Anda di halaman 1dari 16

PEDOMAN UMUM

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi kesehatan telah menjadi isu masyarakat dunia, karena kehidupan manusia
mendatang sangat ditentukan oleh gizi pangan yang dikonsumsi. Komitmen pemerintah
untuk mensejahterakan rakyat nyata dalam peningkatan kesehatan termasuk gizinya. Hal ini
terbukti dari penetapan perbaikan status gizi yang merupakan salah satu prioritas
Pembangunan Kesehatan 2010-2014. Tujuannya adalah untuk menurunkan prevalensi kurang
gizi sesuai dengan Deklarasi World Food Summit 1996 yang dituangkan dalam Milenium
Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, yang menyatakan setiap negara menurunkan
kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi 1990. Sebagaimana disebutkan di dalam
undang-undang No 36 tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar
gizi dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan
ilmu dan teknologi.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada balita
di Indonesia yaitu 19,6% gizi kurang, diantaranya 5,7% gizi buruk; gizi lebih 11,9%, stunting
(pendek) 37,2%. Proporsi gemuk menurut kelompok umur, terdapat angka tertinggi baik
pada balita perempuan dan laki-laki pada periode umur 0-5 bulan dan 6-11 bulan
dibandingkan kelompok umur lain. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini masih
banyak masyarakat khususnya ibu balita yang mempunyai persepsi tidak benar terhadap
balita gemuk. Data masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) berdasarkan hasil
survei nasional tahun 2003 sebesar 11,1% dan menurut hasil Riskesdas 2013, anemia pada
ibu hamil sebesar 37,1%.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan tujuan
perbaikan gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Mutu gizi
akan tercapai antara lain melalui penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
profesional di semua institusi pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang
penting adalah pelayanan gizi di Puskesmas, baik pada Puskesmas Rawat Inap maupun pada
Puskesmas Non Rawat Inap. Pendekatan pelayanan gizi dilakukan melalui kegiatan spesifik
dan sensitif, sehingga peran program dan sektor terkait harus berjalan sinergis. Pembinaan
tenaga kesehatan/tenaga gizi puskesmas dalam pemberdayaan masyarakat menjadi hal sangat
penting.
Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung dan
di luar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya bersifat individual, dapat berupa
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan di dalam gedung juga
meliputi perencanaan program pelayanan gizi yang akan dilakukan di luar gedung.
Sedangkan pelayanan gizi di luar gedung umumnya pelayanan gizi pada kelompok dan
masyarakat dalam bentuk promotif dan preventif. Dalam pelaksanaan pelayanan gizi di
Puskesmas, diperlukan pelayanan yang bermutu, sehingga dapat menghasilkan status gizi
yang optimal dan mempercepat proses penyembuhan pasien. Pelayanan gizi yang bermutu
dapat diwujudkan apabila tersedia acuan untuk melaksanakan pelayanan gizi yang bermutu
sesuai dengan 4 pilar dalam Pedoman Gizi Seimbang (PGS).
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan umum
Sebagai acuan bagi petugas dalam menyelenggarakan pelayanan gizi untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, promotif, dan
kuratif yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk memahami definisi indikator program gizi
b. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemampuan, dan perilaku masyarakat tentang
pentingnya pentingnya pencegahan dan penanggulangan masalah gizi.
c. Terciptanya kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam menyelesaikan
permasalahan tentang gizi.
C. Sasaran Pedoman
1. Tenaga Gizi Puskesmas Aska
2. Pengelola Program Kesehatan dan Lintas Sektor terkait
D. Ruang Lingkup Pedoman
1. Pemantauan Pertumbuhan Balita
a. Balita yang naik berat badannya
b. Balita bawah garis merah (BGM)
2. Pelayanan Gizi
a. Cakupan balita mendapat kapsul Vitamin A dua kali per tahun
b. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe
c. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A
d. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi BGM dari
keluarga miskin
e. Balita gizi buruk (BB/TB <-3 SD WHO NCHS) mendapat perawatan
3. Pelayanan Kesehatan Anak Pra-Sekolah dan Usia Sekolah
a. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita & pra-sekolah
b. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan atau
tenaga terlatih / guru UKS / dokter kecil
c. Cakupan pelayanan kesehatan remaja
4. Penyuluhan Perilaku Sehat
a. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif
b. Desa dengan garam beryodium baik
E. Landasan Hukum
Sebagai dasar penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat di puskesmas Lappae
diperlukan peraturan perundang-undangan pendukung. Beberapa ketentuan perundang-
undangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Asi Eksklusif
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333 tahun 1999 tentang Standar Pelayanan
Puskesmas Perawatan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2013 tentang Kecukupan Gizi yang
dianjurkan bagi bangsa Indonesia
F. Batasan Operasional
Adapun definisi operasional penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas
Aska sebagai berikut :
1. Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita yang ditimbang (D) di Posyandu
maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
2. Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada
pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS.
3. Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan bayi 6-11 bulan mendapat
kapsul vitamin A warna biru satu kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul
vitamin A warna merah dosis tinggi dua kali per tahun di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
4. Cakupan Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe adalah cakupan Ibu hamil yang mendapat 90
tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
5. Cakupan wanita usia subur yang mendapatkan kapsul yodium adalah wanita usia subur di
daerah endemik sedang dan berat yang mendapat kapsul yodium di satu wilayah kerja
pada waktu kurun tertentu.
6. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A
7. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia 6-11 bulan BGM dari
keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram per hari selama 90
hari.
8. Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana
pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
9. Bayi yang mendapat ASI eksklusif ádalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir
sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
10. Desa dengan garam beryodium baik adalah desa/kelurahan dengan 21 sampel garam
konsumsi yang diperiksa hanya ditemukan tidak lebih dari satu sampel garam konsumsi
dengan kandungan yodium kurang dari 30 ppm pada kurun waktu tertentu.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia kesehatan (SDM Kesehatan)
merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan. Pendidikan, dan
pelatihan, serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna
mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Yang dimaksud dengan
kualifikasi SDM, sama halnya dengan job spesifikasi, yaitu minimal golongan/jabatan, masa
kerja minimal, pendidikan minimal, pengalaman kerja, nilai performance (kinerjanya), dan
standar kompetensi. Secara umum kebijakan tentang tenaga kesehatan, khususnya yang
berkaitan dengan kualitas atau mutu, antara lain dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah (PP)
No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam PP ini antara lain dinyatakan : 1)
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang kesehatan yang
dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan (Pasal 3); dan 2) Setiap tenaga kesehatan
dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan
(Pasal 21). Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh sistem dan tenaga pelayanan.
Ketenagaan pelayanan seringkali menghadapi kendala dalam hal jumlah, sebaran, mutu dan
kualifikasi Sumber Daya Manusianya. Untuk Puskesmas Garung, Kualifikasi Sumber Daya
Manusia sudah sesuai, walaupun masih ada beberapa tenaga yg belum melanjutkan ke
jenjang yang diharapkan. Namun masih akan terus diupayakan agar semua tenaga mencapai
kualitas seperti yg diharapkan
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan unit pelayanan program Gizi Puskesmas

No Jenis Tenaga Puskesmas


Wajib Ada Kekurangan
1 Sarjana kesehatan 2 2 cukup
Masyarakat (S1 Gizi)

C. Jadwal Kegiatan
1. Jadwal Kegiatan Pemantauan Kesehatan Bayi dan Balita, dan Pelayanan PUS/WUS sesuai
dengan jadwal Posyandu yang telah ditentukan :
TEMPAT PELAYANAN
NO TANGGAL
POSYANDU
1 Tanggal 05 Dusun Leppang
2 Tanggal 06 Dusun Kalamisu
3 Tanggal 07 Dusun Hempengnge
4 Tanggal 08 Dusun Jenna
5 Tanggal 10 Dusun Caboro
6 Tanggal 12 Dusun Serre
7 Tanggal 14 Dusun Kaherrang
8 Tanggal 14 Dusun Topangka
9 Tanggal 15 Dusun Batuleppa
10 Tanggal 17 Dusun Jekka
11 Tanggal 17 Dusun Lempong Cellae
12 Tanggal 18 Dusun Ammessing
13 Tanggal 20 Dusun Pangisoreng
14 Tanggal 20 Dusun Sengkang
15 Tanggal 22 Dusun Labettang
16 Tanggal 24 Dusun Patohoni
17 Tanggal 26 Dusun Bola
18 Tanggal 27 Dusun Baru
19 Tanggal 28 Dusun Gareccing
20 Tanggal 29 Dusun Ajucoloe

2. Penjaringan dan Pemantauan Kesehatan Berkala di Sekolah : 2 kali dalam setahun pada
tingkat Sekolah Dasar (SD), SMP dan SMA yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Aska
( SDN 52 Pude, SDN 53 Kalamisu, SDN 206 Paolotong, SDN 230 Jenna, SDN 135 Palae,
SDN 224 Salenrang, SDN 85 Labettang, SDN 172 Hoddi, SDN 173 Patohoni, SDN 110
Jekka, SDN 54 Batuleppa, SDN 171 Tellang, SDN 134 Leppang I, SDN 245 Leppang II,
SDN 176 Bulu, MI Ihwanusshafa, MI Nuruttayyiebah, SDN 55 Kaherrang, SDN 203
Bola, MIN Sinsel, SMP 7 Sinsel, SMP 3 Sinsel, SMP 2 Sinsel, MTS Nurul izza, MAN
Nurul izza, SMA 11 Sinjai )
3. Pemberian Tablet Fe pada Remaja Putri : Setiap bulan pada tingkat SMP dan SMA
sederajat yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Aska
4. Garam Beriodium Tingkat Rumah Tangga : 2 kali dalam setahun disetiap Desa yang ada
di Wilayah Kerja Puskesmas Aska dengan cara random sampling (dipilih 1 dusun setiap
desa)
5. Pemantauan tumbuh kembang pada anak balita dan pra sekolah di PAUD dan TK setiap
bulan di wilayah kerja Puskesmas Aska ( PAUD Mawar paolotong, PAUD Samaturue
kalamisu, PAUD KB Asih Ballakale, Paud Melati HP, PAUD Taroada Serre, PAUD KB
ASIH Labettang, PAUD Permata kasih Ajucoloe, PAUD Mawar Patohoni, PAUD Mekar
Kaherrang, PAUD Sipakainge Ammessing, PAUD Harapan Baru, PAUD Nurul jannah
Topangka,TK RA.Purwanida 1 dan II,TK Pertiwi Aska, TK Pertiwi Palae, TK Pertiwi
Talle, TK Idhata I dan II, PAUD Tunas Bangsa Lmpong cellae, PAUD KB ASIH
Leppang, PAUD Harapan Bangsa Gareccing).
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan

TB/KUSTA

TOILET
R.KEPAL SURVEILANS
TATA USAHA
A PKM

PUS

P
PUSKES
MAS

R. KLINIK
GIZI
UKM

IMUNISASI GUDANG POLI KIA TANGGA


FARMASI

B. Standar Fasilitas
Untuk menunjang tercapainya tujuan kegiatan pelayanan program Gizi Puskesmas
memiliki penunjang yang harus dipenuhi :
1. Leaflet, Lembar balik, Materi Penyuluhan
2. Tabel Antropometri
3. Timbangan : Dacin, Timbanan Injak,Timbangan bayi
4. Microtoice/ Pengukur Tinggi badan, Pengukur LiLA dan Lingkar Kepala
5. Meja, Kursi, ATK, dan Blanko-blanko laporan lain
6. Kapsul Vit. A, Tablet Fe
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Ruang Lingkup Pelayanan


Secarah utuh kegiatan pelayanan program gizi masyarakat tidak sepenuhnya
dilakukan hanya di luar gedung, melainkan tahap perencanaan dilakukan di dalam
gedung.kegiatan pelayanan gizi masyarakat ditekankan kearah promotif, preventif yang
sasarannya adalah seluruh masyarakat yang berada di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Aska.
B. Strategi/Metode
Merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan Pelayanan
program Gizi. Ada tiga strategi yaitu :
1. Strategi Advokasi .
Merupakan kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar membantu atau
mendukung pelaksanaan program. Advokasi adalah pendekatan kepada pengambil
keputusan dari berbagai tingkat dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk meyakinan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan bahwa
program kesehatan yang akan dilaksanakan tersebut sangat penting oleh sebab itu perlu
dukungan kebijakan atau keputusan dari pejabat tersebut. Dukungan dari pejabat pembuat
keputusan dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-
undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dana atau fasilitas lain..
2. Strategi Kemitraan.
Tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dapat tercapai apabila ada dukungan
dari berbagai elemen yang ada di masyarakat. Dukungan dari masyarakat dapat berasal
dari unsur informal (tokoh agama dan tokoh adat) yang mempunyai pengaruh
dimasyarakat. Tujuannnya adalah agar para tokoh masyarakat menjadi jembatan antara
sektor kesehatan sebagai pelaksana program dengan masyarakat sebagai penerima
program kesehatan. Strategi ini dapat dikatanan sebagai upaya membina suasana yang
kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dapat berupa pelatihan tokoh masyarakat,
seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan sebagainya.
3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat.
Adalah strategi yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung. Tujuan utama
pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat
diwujudkan dengan berbagai kegiatan antara lain penyuluhan kesehatan,
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk usaha untuk
meningkatkan pendapatan keluarga. Dengan meningkatkan kemampuan ekonomi
keluarga akan berdampak terhadap kemampuan dalam pemeliharaan kesehatan. Misalnya
terbentuk dana sehat, terbentuk pos obat desa, dan sebagainya.
BAB V
LOGISTIK
Manajemen Logistik alat kesehatan adalah suatu pengetahuanatau seni serta proses
mengenai perencanaan, penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan serta
penghapusan material atau alat-alat kesehatan.
Tujuan dari manajemen logistik adalah tersedianya bahan setiap saat dibutuhkan, baik
mengenai jenis, jumlah maupun kualitas yang dibutuhkan secara efisien. Dengan demikian
manajemen logistik dapat dipahami sebagai proses penggerakkan dan pemberdayaan semua
sumber daya yang dimiliki dan atau potensial untuk dimanfaatkan,untuk operasional, secara
efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk menilai apakah pengelolaan logistik sudah memadai
adalah dengan menilai apakah sering terjadi keterlambatan dan atau bahan yang dibutuhkan tidak
tersedia, berapa kali frekuensinya, berapa banyak persediaan yang menganggur (idle stock) dan
berapa lama hal itu terjadi. Berapa banyak bahan yang kadaluarsa atau rusak atau tidak dapat
dipakai lagi.
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan program gizi direncanakan dalam
pertemuan lokakarya mini lintas program dan lintas sektor sesuai dengan tahapan kegiatan dan
metoda pelayanan gizi yang akan dilaksanakan.
Prosedur pengadaan barang dilakukan oleh koordinator program gizi berkoordinasi
dengan petugas pengelola barang dan dibahas dalam pertemuan mini lokakarya Puskesmas untuk
mendapatkan persetujuan Kepala Puskesmas. Sedangkan dana yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan kegiatan direncanakan oleh koordinator program gizi berkoordinasi dengan
bendahara puskesmas dan dibahas dalam kegiatan mini lokakarya puskesmas untuk selanjutnya
dibuat perencanaan kegiatan ( POA – Plan Of Action ).
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN
Keselamatan Sasaran adalah Reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak aman
dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui praktik yang terbaik untuk mencapai
luaran yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, October 2003). Keselamatan
sasaran menghindarkan sasaran dari potensi masalah dalam program gizi yang sebenarnya
bertujuan untuk membantu sasaran.

Tujuan keselamatan sasaran adalah terciptanya budaya keselamatan sasaran pelayanan


Program Gizi Puskesmas, meningkatnya akuntabilitas (tanggung jawab) petugas Program Gizi
terhadap sasaran, menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan) untuk tiap – tiap kegiatan yang
akan laksanakan.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan Program Gizi perlu
diperhatikan keselamatan kerja pegawai puskesmas dan lintas sektor terkait dengan melakukan
identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan
kegiatan.
Upaya pencegahan resiko terhadap pegawai harus dilakukan untuk tiap – tiap kegiatan
yang akan dilaksanakan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Kinerja pelaksanaan Pelayanan gizi dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan
indikator sebagai berikut :
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metode yang digunakan
4. Tercapainya indikator Pelayanan Gizi
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lintas program setiap bulan sekali dan lintas
sector 4 bulan sekali.
BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini sebagi acuan bagi petugas kesehatan terkait pelayanan Gizi dengan tetap
memperhatikan prinsip proses pembelajaran dan manfaat.Keberhasilan program gizi tergantung
pada komitment yang kuat dari semua terkait dalam upaya peningkatan program gizi di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Lappae

Aska, 02 Januari 2018

Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Aska

Ansar, S.Kep
Nip. 19751127 199503 1 002
DAFTAR PUSTAKA

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi


Masyarakat. 2004. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Ditjen Bina
Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai