Anda di halaman 1dari 3

ISTIHSAN

Pengertian dan Contoh-Contohnya

Disusun oleh:
Ghulam Fathul Amri (121021800009)

1) Istihsan bi an-Nashsh

Contoh istihsan bi an-Nashsh berdasarkan Nashsh Al-Qur’an


adalah berlakunya ketentuan wasiat setelah seseorang itu wafat, padahal
menurut ketentuan umum ketika orang yang telah wafat, ia tidak berhak
lagi terhadap hartanya, karenanya telah beralih kepada ahli warisnya.
Nyatanya, ketentuan umum tersebut dikecualikan oleh Al-Qur’an,
antara lain termaktub dalam surah an-Nisa’ (4) : 12 :

Sesudah dipenuhi wasiat yang diwasiatkannya atau sesudah dibayar


utangnya….1

Contoh istihsan bi an-Nash yang berdasarkan sunnah ialah, tidak


batalnya puasa orang yang makan atau minum karena lupa, padahal
menurut ketenutan umum, makan dan minum membatalkan puasa,
nyatanya ketentuan umum tersebut dikecualikan berdasarkan hadits 2:

2) Istihsan Bi al-Ijma’

Istihsan bi al-ijma’ adalah istihsan yang meninggalkan penggunaan


dalil qiyas karena adanya ijma’ ulama yang menetapkan hukum yang
berbeda dari tuntunan qiyas3. Sebagai contoh, ketetapan ijma’ tentang

1
Kementrian agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid (Jawa Barat, Sygma creative media corp,
2014), an-Nisa’, (12).
2
Abd. Rahman Dahlan,Ushul Fiqh Cet.4,( Jakarta : Amzah 2016), h.200
3
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh,( Jakarta : PT. Firdaus Pustaka), h 409
5

sahnya akad istishna’ (perburuhann/pesanan). Menurut qiyas, semestinya


akad itu batal. Sebab sasaran (obyek) akad tidak ada ketika akad itu
dilangsungkan.

Akan tetapi karena transaksi model itu telah dikenal dan sah
sepanjang zaman, maka hal itu dipandang sebagai ijma’ atau urf’Am
(tradisi) yang dapat mengalahkan dengan dalil qiyas. Yang demikian ini
berarti merupakan perpindahan suatu dalil ke dalil lain yang lebih kuat

3) Istihsan bi al-Urf

Istihsan bi al-Urf adalah pengecualian hukum dari prinsip syari’ah


yang umum, berdasarkan kebiasaan yang berlaku. Contohnya ialah,
menurut ketentuan umum mentapkan ongkos kendaraan umum dengan
harga tertentu secara pukul rata, tanpa membedakan jauh atau dekatnya
jarak tempuh, adalah terlarang. Sebab, transaksi upah-mengupah harus
berdasarkan kejelasan pada obyek upah yang dibayar. Akan tetapi melalui
istihsan, transaksi tersebut dibolehkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku,
demi menjaga jangan timbul kesulitan masyarkat dan terpeliharanya
kebutuhan mereka terhadap transaksi tersebut.4

4) Istihsan bi ad-Dharurah

Istihsan bi ad-Dharurah adalah istihsan yang disebabkan oleh


adanya keadaan yang darurat (terpaksa) dalam suatu masalah yang
mendorong seorang mujtahid untuk meninggalkan dalil qiyas. Seperti
contoh menghukumkan sucinya air sumur atau kolam air yang kejatuhan
najis dengan cara menguras airnya. Menurut ketentuan umum, tidak
mungkin mensucikan sumur atau kolam hanya dengan mengurasnya. Sebab
ketika air sedang dikuras mata air akan terus mengeluarkan air yang

4
Abd. Rahman Dahlan,Ushul Fiqh Cet.4,(Jakarta : Amzah 2016), h.202
6

kemudian akan bercampur dengan air yang bernajis. Demikian juga dengan
alat pengurasnya (timba atau mesin pompa air); ketika bekerja, air yang
bernajis akan mengotori alat tersebut, sehingga air akan tetap najis. Akan
tetapi, demi kebutuhan menghadapi keadaan darurat, berdasarkan istihsan,
air sumur atau kolam dipandang suci setelah dikuras.5

5) Istihsan bi al- Mashlahah Mursalah

Istihsan bi al- Mashlahah Mursalah adalah mengecualikan


ketentuan hukum yang berlaku umum berdasarkan kemaslahatan, dengan
memberlakukan ketentuan lain yang memenuhi prinsip kemaslhatan.
Misalnya, menetapkan hukum sahnya wasiat yang ditujukkan untuk
keperluan yang baik, dari orang yang berada dibawah pengampuan, baik
karena ia kurang akal maupun karena berperilaku boros. Menurut ketentuan
umum, tindakan hukum terhadap harta orang yang dibawah pengampuan
tidak sah, karena akan mengabaikan kepentingannya terhadap hartanya.
Akan tetapi, demi kemaslahatan, wasiat orang tersebut dipandang sah.
Sebab, dengan memberlakukan hukum sah wasiatnya yang ditujukkan
untuk kebaikan,maka hartanya akan tetap terpelihara. Apalagi mengingat
bahwa hukum berlakunya wasiat adalah setelah ia wafat; tentu hal itu tidak
menganggu kepentingan orang yang berwasiat tersebut. Oleh karena itu,
ketentuan umum yang berlaku dalam harta orang yang dibawah
pengampunan dikecualikan khusus yang berkaitan dengan wasiat.6

5
M uhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh,( Jakarta : PT. Firdaus Pustaka), h 409
6
Abd. Rahman Dahlan,Ushul Fiqh Cet.4,( Jakarta : Amzah 2016), h.203

Anda mungkin juga menyukai