Anda di halaman 1dari 24

9

BAB II

LANDASAN TEORETIK

A. Deskripsi Teori

1. Kompetensi Guru

a. Pengertian Kompetensi Guru

Pengertian dasar kompetensi adalah “kemampuan atau kecakapan”. 1

Lebih jauh kompetensi ‘merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai

tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan”.2

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah

kemampuan atau kecakapan yang merupakan perilaku yang rasional untuk

mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Sedangkan guru adalah “merupakan profesi/jabatan atau pekerjaan yang

memerlukan keahlian khusus sebagai guru”.3

Jadi kompetensi guru adalah “merupakan kemampuan seseorang guru

dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan

layak”.4

Sedangkan pendapat Bukhari Alma menyatakan bahwa Kompetensi Guru

adalah:

1
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, Cet.
Ke-15, h. 14
2
Ibid.
3
Ibid, h. 6
4
Ibid, h. 14
10

1. Kemampuan Mengusai bahan, 2. Kemampuan Mengelola program


belajar mengajar, 3. Kemampuan Mengelola kelas, 4. Kemampuan Menggunakan
media-media, 5. Kemampuan Menguasai landasan kependidikan, 6. Kemampuan
Mengelola interaksi belajar mengajar, 7. Kemampuan Menilai prestasi siswa
untuk kepentingan pengajaran, 8. Kemampuan Mengenal fungsi dan program
layanan bimbingan dan penyuluhan, 9. Kemampuan Mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah, 10. Kemampuan Memahami prinsip-
prinsip dan mentafsirkan hasilihasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran.5

b. Aspek-Aspek Kompetensi Guru

Guru sebagai seorang pendidik harus mempunyai kemampuan atau

kecakapan dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik. Ada 3

kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu:

1) Kompetensi Personal, artinya pendidik harus memiliki sikap


kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi
subjek. Arti lebih terperinci adalah bahwa ia memiliki kepribadian yang patut
diteladani seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara: “Ing Ngarso
Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wari Handayani”.
2) Kompetensi Profesional, artinya bahwa guru harus memiliki
pengetahuan yang luas tentang subject matter (bidang studi) yang akan
diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan
konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu
menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
3) Kompetensi Sosial, artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan
berkomunikasi social, baik dengan murid-muridnya dengan sesama guru,
dengan kepala sekolah, dengan pegawai tata usaha, serta masyarakat di
lingkungannya.6

Menurut Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kompetensi Guru dibagi 3

dengan rincian sebagai berikut:

a) Kompetensi Pribadi meliputi:


1) Peka terhadap perubahan dan pembaharuan.
5
Bukhari Alma, dkk, Guru Profesional Menguasai Metode danTerampil Mengajar, Alfabeta,
Bandung, 2009, h. 2
6
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Rineka Cipta, Jakarta,
1993, h. 239
11

2) Berpikir alternatif.
3) Kemantapan dan integritas pribadi.
4) Adil, jujur dan objekktif.
5) Ulet dan tekun bekerja.
6) Berusaha mendapatkan hasil kerja terbaik.
7) Simpetik, menarik, luwes, bijaksana dan sederhana.
8) Bersifat terbuka, kreatif dan berwibawa.
b) Kompetensi Profesional, yaitu guru mampu:
1) Menguasai bahan-bahan studi.
2) Mengelola program balajar mengajar.
3) Mengelola kelas.
4) Mengelola dan memanfaatkan media pendidikan.
5) Menilai prestasi belajar mengajar.
6) Memahami prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di
sekolah.
7) Terampil memberikan bimbingan dan bantuan kepada siswa.
8) Menguasai metode berfikir.
9) Meningkatkan profesionalnya.
10) Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
11) Memahami karakteristik siswa.
12) Menyelenggarakan administrasi sekolah.
13) Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan.
14) Berani mengambil keputusan.
15) Memahami kurikulum dan perkembangannya.
16) Bekerja berencana dan terprogram.
17) Menggunakan waktu secara tepat.
c) Kompetensi Sosial
1) Terampil brkomunikasi dengan siswa.
2) Bersifat simpatik.
3) Dapat bekerja sama dengan BP3.
4) Pandai bergaul dengan kawan dan mitra pendidikan.7

Guru yang terampil mengajar harus pula memiliki pribadi yang baik dan

mempu melakukan hubungan sosial dalam masyarakat. Ketiga kompetensi

tersebut terpadu dalam tingkah laku. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban

maka guru dituntut memiliki keanekaragaman kompetensi. Kompetensi guru di

7
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar
Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, h-h. 13-15
12

Indonesia telah dikembangkan dan diarahkan kepada tercapainya guru yang

mampu menjalankan tugas dan kewajibannya.

Pada dasarnya ketiga kompetensi di atas harus dimiliki oleh seseorang guru.

Maka dari itu, dari kompetensi di atas dalam penulisan penelitian penulis

tekankan pada 6 hal yang merupakan bagian dari kompetensi professional guru.

Adapun 6 hal tersebtut adalah:

1) Menguasai bahan bidang studi.

2) Mengelola program belajar mengajar.

3) Mengelola kelas.

4) Mengelola dan menggunakan media serta sumber belajar.

5) Mengelola interaksi belajar mengajar.

6) Menilai prestasi belajar mengajar.

Adapun penjelasan dari keenam hal di atas adalah:

1) Menguasai bahan bidang studi

Yang dimaksud dengan menguasai bahan bidang studi adalah “ Seorang guru

mampu mengetahui, mamahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan

mengevaluasi sejumlah pengetahuan keahlian yang akan diajarkan”. 8 Menurut

Zakiah Daradjat menguasai bidang studi yaitu guru harus mengetahui arti dan isi

bidang studi yang akan diajarkan.9 Bidang studi berisi kumpulan dari pokok

8
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Op. Cit, h. 85
9
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2001, h. 63
13

bahasan-bahasan, sub-sub pokok bahasan, yang memuat sejumlah mata pelajaran

yang dianggap erat hubungan perbahasanya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa menguasai bidang

studi adalah guru menguasai dan mampu untuk menyampaikan dari isi bahasan

yang akan diajarkan khususnya bidang studi Al-Qur’an.

2) Mengelola Program Belajar Mengajar

Yang dimaksud dengan mengelola program belajar mengajar adalah “seorang

guru mampu merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan menggunakan

metode mengajar, melaksanakan program belajar mengajar, mengenal potensi

siswa serta melaksanakan pengajaran remedial. 10 Tujuan instruksional ini

merupakan yang paling langsung dihadapkan kepada anak didik dalam proses

belajar mengajar. Setiap bahan/materi yang disampaikan dengan jam-jam tertentu

memiliki tujuan masing-masing, dan harus menggambarkan kemampuan apa

yang akan dicapai siswa/santri setelah mereka mempelajari materi yang disajikan.

Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas

bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan

perumusan tujuan instruksional.11 Jarang sekali guru merumuskan tujuan hanya

dengan satu tujuan, tetatpi guru merumuskan lebih dari satu tujuan. Karenanya

guru/ustadz/ustadzah pun selalu mengelola metode yang lebih dari satu.

10
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Op. Cit, h. 53
11
Ibid, h. 85
14

Melaksanakan program belajar mengajar meliputi: kegiatan pendahuluan

dalam membuka pelajaran, kegiatan inti dalam menyajikan bahan pelajaran dan

kegiatan menutup pelajaran. Jadi kemampuan mengenal potensi sangat

dibutuhkan oleh guru. Kemampuan ini berguna dalam mengambil keputusan

tentang kedudukan siswa/santri yang dapat melanjutkan program studinya ke

program berikutnya atau harus mengulang bagian-bagian program yang belum

dikuasai.

3) Mengelola Kelas

Mengelola kealas adalah “Keterampilan guru untuk menciptakan dan

memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi

gangguan dalam proses belajar-mengajar”. 12 Pengelola kelas dimaksudkan untuk

menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak didik sehingga tercapai

tujuan pengajaran secara efektif dan efesien, ketika kelas terganggu, guru

berusaha mengembalikannya agar tidak menjadi penghalang bagi proses belajar

mengajar. Karena “pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak

bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif”.13

4) Mengelola dan menggunakan media serta sumber belajar

Pengertian media merupakan suatu yang bersifat menyalurkan pesan dan

dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat

mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.14 Dalam proses belajar

12
Moh. Uzer Usman, Op. Cit, h. 97
13
Ibid.
14
Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, h. 11
15

mengajar kehadiaran media mempunyai arti penting. Karena dalam kegiatan

tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan daapt dibantu dengan

menghadirkan media sebagai perantara.

Fungsi media dalam proses belajar mengajar tidak hanya sebagai alat yang

digunakan oleh guru, tetapi juga mampu mengkomunikasikan pesan kepada

peserta didik. Media tidak hanya terbatas pada perangkat keras (TV, radio, tape

recorder, computer dan lain-lain), akan tetapi media dapat juga berbentuk

perangkat lunak (poster, grafik dan lain-lain).

Setiap media mpengajaran mempunyai karakteristik tertentu. Baik dilihat dari

segi keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya.

Mamahami karakteristik berbagai media merupakan kemampuan dasar yang

harus dimiliki oleh guru dalam kaitannya dengan keteranpilan memilih media. Di

samping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai

jenis media pengajaran secara bervariasi.

5) Mengelola interaksi belajar mengajar

Dalam proses belajar mengajar, interaksi antara guru merupakan kegiatan

yang cukup dominan. Kegiatan interaksi antara guru dengan siswa dalam rangka

transfer ilmu ini akan senantiasa menuntut komponen yang serasi antara

komponen yang satu dengan yang lainnya. Ada beberapa komponen dalam

interaksi belajar mengajar. Komponen-komponen itu misalnya “guru sebagai


16

pendidik, murid sebagai yang dididik, alat-alat yang dipakai, situasi dalam dan

lingkungan kelas, dan lain-lain yang sewaktu-waktu terjadi.15

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal, maka masing-masing

komponen tersebut di atas harus saling mendukung dan bekerja sama. Sehingga

dalam hal ini yag menjadi tugas pokok guru adalah bagaimana mendesain dari

masing-masing komponen agar dapat menciptakan proses belajar mengajar yang

lebih optimal, sehingga selanjutnya guru harus mampu mengembangkan interaksi

belajar mengajar yang lebih dinamis untuk mencapai tujuan yang duharapkan.

6) Menilai Prestasi Belajar

Penialaian atau evaluasi adalah suatu tindakan untuk menentukan nilai

sesuatu. Bila penilaian ini digunakan dalam kegiatan instruksional, maka

penilaian itu berarti suatu tindakan untuk menetukan segala sesuatu dalam

kegiatan instruksional selama proses belajar mengajar berlangsung.

Seorang pengajar dipersyaratkan untuk memilih kompetensi dalam

melaksanakan penilaian selama proses belajar mengajar berlangsung. Kompetensi

ini pada stiap unit pelajaran. Beberapa aktivitas yang perlu dilakukan oleh guru

atau ustadz/ustadzah dalam menilai pencapaian siswa atau santri selama proses

belajar mengajar berlangsung adalah:

(a) Penialaian pada permulaan (pre-tes) proses belajar mengajar,


dimaksudkan agar guru mampu mengetahui kesiapan siswa terhadap
bahan yang akan diajarkan.

15
Ibid, h. 63
17

(b) Penilaian proses belajar mengajar, untuk mengetahui hingga manakah


bahan telah dikuasai, bahan manakah ynag harus dipahami, apa sebab
kegagalan mamahami bahan.
(c) Penilaian pada akhir proses belajar mengajar, untuk mengetahui apa yang
telah siswa kuasai dari seluruh pelajaran yang telah disampaikan.16

2. Kemampuan Santri Membaca Al-Qur’an

a. Pengertian Kemampuan Santri Membaca Al-Qur’an

Kemampuan dapat diartikan juga sebagai kompetensi, yaitu ”suatu hal yang

menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif

maupun yang kuantitatif.”17

Jadi kemampuan menurut Imanuddin Ismail yaitu: “merupakan dasar dari

kemajuan dan keselamatannya.”18

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

atau kompetensi adalah suatu kemampuan seseorang baik kemampuan dalam

angka maupun dalam huruf untuk menuju suatu kemajuan dalam berbagai hal.

Santri adalah orang yang mendalami agama Islam; orang yang beribadat

dengan sungguh-sungguh; orang yang saleh.19 Santri juga diartikan sebagai murid

atau siswa. Jadi pengertian santri di atas dapat disimpulkan bahwa santri adalah

orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sunggu-

sungguh ataupun orang yang saleh.

16
Syaifuddin Nurdin dan M. Basyruddin Usman, Guru Profesional dan implementasi
Kurikulum, Ciputas Pers, Jakarta, 2002, h-h. 113-114
17
Moh. Uzer Usman, Op. Cit, h. 4
18
Imanuddin Ismail, Pengembangan Kemampuan Belajar Pada Anak-Anak, Bulan Bintang,
Jakarta, 1980, h. 10
19
Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amelia, Surabaya, 2005, h. 315
18

Sedangkan ”membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang

melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga

melibatkan aktifitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.” 20 Lebih

jauh Farida Rahim mengatakan bahwa, ”membaca sebagai Proses Visual

merupakan proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi.”21

Pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa membaca adalah suatu

kegiatan yang tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi menerjemah simbol tulis ke

dalam bunyi atau kata-kata lisan dan sebagai suatu peoses berpikir, membaca

mencakup aktifitas pengenalan kata, pemahaman literal, isterprestasi, membaca

kritis, dan pemahaman kreatif.

Dari devinisi di atas, bila digabungkan dua kalimat yaitu kemampuan

membaca adalah suatu kemampuan seseorang yang menjadi dasar kemajuan

dalam melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga

melibatkan aktifitas visual atau proses menerjemah simbol tulis de dalam bunyi,

berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.

Al-Qur’an asal kata dari Qur’an, yaitu ”bentuk masdhar dari kata kerja

qara’a, berarti bacaan”.22 Sedangkan Al-Qur’an menurut istilah adalah ”firman

Alloh SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang memiliki

kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir,

20
Farida Rahim, Pengajaran Membaca Di Sekolah Dasar, Bumi Aksara, 2005, h. 2
21
Ibid, h. 3
22
Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat
Press, Jakarta, 2002, h. 4
19

yang ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan

surat An-Nas”.23

Sedangkan Al-Qur’an menurut Abuddin Nata adalah:

”Firman Alloh yang diturunkan kepada hati Rasullah, Muhammad bin


Abdullah melalui al-Ruhul Amin (Jibril as) dengan lafal-lafalnya yang
berbahasa arab dan maknanya yang benar, memberi petunjuk bagi mereka,
dan menjadi sarana pendekatan diri dalam ibadah kepada Alloh dengan
membacanya. Al-Qur’an itu terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al-
Fatihah dan diakhiri surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir
dari generasi ke generasi secara tulisan maupun lisan. Ia terpelihara dari
perubahan dan pergantian”.24

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Al-Qur’an adalah ”firman

Alloh SWT yang berbahasa arab dan maknanya yang benar yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad Saw., yang memiliki kemukjizatan lafal, membacanya

bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf,

dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas

Kemudian dinyatakan pula bahwa Kalam Tuhan yang diwahyukan kepada

Muhammad SAW, tidak hanya dinamai Al-Qur’an, tetapi juga dinamai dengan:

”1). Al Kitab. Lafadh ”Al Kitab” lebih banyak dipakai dalam Al Mushhaf. Dia

adalah muradif bagi Al Our’an, 2). Al Furqan, 3). Adz Dzikr”.25

Apabila hal tersebut di atas diperhatikan sebab-sebab AlQur’an dinamai

dengan nama-nama tersebut, maka nyatalah bagi kita, bahwa:

23
Ibid, h. 5
24
Abuddin Nata, Al-Qur’an Dan Hadits, Diterbitkan Dalam Rangka Kerjasama Dengan
Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Jakarta, 1993, hal-hal. 55-56
25
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Tafsir, Bulan Bintang,
Jakarta, 1980, h. 20
20

1) Al-Qur’an dinamai dengan “Al-Qur’an” adalah karena ia dibaca.

Sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an Surat Yusuf (12) ayat 3:

       


        
Artinya:
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik

dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu, dan

sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya

adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui”.26

2) Dinamai dengan Al Furqan adalah karena dia menceraikan yang benar dari

yang salah atau membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-Furqan (25) ayat 1:

       


 
Artinya:
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al

Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi

peringatan kepada seluruh alam”.27

3) Dinamai dengan “Al Kitab”, adalah karena dia ditulis. Sebagaimana

terteradalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi (18) ayat 1:

         


 
Artinya:
26
Departeman Agama Republik Idonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, Proyek Pengadaan Kitab
Suci Al-Qur’an,Jakarta, 1982/1983, h. 348
27
Ibid, h. 559
21

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada

hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan

kebengkokan di dalamnya”.28

4) Dan dinamai “Adz Dzikr”, adalah karena dia suatu peringatan daripada Alloh.

Sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-Hijr (15) ayat 9:

       


Artinya:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.29

Dengan demikian kemampuan membaca Al-Qur’an adalah kemampuan atau

kesanggupan dalam melafalkan tulisan pada kitab suci Al-Qur’an yang

merupakan wahyu Alloh menjadi bacaan secara lisan. Sehingga untuk dapat

mampu dalam membaca Al-Qur’an maka Toyib Hamdani mengutip dari pendapat

Asifika Djarman ”ada tiga hal pokok yang harus diajarkan dalam belajar bacatulis

Al-Qur’an yatiu (1) makhraj huruf (2) kalimat dan tanda-tanda baca (3) tajwid.”30

b. Perintah Baca Al-Qur’an

Dasar perintah untuk membaca Al-Qur’an tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-

Muzammil (73) ayat 4 yang berbunyi:

      


Artinya:

28
Ibid, h. 443
29
Ibid, h. 391
30
Toyib Hamdani, Hubungan Antara Peran Guru Dengan Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an
Anak Didik TPA Miftahul Huda, tp, 2002, h. 19
22

“atau lebih dari saperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan”.31

Ayat di atas menjelaskan bahwa, membaca dengan jelas sehingga pendengar

dapat mendegarkan dengan baik dan tidak menyimpang dari ilmu tawid. Karena

jika menyimpang dari ilmu tersebut, maka akan menyimpang pula dari

maksudnya. Hal ini mengandung arti bahwa kita diperintahkan untuk

melaksanakan belajar dan mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain dan yang

mengajarkannya

c. Kriteria Membaca Al-Qur’an

1) Makhraj Huruf

Makhraj yaitu tempat asal keluarnya sebuah huruf dari huruf-huruf

hijaiyyah.32 Jadi, pengertian ini dapat disimpulkan bahwa makhrajatul huruf

adalah tata cara membaca Al-Qur’an yang telah ditentukan tata caranya dalam

keluarnya huruf-huruf hijaiyyah.

Adapun makhraj huruf hijaiyyah adalah sebagai berikut:

a) Huruf ‫ م‬-‫ ب‬-‫( و‬Wawu-Ba’-Mim) keluar dari kedua bibir kalau wawu
bibirnya terbuka sedang Ba’ dan Mim bibirnya rapat.
b) Huruf ‫( ف‬Fa’) keluar dari bibir sebelah dalam bawah dan ujung lidah
depan.
c) Huruf ‫( ك‬Kaf) keluar dari pangkal lidah, tetapi di bawah makhraj Qaf.
d) Huruf ‫( ق‬Qaf) keluar dari pangkal lidah.
e) Huruf ‫( ص‬Shad) keluar dari samping lidah dan geraham kanan dan kiri.
f) Huruf ‫ ج‬- ‫ ش‬- ‫( ي‬Jim-Syin-Ya’) keluar dari tengah lidah dan tengahnya
langit-langit sebelah atas.

31
Departeman Agama Republik Idonesia, Op. Cit, h. 988
32
Ahmad Soenarto, Pelajaran Tajwid Praktis Dan Lengkap, Bintang Terang, Jakarta, 1988, h.
76
23

g) Huruf ‫ ط‬- ‫ ذ‬-‫( ت‬Tha’-Dal-Ta’) keluar dari ujung lidah dan pangkal gigi
depan sebelah kanan.
h) Huruf ‫ ظ‬- ‫ ذ‬- ‫(ث‬Zha’-Dzal-Tsa’) keluar dari ujung lidah dan ujung gigi
depan sebelah atas serta terbuka.
i) Huruf ‫ ض‬- ‫ ز‬- ‫( س‬Dlad-Za’-Sin) keluar dari ujung lidah di atas gigi
depan atas dan bawah.
j) Huruf ‫ خ‬- ‫( غ‬Kha’-Ghin) keluar dari uung tenggorokan.
k) Huruf ‫ ح‬- ‫( ع‬Ha’-‘Ain) keluar dari tengah tenggorokan.
l) Huruf ‫ ء‬- ‫( ها‬Hamzah-Ha’) keluar dari pangkal tenggorokan.
m) Huruf ‫( ل‬Lam) keluar dari antara lidah samping kanan atau kiri dan gusi
sebelah depan.
n) Hurf ‫( ن‬Nun) keluar dari ujung lidah di bawah makhraj lam
o) Huruf ‫( ر‬Ra’) keluar dari ujung lidah agak ke depan dan agak masuk ke
punggung lidah.33

2) Tanda baca

Menurut Abdul Mujib tanda baca huruf-huruf hijaiyyah ada 5 macam

yaitu:

a) Tanda baca baris satu ( ).


Jika di atas berupa alif disebut fathah, jika di bawah berupa alif
disebut kasrah, dan jika di atas berupa wawu disebut dhammah.
b) Tanda baca baris dua ( ).
Tanda baca disebut ”tanwin” yang kejadiannya sama dengan tanda
baca baris satu dengan rangkap dua.
c) Tanda baca mati ( ).
Tanda baca ini disebut sukun.
d) Tanda baca ganda ( ).
Tanda baca ini disebut “tasydid” atau ada yang menyatakan “tazhif”.
e) Tanda baca panjang ( ).
Tanda baca ini dugunakan untuk bacaan mad, yang cara membacanya
dipanjngkan.34

3) Tajwid

33
Ibid, h-h. 77-78
34
Abdul Mujib Ismail dkk, Pedoman Ilmu Tajwid, Karya Aditama, Surabaya, 1995, h. 33
24

Menurut Acep Lim Abduurohim tajwid adalah ”ilmu yang memberikan

segala pegertian tentang huruf, baik ha-hak huruf ( haqqul harf) maupun

huku-hukum baru yang timbul setelah hak-hak huruf (mustahaqqul harf)

dipenuhi, yang terdiri atas sifat-sifat huruf, hukum-hukum madd, dan lain

sebagainya”.35

Pendapat lain mengemukakan, bahwa ”Tajwid adalah melafalkan huruf-

huruf Al-Qur’an dengan makhraj dan sifatnya serta memenuhi hukum

bacaannya”.36

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tajwid adalah

ilmu yang mempelajari tentang huruf-huruf, makhraj huruf, sifat-sifat serta

hukum bacaannya dalam melafalkan bacaan Al-Qur’an.

Adapun contoh-contoh hukum bacaan dalam Al-Qur,an adalah

a) Hukum Nun sukun ( ‫ ) نن‬atau Tanwin ( ) seperti Idzhar Halq,


yaitu “Apabila nun bersukun atau tanwin menghadapi salah satu dari
huruf (halq) yang enam.” Enam huruf halq yang dimaksudkan devinisi
di atas ialah: ‫ خ‬,‫ غ‬,‫ ح‬,‫ ع‬,‫ ه‬,‫ء‬. Huruf-huruf tersebut adalah huruf-huruf
yang keluar dari tenggorokan (halq). Dikatakan Izh-har Halq karena
jelasnya pengucapan nun bersukun dan tanwin tatkala menghadapi
huruf yang keluar dari halq atau tenggorokan. Cara membaca Izh-har
Halq harus jelas dan terang. Kejelasan pengucapan tidak boleh
tertahan, karena bila tertahan akan tertukar dengan suara
sengau/dengung (ghunnah) dan Ikhfa’ Aqrab. Tegasnya, Izh-har Halq
harus dibaca satu ketukan, tidak memantul, tidak sengau, dan tidak
boleh samar. Perhatikan contoh-contoh berikut ini:

‫ ينننئننونن‬.‫ نمنن انمنن‬.‫ا = نرسسنونل انمنننينن‬


‫ نوتننننحتسنونن‬.‫ نمنن نحند نيدد‬.‫ح = نعلننينم نحلننينم‬
35
Acep Lim Abdurrohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, Diponegoro, Bandung, 2003, h. 3
36
Lajnah Pentashilan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang Dan Diklat Departemen Agama RI,
Pedoman Tajwid Transliterasi Al-Qur’an (PTTQ), Jakarta, 2007, h. 3
25

‫ نونالْسمنننخننقنةس‬.‫ نمنن نخنيدر‬.‫خ = نكلننمةن نخبننيثندة‬


‫ يننننع س‬.‫ نمنن نعنمنل‬.‫ع = نسنمنينع نعلننينم‬
‫ق بننما‬
‫ضنونن‬ ‫ فننسيسنننغ س‬.‫ نمنن نغلل‬.‫غ = نعفسرووا نغفسنوررا‬
‫ ينننهننونن‬.‫ اننن نهانذا‬.‫ه = قننونمنن نهادد‬37

b) Qalqalah yang hurufnya ada lima yaitu ”qaf ( ), tha’ ( ), ba’ ( ), jim (
), dan dal ( )”.38 Sebagai contoh qalqalah yaitu qalqalah Shughra, yaitu
”terjadi pada dua kondisi apabila huruf qalqalah: 1.bersukun ashli
2.bersukun di tengah kalimat. Cara pengucapan qalqalah ialah dengan
menekan kuat makhraj huruf dari huruf qalqalah yang bersukun
tersebut sehingga suaranya memantul dengan pantulan yang kuat dan
jelas. Untuk huruf qaf dan tha’ pantulannya mendekati suara ”o”
karena kedua huruf ini tersifati oleh Isti’la, sedangkan untuk huruf
lainnya akan terdengar mendekati suara ”e”, bahkan suara inipun
cenderung berubah-ubah tergantung pada harakat dari huruf sebelum
dan sesudahnya. Adapun contoh-contoh Qalqalah Shughra adalah
sebagai berikut:

Huruf Contoh Dibaca Q.S


Qalqalah
‫ق‬ ‫نرنزنقنناهسنم‬ Razaqnaahum 2:3
‫طسعنونن‬ ‫يننق ن‬ Yaqtha’uuna 9:121
‫ط‬ ‫طنمسعنونن‬ ‫ين ن‬ Yathma’uuna 7:46
‫ن‬
ِ‫اننلْسمطنمنئه‬ Al-muthmainnatu 89:27
‫ب‬ ‫نحنبنل‬ Hablum 111:3
‫ك‬‫نمنن قننبلن ن‬ Ming qablika 2:4
‫ج‬ ‫سمنجنرسمنونن‬ Mujrimuun 44:22
‫تسنجنزنونن‬ Tujzauna 6:93
‫د‬ ‫ينندسحلسنونن‬ Yadkhuluuna 4:124
‫سمندبننرنينن‬ mudbiriina 40:3339

Jadi dalam penelitian ini peserta didik atau siswa diukur melalui tes

tertulis, artinya peneliti memberikan soal pilihan ganda kepada santri.

37
As’ad Humam, Cara Cepat Belajar Tajwid Praktis, Balai Litbang LPTQ Nasional Team Tadarus
“AMM”, Yagyakarta, 2002, h. 7
38
Ibid, h. 129
39
Ibid, h.-h. 130-131
26

Dari uraian di atas, dapatlah dijelaskan bahwa untuk memperoleh nilai

kemampuan maka digunakan tes sebagai alat untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan santri membaca Al-Qur’an.

d. Taman Pendidikan Al-Qur’an

1) Pengertian Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA)

Taman Pendidikan AL-Qur’an (TPA) adalah ”sebagai lembaga untuk

sarana bagi Pendidikan dan Pengembangan dalam rangka mempelajari,

terutama bagi anak-anak (generasi muda), sebagai langkah awal untuk

mempersiapkan generasi muda Islam yang Qur’any dalam menghadapi dan

mengantisipasi tantangan zaman yang diserahkan makin jauh dari ajaran-

ajaran Islam yang bersumberkan dari Al-Qur’an”.40

2) Sejarah Berdirinya dan Perkembangan TPA di Indonesia

Bagi setiap muslim yang mempelajari Al-Qur’an termasuk cara

membacanya tak semudah yang kita bayangkan. Namun, untuk mendapatkan

hasil yang akan diharapkannya, sangatlah dibutuhkan seorang guru khusus

yang benar-benar mempunyai skil atau kemampuan dan otoritas (ijazah)

pengajaran Al-Qur’an. Sebab proses pembalajaran Al-Qur’an menyaratkan

adanya talaqqi (pertemuan guru-murid secara langsung) dalam proses

belajarnya. Sebagaimana para ulama ahlul Qur’an meyakini:

Satu-satunya orang yang bisa membaca Al-Qur’an dengan fasih dan


memahami isinya dengan benar adalah Rasulullah SAW yang mendapat
40
Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Ma’arif Jawa Timur, Pedoman Pengelolaan
Taman Pendidikan Al-Qur’an lengkap dengan Materi Pendukung, LP. Ma’arif NU, Tulungagung,
1993, h. 1
27

pengajaran langsung dari malaikat Jibril. Sementara tingkat kebenaran


bacaan orang-orang selain Rasulullah paling bagus hanya mendekati
kefasihan beliau saja. Itupun jumlahnya tidak banyak. Pengakuan akan
ketetapan cara membaca Al-Qur’an tersebut harus mendapat pengakuan
dari Rasulullah SAW.41

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa mempelajar Al-Qur’an seperti

termasuk cara membacanya telah dapat pengakuan dari Rasulullah SAW yang

telah diajarkan pula kepada para sahabat-sahabatnya, kemudian tabiut tabiin

dan para ulama serta generasi-generasi penerus di zaman yang akan datang.

Di Indonesia sendiri saat ini berdiri puluhan ribu tempat pengjaran Al-Qur’an.

Namun hanya sebagian saja yang benar-benar memiliki ijazah pengajaran


Al-Qur’an. Sebagian lagi tidak memiliki ijazah, namun pernah belajar
kepada ulama yang memiliki otoritas pengajaran Al-Qur’an. Ada juga
yang dengan niat baik, membuka pengajaran Al-Qur’an, meski tidak
memiliki ijazah dan tidak juga pernah berguru kepada orang yang
mempunyai ijazah.42

Dengan demikian, umat Islam Indonesia dalam mempelajari Al-Qur’an,

dulu mereka yang belajar Al-Qur’an terdapat di kampung-kampung yang

kemudian berbalik justru kini muncul di daerah perkotaan. Oleh karena itu

sejarah perkembangan TPA di Indosesia adalah:

Perkembangan ini diawali dengan ditemukannya metode balajar Al-


Qur’an Qiroaty oleh almarhum KH. Dahlan Salim Zarkasi. Pada tanggal 1
Juli 1986 beliau mendirikan TK Al-Qur’an Raudhatul Mujawwidin di
Semarang yang pertama di Indonesia. Berdirinya TK Al-Qur’an ini
menjadi awal gerakan yang spektakuler. Gerakan ini mendaji lebih
berkembang lagi setelah ditemikan metode Iqro’ olwh almarhum KH.
As’ad Humam dari Yogyakarta yang mendapat inspirasi dari Qiroaty.
Beliau mendirikan TK Al-Qur’an pada 16 Maret 1988 di Kotagede.
Setahun kemudian, ide beliau direspon oleh anak-anak muda islam yang

41
http://ahmadiftahsidik.blogspot.com/2009/03/sejarah-pengajaran-al-quran-ii.html
42
Ibid.
28

tergabung di dalam Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid


Indonesia (BKPRMI) yang pada Munasnya ke-5 di Surabaya 27-30 Juni
1989 mwnjadikan TK Al-Qur’an ini sebagai program nasional.
Pertumbuhan TK Al-Qur’an dilanjutkan dengan muncuknya Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).43

3) Kedudukan Taman Pendidikan Al-Qur’an

Taman Pendidikan Al-Qur’an ini adalah taman pendidikan yang berada di

tengah-tengah masyarakat untuk dijadikan pendidikan terutama tentang

pendidikan agama. Salah satu tempat penyelenggaraan pendidikan agama

adalah di mesjid atau yang kini dikenal dengan sebutan TPA( Taman

Pendidikan Al-Qur’an), dimana anak akan diajarkan untuk lebih mendalami

ilmu agama khususnya kemampuan dalam membaca serta memahami isi Al-

Qur’an, shalat, menghafal surat-surat pendek serta doa sehari-hari dan lain

sebagainya.

Dengan demikian, Taman Pendidikan Al-Qur’an dapat diartikan bahwa

TPA adalah pendidikan yang diselenggarakan di masjid-masjid oleh

masyarakat dalam menyelenggara pengajaran tentang agama atau disebut juga

sebagai Pendidikan nonformal. Sebagaimana hal ini sesuai dengan pendapat

Wikipedia, bahwa ”Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia

dini, serta pendidikan dasar, TPA, atau Taman Pendidikan Al-Qur’an, yang

banyak terdapat di masjid dan Sekolah Minggu yang terdapat di semua

geraja”.44 Jadi pendidikan TPA merupakan pendidikan nonformal.

43
http://hmnurfauzanahmad.blogspot.com/2009/04/gerakan-taman-pendidikan-al-qur’an-dan-
permasalahannya
44
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan#Pendidikan_nonformal
29

4) Tujuan dan Fungsi Taman Pendidikan Al-Qur’an

Adapun yang menjadi tujuan Taman Pendidikan Al-Qur’an adalah

sebagai berikut:

a) Memberantas buta huruf Al-Qur’an dan mempersiapkan anak mampu


membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.
b) Memupuk rasa cinta terhadap Al-Qur’an yang pada akhirnya juga
mempersiapkan anak untuk menempuh jenjang pendidikan agama (di
Madrasah) lebih lanjut.45

Sedangkan yang menjadi fungsi Taman Pendidikan Al-Qur’an adalah:


a) Mengembangkan seluruh potensi anak sejak usia dini dalam rangka
memujudkan pendidikan anak seutuhnya sehingga nantinya terbangun
generasi ideal masa depan yang beriman, berakhlak mulia, cerdas dan
mandiri.
b) Lmelaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan
serta mengembangkan life skills.46

3. Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kemampuan Santri Membaca Al-Qur'an

Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah,

pola, struktur, dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh

kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka.47 Guru yang kompeten

akan lebih mampu mengelola sehingga belajar para siswa atau santri berada pada

tingkat yang optimal. Seorang guru yang profesif harus mengetahui dengan pasti

kompetensi apa yang ditentukan oleh masyarakat dewasa ini bagi dirinya.

Al-Qur’an merupakan salah satu pedoman hidup umat Islam. Keberhasilan

seorang guru dalam mengajar akan dilihat dari kehidupan beragama Islam. Ini berarti

45
Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Ma’arif Jawa Timur, Op. Cit, h. 4
46
Ibid.
47
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Bumi Aksara,
Jakarta, Cet. Ke-3, 2004, h. 36
30

guru harus mampu mengajarkan materi dan memberi contoh karena kompetensi guru

dalam menyampaikan pelajaran pada siswa atau santri berhubungan dengan

keberhasilan kemampuan santri dalam membaca Al-Qur’an.

Hasil kemampuan santri mambaca akan dicapai dengan baik jika faktor-faktor

yang mempengaruhinya mendukung, salah satu faktor yang mempengaruhi hasil

kemampuan santri membaca adalah guru. Oleh karena itu, guru atau ustadz/ustadzah

dituntut memiliki kompetensi yang memadai, terutama kompetensi professional.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa terdapat

pengaruh yang erat antara Studi Kompetensi Guru terhadap Kemampuan Santri

Membaca Al-Qur’an. Artinya bila seorang mempunyai kompetensi yang baik,

sehingga kemampuan santri membaca yang dicapai juga akan menjadi baik.

B. Kerangka Pikir dan Paradigma

1. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran (kerangka pikir) merupakan penjelasan sementara

terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan dalam penelitian.48

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kerangka pikir adalah

merupakan penjelasan sementara tentang bagaimaan teori berhubungan dengan

berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

48
Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian, Ramayana Pers dan STAIN Metro, Jakarta Timur-
Metro, 2008, h. 57
31

Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah: Apabila Kompetensi

Guru baik, maka Kemampuan Santri Membaca akan baik, begitu juga sebaliknya

apabila Kompetensi Guru rendah, maka Kemampuan Santri Membaca akan

kurang.

2. Paradigma

Paradigma adalah “suatu cara pandang atau sudut pandang yang digunakan

oleh sekelompok orang untuk mengetahui atau mengamati suatu gejala sehingga

berdasarkan paradigma tersebut seseorang dapat mengamati gejala yang

bersangkutan”.49

Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis kemukakan paradigma dalam

penelitian ini adalah:

Baik Baik H
I
P
Kompetensi Sedang Kemampuan Cukup O
Guru Santri T
Membaca E
S
Rendah Kurang I
S

C. Rumusan Hipotesis

Rumusan hipotesis penelitian merupakan suatu pernyataan yang diajukan setelah

penelitian mengemukakan landasan teoritik dan kerangka berpikir. 50 Jadi ”Hipotesis


49
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta,
1998, hal. 131
50
Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro,
Pedoman Penulisan /Karya Ilmiah, Metro, 2006, h. 32
32

adalah jawaban atau dugaan sementara terhadap masalah penelitian, yang

kebenarannya masih harus diuji secara empiris”.51

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa hipotesis adalah jawaban

sementara dari masalah yang ada dalam penelitian di mana peneliti masih harus

membuktikan kebenaran dari dugaan itu ke lapangan penelitian.

Berangkat dari pengertian hipotesis di atas dan melihat hasil prasurvey maka

yang menjadi hipotesis penulis adalah sebagai berikut:

Ha : Ada Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kemampuan Santri Membaca Al-

Qur’an di TPA Masjid Darussalam Desa Raman Endra Kecamatan Raman

Utara Kabupaten Lampung Timur Tahun Ajaran 2009/2010.

Ho : Tidak ada Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kemampuan Santri

Membaca Al-Qur’an di TPA Masjid Darussalam Desa Raman Endra

Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur Tahun Ajaran

2009/2010.

Jadi setelah penulis menuliskan hipotesis Ha dan Ho, maka yang dijadikan

hipotesis sebagai penelitian penulis adalah Ha yaitu Ada Pengaruh Kompetensi Guru

Terhadap Kemampuan Santri Membaca Al-Qur’an di TPA Masjid Darussalam Desa

Raman Endra Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur Tahun Ajaran

2009/2010.

51
Edi Kusnadi, Op. Cit, h. 59

Anda mungkin juga menyukai