّم‬
Kecuali seiziNya ً‫ّاالَّبإذو‬
Kekal ‫خلديه‬
Tidak putus-putus ‫غيسَّمجرَذ‬

Tafsir (Hud:105)
syaqy terambil dari kata syaqa yang berarti celaka. Syaky adalah seseorang yang
sedang bergelimang dalam kecelakaan dan kesengsaraan. Sedangkan sa‟id adalah lawan
dari syaqy yang terambil dari kata sa‟ada yang berarti pertolongan ilahi terhadap
manusia dalam memperoleh kebaikan.
Ini tidak berarti bahwa Allah telah menetapkan siapa yang akan masuk surga dan
neraka dan siapa pun tidak bisa mengelak. Ayat ini hanya menyatakan kelak di hari
Kiamat akan ada dua kelompok yaitu kelompok yang berbahagia karena akan
memperoleh pahala dan kesenangan sepanjang masa sesuai dengan yang dijanjikan,
dan kelompok yang celaka yang akan mendapat azab yang pedih sebagaimana yang
telah diancamkan kepada orang-orang kafir.

43
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa jika hari yang telah ditentukan itu
tiba, tidak seorang pun dapat berbicara dan berbuat sesuatu kecuali dengan izin Allah,
sebagaimana firman-Nya:

(٣٦) ‫) َوََل يُ ْؤ َذ ُن ََلُ ْم فَيَ ْعتَ ِذ ُرو َن‬٣٥(‫نط ُقو َن‬


ِ ‫ّٰى َذا ي وم ََل ي‬
َ ُ َْ
Artinya :inilah hari, saat mereka tidak dapat berbicara, dan tidak diizinkan kepada
mereka mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan. (al-Mursalat/77:35-36)
Dan firman-Nya:

(٣٨) ‫ص َوابًا‬
َ ‫ال‬
َ َ‫َح ُن َوق‬ َّ ُ‫صفِّا ۖ ََّل يَتَ َكلَّ ُمو َن إََِّل َم ْن أ َِذ َن لَو‬
ّٰ ْ ‫الر‬ ِ
َ ُ‫وح َوالْ َم ّٰلئ َكة‬
ُ ‫الر‬
ُّ ‫وم‬
ُ ‫يَ ْوَم يَ ُق‬
Artinya : Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak
berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha
Pengasih dan dia hanya mengatakan yang benar.(QS. an-Naba‟ :38)33

“Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuknya,”
baik manusia yang terdahulu maupun yang kemudian. “Dan hari itu adalah suatu hari
yang disaksikan.” Ia merupakan hari yang besar yang dihadiri oleh para malaikat, para
rasul, dan seluruh makhluk berupa manusia, jin, dan binatang. Pada hari itu semuanya
diberi keputusan dengan adil. Allah tidak berbuat zalim sedikit pun. Jika perbuatan
manusia itu berupa kebaikan maka Allah akan melipat gandakannya.
“Dan Kami tiadalah mengundurkannya melainkan sampai waktu yang tertentu.”
Yakni, tidaklah kejadian kiamat itu diakhirkan melainkan karena telah ditetapkan
keputusan Allah mengenai keberadaan manusia yang berjumlah banyak sebagai
keturunan Adam dan Allah telah menetapkan waktu tertentu. Jika keturunan Adam
telah terhenti dan manusia yang ditakdirkan lahir telah keluar semuanya maka
terjadilah kiamat.34
Dalam Shahihain bab Syafaat dikemukakan (395)
“Tidaklah berbicara pada saat itu kecuali para rasul. Ucapan para rasul pada saat itu
ialah, „Ya Allah, selamatkanlah... selamatkanlah.”(HR Bukhari dan Muslim)

33
Al-Quran & Tafsirnya ( Edisi yang disempurnakan ), 2011, hlm. 476
34
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, “Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2”,
Maktabah Ma’arif, Riyadh, hlm. 821
44
“Maka diantara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.” Yakni, pada hari
kiamat diantara kumpulan makhluk itu ada yang celaka dan ada yang bahagia.
Maka yang dikumpulkan pada hari itu terdapat orang celaka yang patut
mendapatkan azab yang pedih, juga terdapat orang bahagia yang patut memperoleh
apa yang pernah dijanjikan pada orang-orang yang bertakwa, berupa pahala dan
kenikmatan abadi. Termasuk dalam pembagian ini, adalah orang-orang Mu‟min yang
kebaikannya sama dengan keburukannya dengan orang-orang Mu‟min yang
keburukannya lebih banyak. Oleh karenanya, mereka dihukum sampai saat
dikeluarkan dan hukuman, kemudian dimasukkan kedalam surga, karena mereka ini
pun termasuk kelompok-kelompok yang bahagia jika dilihat dari segi kesudahan
mereka35. Adapun orang-orang yang celaka didunia karena mereka melakukan
perbuatan-perbuatan celaka, akibat akidah mereka yang rusak secara turun-temurun,
dan mengikuti teladan buruk dalam beramal, sehingga mereka diliputi oleh kesalahan,
dan padamlah cahaya fitrah dari jiwa mereka, maka mereka berdesah nafas dan
tersedu-sedu menangis dalam neraka, yang merupakan tempat tinggal dan tempat
kembali karena kesusahan yang tersimpan dalam dada dan sempitnya jiwa mereka,
serta beratnya kesengsaraan. Mereka tinggal dalam neraka untuk selama-lamanya36.
Tafsir ( Hud:108 )
atas jasa , atas amal, atas iman yang telah mereka bina selama didunia, atau
kepercayaan kepada Allah yang tidak pernah lepas “ Kecuali apa yang dikehendaki
oleh Tuhan “ Yaitu bisa saja Tuhan menaikkan lagi tingkat martabat hamba-Nya
yang dimasukkan-Nya kedalam Surga itu, karena nikmat Tuhan Allah tidaklah
terbatas. Karena diujung ayat terang-terang dijelaskan oleh Tuhan. “ (yaitu)
pemberian yang tidak akan putus-putus “.37
Dapatlah disimpulkan dari ayat ini bahwa ada manusia yang akan kekal dalam
neraka karena dosa-dosanya yang besar. Tetapi keputusan Tuhan Allah yang berbuat
sekehendak-Nya, bisa berlaku menurut apa yang diputuskan-Nya. Bahkan bisa jadi

35
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Terjemahan Tafsir Al-Maraghi” CV. Toha Putra Semarang, 1988,
hlm.166.
36
Ibid., hlm. 168
37
Dr. Hamka, “Tafsir Al-azhar Juzu’ XI”, Pt. Pustaka Panjimas. 1984. hlm. 30
45
akhirnya neraka itu ditutup saja oleh Tuhan dan sisa-sisa isinya yang telah lama
didalamnya dipindahkan Tuhan saja ke dalam surga. Dan orang yang kekal dalam
surga pun dapat pula diperbuat Tuhan menurut kehendak-Nya, tidak ada yang dapat
menghalangi. Yang diujung atau telah diterangkan Tuhan, bahwa Dia bisa saja
menambah berlipatganda nikmat-Nya kepada ahli surga itu, tidak ada yang dapat
menghalangi.38
Maksud ayat ini yaitu, bahwa balasan bagi orang-orang yang bahagia itu
merupakan anugrah dan kebajikan dari Allah Ta‟ala bagi orang-orang beriman dan
berbuat kebajikan. Bahwa dia akan menambahkan anugrah kepada mereka, dan bahwa
dia akan melipat gandakan amal baik mereka sampai sepuluh kali lipat atau lebih
sampai tujuh ratus kali lipat39. Di samping itu, Allah akan memberi balasan kepada
mereka dengan balasan terbaik dan lebih baik dari apa yang telah mereka perbuat.
Namun demikian, Allah tidak berjanji untuk menambah balasan bagi orang-
orang kafir dan orang-orang yang berdosa melebihi dari orang yang berhak mereka
terima. Tetapi, Dia hanya mengancam akan memberi balasan kepada mereka, setimpal
dengan perbuatan mereka. Bahwa keburukan itu akan dibalas dengan yang semisal,
sedang mereka tidak dianiaya: dan bahwa Allah takkan menganiaya seorang pun.
Adapaun balasan ini, yakni balasan berupa keabadian dalam neraka, merupakan
pengaruh wajar dari terkotorinya jiwa dengan kekafiran, kezaliman dan kerusakan
yang telah diperbuat.
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang yang berbahagia karena
ketika mereka berada di dunia selalu berhati-hati dan menghindari perbuatan yang
bertentangan dengan perintah Allah dan menjauhi godaan-godaan yang akan
menjerumuskannya ke lembah maksiat, mereka akan ditempatkan di surga, dan kekal
didalamnya selama-lamanya, kecuali Allah swt menghendaki yang lain. Balasan dan
nikmat yang dianugerahkan kepada orang-orang yang berbahagia adalah karunia

38
Ibid hlm. 31
39
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Terjemahan Tafsir Al-Maraghi” CV. Toha Putra Semarang, 1988,
hlm. 170
46
semata-mata dari Allah swt yang terus menerus tiada putus-putusnya, sesuai dengan
firman-Nya:
ِ ‫الصلِ ّٰح‬
ٍ ُ‫ت فَلَهم أَجر َغي ر َمَْن‬ ِ ِ َّ َِّ
(٦)‫ون‬ ُْ ٌْ ْ ُ ّّٰ ‫ين ءَ َامنُوا َو َعملُوا‬
َ ‫إَل الذ‬
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya.(QS. at-Tin : 6)

3. QS. Al-Hasyr Ayat 20

(٢۰) ‫اْلَن َِّة ُى ُم الْ َفائُِزو َن‬


ْ ‫ب‬ ُ ‫َص ّٰح‬
ِ ْ ‫ََل يستَ ِوى أَص ّٰحب النَّا ِر وأَص ّٰحب‬
ْ ‫اْلَنَّة ۖ أ‬ ُ ْ َ ُ ْ َْ
“Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni syurga;
penghuni-penghuni syurga itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr:20)

Kata kunci
Tidak sama ٕ٘‫سر‬ٚ ‫ال‬
Orang-orang yang beruntung ٌٔ‫انفائص‬

Isi kandungan
Firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 20 menerangkan perbedaan
antara orang-orang yang menghuni surga dengan orang-orang yang menghuni neraka.
Hal itu dinyatakan dalam bentuk pertanyaan: “Adakah sama penghuni-penghuni
neraka dengan penghuni-penghuni surga?” Allah SWT menggugah hati manusia guna
berfikir tentang keadaan keduanya. Tentu seorang manusia yang berakal akan
menyatakan bahwa keduanya tidaklah sama. Sehingga dijelaskan perbedaan mereka
dengan disebutkan pada kelanjutan ayat: “penghuni-penghuni surga mereka itulah
orang-orang yang beruntung.”40
Dalam al-Quran, kata “al-faizun” disebutkan empat kali. Semuanya
menggambarkan para penghuni surga. Sebagian ahli tafsir memaknainya sebagai

40
Tafsir Al Misbah vol. 14 hlm. 133

47
orang-orang yang beruntung, lawan dari “al-khasirun” atau orang-orang yang
merugi.41
Ibnu Jarir Ath-Thabari (wafat th. 310 H) menafsirkan “al-faizun” dalam ayat di
atas sebagai orang-orang yang meraih apa yang mereka cari dan inginkan. Mereka
adalah orang-orang yang selamat dari peringatan yang ditujukan kepada mereka.42
Dari sisi bahasa, kata "al- faizun " dalam ayat di atas tidak selalu diartikan
sebagai orang- orang yang beruntung, tapi juga sebagai para pemenang. Seperti halnya
tafsir Syaukani, orang yang menang berperang melawan musuh juga dikatakan "faaza
bihi".43
Dalam kitab Jamiul Ahkamil Qur‟an milik Beliau Al Imam Abu Abdillah
Muhammad bin Ahmad Al Anshori Al Qurtubi rodliyallohu‟anh (yang lebih dekenal
sebagai Tafsir Al Qurtubi) dinyatakan bahwa :

‫ "َل يستوي أصحاب النار وأصحاب اْلنة" أي ِف الفضل والرتبة "أصحاب اْلنة‬:‫قولو تعال‬
.‫ىم الفائزون" أي املقربون املكرمون‬
Firman Allah Subhanahu Wata‟ala : “Tidaklah sama penghuni neraka dan penghuni
sorga” yaitu dalam hal keutamaan dan golongan. “Penghuni sorga merekalah orang-
orang yang beruntung” yaitu : muqorrobun (orang-orang yang dekat di sisi Alloh
Subhanahu wata‟ala) mukrimuun (Orang-orang yang mulia di sisi Alloh Subhanahu
wata‟ala
Kesesuaian makna surat Al-Hasyr ayat 20 tersebut berkesesuaian dengan ayat Al-
Quran yang lain dinyatakan dalam QS. Shod: 28, QS Al-Maidah: 100, QS As-
Sajdah:18, sebagai berikut:
QS. Shaad ayat 28

(٢٨) ‫ْي َكالْ ُف َّجا ِر‬ ِ ِ ‫ين ِف ْاْل َْر‬ ِِ ِ ِ ّٰ ‫أَم ََْنعل الَّ ِذين ءامنُوا وع ِملُوا‬
َ ‫ض أ َْم ََْن َع ُل الْ ُمتَّق‬ َ ‫الصل ّٰحت َكالْ ُم ْفسد‬
ّ ََ ََ َ َُ ْ
“Patutkah kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula)
Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat
maksiat?” (QS. Shaad : 28)
41
Abdurrahman as-Sa'di Tafsir al-Karim al-Rahman , cet. Muassasah ar-Risalah, hlm. 853.
42
Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Quran , cet.Muassasah ar-Risalah, jilid 23, hlm. 300.

43
Ibrahim Musthafa, dkk., Al-Mu'jam al- Wasith , cet. Dar ad-Da'wah, jilid 2, hlm. 576.

48
QS. Al-Maidah ayat 100

‫ب لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِ ِ‫اْلَب‬


ِ ‫يث ۖ فَاتَّ ُقوا اللَّوَ ّٰيأ‬
ِ ‫ُول ْاْلَلّْٰب‬ ْ ُ‫ك َكثْ َرة‬
َ َ‫ب َولَ ْو أ َْع َجب‬ َّ ُ ِ‫اْلَب‬
ْ ‫قُل ََّل يَ ْستَ ِوى‬
ُ ّْ‫يث َوالطي‬
)١۰۰( ‫تُ ْفلِ ُحو َن‬

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang
buruk itu menarik hatimu , maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal,
agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah : 100)

QS. As-Sajdah ayat 18


ِ َ‫أَفَمن َكا َن م ْؤِمنًا َكمن َكا َن ف‬
(١٨)‫اس ًقا ۖ ََّل يَ ْستَ ُوۥ َن‬ َ ُ َ
“Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? Mereka
tidak sama.” (QS. As-Sajdah : 18)
Beliau Syaikh Muhammad Ali Ash- Shabuni (Shofwatut Tafasir : 300
menjelaskan “Tiadalah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni
surga” pada hari kiamat, tidak sama antara orang orang yang celaka dan orang-orang
yang beruntung, antara ahli surga dan ahli neraka, dalam hal anugrah dan kedudukan.
“Penghuni-penghuni surga itulah orang orang yang beruntung”; ahli surga adalah
orang orang yang meraih kebahagiaan abadi di negeri kenikmatan dan itulah
keberuntungan yang agung.
Kemudian Allah menyebutkan kehebatan Al Qur‟an dan pengaruhnya pada
gunung-gunung yang tinggi yang tuli. Alloh berfirman : “Kalau sekiranya Kami
menurunkan Al Qur‟an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya
tunduk terpecah belah diseabkan takut kepada Allah” seandainya Kami ciptakan akal
pikiran pada gunung sebagaimana Kami ciptakan akal untuk manusia dan kami
turunkan kepadanyaAl Qru‟an ini dengan janji dan ancamannya, tentu gunung yang
tenang akan tunduk dan pecah karena takut kepada Allah. Ini menggambarkan
keagungan Al Qur‟an dan kuatnya pengaruhynya. Seandainya gunung yang demikian
kuat dan keras, kemudian Al Qur‟an diturunkan kepaanya tentu kamu melihatnya

49
tunduk dan retak karena takut kepada Allah. Tujuan ayat ini ingin mengkritik
manusia karena ia tidak menjadi tunduk ketika membaca Al Qur‟an. Bahkan ia
berpaling dari isi Al Qur‟an yang berupa hal-hal yang ajaib dan agung.
Dengan demikian, maka ayat ini menjelaskan keagungan Al Qur‟an dan
kehinaan manusia. Dalam Al Bahr al Muhith disebutkan tujuan ayat ini ingin
mengkritik manusia atas hatinya yang keras dan tidak terpengaruh oleh al Qur‟an ini.
Padahal seandainya diturunkan kepada gunung maka tunduk dan meletus. Jika
gunung yang demikian besar dan keras saja berubah menjaditunduk dan retak, maka
manusia lebih layak terhadap hal itu. Namun karena hina dan lemah manusia tidak
demikian. “Dan perumpamaan- perumpaamaan itu Kami buat untuk manusia supaya
mereka berpikir”. Permisalan itu Kami rinci dan jelaskan kepada umat manusia agar
mereka merenungi bukti-bukti kekuasaan Allah dan keesaan Nya lalu mereka mau
beriman.

4. Q.S Al-Ahzab ayat 71


ِ ِ ِ ِ ‫ي‬
ً ‫صل ْح لَ ُك ْم أ َْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغف ْر لَ ُك ْم ذُنُوبَ ُك ْم َوَم ْن يُط ِع اللَّ َو َوَر ُسولَوُ فَ َق ْد فَ َاز فَ ْوًزا َعظ‬
‫يما‬ ُْ
Artinya:
Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan
barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan
kemenangan yang agung.

Dia akan memperbaiki َّ‫صلِ ْح‬


ْ ُ‫ي‬
bagi kalian َّ‫لَ ُك ْم‬
amalan kamu ‫أَ ْع َمبلَ ُك َّْم‬
dan mengampuni َّ‫ََيَ ْغفِ ْس‬
bagi kalian َّ‫لَ ُك ْم‬
dosa-dosa kamu ‫ُذوُُبَ ُك َّْم‬
dan siapa َّ‫ََ َم ْه‬
Mentaati َّ‫يُ ِط ِع‬
Allah َ‫ّللا‬
َّ

50
dan Rasulnya ًَُّ َ‫سُل‬
ُ ‫ََ َز‬
maka sungguh َّ‫فَقَ ْد‬
ia mendapat َ َ‫ف‬
َّ‫بش‬
: keuntungan / kemenangan ‫فَ ُْ ًشا‬
Besar ‫َع ِظي ًمب‬

Tafsir:
Ayat ini sangat berkaitan dengan ayat 70, dan di tujukan kepada orang-orang
beriman. Allah SWT memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar
tetap bertakwa kepada-Nya dan menyembah-Nya dengan penyembahan sebagaimana
seseorang yang melihat-Nya, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar, yang jujur, tidak pula menyimpang atau berbohong.
Anjuran dan perintah dari Allah bahwa kaum muslimin senantiasa mengatakan
sesuatu secara jujur dan tidak berbohong. Kewajiban berkata tentang suatu kebenaran
walau terasa pahit. Berbohong merupakan perbuatan yang mungkar. Allah
menjanjikan kepada mereka jika mereka melakukan perintah-perintah-Nya ini, Dia
akan memberi mereka pahala dengan memperbaiki amal perbuatan mereka. Allah akan
mengampuni dosa-dosa mereka yang terdahulu. Sedangkan dosa yang akan mereka
lakukan di masa mendatang, Allah akan memberi mereka ilham untuk bertobat
darinya.
Demikian itu karena dia dihindarkan dari neraka Jahim dan dimasukkan ke
dalam surga yang penuh dengan kenikmatan yang kekal.

51
Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari Lais, dari
Abu Burdah, dari Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa kami shalat zuhur
bersama Rasulullah Saw. Setelah selesai dari salatnya beliau berisyarat kepada kami
dengan tangannya, lalu kami duduk, dan beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah
Swt. telah memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk
bertakwa kepada Allah dan berkata yang benar. Kemudian beliau Saw. mendatangi
kelompok kaum wanita, lalu bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan
kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan
berkata yang benar.
Ibnu Abud Dunia telah mengatakan di dalam Kitabut Taqwa, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Abbad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami
Abdul Aziz Imran Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Sabrah, dari
Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa tidaklah
Rasulullah Saw. berdiri di atas mimbar, melainkan ia selalu mendengarnya
mengucapkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (Al-Ahzab: 70)

Allah menginformasikan kepada kita bahwa siapa saja dari ummatNya yang
mentaatiNya dan mentaati RasulNya (Nabi Muhammad) maka sesungguhnya ia
(ummat) telah memperoleh kemenangan yang besar. Ada yang mendapat rezeki yang
cukup, ada yang mendapatkan jalan keluar dari segala masalah, kebahagiaan dan
rahmat bisa juga kemenangan secara hakiki yaitu mendapatkan Surganya Allah SWT.
Siapa menaati Allah SWT dan Rasul-Nya maka sungguh ia telah meraih
keberuntungan besar yakni ampunan dan Surga-Nya.

5. Qs. An-Nur ayat 48 – 52

‫اَلَ ُّق يَأْتُوا إِلَْي ِو‬


ْ ‫ َوإِن يَ ُكن ََّلُ ُم‬،‫ضو َن‬ ِ ِِ ِ
ٌ ‫َوإِ َذا ُدعُوا إِ َل اللَّو َوَر ُسولوۦ ليَ ْح ُك َم بَْي نَ ُه ْم إِ َذا فَ ِر‬
ُ ‫يق ّْمْن ُهم ُّم ْع ِر‬
‫ك ُى ُم‬ َ ِ‫يف اللَّوُ َعلَْي ِه ْم َوَر ُسولُوۥُ ۖ بَ ْل أُوّٰلئ‬ ِ
َ ‫ض أَِم ْارتَابُوا أ َْم ََيَافُو َن أَن َُي‬
ِِ
ٌ ‫ أ َِف قُلُوَبم َّمَر‬،‫ْي‬
ِِ
َ ‫ُم ْذعن‬
52
‫لِيَ ْح ُك َم بَْي نَ ُه ْم أَن يَ ُقولُوا ََِس ْعنَا‬ ‫اللَّ ِو َوَر ُسولِِۦو‬ ‫ْي إِذَا ُدعُوا إِ َل‬ ِِ ِ ّٰ
َ ‫ إَِِّنَا َكا َن قَ ْو َل الْ ُم ْؤمن‬،‫الظّل ُمو َن‬
‫ك ُى ُم‬ َ ِ‫ش اللَّ َو َويَتَّ ْق ِو فَأُوّٰلئ‬
َ ْ‫َوََي‬ ُ‫اللَّ َو َوَر ُسولَوۥ‬ ‫ َوَمن يُ ِط ِع‬،‫ك ُى ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬ َ ِ‫َوأَطَ ْعنَا ۖ َوأُوّٰلئ‬
.‫الْ َفائُِزو َن‬
Artinya:
“Apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar rasul menghukum
(mengadili) diantara mereka, tiba-tiba sebagian dari meraka menolak untuk dating.
Tetapi, jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka dating kepada Rasul
dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada
penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau Allah dan
Rasul-Nya berlaku Zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang
yang Zalim. Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka
ialah ucapan, „kami mendengan dan kami patuih.‟ Dan mereka itulah orang-orang
yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya serta takut
bkepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, mereka adalah oprang-orang yang
mendapat kemenangan.” (Qs. An-nur : 48-52)

Tafsir
Dalam surah an-nur ayat 48-52 saling berkaitan, setelah mengutip ayat ke 48-52
surah an-nur, Imam Syafi‟I mengetakan, “ Dengan demikian, melalui ayat ini Allah
telah mengajarkan kepada umat manusia bahwa seruan merekan kepada Rasulullah
yang bertujuan supaya beliau menentukan hokum diantara mereka adalah seruan
kepada hokum Allah. Sebab, yang berhak menentukan keputusan hokum diantara
mereka adalah Rasulullah. Oleh karena itu, jika mereka mau menerima hokum beliau,
berarti mereka mau tunduk kepada ketetapan Allah. Allah juga memberitahu mereka
bahwa hukum Rasulullah adalah hokum-Nya, yang memiliki pengertian wajib
dijalankan. Hukum yang akan menyejahterakan dan membahagiakan yang sudah
berada dalam pengetahuan-Nya, disertai dengan perlindungan dan taufik-Nya, dengan
dukungan penuh petunjuknya dan ketundukan beliau pada perintahnya. Dengan
demikian, Allah telah memberlakukan berbagai kewajiban dengan mengharuskan
seluruh mahlukNya untuk mentaati Rasul-Nya. Dia juga mengikrarkan kepada
mereka bahwa ketaatan tersebut berarti juga ketaatan kepada-Nya. Setelah itu, Dia

53
memberitahu mereka bahwa Dia telah mewajibkan Rasul-Nya untuk mengikuti
perintah-Nya. 44
Firman Allah SWT, َّ ًَُ‫سُل‬
ُ ‫ََّ َز‬
َ َ‫“ ََ َمهْ َّيُ ِط ِع َّّللا‬dan barang siapa yang taat kepada
Allah dan Rasul-Nya” pada hal-hal yang diperintahkan dan diputuskan.
ًَِّ ‫ََّيَت ْق‬ َ ‫ََيَ ْخ‬
َ َ‫ش َّّللا‬ “dan takut kepada Allah dan bertqwa kepadaNya.” Hafsh
membaca “wyattaqhi” dengan lafazh ً‫ ََيَت ْق‬, yakni dengan memberikan harakat sukun
pada huruf qaf, dengan niat jazm. Sedangkan yang membubuhinya dengan harakat
kasrah. 45 sebab jazm kata tersebut adalah dengan membuang huruf akhirnya. Harakat
ha‟ yang terdapat pada “wayattaqhi” itu diberi harakat sukun oleh Abu Amr dan Abu
Bakar, sementara Ya‟qub memberikan harakat kasrah tidak sempurna. Mereka
meriwayatkan qira‟ah itu dari Nafi‟, Al Busti dari Abu Amr dan Hafsh. Sedangkan
yang lain memberikan harakat kasrah tidak sempurna. Mereka meriwayatkan qira‟ah
itu dari Nafi‟, Al-Busti dari Abu Amr dan Hafsh. Sedangkan yang lain memberikan
harakat kasrah pada huruf ha‟ dengan sempurna. 46
َ ‫“فَأَُلَئِكَ َّ ٌُ ُم َّا ْلفَبئِص‬Maka mereka adalah orang-orang yang mendapat
َّ‫َُن‬
kemenangan”. Aslam menuturkan bahwa ketika Umar sedang berdiri di masjid Nabi
SAW, tiba-tiba seorang lelaki yang termasuk pembesar bangsa Romawi berdiri diatas
kepalanya. Dia berkata, “ Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak kecuali Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Mendengar itu Umar
bertanya. “Mengapa kamu melakukan itu” lelaki itu menjawab “Ya. Sesungguhnya
aku telah membaca Taurat, Zabur, Injil, dan banyak kitab para Nabi lainya. Ketika
aku mendengar seorang tawanan membaca ayat al-Quran yang mencakup semua hal
yang ada didalam kitab-kitab terdahulu, maka akupun tahu bahwa ia berasal dari sisi
Allah, sehingga akupun masuk islam.”Umar bertanya, “Apakah ayat tersebut?” Lelaki
itu menjawab , “Firman Allah SWT wamanyutiillaha „Dan barang siapa yang takut
kepada Allah‟, pada hal-hal yang diwajibkan, warosulahu „Dan Rasul-Nya‟, pada hal-
hal yang disunnahkan”

44
Tafsir Imam Syafi’I Jilid 3, hlm. 207-209
45
Lih. Taqrib An-Nasyr, hlm. 15-16
46
Ibid
54
ًَِّ ‫ََّيَت ْق‬
َ ‫َّّللا‬
َ ‫ش‬ َ ‫ََيَ ْخ‬ „dan takut kepada Allah‟, pada usianya yang telah berlalu.
Wayattaqhi „dan bertakwa kepadaNya‟, pada usianya yang masih tersisa. َّ ‫فَأَُلَئِ َك َّ ٌُ ُم‬
َّ َ‫„ا ْلفَبئِ ُصَن‬Maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan‟. Orang yang
mendapat kemenangan adalah orang yang selamat dari api neraka dan masuk surga.”
Umar berkata, “ Nabi SAW bersabda, yang artinya , aku diberikan ucapan yang padat
makna namun redaksinya singkat”47
Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya (dalam berperkara dan selain
itu) dan takut kepada Allah (menyangkut dosa-dosa yang pernah dilakukanya) seta
bertakwa kepadanya (berusaha menghindar dari siksa Allah SWT. Dengan
melaksakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya), maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung. 48
Semua yang mentaati semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya
karena meyakini bhwa perintah Allah yang akan membawa kepada kebahagiaan dunia
dan akhirat, meninggalkan semua laranganya, akan menjauhan mereka dari bahaya dan
malapetaka didunia dan akhirat dan selalu bertakwa kepadaNya, dan berbuat baik
kepada sesame manuasia, amaka mereka itu termasuk golongan orang-orang yang
mencapai keridhaan ilahi dan bebas dari segala siksaan-Nya di akhirat.

47
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam pembahasan tentang ta’bir, bab no.11, Muslim dalam
pembahsan tentang masjid (no.85), At-Tirmidzi dalam pembahasan tentang perjalanan hidup
Rasulullah SAW, bab no. 5, dan Ahmad dalam Al Musnad (2/172)
48
M. Quraish Shihab, “Al-quran dan maknanya”, hlm. 306
55
BAB 5
MEMAHAMI DAN MENGHAYATI AYAT AL-QUR‟AN
MENGENAI PENYAKIT JIWA

1. QS. Al- Hasyr Ayat 18


 Ayat dan Arti

‫ت لِغَ ٍد َواتَّ ُقوا اللَّوَ إِ َّن اللَّوَ َخبِ ٌري ِِبَا تَ ْع َملُو َن‬
ْ ‫َّم‬ َّ
ٌ ‫ين َآمنُوا اتَّ ُقوا اللوَ َولْتَ ْنظُْر نَ ْف‬
َ ‫س َما قَد‬
ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri mmperhatikan apa yang telah dikedepankannya untuk hari esok dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyangkut apa yang kamu kerjakan
Maha Mengetahui.”
 Kosakata
ْ‫َٔ ْنرَُظُس‬ Memperhatikan
ْ ‫قَ َّد َي‬
‫د‬ Lampau
‫نِ َغ ٍد‬ Esok

 Pembahasan
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan perintah “bertaqwa” kepada Allah
(ittaqûLlâha). Disebutkan dalam Tafsîr ibnu Katsîr bahwa taqwa sendiri
diaplikasikan dalam dua hal, menepati aturan Allah dan menjauhkan diri dari
laranganNya.Jadi, tidak bisa kita mengatakan “saya telah menegakkan shalat”, setelah
itu berbuat maksiat kembali. Karena makna taqwa sendiri saling bersinergi, tidak
dapat dipisahkan.
Dalam kitab Tafsîribnu Katsîr, ayat ini disamakan dengan perkataan hâsibû
anfusakum qablaan tuhâsabû. Hisablah (introspeksi) diri kalian sebelum nanti kalian
dihisab (di hari akhir). (WattaqûLlâh) Dan bertaqwalah kepada Allah. Kalimat kedua
(wattaqûLlâh) sama dengan pernyataan Allah dalam kalimat pertama ayat ini.

56
Perintah bertaqwa disebutkan dua kali sebagai sebuah bentuk penekanan. Hal ini
menggambarkan betapa pentingnya ketaqwaan kita kepada Allah.49
InnaLâha khabîrun bimâta‟malûn (sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang
kalian kerjakan), memberikan pengertian bahwa baik dan buruknya perbuatan kita
tidak akan pernah lepas dari pengawasan Allah, kapan pun dan di mana pun. Secara
tidaklangsung, ayat ini telah mengajarkan kepada kita suatu hal yang sangat
mendasardari manajemen hidup sebagai muslim, yang berorientasikan Allah dan hari
Akhir. Menjadikan perbuatan di dunia sebagai wasilah (sarana) menuju Allah.
Kelompok ayat-ayat yang lalu berbicara tentang orang-orang Yahudi dan
munafik yang kesudahan mereka adalah siksa duniawi dan ukhrawi. Ayat di atas
mengajak kaum muslimin untuk berhati-hati jangan sampai mengalami nasib seperti
mereka itu. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah yakni hindarilah siksa yang dapat dijatuhkan Allah dalam kehidupan dunia dan
akhirat dengan jalan melaksanakan perintah-Nya sekuat kemampuan kamu dan
menjauhi menjauhi larangan-Nya dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah dikedepankannya yakni amal saleh yang telah diperbuatnya untuk hari esok yang
dekat yakni akhirat.
Setelah memerintahkan bertakwa didorong oleh rasa takut, atau dalam rangka
melakukan amalan positif, perintah tersebut diulangi lagi – agaknya agar didorong
oleh rasa malu, atau untuk meninggalkan amalan negatif. Allah berfirman: Dan sekali
lagi Kami pesankan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyangkut apa
yang senantiasa dan dari saat ke saat kamu kerjakan Maha Mengetahui sampai sekecil
apapun.
Kata tuqaddimu/ dikedepankan digunakan dalam arti amal-amal yang dilakukan
untuk meraih manfaat di masa datang. Ini seperti hal-hal yang dilakukan terlebih
dahulu guna menyambut tamu sebelum kedatangannya.
Perintah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok, dipahami
oleh Thabathaba‟i sebagai perintah untuk melakukan evaluasi terhadap amal-amal
yang telah dilakukan. Ini seperti seorang tukang yang telah menyelesaikan
49
Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, T.Th
57
pekerjaannya. Ia dituntut untuk memperhatikannya kembali agar
menyempurnakannya bila telah baik, atau memperbaikinya bila masih ada
kekurangannya, sehingga jika tiba saatnya diperiksa, tidak ada lagi kekurangan dan
barang tersebut tampil sempurna. Setiap mukmin dituntut melakukan hal itu. Kalau
baik dia dapat mengharap ganjaran, dan bila buruk hendaknya ia segera bertaubat.
Atas dasar ini pula ulama beraliran Syi‟ah itu berpendapat bahwa perintah takwa yang
kedua dimaksudkan untuk perbaikan dan penyempurnaan amal-amal yang telah
dilakukan atas dasar perintah takwa yang pertama.50
Pesan moral yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut adalah mengenai keterbatasan
waktu yang kita miliki. Benar, waktu yang kita miliki tidaklah panjang, begitu pun
dengan masa hidup kita. Maka alangkah baikya kita menggunakannya dengan baik
dan benar dengan beramal shalih. Jikalau tidak, maka pastilah kita akan merugi. Inna
l-insâna lafî khusrin.Sungguh seluruh manusia berada dalam kerugian.
2. Q.S Al-Baqarah Ayat 10
 Ayat dan Arti
ِ ‫ِِف قُلُوَبِِم مرض فَزادىم اللَّو مرضا وََلم ع َذاب أَلِيم ِِبا َكانُوا يك‬
‫ْذبُو َن‬ َ َ ٌ ٌ َ ُْ َ ً َ َ ُ ُ ُ َ َ ٌ َ َ ْ
Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit itu; dan
mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta.”

 Kosakata
Hati ‫قُهُٕتِ ِٓ ْى‬
Penyakit/Keraguan ٌ‫َي َسض‬

 Pembahasan
“Dalam hati mereka ada penyakit.”
Ada pendapat mengatakan bahwa penyakit itu berupa keraguan. Pendapat lain
mengatakan rijis (kekejian/kekotoran). Yang benar adalah kesemuanya itu. Yakni
penyakit yang ada dalam hati kaum munafik ialah keraguan, riya, kekejian/

50
Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah, 2003
58
kekotoran. Penyakit ragu karena mereka meragukan risalah Nabi Muhammad SAW.
Tidak diragukan lagi bahwa kekafiran merupakan kekejian dan kekotoran.
“Lalu Allah menambah penyakitnya itu.”
Yakni menambah keraguan, riya, dan kekejian itu. Demikianlah balasan tersebut
berupa perbuatan sejenis.
Pada ayat ini diterangkan keburukan dusta atau sikap berpura-pura dan akibat-
akibatnya. Dendam, iri hati, syubhat, kenifakan dan keraguan termasuk penyakit hati.
Hal itu dikarenakan hati dihadapkan oleh dua penyakit yang menyebabkan jauh dari
kesehatannya dan kenormalannya, yaitu penyakit syubhat yang batil dan penyakit
syahwat yang menggoda, maka kekufuran, kenifakan, keragu-raguan dan semua
bid‟ah-bid‟ah itu adalah penyakit-penyakit syubhat. Sedangkan perzinahan, suka akan
kekejian dan kemaksiatan lalu melakukannya adalah penyakit syahwat. Penyakit hati
akan bertambah parah, bilamana disertai dengan perbuatan nyata. Misalnya rasa sedih
pada seseorang akan bertambah dalam apabila disertainya dengan perbuatan-
perbuatan nyata, seperti menangis, meronta-ronta, dan sebagainya. Penyakit-penyakit
dengki yang demikian itu terdapat dalam jiwa orang-orang munafik. Oleh karena itu
mereka memusuhi Allah dan Rasul-Nya, menipu dengan sikap pura-pura dan
berusaha mencelakakan Rasul dan umatnya. Kemudian penyakit itu bertambah-
tambah setelah melihat kemenangan-kemenangan Rasul. Setiap kali Rasul
memperoleh kemenangan, bertambah pulalah penyakit mereka. Terutama sekali
penyakit bimbang dan ragu-ragu, menimbulkan ketegangan jiwa yang sangat pada
orang-orang munafik. Akal pikiran mereka bertambah lemah untuk menanggapi
kebenaran agama dan memahaminya, bahkan pancaindera mereka tidak mampu
menangkap obyek dengan benar.
Abu Ja‟far berkata: Asal kata marodu adalah assuqomu yang artinya penyakit.
Kemudian ia dinisbatkan kepada jasmani dan rohani. Dalam ayat ini Allah
menginformasikan bahwa dalam hati orang-orang munafik terdapat penyakit. Dan
sebenarnya yang dimakud dengan penyakit hati di sini adalah kerusakan akidah,
namun Allah cukup menyebutnya penyakit dalam hati karena maksudnya telah
dipahami oleh para pendengar.
59
Demikian juga firman Allah ٌ‫ قُهُٕتِ ِٓ ْى َي َسض‬ِٙ‫“ ف‬Dalam hati mereka ada penyakit,”
maksudnya, bahwa dalam keyakinan hati mereka terhadap agama dan kenabian Nabi
Muhammad SAW terdapat penyakit. Penyakit ini yang dimaksud keraguan mereka
tentang kenabian Nabi Muhammad SAW dan apa yang diturunkan kepadanya,
mereka tidak mempercayai seratus persen, juga tidak mengingkarinya seratus persen,
akan tetapi seperti diinformasikan Al-Qur‟an : “Mereka dalam keadaan ragu-ragu
antara yang demikian (iman dan fakir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-
orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan
tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (Q.S An-Nisaa‟ [4]: 143).
Penafsiran ini juga sesuai dengan riwayat-riwayat berikut ini :
1. Muhammad bin Hamid menceritakan kepada kami, katanya : Salamah
menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishak, dari Muhammad bin Abi
Muhammad pembantu Zaid bin Tsabit, dari Ikrimah, atau dari Sa‟id bin Jubair
dari Ibnu Abbas: ٌ‫ قُهُٕتِ ِٓ ْى َي َسض‬ِٙ‫“ ف‬Dalam hati mereka ada penyakit,” artinya
Keraguan.51
2. Al-Minjab52 menceritakan kepadaku, katanya: Bisyr bin Umarah menceritakan
kepada kami, dari Abu Rauq, dari Adh-Dhahak dari Ibnu Abbas ia berkata: Al
marodu artinya munafik.53
3. Surat As-Syams Ayat 7-10
 Ayat dan Arti

َ .‫اىا‬
َ ‫اب َم ْن َد َّس‬ َ ‫ قَ ْد أَفْ لَ َح َم ْن َزَّك‬،‫ورَىا َوتَ ْق َو َاىا‬
َ ‫ َوقَ ْد َخ‬،‫اىا‬ ٍ ‫َونَ ْف‬
َ ‫ فَأَ َْلََم َها فُ ُج‬،‫س َوَما َس َّو َاىا‬
Artinya: “(7). Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), (8). Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, (9).
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, (10). Dan sesunguhnya
merugilah orang yang mengotorinya.”

51
Al-Mawardi dalam An-Nukat wal ‘Uyun (1/74), Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir-nya (1/44), Abu
Ubaidah dalam Majazil Qur’an (1/32) dan Ibnu Jauzi dalam Zad Al Masir (1/31).
52
Yaitu Al Minjab bin Al Harits bin Abdurrahman at-Tamimi, Abu Muhammad Al Kufi dari tingkatan
kesepuluh, meninggal tahun 31, lihat At-Taqrib (545).
53
Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir-nya (1/44), Az-Zuzaj dalam Ma’ani Al-Qur’an (1/86) dan Asy-
Syaukani dalam Fath Al Qadir (62).
60
 Kosakata

ٍ ‫ََ ْف‬
‫س‬ Jiwa
‫فَأَ ْنَٓ ًََٓا‬ Maka Allah mengilhamkan
َ َ‫خ‬
‫اب‬ Rugi

 Pembahasan
Dalam ayat 7, Allah bersumpah memakai nama jiwa dan zat yang diciptakannya.
Dan zat tersebut dibekali dengan kekuatan ruhani dan jasmani, hingga keduanya
bekerja selaras dengan fungsinya masing-masing. Lalu Allah menjelaskan
penyempurnaan ciptaannya dalam ayat 8, yaitu Allah memberikan isnpirasi atau ilham
kepada setiap manusia agar dapat membedakan kefasikan dan ketakwaan. Lalu Allah
menjelaskan suatu konsekuensi yang akan diterima oleh makhluknya, bahwa orang
yang mau mensucikan jiwanya dan meningkatkan kesempurnaan akal dan perbuatan
dari hal-hal yang batil merupakan orang yang beruntung. Dan orang yang mengotori
jiwanya dan mencampakkan dirinya dalam kehancuran dengan melakukan
kemaksiatan, menjauhkan diri dari Allah.
Dan dalam ayat ke Sembilan Allah menjelaskan
‫ (قد افلح) َس ُع َد (من زكىها) اصلح هللا نفسه و طهرها من الذنوب‬Allah membahagiakan orang
yang mensucikan dirinya dari dosa.( al-Hasan, Abi. (1995). al-Wajiz fi Tafsir.
Damaskus:Dar al-Qalam, hal:1206
Dalam ayat 7 disebutkan, ketika Allah menciptaka manusia, Allah
menyemprnakannya dengan mengajarkan kepada manusia bagaimanamembedakan
antara yang hak dan yang batil. Sunggh mengagumkan, sebuah ciptaan yang berasal
dari tanah dan ruh lalu Allah menilhamkan ke dalam wujud itu pemahaman mengenai
dosa, kefasikan, perbuatan buruk, ketakwaan dan perbuatan baik pada lingkungan
khusus dimana manusia tinggal. Lalu Allah menyebutkan kata fujur yang berarti
membuka, yang bermakna dosa, maksudnya dosa dapat merobek/membuka tirai
kesalehan dan agama. Sementara makna dari taqwa adalah perlindungan. Maksudnya

61
manusia mempunyai kemempuan untuk melindungi dirinya sendiridari dosa,
kejahatan, penyimpangan dan keburukan.
Dalam ayat 8, allah bermaksud menggambarkan bahwa keselamatan manusia
tergantung pada bagaimana ia memelihara kesucian jiwa yang asli dari pencemaran,
serta terlindungnya jiwa dari hasrat-hasrat hewani.
Dan pada ayat ke 10, Imam Muhammad Baqir dan putranya Imam Ja‟far Shadiq
berkata dalam sebuah hadits “sesungguhnya beruntunglah orang yang taat dan
celakalah orang yang durhaka”.(majma al bayan jilid 10 hal 498).
Ayat 7 menjelaskan mengenai penciptaan manusia, bahwa manusia disuruh
mengamati mengapa dirinya ada dan siapa yang membuat dirinya ada, dan menyuruh
kita yakin akan adanya Sang Pencipta, disini teletak pepatah terkenal “barangsiapa
yang telah mengenal dirinya, niscaya akan kenal dengan tuhannya. Dan dalam pangkal
ayat 8, menjelaskan mengenai penyempurnaan makhluk ciptaan Allah yang disebut
manusia dengan diberi-Nya ilham dan petunjuk. Lalu setelah manusia memiliki akal
untuk membedakan man ayang baik dan mana yang buruk, Allah melanjutkan dengan
ayat 9 yang bermakna, bahwa barangsiapa yang membersihkan dirinya yaitu gabungan
dari jasmani dan rohani. Jasmani berarti suci dari hadas dan najis, sedangkan rohani,
jiwanya dibersihkan dari penyakit seperti mempersekutukan tuhan, mendustakan
kebenaran yang dibawa rasul, bersifat hasad, dengki, benci, dendam, sombong angkuh
dan lain-lain. Dan pada ayat 10 Allah mengancam barangsiapa yang mengotori
dirinya maka akan celaka, dan Allah telah menunjukkan bencana yang terjadi pada
kaum Tsamud sebagai contoh nyata.
Abu Hurairah r.a berkata Nabi saw. Bersabda Allah Ta‟ala berfirman

‫الكْب ياء ردا ءى فمن نا ز عن ردا ءى قصمتو‬


“kebesaran dan kesombongan itu adalah ibarat pakaian-Ku barangsiapa hendak
menyamai-Ku dalam pakaian itu , akan Aku binasakan. (riwayat Alhakim).

62
Umamah ra berkata Nabi saw. Bersabda Allah Ta‟ala berfirman

‫خلقنت اْلري الشر فطوىب ملن خلقتو للخري واجريت اْلريعلى يديو وويل ملن خلقتهل للشر‬
‫واجريتهل الشر على يديو‬
“aku telah meciptakan kebaikan dan kejahatan, maka bahagialah orang yang telah Ku-
ciptakan untuk kebaikan dan melkasanakannyaserta celaka lagi bagi orang yang telah
Ku-ciptakan untuk kejahatan dan melaksanakannya. (Riwayat Ibnu Syahin).

Ali r.a berkata Nabi saw.bersabda, Allah Ta‟ala berfirman

‫اشتد غضيب على من ظلم من َل جيد لو ناصرا غري‬


“aku sangat murka atas orang yang melakukan kedhaliman(aniaya) terhada orang
yang tidak ada pembelanya selain aku” (H.R Athathabarani didalam kitab “Alkabir”
dan “AlQudha‟ie dan Ali).

4. Al Qiyamah ayat 2
 Ayat dan Arti

.‫س الََّّو َام ِة‬


ِ ‫َوََل أُقْ ِس ُم بِالنَّ ْف‬

Artinya: “dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).”

 Kosakata

Dengan jiwa
ِ ‫تِانَُّ ْف‬
‫س‬

Aku bersumpah
‫أُ ْق ِس ُى‬

 Pembahasan
Allah bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri (An-Nafsul
Lawammah) terhadap sikap dan tingkah lakunya pada masa lalu yang tidak sempat
lagi diisi dengan perbuatan baik. An Nafsul Lawammah berarti jiwa yang menyesali
dirinya karena berbuat kejahatan. Kenapa masih saja tidak sanggup dihentikan? Pada
kebaikan yang disadari manfaatnya kenapa tidak diperbanyak atau dilipatgandakan
saja? Begitulah an nafsul lawwamah berkata dan menyesali dirinya sendiri.
63
Perasaan menyesal itu senantiasa ada walaupun ia sudah berusaha keras dengan
segenap upaya untuk mengerjakan amal shaleh. Padahal semuanya akan
diperhitungkan kelak. An nafsul lawwamah juga berarti jiwa yang tidak bisa
dikendalikan pada waktu senang maupun susah. Waktu senang bersikap boros dan
royal, sedang dimasa susah menyesali nasibnya dan menjauhi agama.
An Nafsul lawwamah sebenarnya adalah jiwa seorang mukmin yang belum
mencapai tingkat yang lebih sempurna. Penyesalan adalah benteng utama dari jiwa
seperti ini karena telah melewati hidup diatas dunia dengan kebaikan yang tidak
sempurna.
Perlu dijelaskan disini hubungan antara hari kiamat dengan an nafsul lawwamah
yang sama sama digunakan allah untuk bersumpah dalam awal surat ini. Hari kiamat
itu kelak akan membenberkan akan jiwa seseorang, apakah ia memperoleh
kebahagiaan atau kecelakaan. Maka jiwa dan an nafsul lawwamah boleh jadi termasuk
golongan yang bahagia atau termasuk golongan yang celaka. Dari segi lain, allah
sengaja menyebutkan jiwa yang menyesali dirinya ini karena begitu besarnya persoalan
jiwa dari sudut pandang al quran.
Huruf “la” yang terdapat dalam ayat 1 dan 2 diatas adalah “lazaidah” yang
menguatkan arti perkataan sesudahnya, yang adanya hari kiamat dan an-nafsul-
tawwamah Allah sendiri menjawab sumpahnya walaupun dalam teks ayat tidak
disebutkan. Jadi setelah bersumpah dengan hari kiamat dan anafsul lawamah, allah
menegaskan “sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggung
jawabanmu.

64
BAB 6
AYAT - AYAT AL-QUR‟AN TENTANG KEBUTUHAN JIWA AKAN AGAMA

1. QS. Ar Ra‟ad (13) : 2


ِ َّ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ
َ ‫وب تَطْ َمئ ُّن اللو بذ ْك ِر أََل اللو بذ ْك ِر قُلُوبُ ُه ْم َوتَطْ َمئ ُّن َآمنُوا الذ‬
‫ين‬ ُ ُ‫الْ ُقل‬
“Orang-orang yang terbimbing adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-
lah hati menjadi tentram.”

Hati orang-orang yang beriman itu senang dan tentram, karena mereka selalu
mengingat Allah diwaktu ditimpa malapetaka mereka ingat kepada Allah dan lekas
insaf juga memeriksa kekhilafannya, agar dapat diubahnya dimasa yang akan datang.
Oleh sebab itu hilanglah dukacitanya, berganti dengan gembira dan mengharapkan
karunia Allah. Begitu juga, jika mereka mendapat anugerah (nikmat) mereka tidak
sombong, malah mengucapkan terima kasih kepada Allah.
Sebab, hati orang-orang yang beriman itu senang dan tentram, baik di waktu
susah ataupun gembira. Kesenangan hati itu ialah kebahagiaan yang sebenarnya.
Dalam islam sangat dipentingkan sekali menegakkan sembahyang lima kali sehari
semalam, karena dalam sembahyang itulah kita mengingat Allah dan membersihkan
jiwa. Nabi mengatakan bahwa sembahyang itu tempat ketenangan jiwa dan hatinya.
Maka dari itu orang-orang yang mengerjakan shalat lima kali sehari semalam,
seolah-olah telah mengingat Allah malam dan siang, pagi dan petang, insya Allah akan
tenanglah jiwanya dan senanglah hatinya, menghadapi segala kemungkinan dan segala
kesulitan dalam masyarakat yang hidup di dunia ini. Dengan melakukan
sembahyanglah kehidupan kita akan tentram, maka dengan begitu janganlah kita
merasa berat untuk mengerjakan sembahyang, karena faedahnya untuk diri kita sendiri
bukan untuk Allah. Allah Maha kaya dari pada itu.54
Orang yang mengakui keesaan Allah dan mengakui sifat-sifat-Nya serta misi
kenabian Nabi SAW seraya menyambut apapun yang diwahyukan dari-Nya, dan
54
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Quran Karim. 2004. Hal:355
65
hatinya menjadi tentram dengan mengingat Allah. Allah akan mengusap hati hamba-
Nya dengan penuh rahmat, sebab janji Allah itu pasti dan tak ada sesuatu pun yang
mampu mengusap hati seorang hamba kecuali Dia.
Mengingat Allah tidak sekedar melakukan gerakan bibir semata kepada-Nya,
meskipun menyebut nama-Nya merupakan contoh mengingat-Nya, yang terpenting
adalah selalu ingat kepada Allah dalam segala situasi dan keadaan. Dengan ingat
kepada Allah kehidupan kita dipenuhi banyak keberkahan, diantaranya :
 Ingat kepada nikmat-Nya membawa manusia bersyukur kepada-Nya
 Ingat akan kekuasaan-Nya membawa orang bertawakal kepada-Nya
 Ingat akan Maha Tahu-Nya tentang apa yang terbuka dan tersembunyi
mendorong manusia pada kesucian akhlak
 Ingat akan Maha Pengampun dan kemurahan-Nya menimbulkan harapan dan
taubat.
 Shalat merupakan tindakan mengingat Allah dan menjadi sumber ketentraman
manusia. Al-Qur‟an mengatakan :

Artinya : “dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS.Thaha:14)

Faktor-faktor yang Memberi Semangat dan Ketentraman


Terdapat banyak penyebab yang menimbulkan keyakinan dan ketentraman
pikiran. Akan tetapi, puncak semua faktor itu adalah kesadaran dan pengetahuan yang
dimiliki seseorang.55
1. Orang yang sadar akan kenyataan bahwa amal sekecil apapun yang dilakukannya
akan diperhitungkan, maka ia menaruh harapan kepada amal kebajikan yang
dikerjakannya dan tentram. Surah al-Zalzalah ayat:7

55
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran. Hal : 107-112
66
Artinya : “Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar atom pun akan
melihatnya.”
2. Orang yang tahu bahwa dirinya diciptakan dengan anugerah Tuhan serta
kebijaksanaan dan rahmat-Nya, akan merasa tenang dan penuh harapan serta
yakin akan kemurahan Allah. Terdapat dalam surah Al-Fajr: 27-28
Artinya : “(akan dikatakan kepada mereka) Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah
kepada Tuhanmu dalam keadaan rela (kepada-Nya) dan diridhai oleh-Nya.”
3. Orang yang tahu bahwa pemimpin dan imamnya adalah manusia yang sempurna
dan dipilih Allah, juga bebas dari setiap penyimpangan dan kekeliruan akan
merasakan tentram dalam hatinya. Terdapat pada surah Al-Baqarah:124

Artinya : “Sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sebagai iman (pemimpin)


bagi umat manusia.”
Frase suci : ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.
Ini berarti dengan ingatnya Allah kepada kita, maka hati kita menjadi tentram, dalam
arti bahwa kita ada di hadirat-Nya.
Adanya juga kecemasan dalam kehidupan seseorang seperti rasa rendah diri,
perasaan tanpa tujuan atau bahkan depresi, kasus seperti ini dapat diobati dengan
bertawakal kepada Allah dengan kesabaran yang nantinya akan hadirlah rasa
ketentraman dalam dirinya.
2. QS. Al An‟am (6) : 125

‫ضيّْ ًقا َحَر ًجا َكأََِّنَا‬ ِ ِ ِ‫هديو ي ْشرح ص ْدره ل‬ ِ ِ


َ ‫إلسَلم َوَم ْن يُِرْد أَ ْن يُضلَّوُ َْجي َع ْل‬
َ ُ‫ص ْد َره‬ ْ ُ َ َ ْ َ َ ُ َ َ‫فَ َم ْن يُِرد اللَّوُ أَ ْن ي‬
‫ين َل يُ ْؤِمنُو َن‬ ِ َّ ّْ ُ‫ك َْجي َع ُل اللَّو‬ ِ ِ َّ ‫ص َّعد ِِف‬
َ ‫س َعلَى الذ‬ َ ‫الر ْج‬ َ ‫الس َماء َك َذل‬ ُ َّ َ‫ي‬

67
“Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan petunjuk padanya, niscaya Dia
lapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya
menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang mendaki
ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak
beriman.”

Kata kunci:

Menyesatkannya ٌْ َ‫ُضهَّّ ُ أ‬
ِ ٚ
niscaya Allah menjadikan dadanya sesak
َ ‫ِّقًا‬ٛ‫ض‬
ْ‫َجْ َعم‬ٚ ُ ِ‫ص ْد َز‬ َ ‫َح َس ًجا‬
lagi sempit
ia sedang mendaki kelangit ‫ص َّع ُد‬
َّ َٚ ِٙ‫ان َّس ًَا ِء ف‬

Pembahasan
Allah menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa tanda-tanda kebahagiaan, hidayah,
kesengsaraan dan kesesatan seorang hamba, sesungguhnya orang yang dadanya terbuka
untuk islam dan disinari cahaya iman, ia hidup dengan sinar yakin maka jiwanya
tentram, mencintai kebaikan melakukanya dengan jiwa yang rela merasakan
kenikmatan tanpa merasa berasa berat, ini adalah tanda bahwa Allah telah memberi
petunjuk kepadanya sehingga dia mampu meniti jalan lurus. Tanda orang yang Allah
ingin ( ٌْ َ‫ضهَّّ ُ أ‬ َ ‫ِّقًا‬ٛ‫ض‬
ِ ُٚ)”menyesatkannya”adalah ( ْ‫َجْ َعم‬ٚ ُِ‫ص ْد َز‬ َ ‫“ ) َح َس ًجا‬niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit”. Maksudnya dadanya sangat sempit dari iman,
ilmu dan yakin, hatinya tidak lapang dalam melakukan kebaikan, saking sempit dan
sesaknya seolah-olah (‫ص َّع ُد‬
َّ َٚ ِٙ‫“ )ان َّس ًَا ِء ف‬ia sedang mendaki kelangit”. Maksudnya dia
tidak mempunyai cara untuk menghindarinya, penyebabnya adalah ketidak imanan
mereka, Allah menimpakkan siksa kepada mereka karena mereka sendirilah yang
menutup pintu rahmat dan kebaikan dari diri mereka. Barang siapa yang memberi,
bertakwa dan memberi kebaikan, maka Allah memudahkannya kepada kepada
kebaikan. Dan barang siapa yang kikir, mendustakan kebaikan, maka Allah akan
memudahkannya kepada kesulitan.56

56
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Tafsir As-Sa’di. 2007. Hal: 543-544
68
Ath-Thabari Hilal bin Al‟Ala menceritakan kepadaku, ia berkata Sa‟id bin Abdul
Malik bin Al Harrani menceritakan kepada kami, ia berkata Muhammad bin Salamah
menceritakan kepada kami dari Abu Abdurrahim dari Zaid bin Abu Umaisah dari
Amru bin Murah dari Abu „Ubaidah dari Abdullah bin Mas‟ud, ia berkata
Rasulullah SAW pernah ditanya ketika turun ayat ini (Barangsiapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan
dadanya untuk [memeluk agama] Islam). Beliau bersabda, “Apabila cahaya telah
masuk ke dalam hati, maka hati akan menjadi lapang.” Mereka bertanya, “Apakah ada
tanda-tandanya yang bisa diketahui?” Beliau bersabda, “Kembali ke negeri yang kekal
(akhirat), menjauhi negeri yang penuh tipuan (dunia), dan mempersiakan bekal
menghadapi kematian sebelum mati.57
Allah menjelaskan kepada hamba-hambaNya tanda-tanda kebahagiaan, hidayah,
kesengsaraan dan kesesatan seorang hamba, “Sesungguhnya orang yang dadanya
terbuka untuk Islam dan disinari cahaya iman, ia hidup dengan sinar yakin, maka
jiwanya tentram, mencintai kebaikan, melakukannya dengan jiwa yang rela merasakan
kenikmatan tanpa merasa berat, ini adalah tanda bahwa Allah telah memberinya
petunjuk, menganugrahkan taufik kepadanya sehingga dia mampu menanti jalan lurus.

Agama bukan lagi sekadar menjadi sesuatu kewajiban, tetapi juga menjadi
kebutuhan bagi orang-orang yang dadanya terbuka untuk Islam ini. Ia tak lagi merasa
takut, sendiri, dan berbagai perasaan buruk lainnya. Inilah salah satu keuntungan besar
bagi mereka yang telah menjadikan agama sebagai kebutuhan dan fondasi kehidupan
sehari-hari.

3. Qs. Muhammad Ayat 7


Surah Muhammad termasuk golongan surat-surat Madaniyyah (diturunkan di
Madinah) menurut pendapat Ibnu Abbas. Demikianlah yang dituturkan An-Nuhas.58

57
Jami 12 100. Ia juga meriwayatkannya 12 102 dari Ibnu Sinan Al Qazaz dari Mahbub bin Al
Hasan Al Hasyimi dari Yunus dari Abdul Rahman bin Abdullah bin Utbah dari Ibnu Mas’ud dengan
redaksi yang sama.
58
Lih. At-Tarikh wa Al Mansukh fi Al Qur’an Al Karim karyanya, h. 258
69
Namun Al Mawardi berkata, “(Surah ini adalah surah Madaniyah) menurut pendapat
seluruh munfassir, kecuali Ibnu Abbas dan Qatadah, sebab keduanya berkata, „Kecuali
satu ayat diturunkan setelah haji wada‟, saat Rasulullah keluar dari Makah dan
menatap Ka‟bah seraya menangis karena sedih, lalu turunlah ayat:

‫وكأين من قرية ىي اشد قوة من قريتك‬


Artinya: ”Dan betapa banyaknya negeri yang (penduduknya lebih kuat dari pada
(penduduk) negerimu (Muhammad).” (Qs. Muhammad [47]: 13)

Ats-Tsa‟labi berkata “Sesungguhnya surah ini adalah surah Makiyyah.” Pendapat


tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Hibbatullah dariAdh-Dhahak dan Sa‟id bin Jubair.
Surah ini terdiri dari tiga puluh depan ayat. Pokok-pokok isi surat ini ialah seputar:
1. Keimanan:
Orang-orang yang mati syahid akan masuk surga, balasan disediakan di akhirat
bagi orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang duhaka; kemudiantentang
keEsaan Allah.
2. Hukum-hukum:
Menumpas musuh dalam peperangan sebelum nampak gejala-gejala kemenangan,
menawan mereka kalau nampak gejala-gejala kemenangan, membebaskan mereka
dengan menerima tebusan atau tidak, larangan mengajak damai bila telah nata
kemenangannya.
3. Dan lain-lain:
Allah selalu memberi cobaan kepada orang-orang yang beriman untuk
mengetahui siapa yang berjihad dan siapa yang sabar menghadapi cobaan,
kehidupan di dunia adalah pemimpin belaa, dan hanya iman dan takwalah yang
menghasilkan pahala. Allah akan menolong orang-orang yang menolong
agamanya.
Pada ayat satu, dua dan tiga ayat dalam surah ini, Allah membandingkan antara
hasil yang diperoleh oleh orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya. Orang-orang
yang percaya kepada risalah yang dibawa Muhammad, merekalah orang-orang yang
beriman dan melaksanakan yang hak, diteria semua aalnya, diampuni segala

70
kesalahannya. Adapun orang-oramh yang tidak percaya kepada Muhammad SAW
adalah orang-orang yang mengikuti kebatilan, amalnya tidak diterima, dosa mereka
tidak diampuni, dan kepaada mereka akan ditimpakan azab di dunia dan akhirat.
Pada ayat keempat, Allah menerangkan cara menghadapi orang-orang kafir dalam
peperangan. Ayat kelima dan enam, Allah SWT akan membimbing orang-orang yang
beriman dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya yang diridhoi-Nya sehingga
pekerjaan itu berhasil dengan baik. Dan disini akan dijelaskan tafsir dari ayat ketujuh.

‫يأيها الذين آمنوا إن تنصروا اهلل ينصركم ويثبت أقدامكم‬


Artinya: ”Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Qs. Muhammad [47]: 7)

Firman Allah Ta‟ala: ‫“ يىصسكم ّللا تىصسَا إن أمىُا الريه يٍب يأ‬Hai orang-orang
yang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu.”
Maksudnya, jika orang muslim menolong agama Allah, maka Allah akan
menolongnya melawan orang-orang kafir. Padanan firman Allah tersebut adalah
firman-Nya: { ‫“ } يىصسي مه ّللا َليىصسن‬Sesungguhnya Allah pasti menolong orang
yang menolong (agama)-Nya.” (Qs. Al Hajj [22]: 40).
‫أقدامك ُمَّ َيثبت‬ “Dan meneguhkan kedudukanmu,” yakni ketika berperang.
Menurut satu pendapat, atas agama Islam. Menurut pendapat yang lain, diatas titian.
Ada juga yang berpendapat, yang dimaksud dengan peneguhan tersebut adalah
peneguhan hatidengan perasaan aman. Dengan demikian, tatsbiit al aqdaam
(peneguhan telapak kaki/kedudukan) merupakan ungkapan latin dari pertolongan
dan bantuan di medan perang. Hal ini dijelaskan pada surah Al Anfal.59 Disana Allah
menetapkan adanya perantara, sedangkan disini meniadakannya.
Ayat ini berisi perintah Allah kepada kaum mukmin agar mereka menolong
agama-Nya, berdakwah kepada-Nya, dan berjihad melawan musuh-musuh-Nya
dengan mengharapkan keridhaan-Nya. Jika mereka melakukan hal itu, maka Allah
SWT akan menolong mereka dan meneguhkan mereka, yakni menguatkan mereka
dengan kesabaran , ketenangan, dan keteguhan serta membuat badan mereka dapat

59
Lih. Tafsir surah Al Anfaal ayat 11.
71
bersabar di atasnya serta menolong mereka terhadap musuh mereka. Allah SWT
berjanji, bahwa barang siapa yang menolong agama-Nya baik dengan ucapan maupun
perbuatan, maka Dia akan menolongnya, memudahkan sebab-sebab pertolongan,
menguatkan hati dan barisanmu dalam melaksanakan kewjibanmu mempertahnkan
agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya,
sehingga agama Allah itu tegak dengan kokohnya.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menolong agama Allah. Rasulullah
dan para sahabat menolong agama Allah dengan cara berperang. Rasulullah
memerangi orang-orang musyrik yang menginjak-nginjak, menghina, dan melecehkan
agama Allah. Dalam peperangan Allah SWT pun memberikan bimbingan. Allah
SWT berfirman, yang artinya “Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir
(dimedan perang), maka pancunglah batang leher mereka.” Tantunya sudah sangat
jelas Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin agar memenggal leher
orang-orang kafir yang mereka temui dalam pertempuran, hingga mereka itu kalah.
Apabila mereka itu telah nyata kalah, tawanlah mereka. Kemudian terserah kepada
negara, apakah akan dibebaskan tanpa atau dengan tebusan, atau menjadikan mereka
sebagai budak, asal saja keputusan itu didasarkan kepada kepentingan agama Allah,
keadilan dan kemaslahatan.
Dalam peperangan tentunya telah menjadi kelaziman, bahwa peperangan itu
menimbulkan terbunuhnya banyak orang mukmin. Allah SWT berfirman:

‫والذين قتلوا يف سبيل اهلل فلن يضل اعماهلم‬


Artinya: “Dan orang-orang yang gugur dijalan Allah, Allah tidak akan menyia-
nyiakan amal mereka.” Maksudnya, Allah tidak akan mengabaikannya begitu saja,
tetapi Allah akan memperbanyak dan mengembangkan serta melipatgandakan (pahala
ataupun amalnya). Bahkan, di antara mereka ada yang amalnya terus mengalir selama
di alam Barzakh.

Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Miqdam bin Ma‟dikarib al-Kindi ra, ia bercerita
bahwa Rasulullah SAW bersabda:

72
،‫ ويرى مقعده من اجلنة‬،‫ ان يغفرلو يف اول دفقة من دمو‬:‫ان للشهيد عند اهلل ست خصا ل‬
،‫ ويا منالفزع األكب‬،‫القب‬
‫ ويزوج من احلوج من احلور العني وجيارمن عذاب ر‬،‫وحيلى حلة اإلميان‬
‫ الياقوتة منو خري من الدنيا ومافيها ويزوج‬،‫ويوضع على راسو تاج الوقار مرصع بالدر والياقوت‬
.‫من احلور العني ويشفع يف سبعني إنسا نا من أقاربو‬

“Sesungguhnya orang yang mati syahid di sisi Allah memiliki enam keutamaan,
yaitu: Allah akan mengampuni dosanyapada percikan petama dari darahnya, ia
menyaksikan tempatnya du Surga, dihiasi dengan perhiasan iman, dinikahkan dengan
bidadari, dijaga dari adzab kubur, diberikan rasa aman dari ketakutan yang besar, dan
diletakkan di atas kepalanya mahkota keuliaan yang dilapisi dengan mutiara dan batu
permata. Satu permata pada mahkota itu lebih baik daripada dunia dan seisinya. Dan
ia juga dinikahkan dengan tujuh puluh orang dari kaum kerabatnya.” Hadis tersebut
juga diriwaatkan dan dishohihkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk enggan berjihad menolong agama
Allah karena banyak sekali kenikmatan-kenikmatan yang didapat ketika seorang
muslim menolong agama Allah. Dan Allah SWT tidak mengurangi pahala orang-
orang yang berjihad di jalan Allah sedikitpun, sedangkan Allah SWT menghapuskan
pahala amal dan perbuatan orang-orang kafir, karena dasar pemberian pahala itu ialah
iman kepada Allah dan Rasulnya.
4. Qs At-Thoha Ayat 124-126

‫ب َِلَ َح َش ْرتَِِن‬ َ َ‫ ق‬.‫ضْن ًكا َوََْن ُش ُرهُ يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة أ َْع َمى‬
ّْ ‫ال َر‬ َ ً‫يشة‬
ِ
َ ِ‫ض َع ْن ذ ْك ِري فَِإ َّن لَوُ َمع‬
َ ‫َوَم ْن أ َْعَر‬
ِ ِ َ َ‫ق‬. ‫صريا‬
َ ‫ك آيَاتُنَا فَنَ ِسيتَ َها َوَك َذل‬
‫ك الْيَ ْوَم تُْن َسى‬ َ ‫ك أَتَْت‬
َ ‫ال َك َذل‬ ِ ‫أ َْعمى وقَ ْد ُكْن‬
ً َ‫ت ب‬ ُ َ َ
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan
aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah
berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu
melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan“. (QS. Thoha :
124-126)

73
Kata kunci:

peringatan-Ku ٘‫ع ٍَْ ِذ ْك ِس‬

Penghidupan ‫ض ُْ ًكا‬
َ

Tafsir :
Tafsir surat at-toha ayat 124-126 karena ayat ini bersangkutan dengan masalah
orang yang berpaling dari Allah SWT. Yang dimaksud „Kehidupan yang sempit‟
bukanlah tidak memiliki uang atau kondisi ekonomi yang sempit. Sebab, banyak
orang kaya, bertempat sesukanya, tetapi selama hatinya tidak tulus menerima
keyakinan dan petunjuk, niscaya ia berada dalam kegoncangan, kebimbangan, dan
keraguan, dan ia akan terus berada dalam keraguan. yang demikian itu merupakan
bagian dari sempitnya kehidupan. Disebabkan oleh kerakusan, rasa takut serta
kecemasan, hidup dalam kesulitan dan kesempitan.untuk menjelaskan keadaan orang
yang melalaikan perintah Allah, Al-Quran menambahkan, Dan barangsiapa berpaling
dari menginga-Ku maka sesungguhnya baginya kehidpan yang sempit, dan pada hari
kebangkitan kami akan membangkitkannya dalam keadaan buta.60
Ayat yang menjelaskan bahwa “dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang
yang melihat?”
Ibnu Katsir berkata, mungkin hal itu berarti bahwa ia akan dibangkitkan dan
dihimpun menuju neraka jahannam dalam keadaan buta mata dan hati sebagaimana
firman Allah Subhanahu wata‟ala dalam QS. Al Isra : 97 :

‫ت ِزْدنَا ُى ْم َسعِ ًريا‬


ْ َ‫َّم ُكلَّ َما َخب‬ ِِ ِ ِ
ُ ‫ص ِّما َمأْ َو ُاى ْم َج َهن‬
ُ ‫ْما َو‬
ً ‫َوََْن ُش ُرُى ْم يَ ْوَم الْقيَ َامة َعلَى ُو ُجوىه ْم ُع ْميًا َوبُك‬
“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka
mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka
Jahanam. Tiap-tiap kali nyala api Jahanam itu akan padam Kami tambah lagi bagi
mereka nyalanya.”.61

60
Tafsir Nurul Quran, hlm 524-525
61
Tafsir Nurul Quran, hlm 996
74
Oleh karena itu dia berkata,
ِ ‫ب َِل ح َشرتَِِن أ َْعمى وقَ ْد ُكْنت ب‬
‫ص ًريا‬ َ ُ َ َ ْ َ َ ّْ ‫ال َر‬
َ َ‫ق‬
“Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta,
padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”

Berkata ibnu Katsir, yaitu ketika di dunia.


Allah Subhanahu wata‟ala menjawab,
ِ ِ
َ ‫ك آيَاتُنَا فَنَ ِسيتَ َها َوَك َذل‬
‫ك الْيَ ْوَم تُْن َسى‬ َ ‫ك أَتَْت‬
َ ‫َك َذل‬
“Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu
melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan“.

Shalat adalah salah satu perluaasan tindakan mengingat Allah. Allah mengatakan
dalam qurannya, .... dirikanlah shalat untuk mengingatku, dan nyatanya bahwa barang
siapa yang mengingat Allah, maka dia juga akan ingat kepadanya. Ini adalah janji
Allah yang telah mengatakan, .... ingatlah kepada-Ku, maka Akupun akan
mengingatmu.62 Dan dengan sendirinyamereka yang lupa pada Allah, maka Dia juga
akan menelantarkan mereka. Ayat diatas mengatakan, (Allah) akan berkata,
“Demikianlah ayat-ayat kami datang kepadamu, tapi kamu melalaikannya, demikian
pula hari ini kamupun dilupakan.”
Berkata ibnu Katsir, yakni setelah kamu berpaling dari ayat-ayat Allah dan
memperlakukannya seperti perlakukan orang yang belum pernah mendengarnya
setelah semuanya disampaikan kepadamu, lalu kamu melupakannya, berpaling
darinya, dan mengabaikannya, maka seperti itulah sekarang ini Kami
memperlakukanmu, yaitu perlakuan yang melupakanmu.
Karena balasan setimpal dengan perbuatan sebagaimana Dia berfirman dalam QS. Al
A‟raf : 51 :

‫اى ْم َك َما نَ ُسوا لَِقاءَ يَ ْوِم ِه ْم َى َذا‬ ْ ‫ين َّاَتَ ُذوا ِدينَ ُه ْم ََلًْوا َولَعِبًا َو َغَّرتْ ُه ُم‬
ُ ‫اَلَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَ ْوَم نَْن َس‬
ِ َّ
َ ‫الذ‬
.‫َوَما َكانُوا بِآيَاتِنَا َْجي َح ُدو َن‬

62
Q.S Al-Baqarah: 152
75
“(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda
gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka”. Maka pada hari (kiamat) ini,
Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan
hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”

Orang yang tidak taat dengan perintah Allah maka akan dibutakan ketika di hari
Kiamat nanti. Maka di dalam kehidupan ini kita janganlah berpaling dari perintah-
perintah Allah karena apabila kita berpaling dari perintah Allah maka sesungguhnya
Allah akan memberikan kehidupan yang sempit di Akhirat nanti. Dan di hari kiamat
nanti mata orang-orang yang tidak taat kepada Allah akan dibutakan. Inilah salah satu
alasan betapa butuhnya manusia akan agama yang mampu menuntunnya ke jalan yang
benar hingga mendapat tempat yang lapang di akhirat nanti.
Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang tidak mau merasakan kejamnya api
neraka jahanam dan merasakan buta seperti penjelasan ayat diatas, hendaknya kita
memiliki sikap dan prilaku positif yang sejalan dengan kebutuhan jiwa akan agama
sebagai berikut:
1) Manusia hendaklah selalu mengingat dan jangan sekali-kali melupakan petunjuk
Allah dalam keadaan apapun.
2) Manusia hendaklah menjalani hidup ini semata-mata hanya mengharap ridho
Allah sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah.
3) Janganlah hanya mementingkan urusan duniawi saja, kehidupan akhirat jauh
lebih penting. Karena manusia hidup di dunia hanya sementara.
4) Selalu menjadikan agama dan Allah sebagsi pedoman hidup manusia dan harus
tetap hidup dalam hati.
5) Selalu ingat bahwa ancaman Allah jika kita mengabaikan bahkan sampai
melupakannya, karena Allah akan membalas perbuatan kita di akhirat nanti.

76
BAB 7
AYAT - AYAT AL-QUR‟AN MENGENAI KECENDERUNGAN
FITRAH MANUSIA

1. QS. AL-ARAF (7) : 172

‫ت بَِربِّ ُك رم قَالُوا بَلَى‬ ِ ِ ِ ِ َ ُّ‫وإِ رذ أَخ َذ رب‬


ُ ‫ك م رن بَِِن ءَ َاد َم م رن ظُ ُهوِرى رم ذُِّريَّتَ ُه رم َوأَ رش َه َد ُى رم َعلَى أَنر ُفس ِه رم أَلَ رس‬ َ َ َ
ِِ ِ ِ
َ ‫َش ِه ردنَا أَ رن تَ ُقولُوا يَ روَم الرقيَ َامة إِنَّا ُكنَّا َع رن َى َذا َغافل‬
‫ني‬
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah
aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”.
(kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)”. Q. S. Al-A‟raf (7) : 172

Kata Kunci
‫ أَ رش َه َد ُى رم‬: Kesaksian

Dalam surat Al-A‟raf 172, terdapat kata dzuriyyah jika diartikan dalam bahasa Indonesia
berarti anak-anak kecil.63 Mereka ditempatkan di tulang belakang dan tanah Adam as untuk
dihadirkan ke dunia melalui proses perkawinan antar anak manusia laki-laki dan perempuan.
Sebelum manusia di lahirkan, mereka akan masuk ke alam dzarr atau alam potensi setiap
manusia. Di alam dzarr, mereka melakukan perjanjian dengan Tuhannya dan perjanjiannya
disebut dengan perjanjian Alast atau alam sebelum dunia yang hadir ini.

Pada saat berangkatnya anak-anak cucu Adam as dari tulang sulbi melalui air mani ayah
mereka yang terjadi pembuahan di rahim ibu mereka, maka akan terjadi dalam bentuk
alamiah. Ketika di alam dzarr tersebut, Allah membentuk bakat dan sifat dasar ketauhidan
untuk meyakini bahwa Allah merupakan Tuhan Yang Maha Esa. Maka setelah mereka

63
Imani, Faqih. Tafsir Nuzul Qur’an, (Jakarta : Al-Huda : 2006), hal. 143.
77
dilahirkan di dunia dan ketika mereka tumbuh besar, para manusia akan mencari kebenaran
tentang bagaimana pembentukan mereka.
Dalam kecenderungan pendirian dan sifat dasar setiap manusia merupakan tempatnya
rahasia ketuhanan yang merupakan sebuah kesadaran yang dibawa sejak lahir. Manusia
seharusnya mengerti bahwa sifat ketauhidan kepada Allah telah disepakati sejak mereka
masih didalam rahim ibu mereka.64 Ketika menyadari hal tersebut, diharapkan agar manusia
dapat mengamati rasa ketauhidan itu di dalam jiwa mereka masing-masing, karena mereka
telah mengakuinya sejak mereka lahir ke dunia ini.
Selain kata dzarr, juga terdapat kata kata asyhada. Kata asyhada berasal dari kata syahida-
yasyhadu-syuhuudan wasyuuhadatan, yang artinya memberi kabar yang pasti atau
bersumpah. Asyahada merupakan makna bagi seseorang bersaksi atau bersumpah. Kata ini
dipergunakan dalam Al-Quran untuk menegaskan bahwa manusia telah berjanji atau
bersumpah tentang keesaan tuhan. Perjanjian dan sumpah ini mereka lakukan sendiri agar
mereka mendapatkan suatu potensi, bakat, hati nurani, dan sebagainya. Hal tersebut sangat
mencukupi untuk digunakan sebagai dalil dan bukti terhadap keesaan Allah.
Setelah memahami kalimat dzarr dan asyahada, dapat dijelaskan bahwa pada surat Al-
A‟raf 172 ini Allah menerangkan bahwa fitrah manusia itu menerima ajaran allah dan ini
sudah mereka ikrarkan dalam diri mereka sejak mereka masih di dalam rahim ibu, selain itu
Allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia dilahirkan dari rahim ibu
mereka, secara turun-temurun, yakni Allah menciptakan manusia atas dasar fitrah. Kemudian
Allah menyuruh roh mereka untuk menyaksikan susunan keajaiban diri mereka yang
membuktikan keesaanya, keajiaban proses penciptaan dari setetes air mani hingga menjadi
manusia bertubuh sempurna, dan mempunyai daya tanggap indra, dengan urat nadi dan
sistem urat syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya. Allah berkata kepada roh manusia
“bukankah Aku ini Tuhanmu?” maka menjawablah roh manusia, “benar (Engkaulah Tuhan
kami) kami telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan pengakuan roh pribadi manusia
sejak awal kejadiannya akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang tiada Tuhan lain yang patut
disembah kecuali Dia. Maka dari itu, dalam ayat yang terkandung dalam Al-A‟raf 172 ini
Allah bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia, bahwa hakikat kejadian manusia itu
64
Imani, Faqih. Tafsir Nuzul Qur’an, (Jakarta : Al-Huda : 2006), hal. 144.
78
disadari atas kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa. Sejak manusia itu dilahirkan dari
rahim orang tua mereka, ia sudah menyaksikan tanda-tanda keesaan Allah pada kejadian
mereka sendiri. Fitrah mereka sendiri dan ajaran nabi-nabi senantiasa mengingatkan mereka
untuk mengesakan Allah dan menaati seruan Rasul serta menjauhkan diri dari syirik. Dengan
demikian fitrah yang diciptakan Allah melalui ruh yang ditiupkan ke dalam janin
merupakan potensi dasar dan kecenderungan manusia pada agama yang lurus hanya
menuhankan Allah dengan segala konsekuensinya sesuai janji manusia kepada Tuhan yang
dinyatakan dalam Surah al A‟raf ayat 172 tersebut.

2. QS. AT-TIN (95) : 4-6

‫َح َس ِن تَ ْق ِو ٍي‬
ْ ‫اإلنْ َسا َن ِِف أ‬
ِْ ‫لََق ْد َخلَ ْقنَا‬

Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

Kata Kunci
‫ى‬ِٕٚ ‫ ذَ ْق‬: Seimbang
Dalam surat Attin ayat 4, terdapat kata taqwim berarti membentuk sesuatu menjadi
sebuah rupa yang tepat dalam sebuah aturan yang seimbang. Hal ini terbukti bahwa Allah
telah menciptakan manusia dalam bentuk jasmani dan rohani yang sempurna serta
mempunyai akal dan pikiran yang baik. Maka dari itu Allah telah memberikan semua
kekuatan pada manusia dan agar manusia bisa melindungi diri dalam menghadapi
perkembangan kehidupan tertentu.

‫ْي‬ِِ
َ ‫َس َف َل َسافل‬
ْ ‫ُثَّ َرَد ْدنَاهُ أ‬
Artinya :” Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah rendahnya (neraka)”.

Kata Kunci
‫ أَ ْسفَ َم‬: Serendah-rendahnya

79
Surat Attin ayat 5 menjelaskan tentang apabila manusia berbuat maksiat dan tidak
menjalankan peraturan yang disuruh Allah maka Allah berkata bahwa “manusia tersebut
akan dikembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).”
ٍ ُ‫ات فَلَهم أَجر َغي ر َمَْن‬
‫ون‬ ِ َّ ‫إََِّل الَّ ِذين ءامنوا وع ِملُوا‬
ِ ‫اَل‬
ُْ ٌْ ْ ُ َ ‫الص‬ َ َ َُ َ َ
Artinya : “kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh,maka bagi bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya”.

Kata Kunci
ٍ ًُُْ ‫ َي‬: tidak terputus
ٌٕ
Dalam surat Attin ayat 6 dijelaskan bahwa apabila manusia menggunakan kekuatannya
secara benar dan mengikuti hukum-hukum Allah, maka ia ia akan memperoleh kedudukan
atau derajat yang tinggi dan mulia yang memang dimaksudkan untuknya. Selain itu, istilah
mamnun yang dengan kata man disini artinya adalah “terputus atau kekurangan”. Dengan
demikian istilah “ghayru mamnun yang diterjemahkan menjadi “suatu ganjaran yang tiada
terputus tanpa adanya kekurangan”. Hal ini berarti bagi manusia yang menjalankan perintah
dan menjauhi larangan Allah, maka ia akan mendapatkan pahala yang tidak pernah terputus
dari Allah.

Hubungan Qs. Al- A‟raf : 172 dan Qs. At-Tin : 4-6 Dengan Ketauhidan Sejak Lahir
Pada surat Al-A‟raf ayat 172 menjelaskan bahwa sejak dari dalam kandungan ibu,
manusia telah membuat perjanjian dengan Allah bahwa mereka akan menyembah Allah
karena tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah semata. Kemudian dari situlah
manusia mulai mendapatkan bakat dan potensi mereka karena ketika manusia lahir di dunia
dan mereka tumbuh besar, mereka akan mencari kebenaran tentang bagaimana pembentukan
mereka.
Setelah manusia mengetahui bagaimana Allah menjadikan mereka manusia yang
mempunyai bentuk jasmani dan rohani serta akal yang sempurna, seperti pada surat Attin
ayat 4, manusia akan memilih sendiri bahwa ia ingin menuruti segala peraturan Allah atau
mengabaikannya. Bagi manusia yang mengabaikan aturan Allah dan berbuat maksiat, pada
surat Attin ayat 5 dijelaskan bahwa manusia tersebut akan dimasukkan ke tempat yang
80
serendah-rendahnya (neraka). Namun bagi manusia yang beriman dan melaksanakan segala
yang disuruh Allah, mereka akan mendapatkan pahala yang tiada terputus di dunia, seperti
yang dikatakan Allah dalam surat Attin ayat 6.

3. QS. At-Tin Ayat 4

‫َح َس ِن تَ ْق ِو ٍي‬
ْ ‫اإلنْ َسا َن ِِف أ‬
ِْ ‫لََق ْد َخلَ ْقنَا‬

Artinya : “Sesungguhnya telah Kami ciptakan manuis itu atas sebaik-baik


pendirian.”( ayat 4)

Dari ayat ini permulaan dari apa yang telah Allah mulaikan lebih dahulu dengan
sumpah yaitu bahwasanya diantara mahluk Allah di atas permukaan bumi ini, manusialah
yang diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk, baik bentuk lahir maupun bathin,
bentuk tubuh maupun nyawa. Allah menciptakan manusia dengan cara-Nya sendiri, dalam
proses penciptaan manusia ada unsur manusia ikut di dalamnya yang ketika manusia sudah
tercipta, kemudian terjadi perkembangan biakan manusia,maka manusia ikut kontribusi
dalam proses tersebut. Yakni melalui proses perkawinan dimana terjadinya proses
bercampurnya ovum dan sperma yang terbentuklah menjadi embrio atau janin yang
tersimpan di dalam rahim ibu.Janin berkembang selama 9 bulan di dalam rahim, ibu
mengandung dengan bersusah payah. Dan ketika waktunya sampai dan terlihat tanda
kelahiran,maka menusia mempersiapkan kelahiran tersebut dengan suasana menegangkan,
akhirnya seorang manusia baru lahir ke dunia.Ketika manusia lahir ke dunia.ia muncul
dengan “bentuk yang sebaik-baiknya”. Dalam bentuk jasmani maupun rohani. Bila
dibandingkan dengan postur tubuh yang dimiliki manusia lebih indah dibandingkan postur
tubuh hewan. Kemudian dari segi postur rohaninya manusia adalah mahluk termulia
disamping mahluk yang lainnya. Kepada manusia Allah menganugerahkan akal untuk
berfikir dan hawa nafsu untuk berkehendak, bila hewan hanya diberi nafsu saja,malaikat
diberi akal saja, maka manusia diberi keduanya. Bentuk tubuhnya melebihi keindahan
bentuk tubuh hewan yang lain, tentang ukuran dirinya tentang manis air mukanya, sehingga
dinamai basyar yang berarti wajah yang mengandung gembira, sangat berbeda dengan
binatang yang lain. Manusia juga diberi akal, bukan semata nafasnya yang turun naik. Maka,

81
dengan perseimbangan sebaik-baik tubuh dan pedoman pada akalnya itu dapatlah dia hidup
di permukaan bumi ini menjadi pengatur kemudian itu Tuhan pun mengutus pula Rasul-
rasul membawakan petunjuk bagaimana caranya menjalani hidup supaya ia hidup selamat.
‫ٍَ أَ ْسفَ َم َز َد ْدََاُِ ثُ َّى‬ِٛ‫َسافِه‬
Artinya : “Kemudian itu, Kami jatuhkan dia kepada serendah-rendah yang rendah.”(
ayat 5)
Demikian Allah mentakdirkan kejadian manusia itu. Sesudah lahir ke dunia, dengan
beransur tubuh menjadi kuat dan dapat berjalan. Dan akal pun berkembang sampai dewasa
sampai dengan di puncak kemegahan umur. Namun ada manusia yang tidak menggunakan
akalnya dengan baik, dia lebih mengemukakan hawa nafsunya. Hidupnya lebih banyak
menurutkan hawa nafsu. Sehingga, ia tidak memperdulikan mana yang halal dan mana yang
haram, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang haq dan mana yang batil, semua
sudah 65menyatu dalam pola hidupnya. Bahkan yang haq dilihatnya yang sebagai yang batil,
sementara yang batil dia lihat sebagai yang haq. Inilah yang menurut Al-Quran dsiebut
dengan mencampuradukan antara yang hak dan batil.Dalam kondisi seperti itulah manusia
akan diturunkan maratabatnya ke tempat yang serendah-rendahny. “kemudian kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Manusia kalau sudah
menyampingkan akal sehatnya , akan merosotlah martabat hidupnya. Bila hewan sesuai
dengan instink atau ghazirah yang dimilikinya memiliki martabat yang rendah yakni hidup
binatang. Maka, manusia bila sudah mengenyampingkan akalnya,akanmengalami penurunan
martabat hidup ke tingkat yang serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari kehidupn
binatang.Kalau hidup sudah tidak mempunyai batasan lagi, semua sudah bercampur aduk,
antara mana kehidupan manusia dan mana kehidupan binatang, maka manusia sebenarnya
tidak lagimengindahkan aturan-aturan Illahi. tidak Lagi memperdulikan hidayah dan
petunjuk Allah yang dibaaw oleh para Nabi dan Rasul. Maka, tempat yang layak bagi
manusia seperti itu adalah neraka jahannam. Kemudia beransur menurun badan tadi,
beransurlah tua. Beransur badan lemah dan fikiran pula mulai lemah,tenaga berkurang
hingga rontok gigi. Dan kalau umur masih panjang juga mulailah padam kekuatan akal itu
sama sekali, sehingga kembali seperti kanak-kanak bahkan sampai pikun dan tidak tahu apa-
65
PROF.DR.HAMKA. Tafsir Al-Azhar.1990. Hal.8045
82
apa lagi. Kondisi seperti inilah yang dinamai “Ardzalil-„umur”tua nyanyuk. Sehingga
tersebut dalam satu doa yang diajarkan Nabi SAW agar kita juga memohon kepada Allah
jangan sampai dikembalikan kepada umur yang sangat tua ( Al-harami) dan pikun itu.
ِ ‫ ُس أَجْ ٌس فَهَُٓ ْى انصَّانِ َحا‬ْٛ ‫ٌٕ َغ‬
‫ٍَ إِ َّال‬ٚ‫خ َٔ َع ًِهُٕا َءا َيُُٕا انَّ ِر‬ ٍ ًُُْ ‫َي‬
Artinya : “ Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih.”(
ayat 6)
Namun ada manusia yang tidak menggunakan akalnya dengan baik, dia lebih
mengemukakan hawa nafsunya. Hidupnya lebih banyak menurutkan hawa nafsu. Sehingga,
ia tidak memperdulikan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang benar dan mana
yang salah, mana yang haq dan mana yang batil, semua sudah menyatu dalam pola hidupnya.
Bahkan yang haq dilihatnya yang sebagai yang batil, sementara yang batil dia lihat sebagai
yang haq. Inilah yang menurut Al-Quran dsiebut dengan mencampuradukan antara yang hak
dan batil.Dalam kondisi seperti itulah manusia akan diturunkan maratabatnya ke tempat
yang serendah-rendahny. “kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya (neraka). Manusia kalau sudah menyampingkan akal sehatnya , akan merosotlah
martabat hidupnya. Bila hewan sesuai dengan instink atau ghazirah yang dimilikinya
memiliki martabat yang rendah yakni hidup binatang. Maka, manusia bila sudah
mengenyampingkan akalnya,akanmengalami penurunan martabat hidup ke tingkat yang
serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari kehidupn binatang.Kalau hidup sudah tidak
mempunyai batasan lagi, semua sudah bercampur aduk, antara mana kehidupan manusia dan
mana kehidupan binatang, maka manusia sebenarnya tidak lagimengindahkan aturan-aturan
Illahi. tidak Lagi memperdulikan hidayah dan petunjuk Allah yang dibaaw oleh para Nabi
dan Rasul. Maka tempat yang layak bagi manusia seperti itu adalah neraka jahannam.Akan
tetapi orang yang menerima hidayah dan petunjuk Allah,orang-orang yang memelihara dan
menjaga kehormatan diri mereka, tidak termasuk orang yang turun derajat dan martabatnya.
Orang yang menggunakan akal dengan baik untuk memilah dan memeilih antara mana yang
haq dan mana yang batil, mana yang benar dan salah dan mana yang halal dan haram.
Dengan pertimbangan akal sehat itu mereka tidak menuruti hawa nafsu, tidak mengerjakan
batil, tidak melakukan yang salah dan tidak memakan yang haram.Mereka inilah kata Al-
Qur‟an yakni “orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh” yakni orang yang
83
berpegang teguh pada agama dan keyakinan, bhawa tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah Rasulullah. Mereka tidak menyekutukan Allah, selalu beramal soleh,
melakukan kebajikan, maelaksankan amar ma‟ruf dan menetapkan nahayo munkar.Maka
untuk mereka disediakan “ balasan pahala yang tak putus-putusnya”. . mereka akan
menerima imbalan di dunia dalam bentuk kemuliaan rohani. Dan di akhirat kelak, akan
dimasukan ke dalam surga jannatun na‟im. Mereka berada disana selama-lamanya dengan
kenikamatan yang tiada tara dan tak terhingga.
Menurut tafsir dari Ibnu Jarir: “Beriman dan beramal shalih di waktu badan dan masih
muda dan sehat”. “Maka untuk mereka adalah ganjaran tiada putus-putus.”(ujung ayat 6)
Doa yang diajarkan Nabi SAW itu adalah:

‫اللهم اين اعوذبك من البخل والكسل واَلرم وارذل العمر وعذاب القْب و فتنة الدجال و فتنة احمليا‬
)‫واملمات(رواه البخا رى عن انس بن مالك‬

Menurut keterangan Saiyidina Ali bin Abu Thalib kembali keoada umur tua renta (Ardzalil-
„umur) itu ialah tujuh lima tahun, dan ketika menafsirkan Ardzalil „umur terdapat satu tafsir
dari Ibnu Abbas yang berbunyi :” Asal saja dia taat kepada Allah di masa-masa mudanya,
meskipun dia telah tua sehingga akalnya mulai tidak jalan lagi, namun buat dia masih tetap
dituliskan amal shalihnya sebagaimana di waktu mudanya itu jua, dan tidaklah dia akan
dianggap berdosa lagi atas perbuatannya di waktu akalnya tak ada lagi itu. Sebab dia adalah
beriman. Dia adalah taat kepada Allah di masa mudanya.”66

4. Qs. At-Tin ayat 4

ْ ‫اإلنْ َسان ِِف أ‬


‫َح َسن تَ ْق ِوي‬ ِْ ‫لََق ْد َخلَ ْقنَا‬

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia”.


Artinya semua manusia (dalam bentuk yang sebaik-baiknya) artinya baik bentuk atau pun
penampilannya amatlah baik.

5. Qs. At Tin ayat 5

‫ْي‬ِِ
َ ‫َس َفل َسافل‬
ْ ‫ُثَّ َرَد ْدنَاهُ أ‬

66
PROF.YUNAN YUSUF. Tafsir Juz-Amma.2010
84
“Kemudian Kami kembalikan dia”
Maksudnya sebagian di antara mereka (ke tempat yang serendah-rendahnya) ungkapan ini
merupakan kata kiasan bagi masa tua, karena jika usia telah lanjut kekuatan pun sudah mulai
melemah dan pikun. Dengan demikian ia akan berkurang dalam beramal, berbeda dengan
sewaktu masih muda; sekalipun demikian dalam hal mendapat pahala ia akan mendapat
imbalan yang sama sebagaimana sewaktu ia beramal di kala masih muda, hal ini
diungkapkan dalam firman selanjutnya, yaitu:

6. Qs. At Tin ayat 6

‫َجر َغ ْري َمَْنُون‬ ِ َّ ‫إََِّل الَّ ِذين آمنوا وع ِملُوا‬


ْ ‫الصاَلَات فَلَ ُه ْم أ‬ َ َ َُ َ
“(Kecuali) melainkan (orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh”.
Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya) atau pahala yang tak pernah terputus.
Di dalam sebuah hadis telah disebutkan, bahwa apabila orang mukmin mencapai usia tua
hingga ia tidak mampu lagi untuk mengerjakan amal kebaikan, maka dituliskan baginya
pahala amal kebaikan yang biasa ia kerjakan di masa mudanya dahulu.
Salah satu hadist yang menjelaskan tentang surat at-tin yang artinya : Dari Abi bin
Tsabit. Dari Barra bin Azib, Malik dan Syu‟bah berkata, “Ketika Nabi SAW sedang safar
(melakukan perjalanan jauh), beliau membaca surat At-Tiin dalam salah satu rakaat dari dua
rakaat shalatnya. Aku belum pernah mendengar seorangpun yang lebih bagus suara dan
bacaannya daripada beliau.” Status hadist : Shahih: Al-Bukhari (767) dan Muslim (464).
Surat At-Tin ini diturunkan di Mekkah sebelum Nabihijrah ke Madinah. Demikian
menurut mayoritas, bahkan dapat dikatakan semua ulama. Nama “Surah at-Tin” atau “Wa
at-Tin” adalah salah satunya nama yang diperkenalkan ulama.
Tema utama surah ini adalah uraian tentang manusia dari aspek kesempurnaan
penciptaan dan jati dirinya serta sebab-sebab kejatuhannya. Tujuan utamanya adalah
mengingatkan bahwa kesempurnaan penciptaan itu mengandung konsuekensi kewajiban
menggunakan semua potensi yang dimiliki sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Sang
Pencipta, yang tidaka akan menyia-nyiakan amal baik seseorang. Kejatuhan manusia dari

85
kesempurnaan ke lembah kehinaan adalah akibat pengabaiannya terhadap potensi
ruhaniahnya.
Allah Menciptakan Manusia dalam Sebaik-baik Bentuk
Ada empat sumpah penuh makna di permulaan surah ini sebagai mukadimah dari suatu
pernyataan penting. Ayat mengatakan, Demi (buah)ara dan (buah) Zaitun. Kata tin berarti
“buah ara”. Sedangkan zaytun berarti “buah zaitun”, buah yang merupakan salah satu
sumber dari minyak yang bermanfaat. Sumpah-sumpah ini dirujukan pada dua jenis buah-
buahan yang masyhur atau pada sesuatu yang lain. Ada banyak perbedaan pendapat di
kalangan mufasir menyangkut kepastian maknanya.
Jika kita mengembalikan dua sumpah ini (tentang tin dan zaytun) pada pengertian
umumnya yang pertama yakni “buah ara” dan “buah zaytun”, keduanya merupakan sumpah-
sumpah yang megandung makna, karena: buah ara adalah makanan yang snagat baik dan
penuh nutrisi; yang cocok bagi setiap orang dari segala usia; bebas dari kulit, batu, atau zat-
zat tambahan komersial lain.
Para ahli ilmu gizi mengatakan, buah ara dapat digunakan sebagai pemanis alamiah bagi
bayi-bayi. Para olahragawan dan juga merekan yang lemah atau jompo karena usia lanjut,
bisa menjadikan buah ara sebagai makanan
Konon, Plato sangat menyukai buah ara sehingga sebagian orang menyebut buah
tersebut sebagai sahabat para filosof. Socrates pun tahu bahwa buah ara berfungsi sebagai
pencerap terhadap bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dan juga menyaring zat-zat
yang berbahaya.
Sebuah hadist diriwayatkan dari Imam Ali bin Musa Ridha yang berkata, “Buah ara
(bermanfaat untuk) menghilangkan bau tak sedap dari mulut. Ia memperkuat gusi dan
tulang menumbuhkan rambut, menyembuhkan beberapa penyakit sehingga tak lagi
diperlukan obat lain.” Kemudian beliau menambahkan, “Buah ara adalaha sesuatu yang
paling setara dengan buah-buahan surga.”
Sekarang mari kita ihat buah zaitun! Para pakar makanan dan sebagian ilmuwan yang
telah menghabiskan sebagian besar kehidupan mereka dengan memperlajari berbagai
karakteristik buah-buahan, menganggap bahwa buah zaitun dan minyaknya memiliki

86
kandungan zat yang luar biasa. Mereka percaya bahwa orang-orang yang ingin senantiasa
sehat hendaklah menggunakan salah satu eliksir kehidupan ini.
Minyak zaitun adalah kawan dekjat hati manusia. Selain itu, menyembuhkan kesulitan-
kesulitan ginjal, biliary calculus, renel colic, dan untuk menyembuhkan sembelit, minyak
zaitun terbukti berguna efektif. Minyak zaitun juga mengandung aneka macam vitamin,
selain mengandung zat fosfor, sulfur, kalsium, zat besi, potasium dan mangan. Obat-obat
salep yang terbuat dari minyak zaitun dan bawang putih sangat dianjurkan untuk
menyembuhkan sejumlah penyakit rematik. Dengan diet minyak zaitun dapat
menghancurkan kristal kolesterol di dalam kantong empedu.
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali as, “Para penghuni rumah yang
menggunakan cuka dan minyak zaitun dalam sajian santapan mereka, tidak akan mengalami
kemisikinan, dan sajian itu merupakan makanan para nabi.”
Hadist lain yang diriwayatkan dari Imam Ali bin Musa as-Ridha as mengatakan,
“Minyak zaitun adalah bahan makanan yang baik. Ia mewangikan aroma mulut,
menghilangkan lendir, mencerahkan rona wajah, memperkuat saraf, menyembuhkan
penyakit dan kelemahan, serta bisa memadamkan api kemarahan”.
Marilah kita tutup subjek ini dengan sebuah hadis dari Rasulullah saw, yang bersabda,
“Tambahkanlah minyak zaitun dalam makananmu dan lumurilah tubuhmu dengannya
karena ia dari pohon suci.” Setelah menyebutkan empat masalah signifikan ini, ayat
selanjutnya merujuk pada apa sumpah itu ditujukan, yakni, Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Jika seorang manusia, dengan semua keistimewaan yang dimilikinya itu, menyeleweng
dari jalan kebenaran maka ia akan jatuh sedemikian dalam ke “ tempat yang serendah-
rendahnya(neraka)”, dan akan diturunkan pada posisi yang paling rendah. Itulah sebabnya,
dalam ayat berikutnya (ayat 5) dikatakan, Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka),.... Seperti diketahui, selalu ada lembah-lembah dalam di
samping gunung-gunung yang tinggi.
Sebagian kelompok telah menafsirkan kalimat “Kemudian Kami kembalikan dia ke
tempat yang serendah-rendahnya (neraka)” dengan makna “kelemahan dan kerapuhan yang
sangat dari pikiran lantaran usia tua.” Namun tafsiran ini sangat tidak mengena, apalagi bila
87
dihubungkan dengan kandungan ayat berikutnya. Sebab itu, berkenaan dengan semua ayat
sebelum dan sesudahnya, tafsiran pertama di atas lebih sesuai.
Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?
Maka, sekiranya kita mengambil dari kata din dengan seluruh makna dari “agama”,
maka ayat ini berarti menjadi: “Bukankah hukum-hukum dan perintah-perintah Allah adalah
yang terbijaksana dari semuanya?” atau “Penciptaan manusia oleh Allah penuh dengan
pengetahuan dan hikmah dalam semua segi.” Namun, sebagaimana disebutkan dimuka,
pengertian pertamalah yang paling tepat.
Sebuah hadist dari Rasulullah saw mengisahkan, setiap kali beliau membaca Surah at-
tin, maka setelah membaca ayat “Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?, beliau selalu
berkata, “Benar dan akulah saksi akan hal ini (bahwa Allah adalah Hakim seadil-adilnya).

7. Qs. Al-A‟Raaf (7) : 172

Terjemahan :
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami
menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)”. Q. S. Al-A‟raf (7) : 172

Kosakata QS Al-Araaf ayat 172

(Dan (Waidza) (Dan [Ingatlah], ketika) berada pada posisi nashab karena f‟il yang
diperkirakan di-„athf-kan kepada yang sebelumnya, sebagaimana yang telah lalu.

(Mimbanii aadama) (keturunan anak-anak Adam). Ini sebagai dalil yanng


menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “yang dikeluarkan” disini adalah: anak

88
keturunan dari keturunan Adam. Namun ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan disini adalah Adam sendiri. Maknanya: bahwa ketika Allah


menciptakan Adam, Allah mengusap punggungnya, lalu mengeluarkan daripadanya anak
keturunannya, dan mengambil perjanjian atas mereka, saat itu mereka berada di alam
bibit.67
ْ َ‫( أ‬Asyhadahum)
َّ‫ش ٍَ َد ٌُ ْم‬
Kata asyhada berasal dari kata syahida-yashadu-syuhudan wa syahadatan, yang artinya
memberi kabar yang pasti atau bersumpah. Asyhada merupakan kata kerja yang mendapat
imbuhan, sehingga maknanya adalah menjadikan seseorang bersaksi atau bersumpah kata
ini dipergunakan dalam Al-Qur‟an untuk menegaskan bahwasanya manusia telah diambil
ikrar atau sumpahnya tentang keesaan Tuhan. Persaksian ini dari mereka atas mereka
sendiri, yaitu meminta pengakuan mereka masing-masing melalui potensi yang
dianugrahkan Allah kepada mereka, seperti akal, hati nurani, dan hamparan tentang bukti-
bukti tentang keesaan Allah yang tersebar dialam raya. Tanda-tanda yang sedemikian
banyak ini tampak sudah sangat mencukupi untuk digunakan sebagai dalil terhadap
keesaan Allah.68

(Wa asyhaduhum „alaa anfusihim)


(dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka), yakni mengambil kesaksian setiap

mereka . (Bukankah Aku ini Tuahnmu?). Ini dengan anggapan adanya maksud
qaul (yakni, seraya berfirman).

(Qaaluu balaa syahidnaa)


(Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”) yakni, kami
menjadi saksi atas diri kami bahwa Engkau adalah Tuhan kami.

67
Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), hlm.305-306.
68
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan)Jilid 3 (Jakarta:
Widya Cahaya, 2011), hlm.520.
89
(Ant aquuluu)
(agar tidak mengatakan). Maknanya: Agar mereka tidak mengatakan, atau: supaya mereka
tidak mengatakan. Yakni, Kami mengambil perjanjikan dan kesaksian itu agar mereka tidak

mengatakan (di hari kiamat, “Sesungguhnya


kami [bani Adam] adalah orang-orang yang lengah terhadap ini [keesaan Tuhan]”) Yakni,
lengah bahwa Allah adalah Tuhan kami satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya.69

Pembahasan / Tafsir QS Al-Araaf ayat 172


Setiap anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitrah. Artinya mereka lahir dalam
keadaan mengakui serta meyakini akan keesaan Allah, sebagai satu-satunya Dzat yang
menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ini. Tiada keraguan sedikit pun dalam
diri mereka bahwa hanya Allah lah yang berhak untuk di ibadahi.
Kata dzuriyyah dalam surat ini berarti anak-anak kecil. Tetapi kata ini sering
digunakan untuk semua anak dari seseorang. Mereka mengakui bahwa Allah merupakan
pencipta. Kemudian, semuanya kembali lagi ditempatkan di tulang belakang dan tanah
Adam as untuk dihadirkan ke dunia fana ini secara bertahap dan alamiah. Alam tersebut
disebut dengan dzarr sedangkan perjanjiannya disebut dengan perjanjian Alast atau alam
sebelum dunia yang hadir ini.
Maksud dari keberadaan alam dzarr, mungkin adalah sama dengan alam bakat
atau potensi, pada saat berangkatnya anak-anak cucu Adam as dari tulang sulbi bapak-
bapak mereka ke dalam rahim ibu mereka dalam bentuk air mani yang terjadi dalam bentuk
alamiah. Allah membentuk bakat dan sifat dasar ketauhidan (meyakini Tuhan Yang Maha
Esa) dan mencari kebenaran dalam pembentukan mereka. Dan rahasia ketuhanan ini seperti
sebuah kesadaran yang dibawa sejak lahir, yang ditempatkan dalam kecenderungan
pendirian dan sifat dasar setiap orang. Kita harus mengetahui bahwa Allah telah
menempatkan tauhid dalam pembentukan dan kecenderungan bawaan sejak manusia lahir.

69
Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), hlm.307.
90
Dengan demikian, manusia dapat mengamati rasa ketauhidan itu di dalam jiwa mereka
masing-masing, karena mereka telah mengakuinya sejak mereka lahir ke dunia ini.70
Ayat ini Allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia
dilahirkan dari rahim orang tua (ibu) mereka, secara turun temurun, yakni Allah
menciptakan manusia atas dasar fitrah. Dalam Al-Qur‟an kata fitrah berasal dari kata
fathara. Kata fitrah mengandung arti “yang mula-mula diciptakan Allah.” Sejatinya letak
fitrah manusia disebutkan dalam Al-Qur‟an surat Al-A‟raaf ayat 172. Fitrah manusia
ditandai dengan perjanjian manusia dengan Allah setelah manusia diciptakan. Allah
menyuruh roh kita untuk menyaksikan susunan kejadian diri mereka yang membuktikan
keesaan-Nya, keajaiban proses penciptaan dari setetes mani hingga menjadi manusia
bertubuh sempurna, dan mempunyai daya tangkap indra, dengan urat nadi dan system urat
syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya. Berkata Allah kepada roh manusia “Bukankan
Aku ini Tuhanmu?” maka menjawablah roh manusia, “Benar (Engkaulah Tuhan kami),
kemi telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan pengakuan roh pribadi manusia sejak
awal kejadiannya akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada tuhan lain yang patut
disembah kecuali Dia.
Allah bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia, bahwa hakikat kejadian
manusia itu didasari atas kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa. Sejak manusia itu
dilahirkan dari rahim orang tua mereka, ia sudah menyaksikan tanda-tanda keesaan Allah
pada kejadian mereka sendiri, Allah berfirman pada ayat lain:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (islam); (sesuai) fitrah Allah
disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. (ar-Rum/30: 30)

70
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran (Jakarta: Al-Huda, 2010), hlm.143-144.
91
Fitrah Allah maksudnya ialah tauhid. Rasullah bersabda:

“Tak seorang pun yang dilahirkan kecuali menurut fitrah, kedua orang tuanyalah yang
menjadikan mereka Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana halnya hewan melahirkan
anaknya yang sempurna telinganya, adakah kamu ketahui ada cacat pada anak hewan itu?”
(riwayat al-Bukhari muslim, dari Abu Hurairah)

Rasullah dalam hadis Qudsi :

Berfirman Allah Ta‟ala, “sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku cenderung (ke agama
tauhid). Kemudian datang kepada mereka setan setan dan memalingkan mereka dari agama
(tauhid) mereka, maka haramkanlah atas mereka segala sesuatu yang telah kuhalalkan bagi
mereka.” (riwayat al-Bukhari dari Iyad bin Himar).71

Oleh sebab itu, setiap orang pasti memiliki kecenderungan dalam hatinya untuk
mengenal Allah SWT dan bergerak menuju ke jalan-Nya. Fitrah yang ditanamkan oleh
Allah kepada seluruh manusia ini merupakan sebuah hujjah bagi semua umat. Penolakan
terhadap ajaran tauhid yang dibawa Nabi SAW itu sebenarnya perbuatan yang berlawanan
dengan fitrah manusia dan dengan suara hati nurani mereka. Kelak pada hari kiamat mereka
tidak bisa lagi beralasan kami menjadi musyrik karena orang tua kami sehingga tidak ada
jalan lain bagi kami, tidak pernah di ingatkan untuk mengesakan Allah karena fitrah mereka
sendiri dan ajaran nabi-nabi senantiasa mengingatkan mereka untuk mengesakan Allah dan
menaati seruan Rasul serta menjauhkan diri dari syirik.

71
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan)Jilid 3 (Jakarta:
Widya Cahaya, 2011), hlm.520-521.
92
Jadi secara jelas dikatakan bahwa setiap manusia sebelum lahir ke muka bumi
memiliki fitrah berupa agama dan manusia dimintai kesaksian dan mengakui keesaan Allah
SWT dan mereka mengenal-Nya dengan baik sejak dialam ruh. Kemudian hal itu mereka
bawa terus hingga lahir ke dunia dengan mengucap kedua kalimat syahadat. Maka dari itu
mengakui keesaan allah tidak cukup hanya dengan lisan tetapi dengan meningkatkan
keimanan yang kuat, dipraktekan dalam sikap dan perilaku positif dalam kehidupan sehari-
hari dalam bentuk shalat, puasa, zakat dan amal amal baik lainnya. oleh karena itu, manusia
betapapun besarnya dia, kuat dan kaya namun dia tetap tidak dapat mengingkari bahwa
dirinya tidak sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mengurus segala urusannya. Dan
tidak lupa untuk selalu mengajarkan dan mengenalkan hal-hal tentang keesaan Allah kepada
anak dan keluarga, saudara, teman atau orang lain untuk meningkatkan aktifitas ibadah kita
dan melakukan setiap kewajiban kita kepada Allah SWT sebagai seorang muslim.

Ketauhidan Sesuai dengan Fitrah Manusia

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam
keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka
(seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau
Tuhan Kami), kami bersaksi.” (kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari Kiamat
kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (QS. Al -
A'raf:172)
Kata Kunci :: Asyhadahum
Kata asyhada berasal dari kata syahida-yasyhadu-syuhuudan wasyuuhadatan, yang
artinya memberi khabar yang pasti atau bersumpah. Asyahada merupakan kata kerja yang
mendapat imbuhan, sehingga maknanya adalah menjadikan seseorang bersaksi atau
bersumpah.72 Kata ini dipergunakan dalam Al-Quran untuk menegaskan bahwasannya

72
Widya Cahaya, Al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2011), hlm. 288.

93
manusia telah diambi ikrar atau sumpahnya tentang keesaan tuhan. Persaksian ini dari
mereka atas diri mereka sendiri, yaitu meminta pengakuan mereka masing-masing melalui
potensi yang dianugerahkan allah kepada mereka seperti akal, hati nurani, dan hamparan
bukti-bukti tentang keesaan allah yang tersebar di alam raya. Tanda-tanda yang sedemikian
banyak ini tampak sudah sangat mencukupi untuk digunakan sebagai dalil terhadap keesaan
allah.
Munasabah
Pada ayat ini allah menerangkan bahwa fitrah manusia itu menerima ajaran allah dan ini
sudah mereka ikrarkan dalam diri mereka, seperti isi ayat 172 surat Al-A‟raf.
Tafsir
Dalam ayat ini allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia
dilahirkan dari rahim orang tua (ibu) mereka, secara turun-temurun, yakni allah
menciptakan manusia atas dasar fitrah. Allah menyuruh roh mereka untuk menyaksikan
susunan keajaiban diri mereka yang membuktikan keesaanya, keajiaban proses penciptaan
dari setetes air mani hingga menjadi manusia bertubh sempurna, dan mempunyai daya
tanggap indra, dengan urat nadi dan system urat syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya.
Berkata allah kepada roh manusia “bukankah aku ini tuhanmu?” maka menjawablah roh
manusia, “benar (engkaulah tuhan kami) kami telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan
pengakuan roh pribadi manusia sejak awal kejadiannya akan adanya allah yang maha esa,
yang tiada tuhan lain yang patut disembah kecuali dia.
Dengan ayat ini allah bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia, bahwa hakikat
kejadian manusia itu disadari atas kepercayaan kepada allah yang maha esa. Sejak manusia
itu dilahrkan dari rahim orang tua mereka, ia sudah menyaksikan tanda-tanda keesaan allah
pada kejadian mereka sendiri. Allah berfirman pada ayat lain:

94
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (islam); (sesuai) fitrah
allah disebabkan dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada ciptaan allah. ( Ar-Rum : 30)

Fitrah Allah maksudnya ialah tauhid. Rasulullah bersabda: "Tak seorang pun yang
dilahirkan kecuali menurut fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi,
Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana halnya hewan melahirkan anaknya yang sempurna
telingganya, adakah kamu ketahui ada cacat pada anak hewan itu?" (Riwayat al-Bukhari
muslim, dari Abu Hurairah)
Rasulullah dalam hadis Qudsi :
Berfirman Allah Ta' ala, "Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku cenderung (ke agama
tauhid). Kemudian datang kepada mereka setan-setan dan memalingkan mereka dari agama
(tauhid) mereka, maka haramlah atas mereka segala sesuatu yang telah Kuharamkan bagi
mereka." (Riwayat al-Bukhari dari Iyad bin Himar)
Penolakan terhadap ajaran Tauhid yang dibawa Nabi itu sebenarnya perbuatan yang
berlawanan dengan fitrah manusia dan dengan suara hati nurani mereka. Karena itu tdaklah
benar manusia pada hari Kiamat nanti mengajukan alasan bahwa mereka alpa, tak pernah
diingatkan untuk mengesakan Allah. Fitrah mereka sendiri dan ajaran Nabi-nabi senantiasa
mengingatkan mereka untuk mengesakan Allah dan menaati seruan Rasul serta menjauhkan
diri dari syirik.
Jadi, Allah menciptakan manusia atas dasar fitrah, yaitu tabiat dasar manusia yang
cenderung kepada tauhid.

95
BAB 8
MENGATASI SIFAT BURUK PADA MANUSIA

1. Surat Al-Ma‟arij (19-21)


A. Ayat Al-Qur‟an

ْ ُ‫وعا * َوإِذَا َم َّسو‬ ِ


‫وعا‬
ً ُ‫اْلَْي ُر َمن‬ ً ‫وعا * إِذَا َم َّسوُ الشَُّّر َج ُز‬ ِْ ‫إِ َّن‬
ً ُ‫اإلنْ َسا َن ُخل َق َىل‬
“sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (Q.S. Al-
Ma‟arij [70]: 19-21)

Firman Allah Ta‟ala, ‫ان ُخلِقَ َهلُوعًا‬ ِ ‫“ إِنَّ إ‬sesungguhnya manusia diciptakan bersifat
َ ‫اْل إن َس‬
keluh kesah lagi kikir.” Maksudnya adalah orang-orang kafir. Pendapat ini diriwayatkan dari
Adh-Dhahhak.
Al-hala‟ menurut bahasa adalah sangat kikir dan sangat buruk lagi sangat keji
kegelisahannya. Demikian pula pendapatyang dikemukakan oleh Qatadah, Mujahid dan
yang lainnya. (Dikatakan): Hali‟a yahla „u fahuwa haali‟un dan haluu‟un, guna menunjukkan
makna sering gelisah. Makna firman Allah itu adalah, bahwa manusia itu tidak dapat
bersabar, baik atas kebaikan maupun keburukan, sehingga dia melakukan sesuatu yang tidak
semestinya pada kebaikan dan keburukan itu. Ikrimah berkata, “(Al-hala‟) adalah
kegelisahan.”
Adh-Dhahhak berkata, “al-haluu‟ ” adalah orang yang tidak pernah kenyang, sedangkan
almanuu‟ adalah orang yang apabila mendapatkan harta maka dia tidak menunaikan hak
Allah dari harta itu.”
Ibnu Kaisan berkata, “Allah menciptakan manusia mencintai sesuatu yang dapat
membahagiakan dan memuaskannya, dan dia akan lari dari sesuatu yang tidak disukai dan
dibencinya. Setelah itu, Allah memerintahkannya untuk beribadah yaitu dengan
menginfakkan apa yang dicintainya dan bersabar atas sesuatu yang tidak disukainya.”
Abu Ubaidah berkata, “Al-haluu‟ adalah orang yang jika mendapatkan kebaikan
maka dia tidak akan bersyukur, dan jika mendapatkan kemudharatan maka dia tidak akan
bersabar.” Seperti itulah yang dikatakan Tsa‟lab.

96
Tsa‟lab juga berkata, “sesungguhnya Allah telah menafsirkan al-haluu‟ yaitu orang
yang jika mendapatkan keburukan maka dia nampak sangat gelisah, tapi jika dia
mendapatkan kebaikan maka dia kikir dan tidak memberikannya kepada manusia lain.
Nabi SAW bersabda,“seburuk-buruk sifat yang diberikan kepada seorang hamba
adalah sifat kikir yang gelisah dan sifat penakut yang sangat.”
Orang Arab berkata, “naaqatun hilwaa‟atun dan hilwaa‟un (unta yang cepat
berjalannya lagi ringan.)
Lafazh (jazuu‟an) (keluh kesah) dam (manuu‟an) (kikir) adalah dua sifat bagi lafazh
(Haluu‟an), namun dengan catatan harus diniatkan untuk mendahulukan keduanya sebelum
lafazh (idzaa).

B. Kandungan Surat Al-Ma‟arij (19-21)

‫وعا‬ ِ ِْ ‫إِ َّن‬


ً ُ‫اإلنْ َسا َن ُخل َق َىل‬
(19) Apa yang membuat manusia menjadi congkak dan sombong serta berpaling dari
dari Allah dan Rasul?tiga ayat tersebut menjelaskan tentang penyebab hal itu. Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat gelisah. Penyebabnya adalah karena manusia mempunyai naluri
selalu gelisah., tidak mengenal batas kepuasan, dan punya keinginan yang meluap-luap .
naluri inilah yang tidak mempunyai batas pemilikan. Ia selalu merasa kekurangan dan tidak
pernah merasa cukup.
Kerakusan memang membuat seseorang menjadi tidak terkendali. Dia akan
menyikat semua yang sebenarnya bukan menjadi haknya, karena ingin memuaskan
kerakusannya. Sering kali batas dari capaian kerakusan tidak ada sama sekali.
Dalam hidup manusia harus memenuhi kebutuhan, terutama kebutuhan pokok
pangan, sandang, dan papan. Tetapi ketika ketiga kebutuhan ini terpenuhi, manusia
memerlukan lagi kebutuhan lain, yakni pendidikan dan kesehatan. Selanjutnya, kalau
pendidikan juga sudah terpenuhi, maka manusia memerlukan lagi tambahan dari kebutuhan-
kebutuhan tersebut, sehingga akhirnya tidak mempunyai batas lagi. Bila hal ini,
diperturutkan, maka berapapun yang sudah diperoleh, tetap terasa tidak cukup.

97
ً ‫إِذَا َم َّسوُ الشَُّّر َج ُز‬
‫وعا‬
(20) naluri gelisah dan kerakusan ini, bila tidak dipandu oleh iman akan menimbulkan
hal yang negative bagi manusia. Apaila ia ditimpakan kesusahan ia berkeluh kesah.
Kesusahan atau kesulitan dalam hidup adalah sesuatu yang biasa dan niscaya. Ada tingkat
kesusahan dan kesulitan dan adapula tingkat kesusahan dan kesulitan itu yang tinggi. Pada
hakikatnya, tidak ada kehidupan yang tanpa masalah, bahkan masalah itu adalah bagian
integral dari kehidupan itu sendiri.
Orang yang tidak mempunyai keimanan, bila menemui kesusahan dan kesulitan
dalam hidup akan dilanda oleh kegelisahan. Dia akan menyesali diri dan meratapi nasib yang
menimpa. Bahkan, dia bisa mencari jalan pintas untuk mengakhiri hidup. Sisi jahat dari
naluri ini adalah mencari kambing hitam, yakni menimpkan kesalahan pada orang lain.
Masalah yg sedang dihadapi , dia pandang sebagai akibat tindakan dan perbuatan orang lain
terhadap dirinya sendri.
Seolah-olah hidup itu hanya jalan menurun dan penuh keindahan. Kesusahan dan
kesulitan seharusnya tidak ada. Sedikit saja dia dilanda kesulitan, hatinya sudah meradang,
kenapa saya saja yang dilanda oleh kesulitan, orang lain tidak. Padahal bila ditanyakan
kepada orang lain
yang dianggap tidak memiliki kesulitan tersebut, diapun akan mengatakan hal yang sama,
yakni sama mengeluh karena banyak kesusahan dan kesulitan yang dihadapi. Jika ditimpa
kesusahaan manusia pasti berkeluh kesah dan gelisah.

‫وعا‬ ْ ُ‫َوإِ َذا َم َّسو‬


ً ُ‫اْلَْي ُر َمن‬
(21) sama dengan kesusahan dan kesulitan, kesenggangan dan kemudahan juga adalah
sesuatu yang biasa dalam hidup. Susah dan senang adalah permainan hidup. Tidak ada
kehidupan yang senang terus-menerus atau susah terus menerus. Bila tidak ada iman, bukan
saja menghadapi kesulitan berkeluh kesah, dalam menghadapi kesenagan pun, manusia akan
berkeluh kesah juga. Ia akan melakukan keluh kesah itu dengan menutup diri dari orang.
Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Ia akan menjadi orang yang tidak mau
menerima nasihat orang lain. Bila ada orang yg datang padanya meminta bantuan, dia

98
mengatakan diapun sedang menghadapi masalah. Ia juga memerlukan biaya yang tidak
sedikit untuk keperluan keluarganya. Ia akan menggambarkan bahwa masalah yang sedang
dihadapi lebih besar dari masalah yang dihadapi oleh orang yang datang kepadanya.
Sehingga orang yang tadi sengaja datang untuk tujuan meminta pertolongan, tidak
mempunyai kata- kata lagi guna menyampaikan maksudnya.
Bahkan, lebih jelek lagi, orang yang seperti ini bertambah diberi kesenganan,
bertambah kikir. Bertambah mempunyai kelebihan harta, bertambah besar sifat bakhilnya.
Tidak boleh ada seorangpun yang mendekatinya. Kalau pun ia mau memberikan sumbangan
ataupun bantuan, pastilah ada kalkulasi untung rugi yang sudah dia buat sendiri
kalkulasinya. Dia tidak akan pernah mendapat kerugian sedikitpun. Pada akhirnya, bila
dihitung lebih cermat, ujung-ujungnya dia mendapat keuntungan besar.

C. Kaitan Surat Al-Ma‟arij (19-21) dengan PersoalanDakwah


Dalam tiga ayat pendek di atas, sungguh seakan-akan setiap kalimatnya merupakan
sebuah sentuhan dari goresan indah yang dibuat untuk melukiskan sifat-sifat manusia,
dengan kalimat-kalimat singkat membicarakan gambaran kehidupan. Dari celah-celahnya
digambarkanlah manusia dengan sifat-sifat aslinya, yaitu "keluh kesah" ketika ditimpa
kesusahan dan "kikir" ketika mendapat kesenangan.Hampir tiap hari, bahkan tiap saat kita
selalu mendengar keluh kesah di tengah aktifitas kehidupan kita, keluh kesah yang kadang
sangat erat hubungannya dengan kondisi jiwa dan iman yang sedang melemah.
Orang yang hatinya sepi dari iman itu mengira bahwa kesedihan itu bersifat abadi,
kekal dan tiada yang dapat menghilangkannya. Ia pun mengira bahwa masa yang akan
datang adalah akan menjadi petaka baginya. Maka dipenuhilah hatinya dengan bermacam
kesedihan, sehingga ia mengira bahwa ia tidak akan terlepas dari kesedihan ini. Ia telah
dimakan oleh kesedihan dan dirobek-robek oleh keluh kesah. Hal ini terjadi karena ia tidak
berlindung kepada pilar penyangga yang kokoh bagi azamnya, dan tidak menggantungkan
cita-cita dan harapannya kepada Allah.
Selain itu sifat aslinya yang lain adalah "sangat kikir" terhadap kelapangan saat ia
mendapatkannya. Ia mengira bahwa keberhasilan itu karena upaya dan jerih payahnya
sendiri. Karena itu ia lantas bersikap kikir kepada orang lain, dan memonopoli kekayaan
99
untuk pribadinya sendiri. Sehingga, jadilah ia sebagai tawanan bagi kekayaannya, dan
menjadi budak bagi kerakusannya.
Hal ini disebabkan karena ia tidak mengetahui hakikat rezeki dan peranannya. Ia
tidak melihat kebaikan Tuhannya kepadanya karena sudah terputus hubungannya, dan
hatinya sudah kosong dari merasakan keberadaan dan campur tangan-Nya.
Karena itu, ia selalu berkeluh kesah dalam kedua kondisinya. Yaitu, berkeluh kesah di saat
susah dan berkeluh kesah ketika mendapat kesenangan, inilah gambaran buruk manusia
ketika hatinya kosong dari iman.
Dengan demikian, tampaklah bahwa iman kepada Allah merupakan suatu yang
sangat besar bagi kehidupan manusia."Iman bukan sekedar kata yang diucapkan dengan
lisan, dan bukan pula sekedar simbolubudiyah (pengabdian) yang diperagakan. Tetapi iman
adalah kondisi jiwa dan manhaj (acuan) kehidupan, serta pandangan kehidupan yang
sempurna terhadap norma dan nilai, peristiwa-peristiwa dan semua keadaan". Begitulah
ungkapan Ustadz Sayyid Qutb ketika menguraikan penjelasan ayat ini.
Ketika hati kosong dari iman yang menegakkan dan meluruskannya ini, maka ia
akan goyah, senantiasa terombang-ambing bagaikan bulu yang terbangkan angin, ia akan
terus goncang dan takut. Ketika ditimpa kesusahan ia mengeluh, ketika dikaruniai
kesenangan iapun kikir.
Adapun jika hati disemarakkan dengan iman, maka ia senantiasa tenang dan
pemurah, karena selalu berhubungan dengan sumber segala peristiwa dan pengatur segala
keadaan. Ia akan selalu merasa tentram dengan kekuasaan-Nya, mampu menerima ujian-
Nya, selalu melihat solusi dari-Nya atas kesempitan, dan menemukan kemudahan dari-Nya
atas kesulitan. Ia akan selalu menghadap kepada-Nya dengan kebaikan, karena ia tahu bahwa
apa yang ia infakkan adalah rezeki dari-Nya dan kelak ia akan mendapatkan balasan dari apa
yang ia infakkan itu, di dunia dan di akhirat.
Maka, iman adalah suatu usaha di dunia yang terwujud hasilnya sebelum
mendapatkan balasan di akhirat, yang menimbulkan kegembiraan, ketenangan, kemantapan
dan kestabilan selama perjalanan hidupnya di dunia.Sifat-sifat orang mukmin yang
dikecualikan dari sifat-sifat umum manusia itu dijelaskan batasan-batasannya dalam

100
rangkaian ayat berikutnya, bahkan ayat-ayat ini merupakan sarana penting dalam mengikis
dua sifat dia atas.
Sifat pertama yaitu "keluh kesah" dapat dikikis dengan sholat, karena sholat
merupakan sarana berkeluh kesah yang sesungguhnya, yaitu berkeluh kesah kepada Allah
yang dapat menghilangkan kesedihan dan kedukaan sehingga berubah menjadi kebahagiaan
dan ketenangan.
Shalat lebih dari sekedar rukun Islam dan simbol iman. Ia adalah saran berhubungan
dengan Allah dan tindak lanjut dari kesadaran batinnya. Maka sholatnya ini adalah sholat
yang tidak pernah ia tinggalkan lantaran lalai ataupun malas. Kata "daaimuun" dalam ayat
ini mengisyaratkan perhatian terhadap sifat keseriusan dan kesungguhan dalam hubungannya
dengan Allah, sebagaimana hubungan inipun harus dihormati, karena hubungan ini bukanlah
permainan yang begitu saja dapat disambung dan diputuskan sesuai selera.
"Allah berfirman: kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu
senantiasa mengerjakannya". (Al Ma'arij: 22-23)
Sifat kedua yaitu "sangat kikir" dapat dikikis dengan cara melatih diri untuk biasa
berbagi dengan kelebihan yang Allah titipkan kepadanya.
"dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (QS.
Al Maarij: 24-25)
Perasaan dan kesadaran tentang adanya hak di dalam hartanya untuk orang miskin
yang meminta-minta dan yang tidak meminta-minta adalah kesadaran tentang adanya
karunia Allah pada satu sisi lain, yang melebihi keterbatasan perasaannya dari belenggu
kekikiran dan kerakusan. Pada waktu yang sama hal ini menunjukkan adanya rasa
kesetiakawanan sosial, rasa senasib dan seperjuangan dengan sesama masyarakatnya.
Al Quran menyebutkan di sini, lebih dari sekedar melukiskan sifat-sifat dan ciri-ciri
jiwa yang beriman. Akan tetapi, ia adalah salah satu mata rantai pengobatan penyakit kikir
dan tamak dalam ayat di atas.

101
2. QS Al-Ma‟arij ayat 22-24
A. Ayat-ayat QS Al-Ma‟arij ayat 22-24

B. Arti dan Kosakata QS Al-Ma‟arij ayat 22-24


Terjemah :
(22) Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
(23) yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
(24) dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.

Ayat 22

Kecuali

Orang-orang yang mengerjakan sholat

Firman Allah Ta‟ala, “Kecuali orang-orang yang mengerjakan


sholat.” Menunjukkan bahwa firman Allah sebelumnya adalah tentang orang-orang
kafir. Sebab al insaan (manusia) adalah Isim Jins. Dalil atas ini adalah adanya
istitsna‟ (pengecualian) yang menyertainya.73
Ayat 24:

Bagian

Tertentu

Firman Allah Ta‟ala “Dan orang-orang yang dalam


hartanya tersedia bagian tertentu,” maksudnya adalah zakat wajib. Demikianlah yang

73
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 248.
102
dikatakan oleh Qatadah dan Ibnu Sirin. Sebab Allah menyifati (bagian) dengan
(tertentu). Sementara selain zakat tidak ditentukan, akan tetapi tergantung keperluan. Dan
hal ini terkadang bisa banyak dan terkadang pula bisa sedikit.74

C. Pembahasan / Tafsir QS Al-Ma‟arij ayat 22-24


AYAT 22
Sholat merupakan rukun Islam kedua; tanda yang membedakan antara orang
beriman dengan orang kafir. Jika seseorang sholat, berarti ia mempunyai hubungan dengan
Tuhannya. Sebaliknya jika ia tidak sholat, ia akan lupa dengan Tuhannya sehingga
hubungannya terputus.75
Untaian ayat-ayat lalu menggambarkan orang-orang yang selalu berkeluh kesah dan
kikir setiap menerima kesulitan dan kesenangan, maka untaian ayat berikut menggambarkan
orang-orang yang tidak mengalami hal yang demikian, orang-orang yang tidak pernah
berkeluh kesah. Siapakah mereka? Kecuali orang-orang yang sholat. Yakni orang-orang yang
mendirikan sholat atas dasar iman. Mereka yang mendirikan sholat karena dalam hatinya ada
iman, percaya bahwa Allah itu ada dan Muhammad adalah rasul-Nya.
Orang-orang yang mendirikan sholat bila menerima kesusahan, dia akan terima
dengan penuh kesabaran. Karena sholat menurut Al-Qur‟an salah satu sarana untuk
mengingat Allah. Firman Allah dalam surah Thȃhȃ [20]: 14;

Terjemah :“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku.”
Jadi orang yang mendirikan sholat adalah orang yang selalu mengingat Allah. Orang
yang mengingat Allah pasti mempunyai sikap sabar. Oleh sebab itu, sikap sabarlah yang
tepat dalam menghadapi berbagai kesulitan dan yang ditemui dalam hidup. Bukan
sebaliknya, seperti gelap mata dan kemudian mencari cara-cara “jalan pintas”. Dia hadapi

74
Op.cit, hlm. 249.
75
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Juz 28-30 Jilid 10 (Jakarta: Widya Cahaya,
2011), hlm. 339.
103
masalah dengan tenang dan pikiran jernih. Sebaliknya bila menghadapi kesenangan atau
kemudahan, maka dia bersyukur dan bertasbih kepada Allah, bukan kemudian melakukan
pesta pora dan hura-hura.76
Jika orang benar-benar khusuk dalam sholatnya, berarti hati dan pikirannya tertuju
kepada Allah semata. Dia merasa berhadapan langsung dengan Allah dalam sholatnya.
Timbul dalam hatinya takut karena dosa-dosa yang dilakukannya disamping penuh harap
akan limpahan pahala, rahmat, dan karunia-Nya. Oleh karena itu, ia berjanji dalam hatinya
akan menjauhi dan menghentikan larangan-larangan-Nya. Hatinya pasrah dan tenteram
menyerahkan diri kepada-Nya. Orang yang sholat secara demikian, akan terhindar dari
perbuatan keji dan mungkar.

Terjemah :“Bacalah kitab (Al-Qur‟an) yangn telah diwahyukan kepadamu


(Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (sholat) itu lebih
besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (al-„Ankabut [29]: 45)

Hal ini berarti bahwa semua sholat yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan
dapat menghilangkan kegelisahan, menentramkan hati, dan menambah kekuatan iman orang
yang mengerjakannya. Sekalipun demikian, tentu sholat yang paling diutamakan
mengerjakannya adalah sholat yang lima waktu.

AYAT 23
Sholat di samping ibadah ritual yang menghubungkan seorang hamba dengan Allah,
juga merupakan sarana untuk meraih ketenangan jiwa. Oleh sebab itu, sholat yang meredam
keluh kesah itu haruslah shalat yang berkelanjutan. Yang mereka itu tetap mengerjakan
sholatnya. Shalat yang menurut Al-Qur‟an disebut dengan kata dȃ‟imun, yakni shalat yang

76
Prof. Dr. M Yunan Yusuf, Tafsir Khuluqun ‘Azhim (Budi Pekerti Agung) (Tangerang: Lentera
Hati, 2013), hlm. 289.
104
tidak mengalami keterputusan dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan lima waktu sehari
semalam dipelihara dengan baik. Inilah syarat mengerjakan sholat yang dapat menghilangkan
kegelisahan hati dan kekikiran.
Keterputusan pelaksanaan sholat itu bisa terjadi karena ditinggalkan dengan sengaja,
ditelantarkan, ataupun disebabkan karena malas mengerjakan. Sebab bila ada uzur tertentu,
shalat tetap harus dikerjakan. Kalau tidak bisa berdiri, lakukan dengan duduk. Kalau tidak
bisa dengan duduk, lakukan dengan berbaring. Kalau tidak bisa dengan sempurna
melaksanakan shalat dengan berbaring, maka lakukan dengan cara isyarat.
Yang penting di sini adalah berkelanjutannya pelaksanaan sholat. Rasulullah SAW
sangat menganjurkan amal yang berkelanjutan, walaupun sedikit, daripada amal yang banyak
tapi terputus-putus. Ibadah yang kecil tetapi berkesinambungan lebih mulia dari kebajikan
yang besar tetapi tidak berkesinambungan.

Firman Allah dalam surah Maryam [19]: 65;

Terjemah : “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di
antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang
patut disembah)?.
Berteguh hatilah dalam beribadah. Berkesinambungan dalam beribadah serta
menjadikannya sebagai perilaku sehari-hari merupakan hal yang sangat penting dalam hidup.
Hindarkan diri masuk ke dalam suasana demam ibadah. Rajin dan tekun beribadah bila ada
sesuatu yang hendak dituju, tetapi bila sudah dapat yang dituju, semuanya kemudian
ditinggalkan. Orang-orang yang shalat kemudian berkelanjutan dalam shalatnya tidak akan
mengalami keluh kesah.77

77
Op.cit, hlm. 290-291.
105
AYAT 24
Di samping menegakkan shalat secara berkelanjutan, orang-orang yang tidak akan
berkeluh kesah itu adalah orang-orang yang menafkahkan hartanya. Dan orang-orang yanng
dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Mereka sangat sadar bahwa dalam harta yang telah
dianugrahkan oleh Allah kepada mereka ada hak orang lain. Walaupun harta itu milik
mereka dan mereka yang berusaha mendapatkannya, tetapi mereka percaya dalam harta
mereka itu ada bagian tertentu yang bukan menjadi milik mereka.

Terjemah: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan
mereka, dan berdoalah untuk mereka.” (at-Taubah [9]: 103)
Karena bagian tertentu itu mereka yakini bukan milik mereka, maka ketika
menyisihkannya dari daftar kekayaan yang mereka punyai, tidak ada beban mental sedikit
pun. Dengan ringan dan senang hati mereka berikan bagian tertentu itu untuk dikeluarkan.
Ajaran Al-Qur‟an menegaskan bahwa dalam setiap harta yang dipunyai terdapat bagian
orang-orang fakir, miskin, orang-orang yang lemah dan tertinggal, serta bagi anak yatim
yang mempunyai kesulitan hidup.
Para mufasir berbeda pendapat tentang bentuk dari cara mengeluarkan harta itu.
Ada yang mengatakan dengan menunaikan zakat, ada pula yang mengatakan dengan jalan
infak atau sedekah. Namun apapun bentuk cara mengeluarkan harta tersebut, yang pasti
adalah bahwa dalam harta yang dimiliki itu ada hak orang lain. Oleh sebab itu, bila
seseorang sudah memperoleh harta, maka dia hendaklah membelanjakannya di jalan Allah
dengan ikhlas, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah.78

78
Op.cit, hlm. 291-292.
106
3. Surah al Ma‟arij 70: 25-27
A. Ayat-ayat Surah al Ma‟arij 70: 25-27

B. Terjemahan tentang Hari Pembalasan


(25). “Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa
(yang tidak mau meminta).”
(26). “Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan.”
(27). “Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.”

C. Penafsiran Kata-kata Sulit


Orang fakir yang tidak meminta-minta kepada manusia
‫إ‬
sehingga dia dikira orang kaya. ِ ‫ٱل َمحإ ر‬
‫ُوم‬

Membenarkan hari kiamat dengan pembenaran yang


mempunyai bekas dalam diri mereka, sehingga mereka
‫يصدقؤن بيؤم الدين‬
menundukkan diri, dan harta mereka untuk taat kepada Allah
dan memberikan manfaat kepada manusia.

Mereka takut. َ ‫ُّم إش ِف ُق‬


‫ون‬

D. Pokok-pokok Kandungan dari Ayat-ayat tentang Mengatasi Sifat Buruk pada Manusia
a. Ayat (25), Di samping mengerjakan sholat untuk mengingat dan menghambakan
diri kepada Allah, manusia diperintahkan agar selalu meneliti harta yang telah
dianugerahkan Allah kepadanya, apakah dalam harta itu telah atau belum ada hak
orang miskin yang meminta-minta, dan orang miskin yang tidak mempunyai sesuatu
apapun. Jika ada hak mereka ia segera mengeluarkannya karena dia percaya bahwa
selama ada hak orang lain dalam hartanya itu, berarti hartanya belum suci.
Dari perkataan haqq ma‟lum (bagian tertentu) dipahami bahwa yang
dimaksud dalam ayat ini ialah sedekah wajib, yaitu zakat. Dengan zakat, seseorang

107
dapat menyucikan hartanya dari milik orang lain serta menanamkan keyakinan
dalam dirinya bahwa harta yang dikaruniakan Allah itu harus digunakan dan
dimanfaatkan untuk jalan yang diridai-Nya. Harta itu hanya sebagai alat untuk
mencari keridaan-Nya, bukan sebagai tujuan hidup. Dengan perkataan lain bahwa
zakat adalah hasil dan perwujudan dari berhasilnya salat yang dikerjakan seseorang.

b. Ayat (26-27), Orang yang tidak suka berkeluh kesah adalah orang yang
menjalankan sholat dan menunaikan zakat, merekalah yang percaya adanya hari
kiamat, adanya hidup setelah mati, dan waktu ditimbang semua amal perbuatan
yang telah dikerjakan selama hidup di dunia. Amal baik dibalas dengan surga dan
amal buruk akan dibalas di Neraka.
Orang yang percaya akan adanya hari akhirat sangat yakin bahwa mereka
pada hari itu akan mendapat pahala iman dan amal yang telah mereka lakukan
selama hidup di dunia. Mereka percaya bahwa hidup di akhiratlah hidup yang
sebenarnya; sedangkan hidup di dunia hanyalah hidup sementara, untuk
mempersiapkan diri bagi hidup di akhirat itu. Oleh karena itu, segala macam cobaan
yang datang kepada mereka selama di dunia, dihadapi dengan tabah dan sabar.
Mereka tidak pernah berkeluh kesah, bagaimana pun cobaan yang diderita. Mereka
tidak pula akan kikir untuk menolong sesamanya yang hidup dalam kepapaan dan
penderitaan.79

E. Penjelasan tentang Mempercayai Hari Pembalasan


Dan orang-orang yang meyakini akan janji dan hisab, sehingga mereka beramal
sebagai orang yang mengharapkan pahala dan takut kepda siksa, dan bekas-bekas dari hal itu
pun ada dalam perbuatan, ucapan dan keyakinan mereka, sehingga mereka kembali dan takut
kepada Allah.
Dan orang-orang yang takut dan gemetar jika meninggalkan kewajiban dan tidak
melanggar larangan. Barang siapa yang senantiasa takut dan gemetar meninggalkan apa yang
ditugaskan kepadanya, maka dia tidak akan berani untuk melalaikannya, dan tetap
79
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm.341
108
berkeinginan keras untuk menjalankan apa yang ditugaskan kepadanya, baik ilmu maupun
amal.
Yang semakna dengan ayat ini ialah firman-Nya:

Terjemahan :
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati
yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (Al-
Mu‟minuun, 23:60).
.‫الذين إذا ذ كر اهلل وجلت قلوَبم‬
Terjemahan:
“Mereka yang apabila disebut Allah, gemetarlah hati mereka.” (Al-Anfal, 8:2).80

Firman Allah Ta‟ala, “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian
tertentu. Bagi orang yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa.” Yaitu, pada
harta-harta itu ada bagian yang ditetapkan untuk diberikan kepada orang-orang yang
membutuhkan.” Dan orang yang mempercayai hari pembalasan,” yaitu yakin bahwa mereka
akan dikembalikan, dihisab, dan diganjar, maka mereka beramal layaknya amal orang yang
sangat mengharapkan pahala dan takut siksa. Itulah sebabnya pada ayat selanjutnya Allah
Ta‟ala berfirman, “Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena
sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman.” Yaitu, tidak ada yang
merasa aman dari siksa itu kecuali orang yang melaksanakan perintah Allah.81
Berikut beberapa contoh sikap dan perilaku yang dapat dipraktekkan dalam beriman
kepada hari akhir dan mempercayai hari pembalasan :
1. Alangkah baiknya sebagai mukmin, kita selalu bersyukur terhadap segala
sesuatu sekecil apapun yang telah Allah anugerahkan.
2. Mendirikan sholat dan menjaganya serta tidak melalaikannya.
3. Mulailah terbiasa untuk bersedekah kepada sesama.

80
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi jilid 29, hlm. 127
81
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 812
109
4. Perbanyaklah beramal yang baik.
5. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

F. Kesimpulan
1. Manusia pada umumnya mempunyai rasa takut kepada hari pembalasan.
2. Cara menghilangkan rasa takut itu dengan :
a. Mengerjakan sholat secara terus-menerus pada waktu-waktu yang telah
ditentukan
b. Menunaikan zakat dan mengeluarkan sedekah
c. Beriman kepada Allah dan hari akhir
d. Takut kepada adzab Allah
e. Memberikan kesaksian dengan jujur dan adil
f. Memelihara sholat dengan baik
3. Jiwa yang damai adalah jiwa yang suci dari dosa-dosa karena iman dan
perbuatanperbuatan baik yang dikerjakannya, sehingga memperoleh segala yang
dijanjikan Allah kepadanya.
4. Jiwa yang suci cinta kepada Allah dan dicintai oleh-Nya, dan ia akan masuk
surga bersama hamba-hamba yang dicintai-Nya.
5. Mencari cinta Allah adalah dengan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan
jahat.
6. Bertakwa dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Surat Al-Ma‟arij ayat 29-31

110
Artinya:
29. dan orang-orang yang memelihara kemaluannya
30. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka
sesungguhnya mereka tidak tercela
31. Maka barang siapa mencari diluar itu (seperti zina dan lain sebagainya) itulah
orang-orang yang melampaui batas.

Dalam dua ayat pertama diterangkan sifat manusia yang hatinya tenteram, tidak
berkeluh kesah dan tidak kikir, yaitu orang-orang yang menjaga kehormatannya dan tidak
melakukan perbuatan zina. Mereka hanya melakukan apa yang telah dihalalkan, hanya
menggauli istri-istri mereka atau dengan budak-budak perempuan yang telah mereka miliki.
Perkataan fa innahum ghairu maalumiin (maka sesungguhnya mereka tidak tercela)
memberi pengertian bahwa hak mencampuri istri atau budak-budak yang dimiliki, bukanlah
hak tanpa batas, melainkan harus disesuaikakn dengan ketentuan-ketentuan agama. Menurut
agama islam, hubungan suami istri adalah hubungan yang suci. Hubungan yang diridhai
Allah, hubungan cinta kasih, hubungan yang dilator belakangi oleh keinginan mengikuti
sunah Rasulallah, dan ingin memperoleh keturunan. Hubungan suami istri mempunyai
unsur-unsur ibadah. Hubungan ini dilukiskan dalam firman Allah SWT:

Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu, mereka adalah
pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. (Al-Baqarah2 :187)

Ayat ini memberikan petunjuk kepada suami-istri bahwa dalam melakukan


hubungan dengan istri atau suami, tuan dengan budak perempuan, hendaklah dilakukan
sedemikian rupa, sehingga dalam hubungan itu terdapat unsur-unsur ibadah, akhlak yang
mulia, tata cara yang baik, dan sebagainya. Sehingga dapat menjaga kemuliaannya dan
martabatnya sebagai seorang muslim, tidak sekedar memenuhi hawa nafsu, keperluan
biologis, atau yang seperti dilakukan oleh biinatang, melainkan untuk tujuan yang agung.
Surah Al-Ma‟arij ini makiyya, jadi waktu itu belum ada ketentuan pernikahan
seperti yang kemudian diatur dalam surah An-nisaa‟/4 :24-25, kata-kata au ma malakat
aimanuhum yang terdapat dalam beberapa surah, sering diterjemahkan “atau budak-budak
yang mereka miliki” ayat ini memerlukan penjelasan, seperti yang dikemukakan oleh

111
beberapa musafir secara lebih mendalam, bahwa ma malakat aimanuhum ialah perempuan
yang sudah bercerai dengan suaminya, yang sekarang menjadi miliknya (biasanya dari
tawanan perang), dan harus dalam arti dari tawanan perang jihad, dibawah perintah imam
yang shaleh dan adil dalam memnghadapi lawan yang hendak menindas orang beriman.
Tawanan perempuan itu boleh digauli, tetapi harus dengan dinikahi terlebih dulu, dan
perkawinan itu bukan karena didorong oleh hawa nafsu, melainkan untuk memelihara
kesucian pihak perempuan, yang dalam hal ini berarti pihak suami menghindari perbuatan
zina dan sekaligus mengangkat martabat perempuan dari status budak bekas tawanan perang
(yang memang sudah berlaku umum pada waktu itu) menjadi perempuan mereka, tidak lagi
berstatus budak. Kebiasaan tawanan perang semacam ini sekarang sudah tidak berlaku lagi.
Jika seorang musllim telah dapat melakukan hubungan dengan istrinya atau dengan
budaknya sesuai dengan tuntunan agama islam, berarti ia telah dapat menguasai puncak
hawa nafsunya, karena puncak hawa nafsu itu terletak dalam hubungan seperti antara laki-
laki dan wanita. Jika mereka telah dapat melakukan yang demikian, maka mereka akan lebih
dapat melakukan hal-hal yang lain yang lebih rendah tingkatnya.

Ayat 31
Barang siapa yang berbuat diluar ketentuan-ketentuan tersebut, misalnya berzina,
melakukan homoseksual atau lesbian, mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.
Dalam ayat yang sebelum ini diterangkan bahwa diantara syarat menghilangkan suka
berkeluh kesah dan kikir ialah menjaga kehirmatan dan kemuliaan diri, yaitu hanya dengan
mencampuri istri atau budak yang dimiliki. Selain dari itu dengan menjauhi perbuatan-
perbuatan yang dapat mendorong mempercepat orang untuk melakukan perbuatan yang
terlarang itu, seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita, dan sebagainya. Oleh
karena itu, Allah menegaskan dalam firmannya:

112
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah maha
mengetahui apa yang mereka perbuat (An-Nur/24 :30)

Dalam ayat ini dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan agar kaum muslimin
memelihara pandangannya adalah untuk menjaga diri dari perbuatan zina.

4. Surah al Ma‟arij 70: 32-35


A. Ayat-ayat Al-Qur‟an

B. Terjemahan Tentang Mengatasi Sifat Buruk Pada Manusia


(32) dan orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya,
(33) dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya,
(34) dan orang-orang yang memelihara sholatnya,
(35) mereka itu dimuliakan di dalam surga.

C. Penafsiran Kata-Kata Sulit


Mereka tidak merusak haknya sedikit pun ‫راعون‬

D. Pokok-Pokok Kandungan dari Ayat-Ayat tentang Mengatasi Sifat Buruk Pada Manusia
a. Ayat (32), Allah menerangkan syarat-syarat lain yang dapat menghilangkan
sifat suka berkeluh kesah dan kikir, yaitu memelihara amanat yang dipercayakan
kepadanya, baik berupa amanat Allah, seperti wajib beriman, mengerjakan shalat,
menunaikan zakat, mengerjakan haji, berjihad, dan lain sebagainya.82 Maupun
amanat manusia terhadap dirinya sendiri. Amanat ialah suatu perjanjian untuk
memelihara sesuatu yang dilakukan oleh hamba kepada tuhannya, dirinya sendiri

82
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnyajilid 10, (Jakarta: WidyaCahaya, 2011), hlm. 343
113
dan orang lain. Sanggup memelihara amanat termasuk salah satu dari orang muslim
dan sifat ini pulalah yang membedakan orang mukmin dari orang munafik.
Firman Allah Ta‟ala, “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
dan janjinya,” bila mereka diberi amanat tidak mengkhianatinya dan bila berjanji
tidak pernah melanggarnya. Inilah sifat-sifat orang-orang beriman, sedangkan yang
sebaliknya adalah sifat-sifat orang munafik.83
b. Ayat (33), Maksud dari kalimat orang yang berpegang teguh dengan
kesaksiannya yang terdapat pada ayat ini ialah orang yang mau melaksanakan
kesaksian bila diperlukan dan bila menjadi saksi, ia melakukannya dengan benar,
tidak berbohong, tidak mengubah atau menyembunyikan sesuatu dalam kesaksiann
yaitu.
Firman Allah Ta‟ala, “Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.”
Yaitu, mereka selalu memeliharanya, tidak menambahi, mengurangi, atau menutup-
nutupinya.
c. Ayat (34), selain yang telah disebutkan diatas, masih ada satu hal lagi yang
dapat menghilangkan sifat suka berkeluh kesah dan sifat kikir, yaitu selalu
memelihara shalat, pengertian memelihara shalat dalam ayat ini ialah:
1. Berusaha melengkapi syarat-syarat shalat dengan baik dan sempurna, seperti
meneliti pakaian yang dipakai sehingga tidak terdapat najis, berwudhu
dengan baik, dan menyampingkan segala sesuatu yang dapat menghalangkan
atau mengurangi kekhusyukan.
2. Berusaha melaksanakan semua rukun shalat dengan baik dan sempurna.
3. Berusaha khusyuk dalam shalat.
4. Berusaha melaksanakan shalat wajib yang lima.
5. Berusaha melaksanakan shalat pada awal waktunya.

Firman Allah Ta‟ala, “Dan orang-orang yang memelihara sholatnya,” yaitu,


memelihara waktu-waktu, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, dan sunah-sunahnya.

83
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an) volume 14,
(Tangerang: Lentera Hati, 2005), hlm 445-447
114
Sajian Allah yang membuka uraian-Nya dengan shalat dan menutupnya dengan
shalat pula menunjukkan bagaimana perhatian Allah terhadap shalat itu dan isyarat
tentang kedudukannya yang mulia.84

d. Ayat (35), Manusia yang mempunyai sifat-sifat diatas akan mendapat


balasansurga di akhirat dan orang yang bersifat demikian dapa tmenangkis sifat suka
berkeluh kesah dan sifat kikir dari hatinya.“Mereka itu di dalam surga lagi
dimuliakan,” dimuliakan dengan berbagai macam kelezatan dan kesenangan.

5. Surah al Fajr (89) : 27-30


A. Ayat-ayat Al-Qur‟an

B. Terjemahan:
(27) “Hai jiwa yang tenang!”,
(28) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya,
(29) Maka masuklah ke dalam jama‟ah hamba-hamba-Ku,
(30) Dan masuklah ke dalam surga-Ku”

C. Penafsiran Kata-Kata Sulit

Tetap dan teguh ‫المطمئنة‬


Sisi yang dimualiakan Allah dan tempat
‫الئ ربك‬
kepada-Nya
Ke dalam golongan hamba-hamba-Ku yang
‫فئ عبا دي‬
dimuliakan

84
M. NasibAr-Rifa’I, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta:
GemaInsani, 2009), hlm 810-813
115
Kata an-nafs digunakan di dalam Al-Qur‟an dengan berbagai makna sesuai
kebiasaan orang Arab menggunakan kata ini, yaitu jiwa, roh, diri (entitas) orang, darah,
sisi, saudara dan lainnya.85 Nafs dengan arti (kesadaran untuk menalar) dan roh (nyawa)
disebut di antaranya dalam firman Allah, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya
dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya”. (az-zumar/39:42),
dan dengan arti diri/orang dalam firman Allah , “dan jagalah dirimu dari (azab) hari
(kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau
sedikitpun.” (Al-baqaroh/2:48) dengan arti sisi sebagaimana firman Allah, “jika aku
pernah mengatakan maka tentulah engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku
tidak mengetahui apa yang ada pada diri engkau.” (Al-maidah/5:116). Adapun yang
dimaksud dengan kata nafs di sini adalah jiwa atau kesadaran manusia.
Sedangkan kata al-mutma‟innah berarti yang tenang, isim fa‟il dari kata itma‟anna.
Kata ini di sini menggambarkan kondisi hati yang tenang karena iman, dan perkataan ini
sebagaimana dijelaskan dalam sebuah riwayat diucapkan oleh malaikat kepada orang yang
beriman saat kematiannya. Selain kondisi tentram, Al-Qur‟an juga menyebut kondisi nafs
lainnya, yaitu an-nafsul-lawwamah (jiwa yang menyesali) . sebagaimana dalam firman
Allah, “dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali”. (Al-Qiyamah/75:2)

D. Pembahasan:
Dalam ayat-ayat ini, Allah memanggil jiwa yang tenang dan damai ketika
diwafatkan, yaitu jiwa yang suci karena iman dan amal sholeh yang dikerjakannya, sehingga
memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepadanya. Jiwa itu diminta Allah untuk pulang
memenuhi panggilan-Nya dengan menghadap kepadanya. Jiwa itu diminta Allah untuk
pulang memenuhi panggilan-Nya dengan menghadap kepada-Nya kembali dengan perasaan
puas dan senang karena telah memenuhi perintah-perintah-Nya waktu hidup di dunia. Allah
juga puas dan senang kepadanya karena sudah menjalankam perintah-perintah-Nya. Setelah

85
. kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 663

116
datang kepada-Nya, jiwa itu dipersilahkan Allah masuk ke dalam kelompok hamba-hamba-
Nya, yaitu ke dalam Surga-Nya.
Dalam Tafsir Imam At-tabari, disebutkan dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan
tentang perkataan Malaikat kepada para walinya di hari kiamat, “wahai jiwa yang tenang!”
maknanya jiwa yang yakin dan mempercayai janji Allah AWT yang telah dijanjikan-Nya
bagi orang yang beriman di Dunia, berupa kemuliaan di Akhirat. Pemaknaan ini sesuai
dengan perkataan Qatadah bahwa yang dimaksud dengan ayat “wahai jiwa yang tenang!”,
ialah seorang mukmin yang jiwanya yakin janji Allah SWT. Dalam riwayat lain, “merasa
yakin dan mempercayai apa yang difirmankan Allah.” Selanjutnya, malaikat berkata,
“kembalilah kepada TuhanMu, dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya.” Dan menurut
Imam At-tabari, perkataan ini diucapkan kepada mereka ketika roh-roh itu itu dikembalikan
kepada jasadnya pada hari kebangkitan, berdasarkan petunjuk dari firman Allah SWT,
“maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah surga-Ku. Firmannya
ini menunjukan bahwa jiwa-jiwa yang tenang itu dimasukan ke dalam surge tiada lain pada
hari itu, bukan sebelumnya. Ayat ini sebagai penjelasan dari Allah SWT tentang tempat
kembalinya jiwa-jiwa yang tenang, yaitu yang beriman kepada Allah SWT, mengerjakan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta membenarkan ayat-ayat yang
datang dari Tuhan-Nya.

E. Asbab an-Nuzul
1. Al- Fajr ayat 27
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Firman Allah,

(Hai Jiwa yang tenang) (Q.S 89 al-Fajr:27)


turun berkenaan dengan Hamzah (yang gugur sebagai syahid).86
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Buraidah.
Dalam riwayat lain dikemukakanbahwa Nabi saw. Bersabda: “Siapa yang
akan membeli sumur Rumat untuk melepaskan dahaga. Mudah-mudahan Allah

86
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) Jawa Barat, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis
Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), hlm. 597
117
Mengampuni dosanya.” Sumur itupun dibeli oleh Utsman. Nabi saw. Bersabda:
Apakah engkau rela sumur itu dijadikan sumber air minum bagi semua orang?”
„Utsman mengiyakannya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S 89 al-Fajr: 27)
berkenaan dengan Utsman. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Juwaibir, dari
adl-Diah-hak, yang bersumber dari Ibnu „Abbas.

118
DAFTAR PUSTAKA

Al-Tsa‟alabi, Abdurrahman. 1996. Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur‟anJilid 1. Beirut:


Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah.
Ash-Shiddieq, Tm. 1996. Tafsir al-Bayaan. Yogyakarta: Alma‟arif Bandung.
Al-Maraghi, A. M. (1985). Tafsir Al-Maraghi 30. Semarang: Toha Putra.
Ar-Rifa'i, M. N. (200). Ringkasan Tafsir IBNU KATSIR. Jakarta: Gema Insani.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. 2007. Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2. Jakarta: Pustaka Azzam.
Ahmad Syaikh. 2007. Tafsir Imam Syfai‟I Jilid 3. Jakata : Almahira
Al-Qhurtubi Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam
Abdurrahman, Syaikh. 1999. Tafsir As-Saidi Jilid 1. Jakarta: Pustaka Sahifa.
Al-Huda. Tafsir Nurul Qur-an, (Isfahan Iran,2006).
Allamah Kamal Faqih, Tafsir Nurul Qur‟an, Jakarta: Penerbit Al-Huda 2006
Asy-Syaukani, Imam. 2010. Tafsir Fathul Qadir. Jakarta: Pustaka Azzam.
Abdurrahman, syeikh. 2007. Tafsir ath-thabari.
As-Sa‟di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. 2007. Tafsir As-Sa‟di
Al Qurthubi. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. 2009. Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.
Jakarta: Gema Insani
Al- Maraghi, A.M. 1993. Tafsir Al-Maraghi 29. Semarang: Toha Putra
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) Jawa Barat, Asbabun Nuzul Latar Belakang
Historis
Abdurrahman as-Sa'di, Tafsir al-Karim al-Rahman , cet. Muassasah ar-Risalah.
Baihaki, Wildan. 2013. Psikologi Agama. Insan Mandiri.
Cahaya, Widya, Al-Quran Dan Tafsirnya, Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2011
Departemen Agama R.I. 1971.Al-Quran danTerjemahnnya.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur‟an danTafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan).
Jakarta.
Fajar Inayati, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, Jakarta: Penerbit PUSTAKA AZZAM 2008
Jakarta: Widya Cahaya.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PustakaPanjimas.
Hamka. (2000). Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas.

119
Hamka, Dr. 1984 Tafsir Al-azhar juzu‟ XI, Jakarta, Pt. Pustaka Panjimas
(HAMKA), P. A. (1990). Tafsir Al-Qur'an Jilid 10 edisi Lux Pustaka Nasional. Singapura:
Printing Industries .
Kerjaya Hanafi, M. M. (2010). Spiritualitas dan Akhlak. Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur'an.
Hamka.Tafsir Al-AzharJuz 29. 2000. Jakarta: PustakaPanji Mas
Imani, Faqih. 2006. Tafsir Nuzul Qur‟an. Jakarta: Al-Huda.
Ibrahim Musthafa, dkk., Al-Mu'jam al- Wasith , cet. Dar ad-Da'wah.
Imani, Faqih. Tafsir Nurul Qur‟an, (Jakarta: Al-Huda, 2006).
Indonesia, U. I. (1991). Al Qur'an dan Tafsir. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Imani, A. K. (2005). Tafsir Nurul Qur'an. Jakarta: Al-Huda.
Imam Asy-Syaukani. Tafsir Fathul Qadir (Jilid 3) : Darul Wafa
Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Quran , cet.Muassasah ar-Risalah.
Katsir, Ibnu. TerjemahansingkatTafsirIbnuKatsirjilid V.Surabaya: Bina Ilmu.
Katsir, Ibnu. 1991. Tafsir Ibn Katsir Az-zikra bagian 1 Bachtiar Surin. Bandung: Angkasa
Bandung.
Kementrian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 1. Jakarta: Widya Cahaya.
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 6. Jakarta: Widya Cahaya.
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 7. Jakarta: Widya Cahaya.
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 10. Jakarta: Widya Cahaya.
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan) Jilid 3.
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Juz 28-30 Jilid 10. Jakarta: Widya
cahaya
kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011)
Katsir Ibn, Tafsir Imam Ibn Katsir, Beirut, Badr al- Fikr, tth.
Kementrian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 1. Jakarta: Widya Cahaya.
Muhammad, Abu Ja‟far. 2009. Tafsir Ath-ThabariJuz „Amma. Jakarta: Pustaka Azzam.
Maragi-Al, Mustafa, Ahmad.1988. Tafsir Al- Maragi. Mesir. CV. Toha Putra Semarang
Rifa‟i-ar, Nasib, Muhammad. 1989. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu
Katsir, Jilid
Muhammad Abu Ja‟far. 2009. Tafsir Ath-Thabrani. Jakarta : Pustaka Azzam
Muhammad, Abu Ja‟far. 2007. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam.
Muhammad, Al-Imam. Tafsir Fathul Qadir Asy-Syaukani, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010).
120
M.Quraish.Shihab, Al-Qur‟an dan Maknanya, Tangerang :Penerbit Lentera Hati 2010
PerpustakaanNasional RI. 2011. Al-Qur‟an danTafsirnyaJilid 10. Jakarta: WidyaCahaya.
Volume 14.Tangerang: LenteraHati
Qurthubi, S. I. (2009). Tafsir Al Qurthubi 16. (A. Khatib, Trans.) Jakarta: Pustaka Azzam.
Cahaya.
Sabiq, Al-Sayyid. 1992. Al-„Aqa‟id al-Islamiyyah. Dar al-Fikr: Beirut, Lebanon.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Volume 7. Jakarta: Lentera Hati
. 2002. Tafsir Al-Mishbah Volume 11. Jakarta: Lentera Hati.
. 2002. Tafsir Al-Mishbah Volume 13. Jakarta: Lentera Hati.
Sonhadji, M dkk.. 1990. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid III. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Prima Yasa.
Surin, Bachtiar. 1991.Adz-Dzikraa. Bandung:Angkasa Bandung.
Sheikh, D. A. (2004). Tafsir Ibnu Katsir jilid 7. Pustaka Imam asy-Syafi'i.
Shihab, Muhammad Quraish. 2005. Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dankeserasian Al-
Quran)
Shihab M. Quraish. 2010. Al-Quran dan Maknanya. Tangerang : Laentera Hati
Shihab M. Quraish.2007. Tafsir Al-Mishbah. Tangerang : Laentera Hati
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Mukminun 1-11. (2013, 10 31). Dipetik 11 3, 2015, dari
Alquran
Tafsir At-Thabari, jilid XXIV. Jakarta: Pustaka azzam.
Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur‟an, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000)
Yunus, P. D. (2004). Tafsir Qur'an Karim. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Yunus, Mahmud. Tafsir Qur‟an Karim, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 2004).
YUSUF, P. (2010). Tafsir Juz amma as-siraju'l wahhaj ( terang cahaya juz amma). Jakarta:
Permadani dan Az zahrah.
Yusuf, M. Yunan. 2013. Tafsir Khuluqun „Azhim (Budi Pekerti Agung). Tangerang:
Lentera Hati

121

Anda mungkin juga menyukai