Oleh:
Heppy Wulandari
Imra As Saleh
Universitas Trilogi
2016
PENDAHULUAN
industri mebel terus mengalami peningkatan karena dinilai sebagai perabotan rumah
tangga yang memberikan desain interior dan nilai artistik yang memberikan
menyebabkan persaingan industri mebel menjadi lebih tinggi. Industri mebel juga
produk tidak hanya dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Perkembangan teknologi saat
ini menyebabkan kemajuan bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri mebel,
dimana produk yang dihasilkan dapat lebih berkualitas dan bernilai jual tinggi.
penyimpan barang, tempat duduk, tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam
bentuk meja atau tempat menaruh barang di permukaannya. Misalnya furniture sebagai
tempat penyimpan biasanya dilengkapi dengan pintu, laci dan rak, contoh lemari
pakaian, lemari buku dll. Furniture dapat terbuat dari kayu, bambu,logam, plastik dan
lain sebagainya. Furniture sebagai produk artistik biasanya terbuat dari kayu pilihan
dengan warna dan tekstur indah yang dikerjakan dengan penyelesaian akhir yang halus.
Industri pengolahan kayu dibagi menjadi dua kelompok antara lain kelompok
industri pengolahan kayu hulu dan kelompok industri pengolahan kayu hilir. Kelompok
industri pengolahan kayu hulu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu
2
industri yang mengolah kayu bulat/log menjadi berbagai sortimen kayu. Kelompok
industri pengolahan kayu hilir merupakan industri yang menghasilkan produk-produk
kayu diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan sejenisnya
(Kementrian Perindustrian, 2011).
LANDASAN TEORI
3
Material Flow Cost Analysis (MFCA) adalah salah satu alat utama untuk
pengelolaan akuntansi lingkungan dan mengajukan peningkatan transparansi dari
praktek penggunaan bahan baku dari pengembangan model aliran bahan baku yang
bisa menelusuri dan menghitung aliran dan persediaan bahan baku dalam sebuah
organisasi secara fisik dan unit moneter. MFCA bisa digunakan disemua jenis industri
yang menggunakan bahan baku dan energi, semua jenis dan ukuran, dengan atau tanpa
tempat sistem pengelolaan lingkungan.
MFCA mengukur aliran dan persediaan semua bahan baku pada proses
manufaktur baik secara moneter maupun fisik. Bahan baku termasuk bahan baku
utama/langsung, bagian-bagian, dan komponen-komponen. Analisis MFCA
menyediakan sebuah perbandingan persamaan biaya-biaya terkait dengan produk-
produk dan biaya-biaya terkait dengan kerugian bahan baku, contohnya, limbah, emisi
udara, limbah air, dsb. Pada banyak kasus, sebuah organisasi tidak memberikan
perhatian secara luas pada biaya aktual dari kerugian bahan baku karena data pada
kerugian bahan baku dan biaya-biaya terkait seringkali sulit untuk ditelusuri dari
informasi konvensional, akuntansi, dan sistem pengelolaan lingkungan. MFCA
menghubungkan organisasi untuk mengidentifikasi penggunaan bahan baku dan aliran
bahan baku dengan sebuah proses produksi dan menempatkan biaya-biaya pada semua
bahan baku.
MFCA mengidentifikasi kuantitas setiap bahan baku dan biaya-biaya (termasuk
bahan baku, proses, dan biaya penanganan limbah). Dengan informasi ini, organisasi
bisa mengidentifikasi biaya-biaya kerugian karena limbah dan emisi lainnya, produk
cacat, dan mengkalkulasi kuantitas dan sumber-sumber yang digunakan pada setiap
proses dan biaya-biaya terkait dengan proses.
KARAKTERISTIK MFCA
4
memerlukan apakah bahan baku telah diubah menjadi produk, atau dibuang
menjadi limbah. Jika pad akuntansi biaya konvensional limbah dicatat pada
kuantitas, biaya-biaya produksi (kerugian bahan baku) termasuk sebagai bagian
dari total biaya yang dikeluarkan. Sedangkan MFCA, berfokus pada identifikasi
dan membedakan antara biaya-biaya terkait dengan produk dan kerugian bahan
baku. Dalam hal ini, kerugian bahan baku dievaluasi sebagai kerugian ekonomi,
yang mana mendorong manajemen untuk mencari jalan untuk mengurangi
kerugian bahan baku dan meningkatkan efisiensi bisnis.
Perbedaan antara MFCA dan akuntansi biaya konvensional tidak bemaksud
bahwa MFCA tidak bisa diterapkan pada semua organisasi yang menggunakan
bahan baku dan energi. Dengan kata lain, MFCA tidak meminta banyak
persyaratan khusus pada tipe produk, pelayanan, ukuran, struktur, atau lokasi.
1. Bahan Baku
Bahan baku bisa berarti setiap bahan baku utama, bahan baku pendukung,
komponen, katalisator, atau bagian yang digunakan untuk memproduksi
produk. Setiap bahan baku yang tidak menjadi bagian akhir produk
dipertimbangkan sebgai kerugian bahan baku. Pada setiap proses, limbah dan
sumber yang hilang pada setiap tahapan proses yang berbeda, termasuk:
Kerugian bahan baku selama proses, produk cacat
Bahan baku sisa pada pengaturan peralatan manufaktur
Bahan baku pendukung seperti bahan pelarut, deterjen untuk mencuci
peralatan, air
Bahan baku utama yang tidak bisa digunakan dengan berbagai alasan
2. Flow/aliran
MFCA menelusuri semua input bahan baku pada aliran proses produksi dan
ukuran produk dan kerugian bahan baku (limbah) secara unit fisik,
5
menggunakan persamaan berikut: 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 = 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 +
𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑙𝑜𝑠𝑠 (𝑤𝑎𝑠𝑡𝑒)
3. Akuntansi Biaya
MFCA, aliran dan persediaan dari bahan baku dengan sebuah organisasi telah
di telusuri dan di ukur secara unit fisik (contoh: massa, volume) dan kemudian
menempatkan biaya-biaya terkait. Pada MFCA ada 4 tipe biaya yang diukur,
yaitu:
Biaya bahan baku
Biaya energi
Biaya system
Biaya pengelolaan limbah
1. Pusat Kuantitas
Dalam pusat kuantitas, keseimbangan bahan baku akan dihitung dalam unit
fisik maupun moneter. Pusat kuantitas dapat terdiri dari satu atau beberapa
proses tergantung jumlah kerugian secara material yang diidentifikasi pada unit
6
produksi. Pusat kuantitas dalam MFCA didasarkan pada ketersediaan informasi
manajemen produksi, pencatatan pusat biaya, dan informasi lainnya.
2. Keseimbangan Bahan Baku
Dalam MFCA, semua bahan baku yang masuk ke dalam pusat kuantitas dan
hasil produk dari pusat kuantitas yang dihasilkan harus seimbang. Oleh karena
itu, diperlukan konfirmasi untuk input bahan baku, persediaan awal dan akhir
dalam pusat kuantitas, serta jumlah output (produk atau material losses). Selain
itu, dilakukan perbandingan apakah total kuantitas bahan baku dan persediaan
awal telah sesuai dengan total kuantitas persediaan akhir dan output yang
dihasilkan. Adanya perbedaan pada jumlah persediaan akan dijadikan sebagai
dasar untuk dilakukan perbaikan kemudian. Untuk masing-masing pusat
kuantitas, jumlah input dan output harus diukur dalam unit fisik. Semua unit
fisik harus dikonversi untuk satu unit standar (misalnya, massa) sehingga
keseimbangan bahan baku dapat dilakukan untuk masing-masing pusat
kuantitas.
3. Perhitungan Biaya
Dengan MFCA, keseimbangan bahan baku dari input dan output yang terkait
dengan unit moneter akan dibebankan atau dialokasikan biayanya ke semua
produk dan kerugian bahan baku. Empat tipe biaya yang menjadi pertimbangan
MFCA yaitu:
a. Biaya material
b. Biaya energi
c. Biaya sistem
d. Biaya manajemen waste
4. Model Aliran Bahan Baku
Model ini merupakan representasi visual dari siklus dimana bahan baku
diproses, disimpan, dan digunakan. Berikut merupakan contoh model aliran
bahan baku:
7
TAHAPAN IMPLEMENTASI MFCA
Kompleksitas analisis MFCA akan tergantung pada ukuran organisasi, sifat kegiatan
organisasi dan produk, jumlah proses, dan pusat-pusat kuantitas yang dipilih untuk
analisis. Kondisi ini membuat MFCA sebagai alat yang fleksibel digunakan dalam
berbagai organisasi terlepas ukuran atau adanya sistem manajemen lingkungan, namun
proses pelaksanaan MFCA dapat lebih cepat dan lancar apabila organisasi tersebut
telah memiliki sistem manajemen lingkungan karena data yang terkait dengan bahan
baku dan limbah telah dikumpulkan dalam membuat sistem manajemen lingkungan
sehingga memudahkan untuk proses analisis. Penggunaan MFCA biasanya disertai
dengan pertimbangan keputusan keuangan dalam menetapkan tujuan dan target.
Pengetahuan terhadap dampak keuangan dan potensi dampak lingkungan dapat
meningkatkan kualitas evaluasi, dan juga memberikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan organisasi.
8
dan kelancaran analisis MFCA. Berikut ini adalah contoh khas dari keahlian
yang diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan MFCA:
Keahlian pada aliran masukan bahan dan penggunaan energi pada
seluruh proses sasaran.
Keahlian teknis pada bahan yang berhubungan dengan implikasi dari
proses, termasuk pembakaran dan reaksi kimia lain.
Keahlian kontrol kualitas tentang berbagai masalah, seperti frekuensi
produk gagal, penyebabnya, serta proses ulang, pemeliharaan, dan data
jaminan kualitas lain.
Keahlian untuk mengidentifikasi dampak lingkungan.
Keahlian akuntansi dalam mengolah data akuntansi biaya.
b. Implementation Step 2: Scope And Boundary Of The Process And
Establishing A Material Flow Model
Batas dapat terbatas pada proses tunggal, beberapa proses, seluruh fasilitas,
atau rantai pasokan. Disarankan bahwa proses atau proses yang dipilih untuk
pelaksanaan awal menjadi orang-orang dengan dampak lingkungan dan ekonomi
berpotensi signifikan. Setelah menentukan batas, proses harus diklasifikasikan di
pusat-pusat kuantitas menggunakan informasi proses dan catatan pengadaan.
Dalam MFCA, pusat kuantitas adalah bagian dari proses di mana input dan output
yang diukur. Dalam kebanyakan kasus, pusat kuantitas merupakan bagian dari
proses di mana bahan diubah. Jika aliran material antara dua proses adalah sumber
9
kerugian material yang signifikan, aliran dapat diklasifikasikan sebagai aliran
material yang terpisah.
Dalam MFCA, produksi, daur ulang, dan sistem lain diwakili oleh model
visual yang menggambarkan MFCA batas dan beberapa pusat kuantitas dimana
bahan yang ditebar, digunakan, atau diubah, serta gerakan dari bahan antara pusat-
pusat kuantitas.
• Biaya Bahan: Biaya untuk zat yang masuk dan / atau meninggalkan pusat
kuantitas
• Biaya Energi: biaya untuk listrik, bahan bakar, uap, panas, dan udara
terkompresi
• Biaya Sistem: Biaya tenaga kerja, biaya penyusutan dan pemeliharaan, dan
biaya transportasi
10
Biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya sistem ditugaskan atau
dialokasikan untuk baik produk atau kerugian materi di setiap pusat kuantitas
berdasarkan proporsi input bahan yang mengalir ke dalam produk dan kerugian
material. Biaya bahan untuk setiap aliran input dan output yang diukur dengan
mengalikan jumlah fisik dari aliran material dengan biaya unit material selama
periode waktu yang dipilih untuk analisis. Ketika mengukur biaya bahan untuk
produk dan kerugian material, biaya bahan yang terkait dengan perubahan
dalam persediaan bahan dalam pusat kuantitas juga harus diukur. Berbeda
dengan biaya bahan, energi, dan sistem yang ditugaskan untuk produk dan
kerugian material secara proporsional, 100% dari biaya pengelolaan sampah
yang dikaitkan dengan kerugian material, karena biaya merupakan biaya
pengelolaan kerugian material ini.
11
banyak kasus. Mereka sering mengontrol bahan utama tanpa pemantauan
jumlah penggunaan atau kerugian pada bahan pembantu atau operasi. On-site
operator dapat melihat bahan yang hilang, sedangkan manajer dari manufaktur,
teknik produksi, dan departemen desain produk tidak menyadari kerugian
tersebut. Hal ini terjadi karena praktik manajemen konvensional organisasi
hanya fokus pada penanganan sampah ketika ada biaya yang terkait dengan
manajemen. Dalam kasus tersebut, MFCA membantu organisasi menyoroti
kerugian material yang tidak terkendali.
12
menyajikan target utama untuk insinyur: "biaya kerugian nol material," yang
dapat mendorong organisasi untuk membuat terobosan dalam pengakuan
tentang perlunya untuk perbaikan. Kerugian khas diidentifikasi oleh MFCA
meliputi berikut ini:
13
PEMBAHASAN
Berikut ini adalah pembahasan study kasus mengenai MCFA pada usaha yang
menggunakan bahan baku dasar kayu yang kemudian diolah menjadi lemari. Berikut
ini adalah tahapan implementasi MCFA pada CV. Hilal Furniture:
14
Tahap 1: Membangun Peran dan Tanggung Jawab Manajemen dalam
Implementansi MCFA
Penentuan peran dan tanggung jawab perlu dilakukan dengan membuat struktur
organisasi dalam perancangan implementasi MFCA. Pemimpin tim implementasi
yang ditunjuk bertugas memberikan pelatihan dasar kepada orang orang dilokasi pabrik
dan membimbing pelaksanaan MFCA. Penunjukan coordinator terkait dengan keahlian
yang diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan MFCA.
Keahlian operasional pada aliran input bahan baku dan penggunaaan energi
selama proses produksi:
15
penunjukan coordinator untuk perwakilan dari masing-masing keahlian yang
dibutuhkan dalam imlementasi MFCA. Setiap coordinator bertugas memberi
informasi yang dibutuhkan terkait dengan bidang keahlian masing-masing dalam
mendukung keberhasilan MFCA.
Tahap ini dilakukan untuk menentukan ruang lingkup dan batasan dari
proses produksi serta mengembangkan bentuk model aliran material. berikut
merupakan gambaran dari keseluruhan tahapan proses produksi lemari:
1. Proses pembuatan desain atau pola lemari adalah desain lemari dibuat
sesuai dengan pola dan ukuran yang telah ditentukan.
2. Proses pemotongan papan kayu berdasarkan pola yang telah dibuat
sebelumnya. Proses ini dilakukan dengan bantuan mesin untuk dapat
memotong papan kayu sesuai dengan pola.
3. Proses penghalusan, papan kayu yang telah dipotong sesuai dengan pola
dihaluskan agar menghasilkan permukaan yang lebih licin, halus dan
rata. Dan juga proses penghalusan ini dapat membuat pola alami yang
ada pada papan kayu dapat terlihat lebih jelas dan lebih baik.
4. Proses pengukiran dilakukan pada bagin papan tertent yang telah
dipotong sesuai dengan pola sebelumnya. Misalnya untuk bagian pintu
dilakukan pengukiran secara manual untuk membuat suatu ukiran yang
lebih menarik, sehingga menambah warna atau corak dan membuat
produk tampil lebih menarik.
5. Proses perakitan, papan kayu yang telah dipotong menjadi beberapa
bagian seperti bagian pintu, bagian samping, bagian belakang, bagian
atas dan bawah serta beberapa bagian tambahan lainnya, dirakit sehingga
16
membentuk sebuah lemari. Dilengkapi dengan beberapa bahan
tambahan seperti paku, sekrup, engsel, dan handle pintu.
6. Proses pengampelasan dilakukan setelah lemari terbentuk dari hasil
raiktan. Pengampelasan dilakukan dengan bantuan mesin, tujuan
pengampelasan adalah untuk membuat tekstur lemari menjadi lebih rata,
licin serta untuk menghilangkan bagian-bagian tertentu seperti sisi-sisi
kayu yang runcing diamplas sehingga menjadi lebih tumpul.
7. Proses terakhir adalah pewarnaan dan finishing yaitu tahap untuk
memberikan lemari warna yang lebih mengkilap, memastikan setiap
bagian telah sesuai dengan prosedurnya.
Setelah menentukan ruang lingkup dan batasan proses produksi dalam tahap
perancangan implementasi MFCA, tahap berikutnya adalah membangun model
aliran material sehingga perlu dilakukan pusat kuantitas terlebih dahulu. Berikut ini
adalah tahapan proses produk lemari dalam model arus material:
a. Desain Lemari
17
Proses pemotongan papan kayu menjadi sedemikian rupa sesuai
dengan pola dan ukuran lemari yang akan dibuat. Pada proses ini tersedia
sebanyak 35 papan kayu yang menjadi bahan baku. Standar ukuran lemari
yang akan di buat adalah ukuran ukuran lebar depan 120cm, lebar samping
22cm, dan tinggi 2m. Menggunakan alat pemotong kayu berupa mesin bubut
yang menggunakan energi listrik. Energi yang diperlukan untuk
menjalankan mesin pemotong kayu sebesar 2500 watt. Lama proses
produksi pada tahap ini untuk 1 lemari sekitar 2 hari untuk mencapai
potongan kayu sesuai pola lemari, sehingga dibutuhkan waktu lebih kurang
10 jam. Proses ini dilakukan oleh 2 orang pekerja. Selama proses
pemotongan ditemukan sisa bahan baku kayu hasil dari pemotongan yang
menjadi output negative (input yang tidak terpakai/tidak menjadi produk)
yang setara dengan 3,5 papan kayu yang dapat berupa potongan-potongan
papan kayu ukuran sedang-serbuk kayu yang sebagian besar tidak dapat
digunakan lagi untuk menjadi bahan baku pembuatan lemari. Sehingga yang
menjadi input positif sebanyak 31,5 papan kayu. Penyetaraan ini dilakukan
karena adanya keterbatasan informasi dari sumber yang berkaitan serta
keterbatasan dalam penghitungan dengan menggunakan ukuran.
18
d. Pengukiran
19
dengan pengampelasan secara manual oleh 1 orang pekerja. Total waktu
yang dibutuhkan pada proses ini sekitar 1 jam. Pada proses pengampelasan
kembali dihasilkan output negative berupa serbuk halus kayu yang setara
dengan 0,5 papan kayu.
20
Berikut ini perhitungan alokasi untuk bahan baku kayu yang diolah menjadi
lemari (output positif):
Berikut ini adalah alokasi biaya bahan baku pendukung (output positif):
Total Rp 273.000
Berikut ini adalah penyajian alokasi biaya bahan baku untuk ouput negative
sesuia persentase dimana 5 papan kayu menjadi output negative dari 35 bahan baku
yang tersedia untuk membuat 1 lemari, dan 0.1 paku menjadi output negative dari
0.5 yang tersedia, sbb:
Total Rp 154.857
21
b. Proses Alokasi Biaya Energi
22
Dengan demikian tahap awal dalam alokasi biaya output positif dan
output negative dengan menentukan persentasinya dari biaya bahan baku
yang akan digunakan untuk menghitung alokasi biaya output positif dan
negative biaya energi.
Rp 857.143 + Rp 273.000
𝑥 100% = 88%
Rp 857.143 + Rp 273.000 + Rp 154.857
Rp 154.857
𝑥 100% = 12%
Rp 857.143 + Rp 273.000 + Rp 154.857
Proses alokasi biaya operator merupakan biaya yang timbul dari operator
yang dipekerjakan disetiap tahapan proses produksi. Proses produksi akan
terhambat jika tidak ada operator yang menjalankan produksi. Sehingga perlu
dilakukan alokasi biaya operator untuk mengetahui penggunana dan kerugian
yang dihasilkan dari biaya operator.
23
aloksi biaya energi dengan input operator sebesar Rp 200.000, sebanyak 9 orang
dengan total Rp 1.800.000:
Total Rp 1.800.000
Berdasarkan analisis, presentasi output positif dan output negatif yang terjadi
dalam penggunaan bahan baku adalah 95 % papan kayu, 99.9% paku dan 5% untuk
papan, 0.1% untuk paku, seperti yang ditunjukkan pada tabel Presentase tersebut juga
akan digunakan dalam aliran output positif dan output negatif untuk energi dan operator
karena output positif dan output negatife pada penggunaan energi dan operator akan
sangat sulit diperhitungkan secara nyata dan tepat. Sedangkan proporsi pengolahan
sampah yang terjadi dialokasikan 100% kedalam produk negative karena biaya
pengelolaam sampah selanjutnya terkait denga biaya kerugian material.
24
Tabel Matriks Aliran Biaya
Pada matriks aliran biaya, terlihat outout produk negative yang masi dihasilkan
oleh CV Hilal Furniture terkait dengan proses produksi almari. Output negative
tersebut memperlihatkan bajwa proses produksi yang dilakukan perusahaan masih
kurang efisien dan masih perlu diperbaiki dalam upaya optimalisasi proses produksi.
25
Pada tahap selanjutnya, CV.Hilal Furniture melakukan komunikasi dan koordinasi
yang bertujuan sebagai upaya optimalisasi proses produksi, khususnya pada produk
almari 2 pintu, dalam hal ini biaya bahan baku dan energi.
Awalnya tidak terdapat penanganan apa pun yang dilakukan perusahaan terhadap
output negatif bahan baku yang diasilkan dari proses produksi almari 2 pintu.
Perusahaan hanya membuang output negatife bahan baku tersebut. Padahal perusahaan
dapat menjual sisa bahan baku yang tak terpakai (output negatif) walaupun harga
jualnya akan menurun.
Selain menjual bahan baku yang tersisa, perusahaan dapat mengurangi output
negatif dengan melakukan nesting. Nesting adalah perencanaan dalam menentukan
pola potongan. Hal itu akan menjadi acuan penempatan pengambilan tindakan
perbaikan untuk mengatur posisi dan arah letak dalam pemetaan untuk mengetahui
apakah masih terdapat bagian sisa bahan baku yang dapat digunakan kembali untuk
pembuatan produk almari 2 pintu berikutnya atau upaya pemetaan dalam hal
pengurangan jumlah kebutuhan bahan baku.
KESIMPULAN
26
27
28
DOKUMENTASI
29
30
31