Anda di halaman 1dari 44

KONSEP TEORI DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

KERACUNAN KOROSIF DAN NON KOROSIF

OLEH KELOMPOK 5:

PUTU INDAH JELITA LESTARI


NI WAYAN KENDRANITI
NI PUTU SUYATI NINGSIH
NI WAYAN SUTARNI
NI LUH WIDARSIH
NI MADE WIDYANTHI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkatNya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Konsep
Teori dan Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keracunan Korosif dan Non
Korosif” tepat pada waktunya.
Makalah ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha penulis
sendiri, melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini saya selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang sudah membantu baik bantuan secara fisik maupun batin yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini ini. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 25 Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................2
A. Latar Belakang..............................................................................................2
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Definisi Keracunan........................................................................................2
B. Keracunan Korosif dan Non Korosif.............................................................2
C. Epidemiologi.................................................................................................2
D. Patofisiologi Keracunan Non Korosif (CO)..................................................2
E. Pathway Keracunan Non Korosif dan Korosif..............................................2
F. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang............................................................2
G. Penatalaksanaan Keracunan Korosif.............................................................2
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.............................................................2
BAB III PENUTUP.................................................................................................2
A. Kesimpulan....................................................................................................2
B. Saran..............................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................2

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada waktu ini, kita hidup dalam lingkungan yang dikelilingi oleh racun
atau bahan-bahan yang potensial menjadi racun. Dalam menghadapi keadaan
ini, di Amerika Serikat terdapat kurang lebuh 500 badan atau lembaga yang
tersebar di seluruh negeri dan dikenal sebagai “Poison Control Center” atau “
Pusat Pengendali Racun” (PPR).
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui
mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan
terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan
atau menggaggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan (Mc
Graw-Hill Nursing Dictionary). Karena adanya bahan – bahan yang
berbahaya, Menteri Kesehatan telah menetapkan peraturan No.
453/MEN.KES/PER/XI./1983 tanggal 16 Nopember 1983 tentang Bahan –
bahan Berbahaya. Karena tingkat bahayanya yang meliputi : besar dan luas
jangkauan, kecepatan penjalaran, dan sulitnya dalam penanganan dan
pengamanannya, bahan- bahan berbahaya atau yang dapat membahayakan
kesehatan rakyat secara langsung atau tidak langsung dibagi 4 kelas.
Sedangkan berdasarkan jenis bahayanya, bahan berbahaya dapat dibagi dalam
13 kelompok.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari keracunan?
2. Apakah yang dimaksud dengan keracunan korosif dan non korosif?
3. Bagaimanakah epidemiologi keracunan korosif dan non korosif ?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari keracunan korosif dan non korosif?
5. Bagaimanakah pathway dari keracunan korosif dan non korosif?
6. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik/ penunjang keracunan korosif dan
non korosif?
7. Bagaimana penatalaksanaan keracunan korosif dan non korosif?

1
8. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
pencernaan (keracunan korosif dan non korosif) ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi dari keracunan.
2. Untuk mengetahui tentang maksud dari keracunan korosif dan non korosif.
3. Untuk mengetahui tentang epidemiologi keracunan korosif dan non
korosif.
4. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari keracunan korosif dan non
korosif.
5. Untuk mengetahui tentang pathway dari keracunan korosif dan non
korosif.
6. Untuk mengetahui tentang jenis pemeriksaan diagnostik/ penunjang
keracunan korosif dan non korosif.
7. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan keracunan korosif dan non
korosif.
8. Untuk mengetahui tentang konsep dasar asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem pencernaan (keracunan korosif dan non korosif).

D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa maupun pembaca
yang membaca makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
konsep teori dan konsep dasar asuhan keperawatan keracunan korosif dan non
korosif yang ada dan menyesuaikan dengan setiap asuhan keperawatan. Dapat
menambah wawasan dan pengetahuan penulis beserta civitas akademika
tentang konsep teori dan konsep dasar asuhan keperawatan keracunan korosif
dan non korosif.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Keracunan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakan.
Keracunan dapat diartikan sebagai setiap keadaaan yang menunjukkan
kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak jelas. (Arief Mansjoer, 1999)
Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif
yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering, pembersih toilet, deterjen
non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang digunakan untuk
jam, kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih toilet, pembersih kolam
renang, pembersih logam, penghilang karat, dan asam baterai) (Brunner &
Suddarth, 2001).
Keracunan non korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat non
korosif yang meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)

B. Keracunan Korosif dan Non Korosif


1. Keracunan Korosif
Keracunan korosif meliputi keracunan alkali, asam klorida, asam oksalat,
aseton, formaldehid, natrium hipoclorid.
a. Keracunan Alkali :
1) Bahan-bahan yang termasuk alkali :
Cairan pembersih saluran, bubuk/cairan pembersih mobil, deterjen,
ammonia, button batteries. Senyawa alkali dengan protein akan
membentuk proteinat dan dengan lemak akan membentuk sabun. Dengan
demikian, jika terjadi kontak dengan senyawa alkali dengan jaringan akan
menyebabkan jaringan menjadi lunak, nekrotik, dan akan terjadi penetrasi
yang dalam. Karena kelarutannya dapat menyebabkan terjadi penetrasi
lebih lanjut dalam beberapa hari. Akibat stimulasi yang intensif dari

3
senyawa alkali menyebabkan hilangnya refleks tonus vaskuler dan
hambatan kerja jantung.
2) Bahaya alkali terhadap kesehatan :
 Inhalasi : iritasi saluran nafas , nyeri kepala , odema
dan kerusakan paru.
 Kontak kulit : iritasi dan radang kulit
 Kontak melalui mata : iritasi mata , kebutaan
 Tertelan : nyeri menelan , hipersalivasi, muntah,
hematomesis melana , nyeri dada, sesak,
demam.
b. Keracunan Asam Klorida
1) Bahan – bahan yang termasuk asam klorida : Campuran pembersih
keramik.
2) Bahaya asam klorida bagi kesehatan :
 Inhalasi: iritasi saluran nafas , nyeri dada , odema paru.
 Kulit : iritasi dan radang kulit
 Mata : iritasi mata dan kebutuhan
 Tertelan : rasa terbakar , mual dan muntah
c. Keracunan Asam Oksalat
1) Bahan yang termasuk asam oksalat : Pemutih, pembersih, logam,
pembersih karet.
2) Bahaya asam oksalat terhadap kesehatan :
 Inhalasi : luka bakar, muntah, sukar bernafas, sakit kepala,dan
kerusakan ginjal
 Kulit : luka bakar sianosis
 Mata : luka bakar
 Tertelan : luka bakar, mual, diare, nyeri perut, mabuk dan kerusakan
ginjal.
d. Keracunan Minyak Tanah :
Minyak tanah merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon. Nama
lain dari minyak tanah : kerosene, paraffin bakar, atau minyak lampu. Minyak
tanah diabsorpsi secara lambat melalui lambung, usus dan paru-paru.
Bahaya minyak tanah bagi kesehatan :
a) Inhalasi :
Iritasi, mual, muntah, mabuk, bendungan dan kerusakan paru, sakit kepala
dan sensasi kegelian.

4
b) Kontak melalui kulit :
Iritasi kulit, melepuh, mual, nyeri kepala, mabuk, kejang.
c) Kontak melalui mata :
Iritasi mata
d) Tertelan : mual, muntah, aritmia jantung, mabuk, sianosis, bendungan dan
kerusakan paru.
e. Keracunan Bensin :
Bensin merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon berbau khas
dan mudah terbakar. Aspirasi bensin dalam beberapa Ml dapat menyebabkan
pneumonia. Penelanan 10 -20 ml bensin dapat menyebabkan keracunan yang
serius.
Efek potensial bensin terhadap kesehatan :
 Inhalasi : iritasi , telinga berdenging , mual ,muntah , dada perih sukar
bernafas, nyeri
 Kontak melalui kulit : iritasi kuli , melepuh
 Kontak melaui mata : iritasi mata , perih
 Tertelan : mual , muntah , diare , dada perih , sukar bernafas , denyut
jantung tidak normal ,sakit kepala , rasa ngantuk
f. Keracunan Sianida :
Sianida merupakan bahan yang amat beracun dan bereaksi sangat cepat dan
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Sianida berasal dari fungsida
untuk pembasmian serangga dan tikus , hasil pembakaran sampah plastic ,
penyepuhan logam dll
Gambar Klinis Keracunan Sianida :
1) Nyeri kepala
2) Mual
3) Dispnoe
4) Bingung
5) Kejang
6) Koma
7) Sinkop

2. Keracunan Non Korosif


Keracunan non korosif meliputi keracunan makanan, obat-obatan, gas (CO).
Keracunan makanan, yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia

5
(fermentasi) dan pembusukkan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan
makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang mengandung asam sianida (HCn),
jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting.
Keracunan makanan dapat terjadi karena :
 Makanan tersebut memang mengandung zat-zat kimia yang berbahaya
(singkong, jamur dsb.)
 Timbul zat beracun dalam makanan tersebut karena proses pengolahan dan
penyimpanan
 Makanan tercemar oleh zat beracun baik disengaja ( pengawet,zat
warna,penyedap ) ataupun tidak disengaja (salmonella, staphylococcus dsb.)
a. Keracunan Ketela Pohon
Dapat terjadi karena ketela pohon yang mengandung cyanogenic
unamarine (mengandung HCN ).
Gejala klinis :
1) Tergantung pada kandungan HCN, kalau banyak dapat menyebabkan
kematian dengan cepat
2) Penderita merasa mual, perut terasa panas, pusing, lemah dan sesak
3) Pernafasan cepat dengan bau khas ( bitter almond )
4) Kejang, lemas, berkeringat,mata menonjol dan midriasis
5) Mulut berbusa bercampur darah
6) Warna kulit merah bata ( pada orang kulit putih ) dan sianosis
Penatalaksanaan :
1) Bebaskan jalan nafas,perbaiki sirkulasi dan beri oksigen.
2) Eliminasi racun ( rangsang muntah, kumbah lambung, pemberian
norit)
3) Pemberian antidotum seperti Sodium thiosulfat IV pelan-pelan dan
4) Sodium nitrit IV pelan-pelan sesuai dengan dosis
b. Keracunan Jengkol
Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam jengkolat di
tubuli,ureter dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.
Gejala klinik :

6
1) Sakit pinggang,nyeri perut,muntah,kencing sedikit-sedikit dan terasa
sakit
2) Hematuria,oliguria sampai anuria dan kencing bau jengkol
3) Dapat terjadi gagal ginjal akut
Penatalaksanaan :
1) Rangsang muntah
2) Kumbah lambung
3) Beri norit
4) Alkalinisasi : Nabic, bila penderita masih bisa minum dapat diberi
Nabic per oral
5) Pemberian cairan
6) Tidak ada antidotum spesifik
c. Botulisme
Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum yang sering terdapat dalam
makanan kaleng yang rusak atau tercemar kuman tersebut.
Gejala klinik :
1) Mata kabur,refleks cahaya menurun atau negatif,midriasis dan
2) kelumpuhan otot-otot mata
3) Kelumpuhan saraf-saraf otak yang bersifat simetrik
4) Dysphagia, dysarthria
5) Kelumpuhan ( general paralyse )
Penatalaksanaan :
1) Tindakan emergensi ( ABC )
2) Eliminasi racun
3) Antitoksin terhadap botulisme 10 - 50 ml IV pelan-pelan
4) Guanidine hidrochloride 15 - 35 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis,
berguna untuk melawan efek blokade neuromuskular.
d. Keracunan Alkohol
Keracunan alkohol terjadi bila seseorang menghabiskan sejumlah besar
minuman keras dalam jangka waktu singkat. Keracunan alkohol juga sering
terjadi pada percobaan bunuh diri dengan meminum produk-produk rumah tangga
yang mengandung etanol, isopropanol, atau metanol.

7
Pada otak, alkohol mempengaruhi kinerja reseptor neurotransmitter sehingga
mengakibatkan:
1) Peningkatan produksi norepinephrine dan dopamine
2) Penurunan transmisi acetylcholine
3) Peningkatan transmissi gaba
4) Peningkatan produksi beta-endorphin di hypothalamus
Ada 3 golongan minuman beralkohol, yaitu :
1) Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % , misalnya bir dan lain – lain.
2) Golongan B : kadar etanol 5 – 20 %, misalnya berbagai jenis minuman
anggur
3) Golongan C : kadar etanol 20 – 45%, misalnya whiskey, vodka, TKW,
manson, House dan lain lain.
Tanda dan gejala keracunan alkohol :
1) Pusing, Seperti Mau Pingsan
2) Muntah-Muntah
3) Serangan Jantung
4) Nafas Yang Lambat Atau Tidak Seperti Biasa
5) Kulit Tubuh Membiru
6) Hipotermia
7) Tidak Sadarkan Diri (Sudah Parah)
Komplikasi
Alkohol dapat mengiritasi perut dan menyebabkan muntah. Alkohol juga
dapat mengganggu refleks muntah. Selain itu ada resiko secara tidak sengaja
menghirup muntahan ke paru-paru, hal ini akan menyebabkan gangguan
pernafasan yang fatal. Muntahan yang banyak juga berakibat pada dehidrasi.
Selain itu juga menyebabkan henti fungsi jantung yang menuju padakematian.
Tatalaksana kegawat daruratan
1) Pemberian oksigen berkonsentrasi 100% melalui nasal kanul sebanyak 3
L/ menit karena klien mengalami hipoventilasi
2) Berikan dextrose 5 % melalui IV untuk mengatasi hipoglikemi
3) Encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi
penyerapannya dengan cara memberikan cairan dalam jumlah banyak.
Cairan yang dipakai adalah air biasa atau susu.
4) Upayakan pasien emesis, efektif bila dilakukan dalam 4 jam setelah racun
ditelan. Dapat dilakukan dengan cara mekanik yaitu dengan merangsang

8
dinding faring dengan jari atau suruh penderita untuk berbaring tengkurap,
dengan kepala lebih rendah dari pada bagian dada. Emesis tidak boleh
dilakukan pada penderita tidak sadar.
5) Etanol dengan cepat diabsorbsi dari perut dan usus halus. Overdosis pada
alkohol biasanya ditangani dengan kumbah lambung. Lebih efektif jika
klien tiba di IGD kurang dari 1 jam setelah mengkonsumsi.
6) Berikan thiamin. Thiamin digunakan sebagai kofaktor untuk membuat
adenosin trifospat. Jika glukosa telah diberikan terlebih dahulu sebelum
thiamin, thiamin yang tersedia (yang telah berkurang) akan habis untuk
memecah glukosa. Wernicke-Korsakoff encephalopathy dan permanent
psycosis dapat terjadi.
7) Jika penderita pernah mengalami serangan kejang-kejang, berikan
fenittoin 500mg dan diulangi 4-6 jam kemudian. Selanjutnya sehari
300mg.
e. Keracunan Obat-Obatan
1) Asetominofen
a) Gejala keracunan asetaminofen terjadi melalui 4 tahapan:
 Stadium I (beberapa jam pertama) : belum tampak gejala
 Stadium II (setelah 24 jam) : mual dan muntah; hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi secara normal
 Stadium III (3-5 hari kemudian) : muntah terus berlanjut;
pemeriksaan menunjukkan bahwa hati hampir tidak berfungsi,
muncul gejala kegagalan hati
 Stadium IV (setelah 5 hari) : penderita membaik atau meninggal
akibat gagal hati.
b) Tindakan Darurat
Tindakan darurat yang dapat dilakukan di rumah adalah
segera memberikan sirup ipekak untuk merangsang muntah dan
mengosongkan lambung.
Di rumah sakit, dimasukkan selang ke dalam lambung
melalui hidung untuk menguras lambung dengan air. Untuk menyerap
asetaminofen yang tersisa, bisa diberikan arang aktif melalui selang ini.
Kadar asetaminofen dalam darah diukur 4-6 jam kemudian. Jika anak telah

9
menelan sejumlah besar asetaminofen (terutama jika kadarnya dalam
darah sangat tinggi), biasanya diserikan asetilsistein untuk mengurangi
efek racun dari asetaminofen, yang diberikan setelah arang dikeluarkan.
Kegagalan hati bisa mempengaruhi kemampuan darah
untuk membeku, karena itu diberikan suntikan vitamin K1 (fitonadion).
Mungkin perlu diberikan transfusi plasma segar atau faktor pembekuan.
Prognosis tergantung kepada jumlah asetaminofen yang
tertelan dan tindakan pengobatan. Jika pengobatan dimulai dalam waktu 8
jam setelah keracunan, atau dosis yang tertelan masih dibawah dosis
racun, maka prognosisnya sangat baik.
2) Aspirin
Overdosis aspirin (salisilisme) pada anak yang telah
meminum aspirin dosis tinggi selama beberapa hari biasanya lebih berat.
Bentuk salisilat yang paling beracun adalah minyak
wintergreen (metil salisilat), yang merupakan komponen dari obat gosok
dan larutan penghangat. Seorang anak dapat meninggal karena menelan
kurang dari 1 sendok teh metil salisilat murni.
Gejala awal dari salisilisme adalah mual dan muntah,
diikuti dengan pernafasan yang cepat, hiperaktivitas, peningkatan suhu
tubuh dan kadang kejang. Anak menjadi mengantuk, mengalami kesulitan
dalam bernafas dan pingsan. Kadar aspirin yang tinggi dalam darah
menyebabkan anak menjadi sering berkemih, dan hal ini bisa
menyebabkan dehidrasi.
Tindakan Darurat
a) Dilakukan pengurasan lambung sesegera mungkin. Jika anak dalam
keadaan sadar, diberikan arang aktif melalui mulut atau melalui selang
yang dimasukkan ke dalam lambung.
b) Untuk mengatasi dehidrasi ringan, anak diharuskan minum sebanyak
mungkin (susu maupun jus buah).
c) Untuk dehidrasi yang lebih berat, diberikan cairan melalui infus.
d) Demam diatasi dengan kompres hangat.
e) Untuk mengatasi perdarahan bisa diberikan vitamin K1.

10
Prognosis tergantung kepada kadar salisilat dalam darah.
Kadar yang bisa menimbulkan keracunan adalah 150-300 mg/kg berat
badan.
f. Keracunan Gas (CO)
Karbon monoksida adalah suatu gas tak berwarna dan tak berbau, dengan
afinitas terhadap hemoglobin 300 kali daripada oksigen, sebagai akibat
perubahanhemoglobin terhadap karboksi-hemoglobin, kemampuan mengangkut
oksigen daridarah arteri berkurang sehingga menimbulkan hipoksi. Juga ada bukti
bahwa karbonmonoksida mungkin mempunyai efek toksik langsung terhadap
miokardium.
Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik
pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan
perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi .Efek yang terutama pada sistem
respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat
daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara,
kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya
gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan
dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Kematian keracunan gas
akut umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan
kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan
pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit
sebagai penyebab kematian., melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit.
Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk
menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat
terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan
kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat
menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja. Inhalasi dalam
konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi
keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan
organophosphorus-induced delayed neuropathy(OPIDN).(1) Sindrom ini
berkembang dalam 8 – 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan

11
progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang
kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi.
Demikian juga refleks tendon dihambat.

C. Epidemiologi
Untuk mendapatkan gambaran jumlah korban keracunan di Indonesia secara
akurat, sangat sulit karena belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secara
sistemik dan periodik. Apalagi dengan penerapan desentralisasi pembangunan
kesehatan, sistem pelaporan sama sekali tidak berjalan sehingga sulit mengetahui
kondisi kesehatan nasional termasuk gambaran keracunan korosif dan non korosif.

D. Patofisiologi Keracunan Non Korosif (CO)


Gas CO secara inhalasi masuk ke paru-paru, secara inhalasi kemudian
mengalir ke alveoli masuk ke aliran darah. Gas CO dengan segera mengikat
hemoglobin di tempat yang sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin,
untuk membentuk karboksi hemoglobin (COHb). Mekanisme kerja gas CO di
dalam darah: Afinitas hemoglobin untuk CO adalah 300 kali lebih besar dari
oksigen. Jumlah titik jenuh dijelaskan dalam bentuk persentase hemoglobin yang
dikombinasikan CO dalam bentuk karboksi-hemoglobin. Konsentrasi 0,5-10%
atau 5.000-10.000 bagian per juta dari atmosfir dengan cepat dicapai pada saat
kebakaran dan dapat menghasilkan sebuah titik jenuh COHb sekitar 75% dalam
waktu 2-15 menit. Disamping afinitas terbesar dari hemoglobin untuk CO,
kandungan COHb mencegah pelepasan oksigen ke jaringan, dampaknya adalah
hipoksia jaringan. Kelembaban, temperatur, karbon dioksida dan aktfitas fisik
meningkatkan tingkat respirasi dan absorbsi CO. COHb mencampuri interaksi
protein heme yang menyebabkan kurva penguraian HbO2 bergeser ke kiri.
Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan tubuh.
CO bereaksi dengan fe dari porfirin, oleh karena itu, CO bersaing dengan O 2
dalam mengikat protein heme, yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase
(sitokrom a,a3), dan sitokrom P-450, peroksidase, dan katalase. Yang paling
penting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb
menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah berkurang

12
kemampuannya untuk mengangkut O2. Selain itu, adanya COHb dalam darah
akan menghambat disosiasi oksi-Hb. Sehingga jaringan akan mengalami hipoksia.
Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem
enzim pernapasan sel yang terdapat pada mitokondria, akan menghambat
pernapasan sel dan mengakibatkan hipoksia jaringan.

13
E. Pathway Keracunan Non Korosif dan Korosif

Bahan non korosif


(CO)

Terhirup

Alveolus

Terjadi difusi Hb-Co

CoHb

Menghalangi ikatan O2 dengan Hb


(oksihemoglobin)

Hipoksia

Kemoreseptor Ansietas

Otak Sistem Saraf simpatis Sistem


Kardiovaskuler pembuluh darah Pernafasan

O2 me
Aktifitas Sianosis Perifer Frekuensi nafas
Jantung meningkat
Peradangan
Perubahan perfusi Pola nafas
Buram
jaringan perifer tidak efektif

Perlu energi me
Resiko
Cedera
Kelelahan

14
Penurunan perfusi Curah jantung
jaringan ke otak meningkat: Intoleransi
aktivitas
- Tensi me
- Nafas me
- Nadi me
Sakit kepala

Nyeri akut

15
Bahan korosif
(Asam Hipoklosit)

Tertelan

Iritatis Toxin

Saluran cerna
Perdarahan Ulseratif

Terjadi penyerapan Melabsorbsi


melalui usus halus
Risiko
penurunan
volume cariran
dan elektrolit Beredar ke seluruh
tubuh melalui vena
porta
Destruktif sel
epitel pada
sal-cerna
bagian atas

Hati SSP (otak)


Nyeri pada
dada dan
uluhati
Obstruktif

Kompensasi Unkompensasi
Perubah
Nye an
perfusi
Defisit jaringan
Polorus Ujung distal Toxin Destruktif sel-sel
pengetahua usus besar dinonaktifkan hepatosik

Ansietas Muntah Hambatan


impuls ke SSP Hepatitis
Kesulitan
bernafas

Perubaha
n Penurunan
pemenuha peristaltik Konstipas

16
F. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan penundaan
disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya
aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk
natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak
adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan
status mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif tidak
berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak
ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di
dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.

G. Penatalaksanaan Keracunan Korosif


1. Stabilisasi
a) Jalan nafas (A)
b) Pernafasan (B)
c) Sirkulasi (C)
2. Dekomentaminasi
a) Mata
Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 % selama 15-20
menit, jika belum yakin bersih cuci kembali
b) Kulit, cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air mengalir
dingin atau hangat selama 10 menit
c) Gastroinstestinal
Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk pengenceran.

17
Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum, anak-anak maksimal 100cc untuk
sesekali minum.
Pasang NGT setelah pengenceran jika diperlukan.
3. Eliminasi
Indikasi melakukan eliminasi:
a) Tingkat keracuan berat
b) Terganggu rute elimiunasi normal (gagal ginjal)
c) Menelan zat dengan dodsis letal
d) Pasien dengan klinkis yang dapat memperpanjang koma
Tindakan eliminasi:
a) Dieresis paksa:
Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.
b) Alkalinisasi urine:
Na-Bic 50-100meq dalam !liter D5% atau NaCl 2,25%, dengan infuse continue 2-
3cc/kg/jam
c) Hemodialisa
Dilakukan di RS yang memiliki fasilitas Hemodialisa. Obat-obat yang dapat
dieleminasi dengan tehnik ini berukuran kecil dengan berat molekul kurang dari
500 dalton, larut dalam air dan berikatan lemah dengan protein.

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
b. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau dari
orang-orang yang mengetahuinya
c. Identifikasi sumber dan jenis racun
d. Kaji tentang bentuk bahan racun
e. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
f. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
g. Pemeriksaan Fisik
1) Bau
Aceton : methanol, isopropyl, alcohol, acetyl salicylic acid
Coal gas : carbon monoksida
Buah per : clorahidrat
Bawang putih : arsen, fosfor, thalium, orgofosfat
18
Alcohol : ethanol, methanol
Minyak : minyak tanah atau destilat minyak
2) Kulit
Kemerahan : Co, cyanide, asam borax, anticholinergic
Berkeringat : amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
Kering : anticholinergic
Bulla : barbiturate, carbonmonoksida
Ikterus : acetaminophen, carbontetrachlorida, Fe, fosfor, jamur
Purpura : aspirin, wafarin, gigitan ular
Sianosis : nitrit, nitrat, fenacetin, benzocain
3) Suhu tubuh
Hipotermi : sedative hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin,
fenothiazin
Hyperthermia : anthicolinergic, salisilat, afetamin, cocain, fenothiazin,
theofilin
4) Tekanan darah
Hipertensi : simpatomimetik, organofosfat, amfetamin
Hipotensi : sedative hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta
blocker
5) Nadi
Bradikardi : digitalis, sedative hipnotik, beta-blokke.
Takikardi : antikolenergik, amfetamin, simpatominetik, alcohol, oksin,
aspirin, theofilin
Aritmia : antikolenergik, organofosfat, fenothiazin, cyanide, beta-
blokker
6) Selaput lendir
Kering : antikolenergik
Salivasi : organofosfat, carbamat
Lesi mulut : bahan korosif, paraquat
Lakrimasi : kaustik, organofosfat, gas iritan
7) Respirasi
Depresi : alkhohol, narkotika, barbiturate, sedative hipnotik
Tachipnea : salsilat, amfetamin, carbonmonoksida

19
Kussmaul : methanol, ethylene gycol, salsilat
8) Oedem paru : salsilat, narkotika, simpatominetik.
9) Susunan saraf pusat
Kejang : amfetamin, fenothiazin cocain, camfer, tembaga, soniazid,
organofosfat
Miosis : narkotika, fenothiazin, diazepam, barbiturate, jamur.
Buta : methanol
Fasikulasi : organofosfat
Nistagamus : barbiturate, ethanol, karbon monoksida.
Hipertoni : antikolenergik, fenothiazin
Rigiditas : antikolenergik, fenothiazin, haloperidol
Delirium : antikolenergik, simpatominetik, alcohol, fenothiazin, logam
berat, cocain, heroin.
Koma : alkhohol, sedative hipnotik, carbonmonoksida, narkotika, anti
depresi
Paralise : organofosfat, carbonat, logam berat
10) Saluran pencernaan
Muntah, diare : besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida, organofosfat.
Nyeri perut (korosif)
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan
penundaan disritmia atau konduksi.
2) Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan
adanya aspirasi dan edema pulmonal.
3) Analisa Gas Darah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit,
termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda
oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia,
hipoventilasi, dan perubahan status mental.
4) Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5) Skrin toksikologi
20
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif
tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin
dilihat tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa
diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa
efektif.

2. Diagnosa Keperawatan Keracunan Non Korosif


a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
akumulasi udara
b. Peningkatan curah jantung berhubungan dengan perubahan tahanan vaskuler
sistemik
c. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan respon saraf autonom pada perubahan
status sistem yang tiba-tiba
d. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular cerebralh
e. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perubuahan aliran darah
f. Ansietas berhubungan dengan merasakan adanya ancaman kematian
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

21
3. Intervensi Keperawatan Keracunan Non Korosif
No
Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
DX
1 Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau tingkat/kedaleman dan 1. Pengkajian yang berulang kali sangat penting
diharapkan pola nafas klien kembali pola pernafasan. karena kadar toksisitas mungkin berubah
efektif dengan Kriteria hasil: secara drastis.
- Pasien mampu mempertahankan 2. Catat periode apnea, pernafasan 2. Bunyi nafas dapat menurun atau tidak ada pada
pola nafas yang efektif dengan Cheyne-Stokes. lobus,segmen paru, atau seluruh area paru
tingkat pernafasan yang normal. ( unilateral ).
- Paru-paru pasien bersih, bebas 3. Auskultasi bunyi nafas. 3. Area atelektasi btidak ada bunyi napas, dan
dari cianosis, dan tanda-tanda/ pada area yang kolaps menurun bunyinya,
gejala-gejala hipoksia yang lain. evaluasi juga di lakukan untuk area yang baik
pertukaran gasnya dan memberikan data
evaluasi perbaikan pneumotaraks.
4. Catat bpengembangan dada 4. Pengembangan dada sama dengan ekspansi
paru.
5. Pertahankan posisi tidur yang 5. Meningkatkan inspirasi maksimal,
nyaman, biasanya dengan meningkatkan ekspansi paru.
peninggian kepala tempat tidur.
6. Berikan tambahan O2 6. Hipoksia pada susunan saraf pusat
mengakibatkan depres pernafasan.
2 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
22
diharapkan curah jantung klien kembali 1 Pantau tanda – tanda vital Hipertermi yang terus menerus dapat
normal dengan Kriteria hasil: mengakibatkan terjadinya perdrahan pada otak,
- . yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran. Adanya peningkatan suhu, menunjukan
pasien berada dalam tahap infeksi baik karena
dehidrasi.
2 Tinggikan posisi kepala tempat Tekanan diafragma bagian baawah menjadi
tidur berkurang, sehingga inflasi paru menjadi
meningkat.
3 Auskultasi bunyi nafas. Catat Perubahan bunyi nafas menunjukan pasien
adanmya perubahan bunyi mengalami perubahan ke arah yang memburuk
nafas adventisius seperti seperti adanya penurunan kesdaran, ataupun pasien
stridor, gallop, ronkhi, mengii. jatuh ke dalam penyakit paru – paru seperti edema
paru dan pneumonia .
4 Berikan O2 tambahan. Hipoksia yang terlalu lama mempengaruhi susuan
saraf pusat dapat membuat pasien mengalami
depres nafas yang hebat.
5 Kolaborasi dengan petugas Hasil pemeriksa AGD dapa menunjukkan kadar O2
laboratorium dalam dalam darah, sehingga dapat di lakukan/di berikan
pemeriksaan AGD. obat-obatan oleh dokter yang mampu mempercepat
peningkatan kadar O2 dalam darah pasien.
6 Kolaborasi dengan dokter Cairan IV dapat mencegah terjadinya syok
dalam pemberian cairan IV dan hipivolemik dan pemberian obat-obatan yang
23
obat – obatan. sesuai akan dapat membantu proses peningkatan
kadar O2 dalam darah.
3 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan cedera tidak terjadi dengan 1 Pasang bamtalan lunak atau Mengurangi terjadinya trauma akibat jatuh dari

Kriteria hasil: penghalang pada tempat tidur. tempat tidur saat pengobatan karena pasien

- Trauma pada pasien tidak terjadi mengalami penurunan ketajaman pandang.


2 Pantau adanya kejang/ kedutan Mencerminkan adanya hipoksia pada ssp yang
- Pasien mengerti tentang keadaan
pada kaki, tangan dan wajah. dapat mempengaruhi kerja saraf – sraf yang lain
sakit yang dialaminya saat ini
termasuk saraf penglihatan ( pasien menjadi buta ).
- Pasien kooperatif dalam setiap 3 Perthankan tirah baring selama Menurunkan resiko terjatuh /trauma.
tindakan yang diberikan fase akut.. berikan bantuan
pada pasien sesuai
kebutuhannya.
4 Berikan penjelasan pada pasien Akan mampu meningkatan kesadaran pasien
tentang mapa tyang sedang tentang keaadaanya saat ini dan mampu
dialami dan apa tujuan setiap menurukan cemas yang dialami pasien, dan pasien
tindakannya yang diberikan. mau kooperatif dalam setiap tindakan yang di
berikan.
4 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan ansietas klien menurun atau 1 Kaji tingkat kecemasan pasien Peningkatan kecemasan akan mengacu pada pasien

hilang dengan Kriteria hasil: secara terus menerus. tidak mau berespon terhadap semua tindakan yang

- Pasien akan melaporkan adanya dilakukan.


2 Orientasikan pada pasien Pengetahuan tentang dimana pasien berada saat ini
tingkat penurunan kecemasan
terhadap keadaan akan meningkatan rasa aman, pasien akan dapat
24
yang dialaminya sekelilingnya, waktu dan mengontrol dirinya.
- Pasien menunjukkan keadaan orang- orang yang ada bersama
yang relaksasi psien, berbicara dengan nada
- Pasien dapat mengidentifikasikan lembut.
3 Jelaskan tentang semua Pasien akan merasa aman dan kooperatif dalam
kecemasan yang dialaminya dan
tingdakan yang akan dilakukan setiap tindakan yang akan diberikan.
mampu mengontrol dir dan situasi
terhadap pasien.
4 Anjurkan pasien untuk berdoa Doa akan menyebabkan psikologis pasien akan
sesuai dengan keyakinan merasa aman.
pasien.
5 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan pemenuhan informasi klien 1 Kaji kemampuan pengetahuan Keslahan persepsi dari pasien maupun orang –

terpenuhi dengan Kriteria hasil: dari pasien dan orang- orang orang terdekat tentang kondisi yang dialami pasien

- Klien menyatakan pemahaman teredekat tentang kondisi yang saat ini akan mempengaruhi kemajuan dan
dialami pasien saat ini. prognosis terhadap penyakit yang dialami oleh
tentang kondisi, prognosis dan
pasien.
pengobatan.
2 Jelaskan efek dari adanya Memberikan pemahan dasar tentang efek dari
- Klien dapat mengidentifikasi
peningkatan kerja jantung peningkatan kerja jantung.
hubungan tanda/gejala dengan
terhadap tensi, nadi dan irama
proses penyakit.
nafas.
3 Berikan penguatan tentang Alasan kurangnya kerja sama adalah alasan umum
pentingnya kerja sama dalam kegagalan terapi.
pengobatan dan pertahan

25
perjanjian tindak lanjut.
4 Jelaskan tentang obat – obatan Informasi yang adekuat dan pemahaman tentang
yang akan diberikan bdan efek efek samping dari obat akan mengurangi tingkat
smaping dari pemakaian obat kecemasan pasien dan keluarga.
tersebut.
6 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan perfusi jaringan kembali 1 Awasi tanda vital. Palpasi nadi indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan

normal perifer, perhatikan kekuatan perfusi.


dan keasaman.
2 Lakukan pengkajian gangguan sirkulasi dalam waktu yang lama dapat
neuromuskular periodik, mengakibatkan terjadinya nekrosis pada seluruh
contohnya sensasi, ferakan jaringan tubuh.
nadi, warna kulit dan suhu
3 Kolaborasi dalam pemberian Mempertahankan volume sirkulasi untuk
IV periodik/produk darah memaksimalkan perfusi jaringan.
sesuai dengan indikasi.
4 Kolaborasi dalam pemberian Mungkin berguna dalam mencegah pembentukan
obat anti koagulan dosis trombus.
rendah sesuai dengan indiksi.
5 Anjurkan pada pasien untuk Ini akan ssangat berguna bgai kita dalam
mengungkapkan hal – hal yang mencegah adanya gangguan sirkulasi dan
berhubungan dengan adanya kerusakan perifer lebih lanjut.
perubahan perfusi jaringan

26
perifer, seperti adanya rasa
dingin pada ekstrimitas dan
adanya perubahan warna kulit.
7 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasionalisasi
diharapkan nyeri terkontrol dengan 1 Teliti keluhan nyeri, catat Nyeri merupakan penglaman subjektif dan harus di

Kriteria hasil: intensitasnya (dengan skala 0- jelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik
10), karakteristiknya nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan
- Pasien mampu melaporkan tingkat
(berdenyut, konstan) lokasi, suatu hal yang amat penting untuk memilih
nyeri yang berkurang atau hilang
lamanya, faktor yang intervensi yang cocok dan dapat mengevaluasi
- Pasien relaks, tidak gelisah dan
memperburuk atau keefektifan terapi yang diberikan .
tidak menunjukkan gejala-gejala
meredakannya.
nyeri non verbal lainnya
2 Observasi tanda-tanda nyeri Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak
non verbal seperti ekspresi langsung yang dialami. Sakit kepla mungkin
wajah posisitubuh, gelisah, bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi
menangis/meringis, menarik fisiologinya dapat muncu atatu tidak.
diri, perubahan frekuensi
jantung, pernafasan, tekanan
darah.
3 Berikan kompres Kompres mampu meningkatkan sirkulasi dan
lembab/kering pada kepala, mampu menimbulkan relaksasi.
leher sesuai dengan kebutuhan
pasien.
4 Kolaborasi dengan dokter Penanganan pertama pada sakit kepala secara
27
dalam pemberian obat umum hanya kadang- kadang bermanfaat pada
analgetik seperti asetaminofen, sakit kepala karenan gangguan vaskuler.
ponstan, dan sebagainya.
5 Kolaborasi dalam pemberian Pemendekan serangan sakit kepala 60%-70% pada
O2 sesuai dengan indikasi. beberapa pasien dapat menurunkan hipoksia yang
berhubungan dengan perubahan tekanan vaskuler
cerebral.

28
4. Implementasi
Sesuai dengan intervensi

5. Evaluasi
Diagnose (Dx):
a. Pola nafas klien efektif
b. Curah jantung normal
c. Tidak terjadi cedera
d. Perfusi jaringan perifer normal
e. Nyeri terkontroL
f. Ansietas berkurang
g. Pemenuhanan informasi terpenuhi

6. Diagnosa Keperawatan Keracunan Korosif


a. Resiko penurunan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
perdarahan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya gangguan integritas mukosa pada saluran
cerna.
c. Difisit pengetahuan berhubungan dengan kuarangnya informasi.
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan ancaman kematian.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek tokxin pada
pencernaan.
f. Konstipasi berhubungan dengan adanya penurunan peristaltic usus oleh karena
obstruksi saluran cerna bagian bawah.
g. Kesulitan bernafas berhubungan dengan defresi susunan saraf pusat.
h. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan aliran darah.

29
7. Intervensi Keperawatan Keracunan Korosif

30
No Tujuan dan Kriteria Hasil No Intervensi Rasional

31
1 Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan volume cairan dan elektrolit
seimbang dengan Kriteria hasil:
- Pasien menunjukkan perbaikan
keseimbangan cairan dan
elektroloit dibuktikan oleh haluran
urine yang adekuat dengan berat
jenis normal, tanda vital stabil,
membran mukosa lembab, turgor
kulit baik, pengisian kapiler cepat
2 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan nyeri klien terkontrol dan 1. Catatan keluhan nyeri, Nyeri tidak selalu ada, tetapi bila da harus

hilang dengan Kriteria hasil: termasuk lokasi, lamanya, dibandingkan dengan gejala nyeri pasien

- Pasien mengungkapkan rasa nyeri intervensinya ( skala 1-10). sebelumnya dimna dapat membantu mendiagnosa
pendarahan dan adanya komplikasi.
berkurang dan bahkan hilang
2. Kaji ulang factor yang Membantu dalam membuat diagnose dan
- Pasien tampak rileks
meningkatkan atau kebutuhan therapy.
menurunkan nyeri.
3. Catat petunjuk nyeri non- Petunjuk non verbal dapat berupa fisiologi dan
verbal seperti gelisah, menolak patofisiologidan dapat digunakan dalam
bergerak, takikardi berkeringat. menghubungkan petunjuk verbal untuk
Selidiki ketidak sesuaian mengidentifikasi berat ringannya masalah.
antara petunjuk verbal dan non
32
verbal.
4. Kolaborasidengan dokter Analgetik dapat menurunkan fase nyeri yang hebat
dalam pemberian oabat dan dapat menurunkan peristaltic usus. Antasida
analgetik, dan antasida. dapat menurunkan keasaman lambung dengan
acara absorpsi dan dengan cara menetralisir kimia.
3 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan pemenuhan informasi klien 1. Sadar dan hadapi ansietas pada Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan

terpenuhi dengan Kriteria hasil: pasien dan keluarga. mendengar dan mengasimilasi informasi.
2. Berikan peran aktif pasien atau Belajar akan dapat ditingkatkan apabila individu
- Klien menyatakan pemahaman
orang terdekat dalam proses dapat secara aktif terlibat.
tentang kondisi, prognosis dan
belajar seperti diskusi tentang
pengobatan.
keadaan pasien.
- Klien dapat mengidentifikasi 3. Kaji kemampuan pengetahuan Membantu dalam memperlancar pelaksanaan
hubungan tanda/gejala dengan pasien dan keluarga terhadap perencanaan yang dibuat untuk proses
proses penyakit. penyakit yang dihadapi oleh kesembuhan pasien.
pasien saat ini.
4. Informasikan semua tindakan Paien dan keluarga mengerti dan memahami
yang dilakukan terhadap pentingnya tindakan yang akan dilakukan bagi
pasien, baik tentang manfaat kesembuhan pasien, pasien dan keluarga
serta efek samping tindakan kooperatif dalam semua tindakan yang dilakukan.
kalau ada bagi pasien.
4 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan ansietas klien menurun atau 1. Identifikasi penyebeb ansietas, Dengan melinatkan pasien dalam proses
libatkan klien dalam proses pengobatan akan dapat menurunkan tingkat
33
hilang dengan Kriteria hasil: pengobatan yang dilakukan. ansietas pasien.
- Pasien akan melaporkan adsanya 2. Kembangkan hubungan saling Meningkatkan perasaan pasien sebagai manusia,
percaya melalui kontrak yang membantu menurunkan perasaan curiga dan
tingkat penurunan kecemasan
terus menerus. Tunjukan sikap rendah diri pasien terhadap pemberi pelayanan
yang dialaminya
yang menerima keadaan pasien keperawatan.
- Pasien menunjukkan keadaan
3. Informasi pada pasien Meningkatkan rasa kepercayaan dan meningkatkan
yang relaksasi
mengenai apa yang akan kerjasama danm menurunkan ansietas.
- Pasien dapat mengidentifikasikan
dilakukan oleh petugas dan
kecemasan yang dialaminya dan
manfaatnya bagi kesembuhan
mampu mengontrol dir dan situasi
pasien.
5 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan kebutuhan nutrisi klien 1. Evaluasiadanya/ kaulitas Iritasi pada mukosa saluran cerna. Terutama pada

terpenuhi dengan Kriteria hasil: bising usus. Catat adanya gaster dapat mengakibatkan nyeri pada

- Nafsu makan meningkat distensi atau ketegangan dari epigastrium, mual, dan hiperaktif bising usus, efek
abdominal yang lebih serius dari system gastrointestinal
- BB naik
mungkin terjadi sekunder sensoris atau hepatitis.
- Kebutuhan tubuh pasien akan
nutrisi tetap terpenuhi
2. Catat adanya mual, muntah, Mual dan muntah adalah tanda yang pertama yang
- Pasien tidak menunjukkan
dan diare sering muncul dari reksi gangguan system
penurunan status gizi/nutrisi,
gastrointestinal, yang sangat berhubungan dengan
seperti pasien tidak tampak
pencapaian masukan nutrisi yang adekuat.
mengurus, turgor kulit tetap baik 3. Kolaborasi dalam Memberikan istirahat pada gastrointestinal untuk
mengusahakan status puasa menurunkan efek yang berbahaya pada stimulasi

34
sesuai dengan indikasi lambung/pancreas bila ditemukan adanya
perdarahan gastrointestinal atau muntah yang
berlebihan.
4. Kolaborasi dengan dokter Nutrisi yang diberikan secara I.V tidaka akan
dalam pemberian nutrisi mengganggu proses istirahatnya salauran
melalui I.V gastrointestinal, dan nutrisi bagi keperluan tubuh
pasien tetap terpenuhi.
5. Kolaborasi dalam pemberian Antasida dapat menurunkan iritasi lambung.
obat-obatan seperti antisida , Vitamin dapat menggantikan kehilangan vitamin
vitamin- vitamin tubuh pasien yang keluar lewat muntahan,
pendarahan, maupun diare kalau ada.
6 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan BAB klien lancar dengan 1. Pantau pergerakan usus pasien Mengidentifikasi masalah konstifasi pada pasien.

Kriteria hasil: Konstifasi adalah merupakan manifestasi

- Klien melaporkan tidak konstipasi termudah dari neurotoksisitas


2. Pantau keadekuatan masukan Ketidakadekuatan masukan cairan dapat
- Peristaltik usus normal (5-
cairan dapat menimbulkan menimbulkan konstifasi.
35x/menit)
konstipasi
3. Kolaborasi dalam pemantauan Adanya ketidakseimbangan dalam pemeriksaan
pemeriksaan lab dan rontgent eliktrolit menunjukan ketidak adekuatan nutrisi I.V
yang masuk kedalam tubuh pasien. Dengan adanya
pemeriksaan rontgen dapat menunjukan posisi,
dan kelainannya yang ada pada gastrointestinal

35
yang dapat mengakibatkan pasien konstifasi.
4. Jelaskan pada pasien dan Paien dan keluarga paham dengan penyebab
keluarga tentang semua hasil mengapa pasien tidak bisa buang air besar.
pemeriksaan lab, dan rontgen
pasien
5. Lavement bila tergantung Lavement dapat membantu mengeluarkan isi usus
indikasi bagian bawah, baik inti berupa feses maupun sisa
darah yang membeku
7 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan klien tidak kesulitan bernafas 1. Pertahanan bantalan lunak dan Mengurangi trauma saat kejang selama pasien

dengan Kriteria hasil: penghalang tempat tidur berada di tempat tidur.


dengan posisi tempat tidur
- RR normal (16-20x/menit)
rendah
- Pasien relaks, tidak gelisah dan
2. Catat tipe aktifitas kejang Membantu melokalisasi daerah otak yang
tidak menunjukkan gejala-gejala
seperti lokasi, lamanya, tanda- mengalami hipoksia.
takipneu
tanda penurunan kesadaran
3. Observasi munculnya tanda- Hal ini merupakan keadaan darurat yang
tanda stalus epileptikus, seperti mengancam hidup yang dapat mengakibatkan
adanya kejang tonik-klonik henti nafas ,hipoksia berat, attau kerusakan otot
setelah jenis lain muncul dan sel saraf
dengan cepat dan cukup
menyakitkan.
4. Kolaborasi dalam pemberian Oksigen akan membantu mengurangi hipoksia

36
oksigen 4-6 1/mnt pada jaringan perifer karenai suplai oksigen ke
otak mencukupi.
5. Kolaborasi dalam pemberian Mungkin bergunaa dalam mencegah dalam
obat anti koagulan dosis pembentukan thrombus yang dapat memicu
rendah sesuai denmgan terjadinya henti nafas.
indikasi
6. Kolaboraasi dengan petugas Dengan diketahuinya kadar oksigen dalam darah
lab. Untuk pemeriksaan kadar dapat menentukan tindakan segera yang harus
oksigen dalam darah dilakukan untuk mencegah henti nafas.
8 Setelah diberikan asuhan keperawatan No Intervensi Rasional
diharapkan perfusi serebral kembali 1. Tinggikan tempat tidur, tempat Memindahkan aliran vena sehingga dapat
normal dengan Kriteria hasil: kepela pada posisi sedang. mengurangi resiko kongesti vaskular
2. Obsupsi pupil atau perubahan Memberikan deteksi awal dan intervensi untuk
-
tanda-tanda vital, penurunan meminimalakan perlukaan pada susunan saraf
tingkat kesadaran atau fungsi pusat
motorik
3. Doromg istrahat dan Meningkatkan relaksasi dan dapat memebantu
ketenangan. Kurangi menurunkan tekanan darah
rangsangan lingkungan
4. Pantau tekanan darah dan Mengevaluasi kebutuhan/efektifitas intervensi
tanda vital yang lain sepoerti
nadi dan pernafasan
5. Kolaborasi dalam pemberian Oksigen akan membantu mengurangi hipoksia
oksigen 4-6 1/mnt pada jaringan perifer karena suplai oksigen ke otak
37
mencukupi

38
8. Implementasi
Sesuai dengan intervensi

9. Evaluasi
Diagnose (Dx):
a. Volume dan cairan elektrolit seimbang
b. Nyeri terkontrol atau hilang
c. Pemenuhan informasi klien terpenuhi
d. Ansietas berkurang
e. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
f. BAB klien lancar
g. Klien tidak kesulitan bernafas
h. Perfusi serebral normal

39
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung
(inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan terhadap organisme hidup
dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau menggaggu dengan serius fungsi
satu atau lebih organ atau jaringan (Mc Graw-Hill Nursing Dictionary).
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakan. Keracunan korosif, yaitu keracunan yang
disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering,
pembersih toilet, deterjen non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang
digunakan untuk jam, kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih toilet,
pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang karat, dan asam baterai) (Brunner
& Suddarth, 2001).Keracunan non korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat
non korosif yang meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)

B. Saran
Sebagai seorang calon petugas kesehatan khususnya perawat, kita hendaknya turut
serta dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang racun dan keracunan. Disini selain
sebagai seorang praktisi kesehatan, perawat juga berperan untuk memberikan health
education kepada masyarakat. Selain itu, pengetahuan yang kita miliki mengenai racun
dan keracunan akan memberikan manfaat yang baik bagi kita, karena dengan pengetahuan
yang cukup maka kita akan dapat menentukan rencana perawatan yang tepat bagi klien.
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
kita tentang asuhan keperawatan keracunan korosif dan non korosif. Kami selaku penulis
sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah
selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih.

40
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer,dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3 jilid 1. Jakarta: Penerbit Media
Esculapius FKUI.
Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Marylin E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Peneribit
Buku Kedokteran EGC.
Sartono.2002. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika

41

Anda mungkin juga menyukai