MOLAHIDATIDOSA
1. Definisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami
perubahan hidrofobik Mola hidatidosa merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan
edema vesikular dari vili korialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara
histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia.
Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
2. Patofisiologis
Ada beberapa teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas:
a. Teori Missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion), karena itu terjadi gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili
dan akhirnya terbentuk gelembunggelembung.
b. Teori neoplasma dari Park
Dikatakan yang abnormal adalah sel- sel trofoblas, yang mempunyai fungsi abnormal pula,
dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke-dalam vili sehingga timbul gelembung.
Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Mola hidatidosa
komplit berasal dari genom maternal (genotype 46XX lebih sering) dan 46 XY jarang, tapi
46XXnya berasal dari replikasi haploid sperma dan tanpa kromosom dari ovum. Mola
parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal dan 1
haploid maternal (tripoid, 69XX atau 69XY dari 1 haploid ovum dan lainnya
reduplikasi paternal dari 1 sperma atau fertilisasi disperma).
3. Tanda dan Gejala
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan
biasa, yaitu enek, muntah, pusing dan lain-lain, hanya satu derajat
keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga biasanya
besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Perdarahan merupakan gejala utama mola,
biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit.
Gejala perdarahan ini biasanya terjadi pada bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata
12-14 minggu. Sifat perdarahan biasa intermitten, sedikit-sedikit, atau sekaligus banyak,
sehingga menyebabkan syok dan kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya pasien
mola masuk dengan keadaan anemi.
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenorea, perdarahan
pervaginaan atau keluarnya “vesikel” mola dari vagina, uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan dan tidak ditemukannya tanda kehamilan pasti, seperti tidak terabanya bagian-
bagian janin juga gerakan janin dan ballotemen serta tidak terdengarnya bunyi jantung
janin. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) dalam darah atau urine. Peninggian HCG terutama
setelah hari ke 100, biopsy transplasental. Bila belum jelas dapat dilakukan
pemeriksaan dengan sondase uterus yang diputar Diagnosis pasti dari mola hidatidosa
biasanya dapat dibuat dengan ultrasonografi dengan menunjukkan gambaran
yang khas berupa “vesikel-vesikel” (gelembung mola) dalam kavum uteri atau “badai salju”
(snow
flake pattern). Secara singkat gambaran diagnostic klinik mola hidatidosa adalah:
a. Pengeluaran darah yang terus menerus atau intermitten yang terjadi pada kehamilan
kurang lebih 12 minggu.
b. pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
c. pada palpasi tidak teraba bagian janin dan denyut jantung janin tidak terdengar
d. gambaran ultrasonografi yang khas.
e. kadar HCG yang tinggi setelah hari ke 100.
f. preeklampsia-eklampsia yang terjadi sebelum minggu ke-24
4. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya mola yaitu wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal
amat sangat beresiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat.
Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding wanita yang lebih muda hal
ini dikaitkan dengan kualitas sel telur yang kurang baik pada wanita usia ini.. Paritas tidak
mempengaruhi faktor risiko ini. Risiko lainnya yaitu riwayat keguguran 2 kali atau lebih,
riwayat kehamilan mola sebelumnya juga dapat meningkatkan kejadian mola hingga lebih
dari 10 kali lipat. Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan
carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih sering tejadi pada wanita
dengan tingkat pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita perokok. Usia
kurang 20 tahun. Gizi buruk.
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba),
hebat dan kaut (rupture tuba), ada nyeri takan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum
douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal,
gejalanya sebagai berikut :
a. Sensitivitas tekanan pada abnomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen
bagian atas
b. Abdomen tegang
c. Mual
d. Nyeri Bahu
e. Membran mukosa anemis
Jika terjadi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah
100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin,
ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berkembang diluar rahim, biasanya didalam
tuba falopi. Situasi ini membahayakan nyawa karena dapat menyebabkan pecahnya tuba
falopi jika kehamilan berkembang.
Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain
cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah kehamilan
ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan
tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan
umum pasien.
2. Patofisiologis
Proses implantasi ovum di tuba pada adasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri.
Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar
telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya
dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorsi.
Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antar dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan
yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di
tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
ipovolemi, pembesaran uterus, tumor dalam rongga panggul, perubahaan darah.selanjutnya
tergantung dari beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
3. Klasifikasi
Kehamilan tuba, fertilisasi yakni penyatuan ovum dengan spermatozoa terjadi di ampulla
tuba. Dari sini ovum yang telah dibuahi digerakan ke kavum uteri dan ditempat yang terakhir
ini mgadakan implantasi di endometrium. Keadaan pada tuba yang menghambat atau
menghalangi gerakan ini, dapat menjadi sebab bahwa implantasi terjadi pada endosalping.
Selanjutnya, ada kemungkinan pula bahwa pada ovum yangb dibuahi memberi predisposisi
untuk implantasi diluar ovum uter. Akan terjadi hal ini kiranya tidak terjadi banyak terjadi.
(prrawirohardjo, sarwono 2005).
Kehamilan Heterotipik. Kehamilan ektopik di sebuah lokasi dapat koeksis dengan
kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini snagat langka. Hingga satu dekade yang lalu
insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalam 30.000 kehamilan, namun dikatakan bahwa
insidennya sekarnag telah meningkat menjadi 1 dalam 7000 bahkan 1 dalam 900 kehamilan,
berkat perkembangan teknik-teknik reproduksi.
Kehamilan ovarial, kehamilan ovarial sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari spigelberg, yakni: a. Tuba sisi kehamilan harus normal,
b. Kantonng janin hharus berlokasi padaovarium, c. Ovarium dihubungkandengan uterus oleh
ligamentum ovarii proprium, d. Histopatologis ditemukan jaringan ovarium didalam dinding
kantong janin.
Kehamilan servikal, kehamilan servikal pun snagat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalamkanalis servikal, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oelh kkarena perdarahan.
Kehamilan abdominal, enurut kepustakaan, kehamilan abdominal kjarang terjadi kira-kira
1 diantara 1.500 kehami;an. Kehamilan abdominal ada dua macam yaitu : a. Kehamilan
abdominal primer, terjadi bila telur dari awal megadkan implantasi dalam rongga perut, b.
Kehamilan abdominal sekunder, berasal dari kehamilan tuba dan setelah rupture baru menjadi
kehamilan abdominal (UNPAD,2005).
4. Tanda dan Gejala
Pada wanita yang mengalami KET gejala yang terlihaat menyerupai Appendiksitis
dengan gejala antara lain: nyeri perut bagian bawah, amenore, perdarahan pervaginam, syok
karena hipovolemi, pembesaran uterus, tumor dalam rongga panggul, perubahan darah.
Gejala-gejala ektopik beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosi kadang-kadang
menimbulkan kesulitan, yang penting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah
supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini.
Agar gejala yang muncul pasti karena KET harus didukung oleh hasil pemeriksaan untuk
membantu diagnosis: tes kehamilan, laparoskopi, Ultrasonografi (USG), Kuldosentesis,
diagnosis diferensial (Diagnosa banding) yang harus diwaspadai adalah infeksi pelvis,
Abortus Imminens atau insipiens, Torsi kista ovarium, Appendistis, Ruptur korpus luteum.
Nyeri yang terlokalisasi/nyeri abdomen. Amenore, perdarahan vagina atau spotting. Nteri
ahu, distensi abdomen, mual, muntah, pusing, pingsan, apireksia.
5. Faktor Risiko
a. Kehamilan kektpik sebelumnya
b. Pembedahan sebelumnya terhadap tuba uterina
c. Pajanan terhadap dietilstilbestroldalam uterus
d. Abnormalitas kongenital pada tuba
e. Infeksi sebelumnya, termasuk klamidia, gonorea,dan penyakit inflamasi pelvis
f. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
g. Teknik reproduktif bantuan
6. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan
demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan kondisi penderita pada saat
itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,lokasi kehamilan ektopik, kondisi
anatomik rongga pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan
teknologi fertilisasi invirto setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif
dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomia.
Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan
pervaginam tidak teratur (tidak selalu).
Dapatkan darah untuk transfuse, sebelum tersedia, infus cepat : Macrodex, Haemaccel,
Plasmagel
Dengan hasil positif, Laparotomi selama dengan anastesi yang sama.
Dapatkan persetujuan operasi sebelum punksi kavum douglasi,pada saat bersamaan tanyakan
keinginan mempunyai anak lagi.
MOLAHIDATIDOSA
Segera kerumah sakit
Tidak boleh melakukan kuretase di tempat praktik dokter!
Di rumah sakit:
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu:
1) perbaiki keadaan umum; 2) pengeluaran jaringan mola; 3) terapi profilaksis
dengan sitostatika; 4) pemeriksaan tindak lanjut (follow up).
a. Perbaikan keadaan umum. Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi,
transfuse darah bila anemia (Hb 8 gr%), jika ada gejala preeklampsia dan hiperemis
gravidarum diobati sesuai dengan protocol penanganannya. Sedangkan bila ada gejala
tirotoksikosis di konsul ke bagian penyakit dalam.
b. Pengeluaran jaringan mola. Ada 2 cara yaitu: a) kuretase; b) Histerektomi.
1) Kuretase. Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah
rutin, kadar β-hCG, serta foto thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan. Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan
pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum
kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus dengan tetesan
oxytocin 10 UI dalam 500 cc Dextrose 5%/. Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali
dengan interval minimal 1 minggu. Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke
laboratorium PA.
2) Histerektomi: tindakan ini dilaku-kan pada wanita yang telah cukup (> 35 tahun)
dan mempunyai anak hidup (>3 orang).
c. Terapi profilaksis dengan sitostatika Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien
pasca evaluasi mola hidatidosa masih menjadi kontroversi. Beberapa hasil penelitian
menyebutkan bahwa kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus
yang mendapatkan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar
47%. Pada umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa
ditinggalkan dengan pertimbangan efek samping dan pemberian kemoterai untuk
tujuan trapi definitive memberi-kan keberhasilan hampir 100%. Sehingga pemberian
profilaksis diberikan apabila. apabila dipandang perlu pilihan profilaksis kemoterapi
adalah: Metotreksat 20 mg/ hari IM selama 5 hari
d. Penatalaksanaan Lanjutan
Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
setelah pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi kondom, pil
kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat
penderita datang kontrol
Pemeriksaan kadar β-hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar β-
hCG normal tiga kali berturut-turut
Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar β-hCG normal
selama 6 kali berturut-turut
Bila terjadi remisi spontan (kadar β-hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks setelah
saru tahun semua-nya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti menggunakan
kontrasepsi dan hamil lagi.
Bila selama masa observasi kadar β-hCG tetap atau bahkan meningkat taua pada
pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka penderita harus
dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
Penanganan Bidan
1. Ny. F umur 25 th datang ke polindes mngatakan sejak 2 bulan terakhir tidak menstruasi.
Mengeluh sakit pada perut bagian bawah mengeluarkan darah bercak berwarna coklat tua.
Hasil pemeriksaan di dapatkan belum ada pembukaan, nyeri goyang potio, plano test (+).
2. Ny. F umur 25 th. Hamil ke 2 ke BPM dengan keluhan amenorrhoe 3 bulan, ibu F merasa
sering mual kadang-kadang muntah. Hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah
pusat, tidak teraba balotemen, hasil pemeriksaan PPV: darah kecoklatan.
3. Ny. E 26 th ke BPM mengeluh sudah 2 bulan tidak menstruasi, perut bagian bawah nyeri
dan mengeluarkan bercak darah berwarna coklat. Hasil pemeriksaan dalam belum ada
pembukaan portio , nyeri goyang. PP test (+).
Ny. S umur 26 tahun datang ke BPM kehamilan ke tiga umur kehamilan 3 bulan, perdarahan
sedikit, mengeluh mual,muntah,4-5 kali sehari. Hasil pemeriksaan TD 140/90 mmHg, TFU 3
jari di bawah pusat, ballotemen (-), DJJ (-)
10. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa pada kasus Ny
Fadalah ....
A. Tes Kehamilan
B. Darah rutin
C. Titer HCG
D. Urin rutin
E. HBSAg
Kunci Jawaban :
1. A 6. A
2. C 7. E
3. A 8. D
4. C 9. A
5. A 10. C
Varney, Helen, Dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed.4,Vol.1. Jakarta: ECG
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2002. Jakarta
Taber, Ben-Zion. 1994. Kapita selekta Kedaruratan Obsetri dan Ginekologi. Jakarta: ECG