Anda di halaman 1dari 12

1

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR BERBASIS


PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU UNTUK
KESEJAHTERAAN NELAYAN
(Studi di Perdesaan Nelayan Cangkol Kelurahan
Lemahwungkuk Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon)

Endang Sutrisno
Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon Jawa Barat
E-mail : ndang_unswagati@yahoo.co.id

Abstract

Coastal zone management in local area, especially in Cirebon has a deep tendency to be partial, the
policies issued are not well-integrated among the sectors. Meanwhile, in the other hand, the im-
plementation of policies are not support by the culture of fishing communities which apathetic. It is
caused by various factors such as poverty, poor education in the community, less mastery of science
and technology, as well as the marketing of fishery products trade system which is dominated by
middlemen. This factual circumstance makes them difficult to realize their independence and well-
being. The most appropriate solution to overcome this problem is through development of positive
and creative legal culture, with the support of integrated coastal zone management policy that is
integral-holistic-comprehensive.

Key words: development, fishermen, management and law

Abstrak

Pengelolaan wilayah pesisir di daerah, khususnya di Cirebon memiliki kecenderungan lebih bersifat
parsial dilihat dari kebijakan-kebijakan yang tidak terintegrasikan dengan baik antar sektor. Pada sisi
lain penerapan kebijakan dihadapkan pada persoalan tidak ada dukungan dari kultur masyarakat
nelayan yang lebih bersifat apatis. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah
masalah kemiskinan, pendidikan sumber daya manusia nelayan yang cukup memprihatinkan, pengua-
saan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang baik, serta tata niaga pemasaran hasil perikanan
yang didominasi oleh tengkulak (bakul). Kondisi faktual ini yang menyebabkan sulitnya masyarakat
nelayan dalam mewujudkan kemandirian dan kesejahteraannya. Solusi yang paling tepat guna me-
ngatasi permasalahan nelayan adalah melalui pembangunan kultur hukum yang positif, kreatif dengan
dukungan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu yang bersifat integral-komprehensif-
holistik.

Kata kunci: pembangunan, nelayan, pengelolaan dan hukum

Pendahuluan tai kurang lebih 81.000 km yang merupakan


Komitmen sebagai negara kepulauan ter- pantai terpanjang di dunia, dengan jumlah pu-
besar menjadikan isu pengembangan potensi lau mencapai 17.500 menjadi topik yang sangat
sumberdaya alam sebagai isu sentral untuk penting dalam rangka pengembangan potensi
membangun kesejahteraan masyarakat. Kondisi kelautan Indonesia. Sebagai negara yang memi-
geografis Indonesia yang memiliki panjang pan- liki wilayah laut lebih luas daripada darat, po-
tensi sumber daya alam yang melimpah tersebut

Artikel ilmiah ini merupakan inti sari hasil penelitian harus dimanfaatkan secara berkesinambungan
melalui Lembaga Penelitian Universitas Swadaya Gu-
nung Jati Cirebon dengan Kontrak Kerja antara Lem- untuk masa depan.
baga Penelitian Universitas Swadaya Gunung Jati Cire- Wilayah pesisir memiliki arti strategis
bon dengan Nomor 116/ LEMLIT/UNIV/VII/2012.
karena merupakan wilayah peralihan (inter-
2 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 1 Januari 2014

face) antara ekosistem darat dan laut, serta jadi kebijakan pengembangan potensi sumber
mempunyai potensi sumber daya alam dan jasa- daya di wilayah pesisir tidak lagi ditujukan un-
jasa lingkungan yang sangat kaya. Mengingat tuk kepentingan daerah semata, namun lebih
bahwa Indonesia merupakan Negara hukum, se- diarahkan kepada pengembangan wilayah yang
cara normatif kekayaan sumberdaya tersebut meliputi wilayah lain yang saling berdekatan
dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian dan mempunyai kepentingan yang sama.3 Mem-
rupa dalam rangka mewu-judkan kesejahteraan pertimbangkan karakteristik masyarakat pesisir,
masyarakat (Pasal 33 ayat 3 UUD Negara RI khususnya nelayan sebagai komponen yang pa-
1945), serta memberikan manfaat bagi masyara- ling banyak, serta cakupan atau batasan pem-
kat saat ini tanpa mengorbankan kepentingan berdayaan maka sudah tentu pemberdayaan ne-
generasi yang akan datang, khususnya dalam layan patut dilakukan secara komprehensif.
upaya memanfaatkan sumber daya pesisir ke- Sumber daya perikanan di sekitar wilayah
tentuan hukum yang mengatur pelestarian dan perdesaan pantai merupakan sumber mata pen-
pengelolaan lingkungan hidup. caharian nelayan. Pada wilayah tersebut biasa-
Sumber daya alam dimanfaatkan untuk nya bermukim para nelayan yang membentuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan komunitas-komunitas pedesaan. Mengingat sifat
tetap memperhatikan kelestarian, fungsi lingku- hakikat perairan disekitar wilayah pantai yang
ngan hidupnya. Dengan demikian sumber daya aksesnya terbuka maka sumber daya yang ter-
alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal kandung didalamnya cenderung untuk mengala-
pertumbuhan ekonomi (resource based econo- mi pengurasan, terutama di daerah perairan
my) dan sekaligus sebagai penopang sistem ke- pantai yang penduduknya padat. Berdampak
hidupan (life support system). Hingga saat ini, pada rusaknya kawasan pesisir khususnya Pantai
sumber alam sangat berperan sebagai tulang Utara Jawa Bagian Barat telah menunjukan buk-
punggung perekonomian nasional, dan masih ti tersebut. Degradasi kemampuan daya dukung
akan diandalkan dalam jangka menengah.1 Ber- wilayah pesisir, erosi pantai, rusaknya terumbu
limpahnya potensi sumber daya alam di negeri karang, rusaknya habitat mangrove banyak dite-
ini masih menyisakan masalah sosial-ekonomi mukan di sepanjang Pantai Utara Jawa Barat,
yang berkepanjangan yaitu kemiskinan. khususnya di wilayah studi penelitian ini. Ter-
Faktanya masyarakat lokal pesisir memili- lampau sulit di negeri ini untuk menyelesaikan
ki tingkat kesejahteraan yang rendah. Salah sa- kasus-kasus lingkungan hidup, sejauh ini telah
tu penyebabnya hal ini terjadi adanya kesalahan banyak upaya-upaya yang dilakukan baik oleh
interpretasi dari undang-undang yang senantiasa pemerintah, masyarakat maupun LSM lingkung-
mengabaikan hak-hak wilayah dan kepentingan an hidup untuk membawa kasus-kasus lingkung-
penduduk lokal yang diambil alih oleh penguasa an hidup ke pengadilan. Namun hasil yang dica-
di Pusat. Kebijakan produk perundang-undangan pai belumlah menggembirakan para enviromen-
sebagai perangkat kelembagaan meliputi formal talis.4
maupun non formal, cara kerja, mekanisme hu- Persoalan degradasi lingkungan hidup ti-
bungan, hukum dan peraturan-peraturan per- dak hanya ditemukan di Pantai Utara Jawa Ba-
ekonomian serta kaidah dan norma-norma lain rat, tetapi juga dapat ditemukan di daerah lain
yang dipilih atau diterima atau ditetapkan oleh misalnya Kalimantan Barat beberapa tahun ter-
masyarakat di tempat tatanan kehidupan yang
bersangkutan berlangsung sebagai bagian dari
Hukum Responsif, Vol. 01 No. 1 Tahun 2012, Cirebon:
sistem ekonomi masyarakat,2 dan kerapkali ter- Universitas Swadaya Gunung Jati, hlm.5
3
Basse Siang Parawansa, “Marine Politan sebagai Basis
Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabu-
1
Yudistiro, “Kegagalan dalam Penegakan Hukum Lingku- paten Takalar, Sulawesi Selatan”, Jurnal Ilmu Kelautan
ngan Hidup (Kajian Putusan No.198/Pid.B/2004/PN. dan Perikanan, Vol. 18 No. 1 Maret 2008, Makasar: Uni-
Grt)”, Jurnal Yudisial, Vol. IV No. 02 Agustus 2011, Ja- versitas Hasanuddin, hlm.30
4
karta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, hlm.196 Imamulhadi, “Urgensi Pembentukan Peradilan Lingkung-
2
Djakaria Machmud, “Pergulatan Pemikiran Paradigma an Hidup”, Jurnal Penegakan Hukum, Vol. 4 No. 2 Juli
Ekonomi Kerakyatan dalam Arus Globalisasi”, Jurnal 2007, Bandung: UNPAD, hlm.127.
Implementasi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Berbasis Pengelolaan Wilayah Pesisir… 3

akhir terdapat beberapa kasus pelanggaran ling- da ketidakstabilan kehidupan bermasyarakat


kungan hidup berupa pembukaan lahan dengan dan bernegara6.
cara bakar yang dilakukan beberapa perusahaan Wewenang daerah (kabupaten/kota) da-
perkebunan di Kabupaten Ketapang, Sambas, lam eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pe-
Landak, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. Per- ngelolaan kekayaan sumber daya ikan hanya
tambangan emas di Cagar Alam Mandor, Sungai terbatas pada 4 mil laut dihitung dari baseline.
Kapuas dan sungai lainnya di beberapa kabupa- Seperti juga dijelaskan pada Pasal 18 ayat (3)
ten diantaranya Kabupaten Bengkayang, Landak dipersyaratkan adanya prinsip equality ataupun
dan Sintang, penebangan hutan (illegal loging), perjanjian untuk daerah yang berdekatan. Na-
pencemaran sungai akibat pembuangan limbah mun substansi pengaturan Pasal 18 banyak me-
oleh pabrik.5 Mencermati problematika yang nimbulkan potensi konflik. Pemetaan konflik
terjadi, rencana pelestarian perlu didukung de- yang potensi ditimbulkan pasal ini yaitu konflik
ngan adanya Perda tentang Pengelolaan Wilayah fisik-yuridis. Konflik fisik yang muncul akibat
Pesisir, namun setelah diberlakukannya UU No. aturan tersebut yaitu mengenai permasalahan
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pengkaplingan wilayah laut oleh nelayan daerah
justru mempercepat eksploitasi sumber daya atau bahkan oleh pemerintah daerah maupun
alam dan lingkungan secara besar-besaran yang campur tangan pihak swasta. Hal ini bisa terjadi
akhirnya meninggalkan prinsip-prinsip keselama- karena potensi sumber daya alam laut yang me-
tan lingkungan sekitar. Perubahan besar yang mungkinkan untuk diambil manfaat secara fi-
muncul karena penerapan undang-undang ter- nansial oleh daerah. Permasalahan ini merupa-
sebut bahwa sekarang wilayah daerah provinsi kan permasalahan fisik yaitu konflik kepenting-
terdiri dari wilayah daratan dan wilayah lautan an (conflict of interest) dan tumpang tindih an-
sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis tar sektor dan stakeholders lainnya dalam pe-
pantai ke arah laut lepas pada arah perairan ngelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir.
kepulauan dari yang semula hanya daratan, se- Konflik ini jelas melibatkan “pemakai” yang me-
dangkan kewenangan daerah kabupaten atau ngelola dan mengeksplorasi sumber daya pesisir
kota di wilayah laut adalah sejauh sepertiga tersebut.
dari wilayah laut provinsi (Pasal 18 ayat 4). Hal Beberapa titik kawasan pantai di Kota Ci-
ini akan berdampak pada kerusakan biofisik dan rebon saat ini bahkan terpuruk menjadi kawas-
memberikan tekanan yang cukup besar terha- an permukiman nelayan yang mempunyai ciri-
dap kesejahteraan masyarakat yang telanjur ciri kekumuhan dan tidak sejahtera secara ma-
menggantungkan pemanfaatan sumber daya teri. Padahal produk hukum mengenai lingkung-
alam berbasis bahari jika tidak diimbangi ada- an hidup hingga penataan ruang maupun oto-
nya Perda tentang pesisir dan kelautan yang nomi daerah sudah ada, sehingga seharusnya
mendukung pengelolaan wilayah pesisir setem- penataan penggunaan kawasan pesisir tidak se-
pat. Mengingat, telah terjadi pergeseran dalam layaknya menjadi kumuh dan mengalami keru-
masyarakat yaitu fenomena yang menunjukan sakan. Disamping itu adanya peraturan hukum
terjadinya pergeseran nilai-nilai tradisional dari mengenai konservasi sumber daya hayati (UU
sikap yang semula pasif dan tidak akomodatif No. 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Sumber
menjadi sikap aktif dan partisipatif. Pergeseran Daya Hayati dan Ekosistem) belum cukup men-
ini tentu saja tidak dapat diabaikan bagi peme- dukung konservasi kawasan pesisir yang seharus-
rintahan karena jika diabaikan akan menimbul- nya efektivisasinya dapat bersinergi dengan pe-
kan konflik kepentingan yang akan berujung pa- raturan pengelolaan kawasan pesisir itu sendiri
dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelola-

5 6
Yenny AS, “Penggunaan Alternatif Penyelesaian Sengke- Lies Ariany, “Telaah dalam Bidang Kehutanan di Indone-
ta dalam Penyelesaian Kasus Lingkungan di Kalimantan sia ditinjau dari Hukum Administrasi Negara”, Jurnal Il-
Barat’, Jurnal Hukum Supremasi, Vol. IV No. 2 April- mu Hukum Syiar Madani, Vol. X No. 1 Maret 2008, Ban-
September 2011, Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fa- dung: Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, hlm.
kultas Hukum Universitas Sahid, hlm.813. 72
4 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 1 Januari 2014

an Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Per- litian yang dijalankan oleh kualitatif-induktif-
masalahan yang terjadi di kawasan pesisir ini eksplanatoris. Dalam upaya mencapai suatu ke-
tentunya mengundang permasalahan sosial, se- nyataan yang paling mendekati kebenaran, pe-
dangkan problem-problem sosial harus ditangani nulis juga memanfaatkan metode yang mengga-
luar biasa oleh hukum hingga hukum harus be- bungkan metode rasional dan empiris. Rasiona-
kerja secara luar biasa pula. lisme memberi kerangka pemikiran yang logis,
Hukum merupakan hasil dari beberapa sedangkan empirisme memberikan kerangka
faktor dalam masyarakat, seperti adat istiadat, pembuktian atau pengujian dalam upaya me-
lingkungan fisik, dan perkembangan masa lam- mastikan suatu kebenaran.
pau sehingga hukum hanya dapat dimengerti di
dalam kerangka kehidupan masyarakat dimana Pembahasan
hukum itu berkembang,7 mengingat persoalan Realitas Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat
keadilan sebagai salah satu tujuan dari kebera- Pesisir Kota Cirebon
daan hukum memang tidak akan pernah selesai Kota Cirebon terletak di pantai Utara
dibicarakan bahkan akan semakin mencuat se- Provinsi Jawa Barat bagian Timur. Letaknya sa-
iring dengan perkembangan masyarakat itu sen- ngat strategis merupakan simpul transportasi
diri karena tuntutan dan kepentingan yang ber- dari Jakarta menuju Provinsi Jawa Barat Bagian
beda bahkan kadang berlawanan.8 Timur dan Provinsi Jawa Tengah melalui jalur
utama lintas pantai utara (Pantura). Letak yang
Permasalahan sangat strategis tersebut menjadikan suatu ke-
Permasalahan yang dibahas pada artikel untungan bagi Kota Cirebon, terutama dari segi
ini adalah mengenai implementasi yuridis pe- perhubungan dan komunikasi. Secara geografis
ngelolaan sumber daya pesisir berbasis penge- Kota Cirebon berada pada posisi 108°34’57” BT
lolaan wilayah pesisir terpadu untuk mewujud- dan 6º41’56” LS pada pantai Utara pulau Jawa
kan kesejahteraan nelayan di wilayah pesisir bagian barat, memanjang dari Barat ke Timur
Kota Cirebon. sekitar 8 kilometer, dan dari Utara ke Selatan
sekitar 11 (sebelas) kilometer.10
Metode Penelitian Lokasi Kota Cirebon terletak di wilayah
Penelitian ini menggunakan metode pe- pantai, mempunyai panjang pantai ± 7 Km, de-
nelitian kualitatif, dengan pendekatan socio-le- ngan diberlakunya Otonomi Daerah maka dae-
gal research dengan maksud melihat pelaksana- rah memiliki kewenangan untuk mengelola wi-
an hukum mengenai pemberdayaan usaha kecil layah lautnya sampai 4 mil, menjadikan Kota
dalam kehidupan masyarakat secara nyata, ba- Cirebon memiliki luas wilayah perairan laut ±
gaimana hukum itu dikonseptualisasikan dan 51,86 Km² atau 58,13% dari total luas wilayah
dilaksanakan serta bagaimana hukum berinter- daratan dan lautan11. Wilayah Pesisir Kota Cire-
aksi dengan aspek-aspek di luar hukum, seperti bon relatif sempit bila dibandingkan dengan
politik, ekonomi, sosial dan budaya, sebab fak- daerah pesisir di wilayah kabupaten lainnya di
ta historis menampakkan bahwa ilmu pengeta- pantai Jawa Barat bagian utara. Wilayah Pesisir
huan modern termasuk ilmu hukum sebagai di Kota Cirebon hanya terdapat dalam 2 (dua)
bagian dari behavioral science9. Strategi pene- kecamatan yaitu Kecamatan Lemahwungkuk
dan Kecamatan Kejaksan. Jadi secara adminis-
7 trasi wilayah pesisir laut Kota Cirebon terdiri
Eddy Sismarwoto, “Celah-Celah Pemberdayaan Hukum
dalam Masyarakat (Analisis Teoretis Hukum dan Masya-
rakat)”, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol. 14 No. 1
Januari 2004, Semarang: FH UNDIP, hlm.96 No. 1 Tahun 2012, Cirebon: Universitas Swadaya Gu-
8
Ibnu Artadi, “Makna Keadilan Dalam Proses Penegakan nung Jati, hlm.41.
10
Hukum”, Jurnal Ilmu Hukum Hermeneutika, Vol. 1 No. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Cirebon,
1 Desember 2012, Cirebon: Program Magister Ilmu Hu- 2007, Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi Ke-
kum Universitas Swadaya Gunung Jati, hlm.117 giatan Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang
9
Shinta Dewi Rismawati, “Merajut Ilmu Hukum yang Ber- Ekonomi Tahun 2007, Cirebon, hlm.17
11
paradigma Holistik”, Jurnal Hukum Responsif, Vol. 02 Ibid, hlm.3.
Implementasi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Berbasis Pengelolaan Wilayah Pesisir… 5

dari 2 (dua) kecamatan tersebut dengan luas kan alat tangkap, kondisi sosial ekonomi dan
dua wilayah kecamatan pesisir tersebut adalah lain-lain, klasifikasi berdasarkan alat tangkap
8,56 Km². dapat menggambarkan beberapa aspek lain,
Kondisi pantai Kota Cirebon terdiri dari misalnya kondisi sosial ekonomi, skala usaha
pantai berlumpur dan pantai berpasir. Pantai (nelayan besar atau nelayan kecil), tingkat tek-
Tangkil berkarak-teristik pantai berlumpur dan nologi (nelayan tradisional atau modern). Dan
sebagian dimanfaatkan sebagai lahan tambak, persoalan umum yang paling mendominasi kehi-
sedangkan Pantai Cirebon berkarak-teristik dupan masyarakat nelayan adalah kemiskinan,
pantai berpasir. Pada sisi lain Kota Cirebon dalam 2 (dua) kecamatan wilayah pesisir yaitu
sangat strategis sebagai pusat perdagangan, Kecamatan Lemahwungkuk 2.694 keluarga mis-
hasil-hasil pertanian pedesaan dan pemasaran kin dan Kecamatan Kejaksan 2.751 keluarga
barang-barang produksi perkotaan maupun miskin, dan hal ini dapat ditegaskan kembali
regional kota. Tersedianya alat transportasi dengan jelas dalam komposisi jumlah tenaga
dengan tingkat aksesi-bilitas yang cukup tinggi kerja dalam bidang perikanan yang untuk pe-
menjadikan Kota Cirebon sebagai salah satu kerjaan sebagai nelayan buruh 1.378 RTP (Ru-
pusat koleksi distribusi barang, jasa, dan orang mah Tangga Perikanan) yaitu orang-orang yang
di Provinsi Jawa Barat bagian timur. bekerja pada pemilik kapal (juragan) yang bia-
Berdasarkan latar belakang sejarah-buda- sa disebut Anak Buah Kapal (ABK) dan buruh
ya, demografi, potensi dan pertumbuhan yang perikanan non nelayan sejumlah 1.396 RTP (Ru-
berkembang, fungsi Kota Cirebon diarahkan an- mah Tangga Perikanan) yaitu masyarakat peri-
tara lain menjadi kota pelabuhan, sehingga se- kanan yang bukan nelayan misalnya tukang be-
bagai kota pelabuhan maka Kota Cirebon diha- cak nelayan yang mengangkut ikan dari Tempat
rapkan dapat berperan sebagai pintu gerbang Pelelangan Ikan (TPI), atau buruh angkut ikan
ekspor-impor yang melayani kota, wilayah be- di TPI, yang menduduki jumlah cukup besar.
lakang (hinterland) dan wilayah Jawa Barat Ba- Tidak semua masyarakat pesisir Kota Cirebon
gian Timur serta Jawa Tengah Bagian Barat bekerja sebagai nelayan namun kehidupan ma-
hingga akhirnya dapat memberikan pengaruh syarakat pesisir Kota Cirebon hampir sama
yang luas bagi perekonomian Kota Cirebon dan dengan masyarakat pesisir lainnya yang masih
sekitarnya. Pelabuhan yang dimiliki Kota Cire- memiliki tingkat kehidupan yang tergolong mis-
bon sebagai pelabuhan bongkar muat barang, kin. Hal tersebut tidak terlepas dari karakteris-
yang terdiri atas 2 (dua) daerah lingkungan, ya- tik dan kondisi masyarakat pesisir pada umum-
itu Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan seluas ± nya, masyarakat pesisir Kota Cirebon sangat
51 ha dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pela- dipengaruhi oleh jenis kegiatan yang dilakukan
buhan seluas ± 25 ha, adapun luas kolam pela- di wilayahnya seperti perikanan tangkap, usaha
buhan seluas ± 8.410,91 ha. tambak, usaha hasil pengelolaan ikan dan seba-
Kedalaman perairan berkisar antara 5 gainya, selain itu ketergantungan pada musim,
(lima) meter sampai dengan 30 (tiga puluh) me- harga dan pasar juga merupakan karakteristik
ter dengan dasar perairan terdiri dari lumpur masyarakat pesisir, yang mengakibatkan per-
dan pasir. Posisi perairan Cirebon Utara terlin- tumbuhan ekonomi masyarakat pesisir menjadi
dungi oleh Tanjung Indramayu dan mempunyai tidak pasti. Pendapatan nelayan yang rendah,
kedalaman yang sangat landai, dasar perairan dapat mengakibatkan rumah tangga nelayan
lunal dan mampunyai beberapa muara sungai bersifat safety first artinya komunitas nelayan
sehingga kemungkinan besar parairan ini mem- umumnya akan bersifat menunggu dan melihat
punyai potensi bagi kehidupan jenis udang, ke- terhadap introduksi baru serta pengaruhnya
rang-kerangan dan beberapa jenis ikan demer- terhadap ekonomi keluarga, yang akibatnya
sal yang mempunyai nilai ekonomis penting. akan selalu meminimalisir kemungkinan-ke-
Nelayan Kota Cirebon dapat diklasifikasi- mungkinan terjadinya kegagalan usaha daripa-
kan berdasarkan alat tangkap, status kepemili- da mencari peluang guna memperoleh hasil
6 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 1 Januari 2014

maksimal sebab kegagalan usaha mereka ber- tangkap tradisional kalau pun ada perahu atau
arti dapat menjadi ancaman terhadap eksisten- kapal hal tersebut dengan menggunakan mesin
si ekonomi keluarganya. tempel 1 (satu) yang berbahan bakar minyak
Struktur sosial nelayan Kota Cirebon yang tanah tidak seperti yang seharusnya yaitu solar,
didominasi oleh nelayan buruh dan nelayan pe- ini merupakan Perahu Motor Mesin Tempel 1
milik kapal berupa Perahu Motor Mesin Tempel (satu) ukuran 0 - 5 GT (Gross Tonnage), dengan
1 (Satu) ukuran 0-5 GT (Gross Tonnage) yang lebih banyak memakai alat tangkap jaring tidak
dapat dikategorikan nelayan tradisional karena ramah lingkungan misalnya Jaring Arad dan
keterbatasan kepemilikan perahu dengan tek- Jaring Garok (Penggaruk/ Dredge), hal inilah
nologi mesin yang sederhana adalah penyum- yang selanjutnya menjadi beberapa persoalan
bang utama kuantitas produksi perikanan tang- krusial dalam kehidupan masyarakat nelayan.
kap di wilayahnya, walaupun demikian, posisi Pertama, pergulatan untuk memenuhi kebutuh-
sosial mereka tetap marginal dalam proses an hidup sehari-hari. Kedua, tersendatnya pe-
transaksi ekonomi yang timpang dan eksloitatif menuhan kebutuhan pendidikan anak-anak ne-
sehingga sebagai pihak produsen, nelayan tidak layan akibat keterbatasn ekonomi sehingga
memperoleh bagian pendapatan yang besar. pendidikan anak-anak masyarakat pesisir ren-
Kondisi ini semakin memprihatinkan dengan dah, tidak tamat SD sampai dengan yang tamat
mekanisme pasar yang telah direbut oleh teng- SD bagi anak-anak nelayan jumlahnya cukup
kulak atau bakul, merekalah yang sesungguhnya besar yaitu 89,41% dan anak-anak nelayan pem-
menjadi penguasa ekonomi di komunitas nela- budidaya ikan sejumlah 59,5%, sedangkan untuk
yan. Kondisi demikian terus berlangsung me- sampai jenjang perguruan tinggi maka jumlah
nimpa nelayan tanpa harus mengetahui bagai- anak-anak nelayan yang melanjutkan hanya
mana mengakhirinya. Hal inilah yang menjadi menunjukan angka 0,16% dan anak-anak nela-
salah satu pemicu sejumlah masalah sosial eko- yan pembudidaya ikan yang sampai ke tingkat
nomi yang krusial pada masyarakat nelayan. perguruan tinggi berkisar pada jumlah 1,8%.
Realitas ini tergambar dengan jelas melalui be- Kondisi ini mencerminkan rendahnya kualitas
berapa fakta sosial-ekonomi kehidupan nelayan sumber daya manusia pada komunitas masyara-
bahwa bakul menjadi masalah yang paling ba- kat nelayan. Angka-angka tersebut menunjukan
nyak dihadapi oleh nelayan, utang nelayan ke tingkat yang cukup memprihatinkan bagi keber-
bakul bisa mencapai Rp.1.000.000,- (satu juta langsungan kebutuhan pendidikan anak-anak
rupiah) hingga Rp.3.000.000,- (tiga juta ru- nelayan guna mengangkat dejarat sumber daya
piah), dengan alat tangkap yang juga dipenuhi manusianya sehingga bila kondisi ini tidak per-
oleh bakul, ketergantungan nelayan semakin nah berubah maka secara langsung atau pun ti-
besar, apalagi bila kemudian disadari bahwa dak langsung, pada akhirnya akan tetap mewa-
nelayan sekarang hanya menggunakan minyak risi pekerjaan serta tingkat kesejahteraan
tanah, nelayan tidak mampu bila harus meng- orang tuanya, akibatnya desa-desa pantai iden-
gunakan solar yang harganya mahal, keadaan tik dengan kantong kemiskinan dan kebodohan.
semakin menjadi lebih tidak menentu sebab Ketiga, terbatasnya akses nelayan pada
terkadang minyak tanah tidak ada sulit didapat, keadilan hukum-sosial-ekonomi. Aspek-aspek
masalah yang penting juga harga semakin naik, tersebut merupakan kebutuhan hidup yang pa-
sekali melaut 2 (dua) atau 3 (tiga) orang terka- ling mendasar dalam rumah tangga nelayan,
dang penghasilan Rp.500.000,-(lima ratus ribu yang sering tidak terpenuhi secara optimal. De-
rupiah) hanya cukup untuk menutup perbekalan ngan realitas kehidupan yang demikian, sangat
saja dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) pun ti- sulit merumuskan dan membangun kualitas
dak berfungsi sehingga lelang menjadi tidak di- sumber daya masyarakat nelayan, agar mereka
lakukan. memiliki kemampuan optimal dalam mengelola
Kehidupan masyarakat nelayan di sisi lain potensi sumber daya pesisir yang ada. Ketiada-
masih didominasi oleh penggunaan alat-alat an atau kekurangan kemampuan kreatif masya-
Implementasi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Berbasis Pengelolaan Wilayah Pesisir… 7

rakat nelayan untuk mengatasi persoalan-per- nangkapan ikan manakala dilakukan dalam
soalan sosial-ekonomi dapat mendorong nela- perspektif sebagai elemen kearifan lokal komu-
yan masuk dalam perangkap kemiskinan, keter- nitas nelayan harus tetap memperhatikan ke-
belakangan yang berkepanjangan, kerapuhan lestarian sumber daya ikan serta lingkungan pe-
secara sosial-ekonomi, ketidakberdayaan untuk sisir, komponen ramah lingkungan adalah kunci-
memperoleh akses pada sumber-sumber keadil- nya.
an hukum-ekonomi. Untuk itu sudah semestinya nelayan da-
Kegiatan perikanan laut di Kota Cirebon pat memahami penggunaan masing-masing ja-
umumnya merupakan kegiatan penangkapan, ring misalnya untuk udang mungkin bisa diguna-
kegiatan usaha budidaya ikan juga berkembang kan Jaring Tramel Net, tetapi nyatanya nelayan
seperti budidaya udang dengan pola budidaya tradisional masih banyak yang menggunakan Ja-
yang masih bertaraf tradisional. Hampir seluruh ring Arad. Keengganan nelayan untuk meng-
dari perairan Kota Cirebon dipenuhi oleh nela- gunakan Jaring Tramel Net disebabkan nelayan
yan penangkap ikan baik itu dengan alat tang- merasakan harus memberikan perhatian lebih
kap pasif seperti Bagan Tancap atau Jaring Bu- pada perawatan jaring tersebut, sebab terka-
bu, maupun dengan menggunakan kapal nela- dang jaring mudah putus setelah digunakan me-
yan dengan jaring aktif seperti Jaring Arad; Ja- laut sehingga nelayan harus menghabiskan ba-
ring Garok (Penggaruk/Dredge,); Jaring Apolo nyak waktunya berjam-jam untuk memperbaiki
(sebagai modifikais Jaring Arad); Jaring Kakap; jaring tersebut, dan harga jaring juga tidak mu-
Jaring Milenium; Jaring Rampus; Jaring Tramel dah untuk dijangkau oleh nelayan sedangkan
Net; Jaring Krakad; Jaring Anco/Sudu; Jaring nelayan juga harus memenuhi kebutuhan rumah
Bouke Ami; Jaring Kejer; Jaring Badud dan Ja- tangga lainnya, akibatnya kondisi nelayan hidup
ring Liong Bun. dengan segala keterbatasannya.
Pengembangan alat tangkap dalam pe- Layaknya yang banyak ditemukan di dae-
maknaan nelayan adalah untuk menambah efi- rah-daerah lain Indonesia, nelayan pada wila-
siensi alat tangkap sehingga kreatifitas ini tim- yah studi pun secara umum digambarkan de-
bul berdasarkan pada pengetahuan tingkah laku ngan pola penangkapan ikan yang tergantung
ikan sasaran penangkapan. Kemampuan nelayan pada musim barat-timur, dan dalam kondisi
tentang perlunya pengetahuan yang baik, me- yang ideal rata-rata nelayan harusnya mempu-
ngenai ruang gerak kelompok ikan yang hidup nyai 4 (empat) jenis alat tangkap atau minimal
bergerombol berkaitan dengan jenis alat tang- 3 (tiga) alat tangkap yang berbeda misalnya
kap yang akan digunakan seperti pada penang- Jaring Rampus, Jaring Tramel Net, Jaring Ka-
kapan beberapa jenis ikan demersal, perlu pe- kap jadi masing-masing jaring bisa digunakan
ngetahuan kapan jenis udang tertentu akan ke- untuk musim-musim ikan tertentu sehingga ne-
luar dari lapisan lumpur. Pemaknaan ini semua layan tidak hanya mengandalkan pada 1 (satu)
sebagai bentuk kearifan-kearifan lokal yang su- jaring saja sebab bila hanya mempunyai 1 (sa-
dah semestinya dikembangkan terus, seiring tu) jaring maka jika musim ikan yang berbeda
dengan perhitungan efisiensi penangkapan de- dengan alat tangkapnya maka nelayan seperti
ngan hasil yang maksimal tanpa harus merusak ini akan libur atau beralih pekerjaan menjadi
kelestarian sumber daya ikan. Jadi kearifan lo- buruh bangunan, tukang beca. Apalagi dengan
kal, pada masyarakat nelayan tentang kebiasa- adanya kebijakan kenaikan Bahan Bakar Minyak
an ikan pada musim-musim tertentu beserta nelayan semakin sulit sebab harus mengguna-
dengan kemampuan untuk menangkapnya seba- kan minyak tanah tidak solar lagi dan biaya
gai pengetahuan yang telah diketemukan atau melaut semakin tinggi.
didapat oleh masyarakat lokal (warga nelayan) Masih banyaknya digunakan jaring yang
melalui akumulasi pengalaman yang telah diuji tidak ramah lingkungan menjadi persoalan ter-
dan terintegrasi pada pemahaman lingkungan sendiri pada kelestarian sumber daya ikan dan
yang alami dan budaya, sehingga teknik pe- lingkungan seperti penggunaan Bagan Tancap
8 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 1 Januari 2014

yang banyak dilakukan oleh para nelayan seper- disebut towing, dengan modifikasi tersebut ma-
ti halnya nelayan di wilayah pesisir Cirebon ka Jaring Arad yang dimaksud dan berkembang
yang hingga kini masih banyak terjadi serta sekarang di nelayan, dalam pelaksanaannya su-
pemakaian Jaring Arad, Jaring Garok (Pengga- dah termasuk dalam klasifikasi pukat tarik atau
ruk/Dredge) dan Jaring Apolo jelas sangat tidak trawl12 mengingat ukurannya yang kecil maka
diharapkan sebab jenis alat tangkap ini dapat jaring ini dapat disebut mini trawl dan sesuai
berbahaya bagi kelestarian sumberdaya ikan dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
(destructive fishing) dan lingkungan laut, de- tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31
ngan sarana penangkapan ikan yang umum di- Tahun 2004 tentang Perikanan jo Keputusan
pakai oleh nelayan tradisional adalah menggu- Presiden (Kepres) Nomor 39 Tahun 1980, maka
nakan perahu motor tempel (kurang lebih 5 trawl sebagai salah satu alat yang dilarang
Gross Tonnage (GT). Oleh karenanya harus ada dioperasikan di Laut Jawa.
regulasi yang jelas dan tegas dengan penerapan Usaha perikanan di Kota Cirebon dapat di
sanksinya terhadap nelayan yang masih meng- kelompokkan ke dalam usaha perikanan skala
gunakan jaring tidak ramah lingkungan, hanya kecil, usaha ini dicirikan oleh perahu yang ma-
saja persoalannya ada banyak hal yang menye- sih menggunakan layar atau perahu bermesin
babkan sulitnya untuk menerapkan ketentuan tempel (outboard). Semua beroperasi dengan
hukum yang mengatur masalah nelayan, teruta- perahu-perahu yang kondisinya cukup mempri-
ma menyangkut karakter nelayan yang sulit un- hatinkan, kondisi mesin yang sudah setengah
tuk diatur, kesadaran hukum yang minim dan jalan karena mesin tidak menggunakan solar te-
yang paling pokok adalah masalah kemiskinan tapi minyak tanah, perahu yang tambal sulam
nelayan. karena banyak yang bocor di badan perahu,
Ada pemaknaan tersendiri tentang peng- dengan tempat pendaratan perahu yang kotor
gunaan jaring yang tidak ramah lingkungan khu- dan kumuh sebab tidak ada nelayan yang sadar
susnya Jaring Arad, hal ini berpijak pada proses pentingnya kebersihan mereka hanya mencari
interaksi sosial yang dilakukan oleh nelayan da- ikan untuk mendapatkan uang buat makan ke-
lam memahami makna Jaring Arad sebagai sim- luarga.
bol untuk alat menangkap ikan yang diakibat- Kondisi tersebut menyadarkan pemaham-
kan oleh faktor stimulus yang dominan dalam an bahwa diperlukan penguasaan atas teknologi
kehidupan nelayan yaitu menyangkut tekanan yang telah berkembang saat ini, sebab kebera-
kemiskinan akibatnya nelayan tidak memiliki daan teknologi penangkapan ikan yang masih
daya tawar untuk mengambil tindakan yang terbatas menyebabkan sebagai salah satu ken-
berpihak pada nilai-nilai kelestarian lingkungan dala yang mengakibatkan pengelolaan sumber
pesisir, tindakan yang dilakukan adalah bentuk daya pembangunan belum tercapai secara opti-
pengabaian dengan tidak memperhatikan ke- mal, jadi dengan demikian secara umum ada
pentingan lingkungan pesisir, tindakan yang di banyak faktor sehingga pengembangan potensi
lakukan nelayan itu sebagai bentuk hasil proses sumber daya pesisir, perikanan dan kelautan ti-
interpretasi terhadap stimulus yakni kemiskinan dak mampu dikelola dengan maksimal seperti
nelayan yang terjadi hal ini berpijak pada pen- yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu ren-
dekatan teori interaksionisme simbolik. dahnya kualitas sumber daya manusia, masya-
Jaring Arad yang berkembang hingga saat rakat nelayan belum memiliki kemampuan mak-
ini di kalangan nelayan pada umumnya di Kota simal untuk mengelolanya untuk meningkatkan
Cirebon, adalah jaring yang telah mengalami
banyak perubahan (modifikasi), yaitu antara 12
Keppres Nomor 39 Tahun 1980, bahwa trawl adalah
lain dalam pengoperasiannya telah mengguna- alat tangkap yang telah dilarang penggunaannya di
kan papan pembuka mulut jaring (otter board), Perairan Indonesia, kecuali di perairan Kawasan Timur
Indonesia (Laut Banda, Laut Arafura, Selatan Maluku
dioperasikan dengan cara dihela dibelakang ka- dan Barat Irian Jaya) hanya untuk trawl yang khusus
pal yang sedang melaju secara penyapuan atau telah dilengkapi alat pemisah penyu (Turtle Excluder
Device atau TED).
Implementasi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Berbasis Pengelolaan Wilayah Pesisir… 9

kesejahteraan sosial, akses modal yang belum wujudannya dan dalam semua pentahapannya
memadai karena dikuasai oleh tengkulak atau seharusnya merupakan sebuah entitas yang
bakul dan pasar produk ekonomi lokal yang ter- otentik. Pemaknaan otentik di sini lebih dimak-
batas, ketiadaan kelembagaan sosial-ekonomi nai sebagai sebuah entitas yang genuine sesuai
yang dapat menjadi instrumen pembangunan dengan hakikat eksistensialitasnya, mengikuti
masyarakat, dan keterbatasan sarana serta pra- pemikiran Gustav Radbruch hakikat eksisten-
sarana ekonomi seperti fasilitas ekonomi peri- sialitas hukum dapat disederhanakan menjadi
kanan dan fasilitas umum-sosial. beberapa tujuan yang ingin dicapai hukum ya-
itu keadilan, kepastian dan kemanfaatan14. Jadi
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dalam Di- hukum dituntut dan dibebani harapan mampu
mensi Yuridis untuk Kesejahteraan Nelayan mewujudkan apa yang telah dijabarkan secara
Secara jelas telah disebutkan dalam regu- normatif. Padahal kita sadari bahwa persoalan
lasi yang berlaku tentang perikanan bahwa da- lain di belakang bekerjanya hukum perlu diper-
lam pengelolaan perikanan diupayakan untuk timbangkan dan dapat mempengaruhi proses
memperoleh manfaat yang optimal dan berke- bekerjanya hukum, meliputi faktor-faktor lain
lanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber seperti ide, sikap, keyakinan, harapan serta
daya ikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 pendapat hukum.15
ayat 1 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pelibatan negara tersebut dimaksudkan
yang tidak mengalami perubahan, bahwa nega- untuk tercapai tujuan pengelolaan sumber daya
ra melalui regulasi tentang perikanan harus perikanan, seperti yang diatur dalam Pasal 3
memberikan batasan yang mensyaratkan pe- UU No. 31 Tahun 2004 yang tidak ada perubah-
nangkapan ikan menyangkut alat, metode serta an, meliputi: pertama, meningkatkan taraf hi-
praktik penangkapan ikan, hal ini mengacu pa- dup nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil;
da ketentuan Pasal 7 ayat (1) butir f UU No. 45 kedua, meningkatkan penerimaan dan devisa
Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31 Ta- negara; ketiga, mendorong perluasan dan ke-
hun 2004 tentang Perikanan, mengatur guna sempatan kerja; keempat, meningkatkan keter-
mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya sediaan dan konsumsi sumber protein ikan; ke-
ikan diatur jenis, jumlah dan ukuran alat pe- lima, mengoptimalkan pengelolaan sumber
nangkapan ikan. Hakikat dari pengelolaan se- daya ikan; keenam, meningkatkan produktivi-
buah kawasan lingkungan hidup sepatutnya me- tas, mutu, nilai tambah dan daya saing; ketu-
ngejawantahkan adanya partisipasi dan pelibat- juh, meningkatkan ketersediaan bahan baku
an aktif dari masyarakat sekitar kawasan se- untuk industri pengolahan ikan; kedelapan,
hingga mampu tercapai beberapa tujuan yang mencapai peman-faatan sumber daya ikan, la-
utamanya adalah meningkatkan taraf kesejah- han pembudidayaan ikan dan lingkungan sum-
teraan masyarakat, ada beberapa tujuan yang ber daya ikan secara optimal; dan kesembilan,
hendak dituju yaitu tujuan ekonomis, tujuan menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan
ekologis dan tujuan sosial13. pembudidayaan ikan dan tata ruang.
Hukum dalam bentuk kebijakan produk Untuk itu harus ada pengaturan pada per-
perundang-undangan tersebut di atas, harus di- soalan penangkapan ikan menyangkut alat pe-
pahami dalam ranah hukum dalam segala per- nangkapan, seperti yang diatur dalam Pasal 7
ayat (1) butir f UU No. 45 Tahun 2009 tentang
13
Sunarno, “Penetapan Kawasan Gunung Merapi sebagai
Taman Nasional dan Hak-Hak Masyarakat Lokal”, Jurnal
14
Media Hukum, Vol. 14 No. 3 November 2007, Yogyakar- Yudi Kristiana, “Ketika Hukum Tidak Lagi Otentik”, Jur-
ta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogya- nal Hukum Supremasi, Vol. IV No. 1 Oktober 2010-Maret
karta, hlm.6, sebagai perbandingan dapat dilihat dari 2011, Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hu-
tujuan pengelolaan kawasan hutan yaitu tujuan ekono- kum Universitas Sahid, hlm. 741-742
15
mis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tu- Rr Retno Widyani, “Perlindungan Hukum terhadap Ke-
juan ekologis tercapainya kelestarian lingkungan hidup bangkitan Kearifan Lokal Sains Petani”, Jurnal Hukum
di sekitar hutan dan tujuan sosial terwujudnya partisi- Hermeneutika, Vol. 1 No. 1 November 2007, Cirebon:
pasi masyarakat secara berkesinambungan dalam pe- Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Swadaya
ngelolaan hutan Gunung Jati, hlm. 27
10 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 1 Januari 2014

Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Peri- harga jaring per-unit lebih murah Rp.350.000,-
kanan yang menyebutkan bahwa dalam rangka sampai Rp.400.000,-, bisa digunakan tahan la-
mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ma sehingga sekali dibuat bisa dipakai untuk
ikan, menteri menetapkan jenis, jumlah dan jangka waktu 3 (tiga) tahun, sekalipun Jaring
ukuran alat penangkapan ikan. Dalam penjelas- Arad tidak ramah lingkungan tetapi bila diban-
an Pasal 7 ayat (1) butir f UU No 45 Tahun 2009 dingkan dengan jaring-jaring lainnya seperti Ja-
sudah menyebutkan cukup jelas, tetapi didalam ring Kakap, Jaring Badud, Jaring Pegon dan Ja-
penjelasan UU No. 31 Tahun 2004 disebutkan ring Rampus, Jaring Tramel Net maka jaring-ja-
bahwa yang dimaksud dengan ukuran alat pe- ring seperti ini sekali digunakan melaut cepat
nangkapan adalah termasuk juga ukuran mata rusak dan harus langsung dijahit lagi dengan
jaring (mesh size), sehingga ukuran mata jaring biaya pembuatan yang mahal satu unit jaring-
akan membatasi ukuran ikan yang tertangkap, jaring tersebut membutuhkan 25 (dua puluh li-
desain alat penangkapan yang baik adalah yang ma) pieces sampai 30 (tiga puluh) pieces de-
mempertimbangkan ukuran spesies target, de- ngan harga paling murah Rp.125.000,- (seratus
ngan demikian maka semakin kecil kisaran uku- dua puluh lima ribu rupiah) per-pieces sampai
ran yang dapat ditangkap maka semakin selek- Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah) per-pieces,
tif alat tersebut. dasar pertimbangan lain yang digunakan oleh
Jaring Arad yang sekarang banyak diguna- nelayan tradisional berkaitan dengan pengguna-
kan oleh sebagian besar nelayan tradisional an alat tangkap ini bahwa yang penting bisa
adalah Jaring Arad yang telah diklasifikasikan melaut dan dapat ikan untuk memenuhi kebu-
sebagai pukat tarik (trawl) yang tidak ramah tuhan ekonomi keluarga.
lingkungan, mengingat ukurannya yang kecil Masalah pemakaian jaring ini oleh nela-
maka jaring ini dapat disebut mini trawl. Untuk yan tradisional lebih didominasi dengan pertim-
itu, penggunaan jaring ini sebagai salah satu bangan ekonomi semata yaitu kepentingan pe-
alat penangkapan ikan yang dilarang dioperasi- menuhan kebutuhan makan keluarga menjadi
kan di Laut Jawa, sehingga sudah sepatutnya pertimbangan utama, dibandingkan dengan ke-
kemudian ketentuan hukum membe-rikan peng- pentingan yang lainnya. Demikian pula halnya
aturan dalam Pasal 85 UU No. 45 Tahun 2009, dengan jaring-jaring penangkapan ikan lainnya
yang menyebutkan setiap orang yang dengan yang dipandang sebagai tidak ramah lingkungan
sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/ selain Jaring Arad, yang juga dapat membaha-
atau menggunakan alat penangkap ikan dan/ yakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingku-
atau alat bantu penangkapan ikan yang meng- ngan laut secara umum seperti Jaring Garok
ganggu dan merusak keberlanjutan sumber da- (Penggaruk/Dredge). Dibutuhkan komitmen Pe-
ya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pe- merintah (cq Pemerintah Daerah) berupa poli-
ngelolaan perikanan Negara Republik Indonesia tik hukum yang lebih mengindahkan kedudukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dipidana pendekatan secara menyeluruh integral-kom-
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) ta- prehensif-holistik dalam upaya memandang
hun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000. problem-problem sosial-ekonomi dan lingkung-
000,00 (dua miliar rupiah). an di kawasan pesisir dan pantai. Penekanan
Dominannya digunakan alat tangkap Ja- terhadap kehendak politk (political will) de-
ring Arad oleh nelayan tradisional Pantura Jawa ngan wujudnya berupa politik hukum sebagai-
Barat di Kota Cirebon, dengan beberapa per- mana dinyatakan oleh Satjipto Rahardjo16 poli-
timbangan dalam pemaknaan nelayan yang cu- tik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara
kup sederhana yaitu jaring tersebut lebih awet yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tu-
digunakan, tidak mudah putus layaknya Jaring
Tramel Net, Jaring Arad lebih praktis sehingga
dapat digunakan baik dalam musim paceklik 16
Umar Ma’ruf, “Politik Hukum Hak Menguasai Oleh
atau pun pada masa panen ada penghasilan dan Negara Terhadap Tanah”, Jurnal Hukum, Vol. XVI No. 3
September 2006, Semarang: FH UNISSULA, hlm.374-375
Implementasi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Berbasis Pengelolaan Wilayah Pesisir… 11

juan sosial dan hukum tertentu dalam masya- adanya undang-undang yang lebih spesifik un-
rakat. tuk mendorong implementasi OTDA yang lebih
Pada umumnya kegiatan perikanan di wi- merujuk pada upaya-upaya mengelola kawasan
layah Kota Cirebon didominasi oleh perikanan pesisir secara terpadu; ketiga, dalam produk
skala kecil, aktivitas penangkapan ikan dilaku- hukum UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33
kan dengan teknologi penangkapan sederhana Tahun 2004 secara jelas mengatur tentang ada-
dan dioperasikan oleh nelayan dengan organisa- nya kewenangan daerah untuk mengelola wila-
si penangkapan bersifat kolektif. Kondisi sarana yah pesisir dan memperoleh bagi hasil. Regulasi
penangkapan ikan yang terbatas menyebabkan dalam norma tersebut selaras dengan ketentu-
ruang pemanfaatan sumberdaya ikan cenderung an-ketentuan hukum tentang desentralisasi,
dilakukan di perairan pantai. Namun, dengan termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 25 Ta-
meningkatnya kecenderungan tingkat peman- hun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 104
faatan sumberdaya ikan yang tidak seimbang Tahun 2000.
dengan ketersediaan sumberdaya ikan diperair-
an pantai menyebabkan kondisi perikanan pan- Penutup
tai lebih tangkap (overfishing). Simpulan
Kebutuhan akan suatu undang-undang Implementasi yuridis pengelolaan sumber
tersendiri mengenai pengelolaan wilayah pesisir daya pesisir berbasis pengelolaan wilayah pesi-
dimaksudkan untuk mengintegrasikan berbagai sir secara terpadu pada dasarnya telah memiliki
perencanaan secara sektoral, mengatasi tum- regulasi sebagai pedoman dalam berbagai pro-
pang tindih pengelolaan dan mengatasi konflik gam yang mengupayakan kesejahteraan masya-
pemanfaatan dan kewenangan, serta untuk rakat pesisir yang khususnya nelayan, terutama
memberikan kepastian hukum yang sesuai de- nelayan tradisional/skala kecil. Regulasi terse-
ngan perkembangan nilai-nilai dan kebutuhan but adalah UU No. 5 Tahun 1990 tentang Kon-
masyarakat yang sedang mengalami perubahan servasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem-
melalui upaya pembangunan. nya, UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan In-
Jangkauan dan arah yang hendak dituju donesia, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Peles-
melalui UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelo- tarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU
laan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU
antaranya juga, guna mendorong inisiatif se- No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae-
mua pihak, khususnya pemerintah provinsi dan rah, UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,
kabupaten/kota serta masyarakat pesisir untuk UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wi-
mengelola sumberdaya pesisir secara berkelan- layah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Peraturan
jutan, yang lebih bersifat lintas sektoral serta Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Kon-
mencakup semua sektor yang mempengaruhi servasi Sumberdaya Ikan, dan Peraturan Mente-
wilayah pesisir. ri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun
Terobosan-terobosan baru dalam paradig- 2008 tentang Kawasan Konservasi Wilayah Pesi-
ma regulasi pengelolaan wilayah pesisir terpa- sir dan Pulau-Pulau Kecil. Tentunya keseluruh-
du, harapannya norma tersebut dapat berlaku an kebijakan dalam bentuk produk perundang-
secara efektif dengan alasan yaitu: pertama, undangan guna membangun konsep pembangu-
produk hukum yang dibuat selama ini lebih me- nan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis
ngacu pada pendekatan yang bersifat sektoral kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintege-
dan parsial, mengingat kebijakan-kebijakan rasi, efisiensi, berkualitas, dan percepatan, de-
yang ditawarkan dalam pengelolaan wilayah ngan kata lain suatu bagian wilayah yang mem-
pesisir haruslah terpadu dan lintas sektoral; ke- punyai fungsi utama ekonomi, yang terdiri dari
dua, bila dalam kebijakan pengelolaan pesisir sentra produksi, pengolahan, pemasaran komo-
terpadu harus konsisten dengan produk hukum ditas perikanan, pelayanan jasa.
UU No. 32 Tahun 2004, hal ini dipersyaratkan
12 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 1 Januari 2014

Rekomendasi Machmud, Djakaria. “Pergulatan Pemikiran Pa-


Dibutuhkan policy pemerintah yang ber- radigma Ekonomi Kerakyatan dalam Arus
pihak pada lingkungan hidup dan masyarakat Globalisasi”. Jurnal Hukum Responsif,
Vol. 01 No. 1 Tahun 2012. Cirebon: Uni-
nelayan misalnya melalui kebijakan untuk versitas Swadaya Gunung Jati;
penggantian alat tangkap yang tidak ramah
Ma’ruf, Umar. “Politik Hukum Hak Menguasai
lingkungan dengan alat tangkap yang lebih oleh Negara Terhadap Tanah”. Jurnal Hu-
selektif seperti trammel net, bubu lipet, ram- kum, Vol. XVI No. 3 September 2006. Se-
pus, gill net, dan krendet dengan turut serta marang: FH UNISSULA;
melibatkan masyarakat nelayan dalam pembe- Parawansa, Basse Siang. “Marine Politan seba-
rian modal untuk pembelian alat. Penyediaan gai Basis Pengembangan dan Pengelolaan
sarana dan prasarana juga diperlukan untuk Wilayah Pesisir Kabupaten Takalar, Sula-
wesi Selatan”. Jurnal Ilmu Kelautan dan
menunjang aktivitas nelayan tradisional agar
Perikanan, Vol. 18 No. 1 Maret 2008. Ma-
dapat melakukan aktivitas melaut dengan lebih kasar: Universitas Hasanuddin;
baik demi meningkatkan taraf kesejahteraan
Rismawati, Shinta Dewi. “Merajut Ilmu Hukum
hidupnya. Pembinaan masyarakat nelayan perlu yang Berparadigma Holistik”. Jurnal Hu-
dilakukan pula dengan cara penyuluhan dan so- kum Responsif, Vol. 02 No. 1 Tahun 2012.
sialisasi penataan wilayah pesisir. Selain itu, di- Cirebon: Univ. Swadaya Gunung Jati;
perlukan pemberlakuan kebijakan dari peme- Sismarwoto, Eddy. “Celah-Celah Pemberdayaan
rintah setempat atau yang berwewenang untuk Hukum dalam Masyarakat (Analisis Teore-
tis Hukum dan Masyarakat)”. Jurnal Ma-
mengendalikan konservasi secara top down de-
salah-Masalah Hukum, Vol. 14 No. 1 Ja-
ngan melalui sosialisasi dan pemberian sanksi nuari 2004. Semarang: UNDIP;
bagi para pelanggarnya.
Sunarno. “Penetapan Kawasan Gunung Merapi
sebagai Taman Nasional dan Hak-Hak
Daftar Pustaka Masyarakat Lokal”. Jurnal Media Hukum
Vol. 14 No. 3 November 2007. Yogyakar-
Ariany, Lies. “Telaah dalam Bidang Kehutanan ta: FH UMY;
di Indonesia ditinjau dari Hukum Admi-
nistrasi Negara”. Jurnal Ilmu Hukum Syi- Yenny AS. “Penggunaan Alternatif Penyele-
ar Madani, Vol. X No. 1 Maret 2008. Ban- saian Sengketa dalam Penyelesaian Kasus
dung: FH Universitas Islam Bandung; Lingkungan di Kalimantan Barat”. Jurnal
Hukum Supremasi, Vol. IV No. 2 April-
Artadi, Ibnu. “Makna Keadilan dalam Proses Pe- September 2011. Jakarta: Pusat Studi Hu-
negakan Hukum”. Jurnal Ilmu Hukum
kum Bisnis FH Universitas Sahid;
Hermeneutika, Vol. 1 No. 1 Desember
2012. Cirebon: Program Magister Ilmu Hu- Widyani, Rr Retno. “Perlindungan Hukum terha-
kum Universitas Swadaya Gunung Jati dap Kebangkitan Kearifan Lokal Sains
Cirebon; Petani”. Jurnal Hukum Hermeneutika,
Vol. 1 No. 1 November 2007. Cirebon:
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Program Magister Ilmu Hukum, Universi-
Cirebon. 2007. Program Perencanaan
tas Swadaya Gunung Jati;
Pembangunan Ekonomi Kegiatan Koordi-
nasi Perencanaan Pembangunan Bidang Yudistiro. ”Kegagalan dalam Penegakan Hukum
Ekonomi Tahun 2007, Cirebon; Lingkungan Hidup (Kajian Putusan Nomor
198/Pid.B/2004/ PN.Grt)”. Jurnal Yudi-
Imamulhadi. “Urgensi Pembentukan Peradilan sial, Vol. IV No. 02 Agustus 2011. Jakarta:
Lingkungan Hidup”. Jurnal Penegakan Hu-
Komisi Yudisial Republik Indonesia.
kum, Vol. 4 No. 2 Juli 2007. Bandung:
UNPAD;
Kristiana, Yudi. “Ketika Hukum Tidak Lagi
Otentik”. Jurnal Hukum Supremasi, Vol.
IV No. 1 Oktober 2010- Maret 2011. Jaka-
rta: Pusat Studi Hukum Bisnis FH Univer-
sitas Sahid;

Anda mungkin juga menyukai