Laporan Pendahuluan Tuli
Laporan Pendahuluan Tuli
Tuli Sensorineural
A. Definisi
Tuli sensorineural adalah kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan saraf
otak yang terbagi atas tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.Tuli
sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirinitis, intoksikasi obat ototaksik atau
alkohol.Dapat juga disebabkan tuli mendadak, tauma kapitis, trauma akustik dan
pemaparan bising tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuoroma akustik, tumor
sudut pons serebellum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan
otak lainnya. (Indro Soetirto: 2003)
B. Etiologi
- Mengidap penyakit meniere, neuroma akustik, meningitis, ensefalitis, atau
sklerosis multipel.
- Faktor keturunan.
- Cedera kepala.
- Serangan stroke.
- Kondisi autoimunitas.
- Kelainan telinga.
- Kemoterapi.
- Obat-obatan antibiotik tertentu.
- Radioterapi untuk kanker hidung.
- Infeksi virus di telinga bagian dalam atau di saraf pendengaran
D. Manifestasi Klinis
Rasa tidak enak di telinga, tersumbat, dan pendengaran terganggu. Rasa
nyeri akan timbul bila benda asing tersebut adalah serangga yang masuk dan
bergerak serta melukai dinding liang telinga. Pada inspeksi telinga dengan atau
tanpa corong telingaakan tampak benda asing tersebut.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan
menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara
harus melewati udara agar sampai ke telinga.Penurunan fungsi pendengaran atau
ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran
telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf
pendengaran di otak.Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai
dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada
prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea
di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran
menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf
pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur
saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun,
tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli
konduktif.Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka
terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan
sensorineural terjadi secara bersamaan
b. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu
dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara
dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian
nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita
tidak lagi dapat mendengarnya.Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara
terpisah.Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan
earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang
digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus
mastoideus.
c. Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan
supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri
dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang
separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
d. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk
membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang
terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.Pada tuli konduktif, nilai
diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar)biasanya berada
dalam batas normal.Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di
bawahnormal.Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
e. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi
(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah.Timpanometri digunakan untuk
membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.Prosedur in tidak
memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan padaanak-
anak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang
terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini
bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapabanyak
suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran
telinga.Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
· penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga
tengah dengan hidung bagian belakang)
· cairan di dalam telinga tengah
· kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan
suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot
stapedius, yangmelekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di
telinga tengah).Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap
suara-suara yang keras/gaduh(refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran
suara dan melindungi telinga tengah.Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran
neural, maka refleks akustik akan berubah ataumenjadi lambat. Dengan refleks
yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksiselama telinga menerima
suara yang gaduh.
f. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat
rangsangan pada saraf pendengaran.Respon auditoris batang otak juga dapat
digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau
penderita yang menjalani pembedahan otak.
g. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf
pendengaran.Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari
penurunan fungsipendengaran sensorineural.Elektrokokleografi dan respon
auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilaipendengaran pada penderita
yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadarterhadap
suara.Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk
memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).Beberapa
pemeriksaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang
mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
· mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
· memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri
menerima pesan yang lain
· menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua
telinga menjadi pesan yang bermakna
· menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga
pada waktu yang bersamaan.
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu
kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam
menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan
dalam menentukan sumber suara.
Beberapa pemeriksaan yang khusus dilakukan pada anak – anak adalah:
1. Free Field Test
Dilakukan pada ruangan kedap suara dan diberikan rangsangan suara dalam
berbagai frekuensi untuk menilai respons anak terhadap bunyi
2. Behavioral Observation (0 – 6 bulan)
Pada pemeriksaan ini diamati respons terhadap sumber bunyi berupa
perubahan sikap atau refleks pada bayi yang sedang diperiksa
3. Conditioned Test (2 – 4 tahun)
Anak dilatih untuk melakukan suatu kegiatan saat mendengar suara stimuli
tertentu.
4. B.E.R.A (Brain Evoked Response Audiometry)
Dapat menilai fungsi pendengaran anak atau bayi yang tidak kooperatif
F. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya.Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh
adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan
pembuangan cairan dan kotoran tersebut.Jika penyebabnya tidak dapat diatasi,
maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
b. Pemeriksaan fisik
B1(breathing) : infeksi saluran pernafasan atas yang
berulang
B2(blood) : tidak ada kelainan pada sistem
kardiovaskuler
B3(brain) : pusing, vertigo,nyeri, rasa penuh pada
telingga
B4(bladder) : tidak ada kelainan
B5(bowel) : tidak ada kelainan
B6(bone&muskuluskeletal) : malaise, aktivitas terbatas, suhu meningkat
c. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
2. Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada
telingatengah
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
4. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otore
5. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
6. Ansietas berhubungan dengan prosedur perubahan status kesehatan dan
pengobatan
7. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,
anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih
besar setelah operasi.
8. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan berkurangnya
pendengaran.
d. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada
nyerim
Intervensi:
· Kaji nyeri, lokasi,karasteristik, mulai timbul, frekuensi dan intensitas,
gunakan tingkat ukuran nyeri R/ : untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri
guna intervensi selanjutnya
· Ajarkan dan bantu dengan alternative teknik pengurangan nyeri (misalnya
imajinasi, musik, relaksasi) R/ : pengalihan perhatian dapat mengurangi
nyeri
· Ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam R/ : posisi yang nyaman dapat membantu
mengurangi tingkat nyeri.
· Berikan analgesik jika dipesankan R/ : analgesic dapat mengurangi nyeri.
4. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otorrhea. Tujuan : pola koping klien
adekuat
Intervensi:
·Kaji tingkat koping klien terhadap penyakit yang dialaminya R/ : Untuk
mengetahui tingkat koping pasien terhadap penyakitnya guna intervensi
selanjutnya.
·Kaji tingkat pola koping keluarga terhadap penyakit yang dialami klien R/ :
Pola koping keluarga mempengaruhi koping pasien terhadap penykitnya
·Berikan informasi yang adekuat mengenai penyakit yang dialami klien. R/ :
Informasi adekuat dapat memperbaiki koping pasien terhadap penyakitnya
·Berikan motivasi kepada klien dalam menghadapi penyakitnya R/ : Motivasi
dapat membantu pasien dalam menghadapi penyakitnya dan menjalani
pengobatan sehingga klien tidak merasa sendirian.
·Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien. R/ : Motivasi dari
keluarga sangat membantu proses koping pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Mukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta.
November 2011
http://www.scribd.com/doc/23723412/TULI-SENSORINEURALdiakses pada
Soetirto, Indro.2003. Tuli Akibat Bising dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga