Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN CAIRAN

PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DESEASE STAGE V

OLEH:

GEDE SURYA ADI PRATAMA

NIM. 1502105031

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN


PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019
1. DEFINISI
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon
terhadap stressor fisiologi dan lingkungan (Kurniawan, 2016). Keseimbangan
cairan dan elektrolit mencakup komposisi dan perpindahan berbagai cairan
tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) danzat
tertentu (zat terlarut). Gangguan volume cairan dalah suatu keadaan ketika
individu beresiko mengalami penurunan, peningkatan, atau perpindahan cepat
darisatu kelainan cairan intravaskuler, interstisial dan intraseluler. Pada
gangguan volume cairan dapat ditetapkan dua diagnosa yaitu kelebihan
volume cairan dan kekurangan volume cairan.
2. KLASIFIKASI
Menurut Rahayu dan Harnanto (2017), terdapat beberapa klasifikasi cairan
dan elektrolit yaitu sebagai berikut :
1) Klasifikasi Mengenai Cairan
A. Klasifikasi menurut distribusi cairan tubuh yaitu sebagai berikut:
a) Cairan Ekstrasel (CES) terdiri dari :
o Cairan interstitial (CI) yaitu cairan yang berada diantara sel yang
menyusun sekitar 15% berat tubuh.
o Cairan intravascular (CIV) terdiri dari plasma (cairan limfe) dan
darah yang menyusun sekitar 5% berat tubuh
o Cairan transeluler yang terdiri dari cairan serebrospinalis, synovia,
cairan peritoneum, cairan dalam rongga mata, dll yang menyusun
1-3% berat tubuh.
b) Cairan intrasel (CIS) yaitu cairan dalam membrane sel yang
membentuk 40% berat tubuh.
B. Klasifikasi berdasarkan komposisi cairan tubuh terdiri dari:
a) Elektrolit: senyawa yang jika larut dalam air akan pecah menjadi ion
dan mampu membawa muatan listrik, yang terdiri dari:
o Kation : elektrolit yang mempunyai muatan positif
o Anion: elektrolit yang mempunyai muatan negatif
Elektrolit berfungsi untuk neuromuskular dan keseimbangan asam
basa. Elektrolit diukur dalam mEq/L.
b) Mineral merupakan senyawa jaringan dan cairan tubuh, yang berfungsi
dalam:
o Mempertahankan proses fisiologis
o Katalis dalam respons saraf, kontraksi otot, dan metabolisme zat
gizi
o Mengatur keseimbangan elektrolit dan produksi hormon,
menguatkan struktur tulang.
c) Sel merupakan unit fungsional dasar dari jaringan tubuh, contohnya
eritrosit dan leukosit.
C. Klasifikasi berdasarkan pergerakan cairan tubuh:
a) Difusi yaitu proses ketika partikel berpindah dari daerah
berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah, sehingga
distribusi partikel dalam cairan merata atau melewati membran sel
yang permeabel. Contoh: gerakan oksigen dari alveoli paru ke darah
kapiler pulmoner.
b) Osmosis yaitu perpindahan pelarut melalui membran semipermeabel
dari larutan dengan zat pelarut (solut) konsentrasi rendah ke larutan
dengan solut konsentrasi tinggi. Kecepatan osmosis bergantung pada
konsentrasi solut, suhu larutan, muatan listrik solut, dan perbedaan
antara tekanan osmosis yang dikeluarkan larutan. Tekanan osmotik
merupakan tekanan dengan kekuatan untuk menarik air dan tekanan ini
bergantung pada jumlah molekul di dalam larutan. Tekanan osmotik
dipengaruhi oleh protein, khususnya albumin yang menghasilkan
osmotik koloid atau tekanan onkotik. Konsentrasi larutan (osmolalitas)
diukur dalam osmol yang mencerminkan jumlah substansi dalam
larutan yang berbentuk molekul, ion, atau keduanya. Larutan yang
osmolalitasnya sama dengan plasma darah disebut isotonik, akan
mencegah perpindahan cairan dan elektrolit dari kompartemen intrasel.
Hipotonik adalah larutan yang memiliki konsentrasi solut lebih rendah
dari plasma, akan membuat air berpindah ke dalam sel. Hipertonik
adalah larutan yang memiliki konsentrasi solut lebih tinggi dari
plasma, akan membuat air keluar dari sel.
c) Filtrasi yaitu proses gerakan air dan zat terlarut dari area dengan
tekanan hidrostatik tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dibuat oleh berat cairan.
Filtrasi penting dalam mengatur cairan keluar dari arteri ujung kapiler.
d) Transpor aktif memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi
untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel
dari daerah konsentrasi rendah atau sama ke daerah konsentrasi sama
atau lebih besar. Contoh: pompa natrium kalium, natrium dipompa
keluar dari sel dan kalium dipompa masuk ke dalam sel.
D. Klasifikasi berdasarkan pengaturan cairan tubuh:
a) Asupan cairan diatur melalui mekanisme rasa haus, yang berpusat di
hipotalamus. Air dapat diperoleh dari asupan makanan (buah, sayuran,
dan daging, serta oksidasi bahan makanan selama proses pencernaan).
Sekitar 220 ml air diproduksi setiap hari selama metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak berlangsung.
b) Haluaran cairan Cairan terutama dikeluarkan melalui ginjal dan
saluran gastrointestinal. Pada orang dewasa, ginjal setiap menit
menerima sekitar 125 ml plasma untuk disaring dan memproduksi
urine. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dipengaruhi oleh hormon
antideuretik (ADH) dan aldosteron. Kehilangan air melalui kulit diatur
oleh saraf simpatis, yang mengaktifkan kelenjar keringat.
c) Hormon utama yang memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
adalah ADH dan aldosteron. ADH menurunkan produksi urine dengan
cara meningkatkan reabsosrbsi air oleh tubulus ginjal dan air akan
dikembalikan ke dalam volume darah sirkulasi. Aldosteron mengatur
keseimbangan natrium dan kalium, menyebabkan tubulus ginjal
mengekskresi kalium dan mengabsorbsi natrium, akibatnya air akan
direabsorbsi dan dikembalikan ke volume darah. Glukokortikoid
memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2) Klasifikasi Mengenai Elektrolit
A. Klasifikasi berdasarkan pengaturan keseimbangan asam basa:
a) Pengaturan kimiawi
Ekskresi hidrogen dikendalikan oleh ginjal. Protein (albumin,
fibrinogen, dan protrombin) dan gama globulin dapat melepaskan
atau berikatan dengan hidrogen untuk memperbaiki asidosis atau
alkalosis.
b) Pengaturan biologis
Hidrogen memiliki muatan positif dan harus ditukar dengan ion
lain yang bermuatan positif, sering kali ion yang digunakan adalah
kalium. Karbondioksida berdifusi ke dalam eritrosit dan
membentuk asam karbonat, asam karbonat membelah menjadi
hidrogen dan bikarbonat, hidrogen terikat pada hemoglobin.
d) Pengaturan fisiologis
o Paru-paru
Apabila konsentrasi hidrogen berubah, paru-paru bereaksi
untuk memperbaiki ketidakseimbangan dengan mengubah
frekuensi dan kedalaman pernapasan
o Ginjal
Ginjal mengabsorbsi bikarbonat jika terjadi kelebihan asam dan
mengekskresikannya jika terjadi kekurangan asam. Ginjal
menggunakan fosfat untuk membawa hidrogen dengan
mengekskresikan asam fosfat dan membentuk asam basa.
Ginjal mengubah amonia (NH3) menjadi ammonium (NH4+)
dengan mengikatnya pada hidrogen.
B. Klasifikasi berdasarkan ketidakseimbangan elektrolit
a) Ketidakseimbangan natrium
Hiponatremia adalah konsentrasi natrium dalam darah lebih
rendah, terjadi saat kehilangan natrium atau kelebihan air.
Hiponatremia menyebabkan kolaps pembuluh darah dan syok.
Hipernatremia adalah konsentrasi natrium dalam darah lebih tinggi,
dapat disebabkan oleh kehilangan air yang ekstrim atau kelebihan
natrium. Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui ginjal atau
sebagian kecil melalui tinja, keringat, dan air mata. Normalnya
sekitar 135-148 mEq/lt.
b) Ketidakseimbangan kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan
intrasel yang berfungsi sebagai exitability neuromukuler dan
kontraksi otot. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan
mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi
aldosteron. Hipokalemia adalah kalium yang bersikulasi tidak
adekuat, dapat disebabkan oleh penggunaan diuretik. Hipokalemia
dapat menyebabkan aritmia jantung. Hiperkalemia adalah jumlah
kalium dalam darah lebih besar, disebabkan oleh gagal ginjal. Nilai
normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
c) Ketidakseimbangan kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan tulang dan
gigi, penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah
(pembekuan darah) dan membantu beberapa enzim pankreas.
Kalsium diekresi melalui urine, keringat. Konsentrasi kalsium
dalam tubuh diatur langsung oleh hormon paratiroid pada
reabsorbsi tulang. Hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar
kalsium serum. Hiperkalsemia adalah peningkatan konsentrasi
kalsium serum.
d) Ketidakseimbangan magnesium
Keseimbangan magnesium diatur oleh kelenjar parathyroid, dan
magnesium diabsorbsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam
tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Jika magnesium
dalam plasma darah kadarnya menurun, maka ginjal akan
mengeluarkan kalium lebih banyak, dapat terjadi pada pasien
alkoholisme kronis, muntah-muntah, diare, gangguan ginjal.
Hipomagnesemia terjadi ketika kadar konsentrasi serum turun
sampai di bawah 1,5 mEq/L, menyebabkan peningkatan iritabilitas
neuromuskular. Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi
magnesium serum meningkat sampai di atas 2,5 mEq/L,
menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel otot.
e) Ketidakseimbangan klrorida
Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu
mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah.
Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai di
bawah 100 mEq/L, disebabkan oleh muntah atau drainage
nasogastrik/fistula, diuretik. Hiperkloremia terjadi jika kadar serum
meningkat sampai di atas 106 mEq/L
C. Klasifikasi berdasarkan ketidakseimbangan asam basa:
a) Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik ditandai dengan peningkatan konsentrasi
karbon dioksida (PaCO2), kelebihan asam karbonat, dan
peningkatan hidrogen (penurunan pH). Hal ini disebabkan oleh
hipoventilasi akibat gagal napas atau overdosis obat, sehingga
cairan serebrospinalis dan sel otak menjadi asam, menyebabkan
perubahan neurologis.
b) Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik ditandai dengan penurunan PaCO2 dan
penurunan konsentrasi hidrogen (peningkatan pH). Hal ini
disebabkan oleh penghembusan karbon dioksida berlebihan pada
waktu mengeluarkan napas atau oleh hiperventilasi, akibat ansietas
atau asma.
c) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi
hidrogen dalam cairan ekstrasel, disebabkan oleh peningkatan
kadar hidrogen atau penurunan kadar bikarbonat.
e) Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik ditandai dengan kehilangan asam dari tubuh
atau meningkatnya kadar bikarbonat, disebabkan oleh muntah,
gangguan asam lambung, menelan natrium bikarbonat.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui adanya permasalah terkait
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit menurut Tamsuri (2009) dapat
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan:
A. Hitung darah
Hematokrit (Ht) menggambarkan persentase total darah dengan sel darah
merah. Karena hematokrit merupakan pengukuran volume sel dalam
plasma, nilainya akan dipengaruhi oleh jumlah cairan plasma. Dengan
demikian, nilai Ht pada klien yang mengalami dehidrasi atau hipovolemia
cenderung meningkat, sedangkan nilai Ht pada pasien yang mengalami
overdehidrasi dapat menurun. Normalnya, nilai Ht pada laki-laki adalah
40%-54% dan perempuan 37%-47%.
B. Osmolalitas
Osmolalitas merupakan indikator konsentrasi sejumlah partikel yang
terlarut dalam serum dan urine. Biasanya dinyatakan dalam mOsm/kg.
C. pH Urine
pH urine menunjukkan tingkat keasaman urine yang dapat digunakan
untuk menggambarkan ketidakseimbangan asam basa. pH urine normal
adalah 4,6-8 pada kondisi asidosis metabolik.
D. Berat Jenis Urine
Berat jenis urine dapat digunakan sebagai indikator gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengukuran berat jenis urine
merupakan cara paling mudah dan cepat untuk menentukan konsentrasi
urine. Berat jenis urine dapat meningkat saat terjadi pemekatan akibat
kekurangan cairan dan menurun saat tubuh kelebihan cairan. Nilai berat
jenis urine normal adalah 1,005 – 1,03. Selain itu, berat jenis urine juga
meningkat saat terdapat glukosa dalam urine, juga pada pemberian
dekstran, obat kontras radiografi, dan beberapa jenis obat lainnya.
E. Analisa Gas Darah
Analisa Gas Darah biasanya yang biasa diperiksa adalah pH, PO, HCO,
PCO, dan SaO2.
- PCO2 normal : 35 – 40 mmHg
- PO2 normal : 80 – 100 mmHg
- HCO3 normal : 22 – 24 mmHg
- SaO2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah sampai bagian perifer tubuh,
normalnya 95% - 98%.

4. PENATALAKSANAAN
A. Pemilihan cairan intravena
a) Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline
dan ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip
cairan ekstraselular. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan
koloid, dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang
interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial. Penggunaan
cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer
laktat dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik
yang disebabkan adanya peningkatan produksi bikarbonat akibat
metabolisme laktat. Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien
memiliki gula darah yang rendah atau memiliki kadar natrium yang
tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi dihindarkan karena
komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitas,
hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral (Suta dan
Sucandra, 2017).
b) Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid
digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan
berat seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan
transfusi darah, pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan
koloid merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik yang
dimana koloid memiliki sifat yaitu plasma expander yang merupakan
suatu sediaam larutan steril yang digunakan untuk menggantikan
plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka baker, operasi,
Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal dan
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada cross match. Contoh koloid alami yaitu
seperti fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia, serta koloid
sintetik seperti cairan koloid yaitu dextran, gelatin (Suta dan Sucandra,
2017).
B. Perhitungan pemenuhan kebutuhan cairan intravena
Untuk mengetahui jumlah tetesan per menit (TPM) cairan infus yang akan
diberikan pada pasien, terlebih dahulu kita mengetahui jumlah cairan yang
akan diberikan, lama pemberian, dan faktor tetes tiap infus. Adapun cara
perhitungan TPM yaitu (Fauziah, 2016) :
Jumlah TPM = Kebutuhan cairan x Faktor tetes / lama pemberian x 60
menit
C. Perhitungan keseimbangan cairan (input dan output cairan)
Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah ±
2.500 cc per hari. Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam
mengimbangi asupan cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal
adalah ±2.300 cc. Jumlah cairan paling banyak dikeluarkan dari eksresi
ginjal (berupa urine), sebanyak ±1.500 cc per hari pada orang dewasa.
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan
pengawasan asupan dan pengeluaran secara khusus. Peningkatan jumlah
dan kecepatan pernapasan, demam, keringat, muntah, dan diare dapat
menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan (Fauziah, 2016).
Adapun rumus menghitung keseimbangan cairan yaitu intake cairan mulai
dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan pasien,
volume obat-obatan, termasuk obat suntik, albumin, dll dikurangi dengan
output cairan yang dihitung dari cairan pada feses dan urine dalam 24 jam,
jika pasien dipasang kateter maka hitung dalam ukuran di urobag serta
jumlah IWL (Insensible Water Loss) yaitu jumlah cairan yang keluarnya
tidak disadari dan sulit dihitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas
dengan rumus yaitu IWL = (15x BB)/24 jam (Fauziah, 2016).
D. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil
resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat
perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.

5. PATHWAY (terlampir)

6. PENGKAJIAN
a) Data Biografi dan Demografi
Pada identitas dikaji nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
pekerjaan, status perkawinan, agama, suku, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, sumber informasi, diagnosa medis.
b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
c) Pengkajian Pola Fungsional Gordon:
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini
sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari
larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan
khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini
meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual,
muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan
input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi,
terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya
antara tekanan darah dan suhu.
4) Aktifitas dan latihan
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah,
serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah
aktifitas dibantu.
5) Pola istirahat dan tidur
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
6) Pola persepsi dan koknitif
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat
berkomunikasi dengan jelas.
7) Pola hubungan dengan orang lain
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya
penurunan kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi
penurunan libido, keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas
hubungan.
8) Pola persepsi diri
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki
menjadi edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya
perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.
9) Pola mekanisme koping
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat
mengambil keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
10) Pola kepercayaan
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa
bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak
dapat melakukan kegiatan agama seperti biasanya.
11) Pola Seksualitas
Gejalanya penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten, Haid
menjadi tidak teratur dan sedikit, Kehamilan sering berakhir dengan
keguguran, Bola mata menonjol, dapat disertai dengan penglihatan
ganda.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Analisa Data
No Gejala Etiologi Masalah
1 DS : CKD Ketidakseimbangan
- Pasien mengatakan volume cairan:
sesak nafas. Laju Filtrat Glomerulus Lebih dari
DO : kebutuhan tubuh
- Edema pada Oliguria
ekstremitas
Retensi air dalam tubuh
- Pasien terlihat sesak
- Berat badan pasien
Edema
naik
Ketidakseimbangan
volume cairan: Lebih dari
kebutuhan tubuh

b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan volume cairan: Lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi ditandai dengan
perubahan pada pola nafas

c. Intervensi keperawatan (NOC dan NIC)


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidak NOC Label: Fungsi NIC: Manajemen NIC: Manajemen
seimbangan Ginjal Cairan dan Cairan dan
volume Kriteria hasil: elektrolit. elektrolit.
cairan: - pH darah klien 1. Monitor serum 1. Memantau kadar
Lebih dari dalam rentang level elektrolit elektrolit yang
kebutuhan normal (7 – 7,4). abnormal. abnormal untuk
tubuh - Kadar bikarbonat 2. Monitor tanda dan mengetahui jenis
(HCO3) dalam gejala adanya elektrolit yang
darah pada perburukan cairan tidak seimbang.
rentang normal seperti: oliguria. 2. Agar dapat
(22-26 mEq/L) 3. Monitor TTV mengetahui
- Output urin klien. kondisi klien
normal dalam 24 4. Monitor efek apabila terjadi
jam. samping dari perburukan
- Kelelahan dapat pemberian obat- sehingga dapat
teratasi. obatan. dilakukan
- Udem dapat 5. Konsultasikan intervensi yang
teratasi. dengan dokter jika tepat.
ketidakseimbangan 3. Untuk mengetahui
NOC Label: Status elektrolit kondisi umum
respirasi: memburuk. klien.
pertukaran gas 6. Kolaborasi dengan 4. Untuk mengetahui
- Saturasi oksigen dokter: Persiapkan pemberian obat-
dalam rentang klien untuk dialisis obatan tidak
normal. jika diperlukan. memberikan efek
- RR klien kembali Monitor input dan samping yang
normal. output cairan buruk.
dalam 24 jam. 5. Agar dapat
melakukan
NIC: Vital Signs intervensi lebih
Monitoring lanjut jika terjadi
- Observasi tanda perburukan.
adanya 6. Hemodialisis
hipoventilasi. bertujuan untuk
- Monitor status membantu kerja
pernafasan klien. ginjal pada pasien
dengan gagal
NIC: Hemodialisis ginjal kronik.
terapi 7. Untuk mengetahui
- Kaji status kimia jika terjadi
darah. perubahan pada
- Catat TTV klien keseimbangan
sebelum dialisis cairan klien.
- Beri penjelasan
mengenai tujuan NIC: Vital Signs
tindakan. Monitoring
- Beri penjelasan - Untuk mencegah
pada klien terjadinya
mengenai diet hipoventilasi pada
untuk pasien klien.
dialisis. - Untuk mengetahui
- Bandingkan nilai jika terdapat
kimia darah perubahan atau
setelah dilakukan gangguan pada
dialisis. pola pernafasan
klien.

NIC: Hemodialisis
terapi
- Untuk mengetahui
adanya
ketidakseimbangan
kimia darah.
- Untuk mengetahui
TTV sebelum
dilakukan dialisis.
- Agar klien
mengetahui tujuan
tindakan dan tidak
merasa cemas.
- Agar tidak terjadi
komplikasi akibat
pola nutrisi yang
tidak sesuai.
- Untuk mengetahui
adanya perubahan
setelah intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah,I.A. (2016). Upaya mempertahankan balance cairan dengan memberikan
cairan sesuai kebutuhan pada klien dhf di Rsud Pandan Arang Boyolali.
Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses dari:
http://eprints.ums.ac.id/

Kurniawan, A. (2016). Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan cairan dan


elektrolit pada Tn. R di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
Skripsi. Jawa Tengah: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong

Rahayu, S., & Harnanto, A.M. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta:
Kemenkes RI. Diakses dari: http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/KDM-2-Komprehensif.pdf

Suta, P.D.D., & Sucandra, I.M.A.K. (2017). Terapi Cairan. Denpasar: RSUP
Sanglah. Diakses dari
:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4edffa59ee1f819f
b8d38d45bda90131.pdf

Tamsuri, A. (2009). Klien dengan Gangguan Keseimbangan Cairan dan


Elektrolit. Jakarta : ECG.

Anda mungkin juga menyukai