PRESENTASI KASUS Asma Bronkial
PRESENTASI KASUS Asma Bronkial
ASTHMA BRONKIAL
Disusun Oleh:
110.2011.205
Pembimbing:
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat
dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus penyakit dalam ini dengan judul “
ASTHMA BRONKIAL ” sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon. Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis
hingga presentasi kasus ini selesai tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak.
Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin
1. dr. H. Rizky Drajat, Sp.P selaku konsulen SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon yang
telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan kritik kepada penulis dalam penyelesaian
2. Kedua orang tua tercinta dan tentunya teman-teman seperjuangan di bagian Ilmu Penyakit
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini, kesalahan dan
kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun tata bahasa yang disajikan.
Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang dibuat. Semoga
presentasi kasus ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca dalam memberikan
2
sumbang pikir dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran. Kritik dan saran yang
konstruktif sangat penulis harapkan demi memperoleh hasil yang lebih baik di dalam
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu merahmati kita
semua.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................2
Daftar isi .............................................................................................................4
Laporan kasus
1. Identitas ..................................................................................................5
2. Anamnesis................................................................................................5
3. Pemeriksaan fisik......................................................................................9
4. Pemeriksaan penunjang............................................................................11
5. Diagnosis..................................................................................................13
6. Diagnosis banding.....................................................................................13
7. Terapi........................................................................................................13
8. Prognosis..................................................................................................14
9. Follow up..................................................................................................15
Analisa kasus...................................................................................................... 18
Tinjauan Pustaka
1.1 Definisi…….............................................................................................22
1.2. Epidemiologi……………........................................................................22
1.3. Etiologi….................................................................................................23
1.4. Klasifikasi.................................................................................................24
1.5. Patofisiologi…..........................................................................................28
1.6. Diagnosis………………………………………………………………..32
1.7. Diagnosis banding……………………………………………………....36
1.8. Tatalaksana……………………………………………………….……..36
1.9. Komplikasi ……………………………………………...........................52
1.10. Prognosis………………………………………………........................52
Daftar Pustaka....................................................................................................53
4
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. F
Usia : 56 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
No. CM : 327***
Pembiayaan : BPJS
II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 20 Oktober 2015 di IGD RSUD Cilegon
pukul 19.00 WIB
o Keluhan Utama:
Sesak sejak 4 hari SMRS.
5
o Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak berwarna putih disertai demam, mual, dan muntah sejak 4 hari SMRS.
o Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang ke IGD pada tanggal 20 Oktober 2015 pada pukul 19.00 dengan keluhan sesak
nafas disertai batuk berdahak berwarna putih, demam, mual dan muntah sejak 4 hari SMRS.
Os mengatakan sesak dan batuk sering muncul saat malam hari menjelang pagi hari namun
dapat hilang spontan. Batuk berulang dan sesak dirasakan saat sedang memasak di pagi hari.
Sesak memberat apabila pasien merasa kelelahan. Sesak muncul ± 1x dalam 2 bulan. Suara
mengi juga terdengar oleh suami pasien saat pasien sedang tidur. BAB dan BAK dalam batas
normal. Tidak ada penurunan berat badan dan kringat malam.
Os juga mengatakan memiliki kebiasaan merokok dan bekerja di lingkungan dengan
paparan debu dan polusi.
o Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mangaku pernah mengalami riwayat penyakit seperti ini sebelumnya
Pasien mengaku memiliki riwayat asma dan alergi debu.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat pengobatan paru-paru sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit DM disangkal
Riwayat penyakit hepatitis disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
o Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat DM pada keluarga disangkal
Riwayat TB paru pada keluarga disangkal
Riwayat asma dan alergi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga disangkal
o Anamnesis Sistem:
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)
menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
6
(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma (-) Nyeri kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Sekret
(-) Radang (-) Gangguan penglihatan
(-) Sklera Ikterus (-) Penurunan ketajaman penglihatan
(-) Congjungtiva Anemis
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
7
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher
Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada (+) Sesak nafas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (+) Batuk
8
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi
(-) Kejang (-) Pingsan / syncope
(-) Afasia (-) Kedutan (tick)
(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis
STATUS GENERALIS:
- Kulit : Berwarna coklat muda, dan turgor kulit baik.
- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat lemah.
- Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut.
- Alis : Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.
- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat
dan isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,
dan tidak hiperemis.
9
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
tanda radang, membran timpani intak.
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligi lengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak
kotor, mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
- Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleidomastoideus,
dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi,
dan Jugular Venous Pressure bernilai 5+2 cmH2O.
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena, tak terdapat
spider nevy.
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat
retraksi dan pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,
fremitus taktil dan vokal kiri simetri kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru kanan dan kiri , serta terdapat peranjakan
paru hati pada sela iga VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+, ekspirasi memanjang.
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat
thrill
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung
kiri pada 2cm lateral ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan gallop
Abdomen
Inspeksi : Tampak simetris, datar, tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit, tidak
terlihat massa, tidak pelebaran vena, tidak terdapat caput medusa.
Auskultasi : Bising usus(+), bising aorta abdominalis tidak terdengar.
10
Palpasi : Supel, turgor baik, tidak terdapat nyeri tekan pada epigastrium. Tidak terdapat
nyeri lepas, tidak teraba massa, hepatomegali (-) spleenomegali (-),
Ballotement (-), Undulasi (-).
Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, terdapat nyeri ketuk pada
epigastrium, shifting dullness (-).
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
5 5
Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, kekuatan otot
5 5
Tidak terdapat udem pada tungkai bawah, tidak terdapat palmar
eritem, tidak terdapat clubbing finger.
Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.
Hematologi
GDS 84
Hemoglobin 12,7
12 – 18 gr/dl
Hematokrit 40,4 %
40 – 48 %
5.000 – 10.000
Leukosit 18.980
/uL
150.000 –
Trombosit 283.000
450.000/uL
Fungsi Hati
SGPT 58 0 – 37 U/l
11
SGOT 60 0 – 41 U/l
Fungsi ginjal
Elektrolit
Rontgen thoraks :
12
V. Diagnosis
Diagnosis Kerja: Asma Bronkial, dyspepsia
Dasar Diagnosis
Anamnesis : Sesak nafas yang berbunyi, batuk berdahak, demam(-) riwayat asma
dan alergi debu, mual dan muntah.
Pemeriksaan Fisik: Vesikuler, Ronchi, Wheezing +/+, ekpirasi memanjang,retraksi (-)
USULAN PEMERIKSAAN
IGD ALAMANDA
13
IX. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
14
S: O: A: P:
Pasien datang dari KU : TSS Asma bronkial dan -Nebu combivent 4x1
IGD dan mengatakan KS : CM dyspepsia -Cetirizin 2x1tab
sesak, batuk berdahak, TD : 90/60 mmHg -Ambroxol 3x1
mual, muntah dan N : 82x/menit -O2 3 lpm
demam S :36,3 C -Retaphyl 2x1tab
R : 24x/menit -Inj. Metilprednisolon
Saturasi O2 : 96% 2x62,5mg
Status generalis -Inj. Omeprazole 2x1
Kepala : normocephal -Ondancentron 3x4mg
Mata : KA -/- SI -/- -Bed rest
THT : NTT (-)
Wajah : deformitas (-)
Leher : pembesarn
KGB (-)
Dada : simetris
Cor : BJ I-II regular
gallop (-) murmur (-)
Pulmo : Vesikuler ka-
ki , Rhonki (-)
Wheezing (+)
Abdomen : BU (+)
normal
Extremitas : Akral
hangat
15
Follow up 22 Oktober 2015
S O A P
Os mengeluh mual, KU : TSS Asma bronkial dan -Nebu combivent 4x1
batuk dan sesak sudah KS : CM dyspepsia -Cetirizin 2x1tab
mulai berkurang TD : 100/70mmHg -Ambroxol 3x1
N : 86x/menit -O2 3 lpm
S : 36.6 C -Retaphyl 2x1tab
R : 20x/menit -Inj. Metilpredinisolon
Status generalis 2x62.5mg
Kepala : normocephal -Inj. Omeprazole 2x1
Mata : KA -/- SI -/- -Ondancentron 3x4mg
THT : NTT (-) -Sucralfat 3x1c
Wajah :deformitas (-) -Inj. Ranitidin 2x1amp
Leher : pembesaran -Bed rest
KGB (-)
Dada : simetris
Cor : BJ I-II regular
gallop (-) murmur (-)
Pulmo : Vesikuler ka-
ki , Rhonki (-)
Wheezing (-)
Abdomen : BU (+)
normal
Extremitas : Akral
hangat
16
Follow up 23 Oktober 2015
S O A P
Os mengatakan sudah KU : TSS Asma bronkial dan -Nebu combivent 4x1
tidak mual, batuk dan KS : CM dyspepsia -Cetirizin 2x1tab
sesak sudah mulai TD : 120/80mmHg -Ambroxol 3x1
berkurang N : 84x/menit -O2 3 lpm
S : 36.3 C -Retaphyl 2x1tab
R : 20x/menit -Inj. Metilpredinisolon
Status generalis 2x62.5mg
Kepala : normocephal -Inj. Omeprazole 2x1
Mata : KA -/- SI -/- -Ondancentron 3x4mg
THT : NTT (-) -Sucralfat 3x1c
Wajah :deformitas (-) -Inj. Ranitidin 2x1amp
Leher : pembesaran -BLPL
KGB (-)
Dada : simetris
Cor : BJ I-II regular
gallop (-) murmur (-)
Pulmo : Vesikuler ka-
ki , Rhonki (-)
Wheezing (-)
Abdomen : BU (+)
normal
Extremitas : Akral
hangat
17
ANALISA KASUS
Pemeriksaan Fisik
TTV
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 32x kali/menit
suhu : 37,2C
Status Generalis
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+, ekspirasi
memanjang.
18
- Aktivitas fisik yang berlebihan. Contoh: Berlari, olahraga.
- Emosional. Contoh: takut, marah, stress.
- Obat-obatan. Contoh: Aspirin, β-blocker, NSAIDs.
- Lain-lain, seperti: Pengawet makanan, haid, kehamilan, sinusitis, perubahan cuaca, dll.
19
4. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?
Sudah
21
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIAL
1. Definisi
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang
dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis
adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada
ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang
kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.1
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.2 Asma
bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi
dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran
napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara
spontan maupun karena pemberian obat.3 Gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang
akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi
derajatnya.1
2. Epidemiologi
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita
asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.1
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia
dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih
memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan
perempuan.4
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak
sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%,
sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di
beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun)
berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.
Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.5
22
3. Etiologi
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan:6
a. Faktor Genetik
1. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
2. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
3. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.
4. Ras
5. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator
tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan
penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan
status kesehatan.
b. Faktor Lingkungan
1. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti
anjing, kucing, dan lain-lain).
2. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
c. Faktor Lain
1. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan
penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
2. Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik,
antipiretik, dan lain lain.
3. Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
4. Ekspresi emosi berlebih
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus
segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat
23
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala
asmanya lebih sulit diobati.
5. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan
sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti
meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
6. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
7. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian
besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
8. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-
kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga
(serbuk sari beterbangan).
4. Klasifikasi
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat berat asma
persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau serangan asma
dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.7
24
d. Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala 7
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak ada satu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit, pemeriksaan
gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat
ringannya. Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma
ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala,
eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi b-2 agonis, dan uji faal paru) serta
obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi
pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten
sedang, dan persisten berat.
Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan
sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global Initiative
for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan
tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan
terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma serangan ringan, asma serangan
sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan antara asma kronik
dengan serangan asma akut. Dalam melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak
harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam
menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut) :
a. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2)
Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)
25
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7
26
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7
27
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut GINA tahun 2012 berdasarkan kontrol asma
5. Patofisiologi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel. Inflamasi
kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator yang dapat mengaktivasi sel
target di saluran nafas dan mengakibatkan bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskuler dan
edema, hipersekresi mukus, dan stimulasi refleks saraf . Pada asma terjadi mekanisme
hiperresponsif bronkus dan inflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoran mikrovaskuler, dan
mekanisme saraf.
Hiperresponsif bronkus adalah respon bronkus yang berlebihan akibat berbagai
rangsangan dan menyebabkan penyempitan bronkus. Peningkatan respons bronkus biasanya
mengikuti paparan alergen, infeksi virus pada saluran nafas atas, atau paparan bahan kimia.
Hiperesponsif bronkus dihubungkan dengan proses inflamasi saluran napas. Pemeriksaan
histopatologi pada penderita asma didapatkan infiltrasi sel radang, kerusakan epitel bronkus,
dan produksi sekret yang sangat kental. Meskipun ada beberapa bentuk rangsangan, untuk
terjadinya respon inflamasi pada asma mempunyai ciri khas yaitu infiltrasi sel eosinofil dan
limfosit T disertai pelepasan epitel bronkus .
Pada saluran napas banyak didapatkan sel mast, terutama di epitel bronkus dan dinding
alveolus, sel mast mengandung neutral triptase. Triptase mempunyai bermacam aktivitas
proteolitik antara lain aktivasi komplemen, pemecahan fibrinogen dan pembentukan kinin. Sel
mast mengeluarkan berbagai mediator seperti histamin, prostaglandin-D2 (PGD2), dan
Leukotrien-C4 (LTC4) yang berperan pada bronkokonstriksi. Sel mast juga mengeluarkan
enzim tripase yang dapat memecah peptida yang disebut vasoactive intestinal peptide (VIP)
dan heparin. VIP bersifat sebagai bronkodilator . Heparin berperan dalam mekanisme anti
inflamasi, heparin mengubah basic protein yang dikeluarkan oleh eosinofil menjadi tidak
aktif. 9
28
Makrofag terdapat pada lumen saluran nafas dalam jumlah banyak, diaktivasi oleh Ig E
dependent mechanism sehingga makrofag berperan dalam proses inflamasi pada penderita
asma. Makrofag melepaskan mediator seperti tromboksan A2, prostaglandin, platelet
activating factor, leukotrien-B4 (LTB4), tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1),
reaksi komplemen dan radikal bebas oksigen. Berbeda dengan sel mast, pelepasan mediator
oleh makrofag dapat dihambat dengan pemberian steroid tetapi tidak oleh golongan agonis
beta-2. Infiltrasi eosinofil di saluran napas, merupakan gambaran khas untuk penderita asma.
Inhalasi alergen menyebabkan peningkatan eosinofil pada cairan bilasan bronkoalveolar pada
saat itu dan beberapa saat sesudahnya (reaksi lambat). Terdapat hubungan langsung antara
jumlah eosinofil pada darah perifer dan pada bilasan bronkoalveolar dengan hiperresponsif
bronkus. Eosinofil melepaskan mediator seperti LTC4, platelet activating factor (PAF),
radikal bebas oksigen, mayor basic protein (MBP), dan eosinofil derived neurotoxin (EDN)
yang bersifat sangat toksik untuk saluran napas. 9
Neutrofil banyak dijumpai pada asma yang diakibatkan oleh kerja. Neutrofil diduga
menyebabkan kerusakan epitel oleh karena pelepasan metabolit oksigen, protease dan bahan
kationik. Neutrofil merupakan sumber mediator seperti prostaglandin, tromboxan, leukotrien-
B4 (LTB4), dan PAF. Limfosit T diduga mempunyai peranan penting dalam respon inflamasi
asma, karena masuknya antigen ke dalam tubuh melalui antigen reseptor complemen-D3
(CD3). Secara fungsional CD3 dibagi menjadi 2 yaitu CD4 dan CD8. Limfosit T CD4 setelah
diaktivasi oleh antigen, akan melepaskan mediator protein yang disebut limfokin. Limfokin
dapat mengumpulkan dan mengaktifkan sel granulosit. 9
Limfosit T CD4 merupakan sumber terbesar dari IL-5. Zat IL-5 dapat merangsang
maturasi dan produksi sel granulosit dari sel prekursor, memperpanjang kehidupan sel
granulosit dari beberapa hari sampai beberapa minggu, bersifat kemotaksis untuk sel
eosinofil, merangsang eosinofil untuk meningkatkan aktivitas respon efektor, mengaktivasi
limfosit B untuk membuat antibodi yang dapat menimbulkan respon imun.
Kerusakan sel epitel saluran napas dapat disebabkan oleh karena basic protein yang
dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan radikal bebas oksigen dari bermacam-macam sel
inflamasi dan mengakibatkan edema mukosa . Sel epitel sendiri juga mengeluarkan mediator.
Kerusakan pada epitel bronkus merupakan kunci terjadinya hiperresponsif bronkus, ini
mungkin dapat menerangkan berbagai mekanisme hiperresponsif bronkus oleh karena
paparan ozon, infeksi virus, dan alergen. Pada manusia, epitel bronkus dan trakea dapat
membentuk PGE2 dan PGF2 alfa serta 12 dan 15 hydroxyicosotetraenoic (12- HETE dan 15-
HETE). 15-HETE bersifat kemotaksis terhadap eosinofil. Kerusakan epitel mempunyai
peranan terhadap terjadinya hiperresponsif bronkus melalui cara pelepasan epitel yang
menyebabkan hilangnya pertahanan, sehingga bila terinhalasi, bahan iritan akan langsung
mengenai submukosa yang seharusnya terlindungi. Pelepasan epitel bronkus meningkatkan
kepekaan otot polos bronkus terhadap bahan spasmogen. Kerusakan epitel bronkus
menyebabkan ujung saraf perifer langsung terkena paparan atau teraktivasi oleh mediator
inflamasi sehingga mengakibatkan terjadinya inflamasi melalui mekanisme akson refleks. Sel
29
epitel mungkin dapat memproduksi enzim yang merusak mediator, yaitu neutral actoenzym
endopeptidase yang dapat merusak bradikinin dan substan-P. 9
Mekanisme kebocoran mikrovaskuler terjadi pada pembuluh darah venula akhir kapiler.
Beberapa mediator seperti histamin, bradikinin, dan leukotrin dapat menyebabkan kontraksi
sel endotel sehingga terjadi ekstravasasi makromolekul. Kebocoran mikrovaskuler
mengakibatkan edema saluran napas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikuti penebalan
submukosa. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tahanan saluran napas dan merangsang
konstraksi otot polos bronkus. Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi kebocoran
mikrovaskuler pada saluran napas. Penurunan adrenalin dan kortikosteroid pada malam hari
mengakibatkan terjadinya pelepasan mediator dan dalam terjadinya asma pada malam hari.9
Pengaruh mekanisme saraf otonom pada hiperresponsif bronkus dan patogenesis asma
masih belum jelas, hal ini dikarenakan perubahan pada tonus bronkus terjadi sangat cepat.
Peranan saraf otonom kolinergik, adrenergik, dan nonadrenergik terhadap saluran napas telah
diidentifikasi. Beberapa mediator inflamasi mempunyai efek pada pelepasan neurotransmiter
dan mengakibatkan terjadinya reaksi reseptor saraf otonom . Saraf otonom mengatur fungsi
saluran nafas melalui berbagai aspek seperti tonus otot polos saluran napas, sekresi mukosa,
aliran darah, permeabilitas mikrovaskuler, migrasi, dan pelepasan sel inflamasi. Peran saraf
kolinergik paling dominan sebagai penyebab peneliti melaporkan bahwa rangsangan yang
disebabkan oleh sulfur dioksida, prostaglandin, histamin dan bradikinin akan merangsang
saraf aferen dan menyebabkan bronkokonstriksi. Bronkokonstriksi lebih sering disebabkan
karena rangsangan reseptor sensorik pada saluran napas (reseptor iritan, C-fibre) oleh
mediator inflamasi. 9
Mekanisme adrenergik meliputi saraf simpatis, katekolamin yang beredar dalam darah,
reseptor alfa adrenergik, dan reseptor beta adrenergik. Pemberian obat agonis adrenergik
memperlihatkan perbaikan gejala pada penderita asma, hal ini menunjukkan adanya defek
mekanisme adrenergik pada penderita asma. Saraf adrenergik tidak mengendalikan otot polos
saluran napas secara langsung, tetapi melalui katekolamin yang beredar dalam darah.9
30
31
Gambar. Patofisologi asma
6. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi,
rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang
mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.7
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan
darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi
memanjang diserta ronki kering, mengi.7
c. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).7
d. Pemeriksaan Penunjang 7
1. Spirometri
32
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas
penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak
20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
33
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk mendapatkan
nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara:
Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/perbedaan nilai APE
pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah
bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam
sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan presentase rata-rata nilai APE
Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi
sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan
persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).1
4. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan
gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan.
5. Pemeriksaan IgE.
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit.
Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang
positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan
dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan
(pada dermographism).
34
6. Petanda inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas
penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan
petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan
melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara
yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan
antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat
berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi,
tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
35
7. Diagnosis Banding
a. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat.
Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan
kemampuan jasmani.
b. Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.
d. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak
napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup
agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Kriteria asma terkontrol penuh menurut GINA 2012, antara lain:
Tidak ada gejala harian
Tidak ada serangan asma malam (nokturnal)
Tidak ada keterbatasan fisik
Tidak menggunakan obat pelega (reliever)
APE atau VEP1 normal
Tidak ada kunjungan ke igd
36
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan
medikamentosa : 10
a. Pengobatan non-medikamentosa
Penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pengendali emosi
Pemakaian oksigen
b. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas
pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol
sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
a. Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi
37
gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi
adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Obat
Beklometason dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug
Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
b. Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek
samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.
38
d. Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol,
berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan
memperbaiki faal paru.
f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator,
juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk
tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas
(antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
2. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas. Termasuk pelega adalah 10:
39
Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi
penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat
bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma
b. Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan
agonis beta-2 kerja singkat.
c. Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin
dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan
tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang
disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium
bromide.
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan
harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular.
Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat
(bedside monitoring).
40
Asma Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid inhalasi Ditamba
Persisten glukokortikostero (400-800 ug BD atau h agonis
Sedang id ekivalennya) ditambah Teofilin beta-2
lepas lambat ,atau kerja
(400-800 ug BD/hari Glukokortikosteroid inhalasi lama
atau ekivalennya) (400-800 ug BD atau oral, atau
dan agonis beta-2 ekivalennya) ditambah agonis Ditamba
kerja lama beta-2 kerja lama oral, atau h teofilin
Glukokortikosteroid inhalasi lepas
dosis tinggi (>800 ug BD atau lambat
ekivalennya) atau
Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolon/ metilprednisolon oral
Persisten glukokortikostero selang sehari 10 mg
Berat id (> 800 ug BD
atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama
dan agonis beta-2 oral, ditambah teofilin lepas
kerja lama, lambat
ditambah 1 di
bawah ini:
teofilin lepas
lambat
leukotriene
modifiers
glukokortikostero
id oral
41
42
43
44
Tabel 14. Tujuan penatalaksanaan asma jangka panjang
Tujuan: Tujuan:
Obat asma
Bentuk/ kemasan
Jenis Obat Golongan Nama Generik
obat
Pengontrol
45
Kromolin IDT
Bambuterol Oral
Formoterol Turbuhaler
Oral, IDT,
Terbutalin Turbuhaler,
solutio
Ampul (injeksi)
Prokaterol
IDT
Antikolinergik Fenoterol
IDT, solutio
Metilsantin
Ipratropium bromide
IDT, Solutio
Teofilin
Oral
Agonis beta-2 kerja lama Aminofilin
Oral, Injeksi
Kortikosteroid sistemik Teofilin lepas lambat
Oral
Formoterol
Turbuhaler
Metilprednisolon
Oral, injeksi
Prednison
Oral
46
Keterangan
IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose Inhaler / MDI , dapat digunakan bersama dengan spacer
Metilprednisolon
Tablet 4-40 mg/ hari, dosis 0,25 – 2 mg/ kg BB/ Pemakaian jangka
tunggal atau terbagi hari, dosis panjang dosis 4-
tunggal atau 5mg/ hari atau 8-
4 , 8, 16 mg
terbagi 10 mg selang
sehari untuk
mengontrol
Prednison Short-course : asma , atau
sebagai
Tablet 5 mg pengganti
Short-course :
20-40 mg /hari steroid inhalasi
pada kasus yang
1-2 mg /kgBB/ hari tidak dapat/
dosis tunggal atau terbagi
selama 3-10 hari mampu
Maks. 40 mg/hari, menggunakan
selama 3-10 hari steroid inhalasi
Kromolin &
Nedokromil
Kromolin
IDT 1-2 semprot, 1 semprot, - Sebagai alternatif
antiinflamasi
5mg/ semprot 3-4 x/ hari 3-4x / hari
47
Salmeterol IDT 25 mcg/ 2 – 4 semprot, 1-2 semprot, Digunakan bersama/
semprot kombinasi
dengan steroid
2 x / hari 2 x/ hari
inhalasi untuk
Rotadisk 50 mcg
mengontrol
asma
Tablet 10mg
2 x 5 ml/hari
Kecuali formoterol
yang
2 x 2,5 ml/hari mempunyai
IDT 4,5 ; 9 onset kerja cepat
mcg/semprot dan berlangsung
lama, sehingga
dapat digunakan
4,5 – 9 mcg mengatasi gejala
pada eksaserbasi
Formoterol 1-2x/ hari 2x1 semprot
(>12 tahun)
Metilxantin
serum dilakukan
rutin, mengingat
200-400 mg
sangat
400 mg bervariasinya
1x/ hari metabolic
48
clearance dari
teofilin,
sehingga
mencegah efek
samping
Antileukotrin
Flutikason propionat IDT 50, 125 mcg/ 125 – 500 mcg/ hari 50-125 mcg/ hari Dosis bergantung
semprot kepada derajat
berat asma
100 – 800
IDT , Turbuhaler
Sebaiknya diberikan
Budesonide mcg/ hari 100 –200 mcg/ hari
dengan spacer
100, 200, 400 mcg
IDT, rotacap,
rotahaler,
rotadisk
49
Tabel 20. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma
Terbutalin
0,25-0,5 mg, Inhalasi Penggunaan
IDT 0,25 mg/ semprot
obat
pelega
3-4 x/ hari 0,25 mg
Turbuhaler 0,25 mg ; 0,5 mg/ sesuai
hirup kebutuha
3-4 x/ hari n, bila
perlu.
Respule/ solutio 5 mg/ 2ml
(> 12 tahun)
Tablet 2,5 mg
oral 1,5 – 2,5 mg, oral
Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5ml
3- 4 x/ hari 0,05 mg/ kg BB/ x,
3-4 x/hari
100 mcg
Salbutamol
IDT 100 mcg/semprot
inhalasi 3-4x/ hari
Untuk
Nebules/ solutio
mengatas
200 mcg 0,05 mg/ kg BB/ x,
i
2,5 mg/2ml, 5mg/ml eksaserba
3-4 x/ hari 3-4x/ hari si , dosis
pemeliha
Tablet 2mg, 4 mg raan
oral 1- 2 mg,
Sirup 1mg, 2mg/ 5ml berkisar 3-4x/
3-4 x/ hari 100 mcg, hari
3-4x/ hari
Fenoterol
IDT 100, 200 mcg/ semprot
200 mcg 10 mcg,
3-4 x/ hari
Solutio 100 mcg/ ml
10-20 mcg, 2 x/ hari
2 x 25 mcg/hari
Prokaterol
IDT 10 mcg/ semprot
2-4 x/ hari 2 x 2,5 ml/hari
Tablet 25, 50 mcg
2 x 50 mcg/hari
Sirup 5 mcg/ ml
2 x 5 ml/hari
Antikolinergik
50
Ipratropium bromide IDT 20 mcg/ semprot 40 mcg, 20 mcg, Diberikan
kombinas
i dengan
3-4 x/ hari 3-4x/ hari
agonis
beta-2
kerja
singkat,
untuk
Solutio 0,25 mg/ ml (0,025%) 0,25 mg, setiap 6 jam 0,25 –0,5 mg tiap 6
mengatas
jam i
(nebulisasi) serangan
Kombinasi
dengan
agonis
beta-2
pada
pengobat
an jangka
panjang,
tidak ada
manfaat
tambahan
Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon Short-course
efektif
Tablet 4, 8,16 mg Short-course : Short-course:
utk
mengontr
24-40 mg /hari 1-2 mg/ kg BB/
ol asma
hari,
pada
maksimum
Prednison dosis tunggal atau terapi
terbagi selama 3- awal,
10 hari 40mg/ hari selama sampai
Tablet 5 mg tercapai
3-10
APE
80%
hari terbaik
atau
gejala
mereda,
umumny
a
membutu
hkan 3-
10 hari
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Metilsantin
Teofilin Tablet 130, 150 mg 3-5 mg/ kg BB/ kali, 3- 3-5mg/kgBB kali, Kombinasi
4x/ hari 3-4 x/ hari teofilin
/aminofli
Aminofilin Tablet 200 mg
n dengan
agonis
beta-2
kerja
singkat
(masing-
masing
dosis
minimal),
51
meningka
tkan
efektiviti
dengan
efek
samping
minimal
9. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks
e. Emfisema
10. Prognosis
Angka mortalitas pasien asma sangat kecil. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, jumlah
kematian karena asma kurang dari 6000 kematian pertahunnya dari populasi 10.000.000 pasien.
Informasi yang adekuat terhadap pasien mengenai pencegahan penyakit dapat memberikan
prognosis yang baik, terutama bila penyakitnya ringan dan berkembang pada masa kanak-kanak.
Jumlah anak yang tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun setelah didiagnosis pertama bervariasi
dari 26-78%, atau rata-rata 46%, presentase pasien yang asmanya berlanjut menjadi asma dengan
derajat berat hanya 6-19%. Remisi spontan terjadi pada sekitar 20% pasien asma setelah dewasa,
dan sebanyak 40% mengalami perbaikan derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien
asma dengan stimulus komorbid seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan fungsi paru
yang ireversibel.
52
DAFTAR PUSTAKA
13. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. 2008.
Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill.
14. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and
Prevention. Canada, 2015.
15. Asthma Pathophysiology. http://www.alvesco.com/en/About-Asthma/Asthma-
pathophysiology
53