Anda di halaman 1dari 190

LAPORAN TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT


TEKNIK KONTROL EMISI PARTIKULAT UDARA
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
PERENCANAAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Disusun Oleh:
Kelompok 8
1 Andi Handoko Saputro E34120079
2 Siti Rahmatika F44120011
3 Muhammad Nofal F44120030
4 Gilang Bela Ramadhan F44120035
5 Deni Miranda F44120039
6 Indri Anggraini F44120091

Dosen Pembimbing :

1. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc


2. Yanuar Chandra W, S.T, M.Si
3. Namira Dita Rachmawati, S.T, M. Si
4. Joana Febrita, S.T, M.T
5. Febri Mulyani S.T

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT


TEKNIK KONTROL EMISI PARTIKULAT UDARA
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
PERENCANAAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

LAPORAN AKHIR TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN

Sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir Semester pada


Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:

1 Andi Handoko Saputro E34120079


2 Siti Rahmatika F44120011
3 Muhammad Nofal F44120030
4 Gilang Bela Ramadhan F44120035
5 Deni Miranda F44120039
6 Indri Anggraini F44120091

Disetujui
Bogor, Januari 2015

Koordinator Mata Kuliah

Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc.


NIP. 19660321 199003 1 01
LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN

No Dosen Praktikum % Penilaian Nilai Komerntar

Yanuar Chandra W,
1 S.T, M.Si 50

Namira Dita
2 Rachmawati, S.T, 25
M.Si

Joana Febrita, S.T,


3 25
M.T

Total 100

Mengetahui,

Koordinator Dosen Praktikum Koordinator Mata Kuliah


Teknik Sanitasi Lingkungan Teknik Sanitasi Lingkungan

Yanuar Chandra W, S.T, M.Si Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc.
NIP. 19660321 199003 1 012
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga laporan tugas akhir mata kuliah Teknik Sanitasi Lingkungan ini berhasil
diselesaikan pada waktu yang tepat. Laporan tugas akhir ini disusun sebagai salah
satu persyaratan untuk penilaian mata kuliah Teknik Sanitasi Lingkungan di
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
beberapa pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian tugas alkhir ini.
1. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc. selaku
koordinator mata kuliah Teknik Sanitasi Lingkungan atas tambahan ilmu
dan pemahaman selama kuliah berlangsung.
2. Terima kasih kepada Bapak Yanuar Chandra. W, S.T, M.Si. selaku
koordinator dosen praktikum mata kuliah Teknik Sanitasi Lingkungan atas
tambahan ilmu dan pemahaman selama kuliah berlangsung.
3. Terima kasih kepada Ibu Namira Dita R. S.T, M.Si. dan Ibu Joana Febrita,
S.T, M.T. selaku dosen praktikum Teknik Sanitasi Lingkungan atas segala
bimbingan dan arahannya selama penyelesaian laporan tugas akhir ini.
4. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Teknik
Sipil dan Lingkungan angkatan 49 yang telah membantu dan mendukung
sehingga laporan dapat diselesaikan dengan baik.

Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca khususnya mengenai materi sanitasi lingkungan. Kritik
dan saran terhadap laporan ini akan diterima sebagai masukan.

Bogor, Desember 2015

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT 1
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Sistem Pewadahan Sampah 2
Sistem Pengumpulan Sampah Skala Rukun Warga 3
Identifikasi Kondisi TPS 4
Sistem Pengangkutan Sampah Skala Rukun Warga 5
Analisis Kualitas Sampah 10
Pengomposan 11
METODOLOGI PENELITIAN 12
Sistem Pewadahan Sampah 12
Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah 12
Sistem Pengumpulan Sampah 13
Kondisi Tempat Penampungan Sementara (TPS) 14
Analisis Kuantitatif Sampah 14
Sistem Pengangkutan Sampah 15
Aktivitas Daur Ulang Sampah dan Peran Serta Masyarakat pada
Pengelolaan Sampah 16
Proses Pengomposan pada Pengelolaan Sampah 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Sistem Pewadahan Sampah 17
iii

Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah 22


Sistem Pengumpulan Sampah 27
Kondisi Tempat Penampungan Sementara (TPS) 28
Analisis Kualitatif Sampah 30
Distribusi Sampah 33
Peran Serta Masyarakat 35
Proses Pengomposan pada Pengelolaan Sampah 38
KESIMPULAN 41
DAFTAR PUSTAKA 42
BAB II TEKNIK KONTROL EMISI PARTIKULAT UDARA 50
PENDAHULUAN 50
Latar Belakang 50
Tujuan 50
TINJAUAN PUSTAKA 51
Pencemaran Udara 51
Karakteristik Partikulat Pencemar Udara 52
Pengendali Partikulat 53
METODOLOGI PENELITIAN 54
Unit Pengendalian Partikulat: Cyclone 54
Unit Pengendalian Partikulat: Gravity Settling Chamber 58
Unit Pengendalian Partikulat: Fabric Filter 60
HASIL DAN PEMBAHASAN 66
Unit Pengendalian Partikulat: Cyclone 66
Unit Pengendalian Partikulat: Gravity Settling Chamber 71
Unit Pengendalian Partikulat: Fabric Filter 73
KESIMPULAN 76
DAFTAR PUSTAKA 77
BAB III SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH 79
PENDAHULUAN 79
Latar Belakang 79
iv

Tujuan 79
TINJAUAN PUSTAKA 79
Metode Pembuangan 79
Sistem Saluran 80
Bahan Saluran 81
Perlengkapan Saluran 82
METODOLOGI PENELITIAN 83
Perhitungan Debit Limbah Domestik 83
HASIL DAN PEMBAHASAN 87
Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) 87
KESIMPULAN 90
DAFTAR PUSTAKA 91
BAB IV PERENCANAAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN
AIR LIMBAH 100
PENDAHULUAN 100
Latar Belakang 100
Tujuan 101
TINJAUAN PUSTAKA 101
Komponen Bangunan IPAL 101
Data Perencanaan Pembangunan IPAL 102
Analisis Karakteristik Air Limbah 102
Jenis Pengolahan Air Limbah 102
Metode Pengolahan Air Limbah 104
Kesetimbangan Massa 106
Comminutor 106
Bak Penangkap Pasir (Grit Chamber) 107
Limbah Cair 107
Sludge 107
Teknologi Pengelolaan Sludge 108
v

Teknologi Pengolahan Lumpur 108


Stabilisasi Lumpur dengan Sludge Digester 108
Kolam Pengeringan Lumpur (Sludge Drying Bed) 109
Septic Tank (Tangki Septik) 110
METODOLOGI PENELITIAN 110
Kesetimbangan Massa 110
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Grit Chamber 117
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Bak Ekualisator 123
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Comminutor 126
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Sedimentasi Primer 127
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Oxidation Ditch 134
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Sedimentasi Sekunder 137
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Desinfektor 141
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Digester 142
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Sludge Drying Bed 143
Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Tangki Septik 144
HASIL DAN PEMBAHASAN 145
Analisis Karakteristik Air Limbah 145
Grit Chamber 148
Comminutor 150
Bak Ekualisasi 151
Unit Sedimentasi Primer 156
Unit Sedimentasi Sekunder (Clarifier) 160
Oxidation Ditch 162
Desinfektor 164
Sludge Digester 165
Sludge Drying Bed 166
Tangki Septik 167
KESIMPULAN 168
DAFTAR PUSTAKA 170
vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Sistem Pewadahan Sampah Lokasi Penelitian 21


Tabel 1.2 Data Pengukuran Kadar Air Bahan Uji Sampah 30
Tabel 1.3 Data Pengukuran Kadar Volatil Dan Kadar Abu 31
Tabel 1.4 Data Pengukuran Kadar Karbon Organik 32
Tabel 1.5 Data Pengukuran Kadar Total Kjedal Nitrogen (TKN) 32
Tabel 1.6 Harga Jual Sampah Pengumpul 38
Tabel 2.1 Dimensi Standar Rancangan Cyclone 55
Tabel 2.2 Kecepatan Penyaringan (V) Maksimum Untuk Berbagai Jenis Debu
Untuk Metode Shaker Atau Reverse-Air Fabric Filter 62
Tabel 2.3 Jenis Bahan Filter dan Resistansi Terhadap Temperatur dan
Kandungan Kimia 62
Tabel 2.4 Jumlah Kompartemen Untuk Setiap Net Cloth Area 63
Tabel 2.5 Perbandingan Kecepatan Aktual Penyaringan (Vj) Terhadap
Rata-Rata Kecepatan Penyaringan (VN-1) di Beberapa
Kompartemen dalam Fabric Filter 65
Tabel 2.6 Kecepatan Penyaringan Maksimum Untuk Berbagai Jenis Debu
dalam Metode Pulse-Jet Fabric Filter 65
Tabel 2.7 Dimensi Standar Rancangan Cyclone 67
Tabel 2.8 Hasil Perhitungan Berdasarkan Dimensi Standar 67
Tabel 2.9 Perhitungan Efisiensi Cyclone Menggunakan Model Barth 68
Tabel 2.9 Perhitungan Efisiensi Cylone Menggunakan Model Leith – Licht 69
Tabel 2.10 Perhitungan Efisiensi Cylone Menggunakan Model Lozia – Leith 70
Tabel 2.11 Data Perhitungan Dimensi Gravity Settling Chamber 72
Tabel 2.12 Hasil Perhitungan Perencanaan Gravity Settling Chamber 72
Tabel 2.13 Hasil Pengujian Filter Serta Perhitungan Densitas Debu dan
Filter Drag 73
Tabel 2.14 Data Awal Pengukuran Studi Kasus 76
Tabel 3.1 Penempatan Manhole pada Pipa Lurus 82
Tabel 3.2 Kebutuhan Air Non-Domestik Kategori Kota Tipe III 84
Tabel 3.3 Data Penduduk di Kawasan SIL Woow Regency pada Segmen 14/15-
IPAL 88
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan PE Kumulatif pada Segmen 15-16, 16-IPAL 88
Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Vmin pada Segmen 14-15, 15-16, 16-IPAL 89
Tabel 4.1 Kriteria Desain Untuk Pembersihan Secara Manual dan Mekanis
Untuk Bar Racks 114
vii

Tabel 4.2 Kriteria Rancang Bar Screen 114


Tabel 4.3 Tabel Nilai Y/A dan X/A Proportional Weir 117
Tabel 4.4 Kriteria Rancangan Aerated Grit Chamber 118
Tabel 4.5 Kriteria Desain Unit Bak Ekualisasi 125
Tabel 4.6 Kriteria Rancangan Comminutor 127
Tabel 4.7 Waktu Detensi Bervariasi Untuk Overflow Rate 128
Tabel 4.8 Kriteria Desain Perencaan Oxidation Ditch 134
Tabel 4.9 Kriteria Desain Unit Clarifier 137
Tabel 4.10 Kriteria Desain Unit Oxidation Ditch 137
Tabel 4.12 Fluktuasi Debit, Konsentrasi BOD dan SS pada Air Limbah 146
Tabel 4.13 Data Kualitas dan Kuantitas Air Limbah Domestik 146
Tabel 4.14 Data Kualitas dan Kuantitas Air Limbah Industri 146
Tabel 4.15 Data Awal Kesetimbangan Massa 147
Tabel 4.16 Kriteria Desain Aerated Grit Chamber 149
Tabel 4.17 Kriteria Terpilih Perancangan Aerated Grit Chamber 149
Tabel 4.18 Hasil Rancangan Unit Aerated Grit Chamber 149
Tabel 4.19 Ukuran dan Kapasitas Comminutor 151
Tabel 4.20. Kriteria Desain Unit Bak Ekualisasi 151
Tabel 4.21 Perhitungan Volume Kumulatif Unit Ekualisasi 152
Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Dimensi Pipa Influen dan Effluent 155
Tabel 4.23 Perhitungan Dimensi Bak Sedimentasi 156
Tabel 4.24 Hasil Perhitungan Dimensi Bagian-Bagian Bangunan Sedimentasi 157
Tabel 4.25 Data Air Limbah Influen dan Kuantitas Lumpur Bak Sedimentasi 158
Tabel 4.26 Kualitas Efluen Air Limbah Dari Pengolahan di Bangunan
Sedimentasi 159
Tabel 4.27 Desain Ruang Lumpur Bak Sedimentasi 159
Tabel 4.28 Data Hasil Perhitungan pada Perancangan Unit Sedimentasi
Sekunder 161
Tabel 4.29 Desain Dimensi Bak Oksidasi 163
Tabel 4.30 Hasil Perhitungan Horse Power 163
Tabel 4.31 Data Hasil Perhitungan pada Perancangan Unit Desinfektor 164
Tabel 4.32 Data Perhitungan Pengolahan pada Unit Digester 165
Tabel 4.33 Data Perhitungan Pengolahan pada Unit Drying Bed 166
Tabel 4.34 Data Awal Untuk Perancangan Tangki Septik Komunal 167
Tabel 4.35 Hasil Perhitungan Dimensi Tangki Septik 168
viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pengangkutan Pola 1 6


Gambar 1.2 Pengangkutan Pola 2 7
Gambar 1.3 Pengangkutan Pola 3 8
Gambar 1.5 Pengangkutan Pola Manual 9
Gambar 1.6 Skematik Alur Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah 12
Gambar 1.7 Wadah Level 1 Rumah 1: (a) Jenis 1, (b) Jenis 2, dan (c) Jenis 3 17
Gambar 1.8 Wadah Level 3 Rumah 1 18
Gambar 1.9 Wadah Level 1 Rumah 2: (a) Jenis 1, dan (b) Jenis 2 18
Gambar 1.10 Wadah level 3 rumah 2: (a) lubang pengambilan sampah, (b) bak
Sampah 19
Gambar 1.11 Wadah Level 1 Rumah 3 19
Gambar 1.12 Wadah Level 3 Rumah 3 19
Gambar 1.13 Wadah Level 1 Rumah Sewa 20
Gambar 1.14 Wadah Level 2 Rumah Sewa 20
Gambar 1.15 Tempat Pembakaran Sampah dari Rumah Sewa 20
Gambar 1.16 Kondisi TPS 21
Gambar 1.17 Massa Bersih Sampah (kg) dari Rumah 1 22
Gambar 1.18 Massa Bersih Sampah (kg) dari Rumah 2 23
Gambar 1.19 Massa Bersih Sampah (kg) dari Rumah 3 23
Gambar 1.20 Massa Bersih Sampah (kg) Total dari Rumah 1, 2, dan 3 24
Gambar 1.21 Densitas Sampah (kg/m3) Total dari Rumah 1, 2, dan 3 24
Gambar 1.22 Massa Bersih Sampah (kg) dari Rumah Sewa (Kost) 25
Gambar 1.23 Densitas Sampah (kg/m3) dari Rumah Sewa (Kost) 25
Gambar 1.24 Diagram Persentase Komposisi Sampah Rumah 26
Gambar 1.25 Diagram Persentase Komposisi Sampah Rumah 27
Gambar 1.26 Gacok 28
Gambar 1.27 Sapu Lidi 28
Gambar 1.28 Pacul 28
Gambar 1.29 Bak Plastik 28
Gambar 1.30 Rute Pengambilan Sampah dari Daerah Pengamatan Menuju
ke TPS 29
Gambar 1.31 Kondisi Tempat Penampungan Sementara 29
Gambar 1.32 Kondisi Saluran Pembuangan dan Penyaluran Air Lindi 30
Gambar 1.33 Pola Setiap Harinya 35
Gambar 1.34 Grafik Pemisahan Sampah 36
Gambar 1.35 Pemisah Limbah B3 (Baterai Bekas) 36
ix

Gambar 1.36 Diagram Pengomposan 37


Gambar 1.37 Grafik Daur Ulang Sampah 37
Gambar 1.38 Kotak Sampah (A) Anorganik 1, (B) Anorganik 2, (C) Organik,
dan (D) Limbah B3 39
Gambar 1.39 (A) Bak Pengomposan Skala Rumah Tangga dan (B) Ruang
Pembakaran 39
Gambar 1.40 Wadah Pengomposan Skala Sedang 39
Gambar 1.41 Wadah Pengumpulan Kompos 40
Gambar 1.42 (A) Penyaring Kompos (B) Kompos yang Sudah Dikemas dan (C)
Kualitas Kompos 41
Gambar 2.1 Ilustrasi Dimensi Cyclone 55
Gambar 2.2 Tipikal Grafik Filter Drag Terhadap Densitas Debu 62
Gambar 2.3 Kurva Efisiensi Cyclone Model Barth pada Beberapa Kecepatan Gas
di Inlet 69
Gambar 2.4 Kurva Efisiensi Cyclone Model Leith – Licht pada Beberapa
Kecepatan Gas di Inlet 70
Gambar 2.5 Kurva Efisiensi Cyclone Model Lozia-Leith pada Beberapa
Kecepatan Gas di Inlet 71
Gambar 2.6 Hubungan Antara Densitas Debu dan Filter Drag 74
Gambar 3.1 Grafik Design Of Main Sewers 85
Gambar 4.1 Skema Kesetimbangan Massa pada IPAL dengan Lumpur Aktif 111
Gambar 4.2 Penentuan Volume Bak Berdasarkan Grafik Volume Kumulatif 153
Gambar 4.3 Penentuan Kondisi Bak Berdasarkan dalam Keadaan Kosong 154
Gambar 4.4 Grafik Nilai BOD Sebelum dan Sesudah Ekualisasi 154
Gambar 4.5 Grafik Nilai BOD Sebelum dan Sesudah Ekualisasi 155
x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Dokumentasi Penelitian 43


Lampiran 1.2 Lembar Kuesioner Sampah Rumah Tangga 44
Lampiran 1.3 Rute Perjalanan Truk Pengangkut dari TPS Ke TPA 46
Lampiran 1.4 Rute Perjalanan Truk Pengangkut dari Sumber (Perumahan)
ke TPS 47
Lampiran 1.5 Hasil Wawancara 30 Kepala Keluarga 48
Lampiran 1.6 Dokumentasi Wawancara Responden Kuesioner 49
Lampiran 2.1 Contoh Perhitungan Gravity Settling Chamber dan Daya
Kompresor Pulse-Jet Fabric Filter 78
Lampiran 3.1 Contoh Perhitungan Air Limbah SIL Woow Regency 92
Lampiran 3.2 Contoh Perhitungan Air Limbah SIL Woow Regency (Lanjutan) 93
Lampiran 3.3 Contoh Perhitungan Diameter Pipa dan Volume Puncak 94
Lampiran 3.4 Tabel Perhitungan Volume Air Buangan Awal 95
Lampiran 3.5 Tabel Perhitungan Penggelontoran 96
Lampiran 3.6 Tabel Perhitungan Volume Air Buangan Akhir 97
Lampiran 3.7 Tabel Perhitungan Penanaman Pipa dan Penentuan Drop Manhole 98
Lampiran 3.8 Contoh Perhitungan 99
Lampiran 4.1 Contoh Perhitungan Grit Chamber 172
BAB I
SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT
1

BAB I

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi
lingkungan yang baik agar dapat melaksanakan aktivitasnya, sebaliknya kondisi
lingkungan yang baik tergantung pada aktivitas manusia terhadap lingkungan.
Perkotaan sebagai pusat aktivitas telah berkembang dengan pesat dan berperan
sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, pariwisata, transportasi
maupun industri. Bertambahnya jumlah sampah dalam suatu wilayah, menurut
Chairuddin (2003), berkorelasi dengan jumlah populasi manusia dan banyaknya
aktivitas yang dilakukan di dalam suatu komunitas.
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang sampai sekarang masih
menjadi masalah di beberapa kota besar yang ada di Indonesia. Masalah utama
sampah kota umumya terjadi di TPA (tempat pembuangan akhir) terutama
beberapa kota besar yang ada di Indonesia. Secara kimiawi sampah terdiri dari
sampah organik yakni sampah yang mudah diuraikan karena meiliki rantai kimia
yang pendek, dan sampah anorganik yakni sampah yang sulit diuraikan karena
memiliki rantai kimia yang panjang. Sampah organik berupa sayursayuran,
dedaunan dan buah-buahan. Sedangkan sampah anorganik misalnya plastik,
kaleng, pecahan kaca, dan lain-lain.
Setiap harinya kota-kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan
Medan menghasilkan sampah dalam volume yang cukup besar. Hal ini disebabkan
jumlah penduduk yang cukup besar dan termasuk ke dalam kategori kota besar
(Sucipto 2012). Saat ini pengelolaan persampahan menghadapi banyak tekanan
terutama akibat semakin besarnya timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat
baik produsen maupun konsumen. Hal ini menjadi semakin berat dengan masih
dimilikinya paradigma lama pengelolaan yang mengandalkan kegiatan
pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan yang membutuhkan anggaran
yang semakin besar dari waktu ke waktu yang bila tidak tersedia akan
menimbulkan banyak masalah operasional seperti sampah yang tidak terangkut,
fasilitas yang tidak memenuhi syarat, cara pengoperasian fasilitas yang tidak
mengikuti ketentuan teknis. Pada akhirnya berbagai masalah tersebut akan
bermuara pada rendahnya kuantitas dan kualitas pelayanan dan tidak
diindahkannya perlindungan lingkungan dalam pengelolaan yang bila tidak segera
dilakukan perbaikan akan berdampak buruk terhadap kepercayaan dan kerjasama
masyarakat yang sangat diperlukan untuk menunjang pelayanan publik yang
mensejahterakan masyarakat.
Menurut UU RI Nomor 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah adalah kegiatan
yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah. Pengelolahan persampahan di perkotaan merupakan
suatu sistem yang saling berinteraksi membentuk kesatuan dan mempunyai
2

tujuan. Pengolahan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk


terhadap sampah domestik rumah tangga yang dihasilkannya secara tidak
langsung memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan
yang baik, bersih dan sehat. Sampah padat dari pemukiman merupakan bagian
terbesar dari sampah yang timbul di Indonesia. Pemilahan sampah merupakan
bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah,
dan/atau sifat sampah. Kegiatan pemilahan dan daur ulang semaksimal mungkin
dilakukan sejak dari pewadahan sampah sampai dengan pembuangan akhir
sampah. Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri atas
kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat
terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Kegiatan pemilahan
dapat pula dilakukan pada kegiatan pengumpulan pemindahan. Kegiatan
pemilahan dan daur ulang diutamakan di sumber.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:


1. Sistem pewadahan sampah dan sistem pengumpulan sampah rumah tangga
2. Jumlah timbulan sampah dan komposisi sampah rumah tangga
3. dan peran masyarakat dalam pengelolaan sampah

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pewadahan Sampah

Definisi sampah menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat. Sedangkan menurut WHO, sampah adalah sesuatu
yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang
berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra 2007).
Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/pendaurulangan (re-
using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/material yang tidak dapat
digunakan kembali (Dainur 1995). Dari berbagai macam pandangan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sesuatu yang tidak
dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang dan umumnya berasal dari
kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang
bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) serta umumnya
bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk didalamnya). Menurut Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Sedangkan sistem pengelolaan
sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi lima aspek/komponen
yang saling mendukung dimana antara satu dengan lainnya saling berinteraksi
untuk mencapai tujuan (SNI 19-2454-2002). Kelima aspek tersebut meliputi; (a).
Aspek teknis operasional, (b). Aspek kelembagaan, (c). Aspek hukum dan
peraturan, (d). Aspek pembiayaan dan (e). Aspek peran serta masyarakat.
3

Pengelolaan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah


atau merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat antara lain dengan cara
pembakaran, pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan.
(SNI T-13-1990-F). Teknis operasional pengelolaan sampah perkotaan yang
terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus
bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Teknis
operasional persampahan meliput; a) Penyimpanan/Pewadahan Sampah, yaitu
tempat sampahsementara sebelum sampah tersebut terkumpul, untuk kemudian
diangkat serta dibuang (dimusnahkan). Dalam pewadahannya sampah umumnya
dibedakan menjadi dua,yaitu: 1) Individu (setiap sumber timbulan sampah
terdapat tempat sampah) dan 2) Komunal (timbulan sampah dikumpulkan pada
suatu tempat sebelum sampah tersebut diangkut ke TPA.b) Pengumpulan Sampah,
yaitu proses penanganan sampah dengan cara pengumpulan dari masing-masing
sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan sampah sementara, atau ke
pengolahan sampah skala kawasan, atau langsung ke tempat pembuangan akhir
tanpa melalui proses pemindahan.
Berdasarkan Damanhuri dan Padmi (2010) dapat dibagi menjadi beberapa tingkat
(level) yaitu;
 Level 1 berupa wadah penampung sampah langsung dari sumber. Pada umumnya
wadah sampah pertama diletakkan di tempat yang terlihat dan mudah dicapai oleh
pemakai, misalnya dapur atau ruang kerja. Wadah sampah jenis ini bersifat tidak
statis, tetapi mudah diangkat dan dibawa ke wadah level 2.
 Level 2 berupa wadah pengumpul sementara yang berfungsi menampung sampah
dari wadah level 1 maupun langsung dari sumber. Wadah sampah level 2 biasanya
diletakkan di kantor, sekolah, rumah, apartemen bertingkat atau tepi jalan.
Sebagai titik temu antara sumber sampah dan system pengumpul, wadah sampah
ini seharusnya tidak bersifat stansioner untuk kemudahan dalam proses
pemindahan. Namun pada kondisi lapang, wadah sampah dalam bentuk bak
sampah stansioner banyak dijumpai di depan rumah tipe permanen sehingga
waktu operasi pengosongan bertambah.
 Level 3 berupa wadah sentral dengan volume yang besar untuk menampung
sampah dari level 2. Wadah sampah ini dapat bersifat individual atau komunal
layaknya TPS. Wadah sampah level 3 sebaiknya terbuat dari konstruksi khusus
dan ditepatkan sesuai dengan pola system pengangkutan sampah. Sifat sampah
cenderung berbahaya bagi lingkungan sehingga wadah sampah sebaiknya
memenuhi persyaratan kuat dan tahan terhadap korosi, kedap air, tidak
mengeluarkan bau, tidak dapat dimasuki serangga dan binatang, serta kapasitas
wadah sesuai dengan sampah tertampung.

Sistem Pengumpulan Sampah Skala Rukun Warga


Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (SNI 19-
2454-2002). Sampah adalah limbah yang berbentuk pada dan juga setengah padat,
dari bahan organik dan atau anorganik, baik benda logam maupun benda bukan
logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-
benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya atau cara
4

pengolahannya.Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari


aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tak
dikehendaki atau sia-sia (Tchobanoglous, Theisen, dan Vigil, 1993).
Sistem pengumpulan sampah merupakan kegiatan yang dimulai dari
tempat timbulan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau transfer
stadion atau di tempat-tempat pengolahan (processing) sebelum dibuang ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pengumpulan sampah adalah aktivitas
penanganan yang tidak hanya mengumpulkan sampah dari wadah individu dan
atau dari wadah komunal (bersama) melainkan juga mengangkutnya ke tempat
terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung maupun tidak langsung
(SNI 19-2454-2002). Pengumpulan sampah selalu dilakukan dengan proses
pengangkutan melalui dua (2) teknik operasional (Damanhuri dan Padmi 2010)
yaitu:
1) Langsung (Door to Door).
Pada sistem ini, proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan
bersamaan. Sampah dari setiap sumber diambil, dikumpulkan, dan langsung
diangkut ke tempat proses pengolahan, atau tempat pembuangan akhir.
2) Tidak langsung (Communal)
Pada sistem communal, sampah dari masing-masing sumber dikumpulkan dahulu
pada gerobak tangan (hand cart) dan sejenisnya untuk diangkut ke TPS. Fasilitas
gerobak masih sangat efektif digunakan, terutama untuk jalan-jalan yang sulit
dilalui kendaraan besar, seperti truk pengangkut. Petugas pengangkut mendatangi
bak pengumpul pada setrap rumah atau hanya mendatangi bak pengumpul sampah
secara communal.

Identifikasi Kondisi TPS

Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh pemilik dan
bersifat padat. Sampah diartikan sebagai sesuatu bahan padat yang terjadi karena
berhubungan dengan aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi
dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia
(Kusnoputranto, 1989). Tempat Penampungan Sampah (TPS) merupakan bagian
dari sistem pengumpulan sampah yang berfungsi sebagai sarana penampungan
sampah sementara sehingga sistem pengangkutan mudah untuk mentransfer
sampah ke Tempat Penampungan Akhir (TPA). Peran TPS tidak mutlak harus
ada apabila sistem pengumpulan bersifat door to door. Terdapat beberapa
klasifikasi TPS menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di
Permukiman, yaitu
a) TPS Tipe I
Tempat penampungan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah dengan
fasilitas berupa:
(i) Ruang pemilahan
(ii) Gudang
(iii) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan Fontaine
(iv) Luas lahan ± 10-50 m2

b) TPS Tipe II
5

Tempat penampungan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah


dengan fasilitas berupa:
(i) Ruang pemilahan (10 m2)
(ii) Pengomposan sampah organik (200 m2)
(iii) Gudang (50 m2)
(iv) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan Fontaine(60
m2 )
(v) Luas lahan ± 60-200 m2

c) TPS Tipe III


Tempat penampungan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah dengan
fasilitas berupa:
(i) Ruang pemilahan (30 m2)
(ii) Pengomposan sampah organik (800 m2)
(iii) Gudang (100 m2)
(vi) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan Fontaine (60
m2 )
(vii) Luas lahan > 200 m2
Kondisi TPS di Indonesia sebagian besar tidak dilengkapi dengan fasilitas
pelindung terhadap cairan lindi (leachate). Lapisan pelindung pada dasar TPS
hanya terdapat pada bak penampung dalam ukuran yang tidak memadai untuk
menampung seluruh sampah sehingga cairan lindi akan menggenangi dan meresap
ke dalam tanah. Perluasan dasar area TPS diperlukan dengan peninjaun jumlah
volume sampah tertampung.

Sistem Pengangkutan Sampah Skala Rukun Warga

Pengangkutan dimaksudkan sebagai kegiatan operasi yang dimulai dari titik


pengumpulan terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampai ke TPA atau TPST
pada pengumpulan dengan pola individual langsung atau dari tempat pemindahan
(Transfer Depo, transfer station), penampungan sementara (TPS, LPS, TPS 3R)
atau tempat penampungan komunal sampai ke tempat pengolahan/pembuangan
akhir (TPA/TPST). Sehubungan dengan hal tersebut, metoda pengangkutan serta
peralatan yang akan dipakai tergantung dari pola pengumpulan yang
dipergunakan. Permasalahan yang dihadapi dalam pengangkutan sampah adalah
sebagai berikut :
1. Penggunaan waktu kerja yang tidak efisien.
2. Penggunaan kapasitas muat kendaraan yang tidak tepat.
3. Rute pengangkutan yang tidak efisien.
4. Tingkah laku petugas.
5. Aksesbilitas yang kurang baik.
Pengangkutan sampah menurut UU no 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, merupakan bagian dari penanganan sampah. Pengangkutan di
definisikan sebagai dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari TPS 3R menuju ke tempat
pengolahan sampah terpadu atau tempat pemrosesan akhir. Beberapa acuan
normatif juga mencantumkan tentang pengaturan pengangkutan sampah, antara
lain :
6

1. Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar Pelayanan


Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan
Umum (Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah No.
534/KPTS/M/2001). Pedoman ini mencakup pelayanan minimal untuk
pengelolaan sampah secara umum dalam wilayah pemukiman perkotaan dimana
80% dari total jumlah penduduk terlayani terkait dengan pengelolaan sampah.
Khusus untuk pengangkutan dicantumkan bahwa jenis alat angkut mempengaruhi
pelayanan, sebagai berikut.
 Truk Sampah dengan kapasitas 6 m3 dapat melayani pengangkutan untuk 700
KK-1000 kk sedangkan dengan kapasitas 8m3 untuk 1500 KK – 2000 kk (jumlah
ritasi 2-3/hari)
 Arm roll truck dengan kontainer 8 m3 juga dapat melayani 2000 KK-3000 kk
(jumlah ritasi 3-5/hari)
 Compactor truck 8 m3 mampu melayani 2500 KK
2. SNI 19-2454-2002, Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan.
SNI ini mengatur tentang pola pengangkutan dan operasional pengangkutan.
3. SNI 03-3243-2008, Pengelolaan sampah pemukiman. SNI mengatur tentang
kebutuhan sarana untuk pengangkutan sampah yang dipengaruhi oleh tipe rumah
dan tingkat pelayanan serta jenis alat angkut.

Pola Pengangkutan Sampah

Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan berdasarkan sistem


pengumpulansampah. Jika pengumpulan dan pengangkutan sampah menggunakan
sistem pemindahan (transfer depo) atau sistem tidak langsung, proses
pengangkutannyadapat menggunakan sistem :
1. Kontainer angkat (Hauled Container System = HCS)
Untuk pengumpulan sampah dengan sistem kontainer angkat (Hauled Container
System = HCS), pola pengangkutan yang digunakan ada tiga cara:

a. Sistem pengosongan kontainer cara 1, dengan proses pengangkutan :

Gambar 1.1 Pengangkutan Pola 1


7

 Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke
TPA.
 Kontainer rumah tinggalong dikembalikan ke tempat semula.
 Menuju kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
 Kontainer rumah tinggalong dikembalikan ke tempat semula.
 Demikian seterusnya sampai rit akhir.

b. Sistem pengosongan kontainer cara 2, dengan proses pengangkutan:

Gambar 1.2 Pengangkutan Pola 2

 Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke
TPA.
 Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer rumah tinggalong menuju lokasi
kedua untuk
 menurunkan kontainer rumah tinggalong dan membawa kontainer isi untuk
diangkut ke TPA.
 Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
 Pada rit terakhir dengan kontainer rumah tinggalong dari TPA menuju lokasi
kontainer pertama,
 kemudian kendaraan tanpa kontainer menuju pool.

c. Sistem pengosongan kontainer cara 3, dengan proses pengangkutan:


8

Gambar 1.3 Pengangkutn pola 3

 Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer rumah tinggalong menuju lokasi
kontainer isi
 untuk mengganti atau mengambil dan langsung membawanya ke TPA.
 Kendaraan dengan membawa kontainer rumah tinggalong dari TPA menuju
kontainer isi berikutnya.
 Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

2. Sistem Pengangkutan dengan Kontainer Tetap (Stationary Kontainer Sistem =


SCS) Sistem ini biasanya digunakan untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa
truk kompaktor secara mekanis atau manual.
a. Pola pengangkutan dengan cara mekanis yaitu :

Gambar 1.4 Pengangkutan Pola 4

 Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan ke dalam truk
kompaktor.
 Kendaraan menuju kontainer berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian
menuju TPA.
 Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

b. Pola Pengangkutan dengan cara manual yaitu :


9

Gambar 1.5 Pola Pengangkutan Manual

 Kendaraan dari pool menuju TPS pertama, sampah dimuat ke dalam truk
kompaktor atau truk biasa.
 Kendaraan menuju TPS berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian menuju
TPA.
 Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

Peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah dalam skala kota
memiliki persyaratan sebagai berikut :
a) Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak berceceran di
jalan.
b) Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
c) Sebaiknya ada alat pengungkit.
d) Tidak bocor, agar leachate tidak berceceran selama pengangkutan.
e) Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.
f) Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan.

Adapun jenis peralatan yang digunakan selama proses pengangkutan dapat


berupa: Dump truck, Arm roll truck, Compactor Truck, Trailer Truck. Pemilihan
jenis peralatan atau sarana yang digunakan dalam proses pengangkutan sampah
tersebut perlu mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Umur teknis peralatan 5 – 7 tahun.
b) Kondisi jalan daerah operasi.
c) Jarak tempuh.
d) Karakteristik sampah.
e) Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan.
f) Daya dukung pemeliharaan.

Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan secara
efektif.Pada umumnya rute pengumpulan dicoba-coba, karena rute tidak dapat
digunakan pada semua kondisi. Beberapa langkah yang harus diikuti agar rute
yang direncanakan menjadi lebih efisien, yaitu : Penyiapan peta yang
menunujukkan lokasi-lokasi dengan jumlah timbulan sampah
10

b. Analisis data diplot ke peta daerah pemukiman, perdagangan, industri dan


untuk masing-masing area, diplot lokasi, frekuensi pengumpulan dan jumlah
kontainer.
c. Layout rute awal
d. Evaluasi layout rute awal dan membuat rute lebih seimbang dengan cara
dicoba-coba

Pengaturan rute pengangkutan sangat penting dalam penganganan sampah di


pemukiman karena terkait dengan penyimpanan sampah di TPS. Jika
pengangkutan mengalami kendala dan tidak dapat mengangkut sampah sesuai
dengan jadwal pengangkutan, maka akan terjadi penumpukan sampah di TPS dan
secara langsung akan mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar TPS.
Terkait dengan permasalahan rute pengangkutan maka perlu adanya upaya untuk
membuat rute secara efisien. Selain itu operasional pengangkutan juga akan
mempengaruhi waktu pengangkutan sampah. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi operasional pengangkutan yaitu pola pengangkutan yang
digunakan, alat angkut yang digunakan, jumlah personil, dan lokasi TPS atau
TPST

Analisis Kualitas Sampah

Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah
padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik
karena telah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah
tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonomis, tidak ada harganya
dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan
terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983).
Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari
aktivitasmanusiadan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tak
dikehendaki atau sia-sia(Tchobanoglous, G. dkk 1993).Sampah pada umumnya
dibagi 2 jenis, yaitu :
1. Sampah organik
Sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik,karena itu tersusun dari
unsur-unsur seperti C, H, O, N, dan lain-lain. Umumnya sampahorganik dapat
terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan,karton, kain,
karet, kulit, sampah halaman.
2. Sampah anorganik
Sampah yang bahan kandungannya non organik, umumnyasampah ini sangat sulit
terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng,alumunium, debu, logam-
logam lain (Hadiwiyoto, 1983).
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah
ataumerubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara
pembakaran,pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaurulangan. (SNI
T-13-1990-F).Adapun teknik pengolahan sampah adalah sebagai berikut :
1. Pembakaran sampah
Pembakaran sampah dapat dilakukan pada suatu tempat, misalnya
lapanganyang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun
demikianpembakaran ini sulit dikendalikan bila terdapat angin kencang, sampah,
11

arangsampah, abu, debu, dan asap akan terbawa ketempat-tempat sekitar lokasi
pembakaran sampah yangakhirnya akan menimbulkan polusi udara serta
gangguan terhadap manusia yang berada disekitar lokasi tersebut. Pembakaran
yang paling baik dilakukanadalah pembakaran yang dilakukan pada suatu instalasi
pembakaran, yaitu dengan menggunakan alat insinerator. Namunpembakaran
menggunakan insinerator memerlukan biaya yang sangat mahal.
2. Pengomposan (Composting)
Pengomposan merupakan suatu cara pengolahan sampah organik dengan
memanfaatkan aktifitasbakteri untuk mengubah sampah menjadi kompos (proses
pematangan).
3. Recycling
Recyclingmerupakan salah satu teknik pengolahan sampah, dimana dilakukan
pemisahanatas benda-benda bernilai ekonomi seperti : kertas, plastik, karet, dan
lain-laindari sampah yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga dapat
digunakankembali baik dalam bentuk yang sama atau berbeda dari bentuk semula.
4. Reuse
Reuse merupakan teknik pengolahan sampah yang hampir sama dengan
recycling,perbedaannya yaitureuse langsung digunakan tanpa ada pengolahan
terlebih dahulu.
5. Reduce
Reducemerupakan suatu usaha untuk mengurangi potensi timbulan sampah,
misalnya tidakmenggunakan bungkus kantong plastik yang berlebihan.

Pengomposan

Proses pengomposan adalah proses bahan organik mengalami penguraian


secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan antara lain: ukuran bahan, ratio Karbon –Nitrogen (C/N),
kelembaban dan aerasi, temperatur pengomposan, derajat keasaman,
mikroorganisme yang terlibat. Aktivator atau mikroorganisme mempengaruhi
proses pengomposan melalui dua cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi
strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik (pada
aktivator organik), kedua yaitu meningkatkan kadar N yang merupakan makanan
tambahan bagi mikroorganisme tersebut.
Faktor keberhasilan dari pengomposan terletak pada bagaimana cara
mengendalikan suhu, kelembaban dan oksigen, agar mikroba dapat memperoleh
lingkungan yang optimal untuk berkembang biak. Kondisi yang optimal adalah
ketika makanan cukup (cukup tersedia bahan organik), kelembaban (30-50%) dan
udara segar (oksigen) untuk dapat bernapas. Untuk mempercepat pengomposan,
dapat ditambahkan bio-activator berupa larutan effective microorganism (EM)
yang dapat dibeli di toko pertanian (Yuwono 2008).
12

METODOLOGI PENELITIAN

Sistem Pewadahan Sampah

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan observasi langsung
ke lokasi yang terdiri dari tiga rumah warga dan satu rumah sewa (kost)
mahasiswa. Lokasi rumah warga yang ditentukan sebagai tempat penelitian adalah
di wilayah Perumahan Yasmin, Bogor. Lokasi rumah warga 1 terletak di Jalan
Palem Putri II No.5, lokasi rumah warga 2 terletak di Jalan Cijahe/Taman Yasmin
Sektor 4 No.52, dan lokasi rumah warga 3 terletak di Jalan Bambus Apus IV
No.26. Kemudian, rumah sewa (kost) mahasiswa berlokasi di Kost Nabila Jalan
Lingkar Perwira, Dramaga, Bogor. Observasi dilakukan dengan mengukur tempat
pembuangan sampah dari sumber sampai ke tempat pembuangan sementara/akhir
di masing-masing lokasi tersebut. Objek yang diobservasi, yaitu bentuk wadah,
kapasitas wadah, jumlah wadah, dan intensitas pembuangan. Selanjutnya
dilakukan observasi pola pengangkutan dari sumber ke tempat pembuangan
sampah sementara/akhir. Hasil observasi dari masing-masing lokasi kemudian
dijustifikasi dengan sistem pewadahan yang tercantum di dalam SNI 19-2454-
2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan dan
SNI 3242-2008 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman.

Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah

Pembagian kantong Pencatatan jumlah


pengumpulan
plastik kepada unit penghasil
sampah
sumber sampah sampah

Pengangkutan
Penimbangan kotak Pemilahan sampah
sampah ke tempat
pengukur
pengukuran

Pemadatan sampah Penimbangan massa Perhitungan


pada kotak ukur dan pengukuran komponen sampah
volume sampah

Gambar 1.6 Skematik alur pengukuran timbulan dan komposisi sampah

Metode dalam pengukuran timbulan dan komposisi sampah adalah dengan


observasi langsung, wawancara dengan penghuni rumah dan rumah sewa (kost),
dan setiap hari selama tujuh hari berturut-turut dilakukan pengambilan bahan uji
serta pengukuran dan perhitungan bahan uji. Kemudian, data yang diperoleh
13

diolah dan dibuat ke dalam bentuk tabel dan/atau grafik untuk mempermudah
pembahasan data. Persamaan (1.1) digunakan dalam perhitungan densitas sampah.

Sistem Pengumpulan Sampah

Kegiatan pengumpulan sampah yang dimaksud merupakan proses penyaluran


sampah dari masing-masing sumber untuk diangkut menuju tempat pembuangan
sementara (TPS) yang merupakan tempat pengelolaan sampah skala kawasan
ataupun langsung menuju tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa melalui proses
pemindahan sementara. Pola pengumpulan dan pengangkutan sampah dapat
diketahui dengan melakukan analisis dan observasi lapang ke kawasan
pengamatan yaitu daerah Cimanggu, Bogor. Proses analisis dan observasi lapang
dimulai dengan mewawancarai petugas kebersihan setempat sehingga data-data
dan teknis pelaksanaan pengumpulan dapat diketahui. Setelah teknis pelaksanaan
diperoleh, dilakukan kegiatan pengklasifikasian terhadap teknik operasional TPS
tersebut.
Klasifikasi dari teknis pelaksanaan dilakukan berdasarkan proses
pengangkutan baik secara langsung (Door to door) atau tidak langsung
(Communal). Pada teknik pengangkutan langsung, sampah yang akan dibuang
langsung disalurkan ke TPS tanpa perantara. Berbeda dengan teknik sebelumnya,
pada teknik operasional tidak langsung, sampah yang akan dibuang dikumpulkan
oleh sarana pengumpul yang dapat berupa gerobak sebelum disalurkan ke TPS.
Pada teknik operasional ini dilakukan perhitungan terhadap kebutuhan jumlah
gerobak untuk mengakomodasi sampah ke TPS. Selanjutnya lokasi gudang/tempat
penyimpanan gerobak ditentukan sehingga jarak antara tempat penyimpanan dan
daerah pelayanan dapat diperkirakan beserta jenis pola pengaturan kerja
petugasnya. Dimensi gerobak dihitung serta intensitas penyaluran sampah ke TPS
diperkirakan. Terakhir, jumlah petugas kebersihan untuk melayani satu daerah
pelayanan di TPS dapat ditentukan.
Jumlah alat pengumpul dengan kapasitas 1 m3 di perumahan dihitung menurut
SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman melalui persamaan
1.2.

Keterangan:
Jp = jumlah alat pengumpul
A = jumlah rumah mewah
B = jumlah rumah sedang
C = jumlah rumah sederhana
D = jumlah jiwa di rumah susun
TS = timbulan sampah (L/orang atau unit/hari)
14

(kota besar = 3 L/orang/hari; kota kecil = 2.5 L/orang/hari)


Kk = kapasitas alat pengumpul
fp = faktor pemadat alat = 1.2
Rk = ritasi alat pengumpul

Jumlah alat pengumpul secara langsung dihitung melalui persamaan 1.3.

Berdasarkan hasil persamaan tersebut, prediksi jumlah alat pengumpul yang


dibutuhkan dapat ditentukan. Selain untuk memperoleh prediksi tentang jumlah
alat pengumpul, observasi pengumpulan sampah juga dilakukan dengan tujuan
mengetahui kendala-kendala pada proses pengumpulan sampah berdasarkan
wawancara dengan petugas kebersihan.

Kondisi Tempat Penampungan Sementara (TPS)

Pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi tempat pembuangan sampah


sementara di Kecamatan Tanah Sereal di kawasan Cimanggu, Bogor dilakukan
dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara kepada petugas
kebersihan yang bekerja di TPS terkait. Selanjutnya tipe TPS ditentukan
berdasarkan keberadaan ruang pemilahan, kegiatan pengomposan, gudang, tempat
pemindah sampah dan luas lahan mengacu kepada SNI 3242-2008 tentang
Pengelolaan Sampah di Permukiman. Apabila tidak ada satupun tipe yang sesuai
dengan hasil pengamatan di kawasan, kondisi TPS dideskripsikan sesuai dengan
kenyataan yang ada beserta proses pengolahan sampah dilokasi (terseparasi atau
tidak). Kapasitas daya tampung TPS diketahui dari volume bak penampungan dan
selanjutnya pengamatan dilanjutkan kepada kondisi di sekitar kawasan bak.
Pengamatan tersebut meliputi kondisi cairan lindi dan keberadaan area penyangga
(buffer area). Setelah observasi selesai, wawancara dengan petugas dilakukan
untuk mengetahui manajemen penanganan di TPS.

Analisis Kuantitatif Sampah

Kuantitas dan kualitas sampah kota sangat tergantung dari jumlah penduduk
dan aktivitas masyarakat pada daerah tersebut. Semakin bervariasi jenis aktivitas,
maka semakin kompleks penanganan sampah untuk diaplikasikan. Pengukuran
jumlah timbulan dan komposisi sampah merupakan analisis kuantitas sampah.
Pengukuran contoh uji sampah bersifat komposit dan dianalisis di laboratorium
menurut parameter fisik dan kimia, yaitu:
a) Kadar air
Nilai kadar air dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar air (%) = 𝑥100 (1.4)
Keterangan:
c = berat cawan kosong + berat sampel sampah setelah dioven (g)
15

a = berat cawan kosong (g)


b = berat cawan kosong + berat sampel sebelum dioven (g)
b) Kadar volatil dan kadar abu
Kadar abu dan volatil dapat dihitung dengan persamaan :
Kadar volatil (%) = 𝑥100 (1.5)
Kadar abu (%) = (100- kadar volatil) (1.6)
Keterangan:
a = berat cawan kosong (g)
d = berat cawan kosong + berat sampel sampah setelah masuk furnace (g)
c = berat cawan kosong + berat sampel setelah dioven (g)
c) Karbon organik
Kadar karbon organik (%) = x 100 (1.7)
Keterangan :
Y = penggunaan EDTA (mg)
d) Total kjedhal nitrogen
Kadar TKN (%) = X 100 (1.8)

Sistem Pengangkutan Sampah

Metode yang dilakukan pada penelitian mengenai sistem pengumpulan dan


pengangkutan sampah adalah dengan metode observasi secara langsung ke
lapangan. Penelitian dilakukan dengan mengamati sistem atau pola pengumpulan
dan pengangkutan sampah di lapangan. Pengamatan dilakukan di wilayah
perumahan Taman Cimanggu kelurahan Kedungwaringin Kecematan Tanah
Sareal Kota Bogor. Jumlah alat pengumpul secara langsung (truk) dihitung
melalui persamaan beikut:
Jp = (1.9)

Keterangan:
Jp = Jumlah alat pengumpul
Ts = Jumlah timbulan sampah (L/orang)

Waktu ritasi dari sumber TPS atau TPS ke TPA dapat dihitung dengan persamaan:

TSCS = (PSCS+S+h) (1.10)

Keterangan:
THCS = waktu pengambilan per ritasi (jam/rit).
PHCS = waktu pengambilan (jam/rit).
S = waktu bongkar-muat di TPS atau TPA (jam/rit)
H = waktu angkut dari sumber ke TPS atau TPA

P dan S relatif konstan, sedangkan h tergantung kecepatan dan jarak yang dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
16

= + 𝑥 (1.11)

Keterangan:
a dan b merupakan konstanta empiris
a = jam/ritasi
b = jam/jarak
x = jarak pulang pergi (km)

sehingga menjadi:

𝑇S𝐶𝑆 = (𝑃S𝐶𝑆+𝑆+ + 𝑥) (1.12)

Jumlah ritasi per kendaraan per hari untuk sistem HCS dapat dihitung dengan:

𝑁 = (1.13)
Keterangan:
Nd = jumlah ritasi/hari (rit/hari).
Vd = jumlah sampah yang dikumpulkan (m3/hari)

Aktivitas Daur Ulang Sampah dan Peran Serta Masyarakat pada


Pengelolaan Sampah

Pengamatan mengenai peran serta masyakarat pada pengelolaan sampah


dilakukan dengan metode wawancara langsung kepada masyarakat sekitar
lingkungan sekitar Yasmin, Bogor pada tanggal 10 – 13 September 2015.
Wawancara dilakukan dengan membuat kuisioner mengenai aktivitas masyarakat
tentang pengelolaan sampah di rumah pribadinya. Jumlah kuisioner yang
diberikan kepada setiap kepala keluarga di lingkungan Yasmin sebanyak 30.
Adapun pertanyaan yang diajukan kepada setiap kepala keluarga tersebut meliputi
volume sampah, pemisahan sampah, pewadahan sampah, pengangkutan dan
penanganan sampah, dan sebagainya. Berdasarkan hasil kuisioner yang sudah
dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis terkait dengan aktivitas masyarakat
terkait dengan pengelolaan sampah.
Pengamatan ini juga melakukan wawancara langsung dengan pekerja
pengumpul sampah (pemulung) sebanyak lima orang yang hampir seluruhnya
berdomisili di daerah Cimanggu. Adapun pertanyaan yang diajukan mengenai
jenis sampah anorganik yang masih dapat dijual ataupun didaur-ulang. Sehingga
dapat dilakukan analisis terhadap harga jual beberapa sampah.

Proses Pengomposan pada Pengelolaan Sampah

Pengamatan terhadap sistem pengomposan sampah dilakukan di rumah pribadi


Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono yang terletak di Desa Margajaya Kecamatan
Dramaga, Bogor pada hari Rabu tanggal 16 September 2015 pukul 06.00-07.00
WIB. Sistem pengomposan dilakukan dalam wadah yang terbuat dari beton ringan
yang disusun membentuk bak. Sampah organik dikumpulkan pada bak atau wadah
pengomposan tersebut. Waktu yang diperlukan adalah ± 2 - 3 bulan, hingga
17

material organik yang dikomposkan berubah warna menjadi hitam dan


menyerupai tanah humus. Setelah itu, kompos mengalami tahapan screening yang
dirancang sedemikian rupa, hingga kompos yang dihasilkan berukuran halus dan
siap untuk dipasarkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Pewadahan Sampah

Sistem pewadahan sampah di rumah 1 terdiri dari wadah sampah level 1 dan
level 3. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 akan diangkut oleh petugas ke
tempat pembuangan sementara (TPS). Wadah sampah level 1 terdiri dari tiga jenis
wadah, yaitu jenis 1 berjumlah 5 buah (1 buah di setiap kamar) dengan kapasitas
6.87 liter/buah, jenis 2 berjumlah 1 buah di dapur dengan kapasitas 13.57 liter,
dan jenis 3 dengan kapasitas 6 liter berjumlah 3 buah diletakkan pada tiap WC.
Keseluruhan wadah-wadah level 1 tersebut terbuat dari bahan plastik. Intensitas
buangan sampah ke masing-masing wadah level 1 ini dilakukan 1 kali sehari.
Pembuangan sampah tidak dipisahkan antara sampah organik dan anorganik.
Menurut penghuni, wadah-wadah sampah level 1 ini tidak pernah penuh tiap
harinya. Rata-rata setiap wadah hanya terisi 0.2 dari kapasitasnya. Kemudian,
sampah yang terkumpul pada wadah-wadah level 1 ini diangkut secara manual ke
tempat sampah level 3 yang terletak di depan rumah. Wadah sampah level 3 ini
berkapasitas 37.5 liter, berbahan plastik, berbentuk tabung tertutup dan tidak dapat
dipindahkan. Tidak terdapat wadah level 3 lainnya untuk memisahkan sampah
organik dan anorganik (tercampur). Menurut penghuni rumah 1, sampah-sampah
yang diangkut dari level 1 setiap harinya hanya separuh mengisi kapasitas wadah
level 3 tersebut. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 ini akan langsung
diangkut oleh petugas kebersihan ke TPS.

(a) (b) (c)


Gambar 1.7 Wadah level 1 rumah 1: (a) jenis 1, (b) jenis 2, dan (c) jenis 3
18

Gambar 1.8 Wadah level 3 rumah 1

Sistem pewadahan sampah di rumah 2 terdiri dari wadah sampah level 1 dan
level 3. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 akan diangkut oleh petugas ke
tempat pembuangan sementara (TPS). Wadah sampah level 1 terdiri dari dua jenis
wadah, yaitu jenis 1 berjumlah 4 buah (1 buah di setiap ruangan) dengan kapasitas
6.87 liter/buah, dan jenis 2 berjumlah 1 buah dengan kapasitas 6 liter yang
diletakkan di dapur. Keseluruhan wadah-wadah level 1 tersebut terbuat dari bahan
plastik. Intensitas buangan sampah ke masing-masing wadah level 1 ini dilakukan
1 kali sehari. Pembuangan sampah tidak dipisahkan antara sampah organik dan
anorganik. Menurut penghuni, wadah-wadah sampah level 1 ini tidak pernah
penuh tiap harinya. Rata-rata setiap wadah hanya terisi 0.2 dari kapasitasnya.
Kemudian, sampah yang terkumpul pada wadah-wadah level 1 ini diangkut secara
manual ke tempat sampah level 3. Wadah sampah level 3 ini berkapasitas 462.35
liter, terbuat dari beton, berbentuk seperti bak terbuka dan tidak dapat dipindahkan
(permanen). Tidak terdapat wadah level 3 lainnya untuk memisahkan sampah
organik dan anorganik (tercampur). Menurut penghuni rumah 2, sampah-sampah
yang diangkut dari level 1 setiap harinya hanya mengisi 0.2 bagian dari total
kapasitas wadah level 3 tersebut. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 ini
akan langsung diangkut oleh petugas kebersihan ke TPS.

a b
Gambar 1.9 Wadah level 1 rumah 2: (a) jenis 1, dan (b) jenis 2
19

a b
Gambar 1.10 Wadah level 3 rumah 2: (a) lubang pengambilan sampah, (b) bak
sampah

Kemudian, sistem pewadahan sampah di rumah 3 juga terdiri dari wadah


sampah level 1 dan level 3. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 akan
diangkut oleh petugas ke tempat pembuangan sementara (TPS). Wadah sampah
level 1 berjumlah 2 buah dengan kapasitas 11.26 liter yang terbuat dari plastik.
Intensitas buangan sampah ke masing-masing wadah level 1 ini dilakukan 1 kali
sehari. Pembuangan sampah tidak dipisahkan antara sampah organik dan
anorganik. Menurut penghuni, wadah-wadah sampah level 1 ini tidak pernah
penuh tiap harinya. Rata-rata setiap wadah hanya terisi setengah dari
kapasitasnya. Kemudian, sampah yang terkumpul pada wadah-wadah level 1 ini
diangkut secara manual ke tempat sampah level 3. Wadah sampah level 3 ini
berkapasitas 462.35 liter, terbuat dari beton, berbentuk seperti bak tertutup dan
tidak dapat dipindahkan (permanen). Tidak terdapat wadah level 3 lainnya untuk
memisahkan sampah organik dan anorganik (tercampur). Menurut penghuni
rumah 3, sampah-sampah yang diangkut dari level 1 setiap harinya hanya mengisi
setengah bagian dari total kapasitas wadah level 3 tersebut. Sampah yang
terkumpul di wadah level 3 ini akan langsung diangkut oleh petugas kebersihan ke
TPS.

Gambar 1.11 Wadah level 1 rumah 3 Gambar 1.12 Wadah level 3 rumah 3

Sedangkan sistem pewadahan sampah di rumah sewa (kos) mahasiswa dan


penjaga rumah sewa terdiri dari wadah level 1 dan level 2. Wadah sampah level 1
20

yang digunakan oleh mahasiswa dan penjaga merupakan kantong plastik kresek
yang memiliki beberapa ukuran. Plastik kecil dengan ukuran 7.5 cm x 16 cm x 21
cm dengan volume 2.52 liter dan plastik besar dengan ukuran 9 cm x 32 cm x 30.1
cm dengan volume 8.67 liter. Sampah yang terkumpul di wadah level 2 akan
diangkut oleh penjaga kos ke lahan kosong di sekitar kos untuk dibakar.

Gambar 1.13 Wadah level 1 rumah sewa Gambar 1.14 Wadah level 2 rumah
sewa

Gambar 1.15 Tempat pembakaran sampah dari rumah sewa


Intensitas buangan sampah ke masing-masing wadah level 1 ini dilakukan
tidak tentu. Menurut penghuni, wadah-wadah sampah level 1 ini tidak pernah
penuh tiap harinya, untuk plastik ukuran kecil 1 kali sehari, ada juga tiga hari
bahkan sampai seminggu. Sedangkan plastik ukuran besar 1 kali sehari, ada juga
empat hari bahkan seminggu. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan tingkat
konsumtif dari masing-masing mahasiswa dan penjaga rumah sewa tersebut.
Pembuangan sampah tidak dipisahkan antara sampah organik dan anorganik.
Kemudian, sampah yang terkumpul pada wadah-wadah level 1 ini diangkut secara
manual ke tempat sampah level 2. Wadah sampah level 2 ini berkapasitas 14 liter,
terbuat dari plastik, berbentuk seperti bak tertutup dan dapat dipindahkan. Wadah
level 2 tersebut tidak memisahkan sampah organik dan anorganik (tercampur).
Menurut penghuni rumah sewa (kos), sampah-sampah yang diangkut dari level 1
setiap harinya hanya mengisi sebagian atau penuh dari total kapasitas wadah level
2 tersebut. Tidak terdapat wadah level 3 di dekat kos tersebut sehingga sampah-
sampah dari level 2 kemudian dibawa oleh penjaga kos ke lahan kosong di sekitar
kos untuk dibakar.
Berikut adalah tabel data sistem pewadahan sampah rumah 1, rumah 2, rumah
3, dan rumah sewa (kos) mahasiswa.
21

Tabel 1.1 Sistem pewadahan sampah lokasi penelitian


Penghuni Level Wadah
Rumah Akhir
Laki-laki Perempuan Total Level 1 Level 2 Level 3
Rumah 1 2 3 5 √ - √ TPS
Rumah 2 1 3 4 √ - √ TPS
Rumah 3 1 3 4 √ - √ TPS
Kos 0 7 7 √ √ - -

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, sistem pewadahan sampah rumah 1, rumah 2,


dan rumah 3 hanya terdiri dari wadah level 1 dan 3. Lokasi ketiga rumah tersebut
berada di dalam komplek Perumahan Yasmin yang memang sudah teratur sistem
pengangkutan sampahnya. Sampah pada wadah level 1 langsung dikumpulkan
pada wadah level 3 yang terletak di luar rumah dengan tujuan memudahkan
petugas sampah mengambil dan mengangkutnya ke TPS. Sedangkan untuk sistem
pewadahan sampah di rumah sewa (kos) mahasiswa hanya terdapat level 1 dan
level 2. Selanjutnya sampah-sampah tersebut tidak diangkut oleh petugas TPS,
melainkan dibakar di kebun sekitar kos tersebut. Lokasi rumah sewa (kos)
mahasiswa terletak di Kos Nabila Jalan Lingkar Perwira, Dramaga, Bogor.
Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, sebagian besar wadah sampah yang digunakan di
rumah dan rumah sewa (kos) tempat penelitian sudah sesuai dengan persyaratan
bahan wadah, yaitu tidak mudah rusak dan kedap air, ekonomis, mudah
diperoleh/dibuat oleh masyarakat, dan mudah dikosongkan. Karena seluruh wadah
sampah pada tempat penelitian tersebut menggunakan kantong plastik sebagai
wadah pada wadah sampah level. Dan pada wadah level 3, rumah 1 menggunakan
tong sampah plastik, rumah 2 dan 3 menggunakan bak penampungan yang terbuat
dari beton. Namun, keseluruhan rumah dan rumah sewa (kos) tersebut tidak sesuai
dengan persyaratan SNI 19-2454-2002 pada pola pewadahan. Pola pewadahan
yang seharusnya dilakukan adalah pewadahan sesuai dengan jenis sampah yang
telah terpilah, yaitu sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3 rumah
tangga. Keseluruhan rumah dan rumah sewa (kos) tersebut belum dilakukan
pemilahan jenis sampah.

Gambar 1.16 Kondisi TPS


22

Salah satu TPS yang digunakan sebagai tempat pengumpulan sampah dari
rumah 3 berlokasi di Jalan Tentara Pelajar, Bogor dekat SPBU dan rumah makan
Minang Raya. TPS tersebut terbuat dari beton, terletak di pinggir jalan, terbuka,
dan tidak terdapat saluran untuk pembuangan air lindi dari TPS ke selokan.
Berdasarkan SNI 3242-2008, tipe TPS tersebut termasuk ke dalam klasifikasi tipe
I. TPS tipe I merupakan tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat
angkut sampah yang dilengkapi dengan: ruang pemilahan, gudang, tempat
pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container, dan luas lahan ±
10-50 m2. Walaupun luas lahan TPS sudah cukup memenuhi persyaratan, TPS
tersebut tidak dilengkapi dengan ruang pemilahan sampah dan gudang. Ruang
pemilahan digunakan untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya.

Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah

Pengukuran timbulan dan komposisi sampah dilakukan dari sumber 3 rumah


tinggal di Perumahan Yasmin dan rumah sewa (kos) mahasiswi di Lingkar
Perwira, Dramaga, Bogor selama 7 hari berturut-turut. Pengukuran timbulan dan
komposisi sampah dilakukan dengan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya.
Kemudian, masing-masing jenis sampah yang telah dipilah diukur massa dan
volumenya sehingga dapat diperoleh nilai densitas berdasarkan perhitungan
persamaan (1.1).
Gambar 1.17 di bawah ini menunjukkan bahwa timbulan dan komposisi
sampah dari rumah 1 yang paling besar adalah jenis sampah organik. Massa bersih
sampah organik di rumah 1 mencapai nilai paling besar pada hari ke-7 (9
September 2015) sebesar 0.84 kg.
Dan Gambar 1.18 di bawah ini menunjukkan bahwa timbulan dan komposisi
sampah dari rumah 2 yang paling besar adalah jenis sampah organik. Massa bersih
sampah organik di rumah 2 mencapai nilai paling besar pada hari ke-6 (8
September 2015) sebesar 1.47 kg. Sampah plastik menjadi penyumbang sampah
terbesar kedua, dengan nilai massa bersih tertingginya sebesar 1.25 kg (hari ke-4,
6 September 2015).
1.000 Rumah 1
0.800
Massa (kg)

0.600
0.400
0.200
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 0.480 0.010 0.560 0.100 0.010 0.200 0.840
Kertas 0.150 0.080 0.080 0.090 0.240 0.060 0.110
Plastik 0.060 0.110 0.220 0.100 0.060 0.140 0.100
Kaleng 0.150 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.020 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.020 0.000 0.000

Gambar 1.17 Massa bersih sampah (kg) dari rumah 1


23

Rumah 2
1.600
1.400
Massa (kg)
1.200
1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 0.650 0.510 1.160 1.250 0.890 1.470 1.330
Kertas 0.250 0.190 0.220 0.660 0.440 0.400 0.500
Plastik 0.430 0.270 0.500 1.080 0.800 0.200 0.890
Kaleng 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Gambar 1.18 Massa bersih sampah (kg) dari rumah 2

2.500 Rumah 3
Massa (kg)

2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 1.070 1.080 1.750 2.320 2.060 1.210 1.280
Kertas 0.090 0.100 0.300 0.010 0.270 0.230 0.100
Plastik 0.280 0.070 0.160 0.260 0.345 0.070 0.250
Kaleng 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.260 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.260 0.000 0.000

Gambar 1.19 Massa bersih sampah (kg) dari rumah 3

Sama halnya seperti rumah 1 dan rumah 2, Gambar 1.19 di atas juga
menunjukkan bahwa timbulan dan komposisi sampah dari rumah 3 yang paling
besar adalah jenis sampah organik. Massa bersih sampah organik di rumah 3
mencapai nilai paling besar pada hari ke-4 (6 September 2015) sebesar 2.32 kg.
Dari hari ke-1 sampai ke-7, timbulan dan komposisi sampah organik sangat
mendominasi sampah rumah 3.
24

Rumah
4.000
Massa (kg) 3.500
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 2.200 1.600 3.470 3.670 2.960 2.880 3.450
Kertas 0.490 0.370 0.600 0.760 0.950 0.690 0.710
Plastik 0.770 0.450 0.880 1.440 1.205 0.410 1.240
Kaleng 0.150 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.280 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.280 0.000 0.000

Gambar 1.20 Massa bersih sampah (kg) total dari rumah 1, 2, dan 3

0.600 Rumah
Densitas (kg/m3)

0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 0.249 0.213 0.236 0.479 0.186 0.250 0.148
Kertas 0.106 0.073 0.071 0.234 0.114 0.111 0.079
Plastik 0.081 0.064 0.001 0.083 0.078 0.048 0.069
Kaleng 0.058 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.008 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.131 0.000 0.000

Gambar 1.21 Densitas sampah (kg/m3) total dari rumah 1, 2, dan 3

Gambar 1.20 dan Gambar 1.21 di atas menunjukkan data massa bersih dan
densitas sampah total dari ketiga rumah tersebut. Baik dari nilai massa bersih
sampah maupun densitasnya, sampah organik merupakan jenis sampah terbanyak
yang dihasilkan dari ketiga rumah tersebut. Total massa bersih sampah organik
tertinggi terjadi pada hari ke-4 pengukuran (6 September 2015) sebesar 3.670 kg.
25

Dan total densitas sampah organik tertinggi juga terjadi pada hari pengukuran
yang sama sebesar 0.479 kg/m3.

2.500 Rumah sewa (Kos)


Massa (kg) 2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 1.180 1.120 0.120 0.300 1.210 1.820 0.150
Kertas 0.250 0.210 1.010 0.550 0.970 1.000 0.570
Plastik 1.290 0.750 1.560 0.870 1.960 1.280 0.890
Kaleng 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.500 0.630 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.180 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.450

Gambar 1.22 Massa bersih sampah (kg) dari rumah sewa (kost)

0.800 Rumah sewa (Kos)


Densitas (kg/m3)

0.700
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 0.321 0.309 0.069 0.125 0.420 0.276 0.039
Kertas 0.049 0.080 0.097 0.049 0.120 0.056 0.074
Plastik 0.097 0.114 0.004 0.099 0.122 0.067 0.089
Kaleng 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.125 0.729 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.156 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.586

Gambar 1.23 Densitas sampah (kg/m3) dari rumah sewa (kost)

Hal yang berbeda terjadi pada rumah sewa (kos) mahasiswa. Gambar 1.22 dan
1.23 di atas menunjukkan data massa bersih dan densitas sampah total dari rumah
sewa (kos) mahasiswa. Massa bersih sampah organik dan sampah plastik saling
bergantian menjadi penyumbang sampah terbesar. Massa bersih sampah organik
26

tertinggi terjadi pada hari pengukuran ke-6 sebesar 1.82 kg. Sedangkan massa
bersih sampah plastik tertinggi terjadi pada hari pengukuran ke-5 sebesar 1.96 kg.
Namun, jika ditinjau dari nilai densitas sampah, maka sampah organik menjadi
jenis sampah yang paling dominan pada hari pengukuran ke-1, ke-2, ke-4, dan ke-
6. Densitas sampah organik tertinggi terjadi pada hari pengukuran ke-5 (7
September 2015) sebesar 0.42 kg/m3. Sampah kain menjadi sampah dengan
densitas sampah tertinggi, yaitu sebesar 0.729 kg/m3 pada hari pengukuran ke-5.
Dan pada hari ke-7 pengukuran sampah kaca menjadi sampah dengan densitas
sampah tertinggi, yaitu sebesar 0.586 kg/m3. Hal ini berkaitan dengan aktivitas
penghuni rumah sewa (kos) tersebut. Sehingga sampah yang dihasilkan lebih
beragam dibandingkan dengan sampah rumah tangga umumnya.
Penanganan sampah yang tepat harus memperhatikan komposisi sampah yang
dihasilkan. Berikut di bawah ini adalah diagram persentase komposisi sampah
rumah dan rumah sewa (kos).
Gambar 1.24 di bawah ini menunjukkan bahwa sampah organik merupakan
sampah dengan komposisi terbesar dari sampah rumah (rumah 1, 2, dan 3), yaitu
sebesar 63.41%. Sampah plastik dan sampah kertas menjadi komposisi sampah
besar berikutnya, masing-masing sebesar 20.04% dan 14.32%. Hal ini
menunjukkan bahwa sampah organik, yang sebagian besar merupakan sampah
sayur-sayuran, buah-buahan, sampah dedaunan taman, dan sampah hasil aktivitas
dapur lainnya, menjadi perhatian terbesar dalam penanganan dan pengelolaan
sampah rumah tangga. Pengurangan volume sampah organik tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah pengomposan.
Pengomposan dapat dilakukan pada skala rumah tangga maupun di TPS
Rumah

Kertas,
14.32%

Organik,
63.41% Plastik,
20.04%
Kaleng,
0.47%
Kain, 0.88%
Kaca, 0.88% Kayu, 0.00%
Gambar 1.24 Diagram persentase komposisi sampah rumah

Hal yang berbeda ditunjukkan Gambar 1.25 di bawah ini. Sampah plastik
merupakan sampah dengan komposisi terbesar dari sampah rumah sewa (kos),
yaitu sebesar 41.31%. Sampah organik dan sampah kertas menjadi komposisi
sampah besar berikutnya, masing-masing sebesar 28.34% dan 21.90%. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas dan kebiasaan penghuni rumah sewa (kos) tersebut,
yang merupakan mahasiswa IPB. Aktivitas dan kebiasaan mahasiswa yang sering
membeli makanan dan minuman kemasan menjadi faktor utama penyumbang
dominannya sampah plastik di rumah sewa (kos) tersebut. Makanan dan minuman
kemasan yang dibeli dibawa dengan wadah kantong plastik yang memang
diberikan oleh minimarket-minimarket ataupun warung-warung. Sehingga,
27

pengurangan volume sampah plastik tersebut dapat dilakukan dengan membatasi


penggunaan wadah kantong plastik, makan dan minum di tempat pembelian (on-
site), dan/atau mengurangi mengonsumsi makanan dan minuman kemasan dan
lebih mengutamakan mengonsumsi makanan dan minuman yang disajikan di
kantin rumah sewa (kos) tersebut. Adapun jika ada sampah plastik yang
dihasilkan sebaiknya dilakukan separasi (pemilahan) dan diberikan kepada
pemulung. Pemulung nantinya akan menjualnya ke agen pengumpul yang akan
meneruskannya ke supplier daur ulang sampah plastik.

Rumah sewa (Kost) Kaleng, Kain,


0.00% 5.43%
Plastik, Kayu, 0.86%
41.31% Kaca, 2.16%

Organik,
Kertas, 28.34%
21.90%

Gambar 1.25 Diagram persentase komposisi sampah rumah

Sistem Pengumpulan Sampah

Proses pengumpulan sampah dapat diartikan sebagai kegiatan penyaluran


sampah dari masing-masing sumber untuk diangkut menuju tempat penampungan
sementara (TPS) yang merupakan tempat pengelolaan sampah skala kawasan
ataupun langsung menuju tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa melalui proses
pemindahan sementara. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap
perumahan di kawasan Cimanggu diketahui bahwa teknik pengangkutan sampah
yang diterapkan pada lokasi pengamatan bersifat langsung atau door to door.
Sampah yang berasal dari sumber langsung diangkut oleh petugas kebersihan
menuju TPS. Berbeda dengan beberapa kawasan lain yang berada di Kecamatan
Tanah Sereal yang memakai gerobak dalam pengangkutan sampah, khusus
beberapa perumahan di kawasan Cimanggu menggunakan mobil (truk) dalam
penanganan sampah. Dalam pengaplikasiannya, kecamatan ini mempunyai 4 truk
yang dilengkapi oleh kompektor (pemadat sampah) dan hanya digunakan untuk
kegiatan pengangkutan sampah taman.
Untuk kecamatan ini, terdapat sekitar 20 truk pengangkut sampah yang disebar
menjadi 1 truk di setiap 2 RW untuk mempermudah kegiatan pengumpulan
sampah. Khusus daerah Perumahan Cimanggu yang dijadikan lokasi pengamatan,
sampah diambil setiap 2 hingga 3 kali dalam seminggu, akan tetapi pengangkutan
sampah dari TPS menuju ke TPA yang berada di daerah Galuga tetap dilakukan
setiap harinya mengingat banyaknya sumber sampah dari daerah tersebut.
Kegiatan pengumpulan menggunakan truk yang dilengkapi oleh bak berukuran 5
m3 dengan kapasitas maksimum 9 m3. Karena besarnya kapasitas bak penampung
28

tersebut, ritasi kegiatan pengumpulan sampah hanya dilakukan satu kali. Dalam
kegiatan pengumpulan dan pengangkutan, pekerja dilengkapi dengan alat bantu
berupa gacok yang menyerupai garpu, garuk/pacul, sapu lidi dan bak plastik
seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Berdasarkan pengamatan dan hasil dari wawancara yang telah dilakukan, dapat
diketahui berbagai macam kendala yang pada umumnya dihadapi oleh para
petugas kebersihan yang beroperasi di kawasan TPS. Beberapa diantaranya adalah
kerusakan yang pada umumnya terjadi pada bak truk pengangkut sehingga
menghambat pekerjaan serta adanya warga dari luar kawasan TPS yang ikut
membuang sampah di kawasan tersebut sehingga jumlah sampah tidak menentu.

Gambar 1.26 Gacok Gambar 1.27 Sapu lidi

Gambar 1.28 Pacul Gambar 1.29 Bak plastik

Kondisi Tempat Penampungan Sementara (TPS)

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap petugas kebersihan yang


bekerja di lokasi perumahan, diketahui bahwa daerah perumahan Cimanggu,
Kecamatan Tanah Sereal memiliki satu Tempat Penampungan Sementara (TPS)
terpusat yang berlokasi di Jalan Tentara Pelajar tepat di depan kawasan Pusat
Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kampus Penelitian Pertanian
Cimanggu, Bogor. Jarak antara TPS dan perumahan warga pun tidak begitu jauh
yaitu 1.2 km seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.30.
29

Gambar 1.30 Rute pengambilan sampah dari daerah pengamatan menuju ke TPS

Mengacu pada SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Pemukiman,


TPS pada Kecamatan Tanah Sereal ini tidak dapat diklasifikasikan ke dalam tipe-
tipe yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan pada tempat penampungan tidak
terdapat ruang pemilahan, gudang, maupun tempat pemindah sampah dengan
perlengkapannya. TPS ini tidak melakukan proses pemilahan sampah, sehingga
sampah organik dan sampah anorganik tidak terseparasi atau tercampur dalam
satu bak penampungan. Bak penampungan terbuat dari beton setebal 15 cm agar
kedap terhadap cairan lindi dari sampah dengan ukuran 400 cm x 360 cm x 125
cm dan kapasitas penampungan mencapai 18 m3 seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1.31.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada TPS tersebut, dapat dilihat
bahwa bak penampungan tidak dilengkapi dengan penutup sehingga aroma dari
sampah dapat tercium oleh para pengguna jalan yang melintasi daerah
penampungan. Selain itu, tempat penampungan juga tidak dilengkapi oleh area
penyangga (buffer area). Berdasarkan pengamatan dapat diketahui juga bahwa
cairan lindi yang berasal dari sampah tidak tergenang di dalam bak melainkan
dilepaskan langsung ke saluran pembuangan tanpa adanya pengolahan terlebih
dahulu. Hal ini menyebabkan badan air yang mengalir di saluran pembuangan di
pinggir jalan berwarna coklat kehitaman dan mengeluarkan bau busuk karena
telah tercemar oleh air lindi sampah tersebut. Adapun saluran pengaliran air lindi
beserta saluran pembuangan ke badan air dapat dilihat pada Gambar 1.27.

Gambar 1.31 Kondisi Tempat Penampungan Sementara

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap keseluruhan tempat


penampungan sementara di Kecamatan Tanah Sereal dapat diketahui bahwa TPS
30

terkait belum sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan dalam SNI 3242-
2008. Agar sesuai dengan kriteria ramah lingkungan yang telah ditetapkan
tersebut, TPS harus dilengkapi dengan penutup, ruang pemilahan, gudang, tempat
pemindahan sampah beserta landasan container dan kegiatan pengomposan
sampah organik.

Gambar 1.32 Kondisi saluran pembuangan dan penyaluran air lindi

Analisis Kualitatif Sampah

Kualitas sampah sangat tergantung dari jumlah penduduk dan aktivitas


masyarakat pada daerah tersebut. Semakin bervariasi jenis aktivitas, maka
semakin kompleks penanganan sampah untuk diaplikasikan. Pengukuran kualitas
sampah ditinjau dari aspek parameter fisik, kimia, dan biologis sampah.
Pengukuran kualitas sampah menentukan pendekatan pengolahan yang tepat
untuk mereduksi setiap sampah yang masuk ke TPS dan TPA. Pada penelitian ini
dilakukan analisis terhadap kualitas sampah yang diawali dengan proses
pengambilan contoh uji dari TPS di daerah Cimanggu. Analisis pertama adalah
pengukuran kadar air pada bahan uji sampah yang dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Data pengukuran kadar air bahan uji sampah


Nomor Kadar air Rata-rata kadar
a (gr) b (gr) c (gr)
cawan (%) air (%)
4 61.967 66.985 63.781 36.15
36.145
3 62.512 67.517 64.321 36.14

Keterangan:
a = berat cawan
b = berat cawan + bahan uji yang dimasukkan ke dalam oven
c = berat cawan setelah dimasukkan ke dalam oven

Data pengukuran kadar air yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 menunjukkan nilai
rata-rata sebesar 36.145%. Kadar air atau kelembapan dibawah 49%
menyebabkan kecepatan proses berkurang. Berdasarkan nilai tersebut dapat
dinyatakkan bahwa kecepatan proses dekomposisi oleh mikroorganisme pada
contoh uji belum optimal. Kadar air atau kelembaban berguna untuk memperlunak
material sehingga kerja mikroorganisme menjadi lebih mudah. Kelembaban
terbaik untuk mikroorganisme dalam prosesnya mengurai sampah berkisar 50-
31

60% dengan nilai optimal sebesar 55% hingga hari ke-28 dan 40-50% hingga hari
ke-42. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar volatil dan kadar abu yang dapat
dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Data pengukuran kadar volatil dan kadar abu


Kadar Rata-rata
Kadar Kadar
Nomor volatil kadar
a (gr) b (gr) c (gr) abu volatil
cawan kering volatil
(%) (%)
(%) kering (%)
9 34.878 36.878 35.031 7.65 92.35 56.205
55.881
11 32.201 34.212 32.367 8.30 91.70 55.556

Keterangan:
a = berat cawan
b = berat cawan + bahan uji yang dimasukkan ke dalam furnace
c = berat cawan setelah dimasukkan ke dalam furnace

Tabel 1.3 menunjukkan hasil pengukuran kadar volatil pada dua bahan uji
dengan rata-rata sebesar 55.881% untuk kadar volatil kering. Kadar volatil kering
merupakan hasil perhitungan kadar volatil dikurangi dengan kadar air. Jumlah
kadar volatil sampah berbanding terbalik dengan kadar abu. Semakin tinggi kadar
abu, maka kemampuan sampah untuk dibakar semakin rendah yang ditunjukkan
dengan nilai kadar volatil yang rendah. Contoh perhitungan untuk menghitung
kadar air, kadar abu dan kadar volatil dapat dilihat dibawah ini:

Analisis selanjutnya terkait dengan kualitas sampah adalah pengukuran kadar


karbon organik dan kadar total kjedal nitrogen (TKN) untuk mendapatkan rasio
C/N yang menunjukkan perbandingan relatif kedua unsur tersebut untuk
mendapatkan efektifitas sampah berdasarkan proses degradasi biogas dari
senyawa organik sehingga umur dan kemungkinan kematangan kompos dapat
diperhatikan. Pertama dilakukan pengukuran kadar karbon organik yang hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 1.4. Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa nilai
kadar karbon organik yang diperoleh masing-masing sebesar 41.097% dan
40.698%. Dari data tersebut diperoleh nilai rata-rata kadar karbon sebesar
40.898%. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar TKN yang hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 1.5.
32

Tabel 1.4 Data pengukuran kadar karbon organik


Berat Volume Kadar C
Kode Volume Rata-rata kadar C
sampel blanko organik
sampel titrasi (ml) organik (%)
(gr) (ml) (%)
S1 0.05 9.7 20 41.097
40.898
S2 0.05 9.8 20 40.698

Tabel 1.5 Data pengukuran kadar total kjedal nitrogen (TKN)


Rata-
Berat Volume Rata-rata
Kode Blanko Kadar Rasio rata
sampel titrasi kadar N
sampel (gr) N (%) C/N rasio
(gr) HCl (ml) (%)
C/N
S5 0.5 14.8 0.55 0.9980 41.20
1.008 40.58
S6 0.5 15.1 0.55 1.0185 39.96

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, nilai kadar TKN yang diperoleh
masing-masing sebesar 0.998% dan 1.0185 % dengan rata-rata sebesar 1.008%.
Dua data yang diperoleh merupakan pengujian bahan uji dengan metode duplo.
Setelah nilai kadar karbon organik dan kadar TKN didapat maka rasio C/N dapat
dihitung sehingga menghasilkan nilai sebesar 40.58%. Kadar karbon organik
terdekomposisi sangat besar dibandingkan dengan kadar TKN dengan
perbandingan C/N diatas 40:1, artinya aktivitas biologis akan berkurang ketika N
habis sehingga sebagian organisme mati. Penyimpanan N pada organisme yang
mati digunakan oleh organisme lain untuk membentuk sel baru dan pembakaran C
di dalam proses menjadi lebih banyak. Pada proses, sejumlah C diubah ke tingkat
lebih sempurna, sedangkan N diresirkulasi sehingga waktu proses menjadi lebih
panjang.
Perbandingan karbon dan nitrogen (C/N) menunjukkan perbandingan relatif
kedua unsur tersebut untuk mendapatkan efektivitas sampah berdasarkan proses
degradasi biogas dari senyawa organik sehingga umur dan kemungkinan
kematangan kompos dapat diperlihatkan. Sebagian besar karbon digunakan
sebagai sumber energi bagi organisme untuk dibakar dan dikeluarkan sebagai
CO2, sedangkan sebagian lainnya digunakan sebagai salah satu unsur dalam
pembentukan sel protoplasma. Dengan demikian, kebutuhan unsur karbon lebih
banyak dari kebutuhan nitrogen. Umumnya 2/3 karbon dikeluarkan sebagai CO2,
sementara sisanya akan tercampur dengan nitrogen dalam sel-sel mahluk hidup
sehingga selama proses dekomposisi terjadi penurunan perbandingan.
Mikroba mengambil energi untuk kegiatannya dari kalori yang dihasilkan
dalam reaksi biokimia perubahan bahan limbah hayati terutama bahan zat
karbohidrat, terus menerus sehingga kandungan zar kabon sampah organik turun
makin rendah, karena ujung reaksi pernapasannya mengeluarkan gas CO2 dan
H2O yang menguap. Sedangkan zat nitrogennya menjadi protein dan membentuk
sel-sel baru, tidak keluar sehingga relatif tetap. Oleh karena itu perbandingan
komposisi zat karbon dibandingkan zat nitrogen dalam sampah yang semula
tinggi, berangsur turun menuju stabilitas menjadi mineral. Pada saat rasio C/N
mencapai angka 15-25 barulah berstatus kompos setengah matang, dan jika
mencapai 10-15 sudah berstatus kompos matang (Subali 2010). Percepatan
33

pengomposan oleh mikroba dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, antara


lain dengan pengkondisian bahan makanannya, suhunya, jenis mikrobanya,
kelembapannya, pH-nya, dan udara atau oksigennya.

Distribusi Sampah

Tujuan pengamatan sistem pengelolaan sampah perkotaan salah satunya adalah


untuk mengetahui proses pengumpulan dan pengangkutan sampah yang ada di
kelurahan Kedungwaringin Kecematan Tanah Sareal Kota Bogor. Pengumpulan
sampah warga di kecamatan Kedungwaringin perumahan taman cimanggu
mengunakan sistem door to door atau pengambilan secara langsung oleh para
petugas kebersihan dengan menggunakan truk (dumb truck), pengambilan sampah
ini biasanya dilakukan setiap hari rabu dan hari minggu sekitar pukul 12.00 WIB.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa sistem
pengumpulan yang digunakan untuk daerah Taman Cimanggu Kecamatan Tanah
Sareal ialah SCS (Stationary Container System). SCS ialah pengumpulan sampah
dengan wadah pengumpul tidak dibawa berpindah-pindah atau tetap. Waktu
pengambilan/pengumpulan sampah dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (1.9) dan (1.12). Sedangkan untuk jumlah alat pengumpul dihitung
dengan menggunakan persamaan (1.9). Untuk perhitungan analisis kalkulasinya
dijabarkan sebagai berikut

Jp =
Jp = 0.80833

Untuk penyelesaian persamaan di atas jumlah penduduk diasumsikan


berdasarkan data dari BPS Kota Bogor, untuk kelurahan tanah sareal kelurahan
kedungwaringin terdapat sebanyak 16 RW dengan jumlah penduduk 22628 jiwa,
Sehingga didapatkan nilai jumlah penduduk untuk satu RW yaitu sebesar 1414.25
jiwa/ RW. Nilai tersebut kemudian dibulatkan menjadi 1414 jiwa/RW, nilai
timbunan untuk kota besar ialah sebesar 3 l/org/hari sehingga didapatkan hasil
sebesar 4242 L/hari untuk jumlah timbulan dikali dengan jumlah warganya, dan
kapasitas dari alat pengumpul ialah sebesar 5 m3 atau 5000 L. Berdasarkan hasil
perhitungan di atas didapatkan nilai Jp (jumlah alat pengambil) sebesar 0.81
(dibulatkan menjadi 1) sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah alat pengumpul di
kelurahan Kadungwaringin telah sesuai dengan jumlah rumah dan sampah yang
ada. Sedangkan untuk waktu pengambilan dilakukan perhitungan kalkulasi
berdasarkan persamaan (12) sehingga didapatkan hasil perhitungan sebagai
berikut.
 SUMBER-TPS
Tscs = (Pscs +S + a + Bx)
= (2 jam)+ (2 menit/60)+ (4 menit/60)/1+{((4/60)/1.26)x 2.52km}
= 2.233 jam/rit
 TPS-TPA
Tscs = (Pscs +S + a + Bx)
= (5 jam)+ (2 menit/60)+ (1.167 jam)/1+{1.167/20.47)x 40.94km}
34

= 8.434 jam/rit

Untuk nilai Tscs dari sumber ke TPS waktu yang digunakan petugas untuk
mengambil sampah di setiap rumah warga ialah selama dua jam, untuk
pembongkaran muatan dilakukan selama 2 menit, perjalan yang ditempuh dari
sumber ke TPS ialah selama 4 menit. Sehingga didapatkan nilai Tscs sebesar
2.233 jam/rit, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan para petugas
di TPS waktu Tscs ialah kurang lebih selama 2 jam, sehingga nilai Tscs telah
sesuai dengan hasil wawancara dengan para petugas yang bekerja di TPS tersebut,
sedangkan untuk waktu Tscs dari TPS ke TPA waktu yang dibutuhkan untuk
pengambilan dari TPS Tanah Sareal menuju ke TPA Galuga ialah sekitar 8.434 ~
8.5 jam/rit. Karena jumlah ritasi per kendaraan per hari untuk sistem pengumpulan
telah sesuai / efektif (1 ritasi) sehingga perhitungan Nd (jumlah ritasi per hari)
tidak dilakukan.
Untuk pengangkutan sampah menuju ke TPA galuga digunakan kendaraan truk
dengan jenis kendaraan toyota dyna dengan kapasitas sebesar 5 m3. Kapasitas
dapat bertambah menjadi 9 m3 apabila terdapat timbulan sampah. Pada sistem
pemuatan prosesnya yang dilakukan masih dengan secara manual belum terdapat
alat pemadat. Proses pemuatan sampah ke dalam truk dilakukan dengan
pengumpulan langsung dengan menggunakan bak plastik kecil.
Pengangkutan dimaksudkan sebagai kegiatan operasi yang dimulai dari titik
pengumpulan terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampai ke TPA atau TPST
pada pengumpulan dengan pola individual langsung atau dari tempat pemindahan
(Transfer Depo, transfer station), penampungan sementara (TPS, LPS, TPS 3R)
atau tempat penampungan komunal sampai ke tempat pengolahan/pembuangan
akhir (TPA/TPST). Sehubungan dengan hal tersebut, metoda pengangkutan serta
peralatan yang akan dipakai tergantung dari pola pengumpulan yang
dipergunakan. Pengumpulan dari rumah ke rumah di kecamatan Tanah Sareal
dilakukan oleh 5 orang petugas, satu orang bertugas sebagai sopir dan empat
orang lainya bertugas untuk mengangkut sampah ke truk. Alat-alat yang biasanya
digunakan para petugas untuk mengumpulkan sampah ialah gacok (seperti garpu)
sebanyak 2 buah, garuk/pacul sebanyak 1 buah, sapu lidi sebanyak 1 buah, dan
bak plastik sebanyak 4 buah.
Pola pengangkutan dari TPS ke TPA kecamatan Tanah Sareal Mobil ialah
pertama truk dari pool menuju ke TPS untuk melakukan pengangkutan sampah,
setelah mobil penuh mobil menuju ke TPA Galuga lalu kembali lagi ke TPS
semula dengan membawa mobil (bak) yang kosong untuk diisi kembali (hari
berikutnya). Dalam sehari mobil hanya melakukan satu kali ritasi TPS-TPA. Bila
dilihat dari pola tersebut maka dapat diketahui bahwa pola pengangkutan untuk
wilayah kecamatan Tanah Sareal ini termasuk pola pengangkutan sampah dengan
sistem pengumpulan individual langsung (door to door):
1. Truk pengangkut sampah berangkat dari pool menuju ke titik sumber
sampah pertama untuk mengambil sampah
2. Selanjutnya truk tersebut mengambil sampah pada titik-titik sumber
sampah berikutnyaa sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya
3. Sampah diangkut ke lokasi pengolahan atau ke TPA.
35

TPS/sumb Rumah
Dump truck TPA
er warga
Timbulan
sampah
Gambar 1.2 Pola untuk hari rabu dan minggu

TPS/sumbe Dump truck TPA


r Timbulan
sampah
Gambar 1.33 Pola setiap harinya

Akan tetapi untuk pola di kecamatan Tanah Sareal pada Gambar 1.33 hanya
dilakukan satu minggu 2 kali, yaitu hari rabu dan minggu. satu kecamatan Tanah
Sareal memiliki 20 truk (kendaraan) sehingga masing-masing TPS/kontainer telah
mempunyai kendaraan masing-masing untuk membawa sampah TPS tersebut ke
Galuga.

Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan


masyarakat untuk membantu berhasilnya program pengembangan pengelolaan
sampah sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan
kepentingan diri sendiri. Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program
pengelolaan persampahan yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan
masyarakat untuk dapat membantu program pemerintah dalam keberhasilan
adalah membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan program
persampahan yaitu merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah
yang tertib, lancar dan merata, merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan
sampah yang kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat.
Pengamatan peran serta masyarakat pada pemisahan dan pengelolaan sampah
dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan membuat kuisioner untuk
ditanyakan kepada 30 warga yang berada di kelurahan Kedungwaringin. Isi dari
kuisioner tersebut mencakup volume sampah yang dihasilkan, pemisahan sampah,
pewadahan sampah, dan pengangkutan dan penanganan/pengolahan sampah. Isi
dari kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1.5. Berdasarkan hasil wawancara
tersebut didapatkan hasil sebagai berikut untuk pemisahan sampah (organik dan
anorganik) dari 30 warga yang diwawancara hanya sebanyak 33% warga yang
melakukan pemisahan sampah sedangkan 67% nya lagi tidak melakukan
pemisahan.
36

30%
tidak
70% ya

Gambar 1.34 Grafik pemisahan sampah

Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga, dan mengandung bahan dan
atau bekas kemasan suatu jenis bahan berbahaya dan beracun disebut sampah
bahan berbahaya dan beracun rumah tangga (B3 RT). Menurut PP Nomor 18
Tahun 1999 dan PP Nomor 85 Tahun 1999 jenis sampah tersebut walaupun dalam
kuantitas atau konsentrasi yang sangat kecil akan tetapi mengandung bahan yang
berbahaya dan beracun yang bisa mngebabkan dampak negatif bagi kesehatan,
sehingga perlu dilakukan penangan khusus. Salah satu limbah B3 ynag terdapat di
rumah tangga ialah baterai bekas, sehingga dalam wawancara ini dikhususkan
melakukan pengamatan terhadap perilaku warga dalam pemisahn limbah B3
rumah tangga khusunya baterai bekas. Setelah dilakukan observasi, dari 30 kepala
keluarga di Kelurahan Kedungwaringin, sebanyak 53% telah melakukan
pemisahan terhadap baterai bekas dan sebanyak 47% belum melakukan
pemisahan ataupun penanganan khusus. Hal ini menunjukan masih kurangnya
kesadaran masyarakat tentang bahaya limbah B3 dan keutamaan untuk melakukan
pemisahan hingga pengolahan terhadap limbah B3 tersebut.

47%
53% tidak
ya

Gambar 1.35 Pemisah limbah B3 (baterai bekas)

Selain pemisahan sampah organik dan anorganik, pengolahan sampah yang


bisa dilakukan oleh masyarakat di rumah masing-masing adalah pengomposan.
Manfaat lain teknik pengelolaan sampah dengan pengomposan adalah dapat
menjadikan pupuk yang dapat menyuburkan tanaman. Dilihat dari diagram pada
Gambar 1.36, jumlah masyarakat yang melakukan pengomposan hanya sebesar
17% dari 30 warga yang diwawancara sedangkan 83% sisanya masih belum
melakukan pengomposan.
37

17%

tidak
83% ya

Gambar 1.36 Diagram pengomposan

Selanjutnya, berdasarkan Gambar 1.37 untuk kegiatan mendaur ulang hanya


10% warga saja yang melakukannya, selebihnya yaitu sebesar 90% dari warga
yang diwawancara belum melakukan daur ulang.

10%

tidak
90% ya

Gambar 1.37 Grafik Daur ulang sampah

Berdasarkan seluruh hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa masih


banyak warga yang belum melakukan pemisahan sampah dan juga melakukan
penangangan ataupun pengolahan terhadap sampah di rumah mereka, padahal
pada Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah telah tertulis bahwa Setiap orang dalam pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib
mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
Serta dituliskan lagi tentang pengolahan sampah yang tertulis pada pasal 20
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 yang berbunyi
Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur
ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
Karena masih kurangnya pengetahuan warga tentang penanganan sampah
maka sangat diperlukan sosialisai yang lebih banyak kepada masyarakat dari
pemerintah agar terlaksananya kegiatan pemisahan serta pengolahan seperti yang
telah dicantumkan pada pasal 12 dan 20 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2008 sebagaimana hal tersebut patutnya menjadi kewajiban bagi
seluruh warga negara Indonesia.
Peranan pemulung menjadi sangat penting dalam upaya pengolahan sampah
padat di Indonesia. Dalam wawancara mengenai peran masyarkat dalam
pengolahan sampah peneliti juga melakukan wawancara kepada beberapa
pemulung yang biasanya mengambil sampah anorganik yang masih dapat dijual
ataupun didaur-ulang di TPS kecamatan Tanah Sareal. Para pemulung ini
biasanya mengambil sampah langsung di TPS kecamatan Tanah Sareal, biasanya
dengan menggunakan keranjang kayu ataupun bambu dengan kapasitas wadah
38

sekitar 6 kg. Berdasarkan hasil wawancara tersebut diperoleh pula beberapa daftar
harga jual beberapa jenis sampah, dapat dilihat pada Tabel 1.6 di bawah ini.

Tabel 1.6 Harga jual sampah pengumpul

Sejumlah sampah yang dikumpulkan pada keranjang masing-masing


pemulung, mayoritas adalah sampah anorganik yang berupa plastik, besi, atau
kertas. Sampah ini merupakan barang yang jika ditimbun sulit terurai, sehingga
dalam hal ini para pemulung mempunyai peran yang besar secara ekologis karena
mengurangi volume sampah yang dibuang ke lingkungan bebas yang berpeluang
menimbulkan dampak kesehatan lingkungan bagi masyarakat (Mulyono 2004).
Dengan adanya para pemulung ini dapat terciptanya juga lapangan pekerjaan. Dari
hasil pengumpulan sampah anorganik ini selain menguntungkan dari segi ekologis
juga menguntungkan dari segi ekonomis karena mampu menciptakan usaha bagi
pelapak, bandar dan juga pemasok.

Proses Pengomposan pada Pengolahan Sampah

Proses pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik menjadi pupuk


kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik dalam kondisi
terkendali. Pengomposan sendiri merupakan proses penguraian senyawa-senyawa
yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik seperti jerami, daun-daunan,
sampah rumah tangga, dan pada umumnya mempunyai nisbah C/N yang melebihi
30 (Sutedjo 2002). Hampir semua bahan yang pernah hidup, tanaman atau hewan
akan membusuk dalam tumpukan kompos (Outterbridge 1991). Kompos sebagai
hasil dari pengomposan dan merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki
fungsi penting terutama dalam bidang pertanian antara lain pupuk organik.
Observasi mengenai proses pengomposan dilakukan di rumah pribadi Dr. Ir.
Arief Sabdo Yuwono yang terletak di Desa Margajaya Kecamatan Dramaga,
Bogor. Pengamatan tentang proses pengomposan dilakukan pada tanggal 16
September 2015 pukul 6.00-7.00 WIB. Pengamatan tersebut dilakukan secara
langsung untuk mengetahui pengaplikasian pengomposan pada masyarakat.
Kegiatan terkait pengomposan yang dilakukan di rumah tersebut dimulai dari
pemilahan sampah secara manual yang dibagi menjadi 4 berdasarkan jenisnya.
Tujuan dari pemilahan (shorting) sampah adalah untuk mengurangi jumlah
sampah yang dihasilkan. Beberapa jenis sampah yang sudah dipisahkan dapat
dimanfaatkan kembali menjadi suatu barang baru yang memiliki nilai guna
melalui proses daur ulang dan kompos. Kotak sampah yang berjumlah 4 tersebut
dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu limbah anorganik yang dapat didaur ulang,
limbah anorganik yang tidak dapat didaur ulang, limbah organik, dan limbah B3.
39

Adapun limbah organik yang dihasilkan rumah tersebut dalam satu hari berkisar
70-75% yang merupakan persentase typical limbah masyarakat Indonesia.

a B c D
Gambar 1.38 Kotak sampah (a) anorganik 1, (b) anorganik 2, (c) organik, dan (d)
limbah B3

Selanjutnya sampah organik yang dibuang setiap harinya dikumpulkan pada


bak pengomposan skala rumah tangga yang terletak di halaman belakang rumah
sebanyak 3 buah. Bak pengomposan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.35a.
Selanjutnya terdapat bak pengomposan skala sedang yang terbuat dari susunan
beton ringan. Bak yang memiliki ukuran 150 x 100 x 70 cm ini diisi oleh sampah
organik yang berasal dari halaman dan sampah warga sekitar. Permukaan dari bak
pengomposan ini dibuat miring agar air yang jatuh ke dalam bak atau air yang
berasal dari sampah akan keluar melalui satu titik outlet. Susunan beton ringan
yang membentuk bak dibuat celah atau jarak antar beton ringan satu dengan yang
lainnya, tujuannya agar terjadi sirkulasi udara dari lingkungan ke dalam bak
sebagai aerasi kompos. Bak pengomposan tersebut dapat dilihat pada Gambar
1.36.

a b
Gambar 1.39 (a) Bak pengomposan skala rumah tangga dan (b) ruang pembakaran

Gambar 1.40 Wadah pengomposan skala sedang


40

Berdasarkan kebutuhan oksigennya, mikroba pengompos dikelompokkan


menjadi dua golongan, yaitu mikroba aerob dan mikroba anaerob. Mikroba aerob
memerlukan oksigen dalam jumlah cukup dari udara. Sedangkan mikroba anaerob
tidak memerlukan oksigen dari udara. Kedua jenis mikroba tersebut dapat bekerja
secara bersamaan atau bergiliran. Mikroba aerob bekerja pada kedalaman hingga
50-75 cm dari permukaan tumpukan limbah organik, sedangkan mikroba anaerob
terjadi dilapisan yang lebih dalam lagi (Subali 2010). Proses pengomposan secara
sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap
pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, okisgen dan senyawa-senyawa
yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu
tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Suhu akan meningkat hingga
50-70°C. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi bahan
organik yang sangat aktif. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu
akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan
kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan yang
mencapai 30-40% dari volume atau bobot awal bahan. Waktu pengomposan pada
bak skala sedang berkisar antara 2-3 bulan dengan penambahan kotoran dari
hewan yaitu kambing yang berfungsi untuk mempercepat proses pengomposan.
Sampah organik yang sudah terurai menjadi tanah kompos selanjutnya akan
dipindahkan dalam suatu wadah pengumpulan kompos yang dapat dilihat pada
Gambar 1.41.

Gambar 1.41 Wadah pengumpulan kompos

Proses selanjutnya adalah dilakukan penyaringan kompos yang masih kasar


hasil penguraian dari wadah sebelumnya dengan suatu alat penyaring khusus yang
dapat dilihat pada Gambar 1.42a. Tanah kompos hasil penguraian diputar dalam
saringan berdiameter 0.5 m. Pada proses penyaringan, alat yang digunakan
diletakan secara miring agar tanah kompos yang masih kasar dan besar akan
terkumpul di satu sisi. Ketika saringan diputar maka komponen kecil yang lolos
saringan akan jatuh, sedangkan komponen yang tertinggal akan ditempatkan ke
wadah pengumpulan kompos mengurai kembali menjadi bagian yang lebih kecil
dan halus.
41

a b c
Gambar 1.42 (a) penyaring kompos (b) kompos yang sudah dikemas dan (c)
kualitas kompos

Selanjutnya kompos yang benar-benar halus dan lolos saringan akan dikemas
dalam plastik menjadi pupuk kompos siap pakai yang dapat dilihat pada Gambar
42b. Kompos tersebut dipasarkan dengan harga Rp. 1000/kg pupuk kompos.
Kompos yang dihasilkan juga telah diteliti kualitasnya, gambar 1.42c tersebut
merupakan hasil publikasi dari kualitas kompos yang diproduksi.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap sistem pengolahan


limbah padat di daerah sekitar Kampus IPB Dramaga, tepatnya di Perumahan
Yasmin dan rumah sewa mahasiswa, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
1. Sistem pewadahan sampah pada rumah sewa (kos) dan rumah pemilik rumah
kos ialah level 1 dan level 2. Pewadahan level 1 berupa plastik kresek
dengan ukuran kecil sebesar 7.5 cm x 16 cm x 21 cm dengan volume 2.52
liter dan ukuran besar sebesar 9 cm x 32 cm x 30.1 cm dengan volume 8.67
liter. Pewadahan level 2 berupa bak tertutup dengan diameter cm, tinggi cm,
dan volume liter. Sementara pewadahan level 3 berupa lahan kosong di
sekitar rumah. Sistem pewadahan pada sebagian besar warga komplek
perumahan Yasmin yaitu wadah level 1 dan level 3. Wadah sampah level 1
tersebut berupa kantong plastik. Dan pada wadah level 3, rumah 1
menggunakan tong sampah plastik, rumah 2 dan 3 menggunakan bak
penampungan yang terbuat dari beton. Sistem pengangkutan sampah yang
digunakan untuk daerah Taman Cimanggu Kecamatan Tanah Sareal ialah
SCS (Stationary Container System), yaitu sistem pengumpulan sampah
dengan wadah pengumpulan tidak dibawa berpindah-pindah atau tetap.
2. Hasil pengukuran timbulan sampah selama 7 hari berturut – turut pada lokasi
penelitian di rumah warga menunjukkan bahwa timbulan sampah organik
merupakan yang paling besar dibandingkan jenis sampah lainnya. Hasil
pengukuran timbulan sampah organik yang diperoleh tersebut ialah 63.41%.
Data hasil pengukuran komposisi sampah pada rumah sewa dan rumah
penjaga rumah sewa, serta pada perumahan menunjukkan bahwa persentasi
sampah organik merupakan yang terbesar dibandingkan jenis sampah lain.
Sebagai contoh, komposisi sampah organik di perumahan dan rumah kosan
ialah sebesar 63%. Hasil analisis kualitas sampah pada penelitian ini ialah
42

36.145% untuk kadar air, 55.881% untuk kadar volatil, 7.975% untuk nilai
abu-nya, dan nilai perbandingan C/N nya sebesar 40.58%.
3. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah masih sangat kurang. Dari
30 warga yang diwawancara hanya sebanyak 33% warga yang melakukan
pemisahan sampah sedangkan 67% nya lagi tidak melakukan pemisahan.
Sebanyak 53% telah melakukan pemisahan terhadap baterai bekas dan
sebanyak 47% belum melakukan pemisahan ataupun penanganan khusus.
Untuk kegiatan mendaur ulang hanya 10% warga saja yang melakukannya.

DAFTAR PUSTAKA

Chairuddin. 2003. Model Pengelolaan Sampah Perkotaan. Jakarta (ID): Karya


Dharma.
Chairuddin N. 2003. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Rineka
Cipta.
Chandra Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta (ID): EGC.
Damanhuri, Erni dan Tri Padmi. 2010. Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah.
Bandung (ID): ITB Pr.
Dainur, 1995. Materi-Materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID):
Widya. Medika.
Hadiwiyoto S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta (ID):
Yayasan Idayu. Jakarta
Kusnoputranto H. 1989. Kesehatan Lingkungan. Jakarta (ID): UI Pr.
Metcalf & Eddy, Inc., Tchobanoglus, G., Burton,F.L., & Stensel, H.D. 2004.
Wastewater Engineering Treatment And Reuse. Singapore : Mc. Graw Hill
Mulyono H. 2004. Evaluasi dampak operasional TPA sampah Supit Urang Kota
Malang terhadap masyarakat yang bermukim di sekitarnya [Tesis].
Surabaya (ID): Universitas Airlangga.
Outerbridge T. 1991. Limbah Padat di Indonesia: Masalah atau Sumberdaya.
Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta (ID):
Sekretariat Negara.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2002. SNI Nomor 19-2454-2002 Tahun 2002
tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.
Jakarta (ID): SNI.
[SNI] Standar Nasional Indonesia . 2008. SNI Nomor 3242-2008 Tahun 2008
tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman. Jakarta (ID): SNI.
Subali B. 2010. Pengaruh waktu pengomposan terhadap rasio unsur C/N dan
jumlah kadar air dalam kompos. Pertemuan Ilmiah Jateng dan DIY. 14:
48-53.
Sucipto. 2012. Penanganan dan Pengolahan Sampah. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Sutedjo M M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Tchobanoglous G, H Theisen, and S. Vigil. 1993. Integrated Solid Waste
Management. New York (ID): McGraw-Hill
43

Lampiran 1.1 Dokumentasi penelitian


44

Lampiran 1.2 Lembar kuesioner sampah rumah tangga

Nama :
Alamat :

1. Volume Sampah
a) Berapa jumlah orang yang tinggal di rumah?
b) Berapa kira-kira volume sampah di rumah?
c) Apakah sampah dapur/sampah organik menjadi sampah terbanyak di
rumah anda?
d) Berapa kresek/tong, sampah yang anda hasilkan dirumah anda dalam 1
hari?

2. Pemisahan Sampah
a) Apakah Anda memisah-misahkan sampah Anda?
b) Apakah Anda membuang sampah Anda di keranjang yang terpisah untuk
sampah organik dan sampah anorganik?
c) Apakah Anda membuang batu baterai ke tempat sampah?

3. Pewadahan Sampah
a) Berapa jumlah wadah sampah di tempat tinggal Anda?
b) Berapa kira-kira volumenya?
c) Terbuat dari apa wadah sampahnya?

4. Pengangkutan dan Penanganan Sampah


a) Apakah sampah Anda terangkut sepenuhnya oleh petugas kebersihan?
b) Dalam seminggu, berapa kali petugas kebersihan mengambil sampah
dari rumah Anda?
c) Berapa kali Anda membakar sampah dalam seminggu?
d) Berapa kali Anda mengubur sampah dalam seminggu?
e) Apakah anda pernah mengupayakan pengomposan terhadap sampah
yang anda hasilkan?
f) Jika ya, berapa bagian sampah yang anda komposkan dalam seminggu?
(i) 1/2 (ii) 1/3 (iii) 1/4 (iv)
……
g) Adakah cara lain yang anda lakukan untuk menangani sampah anda?
Jika ada, sebutkan…
h) Apakah sampah terangkut semua oleh petugas?

5. Lain-Lain
a) Apakah Anda mengupayakan daur ulang pada sampah yang ada?
45

b) Apakah sampah sering mengganggu Anda?


c) Berapa retribusi yang Anda bayarkan setiap bulan?
d) Apakah sebanding antara retribusi yang Anda bayar dengan pelayanan
sampah yang Anda terima?
e) Apakah anda menggunakan kertas bekas?
f) Apakah anda meloakkan sampah koran?
g) Apakah anda menggunakan ulang botol atau plastik?
h) Sampah anda dibawa ke TPS oleh petugas kebersihan atau sendiri?
Frekuensinya berapa lama per minggu?
i) Apakah anda membuang sampah ke tempat illegal (lahan kosong, kali,
dll…)?
j) Manakah permasalahan sampah yang anda alami dilingkungan anda?
1. Timbunan sampah liar
2. Bau menyengat dari timbunan sampah
3. Penyumbatan selokan oleh sampah
4. Polusi udara akibat pembakaran sampah
5. Pencemaran air sungai akibat sampah
6. Pencemaran air tanah dan tanah akibat sampah
7. ...........
46

Lampiran 1.3 Rute perjalanan truk pengangkut dari TPS ke TPA


47

Lampiran 1.4 Rute perjalanan truk pengangkut dari sumber (perumahan) ke TPS
48

Lampiran 1.5 Hasil Wawancara 30 Kepala Keluarga

volume sampah pemisahan sampah Pewadahan sampah Pengangkutan dan penanganan sampah Lain-lain
jumlah volume jumlah 1 pemilahan jumlah volume membakar mengubur
No Nama keluarga sampah batu baterai daur ulang pembuangan
penghuni sampah hari sampah wadah wadah bahan wadah sampah sampah
terbanyak ilegal
(orang) (kresek) (ya/tidak) (ya/tidak) (buah) (±liter) (1 minggu) (1 minggu) (ya/tidak)
Ir. Dany
1 3 Organik 1 tidak Ya 2 11,63 plastik tidak tidak tidak tidak
Yukasano
2 Iis Isnawati 5 Organik 2 tidak Ya 2 11,63 plastik tidak tidak tidak tidak
3 Ir. Nasrul Alam 3 Organik 2 tidak ya 2 11,63 dan beton tidak tidak tidak tidak
Ir. Rudie S.
4 4 Organik 2 tidak ya 2 56,52 dan beton tidak tidak tidak tidak
Nitimihardja
5 Kiki 3 0.0036 Organik 1 tidak ya 2 30,52 plastik - - tidak tidak
6 Linda M. 4 0.036 Organik 1 ya tidak 1 11,63 kayu - - tidak tidak
7 Ati 4 0.036 Organik 1 tidak tidak 1 11,63 plastik - - tidak tidak
8 Imas 4 0.15 Organik 1 ya tidak 1 11,63 plastik - - tidak tidak
9 Nenah 4 0.036 non organik 1 tidak ya 1 11,63 plastik 7 - tidak tidak
10 Dayrisma A. 3 0.018 non organik 1 tidak tidak 2 11,63 plastik - - ya tidak
11 Martinah 2 0.036 non organik 1 tidak tidak 1 11,63 plastik - - tidak tidak
12 Marianti 5 0.036 organik 1 tidak ya 1 11,63 plastik 7 - tidak tidak
13 M. Jaelani 4 0.045 non organik 1 tidak tidak 1 11,63 plastik 7 - ya tidak
14 Nyai Imas 3 0.036 organik 5 ya ya 1 11,63 plastik 2 2 tidak tidak
15 Desi 4 0.3 organik 2 tidak ya 2 11,63 plastik - - tidak tidak
16 M. Ali Ridho 5 0.036 organik 1 ya tidak 2 11,63 dan beton 1 - tidak tidak
17 Syafuah Noor 4 0.072 organik 2 tidak tidak 1 11,63 plastik - - Tidak tidak
18 Sadiah 5 0.072 non organik 2 ya ya 2 11,63 plastik - - Tidak tidak
19 Permana Y. 4 0.036 organik 1 tidak tidak 1 11,63 1) dan tong - - Tidak tidak
20 Retia Revany 5 0.05 organik 1 ya tidak 2 11,63 plastik - - Tidak tidak
21 Siti Masitoh 4 0.036 organik 1 tidak tidak 1 11,63 1) dan tong - - Tidak tidak
22 M. Kusmayadi 4 0.036 organik 1 ya tidak 2 11,63 plastik 3 3 Tidak tidak
23 Abdul Hakim 3 0.036 non organik 1 tidak tidak 2 227,58 dan karung - - tidak tidak
24 Endang 2 0.18 organik 2 tidak ya 2 11,63 plastik - - tidak tidak
25 Habsah 3 0.018 non organik 1 tidak ya 1 11,63 1) dan tong 2 - tidak tidak
26 Wanih 13 0.3 organik 2 ya tidak 2 11,63 plastik 3 3 ya tidak
27 Tatang Sobandi 5 0.072 organik 1 ya tidak 3 227,58 plastik dan beton - - tidak tidak
28 Huntoyo 4 0.036 organik 2 ya ya 1 227,58 plastik 1 1 tidak tidak
29 Halimah 1 0.036 organik 1 tidak tidak 1 227,58 plastik - - tidak tidak
30 Januar Usdek 3 0.036 organik 3 tidak ya 2 300 plastik - - tidak tidak
49

Lampiran 1.6 Dokumentasi wawancara responden kuesioner


BAB II
TEKNIK KONTROL EMISI PARTIKULAT
UDARA
50

BAB II

TEKNIK KONTROL EMISI PARTIKULAT UDARA

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Udara merupakan komponen penting dalam kehidupan sehingga perlu


dipelihara kualitasnya agar dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi
makhluk hidup., namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat
– pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Udara yang dulunya
segar, kini kering dan kotor. Keadaan ini apabila tidak segera di tanggulangi dapat
membahayakan kesehatan manusia, kehidupan hewan, serta tumbuhan.
Perubahan lingkungan udara disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya
zat pencemar (berbentuk gas – gas dan partikel kecil / aerosol) kedalam udara. Zat
pencemar masuk kedalam udara dapat secara alamiah (asap kebakaran hutan,
akibat gunung berapi, debu meteorit, dan pancaran garam dari laut) dan aktivitas
manusia (transportasi, industri pembuangan sampah). Konsentrasi pencemaran
udara di beberapa kota besar dan daerah industri Indonesia menyebabkan adanya
gangguan pernafasan, iritasi pada mata dan telinga, timbulnya penyakit tertentu
serta gangguan jarak pandang.
Menurut Hadiyarto dan Sasongko (1998) Pencemaran udara adalah
bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia kedalam lingkungan udara
normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia
(atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia,
binatang, vegetasi, dan material. Selain itu pencemaran udara dapat pula dikatakan
sebagai perubahan atmosfer oleh karena masuknya bahan kontaminan alami atau
buatan ke dalam atmosfer tersebut.
Salah satu zat pencemar yang cukup banyak dihasilkan oleh kegiatan
antropogenik adalah partikulat (Particulate Matter (PM)). Partikulat yang
berukuran kurang dari 10 μm disebut dengan PM10.Pencemaran udara oleh
partikel dapat disebabkan oleh karena peristiwa alamiah dan dapat pula
disebabkan oleh ulah manusia, lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel
yang mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan
jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada (Soedomo 2001).
Teknik untuk mengontrol emisi partikel, didasarkan pada penangkapan partikel
sebelum dilepaskan ke atmosfer. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut dipengaruhi oleh ukuran partikel. Beberapa alat yang digunakan untuk
tujuan tersebut diantaranya sistem ruang pengendap gravitasi, kolektor siklon,
penggosok/sikat basah dan presipitator elektrostatik.

Tujuan

Penelitian pengendali partikulat bertujuan untuk membuat unit rancangan


pengendali partikulat, antara lain gravity settling chamber, cyclone, dan bag house
51

berdasarkan perhitungan teoritis secara detail serta mengetahui prinsip kerja


operasi setiap unit rancangan pengendalian partikulat dengan berdasarkan gambar
skematik.

TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara

Udara merupakan komponen utama bagi kehidupan makhluk hidup. Makhluk


hidup membutuhkan udara yang baik agar dapat melakukan berbagai aktivitas
dalam kehidupannya. Namun seiring dengan meningkatnya populasi manusia
mendorong peningkatan aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Sehingga
dapat berdampak pada pencemaran udara dan penurunan kualitas udara (Wang et
al. 2007). Salah satunya dengan meningkatnya industri di kota-kota besar.
Peningkatan aktivitas industri berkontribusi dalam peningkatan polutan di udara
(Goyal dan Rao 2006).
Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk
asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal
pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-
bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai
sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya
racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran
(Arya 1999). Prinsip dari pencemaran udara adalah jika dalam udara tersebut
terdapat unsur - unsur pencemar (biasa disebut polutan baik primer maupun
sekunder yang bersumber dari aktifitas alam dan kebanyakan dari aktifitas
manusia) yang dapat mempengaruhi keseimbangan udara normal dan
mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-
tumbuhan dan benda-benda lain.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran
udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke
dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya. Zat pencemar (polutan) yang berada di udara antara lain
partikel-partikel halus yang mengambang di udara (aerosol), partikel debu, asap,
dan gas-gas yang bersifat toksik sebagai hasil sampingan dari industri serta
aktivitas manusia.
Pencemaran udara dapat bersumber dari faktor alami seperti letusan gunung
berapi, kebakaran hutan alami, dan pencemaran udara akibat dari gas-gas alam,
maupun faktor antropogenik seperti industri dan transportasi (Soedomo 2001).
Sumber pencemar dapat pula dikelompokkan menjadi sumber diam (tidak
bergerak) seperti industri dan sumber bergerak, misalnya kendaraan bermotor.
Menurut Tjasjono (1999), pola sumber pencemaran udara dapat dibagi menjadi :
1. Sumber titik yang dihasilkan oleh industri dari polutan yang dikeluarkan
oleh cerobong-cerobong pabrik.
2. Sumber garis, polutan dihasilkan dari sumber yang membentuk garis yang
memanjang seperti jalan raya.
52

3. Sumber area, dihasilkan dari suatu wilayah atau area dengan cakupan yang
cukup luas, seperti kawasan pabrik dan area kebakaran hutan.

Berdasarkan perilakunya di udara, pencemaran udara dapat dibagi menjadi


pencemar primer dan sekunder (Suryani et al 2010). Pencemar primer merupakan
pencemar yang komposisinya tidak akan mengalami perubahan di atmosfer baik
karena proses kimiawi maupun fisis dalam jangka waktu yang relatif lama (harian
sampai tahunan), seperti CO, NOx, CO2, N2O, metana, senyawa halogen, dan zat
lain yang memiliki waktu tinggal lama di atmosfer karena bersifat stabil terhadap
reaksi-reaksi kimia dan fisik yang terjadi di atmosfer. Sedangkan pencemar
sekunder merupakan pencemar yang terbentuk di atmosfer akibat dari hasil reaksi-
reaksi kimia dan fisik yang terjadi di atmosfer seperti proses hidrolisis, oksidasi
dan fotokimia, contohnya photochemical smog. Secara luas, pencemaran udara
bersumber dari (Arya 1999) :

1. Sumber urban dan industri, yang terdiri dari pembangkit tenaga listrik,
transportasi, industri, proses pembakaran, pembuangan limbah, dan
aktivitas konstruksi.
2. Sumber rural dan pertanian, yang terdiri dari debu yang berterbangan,
membuka lahan dengan cara membakar hutan dan lahan (slash burning),
emisi tanah, penggunaan pestisida dan bahan kimia, serta proses
pembusukan limbah.
3. Sumber alami, yang berupa erosi angin yang membawa partikel tanah,
kebakaran hutan alami akibat sambaran petir, letusan gunung berapi, emisi
biogenik, percikan air laut dan evaporasi yang mengangkat partikel garam
ke udara, proses mikroba tanah, pembusukan alami bahan-bahan organik,
serta petir yang menghasilkan NO dan selanjutnya dapat bereaksi secara
fotokimia menjadi O3.

Karakteristik Partikulat Pencemar Udara

Partikulat merupakan campuran partikel-partikel solid dengan tetesan air yang


terdapat di udara. Konsentrasi PM dapat ditunjukkan dengan satuan massa per
unit volume (μg m-3) atau dalam fraksi massa (ppb). Partikel-partikel ini dapat
memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Sumber alami partikulat berasal
dari letusan gunung berapi, kebakaran hutan alami, debu pasir di padang pasir,
serta percikan air laut. Sedangkan sumber antropogenik berasal dari pembakaran
bahan bakar, industri, dan pembangunan infrastruktur. Biasanya ukuran partikulat
di atmosfer dibagi menjadi dua kategori, yaitu fine particles yang berukuran lebih
kecil dari 2,5 mikrometer (PM2,5) dan coarse particles yang berukuran lebih besar
dari 2,5 mikrometer dan lebih kecil dari 10 mikrometer (PM10) (Hewitt et al.
2003).
PM10 termasuk dalam ukuran diantara jenis partikel halus dan kasar, sedangkan
PM2,5 termasuk dalam pada jenis partikel halus (Arya 1999). PM10 mempunyai
indikator kesehatan karena dapat memperparah berbagai macam penyakit seperti
penyakit jantung dan paru-paru dikarenakan di dalam partikulat PM10 terdapat
karbon, SOF (Soluble Organic Fraction), debu, SO4, dan H2O (Sokhi 1998).
53

Pengendalian Partikulat

Emisi yang menghasilkan partikulat dapat dilakukan dengan menggunakan unit


pengendalian partikulat yaitu Gravity Settling Chamber, Cyclone dan Fabric
Filter (Bag House)
Gravity Settling Chamber merupakan peralatan pemisah gas-solid dengan
menggunakan gayagravitasi sebagai mekanisme pemisahan utamanya. Setiap
partikel atau titik massa memiliki kecepatan terminal yakni kecepatan dimana titik
massa tersebut akan mencapai kondisi setimbang antara gaya gravitasi, gaya gesek
udara dan gaya ke atas dari partikel tersebut. Pada tipe gravity settling chamber
kecepatan aliran gas dari boilerakan diturunkan hingga mencapai kecepatan
terminalnya. Penurunan kecepatan tersebut terjadi akibat dari perubahan luas
penampang aliran secara mendadak pada suatu ruang. Geometri ruang yang tepat
akan mampu memisahkan partikel debu dari gas dengan lebih efektif dan efisien.
Aliran multi fase adalah aliran yang terjadi dimana lebih dari satu fase material
yang mengalir. Aliran tersebut bisa terdiri dari campuran fase likuid-gas, gas-
solid, likuid-solid maupun gabungan ketiga fase tersebut (Wang et all 2004).
Aliran yang terdiri dari partikel berfase gas dan solid didalamnya memiliki tipe
aliran yang berbeda. Aliran yang memiliki fase gas dan solid yang mengalir
diklasifikasikan atas aliran bertipe dense phase dan dilute phase. Dalam
penentuan dan pendefinisian tipe aliran tersebut masih terdapat beberapa
penafsiran khususnya untuk pendefinisian tipe dense phase. Tapi secara umum
penentuan tipe dari aliran gas-solid yang terjadi sebagai acuan dalam penentuan
analisa aliran bersifat dilute, maka solid loading ratio (φ) pada persamaan (1) dari
partikel yang terbawa fase gas terhadap massa fase gas tersebut haruslah kurang
dari 15 (Cooper & Alley 2010).
Cyclone merupakan salah satu perangkat untuk memisahkan fasa gas dengan
fasa padatan yang paling umum dimanfaatkan mereduksi emisi partikulat di
lingkungan industri. Cyclone bekerja dengan memaksakan suspensi gas mengalir
spiral pada ruang tertutup, sehingga partikel dihembuskan menuju dinding vessel
sentrifugal (Nevers 2010). Partikel bergerak ke bawah oleh gaya gravitasi dan
dihilangkan dari cyclone penampung, dan gas yang telah tersaring berputar keluar
ke atas.
Cyclone relatif murah dan mudah dibangun, dibutuhkan sedikit pemeliharaan,
serta dapat bekerja pada suhu dan tekanan tinggi. Tergantung pada kinerja proses,
dapat digunakan sebagai precollector menghilangkan partikel yang lebih besar
sebelum pengolahan lanjutan seperti bag filter precipitator. Jika dirancang dengan
baik, mengumpulkan partikel yang lebih besar dari 10 μm dengan efisiensi tinggi.
Untuk partikel yang lebih kecil, efisiensi menjadi jauh menurun. Cyclone tidak
dapat digunakan pada pengolahan dengan sifat partikel yang melekat atau padatan
dengan kandungan kelembaban tinggi, sehingga penggumpalan dan penyumbatan
dapat terjadi (Vallero 2008).
Baghouse adalah alat untuk memisahkan partikel kering dari gas (udara)
pembawanya. Di dalam Baghouse, aliran gas yang kotor akan partikel masuk ke
dalam beberapa longsongan filter (disebut juga kantong atau cloth bag) yang
berjajar secara pararel, dan meninggalkan debu pada filter tersebut. Aliran debu
dan gas dalam bag filter dapat melewati kain (fabric) ke segala arah. Partikel debu
tertahan di sisi kotor kain, sedangkan gas bersih akan melewati sisi bersih kain.
54

Konsentrasi partikel inlet bag filter adalah antara 100 μg/ m3 – 1 kg/m3 (Bethea,
1978). Debu secara periodik disisihkan dari kantong dengan goncangan atau
menggunakan aliran udara terbalik, sehingga dapat dikatakan bahwa bag filter
adalah alat yang menerima gas yang mengandung debu, menyaringnya,
mengumpulkan debunya, dan mengeluarkan gas yang bersih ke atmosfer (Nevers
de 2000).
Kelebihan Baghouse yaitu Memiliki pressure drop yang rendah. Terdapat
beberapa ruang filter dalam satu alat sehingga ketika satu ruang dalam proses
pembersihan, lainnya berjalan normal. Ideal untuk aplikasi pada industri makanan
karena menggunakan kecepatan bertahap dari proses pembersihan. Dapat
beroperasi dengan berbagai tipe kandungan debu tanpa harus mengubah kecepatan
udara bertekanan tinggi. Dapat beradaptasi dengan berbagai kandungan debu.
Memendekkan filter untuk udara dengan kandungan debu banyak dan
memanjangkan filter untuk udara dengan kandungan debu sedikit (Nevers de
2000).
Kekurangan Baghouse yaitu biaya perawatan yang tinggi karena alat ini
mempunyai banyak internal moving parts. Alat ini juga berukuran besar karena
mempunyai air to cloth ratio rendah. Pemakaian terbatas dan biaya yang
dibutuhkan besar untuk kipas dengan tekanan dan rate udara tinggi. Tidak
didesain untuk temperatur tinggi atau tahan korosi. Membutuhkan jumlah filter
bag yang cukup banyak dan tidak dapat digunakan untuk partikulat yang memiliki
tingkat kelembaban / humidity yang tinggi (Nevers de 2000).

METODOLOGI PENELITIAN

Unit Pengendalian Partikulat: Cyclone

Perhitungan Dimensi Unit Cyclone

Perhitungan dimensi cyclone meliputi nilai a, b, h, Dc, z, H dan B. Nilai a dan


b didefinisikan sebagai dimensi tinggi dan lebar inlet gas dengan bentuk persegi,
sedangkan Din didefinisikan sebagai dimensi inlet gas dengan bentuk silinder.
Variabel Dc dan h masing-masing didefinisikan sebagai diameter unit dan
ketinggian total yang telah dikurangi tinggi kerucut yang didefinisikan sebagai z.
Ketinggian total didefinisikan sebagai H dengan diameter saluran pengeluaran
padatan berupa variabel B. Ilustrasi dari keseluruhan perancangan tersebut
ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Perhitungan dimensi dapat dilakukan dengan berbagai metode, di antaranya
metode Lapple, Swift dan Stairmand dengan 3 pembagian kondisi yaitu umum,
efisiensi tinggi, dan laju aliran tinggi. Tahap pertama, perancangan cyclone
dilakukan dengan menghitung dimensi unit mengacu kepada standar rancangan
cyclone pada Tabel 2.1.
55

Gambar 2.1 Ilustrasi dimensi cyclone

Tabel 2.1 Dimensi standar rancangan cyclone


Penggunaan

Hubungan Umum Efisiensi tinggi Laju aliran tinggi

Lapple Swift Stairmand Swift Stairmand Swift


Q/Dc2 6860 6680 5500 4940 16500 12500
a/Dc 0.5 0.5 0.5 0.44 0.75 0.8
b/Dc 0.25 0.25 0.2 0.21 0.375 0.35
H/Dc 4 3.75 4 3.9 4 3.7
h/Dc 2 1.75 1.5 1.4 1.5 1.7
De/Dc 0.5 0.5 0.5 0.4 0.75 0.75
B/Dc 0.25 0.4 0.375 0.4 0.375 0.4
S/Dc 0.625 0.6 0.5 0.5 0.875 0.85
∆H 8 7.6 6.4 9.2 7.2 7

Setelah dimensi unit dihitung, dilakukan perhitungan terhadap efisiensi unit


guna menentukan kelayakan cyclone saat mereduksi emisi partikulat. Prosedur
kalkulasi dalam menentukan efisiensi cyclone dapat dilakukan dengan beberapa
model yaitu Barth, Leith-Licht, dan Ionizia-Leith.

Model Barth

Pada model Barth, nilai efisiensi diprediksikan sebagai fungsi dari hubungan
antara kecepatan akhir partikel dengan diameter tertentu. Probabilitas
terkumpulnya dan tidak terkumpulnya partikel memiliki efisiensi yang sama yaitu
sebesar 50%. Untuk partikel dengan diameter Di, efisiensi yang dihasilkan dapat
dihitung dengan persamaan berikut.
56

ηi = (2.1)
( )

Keterangan :
ηi = efisiensi partikel dari diameter Di
vts = kecepatan akhir partikel (m/detik)
m
vts = kecepatan akhir partikel dengan efisiensi 50% pada model Barth
(m/detik)

Nilai vts/vtsm berhubungan dengan kecepatan radial rata-rata gas di sumbu pusat
cyclone pada saat kecepatan tangensial maksimum atau vt Max. Dengan
mengabaikan asumsi Hukum Stokes dan densitas gas, perbandingan tersebut dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut.

(2.2)

Keterangan :
hm = ketinggian sumbu pusat (Central axis) pada model Barth (m)
Pp = ketinggian densitas partikel (kg/m3)
Vtmax = kecepatan maksimum tangensial gas (m/detik)
Di = diameter partikel (m)
μ = viskositas gas (kg/m detikk)
Q = laju alir volumetrik gas (m3/detik atau l/menit)

Nilai hm ditentukan oleh nilai Dc dan B. Setelah itu kecepatan tangensial


maksimum dapat dihitung dengan persamaan-persamaan sebagai berikut.
hm = H – S; untuk Dc≤ B (2.3)
m
h = (2.4)
( )
vmax = (2.5)

Keterangan :
V0 = kecepatan gas pada outletcyclone (m/detikk)
λ = koefisien friksi = 0.02

Selanjutnya, kecepatan gas pada outlet v0 dan parameter α berhubungan dengan


dimensi b dan Dc. Kedua nilai tersebut dapat dihitung dengan persamaan-
persamaan sebagai berikut.
V0 = (2.6)
α = 1-1.2 (b/Dc) (2.7)

Model Leith-Licht

Leith-Licht merupakan model kedua yang dapat digunakan untuk memperoleh


nilai efisiensi dari unit cyclone. Berbeda dengan model sebelumnya, prosedur
57

perhitungan efisiensi Model Leith-Licht dapat dilakukan dengan persamaan


berikut.

( ) ................................................................................... (2.8)

[ ( )] ( ) .................................................... (2.9)

Dengan T = temperatur gas (ºK)


( )................................................................(2.10)

Jika (H-S) > Zc


( )( )( ) .............(2.11)

Jika (H-S) < Zc


( )( )( ) .............(2.12)

Zc = ketinggian sumbu pusat cyclone (m)


dc = diameter sumbu pusat cyclone (m)
Vnl = volume annular antara S dan titik akhir dari panjang vortex, tidak
termasuk sumbu atau poros tengah (m3)
VH = volume di bawah saluran outlet, tidak termasuk poros tengah (m3)

Menghitung
{ [ ⁄ ( )] }..................................(2.13)
Menghitung

( )
.............................................................................................(2.14)

Menghitung efisiensi

{ [ ] }.................................................. (2.15)
i = waktu relaksasi (detik)
n = vortex exponent
G = parameter geometrik pada Model Leith-Licht

Model Iozia-Leith

Iozia-Leith merupakan model ketiga yang dapat digunakan untuk memperoleh


nilai efisiensi dari unit cyclone. Berbeda dengan model-model sebelumnya,
prosedur perhitungan efisiensi Model Iozia-Leith dapat dilakukan dengan
persamaan berikut.
Menghitung
( ) [ ( )] ……….(2.16)
Menghitung
58

( ) ( ) ( ) …………………………..(2.17)

Menghitung
( ) ( ) ............................................................(2.18)

Menghitung
Untuk dc> B; [ ⁄
][ ]..............................(2.19)
Untuk dc< B; ................................................................(2.20)
Menghitung
( ) .......................................................................... (2.21)

Menghitung efisiensi
[ ]
.................................................................................. (2.22)

Unit Pengendalian Partikulat: Gravity Settling Chamber

Selain Cyclone, alat lain yang dapat didesain sebagai unit pengendalian emisi
partikulat yaitu gravity settling chamber yang pada umumnya memisahkan
partikulat dari aliran udara. Unit ini difungsikan untuk diameter partikel dan
densitas partikel tertentu. Dari data-data tersebut dilakukan perancangan gravity
settling chamber yang meliputi panjang (L) dan lebar (B) dengan asumsi tinggi
(H) tertentu. Pada umumnya, penentuan kecepatan pengendapan partikel untuk
diameter tertentu memerlukan kalkulasi melalui trial-and-error karena Bilangan
Reynold tidak diketahui sehingga persamaan drag force tidak dapat dipilih dengan
tepat. Iterasi perhitungan tersebut dapat dihindari melalui penyusunan kembali
persamaan-persamaan perhitungan drag force dan persamaan konstanta tidak
berdimensi (K) diperoleh untuk penentuan jenis aliran. Perhitungan dimensi
gravity settling chamber diawali dengan penentuan rezim aliran. Penentuan
konstanta ini dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut.

[ ] ……………………………………………………..(2.23)
Keterangan :
K : konstanta tidak berdimensi
dp : diameter partikel (ft)
g : percepatan gravitasi (ft/s2)
: densitas partikel (lb/ft3)
ρ : densitas aliran udara (lb/ft3)
μ : viskositas aliran gas (lb/ft.s)

Perhitungan konstanta ini berguna untuk memilih rentang dalam penentuan


dimensi dari gravity settling chamber. Rentang tersebut ditentukan berdasarkan
ketentuan-ketentuaan sebagai berikut:
K < 3.3 ; untuk rentang Hukum Stoke
59

43.6 > K > 3.3 ; untuk rentang menengah (intermediate)


2360 > K > 43.6 ; untuk rentang Hukun Newton
Diambil contoh jika nilai K tergolong ke dalam rentang Hukum Stoke, maka
lebar (B) gravity settling chamber diperoleh dengan menggunakan persamaan
berikut.
………………………………………………………………(2.24)
Keterangan
u : kecepatan aliran (ft/s)
q : laju aliran partikel (ft3/s)
B : lebar unit(ft)
H : tinggi unit (ft)

Setelah lebar unit diperoleh, penentuan kecepatan akhir partikel dilakukan.


Kecepatan akhir partikel tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut.
…………………………………………………………(2.25)

Keterangan :
Vt : kecepatan akhir partikel (ft/s)
g : percepatan gravitasi (ft/s2)
dp : diameter partikel (ft)
: densitas partikel (lb/ft3)
μ : viskositas aliran gas (lb/ft.s)

Penentuan kecepatan akhir tersebut kemudian digunakan untuk menentukan


panjang dari unit gravity settling chamber pada akhirnya. Panjang unit tersebut
diperoleh melalui persamaan sebagai berikut.

……………………………………………………………….(2.26)

Keterangan :
Vt : kecepatan akhir partikel (ft/s)
q : laju aliran partikel (ft3/s)
B : lebar unit(ft)
L : panjang unit (ft)

Setelah semua dimensi diketahui, dilakukan penentuan efisiensi unit.


Penentuan efisiensi tersebut berkaitan dengan mekanisme operasi unit gravity
settling chamber pada nantinya dan perhitungan tersebut dilakukan dengan
menggunakan persamaan berikut.

…………………………………………………………….(2.27)
Keterangan :
E : efisiensi unit
Vt : kecepatan akhir partikel (ft/s)
q : laju aliran partikel (ft3/s)
60

B : lebar unit(ft)
L : panjang unit (ft)

Unit Pengendalian Partikulat: Fabric Filter

Fabric Filter merupakan unit ketiga yang dapat dirancang guna mengendalikan
emisi partikulat di udara. Alat ini memisahkan partikel kering dari emisi udara
dengan bahan filter berupa nilon atau wol guna menyisihkan debu dan emisi di
udara. Untuk penggunaan awal, efisiensi pengumpulan debu akan rendah karena
debu menembus filter secara langsung. Partikel debu terkumpul dan mengisi
ruang-ruang kosong tersebut dengan cepat melalui mekanisme impaksi, intersepsi
dan difusi sehingga lapisan debu terbentuk. Dengan terbentuknya lapisan debu
tersebut, efisiensi filtrasi kemudian akan semakin meningkat. Namun, terjadi
peningkatan resistansi terhadap aliran gas akibat adanya gesekan antara aliran gas
dan lapisan debu yang juga mengakibatkan tekanan (pressure drop) akan
menurun. Pressure drop dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

ΔP = ΔPf + ΔPp + ΔPs…………………………………………………………………..(2.28)

Keterangan:
ΔP = Total pressure drop
ΔPf = Pressure drop akibat kain filter
ΔPp = Pressure drop akibatlapisan debu
ΔPs = Pressure drop akibat struktur dari fabric filter

Nilai pressure drop dapat diabaikan karena struktur fabric filter yang pada
umumnya rendah. Namun berdasarkan rumus Darcy untuk aliran fluida yang
melalui media berpori, penentuan pressure drop dihitung secara tersendiri dengan
persamaan berikut.

ΔPf = ……………………………………………………………..(2.29)

ΔPp = …………………………………………………………….(2.30)

Keterangan:
ΔPf, ΔPp = Pressure drop filter dan pressure drop lapisan debu (N/m2)
Df, Dp = Kedalaman filter dan kedalaman lapisan debu (m)
µ = Viskositas gas (kg/m detik)
v = Kecepatan penyaringan (m/menit)
Kf, Kp = Permeabilitas filter dan permeabilitas lapisan debu (m2)
60 = Faktor konversi (detik/menit)
Kecepatan penyaringan atau dikenal juga sebagai air-to-cloth dihitung dengan
persamaan sebagai berikut.

V = …………………………………………………………………...(2.31)
61

Pada kecepatan penyaringan dan konsentrasi massa debu konstan, nilai Dp


meningkat secara linier terhadap waktu melalui persamaan berikut.

Dp = ……………………………………………………………….(2.32)

Keterangan:
L = Dust loading (kg/m3)
t = Waktu operasi (menit)
ρL = Densitas lapisan debu (kg/m3)

Berdasarkan kombinasi dari beberapa persamaan sebelumnya, diperoleh


persamaan baru yang dapat ditulis sebagai berikut.

ΔP =( ) ( ) ……………………………...…..(2.33)

Selanjutnya, hasil persamaan tersebut dibagi dengan v sehingga filter drag (S)
dan area densitas debu (W) ditentukan melalui beberapa persamaan berikut.

S= ……………………………………………………………....….(2.34)

W = L v t ……………………………………………………………....(2.35)

Setelah diperoleh nilai area densitas debu, nilai Ke dan Ks ditentukan secara
empiris dari konstanta Persamaan linier dari grafik hubungan antara filter drag
terhadap areal densitas debu. Tipikal grafik filter drag terhadap areal densitas
debu ditunjukkan seperti pada gambar berikut.

S = Ke + Ks W ………………………………………………………….(2.36)

Keterangan:
Ks= Ekstrapolasi clean cloth filter drag (N menit/m3)
Ke = Kemiringan konstan untuk keterlibatan particular dust, gas, dan fabric

Setelah nilai pressure drop dalam fabric filter diperoleh, net cloth area, jumlah
kompartemen dan jumlah kantung ditentukan. Pertama-tama kecepatan
penyaringan (V) maksimum untuk berbagai jenis debu ditentukan dengan acuan
berdasarkan Tabel 2.2.
62

Gambar 2.2 Tipikal grafik filter drag terhadap densitas debu


Sumber : Cooper dan Alley, 2011

Tabel 2.2 Kecepatan penyaringan (V) maksimum untuk berbagai jenis debu
untuk metode shaker atau reverse-air fabric filter
Kecepatan Penyaringan Maksimum cfm/ft2
Tipe Debu
atau ft/menit
Activated charcoal, carbon black, detergents,
1.5
metal flumes
Aluminum axide, carbon, fertilizer, graphite,
2.0
iron ore, lime, paint pigments, fly ash, dyes
Aluminum, clay, coke, charcoal, cocoa, lead,
2.25
axide, mica, soap, sugar, talc
Bauxite, ceramics, chrome ore, feldspar, flour,
2.50
flint, glass, gypsum, plastics, cement
Asbestos, limestone, quartz, silica 2.75
Cork, feeds and grain, marble, oyster shell,
3.0 – 3.25
salt
Leather, paper, tobacco, wood 3.50
Setelah kecepatan penyaringan ditentukan, jenis bahan dipilih berdasarkan
resistensi terhadap temperatur. Pemilihan bahan tersebut mengacu kepada Tabel
2.3.

Tabel 2.3 Jenis bahan filter dan resistansi terhadap temperatur dan kandungan
kimia
Rekomendasi Chemical Resistance
Fabric Temperatur Maksimum
Acid Base
(ºF)
Dynel 160 Baik Baik
Cotton 180 Buruk Baik
Wool 200 Baik Buruk
Nylon 200 Buruk Baik
Folypropylene 200 Sangat baik Sangat baik
Orlon 260 Baik Cukup
Dacrxon 275 Baik Cukup
Nomex 400 Cukup Baik
Teflon 400 Sangat baik Sangat baik
Glass 550 Baik Baik
63

Setelah pemilihan jenis bahan filter dilakukan, jumlah kompartemen untuk


setiap net cloth area tersebut juga ditentukan. Penentuan jumlah kompartemen
tersebut dilakukan dengan mengacu kepada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Jumlah kompartemen untuk setiap net cloth area


Net Cloth area, ft2 Jumlah Kompartemen
1 – 4000 2
4000- 12000 3
12000 – 25000 4–5
25000 – 40000 6–7
40000 – 60000 8 – 10
60000 – 80000 11 – 13
80000 – 110000 14 – 16
110000 – 150000 17 – 20
Net Cloth area, ft2 Jumlah Kompartemen
>150000 >20

Adapun luas area filter untuk sebuah kantung dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan berikut.
Luas area filter untuk satu kantung (ft2/bag) = π D L………………….(2.37)
Keterangan:
π = 3.14
D = Diameter kantung
L = Panjang kantung

Kebutuhan jumlah kompartemen tersebut tergantung dari total aliran gas


yang akan disaring, penurunan tekanan maksimum (ΔPm), interval waktu
penyaringan (tr) antara dua pembersihan dalam satu kompartemen (run time) dan
waktu pembersihan satu kompartemen (tc). Waktu penyaringan (tr) adalah waktu
pembersihan satu kompartemen hingga kompartemen tersebut dimatikan untuk
proses pembersihan selanjutnya (setelah semua kompartemen lain dibersihkan
secara bergilir). Waktu penyaringan tersebut dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut.

tf = N (tr + tc) – tc……………………………………………………….(2.38)

Keterangan:
tf = Waktu penyaringan (menit)
tr = run time (menit)
tc = Waktu pembersihan (menit)
N = Total jumlah kompartemen

Selanjutnya, nilai laju aliran di sebuah kompartemen pada saat proses


pembersihan ditentukan. Untuk menentukan nilai laju aliran di sebuah
kompartemen tersebut, laju aliran gas (m3/menit) dibagi dengan total jumlah
kompartemen dengan persamaan sebagai berikut.

Qn = ………………………………………………………………….(2.39)
64

Apabila sebuah kompartemen sedang dalam kondisi off-line untuk proses


pembersihan, maka laju aliran untuk setiap kompartemen lain yang masih
beroperasi ditentukan dengan persamaan berikut.

Qn-1 = ………………………………………………………………(2.40)

Sehingga, kecepatan penyaringan untuk laju aliran untuk kompartemen dalam


kondisi online dan kondisi off-line masing-masing adalah sebagai berikut.

Vn = = ………………………………………………………….(2.41)

Vn-1 = = ………………………………………………….(2.42)

Pada tahap selanjutnya, ΔPm akan timbul saat akhir dari proses pembersihan
sebuah kompartemen misal (j-1), dan sesaat sebelum j-1 kembali dimatikan. Saat
itu kompartemen j (kompartemen selanjutnya yang akan dibersihkan masih
beroperasi untuk waktu tj, dengan persamaan sebagai berikut.

tj = tf – tr………………………………………………………………...(2.43)

Berdasarkan persamaan berikut, tj merupakan waktu bagi kompartemen j saat


dinyalakan/beroperasi (sesaat sebelum kompartemen j-1 kembali dimatikan untuk
proses pembersihan) dengan satuan menit. Setelah itu berdasarkan kombinasi
persamaan sebelumnya, diperoleh persamaan baru sebagai berikut.

tj = tf – tr = (N – 1) (tf + tr)……………………………………………..(2.44)

Selama durasi waktu tj, kain filter di dalam kompartemen j telah terkumpul
debu dengan areal densitas debu (Wj) yang dapat dihitung dengan persamaan
berikut.

Wj = (N – 1) (Vn L tr + VN-1 L tc) ……………………………………...(2.45)

Keterangan:
Wj = areal dust density (lbm/ft2)
L = Particulate loading (lbm/ft3)

Setelah nilai areal dust density diperoleh, nilai filter drag pada kompartemen
j dicari melalui Persamaan berikut.

Sj = Ke - KsWj…………………………………………………………..(2.46)

Diketahui Sj adalah filter drag (ln.H2O-menit/ft). Untuk estimasi kecepatan


penyaringan aktual kompartemen j dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Vj = fN x VN-1……………………………………………..…………….(2.47)
65

Keterangan:
Vj = kecepatan penyaringan aktual dalam kompartemen j saat waktu tj (ft/menit)
fN = faktor koreksi (dari Tabel 2.5)

Tabel 2.5 Perbandingan kecepatan aktual penyaringan (Vj) terhadap rata-rata


kecepatan penyaringan (VN-1) di beberapa kompartemen dalam fabric
filter
Total number of comparrtments, N FN = V1/VN-1
3 0.87
4 0.80
5 0.76
7 0.71
10 0.67
12 0.65
15 0.64
20 0.62

Berdasarkan persamaan-persamaan berikut, didapatkan nilai pressure drop ΔPj


yang sama dengan penurunan maksimum yang diijinkan ΔPm sehingga diperoleh
persamaan baru yaitu sebagai berikut.

ΔPj = ΔPm = Sj Vj ………………………………………………………(2.48)

Setelah menetukan filter drag dan pressure drop maksimum, perancangan unit
fabric filter tersebut dilanjutkan dengan memperkirakan jumlah kantung yang
dibutuhkan pada jenis pulse-jet fabric filter. Untuk mengetahui jumlah kantong
yang dibutuhkan, dilakukan pengamatan ulang terhadap tabel acuan sebagai
berikut.
Tabel 2.6 Kecepatan penyaringan maksimum untuk berbagai jenis debu dalam
metode pulse-jet fabric filter
Kecepatan penyaringan maksimum cfm/f2
Tipe Debu
atau ft/menit
Carbon, Graphite, Metallurgical Fumes,
5–6
Soap, Detergents, Zinc Oxide
Cement (raw), Clay (green),Plastics, Paint
pigments, Starch, Sugar, Wood flour, Zinc 7–8
(metallic)
Aluminium oxide, Cemen (finished), Clay
(vitrified), Lime, Limestone, Gypsum, Mica, 9 – 11
Quartz, Soybean, Talc
Cocoa, Chocolate,Flour, Grains Leather dust,
12 – 14
Sawdust, Tobacco

Setelah tipe debu dan kecepatan penyaringan maksimum diketahui dengan


melihat tabel di atas, jumlah kantung yang dibutuhkan pada jens pulse jet fabric
filter dapat ditentukan. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung daya
kompresor yang dibutuhkan. Perhitungan daya kompresor dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut.
Konversi Q ke dalam kondisi standar berdasarkan persamaan gas ideal:
…………………………………………………….(2.49)
66

W= P1 Q1[( ) ]……………………………………….(2.50)
Keterangan :
w = daya kompresor aktual (kW)
Ύ = perbandingan kapasitas panas (Cp/Cv) dari gas yang tertekan (untuk
udaraΎ= 1.4)
ɳ = efisiensi dari kompresor
P1, P2 = tekanan absolut awal dan akhir (kPa)
Q1 = laju aliran gas yang masuk ke dalam kompresor (m3/s)

Penentuan nilai pressure drop dari pulse-jet fabric filter dilakukan dengan
menggunakan persamaan berikut.

ΔP = 2.72 ΔW0.45 P-1.38 v2.34…………………………………………..(2.51)

Setelah semua prosedur dijalankan, langkah terakhir adalah menggambar tiga


jenis unit fabric filter berdasarkan sistem pembersihan debu dari kantungnya
secara skematik. Tiga unit fabric filtery ang harus digambar adalah jenis reverse-
air, shaker, dan pulse-jet sesuai dengan dimensi-dimensi yang telah diperoleh dari
persamaan-persamaan sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Unit Pengendalian Partikulat: Cyclone

Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara


salah satu penyebab pencemaran udara ambien ialah partikulat. Partikulat dapat
juga didefinisikan sebagai padatan tersuspensi yang melayang di udara dan
partikel cair yang berukuran lebih besar daripada molekul (molekul memiliki rata-
rata 0.002 µm) tetapi lebih kecil dari 500 µm dimana ukuran partikulat bervariasi
antara 100 sampai lebih kecil dari 0.1 µm dengan waktu tinggal beberapa detik
sampai beberapa bulan (Wark & Warner 1981). Salah satu jenis unit partikulat
adalah cyclone. Unit ini merupakan salah satu perangkat untuk memisahkan fasa
gas dengan fasa padatan yang paling umum dimanfaatkan mereduksi emisi
partikulat di lingkungan industri (Kurniawan A dan Wirasembada Y C 2012).
Untuk mengetahui efisiensi total terbaik dan menentukan dimensi yang sesuai
dengan besar laju aliran udara yang masuk maka dilakukan perhitungan
menggunakan beberapa versi yang sesuai dengan berbagai metode perhitungan.
Dimensi cyclone direncanakan dapat menghisap udara masuk dengan debit awal
(Q) sebesar 8500 m3/jam. Selanjutnya, pada pembuatan cyclone, dengan debit
awal tersebut dapat dihitung dimensi dan efisiensi dari cyclone. Perhitungan
dimensi cyclone yang digunakan ada tiga metode yaitu model Barth, model Leith-
Licht, serta model Lozia-Leith.
67

Tabel 2.7 Dimensi Standar Rancangan Cyclone

Jenis cyclone yang dihitung dalam perhitungan ini yaitu dengan dimensi versi
Swift-umum. Dimensi utama dari perangkat ini terdiri dari diameter unit silinder
(Dc), ketinggian (h), diameter kerucut (B), saluran keluar, vortex finder, memiliki
diameter (De), dan dimulai pada jarak (S) dari bagian atas silinder, tinggi total
cyclone (H). Parameter-parameter tersebut dapat dihitung dengan mengacu pada
Tabel 2.7 sehinga dapat diperoleh nilai dimensi cyclone seperti yang tertera pada
Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Hasil perhitungan berdasarkan dimensi standar


Dimensi Cyclone

Dc 1.128
a 0.564
b 0.282
H 4.230
h 1.974
De 0.564
B 0.451
S 0.677
ΔH 7.600

Dimensi standar untuk merancang cyclone tersebut dijadikan dasar untuk


menghitung efisiensi cyclone. Perhitungan efisiensi cyclone dilakukan sebanyak
tiga kali pada tiga kecepatan awal yang berbeda, yaitu 10 m/detk, 15 m/detik dan
20 m/detik untuk ketiga jenis model perhitungan efisiensi cyclone, yaitu model
Barth, model Leith-Licht dan Model Lozia-Leith. Untuk model Barth didapatkan
hasil perhitungan seperti pada tabel 8. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui
bahwa nilai efisiensi total untuk masing-masing kecepatan secara beturut-turut
ialah 63.765, 68.736 dan 72.106. Nilai efisiensi terkecil (rentang diameter
partikulat 0-1 μm) untuk kecepatan V1 , V2 dan V3 ialah sebesar 0% sedangkan
nilai efisiensi terbesar (rentang diameter partikulat 90-100 μm) untuk masing-
masing kecepatan ialah 99.999 %, 100% dan 100%.
68

Tabel 2.9 Perhitungan efisiensi cyclone menggunakan model Barth


Distribusi Partikel Barth
v1 v2 v3
Rentang Xi Di
ni ni.Xi ni ni.Xi ni ni.Xi
0-1 0.01 0.5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1-2 0.02 1.5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000
2-4 0.04 3 0.005 0.000 0.017 0.001 0.044 0.002
4-6 0.06 5 0.124 0.007 0.454 0.027 1.132 0.068
6-8 0.08 7 1.062 0.085 3.779 0.302 8.975 0.718
8-10 0.10 9 5.086 0.509 16.398 1.640 32.997 3.300
10-20 0.13 15 58.489 7.604 83.759 10.889 92.831 12.068
20-30 0.15 25 97.372 14.606 99.268 14.890 99.707 14.956
30-40 0.12 35 99.688 11.963 99.914 11.990 99.966 11.996
40-50 0.10 45 99.937 9.994 99.983 9.998 99.993 9.999
50-60 0.07 55 99.983 6.999 99.995 7.000 99.998 7.000
60-70 0.05 65 99.994 5.000 99.998 5.000 99.999 5.000
70-80 0.04 75 99.998 4.000 99.999 4.000 100.000 4.000
80-90 0.02 85 99.999 2.000 100.000 2.000 100.000 2.000
90-100 0.01 95 99.999 1.000 100.000 1.000 100.000 1.000
∑ni.Xi 63.765 ∑ni.Xi 68.736 ∑ni.Xi 72.106

Berdasarkan hasil perhitungan metode Barth ini kemudian dibuat suatu kurva
yang menggambarkan hubungan antara efisiensi cyclone dengan diameter
partikulat nya. Pada Gambar 2.3 di bawah ini dapat diketahui bahwa nilai efisiensi
penyisihan partikulat dengan kecepatan gas 20 m/detik (V3) jauh lebih besar
dibandingkan dengan V1 (m/detik) maupun V2 (m/detik). Namun pada diameter
partikel di atas 30 μm nilai efisiensi semakin menunjukkan perbedaan yang tidak
terlalu signifikan. Menurut Kurniawan A dan Wirasembada Y C (2012) hal
tersebut menunjukana bahwa semakin besar diameter partikel yang tersisih
semakin tinggi efisiensi kinerja pada cyclone.
Selanjutnya dengan perhitungan dengan model kedua yaitu Leith-Licht dapat
diperoleh hasil efisiensi total untuk masing-masing kecepatan yaitu 78.851,
81.786 dan 83.717. Dari tabel tersebut dapat diketahui pula nilai efisiensi terbesar
untuk kecepatan 10 m/detik ialah 98.713%, untuk kecepatan 15 m/detik sebesar
81.786%, sedangkan untuk kecepatan 20 m/detik ialah 83.717%. Untuk nilai
efisiensi terkecil untuk masing-masing kecepatan ialah 17.831%, 19.858% dan
21.415%.
Pada Gambar 2.4 berikut dapat diketahui bahwa nilai efisiensi penyisihan
partikulat dengan kecepatan gas 20 m/detik (V3) jauh lebih besar dibandingkan
dengan V1 (m/detik) maupun V2 (m/detik). Hal ini menunjukan kesamaan dengan
kurva hubungan diameter dan efisiensi pada metoe Barth, akan tetapi pada
perhitungan efisiensi menggunakan metode Leith – Licht ini nilai efisiensi
terendah tidak dimulai dari nilai 0%, sehingga nilai efisiensi total yang didapatkan
dari hasil perhitungan metode ini relatif tinggi dan dapat dikatan baik.
69

120

100

80
v1
60
v2
40
v3
20

0
00 20 40 60 80 100
-20

Gambar 2.3 Kurva efisiensi cyclone Model Barth pada beberapa kecepatan gas di
inlet

Tabel 2.9 Perhitungan Efisiensi Cylone menggunakan Model Leith – Licht


Leith-Licht
v1 v2 v3
ni ni.Xi ni ni.Xi ni ni.Xi
17.831 0.178 19.858 0.199 21.415 0.214
31.321 0.626 34.526 0.691 36.938 0.739
43.208 1.728 47.151 1.886 50.056 2.002
53.465 3.208 57.779 3.467 60.886 3.653
60.667 4.853 65.069 5.206 68.179 5.454
66.122 6.612 70.479 7.048 73.505 7.351
76.858 9.991 80.788 10.502 83.402 10.842
86.176 12.926 89.252 13.388 91.180 13.677
91.052 10.926 93.417 11.210 94.828 11.379
Leith-Licht
v1 v2 v3
ni ni.Xi ni ni.Xi ni ni.Xi
93.918 9.392 95.740 9.574 96.780 9.678
95.724 6.701 97.136 6.800 97.910 6.854
96.916 4.846 98.019 4.901 98.600 4.930
97.731 3.909 98.598 3.944 99.040 3.962
98.303 1.966 98.989 1.980 99.327 1.987
98.713 0.987 99.260 0.993 99.521 0.995
∑ni.Xi 78.851 ∑ni.Xi 81.786 ∑ni.Xi 83.717
70

0,120

0,100

0,080
v1
0,060
v2
0,040 v3

0,020

0,000
00 20 40 60 80 100

Gambar 2.4 Kurva efisiensi cyclone Model Leith – Licht pada beberapa
kecepatan gas di inlet

Perhitungan dengan model ketiga yaitu Lozia - Leith dapat diperoleh hasil
efisiensi total seperti yang tertera pada Tabel 2.10, nilai efisiensi total untuk
masing-masing kecepatan ialah sebesar 77.180, 79.323 dan 86.999. Sama halnya
dengan metode Leith – Licht, pada metode ini nilai efisiensi terendah tidak
dimulai dari nilai 0% sehingga nilai efisiensi total yang didapat relatif tinggi akan
tetapi untuk nilai efisiensi total V1 dan V2 masih di bawah nilai efisinesi total pada
perhitungan dengan menggunakan metode Leith – Licht.

Tabel 2.10 Perhitungan Efisiensi Cylone menggunakan Model Lozia - Leith


Iozia-Leith
v1 v2 v3
ni ni.Xi ni ni.Xi ni ni.Xi
1.6E-105 1.63E-107 4E-117 4E-119 1.1E-125 1.1E-127
1.12E-64 2.245E-66 2.08E-68 4.17E-70 1.81E-70 3.62E-72
6.54E-39 2.616E-40 1.13E-37 4.53E-39 1.23E-35 4.93E-37
6.36E-20 3.819E-21 5.07E-15 3.04E-16 5.76E-10 3.46E-11
2.05E-07 1.637E-08 4.041 0.323 99.999 7.999
81.800 8 100 10 100 10
100 13 100 13 100 13
100 15 100 15 100 15
100 12 100 12 100 12
100 10 100 10 100 10
100 7 100 7 100 7
100 5 100 5 100 5
100 4 100 4 100 4
100 2 100 2 100 2
100 1 100 1 100 1
∑ni.Xi 77.180 ∑ni.Xi 79.323 ∑ni.Xi 86.999
71

Pada Gambar 2.5 di bawah ini dapat diketahui bahwa nilai efisiensi penyisihan
partikulat dengan kecepatan gas 20 m/detik (V3) jauh lebih besar dibandingkan
dengan V1 (m/detik) maupun V2 (m/detik). Namun pada diameter partikel di atas
10 μm nilai efisiensi semakin menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu
signifikan dan cenderung stagnan.

120

100

80
v1
60
v2
40
v3
20

0
00 20 40 60 80 100
-20

Gambar 2.5 Kurva Efisiensi Cyclone Model Lozia-Leith pada Beberapa


Kecepatan Gas di Inlet

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari ketiga metode yang dipakai dapat
diketahui bahwa metode yang memiliki nilai efisiensi terbaik ialah metode Leith –
Licht. Hal ini disebabkan karena pada metode ini hasil efisinesi total yang
didapatkan untuk setiap kecepatan memiliki nilai yang terbaik apabila
dibandingan dengan kedua metode lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan yang
telah dilakukan diketahui bahwa semakin besar inlet velocity maka akan semakin
besar efisiensi cyclone dan semakin besar ukuran partikel, maka efisiensi cyclone
akan semakin meningkat karena berdasarkan Hukum Stokes, diameter partikel
berbanding lurus dengan terminal settling velocity. Efisiensi rendah khususnya
untuk partikel berukuran kecil merupakan kekurangan dari unit cyclone.
Perhitungan efisiensi total cyclone tergantung oleh beberapa faktor yaitu ukuran
partikel, diameter cyclone, viskositas gas, temperatur gas buang, densitas partikel,
dust loading dan inlet velocity.

Unit Pengendalian Partikulat: Gravity Settling Chamber

Gravity settling chamber merupakan pengumpul debu yang paling sederhana,


namun alat ini hanya menangkap partikel yang besar–besar saja (Siswanto 1991).
Settling Chamber adalah alat pengendali partikulat pertama yang sering dipakai
untuk menurunkan emisi debu. Saat ini sudah jarang dipakai karena tingkat
efisiensinya yang rendah untuk patikel berukuran kecil. Prinsip penyisihan
partikulat dalam Gravity Settler, yaitu gas yang mengandung partikulat dialirkan
melalui suatu ruang (chamber) dengan kecepatan rendah sehingga memberikan
waktu yang cukup bagi partikulat untuk mengendap secara gravitasi ke bagian
pengumpul debu (dust collecting hoppers). Settling chamber terdiri dari kotak
72

besar yang terdapat pada saluran pipa udara atau gas. Dengan ukuran kotak yang
lebih besar dari pipa akan membuat kecepatan dari aliran gas yang berdebu
menurun dan membuat partikel debu yang berat keluar. Kelebihan dari alat
pengendali ini adalah desain alat sederhana, mudah untuk dibuat konstruksinya,
dan pemeliharaan yang mudah dan pemeliharaan sangat rendah. Alat ini juga
memiliki kekurangan, yaitu ukurannya besar, memerlukan lahan yang luas, harus
dibersihkan secara manual dalam interval waktu tertentu, dan hanya efektif
menyisihkan partikel berukuran besar (>50μm) (Burton 1989). Gambaran fisik
untuk gravity settling chamber meliputi panjang, lebar, tinggi, jumlah shelf (bila
digunakan), dan peralatan tambahan (inletdan outlet debu, mekanisme
pembersihan, hopper, dan lain-lain).

Tabel 2.11 Data perhitungan dimensi gravity settling chamber


Dp 0.000082021 Ft
q 140 ft3/s
u 10 ft/s
ρ 0.0775 lb/ft3
ρp 475.7 lb/ft3
µ 0.0000123 lb/ft.s
g 32.2 ft/s2
H 2.8 Ft

Penelitian ini menggunakan beberapa data yang dapat dilihat pada Tabel 2.11.
Data tersebut digunakan untuk menentukan perencanaan dimensi dari gravity
settling chamber.

Tabel 2.12 Hasil perhitungan perencanaan gravity settling chamber


K 1.629777461
Vt 0.465437666 ft/s
LB 300.7921579 m2
E 0.5
Tr 6.015843157 detik
L 60.15843157 ft
B 5 ft
Ts 6.015843157 detik

Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan beberapa persamaan.


Sehingga diperoleh hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Penelitian mengenai gravity settling chamber dilakukan dengan mengikuti
langkah penentuan dimensi unit pengendali partikulat. Berdasarkan perhitungan
dan sistem konversi satuan, ukuran atau dimensi unit yang diperoleh atau
dirancang dapat menghasilkan nilai efisiensi mencapai 0.5%. Nilai efisiensi
tersebut diperoleh dengan ukuran dimensi unit dengan panjang 18.3 m, lebar 1.5
m, dan kecepatan sebesar 0.14 m/detik. Untuk memperoleh nilai t ersebut, terlebih
dahulu dilakukan perhitungan terhadap nilai konstanta. Berdasarkan hasil
perhitungan, nilai K yang diperoleh adalah sebesar 1.63. Dengan demikian,
perhitungan terhadap nilai panjang (L), kecepatan (vt), serta efisiensi (E), dapat
73

dicari dengan menggunakan Hukum Stoke. Berdasarkan hasil perhitungan, desain


gravity settling chamber dan contoh perhitungan tertera pada Lampiran.

Unit Pengendalian Partikulat: Fabric Filter

Perkiraan pressure drop dalam unit fabric filter

Diketahui data hasil pengujian filter dalam fabric filter yang dapat dilihat pada
Tabel 2.13 serta beberapa data lain maka dapat diperkiraan pressure drop dalam
unit tersebut. Fabric filter dioperasikan selama 70 menit, dengan dust loading (L)
sebesar 5 g/m3 dan kecepatan penyaringan (v) sebesar m/menit. Pertama,
dilakukan perhitungan densitas debu (W) dan filter drag (S) selama proses
pengoperasian. Setelah perhitungan tersebut dilakukan, kemudian dibuat kurva
hubungan antara densitas debu dengan filter drag untuk mencari nilai ekstrapolasi
clean cloth filter drag (Ke) dan kemiringan konstan untuk keterlibatan partikular
dust, gast, dan fabric (Ks) yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Tabel 2.13 Hasil pengujian filter serta perhitungan densitas debu dan filter drag
Waktu (menit) ∆p (Pa) W (g/m2) S (Pa.menit/m)

0 150 0 166.67
5 380 22.5 422.22
10 505 45 561.11
20 610 90 677.78
30 690 135 766.67
60 990 270 1100

Pada kurva yang dapat dilihat pada Gambar 2.6, hubungan antara densitas debu
dan filter drag yang dihasilkan tidak linier, karena pada 10 menit awal Fabric
filter beroperasi belum mencapai nilai yang stabil dan seragam. Pembersihan
mulai cukup stabil ketika menit ke-10 hingga menit ke-60 sehingga dilakukan
penambahan garis linier pada kurva tersebut dan menentukan regresi liniernya
sehingga dapat diketahui nilai Ke dan Ks. Berdasarkan regresi linier yang
dilakukan pada kurva, nilai koefisien Ke dan Ks dapat diketahui, yaitu masing-
masing sebesar 455 N.menit/m3 dan 2.39 N.menit/kg.m. Setelah itu dihitung nilai
filter drag dan densitas debu setelah fabric filter dioperasikan selama 70 menit
yang didapatkan masing-masing sebesar 1204.975 Pa.menit/m dan 315 kg/m2.
Sehingga nilai pressure drop (ΔP) dalam fabric filter setelah dioperasikan selama
70 menit dapat diperkirakan yaitu sebesar 1075.23 Pa. Penurunan tekanan dalam
unit karena resistensi terhadap aliran gas meningkat akibat adanya gesekan antara
aliran gas dan lapisan debu.
74

1200
y = 2.3889x + 455
1000

S (Pa.m/menit)
800

600

400

200

0
0 50 100 150 200 250 300
W (g/m2)

Gambar 2.6 Hubungan antara densitas debu dan filter drag

Perkiraan net cloth area untuk unit shaker fabric filter

Net cloth area untuk jenis shaker fabric filter akan diperkirakan dengan laju
aliran gas sebesar 40000 cfm, jenis debu “flour dust”, dan dust loading sebesar 10
grains/ft3. Jumlah kompartmen dan kantung pada unit ini akan dihitung apabila
setiap kantung memiliki panjang sebesar 8 ft dan diameter sebesar 6 inch.
Berdasarkan Tabel 2.2 diketahui kecepatan penyaringan untuk tipe debu “flour
dust” maksimum sebesar 2.50 cfm/ft2 atau ft/menit. Net cloth area merupakan
hasil pembagian laju aliran gas dengan kecepatan penyaringan maksimum yaitu
sebesar 16000 ft2.
Kemudian berdasarkan Tabel 2.4, jumlah kompartemen yang dapat digunakan
jika dilihat dari net cloth area yang dihasilkan sebanyak 4-5 buah. Digunakan
kompartmen sebanyak 4 buah untuk fungsi dari area bersih dengan asumsi 1
kompartemen tidak digunakan untuk cadangan atau kepentingan pembersihan. Net
cloth area yang dibutuhkan untuk penyaringan sebesar 16000 ft2 dengan 4
kompartemen yang bekerja, maka luas area setiap kompartmen masing-masing
sebesar 4000 ft2. Sehingga jika dijumlahkan dengan 1 kompartmen yang tidak
digunakan adalah sebesar 20000 ft2. Sedangkan total kantung yang digunakan
dihitung dengan membagi luas total area kompartemen yaitu sebesar 20000 ft2
terhadap perkalian diameter, panjang dan nilai phi sehingga dihasilkan sebanyak
1592.36 kantung yang dibulatkan menjadi 1593 kantung.

Filter drag dan pressure drop maksimum unit shaker fabric filter

Total aliran gas yang disaring, penurunan tekanan maksimum yang diinginkan
(ΔPm), interval waktu penyaringan (tf) yang diinginkan antara dua pembersihan
dalam satu kompartemen (run time, tr), dan waktu yang dibutuhkan untuk
membersihkan satu kompartemen (tc) merupakan data dasar dalam penentuan
filter drag (Sj) dan pressure drop maksimum (ΔPm) pada desain shaker fabric
filter yang mempunyai laju aliran gas sebesar 40000 cfm untuk jenis debu ”flour
dust” dengan dust loading sebesar 10 grains/ft3 ini. Waktu penyaringan (tf) adalah
waktu dari mulai satu kompartemen dibersihkan sampai kompartemen tersebut
dimatikan lagi untuk proses pembersihan selanjutnya.
75

Penentuan filter drag (Sj) dan pressure drop maksimum (ΔPm) pada unit
fabric filter ini menggunakan asumsi Ke sebesar 1 H2O-menit/ft, Ks sebesar 0.003
H2O-menit-ft/grain, waktu pembersihan (tc) selama 4 menit, dan waktu
penyaringan (tf) selama 60 menit. Sehinga diperoleh interval waktu penyaringan
yang diinginkan antara dua pembersihan dalam satu kompartemen (tr) sebesar 12
menit dengan menggunakan persamaan (2.38). Kemudian laju aliran gas sebesar
40000 cfm maka laju aliran di sebuah kompartemen (Qn) dapat dihitung melalui
persamaan (2.39), yaitu sebesar 8000 cfm, dan kecepatan penyaringan di sebuah
kompartemen (Vn) dihitung melalui persamaan (2.41) sebesar 0.4 cfm/ft2. Lalu,
saat sebuah kompartemen off-line untuk proses pembersihan, maka diperoleh laju
aliran untuk setiap kompartemen (Qn-1) yang dihitung dengan persamaan (2.40)
sebesar 10000 cfm dan kecepatan penyaringan (Vn-1) yang dihitung melalui
persamaan (2.42) sebesar 0.5 cfm/ft2. Pada durasi waktu selama tj, kain di dalam
kompartemen j telah terkumpul debu dengan areal densitas debu (Wj) sebesar
220.8 lbm/ft2, yang diperoleh melalui persamaan (2.45). Sehingga diperoleh nilai
filter drag di dalam kompartemen j sebesar 0.3376 H20-menit/ft yang dihitung
menggunakan persamaan (2.46).
Penentuan pressure drop maksimum (ΔPm) diketahui dari perkalian antara
filter drag di dalam kompartemen j (Sj) yang telah diperoleh dan kecepatan
penyaringan aktual kompartemen j (Vj). Dalam mencari nilai Vj, terlebih dahulu
mengacu pada Tabel 2.5 untuk mendapatkan nilai fN, yaitu 0.76 dengan jumlah
kompartemen sebanyak 5 buah. Sehingga nilai Vj berdasarkan persamaan (2.47)
diperoleh sebesar 0.38 cfm/ft2. Selanjutnya, pressure drop maksimum (ΔPm)
ditentukan berdasarkan persamaan (2.48) sehingga diperoleh sebesar 0.128
in.H2O. Besar nilai pressure drop maksimum merupakan fungsi dari nilai filter
drag dan kecepatan penyaringan diaktifkan. Dalam fabric filter ini, hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin besar kecepatan penyaringan aktual dalam
kompartemen j, maka semakin besar juga nilai pressure drop yang terjadi sesuai
dengan tipikal grafik filter drag terhadap densitas debu.

Jumlah kantung pada pulse-jet fabric filter

Berdasarkan Tabel 2.6 dapat ditentukan kecepatan penyaringan maksimum


sesuai tipe debu untuk pulse-jet fabric filter. Tipe debu yang diketahui merupakan
”flour dust” maka kecepatan penyaringan maksimum debu ini berkisar antara 12-
14 cfm/ft2. Netcloth area ditentukan dengan membagi laju aliran gas yang
diketahui sebesar 40000 cfm dengan asumsi kecepatan penyaringan maksimum
yang diambil adalah 12 cfm/ft, sehingga diperoleh sebesar luas netcloth area
3333.33 ft2. Kemudian jumlah kantung pada pulse-jet fabric filter dapat
ditentukan dengan pembagian dari netcloth area dengan luas area filter untuk satu
kantung (12.56 ft2/kantung). Sehinggadiperoleh jumlah kantung pada pulse-jet
dibutuhkan sebanyak 265.39 buah kantung, dibulatkan menjadi 266 buah kantung.

Daya kompresor unit pulse-jet fabric filter

Studi kasus mengenai daya kompresor yang dibutuhkan sebuah pulse-jet fabric
filter ini menyaring udara dengan laju aliran 20 m3/detik pada temperatur 150 ºC
76

dan 1 atm (101.3 kPa). Asumsi yang digunakan antara lain perbandingan udara
yang ditekan terhadap aliran udara yang disaring sebesar 0.7% dan tekanan udara
akhir sebasar 792 kPa serta efisiensi kompresor adalah 50%.

Tabel 2.14 Data awal pengukuran studi kasus


Data yang diketahui Nilai Satuan
ϒ 1.4
Q 20 m3/detik
T1 150 C
P 101.3 kPa
P2/P1 0.7 %
P2 792 kPa
η 50 %

Berdasarkan Tabel 2.14, perbandingan udara yang ditekan terhadap aliran


udara yang disaring (P2/P1) sebesar 0.7%. Kemudian, dari nilai perbandingan
tersebut dapat diperoleh nilai tekanan absolut awal (P1) melalui pembagian P2
dengan 0.7%, sehingga diperoleh nilai P1 sebesar 5.544 kPa.
Kemudian dilakukan perhitungan daya kompresor pada unit pulse-jet filter.
Konversi Q ke dalam kondisi standar berdasarkan persamaan gas ideal dengan
menggunakan persamaan (2.49), sehingga diperoleh Q1 sebesar 0.099 m3/detik.
Daya kompresor pulse-jet filter dihitung dengan menggunakan persamaan (2.50),
sehingga diperoleh sebesar 11.97 kW.

KESIMPULAN

Perhitungan efisiensi total cyclone tergantung oleh beberapa faktor yaitu


ukuran partikel, diameter cyclone, viskositas gas, temperatur gas buang, densitas
partikel, dust loading dan inlet velocity. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah
dilakukan diketahui bahwa semakin besar inlet velocity maka akan semakin besar
efisiensi cyclone dan semakin besar ukuran partikel, maka efisiensi cyclone akan
semakin meningkat karena berdasarkan Hukum Stokes, diameter partikel
berbanding lurus dengan terminal settling velocity. Berdasarkan hasil yang telah
diperoleh dari ketiga metode yang dipakai dapat diketahui bahwa metode yang
memiliki nilai efisiensi terbaik ialah metode Leith–Licht. Nilai efisiensi terbesar
untuk kecepatan 10 m/detik ialah 98.713%, untuk kecepatan 15 m/detik sebesar
81.786%, sedangkan untuk kecepatan 20 m/detik ialah 83.717%. Gravity settling
chamber dalam perhitungan dan sistem konversi satuan, ukuran atau dimensi unit
yang diperoleh atau dirancang dapat menghasilkan nilai efisiensi mencapai 0.5%.
Nilai efisiensi tersebut diperoleh dengan ukuran dimensi unit dengan panjang 18.3
m, lebar 1.5 m, dan kecepatan sebesar 0.14 m/detik. Desain fabric filter dilakukan
secara bertahap dimulai dari perhitungan data aliran yang masuk disaring, data
aliran gas keluaran, dan keluaran padatan dengan berdasarkan konsep
kesetimbangan gas ideal dan energi. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah
kantung, dimensi kompartemen, dan daya kompresor pulse-jet.
77

DAFTAR PUSTAKA
Arya S P. 1999. Air Pollution Meteorology and Disperssion. New York (US):
Oxford University Pr.
Burton D J. 1989. Industrial Ventilation Workbook. Salt Lake City, UT: IVE
Bethea, Robert M. 1978. Air Pollution Control Technology. London (GB): Litton
Educational.
Cooper C D, Alley F C. 2010. Control: A Design Approach. Ed ke-4. New York
(US): Waveland Pr Inc.
De Nevers N. 2010. Air Pollution Control Engineering. Ed ke-2. New York (US):
Waveland Pr.
Goyal S K dan Rao C V C. 2006. Air assimilative capacity-based environment
friendly siting of New Industries-A case study of Kochi Region, India. J
National Environmental Engineering. 10 : 1016
Hadiyarto A, Sasongko D P. 1998. Buku Teks: Pengendalian Pencemaran Udara.
Jakarta (ID): Pusat Studi lingkungan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hewitt C N dan Jackson A V. 2003. Handbook of Atmospheric Sciences. Oxford
(GB): Blackwell.
Kurniawan A, Wirasembada Y C. 2012. Penentuan Efektivitas Desain Unit
Cyclone untuk Mereduksi Partikulat di Udara. Annual Engineering
Seminar 2012. Malang (ID): UGM.
Nevers Noel De. 2000. Air Pollution Control Engineering, Second Edition.
Singapore (SG): McGraw-Hill.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta
(ID): Sekretariat Negara.
Siswanto, A. 1991. Ventilasi Industri. Jawa Timur (ID): Balai Hiperkes dan
Keselamatan Kerja, Departemen Tenaga Kerja
Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung (ID): Institut Teknologi
Bandung
Sokhi R S. 1998. Urban Air Quality : Monitoring and Modelling. Belanda (NL):
Springer
Suryani S, Gunawan, Upe A. 2010. Model sebaran polutan SO2 pada cerobong
asap PT. Semen Tonasa. Kongres dan Seminar Nasional Badan Koordinasi
Pusat Studi Lingkungan Hidup se-Indonesia ke XX. Pekanbaru (ID) : 14-
16 Mei 2010.
Tjasjono B. 1999. Klimatologi Umum. Bandung (ID): ITB Press.
Vallero D. 2008. Fundamentals of Air Pollution. Ed ke-4. London (GB):
Academic Pr.
Wang L K, Pereira N C, Hung Y T. 2004. Pollution Control Engineering.
Totowa.
Wang M, Webber M, Finlayson B, Barnett B. 2007. Rural industries and water
pollution in China. J Enviromental Management. 86 : 648-659
Wark K and Warner C F. 1981. Air pollution its original and control. Ed ke-2.
New York (US): Harper & Row.
78

Lampiran 2.1 Contoh perhitungan gravity settling chamber dan daya kompresor
pulse-jet fabric filter

Desain gravity settling chamber


Diketahui :
dp = 35 μm
q = 130 ft3/s
u = 10 ft/s
ρ = 0.0775 lb/ft3 = 12.42 kg/m3
ρp = 475.7 lb/ft3 = 7624.65 kg/m3
μ = 1.23 x 105 lb/ft.s = 1.83x10-5
g = 32.2 ft/s2
H = 3 ft
 B
B=
= 4.33 ft
 Vt
( )
Vt =
= 0.2782 m/det
 L
L=
= 9.902 x 10-3 ft
= 10.004 m
 Efisiensi
E=
= 0.9984
= 99.84 %

Daya kompresor pulse-jet fabric filter:


Konversi Q ke dalam kondisi standar berdasarkan persamaan gas ideal:

Perhitungan daya:
W= P1 Q1[( ) ]

W= x 5.544 kPa[ ( ) ]
W=
BAB III
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
79

BAB III
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat membuat peningkatan
jumlah pembangunan yang semakin besar pula. Peningkatan laju pembangunan
tersebut tentu saja akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan, salah satunya
adalah meningkatnya jumlah limbah cair. Peningkatan jumlah air limbah, limbah
rumah tangga, dan air limbah industri, merupakan contoh produk hasil
pembangunan, yang dapat memberikan efek negatif bagi stabilitas daya dukung
lingkungan. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003
yang dimaksud dengan air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari
usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant),
perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Peningkatan jumlah penduduk dan kondisi permukiman yang terpusat
menjadikan pengumpulan air limbah domestik dalam aliran pembuangan sangat
tinggi. Hal itu dapat menurunkan kualitas air sungai bila limbah tersebut dialirkan
tanpa pengolahan lebih dahulu. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, air limbah
perlu mengalami proses pengolahan lebih dahulu sebelum dialirkan masuk ke
sistem perairan. Salah satu proses pengolahannya adalah menggunakan unit
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat Pengelolaan air limbah terutama
air limbah yang berasal dari kawasan permukiman merupakan suatu kegiatan yang
dimaksudkan untuk menjaga kondisi lingkungan permukiman yang dapat
membawa nilai kepada perbaikan kualitas kesehatan masyarakat. Kawasan
permukiman selayaknya dilengkapi dengan prasarana sistem pengolahan air
limbah terpusat.

Tujuan

Penelitian perencanaan sistem penyaluran dan pengolahan air limbah


dilakukan dengan tujuan menentukan debit air limbah dan dimensi pipa rancangan
dengan studi kasus yang diberikan. Dengan demikian, dapat dipelajari sistem
penyaluran, sistem perpipaan air limbah pada suatu wilayah yang cakupan atau
luasannya cukup besar, dari hulu limbah hingga ke hilir.

TINJAUAN PUSTAKA

Metode Pembuangan

Air limbah adalah air dari suatu daerah permukiman yang telah dipergunakan
untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang untuk menjaga
lingkungan hidup yang sehat dan baik (Tchobanoglos 1991). Air limbah tentunya
mengandung berbagai macam zat kimia. Bahan organik pada air limbah dapat
80

menghabiskan oksigen serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap
pada penyediaan air bersih (Sugiharto 1987). Selain itu, air yang terpolusi selalu
mengandung padatan. Fardiaz (1992) mengelompokkan air terpolusi berdasarkan
besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya, yaitu padatan terendap (sedimen),
padatan tersuspensi dan koloid, padatan terlarut, minyak dan lemak.
Metode pembuangan air buangan domestik (Masduki 2000) ada dua jenis
yaitu sistem sanitasi setempat (on-site sanitation) dan sistem sanitasi terpusat (off-
site sanitation). Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan yang
akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan sistem
pembuangan.
1. Sistem sanitasi setempat
Sistem sanitasi setempat (on-site sanitation) adalah sistem pembungan air
buangan dimana air buangan tidak dikumpulkan dan tidak disalurkan ke dalam
suatu jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan
ataupun badan air melainkan dibuang di tempat. Sistem ini dipakai bila syarat-
syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan biaya relatif rendah.
Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.
Kelebihan sistem ini adalah:
a) Biaya pembuatan relatif murah
b) Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi
c) Teknologi dan sistem pembuangnnya cukup sederhana
d) Operasi dan pemeliharan merupakan tanggung jawab pribadi
Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah:
a) Umumnya tidak disediakan untuk air buangan dari dapur, mandi dan cuci
b) Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan
tidak dilakukan sesuai aturannya

2. Sistem sanitasi terpusat


Sistem sanitasi terpusat (off-site sanitation) merupakan sistem yang
pembuangan air rumah tangga (mandi, cuci, dapur dan limbah kotoran) disalurkan
keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air
buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air
buangan sebelum di buang ke badan air penerima. Sistem penyaluran air buangan
dapat dilakukan secara terpisah, tercampur, maupun kombinasi anatar sauran air
buanagn dengan saluran air hujan (Masduki 2000)
Sistem Saluran
Jenis saluran pengumpul dapat dikategorikan sebagai berikut (Masduki 2000)
a) Pipa persil
Merupakan pola sistem campuran terkendali dimana sejumlah tertentu air
hujan dimasukkan ke dalam pipa riol hulu dengan pemasukan terkendali.
81

b) Pola zona/wilayah
Merupakan pola yang diterapkan di daerah pelayanan yang terbagi-bagi
oleh sungai pembagi sehingga pipa perlintasannya tidak mungkin atau
sangat mahal untuk dibangun. Pada akhir riol induknya dibuat IPAB.
c) Pola Kipas
Merupakan pola yang diterapkan di daerah pelayanan yang terletak pada
suatau lembah. Pengumpulna aliran dapat melalui lebih dari dua cabang
saluran yang kemudian menyatu dalam piupa utama menuju satu IPAL
d) Pola Radial
Merupakan pola yang merupakan pengumpulan aliran dilakukan ke segala
arah luar dimulai dari daerah tertinggi. Jalur yang ditempuh pendek-
pendek sehingga diperlukan banyak IPAB. Pola ini doterapkan pada
daerah bukit.

Bahan Saluran
Bahan pipa yang biasanya digunakan
a. Pipa beton
Pipa beton dapat dibuat setempat dan bahan campuran semen, pasir, dan
kerikil. Kualitasnya perlu diperhatikan secara khusus, terutama terhadap
asam sehingga dinding pipa bagian dalam diberi lapisan email. Kualitas
pipa beton coran lebih jelek daripada cast concrete centrifugal karena cast
concrete resisten terhadap korosi, lebih mulus, dan lebih kedap.
b. Pipa keramik tanah liat
Sudah dipakai sejak zaman Babilonia, ukurannya berkisar antara 18-24
inchi (450-600 mm). Terbuat dari tanah liat atau lembung yang setelah
dicetak dikeringkan dengan cara dibakar. Pipa ini sangat resisten terhadap
korosi, tidak membutuhkan pelapisan khusus sebagai pelindung dari asam.
Kekurangannya adalah panjangnya yang biasanya pendek-pendek, mudah
patah dalam transit dan penanganan.
c. Pipa semen-asbes
Sangat tahan terhadap korosi oleh asam, buangan yang sangat septik, dan
tanah dengan alkalinitas yang tinggi. Keuntungan yang lainnya adalah
biaya yang rendah, sambungan yang kedap air, infiltrasi rendah,
karakteristik aliran yang baik, ringan, mudah dalam penanganan, serta
mudah dalam pemotongan dan pemasangan untuk sambungan.
d. Pipa plastik
Pipa plastik banyak sekali digunakan karena ringan, mudah dalam
pemasangan dan penanganan. Kelebihannya adalah terbebas dari korosi,
resistensi yang baik terhapap shock, fleksibel, karakteristik aliran sangat
baiki, ringan sehingga mudah dalam transportasi dan penanganan, serta
lebih panjang sehingga mengurangi jumlah sambungan.
e. Pipa besi tuang
Keuntungan dari penggunaan pipa jenis ini adalah umur yang panjang,
karakteristik aliran yang baik, dapat toleran terhadap tekanan dalam yang
82

tinggi dan muatan luar yang besar, juga resisten terhadap korosi pada
hampir semua jenis tanah.
f. Pipa kayu
Dapat terbuat dari kayu gelondongan ataupun bambu, jika materi lain tidak
tersedia. Sambungannya sukar untuk dibuat kedap air. Ukurannya terbatas,
karakteristik aliran yang buruk, kurang seragam, dan tidak dijamin
kelangsungannya untuk kondisi-kondisi khusus.

Perlengkapan Saluran

Perlengkapan saluran air buangan adalah semua bangunan yang ikut


menunjang kelancaran penyaluran air buangan selama pengaliranya. Adapun
perlengkapan-perlengkapan yang umum digunakan adalah sebagai berikut.
a. Manhole
Fungsi manhole pada air buangan adalah:
 Pembersihan, pemeliharan, perbaikan dan pemeriksaan saluran
 Mempertemukan beberapa cabang saluran baik yang mempunyai
ketinggian sama maupun tidak sama
Manhole ditempatkan pada:
 Jarak tertentu pada pipa lurus, tergantung diameter pipa.
Penempatan manhole pada pipa lurus dapat dilhat pada tabel
berikut.
Tabel 3.1 Penempatan manhole pada pipa lurus
diameter manhole (mm) jarak manhole (m)
150 25-50
200 50-100
500 100-125
1000 125-150
2000 150-200
>2000 >200

 Di setiap perubahan kemiringan pipa, diameter dan perubahan arah


aliran baik vertikal maupun horizontal
 Di setiap pertemuan atau percabangan saluran
 Di setiap titik masuk dan titik keluar bangunan lain
Manhole biasanya berbentuk lingkaran dengan dimensi didalamnnya sehingga
pengawasan dan pembersihan dapat dilakukan tanpa kesulitan. Diameter
minimum di dalam adalah 4 ft (1.2 m) dengan tutup 2 ft (0.6 m).
Faktor pemilihan manhole adalah sebagai berikut:
 Mudah diperbaiki atau diganti jika rusak akibat lalu lintas
 Kuat menahan beban lain
83

 Tersedia di pasaran
 Dapat berfungsi sebagai ventilasi
Pesyaratan manhole:
 Bersifat padat dan kokoh
 Kuat menahan gaya-gaya dari luar
 Accessibility tinggi, tangga dari bahan anti korosi
 Dinding terbuat dari beton atau pasangan batu bata atau batu kali. Jika
diameternya lebih dari 2.5 m konstruksinya beton bertulang
 Bagian atas dinding manhole sebagai peletakan tutup manhole merupakan
konstruksi yang flesibel, agar dapat selalu disesuaikan dengan level
permukaan jalan yang mungkin berubah.

b. Drop Manhole
Drop manhole digunakan apabila saluran yang datang (biasanya lateral),
memasuki manhole pada titik dengan ketinggian lebih dari 2 ft (0.6 m) di atas
saluran selanjutnya. Tujuan digunakan drop manhole adalah untuk menghindari
penceburan atau splashing air buangan yang dapat merusak saluran akibat
penggerusan dan pelepasan H2S.

METODOLOGI PENELITIAN

Perhitungan Debit Limbah Domestik

Salah satu tahapan terpenting dalam perencanaan pembangunan instalasi


pengolahan air limbah (IPAL) adalah pengumpulan data perencanan. Data
tersebut adalah rencana induk kota (masterplant), periode desain (10-20 tahun),
peta wilayah perencanaan, daerah jaringan pelayanan air limbah, rencana
perletakan IPAL dan rencana pengaliran air limbah (diusahakan secara gravitasi
dan menghindari penggunaan pompa. Data tersebut diolah hingga mendapatkan
debit puncak air limbah. Langkah – langkah yang dilakukan dalam perhitungan
debit puncak, yang pertama adalah menghitung jumlah penduduk menggunakan
Persamaan 3.1.

Jumlah penduduk (jiwa) = luas (hektar) × kepadatan (jiwa/hektar)..(3.1)

Setelah jumlah penduduk diketahui, dilakukan perhitungan debit air minum


yang dibutuhkan berdasarkan jenis bangunan terbangun (perumahan, sekolah,
masjid, perkantoran, rumah sakit dan terminal). Dalam penentuan debit air minum
sektor non domestik, dipakai standar air bersih yang telah ditetapkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum dengan kategori kota sedang (tipe III) karena
jumlah penduduknya berada pada kisaran 100.000 hingga 500.000 jiwa.
Kebutuhan air non-domestik kategori kota tipe III ditunjukkan oleh Tabel 3.2.
84

Tabel 3.2 Kebutuhan air non-domestik kategori kota tipe III


Sektor Nilai Satuan
Sekolah 10 L/ Siswa/ Hari
Rumah Sakit 200 L/ Tempat tidur/ Hari
Puskesmas 2000 L/ Unit/ Hari
Masjid 3000 L/ Unit/ Hari
Kantor 10 L/ Pegawai/ Hari
Pasar 12000 L/ Ha/ Hari
Hotel 150 L/ Tempat tidur/ Hari
Rumah Makan 100 L/ Tempat duduk/ Hari
Sektor Nilai Satuan
Komplek Militer 60 L/ Jiwa/ Hari
Kawasan Industri 0.2 – 0.8 L/ Detik/ Hari
Kawasan Pariwisata 0.1 – 0.3 L/ Detik/ Hari

Setelah didapatkan debit air minum, debit air buangan (Qab) dihitung
menggunakan persamaan 3.2, lalu mengubah satuan debit air buangan tersebut
menjadi liter per detik menggunakan persamaan 3.3.
Qab (l/jiwa/hari) = 80 % × debit air minum (l/jiwa/hari)………..…...(3.2)
jumlah endudu ( iwa)
Qab (l/dtk) = Debit air buangan (l/jiwa/hari) x …......(3.3)
8 00 (deti )
Selanjutnya, dilakukan perhitungan jumlah populasi ekuivalen yaitu penduduk
ekuivalen yang setara dengan debit rata-rata dari sumber air limbah dan dilayani
oleh suatu segmen pipa. Nilai PE dihitung menggunakan persamaan 3.4. Setelah
nilai PE didapatkan, dilakukan perhitungan PE kumulatif menggunakan
persamaan 3.5 dan perhitungan debit air buangan rata-rata (Qr) menggunakan
persamaan 3.6.
m
Qr ( )
deti
PE (Jiwa) = m ……………………….…………………………...(3.4)
jiwa
Qr ( )
hari
( ) ( )
PE kumulatif (Jiwa) = ………………..….…….....(3.5)
1.2
Qr (liter/detik) = PE kumulatif (jiwa) …………………………….( .6)

Selanjutnya dilakukan perhitungan debit minimum air limbah (Qmin) terjadi


saat kecepatan air limbah juga minimum. Debit minimum air limbah harus
diketahui, karena jika debit minimum air limbah tidak diketahui, maka kedalaman
minimum air limbah dalam pipa juga tidak diketahui dan akan berakibat pada
terjadinya endapan dalam pipa serta terjadinya proses pembusukan bahan organik
di dalam air limbah. Debit minimum air limbah dihitung menggunakan persamaan
3.7 dibawah ini.

Qmin (l/detik) = 0.2 x Qr (liter/deti ) x PE umulatif (jiwa) ……......(3.7)

Fm merupakan faktor harian maksimum yang memiliki nilai antara 1.25


hingga 2. Fm digunakan dalam perhitungan debit harian maksimum (Qm) pada
persamaan 3.8. Selanjutnya dilakukan perhitungan debit infiltrasi (Qinf) yaitu
penambahan debit air limbah akibat infiltrasi air tanah, air permukaan (Qsurf) dan
air hujan ke dalam saluran (Qsal) yang masuk melalui sambungan-sambungan
85

atau celah pipa. Perhitungan debit infiltrasi dilakukan menggunakan persamaan


3.9.
Qm (liter/detik) = PE kumulatif0,8 x fmd Qr (liter/deti )..…………. (3.8)
Qsurf (liter/detik) = 0.3 x PE kumulatif x Qr (liter/deti )..………......( .9)
( )
Qsal (liter/detik) = /1000) x Qsurf (liter/detik) ...........(3.10)

Nilai debit puncak (Qpeak), yaitu debit pemakaian air bersih terbesar dalam
satu jam selama satu hari atau dengan pengertian lain yaitu kondisi ketika air
limbah dihasilkan pada kondisi maksimum dalam satu hari, dihitung
menggunakan persamaan 3.11. Debit puncak diperlukan untuk menentukan
perencanaan dimensi saluran air limbah pada saat debit air limbah mencapai
kondisi puncak.

Q peak (liter/detik) = Qm + Q inf surface + Q inf saluran ….……...( .11)

Perhitungan dimensi saluran perpipaan merupakan langkah lanjutan yang harus


dilakukan setelah mendapatkan debit puncak. Dalam menentukan diameter pipa
yang akan digunakan, terlebih dahulu harus diketahui perbandingan tinggi muka
air dengan diameter yang diketahui memiliki nilai sebesar 0.8. Nilai rasional
ketinggian air dan diameter pipa (proportional depth) yang dilambangkan dengan
sebesar 0.8. Nilai tersebut diperlukan karena dalam penyalurannya, air limbah
disalurkan tidak tanpa memerlukan tekanan (head) yang menyebabkan saluran
penuh. Grafik design of main sewers yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Grafik design of main sewers


(Sumber: Qasim 1999)

Nilai rasio didapatkan setelah dilakukan plotting nilai dengan kurva


discharge pada grafik design of main sewers yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1.
Setelah dilakukan plotting, nilai rasio didapatkan sebesar 0.98. Selanjutnya,
86

nilai debit saat pipa penuh awal (Qfull) awal dihitung menggunakan persamaan
3.12, lalu ditentukan kecepatan aliran (v) asumsi yang memiliki kisaran nilai
antara 0.6 – 3 m/detik. Dalam penelitian ini nilai v asumsi adalah 1 m/detik.
l
( )
deti
Qfull awal (l/detik) = l …………………………………..( .12)
( )
deti

Penentuan diameter pipa (D hitung) dilakukan dengan melakukan perhitungan


menggunakan persamaan III.13. Setelah diameter pipa (D hitung) didapatkan,
diameter pipa tersebut disesuaikan dengan diameter pipa yang ada pada pasaran.

Q full awal ( /det)


( )
D hitung (m) √ full asumsi (m/det)
…………………………………...(3.13)

Jari – jari hidrolis ( R ) ditentukan menggunakan persamaan III.14, lalu


kemiringan (slope) tanah ditentukan menggunakan persamaan III.16, dengan
keterangan A adalah luas penampang basah dan P adalah keliling basah (m).
Namun untuk penampang berbentuk lingkaran (pipa) digunakan persamaan III.15.
( )
Jari-jari hidrolis (R) = …………………………………..….....(3.14)
( )
Jari-jari hidrolis (R) = 0,25 x Diameter (mm) …...………………....(3.15)
{ele easi tanah manhole )- (ele asi tanah manhole 2)
Slope tanah ……………...( .16)
anjan i a
Slo e Pi a meru a an asumsi den an syarat Q full awal ≤ Q full a hir dan
kecepatan akhir (V full akhir) dihitung menggunakan persamaan III.17. Nilai n
merupakan koefisien Manning yang mempunyai nilai sebesar 0.016 untuk saluran
jenis pipa besi baja.

V full (m/detik) = x x …………………………………..…....(3.17)

Debit air limbah akhir (Qfull akhir) dihitung menggunakan persamaan 3.18,
lalu ditentukan dari grafik design of main sewers yang nilainya sebesar 1.14
(ditunjukkan oleh Gambar 3.1) nilainya dan selanjutnya nilai tersebut digunakan
untuk menentukan kecepatan puncak (Vp) menggunakan persamaan 3.19.

Q full akhir (m3/detik)= x D asaran2 (mm) x. V full (m/detik).....(3.18)

m
ea ( )
deti
V peak = ( m ) x V full (m/deti ) …..……………………….....(3.19)
full ( )
deti
Setelah langkah-langkah tersebut diatas dilakukan,lalu debit puncak air limbah
tersebut didapatkan, maka dilakukan penentuan data fluktuasi debit, konsentrasi
BOD dan SS yang kemudian dimasukkan ke dalam tabel fluktuasi untuk
mengetahui besarnya air limbah yang dikeluarkan sehingga dapat diketahui
jumlah air limbah yang terbesar setiap hari. Data tersebut selanjutnya digunakan
87

sebagai data dasar dalam perencanaan desain instalasi pengolahan air limbah
(IPAL).
Selain itu, dalam perancangan ini juga ditentukan data kualitas dan kuantitas
air limbah domestik serta air limbah industri. Air limbah domestik dan non
domestik sebaiknya dirancang pada sistem pengolahan terpisah. Kedua jenis
limbah tersebut dapat dicampur dengan konsentrasi beban pencemar bila
dihadapkan oleh beberapa kendala melalui pendekatan persamaan (3.20).

(Qd x d)+(Qnd x nd)


Cc = ……………………………………..( .20)
(Qd+Qnd)
Keterangan :
Cc = konsentrasi campuran (mg/L)
Qd = debit air limbah domestik (L/det)
Qnd = debit air limbah non domestik (L/det)
Cd = konsentrasi parameter pencemar pada limbah domestik (mg/L)

Data tersebut (konsentrasi campuran) dibandingkan parameter air limbah


domestik dan industri dengan standar effluen. Setelah itu, dilakukan perhitungan
terhadap konsentrasi beban pencemar tercampur, lalu diketahui besar konsentrasi
polutan tercampur dan besar efisiensi konsentrasi beban pencemar tercampur
untuk mencapai standar minimal baku mutu yang diinginkan. Baku mutu yang
digunakan dalam evaluasi ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk
standar stream dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3
tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri. Setelah
diketahui besar efisiensi yang harus dicapai, maka dilakukan perancangan
pengolahan air limbah yang dibuat dalam diagram alternatif unit pengolahan air
limbah menggunakan presentase nilai efisiensi removal setiap unit, dengan opsi
proses biologis suspended growth dan attached growth. Setelah melihat diagram
alir dan besar efisiensi yang mampu dicapai, maka dapat ditentukan opsi terbaik
sebagai pilihan pengolahan air limbah berdasarkan pada perkiraan akhir
konsentrasi pencemar.

HASIL DAN PEMBASAHAN

Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju Instalasi Pengolahan Air


Limbah (IPAL)

Limbah domestik atau pemukiman yang tidak ditangani dapat menimbulkan


dampak yang sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia yang ditularkan
melalui air limbah. Oleh karena itu, karena adanya permasalah limbah tersebut
diperlukan suatu penanganan secara terpadu agar tidak berdampak besar terhadap
lingkungan sekitarnya. Terdapat dua macam sistem dalam pengelolaan air limbah
domestik/permukiman yaitu sanitasi sistem setempat dan sanitasi sistem tepusat.
Pengamatan ini dilakukan pengelolaan air limbah domestik dengan system
sanitasi terpusat atau off-site, yaitu dengan mengalirkan air limbah dari rumah-
rumah dengan perpipaan yang dirangkai lalu kemudian bermuara di IPAL. Setelah
penyaluran air limbah diketahui dilakukan perancangan unit pengolahan air
88

limbah. Dengan demikian diharapkan dapat mendegradasi bahan berbahaya yang


terkandung dalam air limbah, ketika dibuang ke lingkungan.
Pengamatan mengenai limbah domestik dilakukan terhadap sebuah kawasan
SIL Woow Regency dengan ketinggian 385 – 410 meter di atas permukaan laut.
Luas administratif kota tersebut sebesar 298.24 hektar. Perhitungan sistem
penyaluran air limbah domestik diawali dengan menghitung luas masing-masing
blok pelayanan. Blok pelayanan terbagi menjadi tiga bagian untuk pemukiman,
kantor, sekolah, masjid, pasar, rumah sakit, dan terminal. Berdasarkan luas
masing-masing blok pelayanan selanjutnya dapat diketahui jumlah pelayanan dari
data kepadatan penduduk setiap daerah peruntukan. Pada pengaliran air limbah
menuju IPAL, aliran diusahakan mengalir secara gravitasi dan menghindari
penggunaan pompa. Kawasan dan rencana sistem penyaluran air limbah dapat
dilihat di lampiran peta kawasan SIL Woow Regency.

Tabel 3.3 Data penduduk di kawasan SIL Woow Regency pada segmen 14/15-
IPAL
Panja Area pelayanan Pelayanan
Jalur pipa ng
(nomor node) segme Jenis Kepadatan Satua
Kode Luas (ha) Jumlah
n (m) peruntukan (jiwa/ha) n
b7 2.897 500 1448.5 jiwa
b8 6.32 500 3160 jiwa
14 15 529 Perumahan
b9 1.03 500 515 jiwa
b10 1.134 500 567 jiwa
15 16 517.5 b5 1.637 Perumahan 500 818.5 jiwa
16 IPAL 310.5 b6 13.814 Perumahan 500 6907 jiwa

Jumlah segmen pipa yang dirancang untuk mengalirkan air limbah kawasan
SIL Woow Regency adalah sebesar 15 yang melayani seluruh area pelayanan
untuk disalurkan ke IPAL. Debit air buangan yang dihasilkan untuk setiap segmen
pipa berbeda-beda tergantung jenis peruntukan pelayanan dan jumlah pelayanan.
Adapun debit air buangan terbesar dihasilkan pada jalur pipa nomor 10-11 dengan
total sebesar 42.01 l/detik karena melayani area yang besar, sedangkan yang
terkecil dihasilkan pada jalur pipa nomor 6-16 dengan debit sebesar 3.72 l/detik.
Nilai debit air buangan setiap segmen digunakan untuk menentukan nilai populasi
ekuivalen (PE) kumulatif.

Tabel 3.4 Hasil perhitungan PE kumulatif pada segmen 15-16, 16-IPAL


Debit air buangan
Jalur pipa (nomor PE/1000 PE/1000 kumulatif
node) unit (jiwa) (jiwa)
L/det
(liter/org/hr)
15 16 176 1.667 1.112 151.363
16 IPAL 176 14.0698 9.380 160.743

Nilai PE berbeda-beda sesuai dengan jenis daerah pelayanan yang kemudian


nilai tersebut menentukan nilai Qmin dan Qmaks dari setiap segmen. Nilai debit
infiltrasi (Qinfiltrasi) saluran pada setiap segmen pipa penyaluran berbeda-beda
89

karena dipengaruhi oleh panjang pipa yang dirancang dengan nilai tertinggi
sebesar 0.972 l/detik sedangkan terendah sebesar 0.311 l/detik. Perhitungan debit
puncak (Qpeak) air limbah merupakan akumulasi dari setiap segmen pipa hingga
masuk IPAL. Nilai total Qpeak pada inlet IPAL sebesar 0.669 m3/detik.
Keseluruhan hasil perhitungan debit air limbah dari setiap segmen dapat dilihat
pada lampiran 3.1 dan 3.2. Contoh perhitungan teknis sistem instalasi penyaluran
air limbah untuk jalur pipa nomor 15-16 dapat dilihat pada lampiran 3.8.
Pada penentuan dimensi pipa penyaluran, nilai yang diperlukan untuk
menentukan dimensi tersebut adalah rasio tinggi muka air dengan diameter pipa
(d/D) yang dipilih sebesar 0.8 sehingga nilai Qpeak/Qfull dapat diketahui dari grafik
yaitu 0.98. Kecepatan aliran air limbah diasumsikan sebesar 1 m/detik dan
dimensi pipa dihitung berdasarkan nilai kecepatan aliran dan nilai Qfull awal. Pipa
yang dipilih merupakan dimensi umum yang sudah terdapat di pasaran dan
diperoleh dimensi antara 200-525 mm. Parameter perencanaan lain yang diperoleh
setelah mendapat dimensi pipa adalah Vfull, Qfull akhir, dan Vpeak. Nilai-nilai
tersebut dapat diperoleh setelah mengukur elevasi tiap titik segmen. Selain nilai
elevasi muka tanah, nilai slope atau kemiringan tanah dan kemiringan pipa juga
sangat mempengaruhi nilai-nilai tersebut. Contoh perhitungan untuk menentukan
parameter-parameter tersebut pada jalur pipa nomor 1-2 dapat dilihat pada
lampiran 3.8.
Berdasarkan nilai Qmin dan Qfull dari setiap segmen pipa penyaluran, kecepatan
aliran dapat ditentukan untuk mempertimbangkan perlu tidaknya dilakukan
penggelontoran. Penggelontoran dilakukan ketika kecepatan aliran minimum
dihasilkan kurang dari 0.6 m/detik dan dimensi pipa minimum (Dmin) yang
dihitung kurang dari 100 mm. Dimensi pipa minimum ditentukan dari rasio Dmin
dengan Dfull yang diperoleh berdasarkan nilai Qmin/Qfull dari grafik design of main
sewers. Nilai Dmin terkecil dan terbesar yang dihasilkan masing-masing sebesar 24
mm dan 91.875 mm. Sedangkan Vmin ditentukan dari rasio Vmin dan Vfull dari
grafik yang sama dengan hasil tertinggi sebesar 0.893 m/detik dan terendah
sebesar 0.248 m/detik. Berdasarkan persyaratan penggelontoran, maka terdapat 8
segmen yang tidak memenuhi syarat sehingga perlu dilakukan penggelontoran
dengan debit yang dipengaruhi oleh nilai dimensi pipa, kecepatan aliran
minimum, dan panjang pipa.

Tabel 3.5 Hasil perhitungan Vmin pada segmen 14-15, 15-16, 16-IPAL
Jalur Pipa (Nomor
Panjang Pipa Vfull Vmin Keterangan
Manhole)
gelontoran
Dari Ke (m) (m/dtk) (m/dtk)
14 15 529.0 1.364 0.750 tidak butuh
15 16 517.5 1.165 0.431 Butuh
16 IPAL 310.5 1.505 0.843 tidak butuh

Nilai kecepatan aliran dalam pipa perlu diperhatikan dan diberi batas
kecepatan. Hal tersebut dikarenakan, aliran yang terlalu lambat dapat
menyebabkan banyak sedimen yang tidak ikut mengalir dan mengendap di dasar
pipa. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya penyumbatan. Kecepatan aliran juga
tidak diperbolehkan melebihi 3 m/detik karena dengan kecepatan tinggi, aliran
90

dapat mengakibatkan nilai koefisien gesek yang cukup tinggi antara pipa dengan
aliran. Hasil perhitungan kecepatan aliran minimum (Vmin) setiap segmen dapat
dilihat pada lampiran 3.4.
Berdasarkan perhitungan nilai kecepatan minimum (Vmin) volume buangan
awal, terdapat delapan segmen yang memerlukan penggelontoran. Besarnya debit
dan volume penggelontoran kedelapan segmen tersebut dapat dilihat pada
lampiran 3.5. Kemudian dilakukan perhitungan volume air buangan akhir seperti
yang terdapat pada lampiran 3.6. Dengan kriteria dilakukan penggelontoran
apabila diameter minimum pipa (Dmin) < 100 mm dan/atau kecepatan aliran
minimum (Vmin) < 0.6 m/detik, ternyata hasil perhitungan volume air buangan
akhir pada semua segmen tidak diperlukan penggelontoran. Hal tersebut
dikarenakan nilai Dmin dan Vmin semua segmen diatas dari batas minimum
kriteria penggelontoran.
Tahap terakhir dari sistem penyaluran air limbah adalah penanaman pipa dan
penentuan drop manhole. Penanaman pipa dan drop manhole dilakukan
bergantung pada kondisi topografi wilayah sekitarnya. Data elevasi tanah
dijadikan acuan dalam penanaman pipa dan penentuan letak drop manhole.
Berdasarkan data elevasi tanah tersebut dapat diketahui besar kedalaman galian
tanah yang perlu dilakukan untuk penanaman pipa. Dan suatu segmen pipa
diperlukan adanya drop manhole apabila saluran yang datang (biasanya lateral),
memasuki manhole pada titik dengan ketinggian lebih dari 2 ft (0.6 m) di atas
saluran selanjutnya. Tujuan digunakan drop manhole adalah untuk menghindari
penceburan atau splashing air buangan yang dapat merusak saluran akibat
penggerusan dan pelepasan H2S.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran 3.7, dapat diketahui elevasi kedalaman
galian yang diperlukan serta penentuan titik drop manhole. Kedalaman galian
terbesar yang perlu dilakukan terdapat pada segmen 10-11 sebesar 5.135 m. Drop
manhole diperlukan pada semua segmen manhole pipa dikarenakan perbedaan
elevasi dasar saluran tiap segmen lebih dari 2 ft (0.6 m). Perbedaan elevasi dasar
saluran terbesar terdapat pada segmen 1-2 yang mencapai 12 m. Dan perbedaan
elevasi dasar saluran terkecil pada segmen 5-6 dan 9-10 sebesar 1 m.

KESIMPULAN

Pengamatan mengenai limbah domestik dilakukan terhadap sebuah kawasan


SIL Woow Regency pada ketinggian 385 – 410 meter di atas permukaan laut Luas
dengan luas kawasan 298.24 hektar. Blok pelayanan terbagi menjadi tiga bagian
untuk pemukiman, kantor, sekolah, masjid, pasar, rumah sakit, dan terminal.
Pengaliran air limbah menuju IPAL secara gravitasi dan menghindari penggunaan
pompa.
Jumlah segmen pipa yang dirancang untuk mengalirkan air limbah kawasan
SIL Woow Regency adalah sebesar 15 yang melayani seluruh area pelayanan
untuk disalurkan ke IPAL. Debit air buangan terbesar dihasilkan pada jalur pipa
nomor 10-11 dengan total sebesar 42.01 l/detik dan yang terkecil dihasilkan pada
91

jalur pipa nomor 6-16 dengan debit sebesar 3.72 l/detik. Nilai total Qpeak pada inlet
IPAL sebesar 0.669 m3/detik. Pipa yang dipilih merupakan dimensi umum yang
sudah terdapat di pasaran dan diperoleh dimensi antara 200-525 mm.
Berdasarkan perhitungan nilai kecepatan minimum (Vmin) volume buangan
awal, terdapat delapan segmen yang memerlukan penggelontoran. Namun,
berdasarkan volume air buangan akhir pada semua segmen tidak diperlukan
penggelontoran. Hal tersebut dikarenakan nilai Dmin dan Vmin semua segmen
diatas dari batas minimum kriteria penggelontoran.
Penanaman pipa dan drop manhole dilakukan bergantung pada kondisi
topografi wilayah sekitarnya. Data elevasi tanah dijadikan acuan dalam
penanaman pipa dan penentuan letak drop manhole. Kedalaman galian terbesar
yang perlu dilakukan sebesar 4.91-5.135 m. Drop manhole diperlukan pada semua
segmen manhole pipa dikarenakan perbedaan elevasi dasar saluran tiap segmen
sebesar 1-12 m (lebih dari 2 ft atau 0.6 m).

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz H. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius.


[Kemen LH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik. Jakarta (ID): Kemen LH.
Masduki. 2000. Penyaluran Air Buangan (PAB) Volume II. Bandung (ID): ITB
Pr.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta (ID): UI Pr.
Tchobanoglous G. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta (ID): Erlangga.
92

Lampiran 3.1 Contoh perhitungan air limbah SIL Woow Regency


93

Lampiran 3.2 Contoh perhitungan air limbah SIL Woow Regency (Lanjutan)
94

Lampiran 3.3 Contoh perhitungan diameter pipa dan volume puncak


Qpeak / V Slope V full Q full Vpeak /
jalur pipa (No. d/D Qfull awal Dhitung Ddesain R slope tanah Vpeak
Qfull asumsi pipa akhir akhir Vfull
NO Manhole)
m3/det m3/det m/det m mm mm asumsi m/det m3.det m/det m/det
1 2
1 1 2 0.8 0.98 0.074047 1 0.307127 375 93.75 0.015574 0.0011 1.716962 0.189709 1.175 2.017430
2 2 3 0.8 0.98 0.100022 1 0.356955 250 62.50 0.013527 0.0011 1.221113 0.059965 1.175 1.434808
3 3 4 0.8 0.98 0.14199 1 0.425298 300 75.00 0.003281 0.0011 0.679169 0.048027 1.175 0.798023
4 4 5 0.8 0.98 0.192348 1 0.495004 375 93.75 0.003281 0.0011 0.788106 0.087079 1.175 0.926024
5 5 6 0.8 0.98 0.223955 1 0.534128 300 75.00 0.002635 0.0011 0.608616 0.043038 1.175 0.715124
6 6 16 0.8 0.98 0.235575 1 0.54781 200 50.00 0.002058 0.0011 0.410471 0.012901 1.175 0.482303
7 8 9 0.8 0.98 0.331025 1 0.649375 450 112.5 0.007905 0.0011 1.381333 0.21978 1.175 1.623067
8 9 10 0.8 0.98 0.373919 1 0.690167 375 93.75 0.00207 0.0011 0.626012 0.069169 1.175 0.735564
9 10 11 0.8 0.98 0.481691 1 0.783338 525 131.25 0.007246 0.0011 1.465667 0.317409 1.175 1.722159
10 11 12 0.8 0.98 0.540442 1 0.829735 375 93.75 0.008338 0.0011 1.256305 0.13881 1.175 1.476158
11 12 16 0.8 0.98 0.566378 1 0.849412 300 75.00 0.005176 0.0011 0.852994 0.060319 1.175 1.002268
12 13 14 0.8 0.98 0.034639 1 0.210061 200 50.00 0.004348 0.0011 0.596611 0.018751 1.175 0.701018
13 14 15 0.8 0.98 0.646153 1 0.907262 300 75.00 0.013233 0.0011 1.363863 0.096445 1.175 1.602539
14 15 16 0.8 0.98 0.649999 1 0.932182 300 75.00 0.009662 0.0011 1.165412 0.082411 1.175 1.369359
15 16 IPAL 0.8 0.98 0.682136 1 0.932182 300 75.00 0.016103 0.0011 1.50454 0.106392 1.175 1.767835
95

Lampiran 3.4 Tabel perhitungan volume air buangan awal

Jalur Pipa (Nomor Panjang


Q min Q full D Dmin Vfull Vmin Q min Keterangan
Manhole) Pipa Qmin/Qfull Dmin/Dfull Vmin/Vfull
Dari Ke (m) (m3/dtk) (m3/dtk) (mm) (mm) (m/dtk) (m/dtk) (liter/dtk)
1 2 770.5 0.006 0.190 0.030 0.14 375 52.5 0.52 1.717 0.893 5.654 tidak gelontor
2 3 517.5 0.002 0.060 0.037 0.15 200 30 0.53 1.221 0.647 2.241 tidak gelontor
3 4 609.5 0.004 0.048 0.090 0.21 300 63 0.61 0.679 0.414 4.322 gelontor
4 5 609.5 0.006 0.087 0.068 0.19 375 71.25 0.6 0.788 0.473 5.920 gelontor
5 6 379.5 0.004 0.043 0.085 0.2 300 60 0.605 0.609 0.368 3.640 gelontor
6 16 971.8 0.001 0.013 0.081 0.195 200 39 0.605 0.410 0.248 1.048 gelontor
8 9 506 0.015 0.220 0.068 0.19 450 85.5 0.6 1.381 0.829 14.916 tidak gelontor
9 10 483 0.006 0.069 0.088 0.205 375 76.875 0.609 0.626 0.381 6.054 gelontor
10 11 966 0.019 0.317 0.060 0.175 525 91.875 0.58 1.466 0.850 19.192 tidak gelontor
11 12 839.5 0.010 0.139 0.071 0.192 375 72 0.6 1.256 0.754 9.829 tidak gelontor
12 16 966 0.004 0.060 0.062 0.173 300 51.9 0.57 0.853 0.486 3.736 gelontor
13 14 460 0.009 0.019 0.485 0.16 200 32 0.56 0.597 0.334 9.086 gelontor
14 15 529 0.004 0.096 0.042 0.155 300 46.5 0.55 1.364 0.750 4.093 tidak gelontor
15 16 517.5 0.000 0.082 0.005 0.08 300 24 0.37 1.165 0.431 0.399 gelontor
16 IPAL 310.5 0.005 0.106 0.049 0.16 300 48 0.56 1.505 0.843 5.164 tidak gelontor
96

Lampiran 3.5 Tabel perhitungan penggelontoran

Jumlah Pipa Q
d A Volume
(nomor D d min dg A full A min V dg/d Ag/A Ag Vw L gelon
dmin dg min/ min/A gelontor
manhole) min full full tor
d full full
dari ke (mm) (mm) (mm) (m2) (m2) (mm) (m/dtk) m m3/dt (m3)
1 2 375 52.5 100 21 40 0.14 0.08 0.110 0.009 0.893 0.267 0.2 0.022 2.029 770.5 0.027 10.207
2 3 200 30 100 12 40 0.15 0.09 0.031 0.003 0.647 0.500 0.52 0.016 2.259 517.5 0.031 6.987
3 4 300 63 100 25.2 40 0.21 0.14 0.071 0.010 0.414 0.333 0.3 0.021 1.469 609.5 0.017 6.890
4 5 375 71.25 100 28.5 40 0.19 0.12 0.110 0.013 0.473 0.267 0.2 0.022 1.440 609.5 0.013 5.383
5 6 300 60 100 24 40 0.2 0.13 0.071 0.009 0.368 0.333 0.3 0.021 1.456 379.5 0.017 4.558
6 16 200 39 100 15.6 40 0.195 0.125 0.031 0.004 0.248 0.500 0.51 0.016 1.633 971.8 0.020 11.748
8 9 450 85.5 100 34.2 40 0.19 0.12 0.159 0.019 0.829 0.222 0.17 0.027 1.694 506 0.013 4.022
9 10 375 76.875 100 30.75 40 0.205 0.134 0.110 0.015 0.381 0.267 0.2 0.022 1.309 483 0.010 3.519
10 11 525 91.875 100 36.75 40 0.175 0.11 0.216 0.024 0.850 0.190 0.13 0.028 1.669 966 0.007 4.180
11 12 375 72 100 28.8 40 0.192 0.123 0.110 0.014 0.754 0.267 0.2 0.022 1.715 839.5 0.015 7.136
12 16 300 51.9 100 20.76 40 0.173 0.109 0.071 0.008 0.486 0.333 0.3 0.021 1.659 966 0.022 13.035
13 14 200 32 100 12.8 40 0.16 0.095 0.031 0.003 0.334 0.500 0.51 0.016 1.894 460 0.025 5.994
14 15 300 46.5 100 18.6 40 0.155 0.094 0.071 0.007 0.750 0.333 0.3 0.021 1.998 529 0.029 7.699
15 16 300 24 100 9.6 40 0.08 0.015 0.071 0.001 0.431 0.333 0.3 0.021 3.288 517.5 0.066 10.420
16 IPAL 300 48 100 19.2 40 0.16 0.095 0.071 0.007 0.843 0.333 0.3 0.021 2.083 310.5 0.030 4.497
97

Lampiran 3.6 Tabel perhitungan volume air buangan akhir


Q min +
Jalur Pipa (Nomor Panjang
Q min Q Q full Qmin/Q D Dmin Vfull Vmin
Manhole) Pipa Dmin/Dfull Vmin/Vfull Keterangan
Gelontor full
Dari Ke (m) (m3/dtk) (m3/dt) (m3/dtk) (mm) (mm) (m/dtk) (m/dtk)
1 2 770.5 0.006 0.033 0.190 0.172 0.28 375 105 0.75 1.717 1.288 tidak butuh
2 3 517.5 0.002 0.033 0.060 0.546 0.52 200 104 1.3 1.221 1.587 tidak butuh
3 4 609.5 0.004 0.021 0.048 0.436 0.44 300 132 0.99 0.679 0.672 tidak butuh
4 5 609.5 0.006 0.019 0.087 0.214 0.31 375 116.25 0.79 0.788 0.623 tidak butuh
5 6 379.5 0.004 0.021 0.043 0.491 0.48 300 144 1.1 0.609 0.669 tidak butuh
6 16 971.8 0.001 0.011 0.013 0.854 0.67 200 134 1.6 0.410 0.657 tidak butuh
8 9 506 0.015 0.028 0.220 0.129 0.24 450 108 0.67 1.381 0.925 tidak butuh
9 10 483 0.006 0.016 0.069 0.225 0.31 375 116.25 0.79 0.626 0.495 tidak butuh
10 11 966 0.019 0.026 0.317 0.083 0.2 525 105 0.62 1.466 0.909 tidak butuh
11 12 839.5 0.010 0.024 0.139 0.176 0.27 375 101.25 0.72 1.256 0.905 tidak butuh
12 16 966 0.004 0.026 0.060 0.433 0.45 300 135 1 0.853 0.853 tidak butuh
13 14 460 0.009 0.015 0.019 0.776 0.62 200 124 1.3 0.597 0.776 tidak butuh
14 15 529 0.004 0.033 0.096 0.344 0.39 300 117 0.9 1.364 1.227 tidak butuh
15 16 517.5 0.000 0.067 0.082 0.808 0.64 300 192 1.2 1.165 1.398 tidak butuh
16 IPAL 310.5 0.005 0.035 0.106 0.332 0.39 300 117 0.9 1.505 1.354 tidak butuh
98

Lampiran 3.7 Tabel perhitungan penanaman pipa dan penentuan drop manhole
Jalur Pipa Panjang Elevasi Elevasi Dasar Kedalaman Perbedaan
D Elevasi Muka Air
(No. Manhole) Pipa Slope Tanah Saluran Galian Elevasi
d/D Keterangan
Pipa Us Ds Saluran
Dari Ke (m) (mm) Us (m) Ds (m) Us (m) Ds (m) Us (m) Ds (m) (m)
(m) (m)
1 2 770.5 375 0.8 0.0011 410 398 405.015 393.015 405.315 393.315 4.985 4.985 12 Drop manhole
2 3 517.5 200 0.8 0.0011 398 391 393.19 386.19 393.35 386.49 4.81 4.81 7 Drop manhole
3 4 609.5 300 0.8 0.0011 391 389 386.09 384.09 386.33 384.39 4.91 4.91 2 Drop manhole
4 5 609.5 375 0.8 0.0011 389 387 384.015 382.015 384.315 382.315 4.985 4.985 2 Drop manhole
5 6 379.5 300 0.8 0.0011 387 386 382.09 381.09 382.33 381.39 4.91 4.91 1 Drop manhole
6 16 971.8 200 0.8 0.0011 386 384 381.19 379.19 381.35 379.49 4.81 4.81 2 Drop manhole
8 9 506 450 0.8 0.0011 407 403 401.94 397.94 402.3 398.24 5.06 5.06 4 Drop manhole
9 10 483 375 0.8 0.0011 403 402 398.015 397.015 398.315 397.315 4.985 4.985 1 Drop manhole
10 11 966 525 0.8 0.0011 402 395 396.865 389.865 397.285 390.165 5.135 5.135 7 Drop manhole
11 12 839.5 375 0.8 0.0011 395 388 390.015 383.015 390.315 383.315 4.985 4.985 7 Drop manhole
12 16 966 300 0.8 0.0011 388 383 383.09 378.09 383.33 378.39 4.91 4.91 5 Drop manhole
13 14 460 200 0.8 0.0011 397 395 392.19 390.19 392.35 390.49 4.81 4.81 2 Drop manhole
14 15 529 300 0.8 0.0011 395 388 390.09 383.09 390.33 383.39 4.91 4.91 7 Drop manhole
15 16 517.5 300 0.8 0.0011 388 383 383.09 378.09 383.33 378.39 4.91 4.91 5 Drop manhole
16 IPAL 310.5 300 0.8 0.0011 388 383 383.09 378.09 383.33 378.39 4.91 4.91 5 Drop manhole
99

Lampiran 3.8 Contoh perhitungan


Jumlah Penduduk = 1.637 ha x 500 jiwa/ha = 818.5 jiwa
= 1.667 l/det

( )

( )

( ) l/det
( ) L/det
L/det
L/det
= 636.999 l/det = 0.637 m3/det

( )
√ = 307 mm
Diambil D desain sebesar 375 mm

( )
( )
( )
BAB IV
PERENCANAAN UNIT INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH
100

BAB IV

PERENCANAAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR


LIMBAH

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius diberbagai


pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak segera memikirkan dan
mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan. Demikian juga di
Indonesia, permasalahan lingkungan hidup seolah-olah seperti dibiarkan
menggelembung sejalan dengan intensitas pertumbuhan industri, walaupun
industrialisasi itu sendiri sedang menjadi prioritas dalam pembangunan. Tidak
kecil jumlah korban ataupun kerugian yang justru terpaksa ditanggung oleh
masyarakat luas tanpa ada konpensasi yang sebanding dari pihak industri.
Salah satu konsekuensi dari ledakan jumlah penduduk adalah semakin
besarnya volume air limbah domestik dan industri yang harus diolah dan dibuang
ke badan air. Air limbah, terutama yang dari dua jenis sumber yaitu air limbah
rumah tangga dan air limbah industri. Secara umum didalam limbah rumah tangga
tidak terkandung zat-zat berbahaya, sedangkan didalam limbah industri harus
dibedakan antara limbah yang mengandung zat-zat yang berbahaya dan yang tidak
(Feacham et al. 1983). Kurangnya pengelolaan dan pembuangan air limbah yang
memadai dapat menyebabkan morbiditas dan angka kematian yang tinggi.
Air limbah yang berasal dari Industri ataupun rumah tangga dapat dibuang ke
lingkungan selama masih memiliki standar kelayakan yang memenuhi baku mutu.
Baku mutu air buangan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pencemaran air
lebih dini. Baku mutu air buangan dibuat dalam standar air buangan (effluent
standard), yaitu karakteristik air yang disyaratkan bagi air buangan yang akan
disalurkan ke sumber air, sawah, dan tempat lainnya. Di dalam penyusunannya,
telah dipertimbangkan pengaruh terhadap pemanfaatan sumber air yang
menampungnya dan faktor ekonomis penggolongan air buangannya (Winkler
1981).
Pengolahan air limbah merupakan suatu proses tahap mengolah air limbah
dengan cara mengurai kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa
organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak
dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Tujuan utama
pengolahan air limbah adalah untuk mencegah penyebaran penyakit yang bisa
menular melalui air limbah dan untuk mencegah kerusakan lingkungan (Pescod,
1992). Permasalahan dalam pengelolaan air limbah dapat ditangani dengan
melakukan perencanaan yang efektif,efisien dan terpadu pada sistem penyaluran
air limbah, akan membantu mengatasi permasalahan limbah pada suatu kawasan
atau area yang terjangkau sesuai dengan kondisi daerah setempat, baik area
pemukiman, area industri, maupun area penunjang atau fasilitas umum.
101

Sistem penyaluran air limbah memiliki pengaruh besar terhadap pengolahan air
limbah karena sistem ini berperan sebagai sarana untuk memompa maupun
mengangkut air limbah dari sumber penghasil menuju pengolahan air limbah.

Tujuan

Pembuatan perencanaan pengolahan air limbah dilakukan dengan tujuan untuk


menentukan dan merancang unit pengolahan air limbah berdasarkan studi kasus
yang diberikan, sehingga sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) pada
suatu wilayah pada studi kasus dapat diterapkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Komponen Bangunan IPAL

Sistem jaringan perpipaan diperlukan untuk mengumpulkan air limbah dari


tiap rumah dan bangunan di daerah pelayanan menuju instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) terpusat. Perencanaan yang komprehensif ini akan sangat penting
mengingat kaitannya dengan masalah kebijakan tata guna lahan, pembangunan,
pembiayaan, opaerasional dan pemeliharaan, keberlanjutan penggunaan fasilitas
dan secara umum akan berpengaruh juga pada perencanaan infrastruktur daerah
layanan. Perencanaan system perpipaan ini akan menyangkut dua hal penting
yakni perencananaan jaringan perpipaan dan perencanaan perpipaannya sendiri
(Tchobanoglous 1991).
Sistem perpipaan pada pengaliran air limbah berfungsi untuk membawa air
limbah dari satu tempat ketempat lain agar tidak terjadi pencemaran pada
lingkungan sekitarnya. Prinsip pengaliran air limbah pada umumnya adalah
gravitasi tanpa tekanan, sehingga pola aliran adalah seperti pola aliran pada
saluran terbuka. Dengan demikian ada bagian dari penampang pipa yang kosong
(Tchobanoglous 1991). Pada umumnya perbandingan luas penampang basah (a)
dengan luas penampang pipa (A) adalah sebagai berikut:
� Untuk pipa dengan diameter : Ø < 150 mm ; a/A = 0,5 dan
� Diameter Ø >150 mm ; a/A = 0,7
3.3 Jaringan pipa air buangan
Jaringan pipa air buangan terdiri dari:
� Pipa kolektor (lateral) sebagai pipa penerima air bungan dari rumah-rumah
dialirkan ke
pipa utama.
� Pipa utama (main pipe) sebagai pipa penerima aliran dari pipa kolektor untuk
disalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau ke trunk sewer
� Trunk sewer digunakan pada jaringan pelayanan air limbah yang luas (> 1.000
ha)
untuk menerima aliran dari pipa utama dan untuk dialirkan ke IPAL.

Beberapa bangunan pelengkap yang dipergunakan dalam sistem perpipaan air


limbah diantaranya di bawah ini
- Manhole
102

- Ventilasi udara
- Terminal Clean out
- Drop Manhole
- Tikungan (Bend)
- Transition dan Junction
- Bangunan penggelontor
- Syphon

Data Perencanaan Pembangunan IPAL

Data yang yang diperlukan dalam perencanaan pmbangunan IPAL


(Tchobanoglous 1991), sebagai :
1. Deskripsi area studi
2. Kondisi Fisik
3. Tata Ruang Kota
4. Kependudukan
5. Prasarana kota yang terkait
6. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
7. Tingkat Kesehatan Penduduk
Data Limbah Cair
a. Kualitas Limbah Cair
b. Kuantitas Limbah Cair

Analisis Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air limbah dinyatakan dalam bentuk kondisi aliran serta


kandungan fisis,biologi dan kimianya. Karakteristik air limbah bergantung pada
pemakaian air dalam masyarat industri dan komersial. Parameter terhadap
karakteristik air limbah harus diketahui dengan metode pengolahan yang tepat.
Parameter yang harus diketahui agar dapat diketahui dan diturunkan dari air
limbah yaitu BOD, COD, pH, minyak/lemak, zat padatan, surfaktan, dan NH3N
(Pescod 1992).

Jenis Pengolahan Air Limbah

Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan
sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda
kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses-
proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa
kombinasi beberapa proses atau hanya salah satu. Terdapat tiga tipe pengolahan
limbah cair (Wibisono 1995), yaitu:

Pengolahan Primer (Primary Treatment)

Tahapan pengolahan limbah cair sebagian besar adalah berupa proses


pengolahan secara fisik. Ada empat tahap dalam pengolahan primer, yaitu
penyaringan, pretreatment, pengendapan dan pengapungan.
103

Pengolahan Awal (Pretreatment)

Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk


menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa
proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal,
equalization and storage, serta oil separation.

Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)

Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama
dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah
menghilangkan partikel-artikel padat organik dan organik melalui proses fisika,
yakni neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation,
dan filtration. Sehingga partikel padat akan mengendap (disebut sludge)
sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada di atas / permukaan (disebut
grease). Dengan adanya pengendapan ini , maka akan mengurangi kebutuhan
oksigen pada proses pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang
terjadi adalah pengendapan secara grafitasi

Aeration

Teknik Pengolahan air limbah banyak ragamnya. Salah satu dari teknik Air
limbah adalah proses lumpur aktif dengan aerasi oksigen murni. Pengolahan ini
termasuk pengolahan biologi, karena menggunakan bantuan mikroorganisme pada
proses pengolahannya. Cara Kerja alat ini adalah sebagai berikut: Air limbah
setelah dilakukan penyaringan dan ekualisasi dimasukkan kedalam bak pengendap
awal untuk menurunkan suspended solid. Air limpasan dari bak pengendap awal
dialirkan ke kolam aerasi melalui satu pipa dan dihembus dengan udara sehingga
mikroorganisma bekerja menguraikan bahan organik yang ada di air limbah. Dari
bak bak aerasi air limbah dialirkan ke bak pengendap akhir, lumpur diendapkan,
sebagian lumpur dikembalikan ke kolam aerasi.

Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)

Tahap pengolahan skunder merupakan proses pengolahan secara biologis,


yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/mendegradasi
bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri
anaerob. Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan
yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif
(activated sludge) dan metode kolam perlakuan (treatment ponds/lagoons)

Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)

Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder


masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi
lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya
pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair.
104

Umumnya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses


pengolahan primer dan skunder adalah zat anorganik terlarut seperti nitrat, fosfat,
dan garam-garaman. Pengolahan tersier meliputi berbagai rangkaian proses fisika
dan kimia. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah
metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacuum
filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan
osmosis bolak-balik. Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas
pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan
proses pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.

Metode Pengolahan Air Limbah

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian


lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah industri yang
dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh perusahaan setempat
(Grady & Lim 1980).
Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut
secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:

Menurut (Metcalf & Eddy 1991), suatu jenis air buangan tertentu, ketiga
metode pengolahan fisika, kimia dan biologi tersebut dapat diaplikasikan secara
sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

Pengolahan Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,


diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah
mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu.
Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang
mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.
Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan
mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang
mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan
berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan
tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening)
dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk
mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan
untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar
tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan
dalam proses osmosa.
105

Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan


senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya,
terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit
pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan
kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

Pengolahan Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan


partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat,
senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia
tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya
berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat
diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau
tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan
membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan
muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga
akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan
dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan
logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada
pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom
hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom tr4alent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Buangan dari pabrik berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini
menyangkut pula dengan perbedaan bahan baku,perbedaan proses. Suatu pabrik
sama-sama mengeluarkan limbah cair namun terdapat senyawa kimia yang
berbeda pula.

Pengolahan secara biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan
yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang
berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya
(Tchobanoglous & Burton 1991).
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua
jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan
berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal
berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan
berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.
Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai
106

85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.


Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai
kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).
Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses
absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD
tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan (Tchobanoglous &Burton 1991).
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga
termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti
Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi
maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen
yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi
cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja (Tchobanoglous &Burton 1991).
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media
pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai
modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar
80%-90%. Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian
secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat
dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l,
proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

Kesetimbangan Massa

Penggunaan kesetimbangan massa pada pengolahan air limbah untuk


mengetuhui konsentrasi substansi yang mengalami perubahan pada setiap unit
pengolahan. Kesetimbangan massa memperhitungkan kehilangan atau
penambahan massa melalui proses perpindahan, pembuangan atau pengambilan
limbah dari badan sungai serta proses internal seperti reaksi penguaraian senyawa
organik (Tchobanoglous & Burton 1991).

Communitor

Alat pencacah yang digunakan untuk memotong zat padat yang ada dalam
limbah cair. Comminutor terdiri dari peralatan seperti grinder dan memotong
material yang tertangkap oleh screen. Comminutor dilengkapi dengan gigi
pemotong atau peralatan pencacah dalam drum yang berputar (Tchobanoglous &
Burton 1991).
107

Bak Penangkap Pasir (Grit Chamber)

Grit chamber diperlukan untuk memisahkan kandungan pasir atau grit dari
aliran air limbah. Kunci dari pemisahan ini adalah mengendapkan pasir pada
kecepatan horizontal tetapi kecepatan tersebut tidak telalu pelan sehingga bahan-
bahan lain (organik) selain pasir tidak ikut mengendap (Tchobanoglous & Burton
1991).
Seperti diketahui bahwa debit air limbah berfluktuasi yang terdiri dari aliran
maksimum, minimum dan rata-rata. Maka untuk menghadapi variasi debit
tersebut beberapa hal yang dapat dilakukan atau dipertimbangkan pada saat
merencanakan grit chamber, yaitu:
• Grit chamber dibagi menjadi dua kompartemen atau lebih, untuk aliran
minimum bekerja hanya satu kompartemen dan maksimum bekerja
keduanya
• Penampang melintang grit chamber tersebut dibuat mendekati bentuk
parabola untuk mengakomodasi setiap perubahan debit dengan kecepatan
konstan
Melengkapi grit chamber dengan pengaturan aliran yang disebut control flume
yang dipasang pada ujung aliran.

Limbah Cair

Menurut PP Nomor 82 tahun 2001, limbah cair adalah sisa dari suatu hasil
usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berasal dari dua jenis
sumber yaitu limbah rumah tangga (limbah cair domestik) dan industri. Setiap
limbah cair wajib melalui pengelolaan sehingga kandungan berbahaya di
dalamnya dapat diminimalisasi terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan,
sebab zat-zat berbahaya tersebut dapat mematikan fungsi mikroorganisme yang
berfungsi menguraikan senyawa-senyawa dalam air limbah. Penanganan limbah
cair biasanya dilakukan secara kimiawi, fisik, dan biologi untuk mengeliminasi
zat-zat yang berbahaya (Santi 2004).
Limbah cair yang berasal dari limbah kegiatan rumah tangga dan ditampung di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lebih dikenal dengan air lindi (leachate).
Limbah yang dibuang ke TPA sebagian besar terdiri atas komponen sampah
organik dan sebagian kecil anorganik. Sampah organik akan mengalami proses
penguraian atau dekomposisi, yang menghasilkan bahan padat dan gas antara lain
CO₂, CH₄, dan sebagian kecil H₂S. Hasil penguraian sampah lainnya adalah
berupa asam-asam organik. Asam ini dapat mempengaruhi proses mineralisasi
atau penguraian logam-logam yang ada dalam sampah. Asam-asam organik ini
dapat terbawa oleh air hujan menjadi air lindi yang akan tertampung dalam
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Nuryani et al. 2003).

Sludge

Pengelolaan limbah cair di Indonesia sudah diberlakukan bagi setiap


industri, sedangkan untuk limbah cair domestik belum berlaku secara menyeluruh
(Hidayat 2008). Hasil residu IPAL (sludge) mungkin mengandung unsur-unsur
dalam jumlah yang cukup tinggi, selain itu sludge juga sangat mungkin
108

mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya. Hasil penelitian Marinova (2005)


menunjukan keberadaan unsur hara makro dalam sludge, seperti N, P, dan K. Hal
tersebut menjadi dasar untuk memanfaatkan sludge dalam bidang pertanian
sebagai pupuk dengan mengelolanya (mengurangi kadar air) terlebih dahulu.

Teknologi Pengelolaan Sludge

Karakteristik sludge yang memiliki kadar air yang tinggi membuat sludge lebih
sulit untuk dikelola. Beberapa teknik pengeringan sudah diterapkan seperti
sentrifusi, pengepresan, penyaringan, dan pembakaran. Pengelolaan lain ialah
inaktivasi unsur atau senyawa berbahaya melalui penambahan bahan-bahan yang
mampu merubah bentuk persenyawaan penyusun sludge menjadi bahan yang
tidak berbahaya, inaktif, atau imobil (Liang, 1976). Selain itu, ada satu teknologi
yang dapat dijadikan alternatif yaitu elektrokinetik.

Teknologi Pengolahan Lumpur

Sludge atau lumpur merupakan bagian terakhir dari proses pengelolaan air
buangan yang harus diolah terlebih dahulu sehingga aman bagi lingkungan. Pada
dasarnya lumpur hasil pengendapan dari bak pengendap pertama memiliki kadar
air yang tinggi dengan bagian padat berkisar (0.5-4)%. Pengolahan lumpur yang
umum dilakukan dengan menggunakan unit-unit pengolahan yang sama seperti
pada instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) yang dilengkapi dengan imhoff
tank. Proses thickening dan digester (pengeraman) dilakukan pada bak yang sama
di imhof tank. Lumpur disimpan pada digester hingga matang selama beberapa
hari baru disalurkan ke drying bed atau unit pengering lumpur. Penggunaan
imhoff tank ini dapat dilakukan untuk jumlah lumpur yang sedikit atau wilayah
layanan sewerage yang kecil. Namun bila cakupan layanan sewerage luas (besar),
maka pengolahan lumpur haruslah dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
masalah. Oleh karena itu, jumlah lumpur yang banyak ini memerlukan tahapan
pengolahan/proses lumpur yang lengkap untuk mendapatkan hasil yang baik dan
efisiensi yang tinggi ( Haq dan Soedjono 2009).

Stabilisasi Lumpur dengan Sludge Digester

Tujuan stabilisasi lumpur adalah mengurangi bakteri pathogen, mengurangi


bau yang menyengat dan mengendalikan pembusukan zat organik. Stabilisasi ini
dapat dilakukan dengan proses kimia, fisika dan biologi. Umumnya proses biologi
banyak digunakan dalam proses pengeraman secara anaerobik yang disebut
anaerobic digester. Pengaruh temperatur sangat penting dalam mempercepat
proses pengeraman (digesting) yaitu temperatur antara (350C-550°C). Pada
kondisi tersebut bakteri thermophilic memegang peranan penting untuk proses
pengeraman. Jadi pemanasan akan meningkatkan laju pengolahan dalam digester
menjadi lebih tinggi. Namun kawasan tropis pada dasarnya tidak memerlukan
pemanasan tambahan (Gijzen 1987).

Ada dua jenis digester yang biasa digunakan dilihat dari sisi konstruksinya,
yaitu fixed dome dan floating drum (Care 2011). Digester fixed dome mewakili
109

konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehinggaproduksi biogas akan


meningkatkan tekanan di dalam reaktor (Indartono 2005). Biaya yang dikeluarkan
sebagai operasional digester fixed dome ini dapat dikatakan rendah, karena
digester dengan tipe seperti ini berupa bangunan permanen tidak berkarat dan
dapat bertahan sampai 20 tahun. Bangunan ini biasanya terletak di bawah tanah,
sehingga dapat terhindar dari kerusakan fisik. Selain itu proses pembentukan
biogas yang terjadi di dalam tanah dapat terhindar dari suhu rendah pada malam
hari, sedangkan pada siang hari sinar matahari dapat meningkatkan proses
pembentukan biogas.
Digester fixed dome terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah
tertutup. Di dalam digester terdapat ruang penampung gas dan removal tank.
Biogas yang telah terbentuk disimpan dalam penampung gas, sedangkan kotoran
yang akan digunakan untuk memproduksi biogas dialirkan menuju removal tank.
Tekanan gas di dalam digester akan meningkat seiring dengan meningkatnya
volume gas di dalam penampung gas.

Kolam Pengeringan Lumpur (sludge drying bed)

Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih lanjut untuk
mengurangi sebanyak mungkin air yang masih terkandung didalamnya. Proses
pengolahan lumpur yang bertujuan mengurangi kadar air tersebut sering disebut
dengan pengeringan lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu
secara alamiah, dengan tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal dan
dengan pemanasan (Barnett et all 1978).
Lumpur dikeringkan untuk memudahkan pembuangannya terutama dalam hal
transpotasi. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar kelembaban lumpur.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan alami melalui proses evaporasi, atau
menggunakan peralatan mekanik seperti vaccum filter, fiter press, dan belt filter.
Umumnya proses pengering lumpur yang banyak digunakan adalah dengan
evaporasi alami. Unit pengering lumpur dengan proses evaporasi yang umum
digunakan adalah sludge drying bed (Bryant 1987).
Pengeringan secara alamiah dilakukan dengan mengalirkan atau memompa
lumpur endapan ke sebuah kolam pengering (drying bed) yang mempunyai luas
permukaan yang besar dengan kedalaman sekitar 1 atau 2 meter. Proses
pengeringan berjalan dengan alamiah, yaitu dengan panas matahari dan angin
yang bergerak di atas kolam pengering lumpur tersebut. Cara pengeringan seperti
ini tentu saja sangat bergantung dari cuaca dan akan bermasalah bila terjadi hujan.
Bila lumpur tidak mengandung bahan yang berbahaya, maka kolam pengering
lumpur dapat hanya berupa galian tanah biasa, sehingga sebagian air akan
meresap ke dalam tanah dibawahnya. Contoh pengeringan lumpur antara lain
pengeringan lumpur dengan cara tekanan (pengepresan) dan proses pengeringan
lumpur dengan gaya centrifugal (centrifuge) (Buren 1979).
Lapisan bak pengering lumpur terdiri dari lapisan pasir setebal 200 – 300 mm
dan lapisan penyangga berupa kerikil setebal 200 – 400 mm yang juga sebagai
pelindung pipa underdrains. Pasir yang digunakan sebaiknya mempunyai ukuran
efektif antara 0,3 – 0,75 mm dan koefisien keseragaman kurang dari 3,5. Ukuran
kerikil yang digunakan biasanya 2,5 – 25 mm (Tchobanoglous dkk, 1993). Kadar
110

air pada lumpur yang didapatkan setelah 10 hingga 15 hari pengeringan adalah 60
- 70% (Buren 1979).
Martin (1991) mengatakan bahwa pengeringan dengan lapisan pasir dapat
mencapai kandungan solid 85% hingga 90%. Pada penelitian ini, kandungan solid
dapat mencapai 44,98% hingga 61,18% pada lumpur kering dari lumpur dengan
suplai udara konstan dan 78,35% hingga 97,29% pada lumpur kering dari lumpur
dengan suplai udara fluktuasi.

Septic Tank (Tangki Septik)

Septic tank (tangki septik) adalah suatu bak berbentuk empat persegi panjang
yang biasanya terletak di bawah muka tanah dan menerima atau menampung
kotoran dan air penggelontor yang berasal dari toilet glontor, termasuk juga segala
buangan limbah rumah tangga. Periode tinggal (detention time) di dalam tangki
adalah 1-3 hari. Zat padat akan diendapkan pada bagian tangki dan akan
dicernakan secara anaerobik (digested anaerobically) dan suatu lapisan busa tebal
akan terbentuk dipermukaan (G J W de Kruijff 1987).
Walaupun proses pencernaan zat padat yang terendap berlangsung secara
efektif, namun pengambilan lumpur yang terakumumlasi perlu dilakukan secara
periodik antara 1-5 tahun sekali. Dan bila ditinjau dari kesehatan, efluen yang
berasal dari tangki septik masih berbahaya sehingga perlu di alirkan ke tangki
peresapan (soakaways) atau bidang peresapan (leaching/ drain fields) (G J W de
Kruijff 1987).
Efluen tersebut tidak boleh langsung disalurkan pada saluran drainase ataupun
badan-badan air tanpa mengolah efluen tersebut terlebih dahulu. Walaupun pada
umumnya tangki septik digunakan untuk mengolah air limbah rumah tangga
secara ind4idual, namun tangki septik juga dapat digunakan sebagai fasilitas
sanitasi komunal/umum untuk suatu lingkungan dengan penduduk sampai 300
jiwa (G J W de Kruijff 1987).

METODOLOGI PENELITIAN

Kesetimbangan Massa

Kesetimbangan massa (mass balance) berfungsi untuk mengetahui konsentrasi


substansi yang mengalami transformasi dan reduksi di setiap influen ataupun
efluen unit pengolahan. Nilai perpindahan substansi pada reaktor harus seimbang
dengan jumlah sisa produksi oleh proses fisik dan kimiawi. Paramater terpilih
diantaranya adalah debit aliran, BOD sebagai nilai konsentrasi substrat, dan TSS
sebagai nilai konsentrasi padatan.
Kesetimbangan massa terbentuk dari contoh konfigurasi perencanaan unit
pengolahan dan dilengkapi notasi untuk aliran, konsentrasi padatan dan
konsentrasi substrat. Dapat dilihat skema kesetimbangan massa pada gambar
berikut.
111

Gambar 4.1 Skema kesetimbangan massa pada IPAL dengan lumpur aktif
Kesetimbangan debit, padatan, dan substrat dapat diformulasikan pada setiap
node didalam sistem. Langkah pertama mengetahui kesetimbangan debit aliran
yang terjadi yaitu sebagai berikut:

a) Screening
Q0=Qsc+Qscw.....................................................(4.1)
b) Grit Chamber
Qsc=Qg+Qgw.....................................................(4.2)

c) Primary Sedimentation Basin


Qg+Qct+Qts=Qp+Qup.....................................................(4.3)

Qg+Qct+Qts=Qp0.....................................................(4.4)

d) Activated Sludge Aeration Basin


Qp+r Qp=Qa .....................................................(4.5)

e) Secondary Sedimentation Basin


Qa=Qs+Qus.....................................................(4.6)

Qus=Qw+r Qp.....................................................(4.7)

f) Disinfection Basin
Qs+QCl=Qt.....................................................(4.8)

g) Thickener
Qup+Qw=Qts+Qt.....................................................(4.9)

h) Anaerobic Digester
Qt=Qd.....................................................(4.10)
112

i) Centrifuge
Qd+Qpl=Qck+Qct.....................................................(4.11)

Persamaan kesetimbangan padatan (Solid balance) dan substrat (Substrat


balance) harus diformulasikan untuk memperoleh variabel kesetimbangan secara
lengkap yaitu sebagai berikut:

a) Screening
Konsentrasi limbah yang terkumpul (Xscw) berdasarkan basis volume
berkisar 0.004-0.009m3/1000 m3. Konsentrasi padatan di influen screening dan
efluen screening hampir tidak mengalami perubahan.

Q0 Xscw = Qscw .....................................................(4.12)

b) Grit Chamber
Konsentrasi pada influen tidak mengalami perubahan signifikan.
Konsentrasi pasir yang terkumpul (Xgw) berkisar 0.003-0.074 m3/1000 m3.

Qsc Xgw = Qgw .....................................................(4.13)

c) Primary Sedimentation
Kesetimbangan padatan:

Qg X0 + Qct Xct + Qts Xts = Qp Xp + Qup Xup..........................................(4.14)

Qg X0 + Qct Xct + Qts Xts = Qp0 Xp0.....................................................(4.15)

Rasio reduksi padatan (Rp):

= Rp.....................................................(4.16)

Kesetimbangan substrat:
Tidak ada perubahan konsentrasi BOD pada dua unit pengolahan awal pada
aliran Qct dan Qts. Nilai reduksi BOD di sedimentasi primer (fpBOD) sebesar 30-
40%.

Qg S0 = Qp Sp + fpBOD Qg S0.....................................................(4.17)

d) Activated Sludge Aeration Basin


Kesetimbangan padatan:

Qp Xp + r Qp Xus + ∆X = Qa Xa.....................................................(4.18)

Kesetimbangan substrat:

Qp Xp + r Qp Sa = Qa Sa + ∆S.....................................................(4.19)

e) Secondary Sedimentation Basin


113

Qa Xa = Qs Xs + Qus Xus.....................................................(4.20)

f) Disinfection Basin
Tidak ada perubahan pada konsentrasi TSS di bak disinfeksi
karena klorin merupakan zat terlarut. Jumlah BOD sangat kecil ketika
dioksida oleh klorin sehingga dapat diabaikan.

g) Thickener

Qup Xup + Qw Xus = Qts Xts + Qt Xt.....................................................(4.21)

= Ct.....................................................(4.22)

h) Anaerobic Digester

Qt Xt = Qd Xd + fAD Qt Xt.....................................................(4.23)

i) Centrifuge
Laju pembubuhan dosis polimer didefinisikan sebagai Dpt. Rasio
pengumpulan di sentrifugasi didefinisikan melalui notasi Cc.

(Qpt Xpt)/(Qd Xd) = Dpt .....................................................(4.24)

Qd Xd + Qpl Xpl = Qck Xck + Qct Xct.....................................................(4.25)

= Cc.....................................................(4.26)

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Bar Screen

Tahap awal pengolahan air limbah adalah menghilangkan zat padat yang kasar.
Pada umumnya proses tersebut dilakukan dengan cara melewatkan air limbah
melalui saringan kasar untuk menghilangkan benda yang besar atau biasa disebut
dengan bar screen. Bar screen merupakan alat berupa kisi-kisi dari batangan besi
atau baja yang dipasang sejajar dan membentuk kerangka yang kuat untuk
menyisihkan benda-benda terapung dan melayang (plastik, logam, bangkai
binatang, daun dan sebagainya) di dalam air limbah agar tidak mengganggu
proses pengolahan, melindungi peralatan mekanis dan menghindari cloging.
Dalam perancangan bar screen dilakukan beberapa langkah. Pada tahap awal
perancangan ditentukan kriteria desain yang akan digunakan sesuai dengan yang
disajikan pada Tabel 4.1. Setelah itu dirancang kondisi aliran pada pipa
penyaluran yang meliputi diameter pipa, kemiringan pipa, kecepatan pada debit
maksimum, serta kedalaman aliran dalam pipa pada debit maksimum. Secara
lengkap desain perhitungan dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
114

Tabel 4.1 Kriteria desain untuk pembersihan secara manual dan mekanis untuk
Bar racks
Besaran
Parameter Manually Mechanically Satuan Sumber
Cleaned Cleaned
Ukuran Batang
Lebar 4-8 8 - 10 mm Qasim 1985
Kedalaman 25 - 50 50 - 75 mm Qasim 1985
Jarak antar batang 25 - 75 10-50 mm Qasim 1985
Kemiringan terhadap horizontal 45 - 60 75 - 85 ° Qasim 1985
Kecepatan saat melewati batang 0.3 - 0.6 0.6 - 1.0 m/s Qasim 1985
Kecepatan saat mendekati Metcalf &
0.6 - 1 0.6 - 2 m/s
batang Eddy2003
Headloss saat clogging 150 150 mm Qasim 1985
Headloss maksimum saat
800 800 mm Qasim 1985
clogging

Langkah pertama yang dilakukan dalam penentuan rancang teknis bar screen
adalah penentuan kriteria rancang bar screen terpilih dengan jenis bar screen
terpilih yaitu bar screen continouns belt dengan kriteria rancangan yang telah
ditetapkan berdasarkan Tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2 Kriteria rancang bar screen


Komponen Manual Mekanik
Ukuran bar
Lebar (mm) 4-8 8-10
Dalam (mm) 25-50 50-75
Jarak bersih antar bar (mm) 25-75 10-50
Kemiringan dari atas (⁰) 45-75 75-85
Kecepatan saat mendekati bar (m/det) 0.6-1 0.6-1
Kecepatan saat melewati bar (m/det) 0.3-0.6 0.6-1
Kehilangan tekanan (cm) 15 15
Kehilangan tekanan saat penyumbatan (cm) 80 80
Sumber: Qasim, 1998

Langkah kedua, dilakukan penentuan jarak bar dan dimensi ruang bar
menggunakan persamaan 4.27 dan 4.28. Setelah langkah ketiga selesai, dilakukan
langkah keempat, yaitu penentuan jumlah spasi, jumlah bar menggunakan
persamaan 4.29 dan 4.30.
Luas total spasi antar bar (m2) ………….(4.27)

Lebar spasi antara bar (m) = ……..………(4.28)

Jumlah spasi (n buah) = …...………..……….. 4.29)


Jumlah bar (n buah) = - ……………………………….. 4.30)

Langkah ketiga, dilakukan perhitungan total lebar chamber, total jarak spasi
dan perhitungan koefisien efisiensi. Perhitungan kriteria rancangan tersebut
dilakukan secara berurutan menggunakan persamaan 4.31 hingga persamaan 4.32.
115

Total lebar chamber = (Jumlah spasi x lebar spasi) + (jumlah bar x lebarbar)(4.31)

Total jarak spasi (m) = lebar spasi (m) x jumlah spasi ….……..(4.32)

Koefisien efisiensi = x 00%……..……...…(4.33)

Langkah ke-empat, dilakukan perhitungan aliran dan kecepatan di chamber


sebelum melalui bar screen saat debit puncak.perhitungan dilakukan
menggunakan persamaan 4.34 pada kondisi debit chamber adalah horizontal dan
besar datum sama dengan besar chamber.
Z1 + d1 + = Z2 + d2 + + HL………………..…………(4.34)
x
HL = Ke x ( ……(4.35)

Keterangan :
𝑍1 dan 𝑍2 = tinggi diatas datum (m)
v1 dan v2 = kecepatan aliran pada section 1 dan 2 (m/dt)
HL = total headloss (m)
d1 = kedalaman aliran pada saluran pembawa (m)
d2 = kedalaman aliran pada chamber sebelum bar screen (m)
𝐾𝑒 = koefisien ekspansi = 0.3

Dalam menggunakan persamaan 4.34, diketahui reference datum lantai atau


letak dasar chamber horizontal (Z1) sebesar 0 meter, sedangkan reference datum
saluran pembawa (Z2) sebesar 0.08 meter diatas datum Z1. Pada perhitungan nilai
total headloss terdapat variabel yang tidak diketahui, yaitu d2. Penentuan d2
dilakukan dengan mensubtitusikan persamaan 4.35 dengan persamaan 4.34,
sehingga persamaan polinomial diperoleh dalam bentuk ax3 + bx2+ cx +d = 0.
Melalui trial and eror, kedalaman aliran di chamber sebelum barscreen (d2) dapat
diketahui. Setelah nilai d2 diketahui, nilai tersebut disubtitusikan kedalam
persamaan 4.36 untuk mendapatkan kecepatan aliran sebelum melalui bar screen
(m/det). Setelah itu dilakukan perhitungan kecepatan aliran ketika melewati bar
screen saat kondisi bersih. Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan 4.37.
V2 (m/det)= ……….………………(4.36)

V (m/det)= …….…………….……..(4.37)
Langkah ke-lima, dilakukan penentuan kehilangan tekanan (HL`) saat melalui
bar screen dilakukan menggunakan tiga pendekatan persamaan, yaitu persamaan
4.38 hingga persamaan 4.40, dengan parameter koefisien aliran (Cd) adalah
sebesar 0.6 (clean rack) dan β merupakan faktor kemiringan bar dengan jenis
rectangular with semicircular upstream face yaitu sebesar 1.83. Setelah
didapatkan nilai hasil pendekatan dari tiga persamaan tersebut, diambil nilai
terbesar yang ditetapkan sebagai besarnya kehilangan tekanan (HL`) saat melalui
bar screen.

HL` = ……………………………………..(4.38)
.
116

HL` = ( ) ( ) ………...…..(4.39)
x

HL` = x ………………(4.40)
Langkah ke-enam, dilakukan perhitungan kedalaman aliran di chamber
sebelum melalui bar screen saat debit puncak (d3). Perhitungan tersebut dilakukan
menggunakan persamaan 4.41, dengan keterangan Z3 adalah ketinggian datum
chamber setelah bar screen (m).

x
d2 + = d3 + HL ` (4.41)

Pada perhitungan nilai kedalaman aliran di chamber sebelum melalui bar


screen saat debit puncak (d3) terdapat variabel yang tidak diketahui, yaitu d3.
Penentuan d3 dilakukan dengan mengoperasikan persamaan 4.41 sehingga
persamaan polinomial diperoleh dalam bentuk ax3 + bx2+ cx +d = 0. Melalui trial
and eror, kedalaman aliran di chamber sebelum barscreen saat debit puncak air
limbah (d3) dapat diketahui. Setelah nilai d3 diketahui, nilai tersebut disubtitusikan
kedalam persamaan 4.42 untuk mendapatkan kecepatan aliran setelah melalui bar
screen saat debit puncak air limbah (m/det).

V3 (m/det)= ……….……………..(4.42)
x
Langkah ke-tujuh, dilakukan penentuan kedalaman aliran di chamber sebelum
bar screen saat penyumbatan 50% (d2`), kehilangan tekanan (HL50) serta
kecepatan (V2`) di chamber sebelum melalui bar screen saat debit puncak dan
50% penyumbatan (clogging). Penentuan parameter-parameter tersebut secara
berurutan dilakukan menggunakan persamaan 4.43 hingga persamaan 4.45.
d2 ` + = d3 + + HL50………………..………….………(4.43)

HL50 = ………………………………….… 4.44)


.

H L50 = ….(4.45)
.
Pada perhitungan nilai HL50 terdapat variabel yang tidak diketahui, yaitu d2`.
Persamaan 4.45 disubtitusikan kedalam persamaan 4.43 sehingga didapatkan
persamaan polinomial dalam bentuk ax3 + bx2+ cx +d = 0. Melalui trial and eror ,
kedalaman aliran di chamber sebelum bar screen (d2`) dapat diketahui. Setelah
itu, d2` kembali disubtitusikan kedalam persamaan 4.64 untuk mengetahui v` dan
v2` sehingga total kehilangan tekanan saat penyumbatan (HL50) diketahui.
Langkah ke-delapan, ditentukan kedalaman dan kecepatan kritis pada saluran
rectangular menggunakan persamaan 4.46 dan 4.47 dengan keterangan de adalah
kedalaman kritis (m), Ae adalah luas cross section pada kedalaman kritis (m2) dan
Ve adalah kecepatan kritis (m/det).
Debit puncak air limbah (m3/det) = Ae x √ ………. 4.46)
117

Ve (m/det) = …………..…………..…. 4.47)


x
Langkah akhir yang harus dilakukan, yaitu penentuan dimensi proportional
weir (b). lebar proportional weir mempunyai selisih 10 cm lebih pendek
dibandingkan total lebar chamber pada bar screen . muka air di proportional weir
harus lebih tinggi dari nilai Y walaupun tidak ada ketentuan tertentu. Perhitungan
dimensi proportional weir dilakukan dengan menggunakan persamaan 4.48.

Debit puncak air limbah (m3/det/) = 4.97 - …….. 4.48)

Persamaan 4.42 memberikan nilai a untuk mendapatkan nilai X dan Y. nilai


tersebut ditentukan berdasarkan hubugan dan yang dapat dilihat pada Tabel
4.3.

Tabel 4.3 Tabel nilai Y/a dan X/a proportional weir


Y/a X/b Y/a X/b Y/a X/b
0.1 0.805 1.0 0.500 10 0.195
0.2 0.732 2.0 0.392 12 0.179
0.3 0.681 3.0 0.333 14 0.166
0.4 0.641 4.0 0.295 16 0.156
0.5 0.608 5.0 0.268 18 0.147
0.6 0.580 6.0 0.247 20 0.140
0.7 0.556 7.0 0.230 25 0.126
0.8 0.536 8.0 0.216 30 0.115
0.9 0.517 9.0 0.205
Sumber: Seelye 1996

Nilai X dan Y memberikan dimensi bukaan proportional weir. Semakin tinggi


nilai Y, maka nilai X akan semakin kecil. Saat nilai Y maksimum diperoleh,
proportional weir harus diberikan bukaan tambahan untuk mengantisipasi
terhadap aliran darurat. Lebar bukaan tambahan setara dengan nilai b, sedangkan
tinggi bukaan tambahan berkisar 0.25-0.3 meter.

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Grit Chamber

Pada penelitian ini, dilakukan perancangan unit pengolahan limbah grit


chamber. Jumlah unit yang akan dirancang terdiri atas dua buah unit dengan tipe
aerated grit chamber. Unit grit chamber tersebut dirancang agar dapat mereduksi
ukuran grit minimum 0.21 mm dan mampu menampung setengah dari debit
puncak. Struktur influen dan efluen harus dirancang agar mampu menangani
kondisi darurat ketika salah satu unit sedang dalam perawatan. Berikut ini ialah
langkah – langkah yang dilakukan dalam perancangan unit grit chamber pada
penelitian ini.
Pertama sekali, perlu diketahui debit puncak air limbah yang akan masuk ke
unit grit chamber ini, yang diperoleh dari hasil perhitungan kesetimbangan debit.
Debit puncak disimbolkan dengan Qp, yang memiliki satuan m3/detik.
118

Selanjutnya, berdasarkan data pada Tabel 4.4 dapat dipilih waktu detensi (td), laju
suplai udara, dan lebar bak (L).

Tabel 4.4 Kriteria rancangan aerated grit chamber


Faktor rancangan Kisaran Nilai Nilai Umum Satuan
Waktu detensi 2-5 3 Menit
Dimensi
Kedalaman (H) 2-5 m
Panjang (P) 7.5-20 m
Lebar (L) 2.5-7 m
Rasio lebar (L) : kedalaman (H) 1:1 – 5:1 1.5:1 rasio
Rasio panjang (P) : lebar (L) 3:1 -5:1 4:1 Rasio
Suplai udara per unit panjang 0.2 – 0.5 m3/m.menit
Kuantitas grit 0.004 – 0.20 0.015 m3/m.menit
(Sumber: Tchobanoglous et al. 2002)

Sesuai pernyataan Qasim (1998), kecepatan aliran di pipa influen (v1)


dirancang agar tidak melebihi 0.3 m/detik. Sehingga, v1 asumsi dapat ditentukan
dengan satuan m/detik.
Pada penelitian ini, penentuan dimensi berdasarkan dua unit identik grit
chamber dengan operasional independen. Berikut ini ialah langkah – langkah
yang dilakukan.
Penentuan debit puncak di setiap unit dilakukan dengan persamaan 4.49.

Qp setiap unit (m3/detik) = ⁄ ............................................(4.49)

Volume (V) setiap unit untuk td ditentukan dengan persamaan 4.70.

V setiap unit (m3) = (Qp setiap unit) (td) (60 ) ..................(4.50)

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai kedalaman air di


unit grit chamber (d2). Agar nilai d2 dapat diperoleh, sebelumnya harus dilakukan
perhitungan dengan menggunakan persamaan 4.51, 4.52 dan 4.53 berikut.

Z1 + d1 + = Z2 + d2 + + HL ................................................(4.51)

H L = Ke ( - ) .........................................................................(4.52)

HL = Ke ( - ) ...................................(4.53)

Keterangan:
Z1 = ketinggian datum saluran pembawa (m)
Z2 = ketinggian datum chamber (m)
v1 = kecepatan aliran di saluran pembawa (m/detik)
v2 = kecepatan aliran sebelum melalui grit chamber (m/detik)
HL = total kehilangan tekanan (m)
g = gaya gravitasi (m/detik2) = 9.81 m/detik2
119

d1 = kedalaman aliran di saluran pembawa (m)


d2 = kedalaman aliran di chamber (m)
Ke = koefisien akspansi = 0.3

Melalui persamaan – persamaan tersebut dihasilkan suatu persamaan


polinomial dalam bentuk ax3 + bx2 + cx + d = 0 . Oleh karena itu, nilai d2 hanya
akan dapat diperoleh setelah berhasil melakukan trial error. Terakhir, nilai d2
yang telah diketahui disubstitusikan sehingga nilai kecepatan aliran sebelum grit
chamber diketahui. Persamaan v2 tersebut ialah sebagai berikut.

v2 = ........................................(4.54)

Berdasarkan nilai v1 asumsi, nilai D pipa influen ditentukan dalam satuan


meter (m). Nilai kedalaman aliran di pipa influen (d1) diperleh dengan
menggunakan rumus pada persamaan 4.55.

d1 = d/D x D ..........................................................(4.55)

Terakhir, nilai kedalaman total grit chamber dapat diperoleh menggunakan


persamaan 4.56, namun sebelumnya besar tinggi jagaan (freeboard) juga harus
ditentukan.

Kedalaman total grit chamber (H) = d2 + freeboard......................(4.56)

Luas permukaan (A) setiap unit dapat diketahui dengan persamaan 4.57.

A= .......................................................................(4.57)

Dengan tabel 1, nilai rasio P:L ditentukan. Sehingga berdasarkan rasio yang
dipilih tersebut, nilai P dan L setiap unit dapat diketahui. Dan selanjutnya, nilai A
setiap unit terpilih pun dapat diketahui.
Pada perancangan unit ini, dilakukan penentuan perletakan diffuser udara.
Berdasarkan penentuan tersebut, akan diperoleh jarak diffuser udara dari dasar
unit dalam satuan meter (m).
Waktu detensi aktual (td) saat debit puncak ketika dua bak beroperasi
diperoleh dengan persamaan 4.58.

td (menit) = ...........................(4.58)

Sementara waktu detensi aktual saat debit puncak ketika satu bak beroperasi
dihitung dengan persamaan 4.59.

td (menit) = ..........................................(4.59)

Pada perhitungan kebutuhan udara, beberapa variabel berikut juga turut


ditentukan. Seperti untuk perhitungan kebutuhan udara teoritis per unit, laju suplai
120

udara per meter panjang unit dalam satuan L/m.menit harus diketahui
sebelumnya. Sehingga dapat diperoleh nilai kebutuhan udara teoritis per unit
tersebut dengan persamaan 4.60.

Kebutuhan udara teoritis per unit (L/detik)


= laju suplai udara per meter panjang unit x P ............................................(4.60)

Kapasitas total diffuser ditentukan dengan persamaan 4.83, yang sebelumnya


diketahui bahwa kebutuhan udara diasumsikan pada saat kondisi puncak sebesar
150%.

Kapasitas total diffuser (L/detik/unit)


= (% kebutuhan udara saat Qp ) (kebutuhan teoritis per unit) ......................(4.61)

Pada penelitian ini juga dirancang alat blower pada dua unit grit chamber tersebut,
dengan kondisi disediakan dua buah blower dengan satu buah blower dijalankan.
Kapasitas blower tersebut diketahui dengan persamaan 4.62.

Kapasitas blower (detik.m3/menit)


= (kapastitas total diffuser)(2)(60 )( ) ......................................(4.62)

Pada perhitungan laju overflow, dilakukan pemeriksaan laju overflow ketika


hanya satu bak ataupun dua bak yang beroperasi. Persamaan yang digunakan ialah
persamaan 4.63 dan 4.64. Namun sebelumnya dilakukan perhitungan luas
permukaan tiap bak tersebut (A), yakni dengan mengalikan panjang bak (P)
dengan lebar bak (L) .

Laju overflow dua bak beroperasi (m3/m2.hari) = (4.63)

Laju overflow satu bak beroperasi (m3/m2.hari)


= 2 (laju overflow dua bak beroperasi) ...................................................(4.64)

Pada penentuan dimensi zona influen, lebar saluran influen disediakan sebesar
1 m dan membagi aliran masuk ke dalam dua unit grit chamber. Tiap saluran
mempunyai satu orifice sebesar 1 x 1 m untuk mengalirkan air limbah menuju
area diffuser.
Perbedaan elevasi dari permukaan air hingga ke dasar unit dapat diperoleh
dengan persamaan 4.65.

∆H (m) = - + HL .............................................(4.65)
Keterangan:
v1 = kecepatan rata-rata pada pipa influen (m/detik)
v2 = kecepatan rata-rata di dalam grit chamber (m/detik)
∆H = perbedaan elevasi dari permukaan air ke dasar pipa atau unit (m)
HL = kehilangan tekanan ke dalam pipa dan exit loss selama di dalam pipa (m)
121

Kehilangan tekanan di dalam saluran influen dan perbedaan kecepatan terlalu


kecil sehingga HL dapat dikembangkan menggunakan persamaan 4.66
berdasarkan hubungan luas orifice dan debit.

Q = Cd A √ ................................................................(4.66)

Jika dilakukan penggabungan rumus pada persamaan 4.87 dengan rumus pada
persamaan 3.88, diperoleh rumus baru seperti pada persamaan 4.89.

∆H (m) = - +( )2 .....................................(4.67)

Keterangan:
A = luas permukaan orifice (m2)
Cd = koefisien debit = 0.61

Sebelum dilakukan proses penentuan dimensi zona efluen, perlu diketahui


bahwa struktur efluen terdiri dari weir persegi, dua bak efluen, effluent box, dan
pipa efluen. Weir persegi mempunyai panjang sebesar 2.5 m, sementara lebar bak
efluen dan effluent box sebesar 1.5 m. Panjang bak efluen dan effluent box
ditentukan berdasarkan lebar unit chamber dengan persamaan 4.68 berikut.

Lebar unit grit chamber = 2 (panjang bak efluen) + panjang effluent box ...(4.69)

Perhitungan kehilangan tekanan ketika melewati weir efluen saat debit rata-
rata pada kondisi dua unit beroperasi dilakukan dengan persamaan 4.70.

Q = Cd L'√ ...................................................(4.70)
Keterangan:
Q = debit saat melewati weir (m3/detik)
HL' = kehilangan tekanan saat melewati weir (m)
L' = L – 0.1 n H
L = panjang weir = 2.5 m
n = jumlah konstraksi akhir = 1

HL' (m) = [ ] ...........................(4.71)


L' (m) = 2.5 – 0.1 x 1 x HL' (harus mendekati asumsi awal) ............(4.72)

Tinggi weir dihitung dengan persamaan 4.73.

Tinggi weir (m) = H - HL' ...............................................(4.73)

Perhitungan kehilangan tekanan ketika melewati weir efluen saat debit puncak
pada kondisi satu bak dalam perawatan dilakukan dengan persamaan 4.74.
Diasumsikan sebelumnya L' sebesar 2.46 m.

HL' (m) = [ ] ..............................(4.75)



122

L' (m) = 2.5 – 0.1 x 1 x HL' (harus mendekati asumsi awal) ............(4.76)

Kedalaman air di ujung hulu bak efluen (y1) harus diketahui untuk menghitung
kedalaman zona influen. Nilai y1 dihasilkan dari persamaan 4.77.

y1 = √ .............................................(4.77)

Keterangan:
y1 = kedalaman air di ujung hulu bak efluen (m)
y2 = kedalaman air di bak pada jarak L dari ujung hulu (m)
b = lebar launder effluent box (m)

Pada debit puncak, ketika salah satu unit dalam perawatan, kondisi pada zona
efluen adalah Qp = .....m3/detik, dengan L (panjang weir ) = 2.5 m.
Kedalaman air di effluent box pada titik outlet (tengah-tengah pipa efluen)
diasumsikan sebesar 1.5 m. Jadi, kedalaman air di effluent box juga 1.5 m (y2).
Dengan demikian, berdasarkan persamaan 4.77 akan diperoleh nilai y1.
Selanjutnya, nilai kedalaman bak efluen akan dapat dihitung dengan persamaan
4.78. Namun, sebelumnya diketahui bahwa nilai tambahan kedalaman untuk
faktor keamanan (f) = 12 – 15%, dan nilai tambahan untuk bangunan terjunan (h)
= 15 cm.

Kedalaman bak efluen (m) = y1 f + h ................................. (4.78)

Total kehilangan tekanan saat melewati grit chamber terbagi atas empat lokasi,
yakni zona influen, zona efluen, bak grit chamber, dan baffle. Kehilangan tekanan
di zona influen dan zona efluen dihitung berdasarkan persamaan 4.75 dan 4.77.
Sementara kehilangan tekanan di bak grit chamber sangat kecil dan dapat
diabaikan karena aliran memiliki kecepatan yang rendah. Dan perhitungan
kehilangan tekanan di baffle dapat dilakukan dengan persamaan 4.79.

HL = CD ..................................................................(4.79)

Keterangan:
HL = kehilangan tekanan di baffle (m)
v2 = kecepatan aliran di unit grit chamber melewati area tanpa baffle (m/detik)
Ab = proyeksi vertikal dari luas baffle
A = luas penampang melintang bak grit chamber (m2)
Cd = koefisien drag = 1.9

Jika luas penampang melintang baffles 50 % dari bak, dan nilai v2 telah diketahui,
HL pada debit puncak ketika salah satu unit dalam perawatan dapat dihitung
dengan persamaan 4.80. Namun, nilai HL dapat diabaikan apabila sangat kecil.

H L = CD .............................................................(4.80)
123

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Bak Ekualisator

Bak ekualisator berfungsi sebagai peredam variasi laju aliran sehingga menjadi
konstan atau mendekati konstan, dan meningkatkan performasi proses pada
downstream, serta mengurangi ukur dan biaya instalasi. Prosedur penentuan
rancangan teknis ekualisasi dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama
yaitu menentukan debit campuran rata-rata (Qr) dari data debit campuran yang
telah ditentukan pada perhitungan sebelumnya. Setelah debit campuran rata-rata
diperoleh, perhitungan dilanjutkan dengan menentukan besarnya volume
kumulatif. Volume kumulatif terbagi menjadi 2 yaitu, volume kumulatif influen
(Vinf) dan volume kumulatif efluen (Vef). Kedua jenis volume kumulatif tersebut
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.
Volume kumulatif influen (Vinf) diperoleh dari akumulasi debit campuran
setiap jam (Qj).

Volume kumulatif efluen (Vef) diperoleh dari akumulasi debit campuran rata-rata
(Qr).

Tahap selanjutnya yaitu menentukan volume kumulatif rata-rata (Vr) dengan


menggunakan persamaan berikut.

Proses selanjutnya yaitu menentukan volume bak ekualisasi (V) yang ditentukan
dari besar nilai Vr positif terbesar, Vr absolut negatif terbesar, atau Vr positif
terbesar ditambah Vr absolut negatif terbesar.

𝑒 𝑒
atau
𝑒 𝑒
atau
𝑒 𝑒 𝑒 𝑒

Penentuan volume bak ekualisasi dari ketiga metode tersebut didasarkan dari
hasil volume kumulatif rata-rata yang diperoleh, bila seluruh nilai volume
kumulatif rata-rata menghasilkan nilai positif maka opsi pertama yang digunakan,
bila seluruh nilai volume kumulatif rata-rata menghasilkan nilai negatif maka opsi
kedua yang digunakan, sedangkan bila nilai volume kumulatif rata-rata terdiri dari
nilai positif dan negatif maka opsi ketiga yang harus digunakan.
Volume bak ekualisasi dapat pula dicari menggunakan grafik melalui plotting
volume kumulatif influen dan efluen terhadap rentang waktu setiap jam selama 24
124

jam. Kemudi, garis singgung antara kurva volume kumulatif influen dan kurva
volume kumulatif efluen dibuat sehingga jarak terbesar garis singgung tersebut
merupakan volume bak ekualisasi.
Tahap berikutnya dalam rancangan unit ekualisasi adalah menentukan
pengaruh dari bak ekualisasi terhadap BOD dan TSS. Perhitungan dimulai saat
bak dalam keadaan kosong. Kondisi kosong terjadi saat waktu debit campur setiap
jam pertama kali melebihi debit campuran rata-rata selama 24 jam.
Menentukan volume air limbah dalam bak ekualisasi di akhir setiap periode
waktu diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut.

Keterangan:
Vsc = volume air limbah dalam bak ekualisasi pada akhir periode waktu (m3)
Vsp = volume air limbah dalam bak ekualisasi pada periode terdahulu (m3)
Vic = volume air limbah yang masuk setiap jam saat ini (m3)
Voc = volume air limbah yang keluar setiap jam saat ini / volume rata-rata (m3)

Perhitungan dilanjutkan dengan menentukan mass loading sebelum ekualisasi


untuk memperoleh besarnya konsentrasi rata-rata setelah melalui ekualisasi.
Berikut persamaan-persamaan yang digunakan.
Perhitungan mass loading BOD sebelum ekualisasi

( ) ( ) ( )

Perhitungan mass loading TSS sebelum ekualisasi


( ) ( ) ( )

Perhitungan konsentrasi rata-rata setelah melalui ekualisasi (asumsi tercampur


sempurna).

Keterangan:
Xoc = konsentrasi BOD atau TSS setelah melalui ekualisasi (mg/l)
Xic = konsentrasi BOD atau TSS pada aliran masuk saat ini (mg/l)
Xsp = konsentrasi BOD atau TSS air buangan dalam bak ekualiasi (mg/l)

Perhitungan selanjutnya yaitu menentukan mass loading setelah ekualisasi.


Perhitungan mass loading BOD setelah ekualisasi dilakukan dengan persamaan
berikut
( ) ( ) ( )

Sedangkan perhitungan mass loading TSS setelah ekualisasi dilakukan dengan


persamaan berikut
125

( ) ( ) ( )
Hasil perhitungan mass loading BOD dan TSS sebelum dan sesudah ekualisasi
dibuat dalam bentuk kurva.
Tahapan selanjutnya yaitu menentukan dimensi dari unit ekualisasi. Kriteria
rancangan terpilih dan hasil perhitungan mengacu pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Kriteria desain unit bak ekualisasi


Parameter Besaran Satuan Sumber
Kecepatan aliran 0.3 – 3 m/dtk Qasim
Kedalaman 1.5 – 2 m Metcalf & Eddy
Slope (2 – 3) : 1 Metcalf & Eddy
Rasio p : l 1:1 Metcalf & Eddy
Tinggi jagaan 0.5 - 1 m Metcalf & Eddy

Rancangan bak ekualisasi yang dibuat yaitu dalam bentuk limas terpancung.
Dilakukan penentuan terhadap luas bawah (A2) yang akan dipilih dengan
menggunakan persamaan berikut.

Selain itu dilakukan penentuan terhadap debit rata-rata (Qr), debit maksimum
(Qmaks) (berdasarkan tabel data kuantitas air limbah tertinggi pada perhitungan
sebelumnya), serta volume bak total. Bak direncanakan menggunakan lebih dari
satu unti sehingga proses pengolahan tidak mengalami gangguan ketika satu unit
dalam perawatan atau pembersihan.

Kemudian dilakukan perhitungan terhadap A1 dan A2 dengan menggunakan


persamaan berikut.

𝑒 { }

Berdasarkan rasio P : L = 1 : 1
A1 = P1L1  P1 = L1 = ....... m
A2 = P2L2  P2 = L2 = ....... m
Dilakukan pengecekan kemiringan (slope) menggunakan persamaan berikut.

[ ]
126

Setelah perhitungan dimensi unit ekualisasi selesai dilakukan, tampah


berikutnya yaitu menentukan dimensi dari pipa yang digunakan. Perhitungan
dimensi pipa dibagi menjadi 2, yaitu dimensi pipa influen dan dimensi pipa
efluen. Penentuan dimensi pipa dilakukan dengan persamaan-persamaan berikut.

 Pipa influen
Perhitungan luas penampang influen (A influen)

𝑒 𝑒

Perhitungan diameter influen (Di)

Pengecekan kembali v influen

𝑒 𝑒

 Pipa efluen
Perhitungan luas penampang efluen (A efluen)

Perhitungan diameter efluen (De)


𝑒

Pengecekan kembali v efluen


𝑒 𝑒
𝑒

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Comminutor

Comminutor merupakan mesin otomatis bergerigi kasar dan berat dengan


mekanisme operasi secara terus menerus. Alat ini digunakan untuk meringankan
beban kerja unit pengolahan, terutama saat proses secara terus menerus.
Umumnya, comminutor diletakkan antara unit grit chamber dan sedimentasi
primer. Ukuran dan tipe comminutor dapat ditentukan dari debit maksimum air
limbah. Umumnya, kapasitas comminutor ditentukan sesuai dengan standar
pabrik. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam menentukan desain dari
comminutor adalah sebagai berikut.
Tahap awal dalam penentuan desain comminutor adalah penentuan debit
puncak (Qp) yang digunakan. Debit puncak yang digunakan diperoleh dari hasil
127

perhitungan kesetimbangan massa yaitu debit puncak effluen grit chamber (Qg).
Setelah debit puncak diperoleh, tahap selanjutnya yaitu pemilihan jenis
comminutor berdasarkan pada tipe, kapasitas maksimum, ukuran motor, dan
jumlah comminutor yang digunakan. Sebelum pemilihan jenis comminutor
dilakukan, debit puncak yang telah ditentukan perlu dikonversi terlebih dahulu
sehingga memiliki satuan MGD.

Pemilihan jenis comminutor dilakukan berdasarkan kriteria rancangan yang


telah ditetapkan. Berikut merupakan kriteria rancangan dari sebuah unit
comminutor.

Tabel 4.6 Kriteria rancangan comminutor


Kapasitas (mgd)
No Ukuran Motor
Controlled Discharge Free Discharge
7B 0.25 0 - 0.35 0 - 0.30
10B 0.5 0.17 - 1.10 0.17 - 0.82
15M 0.75 0.40 - 2.30 0.40 - 1.40
25M 1:5 1.00 - 6. 00 1.00 - 3.60
25A 1:5 1.00 - 11.00 1.00 - 6.50
36A 2 1.50 - 25.00 1.00 - 9.60
54A Desain terpisah

Setelah spesifikasi rancangan alat diperoleh, struktur influen dan efluen


ditentukan. Struktur influen comminutor terdiri dari pipa dan bak influen,
sedangkan struktur efluen terdiri dari saluran yang digunakan untuk menerima
aliran dari commiutor dan pipa outlet. Pada bagian diameter pipa baik pada
struktur influen maupun efluen digunakan satuan inch atau meter. Comminutor
dipasang pada sebuah dinding sebagai penyekat antar comminutor.

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Sedimentasi Primer

Sedimentasi merupakan suatu unit yang berfungsi untuk memisahkan Lok-flok


yang terbentuk pada proses koagulasi yang diendapkan secara gravitasi sehingga
dapat menurunkan kekeruhan air. Prosedur dalam mendesain bentuk dari bak
sedimentasi dilakukan dengan beberapa tahapan.
Tahap awal yaitu ditentukannya kriteria desain yang akan digunakan. Kriteria
tersebut yaitu SS removal (%), BOD removal (%), panjang (m), weir loading
(m3/m hari), rasio panjang : kedalaman, rasio panjang : lebar, kecepatan di pipa
influen (m3/detik), serta waktu detensi. Hasil perhitungan overflow rate dan waktu
detensi harus memenuhi nilai yang telah ditentukan. Berikut tabel waktu detensi
yang bervariasi untuk overflow rate dan kedalaman yang diketahui.
128

Tabel 4.7 waktu detensi bervariasi untuk overflow rate


Overflow rate
Waktu Detensi (jam)
(m3/m2.hari)
30 1.6 2.0 2.4 2.8 3.2 3.6
40 1.2 1.5 1.8 2.1 2.4 2.7
50 1.0 1.2 1.4 1.7 1.9 2.2
60 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8
70 0.7 0.9 1.0 1.2 1.4 1.5
Kedalaman (m) 2 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
Sumber: Qasim, Wastewater Treatment Plan

Selain itu, diperlukan pula data-data lain seperti BOD5 ekualisasi rata-rata dan
SS ekualisasi rata-rata, serta debit campuran rata-rata (Qave). Setelah data-data
terkumpul perhitungan maka perhitungan dapat dilakukan. Berikut beberapa
tahapan perhitungan yang dilakukan.
 Perhitungan dimensi bak pengendap

𝑒
𝑒 𝑒

Nilai overflow rate diperoleh dari hasil plotting dari nilai SS removal (%),
BOD removal (%) yang telah digunakan dalam perhitungan kesetimbagan massa,
kedua nilai tersebut dipotkan pada grafik. Tahap selanjutnya yaitu penentuan
panjang, lebar, dan kedalaman berdasarkan kriteria yang telah dipilih. Kriteria
terpilih adalah P : H = 11 : 1 dan P : L = 5 : 1.
Tahap berikutnya yaitu dilakukan pengecekan terhadap overflow rate dan
waktu detensi. Perhitungan overflow rate dan waktu detensi (td) dilakukan dengan
mengiakan persamaan berikut.

𝑒 𝑒

 Perhitungan diameter pipa influen dan efluen


Kecepatan inlet dan outlet diasumsikan sebesar 1 m/detik. Kemudian dilakukan
perhitungan terhadap luas dari pipa untuk memperoleh besarnya diameter pipa
yang digunakan baik pipa influen maupun efluen. Perhitungan dilakukan
dengan persamaan berikut.
129

Setelah nilai diameter pipa influen dan efluen diperoleh, kemudian dilakukan
pengecekan kecepatan dengan menggunakan persamaan berikut.

 Perhitungan dimensi influen dan orifice


Pada perhitungan ini nilai H terlebih dahulu diasumsikan sebesar 1 m.
Perhitungan luas potongan (A cross) dilakukan dengan persamaan berikut.

Nilai luas tersebut akan digunakan dalam penentuan lebar influen yang
dilakukan dengan perhitungan menggunakan persamaan berikut ini.

𝑒 𝑒

Dilakukan pengecekan kembali terhadap kecepatan (v) influen channel dengan


menggunakan H asumsi dan lebar yang telah diperhitungkan sebelumnya
menggunakan persamaan 4.114.

𝑒 𝑒

Tahap berikutnya dilanjutkan dengan penentuan rancangan orifice yang akan


digunakan.
Direncanakan :
Jumlah orifice = 10 buah
V influence channel = 0.3 m/s
Dimensi satu buah orifice = 0.4 m x 0.4 m
Kemudian dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai head loss (HL) pada
orifice. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan beberapa persamaan
berikut.

Jarak antar lubang juga ditentukan dengan menggunakan persamaan 4.117.

 Perhitungan rancangan weir


130

Dalam penentuan rancangan weir, perlu ditetapkan terlebih dahulu bentuk


yang akan digunakan, pada penelitian ini bentuk weir yang digunakan
berbentuk V-Notch, dengan weir loading sebesar 186 m3/hari. Pada tahap ini
perhitungan dilakukan untuk memperoleh nilai total panjang weir, panjang
weir, total panjang weir aktual, serta aktual weir loading. Sebelum perhitungan
dilakukan, debit rata-rata (Q ave) perlu dikonversi terlebih dahulu dalam
bentuk m3/hari. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan-
persamaan berikut.

𝑒
𝑒
𝑒 { } { }
𝑒 { } { }
𝑒
𝑒

 Penentuan V-Notch
Telah direncanakan sebelumnya jumlah V-Notch yang akan digunakan
sebanyak 5 V-Notch/m. Perhitungan total jumlah V-Notch dilakukan dengan
menggunakan persamaan berikut.

Kemudian dilakukan perhitungan debit rata-rata per V-Notch dengan


menggunakan persamaan 4.123.

Perhitungan dilanjutkan dengan penentuan head over V-Notch.



Keterangan:
H = head over V-Notch
Cd = 0,6
= sudut V-Notch = 90°
Q = Q ave per V-Notch

Pada perancangan V-Notch, telah ditetapkan sebelumnya tinggi air di V-Notch


adalah sebesar 5 cm atau 0,05 m. Tahap selanjutnya yaitu penentuan tinggi
freeboard yang digunakan. Tinggi freeboard adalah 50% dari tinggi air di V-
Notch.

𝑒𝑒

 Perhitungan dimensi launder (gutter)


131

Pada perencanaan dimensi launder (gutter) perlu ditentukan terlebih dahulu


beberapa aspek yang berhubungan diantaranya yaitu.
Lebar launder (b) = 0,5 m
Lebar bak efluen = 1 m
Diameter pipa outlet = pipa inlet = 500 mm = 0,5 m
Diasumsikan turunan di bak efluen sebesar 0,5 m, maka ketinggian air di efluen
launder pada Y2 adalah sebagai berikut.

Aliran di tiap launder diperoleh melalui perhitungan

Tahap selanjutnya yaitu penentuan total panjang launder yang diperoleh melalui
persamaan – persamaan berikut.

[ ] 𝑒 [ ]

Bila total panjang weir telah diperoleh maka aliran per unit dapat diperoleh
melalui persamaan 4.130 berikut.

Sehingga Y1 dapat diperoleh melalui persamaan berikut.

𝑒

 Perhitungan kualitas lumpur


Pada perhitungan kualitas lumpur perlu diketahui berapa aspek yang akan
digunakan maupun yang akan diteliti, yaitu spesifik gravity lumpur, solid
content (3-6%), BOD, serta SS. Pada penenlitian ini spesifik gravity yang
digunakan adalah 1.03 dengan solid content sebesar 5%. Perhitungan dilakukan
terhadap jumlah lumpur, volume lumpur per menit per bak, kapasitas pompa,
serta interval putaran. Berikut persamaan-persamaan yang digunakan.
- Jumlah produksi lumpur per bak per hari
( ⁄)

- Jumlah lumpur dalam bak


132

- Volume lumpur per menit per bak (Vl)



⁄ 𝑒 𝑒 ⁄

- Kapasitas pompa
𝑒 ⁄
𝑒 ⁄

- Interval putaran

𝑒 ⁄
𝑒

 Perhitungan kualitas efluen dari bak sedimentasi


Sebelum perhitungan dilakukan perlu diketahui terlebih dahulu % BOD5
removal dan SS removal yang telah digunakan dalam perhitungan
kesetimbangan massa. Perhitungan BODs di efluen primer dan SS di efluen
primer menggunakan persamaan berikut.
⁄ 𝑒 𝑒 ⁄


⁄ 𝑒 𝑒 ⁄

Kemudian dilakukan perhitungan terhadap volume di efluen primer.
Perhitungan dilakukan dengan persamaan berikut
𝑒 𝑒 𝑒 𝑒 𝑒
𝑒 𝑒 𝑒 𝑒 𝑒

( 𝑒 ⁄ ) ( )
⁄ ⁄
Tahap selanjutnya adalah perhitungan konsentrasi BODs dan SS di efluen
menggunakan persamaan 4.140 dan 4.141.
- Konsentrasi BOD5 di efluen (BOD5’


𝑒 𝑒 𝑒 𝑒
- Konsentrasi SS di efluen SS’ .


𝑒 𝑒 𝑒 𝑒
133

 Perhitungan kuantitas Scan


Kuantitas scum berada pada rentang 2 hingga 10 kg/103 m3. Spesifik gravity
yang digunakan sebesar 0.95. Perhitungan kuantitas rata-rata scum dan total
kuantitas scum dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.

 Perhitungan dimensi ruang lumpur


Sebelum perhitungan dilakukan, perbandingan kedua sisi dan ketinggian
ruang lumpur diasumsikan terlebih dahulu. Pada penelitian ini perbandingan
kuda sisi pada ruang lumpur yang digunakan adalah 1:2, dengan ketinggian (t)
sebesar 80 cm. Tahap awal perhitungan dimensi adalah penentuan volume
lumpur dalam m3 per hari per bak. Kemudian dilakukan perhitungan volume
bak dan luas ruang lumpur yang akan digunakan berdasarkan banyaknya
pengurasan yang dilakukan per harinya.

Pada penelitian ini bentuk zona pengendapan berupa trapesium, sehingga


penentuan sisi sejajar dapat dilakukan dengan persamaan berikut.

Penentuan slope

Penentuan tinggi tekan tersedia

Pada tahapan perhitungan lama pengurasa perlu diketahui diameter pipa


pengurasn, luas pipa penguras (A), dan debit pipa penguras (Q). Berikut
tahapan perhitungan lama pengurasan.
- A pipa penguras

134

- Q pipa penguras

- Lama pengurasan
𝑒
𝑒

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Oxidation Ditch

Parit oksidasi (oxidation ditch) terdiri dari suatu cincin atau saluran oval-
shaped yang dilengkapi dengan aerator mekanik (tipe brush atau surface) dan alat
pencampuran. Air limbah yang telah disaring masuk ke dalam saluran, dan
dikombinasikan dengan sisa hasil proses activated sludge. Konfigurasi dari
tangki, aerator, dan mixing digunakan arus aliran searah, sehingga energi yang
digunakan untuk proses aerasi cukup untuk menyediakan pencampuran pada
sistem dengan waktu detensi relatifitas yang panjang.
Perhitungan desain sangat dibutuhkan dalam menentukan dimesi parit tersebut
yang akan digunakan untuk menurunkan konsentrasi DO dan agar terjadinya
proses denitrifikasi. Kriteria desain yang dibutuhkan diantaranya sebagai berikut.

Tabel 4.8 Kriteria desain perencaan Oxidation Ditch


Kriteria Desain Nilai Satuan
Kedalaman air (tunggal) 1.2-1.8 M
Θ 20-30 Hari
F/M 0.5-0.15 Hari
Aerator loading 0.1-0.4 Kg/m3
MLSS (X) 3000-6000 mg/l
P VQ 18-36 Jam
Recirculation ration 0.5-2
Y 0.1-0.5 mg VSS/mg
Kd 0.03-0.06 per hari
SS effluen 20 mg/l
Konsentrasi lumpur (TSS) 10000 mg/l
Rasio pemutaran/resikulasi (R) 0.5-2

Setelah kriteria desain telah ditetapkan, maka selanjutnya perlu diperhitungkan


dimensi parit. Langkah-langkah dalam menentukan dimensi saluran/parit dapat
dihitung dengan berbagai persamaan berikut.
a) Debit dan konsentrasi BOD5 dan SS influen
Safety Factor (5-10%) = 8%

Qave (baru) = (Qave f) + Q ….......................................(4.153)

BOD5 influen (baru) = (BOD5 f) + BOD5...........................(4.154)

SS influen (baru) = (SS f) + SS............................(4.155)

b) Konsentrasi BOD5 di effluen


BOD baku mutu = 50 mg/l
Biological solids (BS) = 65%
135

1 gr biodegradable solids = 1.42 gr BOD ultimate


BOD5 = 0.68 ultimate BODL

BOD di effluen = BOD baku mutu x BS x 1 gr BS x BOD5 …...........(4.156)

BOD5 terlarut di effluen = BOD baku mutu – BOD di effluent.......(4.157)

c) Efisiensi Oxidation Ditch


Efisiensi BOD5 yang larut di effluen = x 100% (4.158)
Efisiensi pengolahan keseluruhan = x 100% (4.159)

d) Volume reaktor
Direncanakan menggunakan 3 buah bak dan 1 cadangan
Q = Qave ….........................................(4.160)
V = Q + R …........................................(4.161)

e) C
= x …................................(4.162)

f) Cek F/M
U=Q …..............................(4.163)

g) Cek organic loading


Organic loading = ................................(4.164)

h) Dimensi bak dan pipa inlet-outlet


Asumsi:
Tinggi air = 1.5 m
Freeboard = 0.2 m
Total y = 1.7 m
Slope = 1:2
b=5m
Lebar tembok = 4 m
Lebar permukaan = 2y+b+2y ….....................(4.165)

= + …..................(4.166)

= ∑ . ….................(4.167)

Panjang total = ..............................(4.168)

P= …....................(4.169)
Φ =Φ
Asumsi:
Q tiap bak = [Qave (m3/d ….....................(4.170)
136

A = Q bak / v …................................(4.171)
d=√ …......................................(4.172)
Cek v:
= Q A…....................................(4.173)

i) Kebutuhan Oksigen
 Teori kebutuhan oksigen
O2 kg/hari (N) = -1.42 Px …....................(4.174)
 Standard Oxygen Requirement (SOR)
Csw (20oC) = 9.15 mg/l
β = 0.9
C = 1.5 mg/l
o
C’ w C) = 8.5 mg/l
α = 0.95
Fa = 0.95
SOR = .....................(4.175)
[ ]

 Kebutuhan Volume

Asumsi:
Berat udara 1.201 kg/m3 dan mengandung 23.2% oksigen

K = SOR . 0 . . % ….........(4.176)

Asumsi:
Efisiensi dari diffuser udara = 8%

Kebutuhan udara teori = Kebutuhan udara teori (awal)/ efisiensi(4.177)

Desain total udara yang disediakan = 150% . udara teori....(4.178)

= y …........(4.179)

 Cek volume udara per kg BOD5 yang dihilangkan per m3


Suplai volume udara per kg BOD5 yang dihilangkan

= .........................(4.180)

Suplai volume udara (m3 per m3) dari limbah yang diolah

= …......................(4.181)

Suplai volume udara (m3/hari . m3) dari volume tanki aerasi


137

= ….................(4.182)

j) Perhitungan horse power


α = 0.95
C = 3 mg/l
Ca = 8.5 mg/l
(T.R) standar = 3 lb O2/hp jam

(T.R) aktual = (T.R) standar …......................(4.183)


Kebutuhan horse power = …........................(4.184)

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Sedimentasi Sekunder

Pada penelitian ini dilakukan perancangan unit sedimentasi sekunder yang


disebut juga dengan unit clarifier. Umumnya clarifier berbentuk circular (bulat),
sehingga pada penelitian ini dilakukan perancangan unit clarifier dengan bentuk
circular. Diketahui nilai dari beberapa variabel kriteria desain, agar perhitungan
perancangan unit clarifier ini dapat dilakukan. Kriteria desian unit ini dapat dilihat
pada tabel 4.3.

Tabel 4.9 Kriteria desain unit clarifier


Deskripsi Nilai
Kedalaman (H) 3-4.5 m
Diameter (D) 3-60 m
Surface loading 16-33 m3/m3.hari
Overflow rate < 15 m3/m2.hari
Weir loading rate < 250 m3/m2.hari
Solid loading < 50 kg/m2.hari

Oleh karena unit clarifier memiliki keterkaitan dengan unit oxidation ditch, maka
terdapat juga nilai beberapa variabel yang sebelumnya digunakan untuk
melakukan perancangan unit oxidation ditch seperti pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Kriteria desain unit oxidation ditch


Deskripsi Nilai
20-30 hari
MLSS (X) 3000-6000 mg/l
Y 0.1- 0.5 mg VSS/mg
Kd 0.03 – 0.06/hari
BOD5 influen 1069,2 mg/l
BOD5 yang larut di efluen 18,62 mg/l
SF 2 kg/m2.jam

Langkah awal yang dilakukan dalam perancangan unit clarifier ini ialah
perancangan luas permukaan unit clarifier tersebut. Dalam perancangan luas
permukaan unit ini, dibutuhkan data aliran air yang masuk ke bak clarifier
138

terlebih dahulu sehingga dapat dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai


luas dan diameter clarifier. Persamaan 1 digunakan untuk memperoleh nilai debit
aliran air yang masuk ke unit clarifier.

Qin (m3/detik) = Q + Qr – ........................................... (4.185)

Karena Qin berasal dari Qout oxidation ditch, dimana tidak ada return sludge
(recycle) maka Qr dan b MLSS dianggap 0. Sehingga Qin = Q. Qin merupakan
debit aliran yang masuk ke unit clarifier (m3/detik). Direncanakan bak clarifier ini
sebanyak satu buah, dengan satu cadangan.
Luas dan diameter clarifier dapat diketahui dengan melakukan perhitungan
menggunakan persamaan 4.186 dan 4.187.

A (m2) = ....................................................................(4.186)

D (m) =√ ................................................(4.187)

Untuk memperoleh nilai luas aktual unit ini, dilakukan perhitungan dengan
persamaan 4.208.

A aktual (m2) = ¼ π 2
..........................................(4.188)

Setelah diketahui luas dan diameter unit clarifiernya, dilakukan pengecekan


overflow rate dan perhitungan solid loading pada saat aliran rata- rata. Persamaan
4.209 merupakan persamaan yang digunakan agar nilai overflow rate diketahui,
sementara persamaan 4.210 merupakan persamaan yang digunakan agar nilai
solid loading diperoleh.

Overflow rate (m3/m2.hari) = ..................................(4.189)

Solid loading saat aliran rata-rata (kg/m2.hari) = .........................(4.190)

Selanjutnya, dilakukan perhitungan kedalaman unit clarifier. Ditentukan zona


air bersih dan pengendapan yang pada kriteria desainnya harus pada rentang 1.5 -
2 m sebesar 2 m. Kedalaman zona thickening dihitung pada kondisi dibawah
normal, dengan asumsi lumpur yang tertahan 30% dari massa solid di bak
oxidation ditch dan konsentrasi lumpur di clarifier ialah 7000 mg/l. Kedalaman
zona thickening ini dapat diperoleh dengan rumus pada persamaan 4.191.

Kedalaman thickening zone (m) = .............(4.191)

Total massa solid di clarifier dapat diperoleh setelah dilakukan perhitungan


dengan persamaan 4.193. Sementara nilai total massa solid pada tiap bak
oxidation ditch dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.194.
139

Total massa solid di tiap clarifier = 30% total massa solid tiap bak oxidation ditch (4.192)

Total massa solid tiap bak oxidation ditch (kg) = ........................(4.193)

Dengan asumsi faktor sustained BOD5 sebesar 1.5 dan nilai sustained flow rate
sebesar 2.5, dilakukan perhitungan nilai Y obs agar pada akhirnya dapat diperoleh
nilai kedalaman zona penyimpan lumpur.

Y obs = ..................................................(4.194)

Total volatil solid = Y x Q (BOD5 influen – BOD5 yang larut di efluen) x 1,5 x 2,5 ........(4.195)

Ditetapkan lamanya penyimpanan solid ialah 2 hari, sehingga nilai total solid
dapat diperoleh dengan persamaan 3.217.

Total solid (kg) = 2 ( ...........................(4.196)

Nilai solid yang tersimpan di tiap clarifier dapat diketahui dengan persaman
4.218.

Solid yang tersimpan di tiap clarifier (kg) = ...................(4.197)

Selanjutnya, nilai total solid di clarifier (kg per 2 hari) dapat diketahui dengan
menjumlahkan nilai solid yang tersimpan di tiap clarifier dengan nilai total solid.
Besar volume solid per hati diperoleh dengan persamaan 4.199.

Volume solid per hari (kg) = ............................(4.198)

Dengan nilai spesifik gravity lumpur sebesar 1.03 dan solid content 5 %,
dilakukan perhitungan persamaan 4.200 agar diperoleh besar volume lumpur per
hari per bak.

Volume lumpur per hari per bak (m3/hari) = ........(4.199)

Nilai kedalaman clarifier untuk solid storage diperoleh dengan persamaan 4.200.

Kedalaman clarifier untuk solid storage (m) = ...............(4.201)

Total kedalaman clarifier (m) = zona air bersih + kedalaman tickhening zone + kedalaman clarifier untuk solid storage
..4.202)

Dengan besar freeboard 0.2 m, diperoleh kedalaman clarifier, H (m) sebesar


hasil penjumlahan total kedalaman clarifier hasil perhitungan dengan persamaan
4.202 dengan nilai freeboard tersebut. Waktu detensi pada saat aliran rata-rata
diperoleh dengan persamaan 4.203
140

Td pada saat aliran rata-rata (jam) = ...............................(4.203)

2
Volume rata- f =¼π H ..........................(4.204)

Pada perancangan unit ini, digunakan v- 90˚ 6


jarak dari pusat ke pusat ke pusat sebesar 24 cm. Total v-notch yang dirancang
diperoleh dari persamaan 4.205.

Total v-notch = ..................................(4.205)

P f = π – 1 ...........................(4.206)

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai head over v-notch.


Namun sebelumnya dicari nilai aliran per v-notch saat debit rata-rata.

Aliran per v-notch saat debit rata-rata = ..........(4.207)

2/5
Head over v-notch (cm) = ...............(4.208)
( ) ( )

Aktual weir loading saat aliran rata-rata (m3/m.hari) = .....(4.209)

Pada penelitian ini, pipa efluen yang dirancang ialah sebanyak 2 buah.
Sehingga debit masing-masing pipa merupakan hasil pembagian debit yang
masuk ke clarifier dengan 2. Diasumsikan nilai kecepatan aliran, v sebesar 1
m/detik. Sehingga dengan persamaan 4.210 dapat diketahui luas bak.

A pipa effluen (m2) = .............................(4.210)

Diameter pipa effluen diperoleh dengan persamaan 3.231.

D pipa effluen (m) =√ ................................................(4.211)

Setelah nilai diameter pipa effluen diketahui, dilakukan pengecekan nilai


kecepatan aliran, yakni hasil perbandingan debit masing – masing pipa dengan
luas yang sudah menggunakan nilai diamter pipa influen hasil perhitungan
persamaan 4.211.
Pipa influen pada bak clarifier berjumlah 3 buah karena berasal dari tiga bak
oxidation ditch. Sehingga besar debit masing-masing pipa ialah hasil pembagian
debit keluaran oxidation ditch dengan 3. Setelah diketahui debit influen pada
masing-masing pipa, dilakukan perhitungan luas pipa influen dengan persamaan
4.212.

A pipa influen (m2) = ..............................................(4.212)


141

Selanjutnya, dilakukan juga perhitungan agar diketahui besar diameter pipa


influen dengan rumus yang sama seperti persamaan 4.212. Terakhir dilakukan
juga pengecekan kecepatan laju aliran di pipa influen dengan rumus pada
persamaan 4.213.

v (m/detik) = ..............................................(4.213)

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Desinfektor

Pada penelitian ini dilakukan perancangan unit desinfeksi menggunakan


chlorine. Sebelumnya diketahui nilai dari variabel – variabel kriteria desain dan
kriteria terpilih yang harus dipatuhi untuk perancangan unit ini. Nilai variabel-
variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Kriteria desain dan kriteria terpilih unit desinfeksi


Deskripsi Nilai
Kriteria desain
Waktu pengadukan < 30 menit
Waktu detensi (td) 15-45 menit
Rasio P:L < 40
Kecepatan aliran 1 – 4.5 m/menit
Dosis chlor 2-8 mg/l
Kadar chlor dalam kaporit 70 %
Kriteria terpilih
td 25 menit
v aliran 2.5 m/menit = 0.042 m/detik
Dosis chlor 6 mg/l = 6 g/m3

Dibawah ini dijabarkan langkah- langkah perhitungan yang dilakukan untuk


perancangan unit desinfeksi tersebut. Perhitungan awal ialah perhitungan untuk
memperoleh dimensi contact basin.
a. Perhitungan volume pada saat aliran rata-rata
Pada penelitian ini direncanakan pembuatan 2 buah bak desinfeksi, dan 1
cadangan. Sehingga debit tiap bak desinfeksi ialah pembagian debit rata-rata
dengan 2. Selanjutnya besar volume pada saat aliran rata-rata dapat diperoleh
dengan persamaan 4.214.

V (m3) = Q tiap bak x td .............................(4.214)

b. Perhitungan dimensi
Pada perancangan unit ini, direncanakan menggunakan dua bak yang
identik, yang masing-masing memiliki tiga susun pass-around-the end baffles.
Luas cross tersebut diperoleh dengan persamaan 4.215.

A cross (m2) = ..............................(4.215)


142

Sementara luas merupakan hasil perkalian dari lebar,L (m) dengan


kedalaman,H (m). Dengan asumsi nilai H sebesar 2 m, diperoleh nilai lebar
bak, L dari pembagian luas A dengan H. Selanjutnya dapat diperoleh nilai
panjang bak dengan persamaan 4.216.

P bak (m) = ..............................(4.216)

c. Cek td
nilai td dapat diperoleh dengan persamaan 4.217 berikut.

td (detik) = ..............................(4.217)

d. Kebutuhan kaporit
Banyaknya kaporit yang dibutuhkan (kg/hari) = ...(4.218)

Perhitungan selanjutnya dilakukan untuk memperoleh nilai diameter struktur


influen dan efluen. Diketahui sebelumnya bahwa diameter pipa influen
berukuran yang sama dengan diameter pipa efluen. Dengan asumsi kecepatan
aliran 1 m/detik, diketahui bahwa terdapat dua pipa effluen. Sehingga debit
aliran di masing-masing pipa dapat dihitung dengan persamaan 4.219.

Q masing-masing pipa (m3/detik) = ...............................(4.219)

Luas pipa efluen memiliki nilai yang sama dengan luas cross yang diperoleh
dari hasil perhitungan persamaan 4.215. Berdasarkan nilai luas tersebut, dapat
ditentukan diameter pipa effluen dengan persamaan 4.220.

D (m) =√ ................................................(4.220)

Terakhir, diasumsikan ukuran panjang bak pengumpul sebesar 2 m, dengan


kedalaman 1 m, dan lebar zona effluen yang sama dengan lebar bak desinfeksi
sebesar 1.835 m.

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Digester

 𝑒 ....................... ... ....(4.221)

 Jumlah padatan lumpur digester


𝑒 ............................ (4.222)

𝑒 𝑒 …………………………………………. (4.223)

𝑒
(4.224)
143

𝑒 ⁄ (4.225)

⁄ (4.226)

(4.227)

𝑒 (4.228)

 Supernatant flow dari digester


Perencanaan dilakukan dengan beberapa asumsi antara lain, digester supernatant
solid sebesar 5 kg/hr, lalu total solid & digester supernatant sebesar 4000 mg/l.
Specific gravity dari digester supernatant sebesar 1.0 serta total solid pada lumpur
digester sebesar 5% dari berat.

(4.229)

(4.230)

(4.231)

(4.232)

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Sludge Drying Bed

1) Total solid per jam


(4.233)

(4.234)

(4.235)

(4.236)

(4.237)

2) Perhitungan size dari sludge pump pada conditioning tank


(4.238)

(4.239)

3) Dimensi conditioning tank


144

Asumsi line conditioning tank 10 menit waktu detensi


(4.240)

4) Dimensi drying bed


Drying bed yang direncanAkan sebanyak 4 unit dengan perbandingan dimensi
panjang dan lebar yaitu 2:1, serta total bed sebesar 30 cm.
𝑒 (4.241)

Berdasarkan persamaan 4.241 maka lebar drying bed dapat dihitung, kemudian
panjang dapat ditentukan dari perbandingan dimensi panjang dan lebar yang
sudah direncanakan.

Perhitungan Rancangan Unit Instalasi Tangki Septik

Pada penelitian ini dilakukan perancangan unit septic tank komunal yang
difungsikan sebagai MCK. Sebelumnya diketahui nilai beberapa variabel seperti
berikut : - jumlah penduduk, P = 70 orang
- waktu pengurasan, N = 2 tahun
- rata-rata lumpur terkumpul, S = 40 lt/org/tahun
- air limbah yang dihasilkan, Q = 25 lt/org/hari
- volume ruang pengendapan, Vrp = ½ volume total
- freeboard = 0.4 m
Langkah pertama yang dilakukan ialah perhitungan dengan persamaan 4.242
untuk memperoleh nilai kebutuhan kapasitas penampungan lumpur, A.

A (m3) = P x N x S .........................................(4.242)

Selanjutnya dilakukan perhitungan kebutuhan kapasitas penampungan air, B di


unit ini. Namun sebelumnya dilakukan perhitungan dengan persamaan 4.243.

Th = 1.5 – 0.3 log (P x Q) > 0.2 hari ........................(4.243)

B (m3) = P x Q x Th ......................................(4.244)

Besar volume tangki septik, Vtp dapat diketahui dengan berdasarkan persamaan
4.245.
Vtp (m3) = A + B ........................................(4.245)

Setelah nilai Vtp diketahui, nilai Vrp juga dapat diperoleh yakni dengan
melakukan perkalian antara volume tangki septik dengan ½.
Selanjutnya dilakukan perhitungan agar diperoleh nilai dimensi tangki septik.
Diasumsikan tinggi tangki septik ialah sebesar 2.1 m. Sehingga tinggi total (m)
145

dapat diketahui dengan menjumlahkan nilai tinggi asumsi dengan nilai freeboard
yang sudah diketahui sebelumnya.
Lebar tangki septik ditentukan berdasarkan persamaan 4.246.

Volume tangki septik (m3) = P L H............................(4.246)

Pada persamaan 4.246 tersebut, variabel yang harus sudah diketahui sebelumnya
nilainya ialah volume agar dapat dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai
lebar tangki septik. Sementara itu, harus dilakukan juga asumsi perbandingan nilai
panjang, P dengan lebar, L karena hanya nilai variabel tinggi, H saja yang sudah
diketahui nilainya. Setelah nilai lebar diketahui, otomatis nilai panjang akan dapat
diperoleh.
Terakhir, dilakukan perhitungan untuk memperoleh dimensi tangki
pengendapan. Variabel yang dicari hanya variabel panjang, karena tinggi dan
lebar tangki pengendapan sama dengan dimensi lebar dan tinggi tangki septik.
Persamaan yang digunakan untuk panjang bak pengendapan ialah persamaan
4.245.

P tangki pengendapan (m) = ..................................................................(4.247)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Karakteristik Air Limbah

Pada umumnya air limbah digolongkan menjadi dua jenis, yaitu air limbah
domestik yang berasal dari kegiatan-kegiatan institusional, daerah komersial dan
perumahan serta air limbah industri yang berasal dari instalasi pabrik
(manufacturing plants). Berdasarkan efisiensi pekerjaan IPAL yang akan
dirancang, data fluktuasi debit yang telah diperoleh dari perhitungan sebelumnya
beserta nilai konsentrasi BOD dan SS dapat disesuaikan dengan jam kerja pada
jangka waktu satu hari. Perhitungan produksi air limbah dalam satuan perhari
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Berdasarkan tabel perhitungan tersebut, diketahui bahwa debit dan konsentrasi
dari masing-masing parameter yaitu BOD dan SS bernilai tinggi pada saat siang
hari. Hal ini dikarenakan waktu operasi IPAL diefektifkan saat jam kerja pada
umumnya yaitu dimulai pukul 9 pagi hingga 3 sore. Sebaliknya, pada saat di luar
jam kerja, produksi debit dan konsentrasi pada setiap parameter berada pada
keaadaan standar.
Selanjutnya data kuantitas limbah domestik dan industri yang dihasilkan
berdasarkan survei dan analisis yang telah dilakukan, diinput ke dalam suatu tabel
untuk mencari konsentrasi pencemar tercampur sehingga dapat dibandingkan
dengan standar minimal baku mutu yang telah ditentukan. Data limbah domestik
disajikan pada Tabel 4.13 berikut.
Berbeda dengan data limbah domesitk yang terdiri dari banyak parameter, data
limbah non domestik pada industri hanya terdiri dari 3 parameter yaitu BOD,
COD dan TSS. Ketiga nilai parameter tersebut disajikan dalam Tabel 4.14.
146

Tabel 4.12 Fluktuasi debit, konsentrasi BOD dan SS pada air limbah
Debit BOD5 SS
Jam
efisiensi (%) l/jam efisiensi (%) mg/L efisiensi (%) mg/L
0-1 78 677048.424 79 256.841 82 380.576
Debit BOD5 SS
Jam
efisiensi (%) l/jam efisiensi (%) mg/L efisiensi (%) mg/L
2-3 47 407965.076 44 143.051 52 241.341
3-4 36 312483.888 28 91.032 35 162.441
4-5 34 295123.672 25 81.279 17 78.900
5-6 32 277763.456 34 110.539 17 78.900
6-7 35 303803.780 50 162.558 21 97.465
7-8 61 529486.588 75 243.837 49 227.417
8-9 95 824610.260 94 305.609 115 533.734
9 - 10 125 1085013.500 116 377.134 147 682.252
10 - 11 122 1058973.176 118 383.637 155 719.381
11 - 12 127 1102373.716 121 393.390 161 747.228
12 - 13 122 1058973.176 117 380.385 153 710.099
13 - 14 115 998212.420 108 351.125 146 677.610
14 - 15 108 937451.664 194 630.725 132 612.634
15 - 16 96 833290.368 82 266.595 114 529.093
16 - 17 82 711768.856 76 247.088 96 445.552
17 - 18 82 711768.856 74 240.586 94 436.270
18 - 19 86 746489.288 79 256.841 91 422.346
19 - 20 98 850650.584 84 273.097 106 491.964
20 - 21 112 972172.096 96 312.111 123 570.864
21 - 22 115 998212.420 99 321.865 128 594.069
22 - 23 108 937451.664 102 331.618 125 580.146
23 - 24 92 798569.936 90 292.604 113 524.452

Tabel 4.13 Data kualitas dan kuantitas air limbah domestik


No Parameter Konsentrasi (mg/L)
1 Total Zat Padat 638.00
Zat padat terlarut (TDS) 262.24
Zat padat tersuspensi (TSS) 16.72
2 Bahan padat terendapkan 200.64
3 BOD 132.00
4 Karbon organik total (TOC) 430.32
5 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) 33.60
6 Nitrogen (total sebagai N) 8.72
7 Fosfor (total sebagai P) 31.68
8 Klorida 19.20
9 Sulfat 97.68
147

No Parameter Konsentrasi (mg/L)


10 Alkalinitas (sebagai CaCo3) 95.90
11 Lemak 638.00
3
Qd 0.220 m /detik

Tabel 4.14 Data kualitas dan kuantitas air limbah industri


No Parameter Konsentrasi (mg/L)
1 BOD 1623.36
2 COD 4662.24
3 TSS 2569.63
Qnd 0.021 m3/det

Setelah keseluruhan data pada setiap jenis limbah diketahui, nilai konsentrasi
campuran dari kedua jenis limbah tersebut dihitung. Nilai konsentrasi campuran
beserta beban pencemar dari setiap parameter limbah dapat dilihat dalam tabel
yang telah disajikan pada lampiran 1 dengan contoh perhitungan sebagai berikut.
Contoh perhitungan beban pencemar zat padat tersuspensi (SS)
0.0 9 x 6 . + .095 x 569.6
a) CC = 0.0 9+ .095
= 464.117 mg/l
b) Beban pencemar = ((464.117 mg/l – 100 mg/l)/100 mg/l) x100% = 364.117 %
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan mengacu kepada baku
mutu yang telah ditentukan, diketahui bahwa keseluruhan parameter melebihi
baku mutu yang telah ditentukan kecuali pada zat padat terlarut (TDS), Sulfat dan
Klorida yang masih tetap berada dalam ambang batas aman. Hal ini menunjukkan
bahwa aliran air limbah yang terdiri dari limbah domestik dan industri yang
menuju ke IPAL telah mengalami pencemaran yang tinggi dilihat dari konsentrasi
pencemar terhadap baku mutu yang telah ditentukan tersebut.
Setelah analisis karakteristik air limbah dilakukan, dilakukan perhitungan
terhadap kesetimbangan massa (mass balance) pada pengolahan air limbah
dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi substansi yang mengalami
transformasi dan reduksi di setiap influen ataupun efluen pada unit pengolahan.
Dalam perhitungannya, dibutuhkan data awal berupa beberapa parameter yang
disajikan dalam Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Data awal kesetimbangan massa
Parameter Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan
Qo 0.241114 m3/detik Ct 85 %
Xo 464.11294 mg/L Xt 6 %
So 325.113396 mg/L FAD 55 %
Parameter Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan
Xscw 0.000005 Xpl 80000 mg/L
Xgw 0.000008 Dpl 9 Kg/ton
Rp 55 % Cc 97.5 %
Fp 35 % Xck 32 %
Xup 4.5 % De 14.5 mg/L
148

Parameter Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan


Sa 5 mg/L Xfe 200000 mg/L
Y 0.65 mg Xs 10 mg/L
Xa 2000 mg/L Xfe' 9.6 mg/L
Xus 0.75 % Spes. Grav 1

Berbagai parameter tersebut merupakan data awal yang akan diinput ke dalam
formula dari setiap unit yang ada pada rancangan IPAL. Proses pengolahan air
limbah tersebut dimulai pada unit screening dan diakhiri pada proses sentrifugasi.
Perhitungan dilakukan dengan melakukan iterasi sebanyak mungkin hingga
dicapai nilai yang stabil pada setiap parameter. Adapun contoh perhitungan dari
salah satu iterasi adalah sebagai berikut.

Grit Chamber

Air limbah pada umumnya mengandung bahan-bahan anorganik (khususnya


air limbah domestik) seperti pasir, kerikil, kulit telur, pecahan kaca dan serpihan
logam. Kebanyakan sifat dari bahan-bahan tersebut bersifat abrasif dan akan
menimbulkan gangguan terhadap akselerasi sistem pompa yang dioperasikan
dalam pengolahan air limbah. Sifat lain bahan-bahan tersebut adalah tidak mudah
terurai (un-biodegradable) serta meningkatkan jumlah endapan sehingga
mengurangi volume digester yang tersedia.
Penghilangan bahan – bahan kasar dapat dilakukan dengan bangunan grit
chamber atau pemisah solid sentrifugal. Grit chamber dirancang untuk
meremoval pasir, kerikil dan bahan – bahan kasar lainnya yang mempunyai berat
gravitasi relatif tinggi, sehingga partikel – partikel tersebut dapat mengendap
dengan sendirinya. Menurut KanIsius (2005), Grit chamber bertujuan untuk
menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel-partikel lain yang dapat mengendap di
dalam saluran dn pipa-pipa serta untuk melindungi pompa-pompa dan peralatan
lai dari penyumbatan, abrasi, dan overloading.
Grit Chamber dalam pengolahan air limbah diletakkan setelah bar screen dan
sebelum bak pengendap pertama. Dimana fungsi dari bak pengendap pertama
adalah menghilangkan bahan – bahan organik. Adanya screen di depan grit
chamber akan membuat proses dan perawatan grit chamber semakin mudah.
Beberapa faktor rancangan yang dibutuhkan untuk perancangan grit chamber
dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini.

Tabel 4.16 Kriteria desain aerated grit chamber


Faktor rancangan Kisaran Nilai Nilai Umum Satuan
Waktu detensi 2-5 3 menit
Dimensi
Kedalaman (H) 2-5 m
Panjang (P) 7.5-20 m
149

Faktor rancangan Kisaran Nilai Nilai Umum Satuan


Lebar (L) 2.5-7 m
Rasio lebar (L) : kedalaman (H) 1:1 – 5:1 1.5:1 rasio
Rasio panjang (P) : lebar (L) 3:1 -5:1 4:1 Rasio
3
Suplai udara per unit panjang 0.2 – 0.5 m /m.menit
Kuantitas grit 0.004 – 0.20 0.015 m3/m.menit

Berdasarkan kriteria desain pada Tabel 4.16, dalam perencanaan aerated grit
chamber juga dibutuhkan kritetria terpilih yang meliputi jumlah unit yang akan
digunakan, debit puncak air limbah, waktu detensi, laju suplai udara, kecepatan
aliran pipa influen, dan lebar bak disajikan dalam Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Kriteria terpilih perancangan aerated grit chamber


Parameter simbol besaran satuan
Jumlah unit N 2 unit
Debut puncak air limbah Qp 0.2979 m3/detik
Waktu detensi Td 3 menit
Laju suplai udara 0.3 m3/m.menit
kecepatan aliran pipa influen (v
V1 0.2 m/detik
influen asumsi)
lebar bak L 5 m

Prosedur penentuan rancangan teknis grit chamber terdiri dari beberapa


tahapan, tahapan pertama ialah penentuan kriteria rancangan grit chamber terpilih,
kedua penentuan geometri grit chamber, ketiga menghitung sistem suplai udara,
keempat menghitung laju overflow (surface rise rate), kelima menghitung struktur
influen dan struktur effluen, dan terakhir ialah menghitung headloss disepanjang
grit chamber. Berdasarkan nilai-nilai faktor rancangan dan persamaan yang telah
dipaparkan di metodologi maka didapatkan hasil rancangan grit chamber sebagai
berikut.

Tabel 4.18 Hasil rancangan unit aerated grit chamber


Faktor rancangan Nilai Satuan
Jumlah unit 2 unit
Waktu detensi (td) 3 menit
3
Suplai udara per unit panjang 0.4 m /m.menit
Qp setiap unit 0.33 m3/detik
Volume setiap unit 60.17 m3
Kedalaman air di grit chamber 3 m
Dimensi
Kedalaman (H) 0.31 m
Panjang (P) 20 m
Lebar (L) 5 m
150

Faktor rancangan Nilai Satuan


Rasio panjang (P) : lebar (L) 4:1 Rasio
Tinggi jagaan 0.05 m
Luas permukaan setiap unit 20.055 m2
Luas setiap unit terpilih 21 m2
td aktual 2 bak beroperasi 14.95 menit
td aktual 1 bak beroperasi 7.48 menit
Laju overflow 2 bak beroperasi 288.79 m /m2.hari
3

Laju overflow 1 bak beroperasi 577.58 m3/m2.hari


Zona influen
Lebar saluran 1 m
HL 0.091 m
∆H 0.056 m
Zona efluen
Lebar bak 1.5 m
Lebar efluen box 1.5 m
Panjang bak 2.5 m
Panjang efluen box 2.3 m
Lebar unit grit chamber 5 m
Zona efluen saat 2 unit beroperasi
HL 0.07 m
3
Q 0.33 m /detik
Zona efluen saat 1 bak dalam perawatan
Q 0.66 m3/detik
HL 0.15 m
Kedalaman bak efluen 1.34 m
HL di baffle 0.0019 m

Contoh perhitungan grit chamber dapat dilihat pada lampiran 4.1.

Comminutor

Comminutor merupakan unit pengolahan limbah yang difungsikan sebagai


penghancur atau pemotong padatan kasar yang masih terbawa dan lolos dari grit
chamber menjadi ukuran kecil atau hancur sama sekali. Dalam proses
perancangan unit comminutor dibutuhkan debit puncak (Qp) yang telah diperoleh
dari proses perhitungan sebelumnya. Dengan data tersebut, kapasitas maksimum
comminutor dapat ditentukan dari perhitungan sebagi berikut.

Qp = 0.2411 m3/detik
151

Q’ = 0.2411 x (86400 detik/hari) x (0.0002642 galon/m3)


= 5.503 MGD

Dengan hasil perhitungan tersebut, dilakukan perbandingan terhadap data


acuan rancangan comminutor. Data acuan comminutor dapat dilihat pada Tabel
4.19 berikut.

Tabel 4.19 Ukuran dan kapasitas comminutor


Over-all Capacities (mgd)
Ukuran Motor
Controlled discharge Free discharge
7B 0.75 0 – 0.35 0 – 0.30
10 B 0.5 0.17 – 1.1 0.17 – 0.82
15 M 0.75 0.4 – 2.3 0.4 – 1.4
25 M 1.5 1.0 – 6.0 1.0 – 3.6
25 A 1.5 1.0 – 11.0 1.0 – 6.5
36 A 2 1.55 – 25.0 1.5 – 9,6
54A Berdasarkan jenis pekerjaan

Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya, tipe comminutor yang dipilih


adalah tipe 25 A dengan kapasitas free discharge berada di nilai 1.0 – 6.5 MGD.
Dalam tipe tersebut, motor berukuran 1.5 berjumlah 2 unit dengan tujuan 1
sebagai unit utama dan 1 unit lainnya sebagai pengganti ketika unit pertama tidak
beroperasi atau sedang dalam masa perbaikan. Dalam proses perancangan
comminutor tipe 25 A, struktur influen dan efluen dibuat dengan diameter yang
sama yaitu 45 inchi atau setara dengan 1.167 m.

Bak Ekualisasi

Tujuan proses ekualisasi adalah untuk meminimkan atau mengontrol fluktuasi


dari karakteristik air limbah yang diolah agar memberikan kondisi optimum pada
proses pengolahan selanjutnya. Ekualisasi bukan merupakan suatu proses
pengolahan tetapi merupakan suatu cara/teknik untuk meningkatkan efekt4itas
dari proses pengolahan selanjutnya (Duncan 1978).
Bak ekualisai adalah bak yang berfungsi untuk menampung air sebelum
dilakukan pengolahan lebih lanjut. Bak ekualisasi ini dimaksudkan untuk
menangkap benda kasar yang mudah mengendap yang terkandung dalam air baku,
seperti pasir atau dapat juga disebut partikel diskret. Ukuran dan tipe bak
ekualisasi tergantung pada kuantitas limbah dan perubahan aliran limbah. Bak
Ekualisasi harus berukuran cukup untuk mengurangi fluktuasi limbah yang
disebabkan oleh perubahan program rencana produksi dan untuk mengurangi
konsentrasi secara periodik pada bak pengumpul atau saluran (Sugiharto 1987).
Parameter indikasi pencemar yang biasa terdapat pada bak ekualisasi di antaranya
adalah BOD, COD, TSS. Berikut merupakan kriteria desain dari bak ekualisasi.

Tabel 4.20 Kriteria desain unit bak ekualisasi


Parameter Besaran Satuan Sumber
Kecepatan aliran 0.3 – 3 m/dtk Qasim
Kedalaman 1.5 – 2 m Metcalf & Eddy
152

Parameter Besaran Satuan Sumber


Slope (2 – 3) : 1 Metcalf & Eddy
Rasio p : l 1:1 Metcalf & Eddy
Tinggi jagaan 0.5 - 1 m Metcalf & Eddy

Tabel 4.21 Perhitungan volume kumulatif unit ekualisasi


Debit rata- Volume kumulatif Volume
% Debit
No Jam rata kumulatif
pemakaian (m3/dt) in (m3) eff (m3)
(m3/dt) rata-rata
1 0-1 10 0.033 0.1504 120.33 541.485 -421.155
2 1-2 10 0.033 0.1504 240.66 1082.97 -842.31
-
3 2-3 10 0.033 0.1504 360.99 1624.455
1263.465
4 3-4 20 0.067 0.1504 601.65 2165.94 -1564.29
5 4-5 35 0.117 0.1504 1022.805 2707.425 -1684.62
-
6 5-6 50 0.167 0.1504 1624.455 3248.91
1624.455
7 6-7 100 0.334 0.1504 2827.755 3790.395 -962.64
8 7-8 70 0.234 0.1504 3670.065 4331.88 -661.815
9 8-9 70 0.234 0.1504 4512.375 4873.365 -360.99
10 9-10 65 0.217 0.1504 5294.52 5414.85 -120.33
11 10-11 55 0.184 0.1504 5956.335 5956.335 0
12 11-12 70 0.234 0.1504 6798.645 6497.82 300.825
13 12-13 75 0.251 0.1504 7701.12 7039.305 661.815
14 13-14 55 0.184 0.1504 8362.935 7580.79 782.145
15 14-15 50 0.167 0.1504 8964.585 8122.275 842.31
16 15-16 65 0.217 0.1504 9746.73 8663.76 1082.97
17 16-17 65 0.217 0.1504 10528.875 9205.245 1323.63
18 17-18 55 0.184 0.1504 11190.69 9746.73 1443.96
19 18-19 45 0.150 0.1504 11732.175 10288.215 1443.96
20 19-20 30 0.100 0.1504 12093.165 10829.7 1263.465
21 20-21 30 0.100 0.1504 12454.155 11371.185 1082.97
22 21-22 25 0.084 0.1504 12754.98 11912.67 842.31
23 22-23 10 0.033 0.1504 12875.31 12454.155 421.155
24 23-24 10 0.033 0.1504 12995.64 12995.64 0

Penentuan rancangan teknis ekualisasi dilakukan melalui beberapa tahapan


perhitungan. Tahap awal penentuan rancangan dilakukan dengan perhitungan
terhadap volume bak ekualisasi, volume kumulatif influen dan efluen, serta
volume kumulatif rata-rata. Perhitungan dilakukan pada tiap periode waktu.
Perhitungan debit campuran rata-rata dilakukan dengan merata-ratakan debit
campuran yang telah ditentukan tiap periode waktunya dimulai dari pukul 00.00 –
24.00 WIB. Berikut hasil perhitungan terhadap volume kumulatif ifluen, efluen
serta rata-rata dari bak ekualisasi.
153

Berdasarkan Tabel 4.21 di atas diketahui bahwa persentase pemakaian bak


ekualisasi yang tertinggi atau pemakaian sebesar 100% dilakukan pada pukul
06.00 hingga pukul 07.00. Sedangkan Persentase pemakaian terendah terdapat
pada dini hari dan juga malam hari yaitu saat pukul 01.00 hingga pukul 03.00 dan
pada malam hari saat pukul 22.00 hingga pukul 24.00. Secara keseluruhan
pemakaian yang optimal oleh bak ekualisasi ini dilakukan mulai dari pukul 06.00
pagi hingga pukul 19.00. Debit tertinggi terjadi ketika persentase pemakain
sebesar 100% dengan nilai sebesar 0.33 m3/detik sedangkan debit terendah
terdapat saat pemakaian memiliki efektifitas sebesar 10 % yaitu sebesar 0.033
m3/detik. Nilai debit rataan yang didapatkan ialah sebesar 0.1504 m3/detik.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui pula bahwa Volume kumulasi tertinggi
di influen ialah sebesar 12995.64 m3 sedangkan nilai terendah di influen ialah
sebesar 120.33 m3. Untuk volume tertinggi di effluen nilainya ialah sebesar
12995.64 m3dan nilai volume kumulasi terendah ialah sebesar 541.485 m3.

14000.00

12000.00
Volume kumulatif

10000.00

8000.00
v influens
6000.00
v effluens
4000.00

2000.00

0.00
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (jam)
Gambar 4.2 Penentuan volume bak berdasarkan grafik volume kumulatif

Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui bahwa nilai volume di effluen cenderung


lebih stabil dibandingkan dengan nilai volume di influen. Nilai influen
dipengaruhi oleh efisiensi pengoperasiaan pengolahan air limbah. Terjadinya
perpotongan garis erjadi saat pukul 10.00 hngga pukul 11 .00 hal ini disebabkan
karena efisiensi pemakaian yang terjadi pada siang hari relatif konstan dan cukup
besar.
Berdasarkan Gambar 4.3 di bawah ini dapat diketahui bahwa debit terbesar
terdapat pada saat rentang waktu 06.00 hingga 07.00 waktu. Pada saat pukul 06.00
debit meningkat drastis dari sebelumnya hal ini disebabkan karena pada waktu
tersebut pemakaian bak dioptimalkan hingga 100%. Setelah melewati rentang
waktu dari pukul 06.00 hingga 07.00 nilai debit tetap berada di atas debit rata-rata
walupun nilainya berfluktuatif, saat waktu operasi dari pukul 06.00 sampai pukul
19.00 nilai debit cenderung besar karena pada jam-jam tersebut persentase
pemakaian cukup besar pula. Saat pukul 01.00 hingga pukul 05.00 debit berada di
bawah garis debit rata-rata hal ini disebabkan karena pemakaian bak tidak terlalu
besar, begitu pula hal nya dengan nilai debit saat pukul 20.00 hingga pukul 24.00,
pemakaian bak relatif kecil yaitu dibawah 50%.
154

0.8

0.7

0.6
Debit (m3/detik)

0.5
debit
0.4
debit rata-rata
0.3

0.2

0.1

0
0 5 10 15 20 25
Waktu (jam)
Gambar 4.3 Penentuan kondisi bak berdasarkan dalam keadaan kosong

Volume air limbah atau Vac merupakan, nilai terendah volume air limbah
terdapat pada saat siang hari yaitu pada rentang waktu x hingga y, hal ini
dikarenakan pengoperasian yang maksimal terjadi, sedangkan nilai volume
terendah terdapat pada rentang waktu karena pemakaian tidak terlalu optimal.
Hasil perhitungan mass loading BOD dan TSS sebelum dan sesudah ekualisasi
dibuat dalam bentuk kurva sebagai berikut (Gambar 4.4 dan 4.5).

600.00
BOD mass loading (kg/jam)

500.00

400.00

300.00
Sebelum Ekualisasi
200.00 Setelah Ekualisasi

100.00

0.00
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (jam)
Gambar 4.4 Grafik nilai BOD sebelum dan sesudah ekualisasi

Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa nilai BOD setelah ekualisasi


cenderung menurun dibandingkan sebelum ekualisasi. Akan tetapi saat rentang
waktu pukul 15.00 hingga 24.00 nilai BOD setelah ekualisasi lebih besar
dibandingkan dengan nilai BOD sebelum ekualisasi dan juga nilai yang
didapatkan cenderung lebih berfluktuatif. Hal ini dapat disebabkan karena saat
155

pagi hingga siang hari penggunaan bak lebih optimal sehingga penurunan nilai
BOD lebih besar dibandingkan saat malam hari.
Berdasarkan Gambar 4.5 tersebut diketahui bahwa nilai TSS setelah ekualisasi
cenderung konstan dari pukul hingga pukul 01.00 hingga pukul 19.00. saat
rentang waktu tersebut nilai TSS setelah ekualisasi lebih kecil dibandingkan
dengan nilai TSS sebelum ekualisasi hal ini menunjukan bahwa penggunaan bak
di rentang waktu tersebut telah efektif. akan tetapi setelah melewati pukul 19.00
nilai TSS setelah ekualisasi lebih besar dibandingkan dengan nilai sebelum
ekualisasi dan juga memiliki nilai yang lebih berfluktuatif. Hal ini dapat
disebebkan juga karena saat malam hari efektifitas penggunaan bak cenderung
kecil sehingga efisiensi pengurangan nilai TSS pun kecil.

900.00
TSS mass loading (kg/jam)

800.00
700.00
600.00
500.00
400.00 Sebelum Ekualisasi
300.00 Setelah Ekualisasi
200.00
100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (jam)
Gambar 4.5 Grafik nilai BOD sebelum dan sesudah ekualisasi

Penentuan rancangan teknis ekualisasi dilanjutkan dengan melakukan


perhitungan dan penentuan dimensi yang akan digunakan dalam mendesai bak
ekualisasi. Perhitungan dimensi pipa dilakukan pada pipa influen dan efluen.
Perhitunga dimensi pipa ditentukan berdasarkan debit maksimum dan kecepatan
influen atau efluen yang bekerja. Untuk memastikan dimensi rancangan telah
sesuai dengan kriteria desain maka setelah nilai luas penampang dan diameter
pipa diperoleh dilakukan pengecekan kembali terhadap kecepatan. Kecepatan
akhir yang diperoleh harus sesuai dengan kecepatan aliran yang masuk dalam bak
ekualisasi. Berikut hasil perhitungan dimensi pipa influen dan efluen yang
disajikan dalam Tabel 4.22 berikut ini.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai luasan untuk masing-masing
bak di influen dan effluen berturut-turut ialah sebesar 0.17 m2 dan 0.08 m2. Nilai
diameter inlet sebesar 0.46 m dan nilai diameter outlet sebesar 0.31 m. Nilai
kecepatan baik di bak influen maupun bak efluen telah sesuai dengan kriteria
rancangan sehingga dimensi tersebut dapat digunakan.

Tabel 4.22 Hasil perhitungan dimensi pipa influen dan effluen


Komponen Simbol Besaran Satuan
Kedalaman bak H 2 m
Kecepatan aliran V 1 m/det
Luas bawah A2 0.25 A1
156

jumlah bak 2
Debit rata-rata Qr 0.15 m3/det
Komponen Simbol Besaran Satuan
Debit maksimum Qmaks 0.33 m3/det
Debit rata-rata satu bak Qr satu bak 0.08 m3/det
Volume satu bak V satu bak 1564.29 m/det
Luas atas A1 1340.82 m2
Luas bawah A2 335.21 m2
Panjang=lebar atas P1=L1 36.617 m
Panjang=lebar bawah P2=L2 18.309 m
Slope S 4.58
Luas penampang inlet A influen 0.17
Diamater inlet D influen 0.46
Cek kecepatan inlet V influen 1.00 oke
Luas penampang outlet A efluen 0.08
Diamater outlet D efluen 0.31
Cek kecepatan outlet V efluen 1.00 oke

Unit Sedimentasi Primer

Unit sedimentasi primer berfungsi sebagai tempat terjadinya proses


pengendapan primer pencemar-pencemar sehingga dapat mengurangi kuantitas
pencemar dalam air limbah. Adanya bangunan sedimentasi dalam unit pengolahan
air limbah dapat mengurangi beban pengolahan air limbah pada proses
selanjutnya.
Pada kasus ini, bangunan sedimentasi yang digunakan adalah berbentuk bak
persegi panjang yang memiliki dimensi sesuai air limbah masukan yang harus
diolah. Debit air limbah yang masuk ke proses sedimentasi ini sebesar 0.6685
m3/detik. Direncanakan dibuat bak sedimentasi berjumlah dua buah, sehingga
masing-masing bak dapat mengolah 0.334 m3/detik. Berdasarkan perhitungan,
diperoleh dimensi satu bak sedimentasi memiliki panjang (P) 40.215 m, lebar (L)
14.362 m, dan kedalaman (H) beserta freeboard sebesar 2.981 m. Overflow rate
air limbah yang masuk ke bak sedimentasi sebesar 50 m3/m2hari dengan waktu
detensi selama 1.431 jam. Berikut adalah tabel perhitungan dimensi bak
sedimentasi.
Data volume air limbah influen dan dimensi bak sedimentasi tersebut
selanjutnya dijadikan acuan dalam perancangan bagian-bagian bangunan
sedimentasi, seperti pipa inlet dan outlet, orifice, weir, v-notch, launder/gutter,
dan ruang lumpur. Berikut adalah hasil perhitungan desain bagian-bagian
bangunan sedimentasi tersebut.

Tabel 4.23 Perhitungan dimensi bak sedimentasi


Desain Bak
Besaran Satuan Ket
Rencana jumlah bak 2 buah
Qpeak 0.6685 m3/det
157

Qpeak 1 bak 0.334 m3/det


Kedalaman 3 m
Besaran Satuan Ket
Waktu Detensi 1.4 jam
Overflow Rate 50 m /m2 hari
3

A Surface 577.584 m2
P:H 15
P:L 2.8
diperoleh Dimensi Bak:
P 40.215 m
L 14.362 m
H 2.681 m
freeboard 0.3 m
H + freeboard 2.981 m
Cek: OK
3 2
Overflow Rate (1 bak) 50 m /m hari
Waktu Detensi 1.431 jam

Tabel 4.24 Hasil perhitungan dimensi bagian-bagian bangunan sedimentasi


Dimensi pipa influen dan effluen
Besaran Satuan Ket
V inlet = V outlet (asumsi) 1 m/detik
A 0.334 m2
d inlet = d outlet 0.653 m
Cek V 1 m/detik OK
Dimensi influen dan orifice
H (asumsi) 1 m
V pipa influen 0.3 m/detik
A croos 1.114 m2
Lebar influen 1.114 m
Cek V influen channel 0.3 m/detik OK
Jumlah orifice 10 buah
V influen channel 0.3 m/detik
Luas 1 buah orifice 0.16 m2
Dimensi influen dan orifice
Q orifice 0.033 m3/detik
HL 0.006 m
Jarak antar lubang 2.364 m
Weir
Ditetapkan weir berbentuk V-notch dengan angka weir loading telah ditetapkan 372 m3/m
panjang weir 77.632 m
total panjang weir 218.309 m
V-notch
158

Direncanakan jumlah V-notch 5 V-notch/m


Total V-notch 388 buah
Besaran Satuan Ket
3
Q peak per V-notch 74.4 m /hari
Head over V-notch 3.994 m
Tinggi air di V-notch 5 cm
Freeboard 1.997 m
Dimensi launder (gutter)
Lebar launder 0.5 m
lebar bak effluen 1 m
D outlet = D inlet 0.653 m
Dimensi launder (gutter)
Asumsi turunan di bak efluen 0.5 m
ketinggian air efluen launder (y2) 0.5 m
3
Aliran tiap launder 0.334 m /detik
Besaran Satuan Ket
panjang rerata 1/2 panjang launder 91.495 m
Total panjang launder 182.989 m
3
Aliran per unit 0.002 m /unit
Kedalaman air di y1 0.657 m

Bangunan sedimentasi ini digunakan dalam pengolahan air limbah yang telah
diproses sebelumnya pada bangunan ekualisasi. Dalam perhitungan
kesetimbangan massa dapat diketahui nilai kualitas dan kuantitas pencemar-
pencemar yang terkandung dalam air limbah. Nilai kualitas dan kuantitas
pencemar-pencemar tersebut dijadikan nilai influen air limbah pada proses
pengolahan di bangunan sedimentasi ini. Dalam tahap pengolahan ini, bangunan
sedimentasi menghasilkan lumpur endapan yang jumlanya tergantung pada
kualitas dan kuantitas pencemar air limbah influen. Di bawah ini adalah air
limbah influen dan kuantitas lumpur yang dihasilkan.

Tabel 4.25 Data air limbah influen dan kuantitas lumpur bak sedimentasi
Kuantitas lumpur dan air limbah influen
Besaran Satuan
Spesifik gravity lumpur 1.03
Solid content 5 %
BOD (kesetimbangan massa) 325.113 mg/l
Kuantitas lumpur dan air limbah influen
SS (kesetimbangan massa) 464.113 mg/l
Jumlah lumpur yang diproduksi per bak 6701.606 kg/hari
Jumlah lumpur 2 bak 13403.212 kg/hari
Volume lumpur per menit per bak 0.090 m3
Kapasitas pompa 1.084 m3/menit
Interval putaran 2 bak 0.75
159

Nilai BOD efluen dan Suspended Solid (SS) yang diperoleh dari perhitungan
kesetimbangan massa masing-masing adalah sebesar 325.113 mg/l dan 464.113
mg/l. Lumpur yang diproduksi per bak sedimentasi sebesar 6701.606 kg/hari
sehingga jumlah lumpur yang dihasilkan dari dua buah bak adalah 13403.212
kg/hari. Kualitas efluen air limbah dari pengolahan di bangunan sedimentasi
ditampilkan pada Tabel 4.26 berikut ini.

Tabel 4.26 Kualitas efluen air limbah dari pengolahan di bangunan sedimentasi
Kualitas efluen dari bak sedimentasi
Besaran Satuan
% BOD5 removal 30 %
% SS Removal 50 %
BOD5 efluen primer 6572.302 kg/hari
SS di efluen primer 6701.606 kg/hari
Volume di efluen primer 28618.943 m3/hari
Konsentrasi BOD5 di efluen 229.649 mg/l
Konsentrasi SS di efluen 234.167 mg/l
Kuantitas Scum
Besaran Satuan
Kualitas scum 8 kg/103 m3
Spesifik gravity 0.95
Kuantitas rata-rata scum 231.034 kg/hari
Kuantitas scum 0.243 m3/hari

Berdasarkan Tabel 4.26, efluen air limbah hasil pengolahan di bangunan


sedimentasi menunjukkan pengurangan konsentrasi pencemar. Dengan penetapan
nilai BOD5 removal 30%, terjadi penurunan konsentrasi BOD5 dari 325.113 mg/l
(influen) menjadi 229.649 mg/l (efluen). Dan dengan penetapan nilai SS removal
50%, terjadi penurunan konsentrasi SS dari 464.113 mg/l (influen) menjadi
234.167 mg/l (efluen). Namun, pengolahan di unit sedimentasi ini selain
menghasilkan lumpur juga menghasilkan scum. Kuantitas scum yang dihasilkan
sebesar 0.243 m3/hari.
Untuk mengatasi lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi ini,
dibutuhkan ruang lumpur sebagai tempat menampung lumpur yang dilengkapi
dengan pipa penguras. Data dimensi ruang lumpur pada bak sedimentasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.27 berikut.

Tabel 4.27 Desain ruang lumpur bak sedimentasi


Dimensi ruang lumpur
Besaran Satuan
Perbandingan kedua sisi (asumsi) 0.5
Ketinggian ruang lumpur (t) (asumsi) 80 cm
Volume lumpur 130.128 m3/hari
Pengurasan bak dilakukan 2 kali sehari, maka:
Volume bak lumpur 65.064 m3
Luas ruang lumpur 2.169 m2
160

Bentuk zona pengendapan berbentuk trapesium


Sigma sisi sejajar 5.422 m
Besaran Satuan
Sisi 1 : sisi 2 0.5
sisi 1 (x) 1.807 m
sisi 2 3.615 m
Slope (2% dari panjang bak) 0.804 m
Tinggi tekan tersedia (H) 4.585 m
V 5.786 m/detik
Asumsi pipa pengurus satu buah dengan diameter 350 mm
A pipa pengurus 0.096 m2
Q pipa pengurus 0.556 m3/detik
Lama pengurasan 1.949 menit

Ruang lumpur yang dibuat berbentuk bak dengan zona pengendapan berbentuk
trapesium. Volume lumpur hasil proses sedimentasi yang harus ditampung sebesar
130.128 m3/hari, dengan pengurasan yang dilakukan sebanyak dua kali sehari,
diperlukan volume bak lumpur 65.064 m3 dengan luas ruang 2.169 m2.
Pengurasan lumpur dikeluarkan melalui pipa penguras berdiameter 350 mm
dengan debit pengurasan 0.556 m3/detik. Pengurasan lumpur membutuhkan waktu
selama 1.949 menit.

Unit Sedimentasi Sekunder (Clarifier)

Unit sedimentasi sekunder (clarifier) adalah unit proses dimana terjadi


pengolahan air buangan secara biologis, dengan maksud untuk mengurangi BOD
pada air limbah. Pengertian proses biologis adalah ketergantungannya terhadap
mikroorganisme primer sebagai pengurai air limbah. Dengan adanya pengolahan
sekunder ini, konsentrasi bahan-bahan organik dalam bentuk terlarut (dissolved)
maupun koloid dapat dikurangi. Proses ini terdiri dari bermacam jenis. Pemilihan
jenis proses atau sistemnya tergantung pada beberapa faktor seperti kuantitas air
limbah dan ketersediaan lahan serta biaya investasi. Pemisahan secara gravitasi
dari padat cair, menghasilkan padatan yang berada dibawah. Pemisahan ini
banyak digunakan dalam pengolahan limbah (Thomas 2005).
Fungsi utama dari clarifier adalah klarifikasi, proses pemisahan hasil padatan
biologis dari suatu cairannya. Selama bahan menggumpal, partikel lumpur akan
turun kebagian bawah tangki, sehingga menghasilkan konsentrasi aliran kebawah
(RAS). Konsentrasi padatan return activated sludge adalah fungsi dari ratio
pengembalian lumpur. Fungsi kedua adalah menyimpan endapan beberapa waktu
tertentu, jika clarifier gagal dalam berbagai fungsi tersebut, maka kerja dari
proses biologis mungkin akan terpengaruh. Juga karena batas angkut padatan,
hasil keluaran (effluent) mungkin tidak memenuhi persyaratan.
Perlu diketahui bahwa penggumpalan dalam clarifier, terdapat beberapa
masalah dalam kinerjanya. Sebagai tambahan, konsentrasi bagian bawah clarifier
yang lebih dari 1.0 – 1.5 % padatan sulit dicapai. Untuk alasan berikut, bahan
tambahan harus diberikan untuk pengoperasian clarifier dengan endapan lumpur
yang sedikit dan menggunakan alat penggumpal (seperti: karet penggumpal
161

gravitasi, sentrufugasi) untuk penggumpalan, agar mencapai konsentrasi padatan


yang tinggi.
Bagian terpenting dalam perencanaan unit sedimentasi adalah mengetahui
kecepatan pengendapan (settling rate) dari partikel-partikel yang akan
dipindahkan (Sakti 2005). Menurut A. Rushton dkk (1996), perlakuan settling
partikel ditentukan dari 2 faktor, yang pertama yaitu konsentrasi dari partikel
padatannya dan yang kedua adalah status penggumpalan dari partikel itu sendiri.
Dengan meningkatnya konsentrasi padatan, settling akan lebih cepat, begitupula
dengan penggumpalan partikel selama proses sedimentasi. Bersatunya beberapa
partikel membentuk gumpulan akan memperbesar rapat massanya, sehingga akan
mempercepat pengendapannya. Misalnya dalam proses lumpur aktif ini keluaran
suspensi biomassa dialirkan ke bak sedimentasi. Dengan adanya konsentrasi yang
cukup besar dan adanya gaya gravitasi maka biomassa atau lumpur tersebut akan
terpisah dengan airnya.
Pengolahan unit sekunder ini adalah pengolahan setelah melalui pengolahan
pendahuluan (penyaringan dan penyeragaman) dan pengolahan primer
(pengendapan partikel-partikel padat). Pada penelitian ini dilakukan perancangan
unit sedimentasi sekunder yang berbentuk circular (bulat). Pada Tabel 4.28 dapat
dilihat data hasil perhitungan pada perancangan unit sedimentasi sekunder yang
telah dilakukan.

Tabel 4.28 Data hasil perhitungan pada perancangan unit sedimentasi sekunder
No Deskripsi Nilai
1 Jumlah clarifier 1
2 Luas surface area 1023 m2
3 Diameter clarifier 36 m
4 Kedalaman bak 9m
5 Freeboard 0.2 m
6 Q rata-rata resirkulasi 0.24 m3/detik
7 Periode detensi pada Qave 16 jam
8 Overflow rate 13.71 m3/m2.hari
9 Solid loading 48 kg/m2.hari

Kriteria yang digunakan dalam desain dan tahap pengopersian clarifier yang
biasanya digunakan overflow rate dan solid loading rate yang paling penting.
Overflow rate adalah flok settler dalam clarifier yang memisah dengan cairan
bening yang berada diatas. Kenaikan velocity air menunjukan adanya over flow
rate (OFR) dengan satuan gpd/ft2 dan dapat diartikan juga pembagian antara laju
(gpd) dengan luas permukaan clarifier (ft2). Ketika clarifier dioperasikan pada
OFR yang lebih spesifik, semua partikel mengalami settling velocity yang lebih
besar kemudian proses OFR dihentikan. Partikel dengan settling velocity yang
rendah akan diangkut keluar menjadi effluent. Dengan pemakaian OFR yang
tepat, klarifikasi dapat berjalan (Thomas 2005). Kapasitas clarifier pun telah
dikembangkan pada tahun 1970. Pengembangan dalam desain ini meliputi
struktur umpan dan keluaran, dan penghilangan lumpur sehingga dapat
meningkatkan laju. Proyeksi pengembangan ini adalah optimalisasi desain
clarifier menghasilkan 15 sampai 20 % kapasitas hydraulic yang lebih besar
(Thomas 2005).
162

Solid loading rate pada clarifier dengan satuan lb/d/ft2 menunjukan bahwa
massa padatan yang digunakan per satuan luas per satuan waktu. Jumlah
maksimum padatan yang dapat dipindahkan kedasar clarifier disebut limiting fluk.
Ketika limiting fluk dalam SLR ekses maka jumlah lumpur yang ada dalam bak
tidak dapat dihitung. Tetapan maksimum yang diperbolehkan dalam mendesain
clarifier merupakan unsur utama yang paling penting untuk memastikan clarifier
dapat bekerja efektif. Biasanya SLR yang digunakan pada rentang nilai 25 sampai
35 lb/d/ft2 atau 100 sampai 150 kg/m2.d (Thomas 2005).
Dasar pemilihan side water depth adalah dasar ukuran satuan atau jenis proses
biologis. Umumnya bila digunakan clarifier dengan bentuk bundar maka
ketinggiannya dibuat lebih tinggi. Rentang harga yang direkomendasikan dari 2.4
sampai 2.6 m (8 sampai 15 ft). Keadaan/karakteristik tangki umpan dan keluaran
langsung berhubungan dengan kualitas effluent yang menunjukan efek dari
ketinggian (depth) terhadap kualitas effluent. Sama seperti OFR, konsentrasi rata-
rata padatan terlarut dalam effluent sebagai pengaruh dari kenaikan ketinggian
(depth). Variabel dalam kualitas effluent menurun dengan peningkatan ketinggian
(depth). Ketinggian tangki dihitung dari 4 fungsi yaitu:
1. Daerah air bersih (Claen water zone)
2. Daerah pemisahan (Separation zone)
3. Daerah penyimpanan lumpur (Sludge storage zone)
4. Daerah thinckening dan penghilangan lumpur (Thinkening and sludge removal
zone)
Side water depth (SWD) yang digunakan dalam metode ini adalah jenis SWD
yang mempunyai ketinggian (depth) yang lebih dalam dari 4 m (13 ft). Hal ini
masih wajar mengingat ketinggian yang masih dapat digunakan pada clarifier
sekunder berada pada rentang 4 sampai 5 m (12 sampai 15 ft) (Thomas 2005).
Surface loading rate adalah jumlah lumpur aktif yang dipindahkan gallon per luas
permukaan 1 ft2 tank per hari. Ini dapat digunakan untuk membandingkan kondisi
aktual desain. Biasanya desain plan menggunakan surface loading rate sebesar
300 sampai 1200 gal/d/ft2. Beberapa kondisi yang menggunakan persamaan
surface loading rate adalah surface overflow rate dan surface settling rate (P
Nicholas 2002).

Oxidation Ditch

Pengolahan air limbah yang banyak diterapkan, baik untuk air limbah domestik
maupun air limbah industri, apalagi air limbah yang kaya warna seperti tekstil,
adalah activated sludge. Meskipun relatif lebih mahal biaya investasi dan operasi-
rawatnya, namun activated sludge lebih banyak dibuat daripada proses
pengolahan air limbah secara anaerob. Sebabnya adalah kemudahan dalam
“ ” y f
terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti temperatur, pH, materi toksik
dalam air limbah, variasi beban organik dan hidrolis, dll. Selain itu, variasi
activated sludge juga sangat banyak, mencapai belasan varian sehingga banyak
pula peluang untuk memilihnya. Salah satunya adalah oxidation ditch.
Oxidation ditch adalah salah satu proses lumpur aktif, akan tetapi bentuk
tangki aerasinya oval dan limbah cair serta lumpur aktif memutar dalam tangki
163

tersebut dengan surface aerator atau mixer/aerator yang lain. Selokan oksidasi
(oxidation ditch) terdiri dari saluran aerasi yang berbentuk oval yang dilengkapi
dengan satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran ini menerima
limbah yang telah disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik (hidraulic
retention time) mendekati 24 jam. Dalam mendesain parit oksidasi dibutuhkan
data debit puncak harian, konsentrasi TSS dan BOD, serta memperhitungkan
faktor keamanan (safety factor). Hasil perhitungan menunjukan desain dari
oxidation ditch ini memiliki tingkat efisiensi BOD5 yang larut di efluen 98.26 %
serta tingkat efisiensi pengolahan keseluruhan termasuk bak sedimentasi sebesar
94.86 %.

Tabel 4.29 Desain dimensi bak oksidasi


Desain dimensi Ukuran Satuan
Tinggi air 1.3 m
Freeboard 0.2 m
y 1.5 m
Slope 0.5 m
b asumsi 6 m
2y 3 m
Desain dimensi Ukuran Satuan
Lebar permukaan 12 m
Lebar tembok asumsi 5.5 m
D 17.5 m
Luas satu bak 13.5 m
Panjang total 232.47 m
P 195.27 m

Hasil desain yang telah mencapai nilai >90 % menggunakan dimensi oxidation
ditch yang telah diperhitungkan sebelumnya. Dapat dilihat pada Tabel 4.30. Pada
perhitungan diameter pipa inlet-outlet diperlukan nilai kecepatan asumsi sebesar 1
m/detik sehingga dengan nilai debit tiap bak sebesar 0.08 m3/detik, diameter pipa
yang diperoleh yaitu sebesar 0.32 m.

Tabel 4.30 Hasil perhitungan horse power


Parameter Nilai
α 0.95
C (mg/l) 3
Ca (mg/l) 8.5
TR lb 02/hp jam 3
kebutuhan oksigen lb/hari 21053.61805
TR aktual lb O2/hp jam 1.703804348
Kebutuhan horse power total (hp) 127.5452598

Selain mendesain dimensi bak dan pipa inlet-outlet, perlu diperhitungkan nilai
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan. Jika nilai O2 kg/hari (N) sebesar 2367.45
kg/hari, maka nilai SOR (Standart Oxygen Requirement) sebesar 3595.76 kg/hari.
Kemudian dalam menghitung kebutuhan volume diasumsikan berat udara 1 kg/m3
164

dengan kandungan oksigen 23.2 % maka nilai kebutuhan udara teori 15498.97092
m3/hari udara. Setelah itu dengan adanya diffuser udara sebesar 8% maka nilai
kebutuhan udara teori menjadi 193737.1365 m3/hari. Hasilnya akan diketahui
desain total udara yaitu sebesar 100.90 m3/menit. Setelah diketahui berbagai
macam parameter desain, maka tidak lupa untuk memperkirakan besarnya daya
yang digunakan untuk menjalankan sebuah oxidation ditch. Nilai-nilai
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.43.

Desinfektor

Desinfeksi merupakan suatu upaya yang bertujuan membunuh mikroorganisme


patogen yang terkandung dalam air. Desinfeksi diartikan pula sebagai kegiatan
memusnahkan mikro-organisme yang dapat menimbulkan penyakit. Beberapa
jenis desinfektan yang sering digunakan adalah klor dan ozon. Pada penelitian ini
dilakukan perancangan unit desinfeksi. Proses desinfeksi pada perencanaan ini
menggunakan kaporit (Ca(OCL)2 yang mempunyai karakteristik kemampuan
deodorizing tinggi, mengoksidasi bahan organik, tingkat stabilitasnya tinggi,
toksisitas terhadap mikroorganisme dan temperatur ambien tinggi, dan
pengeluaran rendah (low cost) (Metcalf dan Eddy 2003). Menurut Surbakti
(1987), kaporit merupakan desinfektan yang sering digunakan dalam desinfeksi
karena cukup efektif dan terjangkau dari segi ekonomi, bersifat stabil dan dapat
disimpan lebih lama. Tabel 4.31 menunjukkan data hasil perhitungan yang telah
dilakukan pada perancangan unit desinfeksi pada penelitian ini.

Tabel 4.31 Data hasil perhitungan pada perancangan unit desinfektor


parameter nilai Satuan
jumlah desinfeksi 2
Q total 0.324891 m3/detik
Q bak 0.1624455
td 1500 Detik
V 243.66825 m3
v 1 m/menit
A 0.1624455
H 2 m
L bak 0.0812228 m
P bak 1500 m
cek td 1500 Detik
Kebutuhan kaporit 240.60499 kg/hari
Struktur influen dan effluen
parameter nilai Satuan
v 1 m/detik
A 0.1624455 m2
D 0.4549032 m
D pembulatan 0.5 m
A koreksi 0.19625 m2
cek v 0.8277478 m/detik
165

Berdasarkan Tabel 4.31 tersebut dapat diketahui bahwa jumlah desinfektan


yang digunakan ialah sebanyak 2 buah, setiap bak memiliki debit sebesar 0.162
m3/detik dengan waktu detensi sebesar 1500 detik dan volume sebesar 243.66 m3.
Bak memiliki nilai luasan sebesar 0.16 m2. Besarnya kebutuhan kaporit ialah
sebesar 240.61 kg/hari. Menurut USEPA apabila dimasukkan ke dalam air,
kaporit akan membentuk aam hipoklorous (HOCI) dan kalsium hidroksida.
Peningkatan pH akan mendorong terbentuknya OCI-, yang bersifat reaktif dan
bereaksi dengan sulfida, senyawa organik, amonia dan termasuk bakteri. Oleh
karena itu dengan waktu kontak yang singkat, kaporit mampu menurunkan bakteri
e.oli dengan jumlah besar.

Sludge Digester

Sludge Digester merupakan unit proses yang berfungsi menstabilkan lumpur


pada pengolahan terakhir dalam proses Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
Unit ini bekerja secara biologis dan berlangsung secara aerob berguna untuk
mengurangi kandungan lumpur organik dan untuk mengubah ciri-cirinya agar
tidak menimbulkan kondisi yang mengganggu. Sludge dugester ini
dikelompokkan ke dalam satu paket pengolah lumpur dengan imhoff tank. Kondisi
umum menyatakan pengolahan zat organik terlarut dalam air limbah secara aerob
menghasilkan mikroba, biomassa, atau lumpur yang sering disebut lumpur
sekunder.
Kapasitas sludge digester tergantung dari beberapa hal antara lain kualitas
lumpur yang diolah, tingginya temperatur, volume yang dibutuhkan dalam
konsentrasi, efektivitas dari kapasitas bak, karakteristik lumpur, dan tingkat
digestion yang diinginkan. Lumpur primer dari IPAL tidak hanya mengandung zat
organik terlarut saja, melainkan mengandung pula zat organik tidak terlarut yang
memiliki berat molekul yang besar. Hal ini berbeda dengan lumpur sekunder
untuk keluaran dari IPAM yang merupakan hasil olahan setelah proses IPAL.
Proses IPAM sebagain besar hanya mengandung zat organik tak terlarut. Kualitas
pengolahan umpur dengan menggunakan sistem digester ini ditunjukkan dalam
besar dan kecilnya jumlah gas yang diproduksi berdasarkan temperatur dan waktu
retensi.
Berdasarkan perhitungan pada bak sedimentasi primer, didapatkan massa
lumpur harian sebanyak 13403.212 kg. Massa ini dibutuhkan untuk pengolahan
sludge digester dan sludge drying bed. Data yang diolah untuk unit digester antara
lain kuantitas solid sebesar 183358.973 kg/hari sedangkan jumlah padatan lumpur
yang akan diproses didasarkan pada parameter berikut ini.

Tabel 4.32 Data perhitungan pengolahan pada unit digester


Parameter Nilai Satuan
a. TVS 137519.230 kg/hari
b. TVS destroyed 71510.000 kg/hari
c. Non volatil solid 45839.743 kg/hari
d. VS Remaining 66009.230 kg/hari
e. TS Remaining setelah digestion 111848.974 kg/hari
f. Total mass reaching digester 3055982.888 kg/hari
166

Parameter Nilai Satuan


g. Produksi gas 2560.000 m3/hari
h. Total produksi gas digester 2558.259 kg/hari
i. Total mass digester 3053424.629 kg/hari

Selanjutnya setelah terendapkan lumpur yang masuk dalam digester, maka


terdapat cairan bening yang dikenal dengan sebutan supernatant. Supernatant ini
dihasilkan sebanyak 5 kg/hari yang berarti hanya 5% dari total berat solid pada
lumpur digester. Total solid yang lolos dari pemisahan supernatant sebanyak
3549.762 kg/hari maka total volume lumpur digester yang telah diolah sejumlah
2123.514 m3/hari.

Sludge Drying Bed

Proses selanjutnya setelah pemisahan lumpur dengan supernatannya adalah


menghilangkan sebanyak mungkin air yang terkandung dalam lumpur setelah
proses pentalan. Persyaratan kadar padatan kering lumpur yang diinginkan
tergantung pada penanganan akhir yang dilakukan umumnya berkisar 30%. Proses
pengeluaran lumpur yang diteruskan dengan pengeringan dapat dilakukan oleh
unit Sludge Drying Bed. Unit ini sering diterapkan karena investasinya murah dan
tidak menuntut pengontrolan ekstra. Pengeluaran dengan unit ini dilakukan
melalui media pengering secara gravitasi dan penyinaran sinar matahari. Deskripsi
bak pengering ini berupa bak dangkal berisi media penyaring pasir setinggi 10-20
cm dan batu kerikil sebagai peyangga pasir antara 20-40 cm, serta saluran air
tersaring di bagian bawah bak.
Terdapat syarat yang harus dipenuhi agar lumpur dapat dikeringkan antara lain
konstanta solid dan optimum lime dosage (CaO) sebesar 5%, organic polymer
(Cationic) yang terkandung harus 2%, dan pH nya harus memenuhi dengan
interval diantara 6.5-7.5. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dianalisis,
didapatkan padatan lumpur sebanyak 151618.897 kg/hari, karbonat dan polimer
masing-masing dihasilkan sebanyak 7580.945 kg/hari dan 3032.378 kg/hari. Debit
pompa lumpur pada conditioning tank sebesar 2123.514 m3/hari serta laju
perputaran pompa yang dihasilkan sebesar 1126.106 m3/jam. Berdasarkan asumsi
line conditioning tank selama 10 menit dari waktu detensi, maka volume yang
tertampung adalah 187.684 m3. Berikut ini adalah Tabel 4.33 yang menyajikan
dimensi drying bed sebanyak empat unit.

Tabel 4.33 Data perhitungan pengolahan pada unit drying bed


Parameter Nilai Satuan
P:L 2:1
total beds 30 cm
Td 10 hari
volume 1876.843 m3
A 6256.144 m2
A tiap unit 1564.036 m2
L 55.9 m
P 111.9 m
167

Perlu diperhatikan bahwa berdasarkan studi literatur terdapat bagian dasar bak
pengering yang dibuat sebuah saluran atau pipa pembuangan air dan diatasnya
dilapisi kerikil berdiameter 10-30 mm setebal 20 cm dan lapisan pasir kasar
berdiameter 3-5 mm setebal 20-30 cm. Media penyaring seperti pasir, ijuk, dan
kerikil merupakan media penyaring yang sering digunakan karena memiliki pori
yang besar dan dapat ditembus air.
Pengisisan lumpur ke bak pengeringan sebaiknya dilakukan satu hari sekali
dengan ketebalan lumpur dibawah 15 cm. Jika lumpur masuk terlalu banyak,
permukaan lumpur tampak mengering tetapi lapisan bawah masih basah, sehingga
pengurangan air perlu waktu berhari-hari. Jika saringan tersumbat maka air tidak
dapat keluar, sehingga pengurangan air tidak dapat terjadi. Pengurangan air ini
biasanya dilakukan secara alami memanfaatkan sinar matahari sehingga terjadi
penguapan. Kecepatan penguapan ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti suhu,
kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, curah hujan, ketebalan
lapisan lumpur, kadar air, sifat lumpur yang masuk serta struktur bak
pengeringnya. Dalam kondisi normal, pengeringan akan tercapai setelah dijemur
selama 3-5 hari. Berdasarkan uraian diatas, maka sistem pengeringan ini memiliki
banyak keuntungan yakni menggunakan metode yang sederhana, mudah, dan
biaya operasional yang rendah. Hasil padatan dari pengeringan ini dapat
dimanfaatkan di berbagai perusahaan bahan bangunan untuk bahan tambahan
semen, batako ataupun yang lainnya.

Tangki Septik

Septic tank (tangki septik) adalah suatu bak berbentuk empat persegi panjang
yang biasannya terletak di bawah muka tanah dan menerima atau menampung
kotoran dan air penggelontoran yang berasal dari toilet glontor, termasuk juga
segala buangan limbah rumah tangga (domestik). Proses pengolahan limbah
domestik yang terjadi pada septic tank (tangki septik) adalah proses pengendapan
dan stabilisasi secara anaerobik. Perancangan tangki septik dilakukan dengan
menggunakan data sekunder yang dapat dilihat pada Tabel 4.34.

Tabel 4.34 Data awal untuk perancangan tangki septik komunal


No Parameter Nilai Satuan
1 Jumlah Penduduk (P) 70 orang
2 Waktu pengurasan (N) 2 tahun
3 Rata-rata lumpur terkumpul (S) 40 l/org.thn
4 Air limbah yang dihasilkan (Q) 25 l/org.hari
1/2 vol. total
5 Vol. Masing-masing pengendapan pertama -
septic tank
6 Freeboard 0.4 m

Data-data pada Tabel 4.34 merupakan data awal yang selanjutnya akan
digunakan untuk melakukan perhitungan volume maupun dimensi tanki septik.
Hasil perhitungan dimensi yang diperoleh berdasarkan data sekunder tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.35.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa kebutuhan kapasitas pencampuran
lumpur dan air nilainya berturut-turut sebesar 5.6 m3 dan 2.672 m3, dari nilai
168

tersebut kemudian didapatkan nilai volume tangki septik komunal yaitu sebesar
8.272 m3

Tabel 4.35 Hasil Perhitungan dimensi tangki septik


No Parameter Nilai Satuan
1 Kebutuhan kapasitas pencampuran lumpur 5.600 m3
2 Kebutuhan kapasitas penanmpungan air 2.672 m3
3 Volume tanki septik komunal
Volume tanki septik 8.272 m3
4 Dimensi tanki septik
Tinggi tanki septik 2.100 m
Lebar tanki 1.400 m
Panjang tanki 2.800 m
Volume tanki septik 8.272 m3
5 Dimensi tanki pengendapam pertama
Volume tanki pengendapan pertama 4.136 m3
Tinggi (h) 2.100 m
Lebar (l) 1.400 m
Panjang tangki 1.400 m

Berdasarkan nilai volume yang didapatkan maka dapat diketahui besarnya


dimensi untuk tanki septik. Dengan menggunakan rasio perbanding dua banding
satu untuk nilai panjang dan lebar maka didapatkan nilai panjang tangki sebesar
2.8 m, lebar tangki sebesar 1.4 m dan tinggi tangki sebesar 2.1 m. Selanjutnya
dilakukan pula perhitungan untuk mengetahui dimensi ruang pengendapan pada
tangki septik, sesuai dengan data awal yang telah diberikan nilai volume ruang
pengendapan merupakan hasil dari setengahnya volume total tangki septik
sehingga didapatkan nilai volume ruang pengendapan ialah sebesar 4.136 m3,
dengan rasio perbandingan yang sama dengan dimensi tangki septik maka
didapatkan nilai tinggi untuk ruang pengendapan ialah sebesar 2.1 m, lebar
sebesar 1.4 m dan panjang sebesar 1.4 m.

KESIMPULAN

Proses kesetimbangan massa pada iterasi ke-5 nilai TSS berada pada angka
yang stabil yaitu 1919.374 mg/l sehingga dapat ditentukan bahwa variabel
kesetimbangan debit, padatan dan substrat sesuai dengan konfigurasi unit IPAL
berada pada iterasi ke 5. Nilai BOD efluen dan Suspended Solid (SS) yang
diperoleh dari perhitungan kesetimbangan massa masing-masing adalah sebesar
325.113 mg/l dan 464.113 mg/l.
Instalasi unit pengolahan air limbah yang digunakan, yaitu:

1. Grit chamber dirancang untuk me-removal pasir, kerikil dan bahan –


bahan kasar lainnya yang mempunyai berat gravitasi relatif tinggi,
sehingga partikel – partikel tersebut dapat mengendap dengan sendirinya
Hasil akhir perhitungan didapatkan nilai Headlodd di Baffle sebesar
0.0019 m.
169

2. Comminutor yang dipilih adalah tipe 25 A dengan kapasitas free discharge


berada di nilai 1.0 – 6.5 MGD. Dalam proses perancangan comminutor
tipe 25 A, struktur influen dan efluen dibuat dengan diameter yang sama
yaitu 45 inchi atau setara dengan 1.167 m.

3. Pemakaian bak ekualisasi secara optimal dapat dilakukan pada pagi hingga
siang hari. Pada rentang waktu pukul 06.00 hingga pukul 19.00 efektifitas
pemakaian cukup besar sehingga debit maupun volume kumulasi yang
dihasilkan juga besar. Pada rentang waktu tersebut pengurangan kadar
BOD dan TSS dilakukan secara efektif terlihat dari nilainya yang telah
berada dibawah nilai kadar BOD dan TSS sebelum ekualisasi. Dimensi
rancangan juga telah sesuai dengan kriteria rancangan sehingga dapat
digunakan untuk perancangan.

4. Berdasarkan perhitungan, diperoleh dimensi satu bak sedimentasi


memiliki panjang (P) 40.215 m, lebar (L) 14.362 m, dan kedalaman (H)
beserta freeboard sebesar 2.981 m. Overflow rate air limbah yang masuk
ke bak sedimentasi sebesar 50 m3/m2hari dengan waktu detensi selama
1.431 jam. Dengan penetapan nilai BOD5 removal 30%, bak sedimentasi
primer menurunkan konsentrasi BOD5 dari 325.113 mg/l (influen) menjadi
229.649 mg/l (efluen). Dan dengan penetapan nilai SS removal 50%,
terjadi penurunan konsentrasi SS dari 464.113 mg/l (influen) menjadi
234.167 mg/l (efluen). Namun, pengolahan di unit sedimentasi ini selain
menghasilkan lumpur 6701.606 kg/hari/bak juga menghasilkan scum.
Kuantitas scum yang dihasilkan sebesar 0.243 m3/hari. Volume lumpur
hasil proses sedimentasi yang harus ditampung sebesar 130.128 m3/hari,
dengan pengurasan yang dilakukan sebanyak dua kali sehari, diperlukan
volume bak lumpur 65.064 m3 dengan luas ruang 2.169 m2.

5. Hasil perhitungan menunjukan desain dari oxidation ditch ini memiliki


tingkat efisiensi BOD5 yang larut di efluen 98.26 % serta tingkat efisiensi
pengolahan keseluruhan termasuk bak sedimentasi sebesar 94.86 %.

6. Jumlah desinfektan yang digunakan ialah sebanyak 2 buah, setiap bak


memiliki debit sebesar 0.162 m3/detik dengan waktu detensi sebesar 1500
detik dan volume sebesar 243.66 m3. Bak memiliki nilai luasan sebesar
0.16 m2. Besarnya kebutuhan kaporit ialah sebesar 240.61 kg/hari.

7. Kuantitas solid sebesar 183358.973 kg/hari pada unit digester. Supernatant


pada digester dihasilkan sebanyak 5 kg/hari yang berarti hanya 5% dari
total berat solid pada lumpur digester. Total solid yang lolos dari
pemisahan supernatant sebanyak 3549.762 kg/hari maka total volume
lumpur digester yang telah diolah sejumlah 2123.514 m3/hari.

8. Bagian dasar bak pengering yang dibuat sebuah saluran atau pipa
pembuangan air dan diatasnya dilapisi kerikil berdiameter 10-30 mm
setebal 20 cm dan lapisan pasir kasar berdiameter 3-5 mm setebal 20-30
170

cm. Dandidapatkan padatan lumpur sebanyak 151618.897 kg/hari,


karbonat dan polimer masing-masing dihasilkan sebanyak 7580.945
kg/hari dan 3032.378 kg/hari.

9. Tangki septik komunal yang didesain bervolume sebesar 8.272 m3,


panjang tangki sebesar 2.8 m, lebar tangki sebesar 1.4 m dan tinggi tangki
sebesar 2.1 m. Dan volume ruang pengendapan ialah sebesar 4.136 m3.

DAFTAR PUSTAKA

A Rushton A S, Ward R G, Holdich. 1996. Solid – Liquid Filtration and


Separation Technology. Edisi ke-1. Weinheim (DE): VCH
Verlagsgesellschaft mbH.
Barnett A, L Pyle and S K Subramanian. 1978. Biogas Technology in The Third
World: A Multidisciplinary Review. Ottawa (JP): International
Development Research Centre
Bryant M P. 1987. Microbial Methane Production, Theoritical Aspects. J. Am.Sci.
Buren A V. 1979. A Chinese Biogas Manual. London (GB): Intermediate
Technology Publication Ltd
Care K. 2011. Cara Mudah Membuat Digester Biogas.yogyakarta(ID): Kanisius.
De kruijff G J W. 1987. Rencana Sistem Tangki septik. UNDP.
Duncan M. 1978.Pengolahan Air Limbah di Daerah Beriklim Panas. ELBS and
John Wiley & Sons.
Gijzen H J. 1987. Anaerobic Digestion of Cellulosic Waste by Rumen-Derived
Process. Den Haag (NL): Koninklijke Bibliotheek.
Feachem R G, Bradley D J, Garelick H, and Mara D D. 1983. Sanitation and
Disease: Health Aspects of Excreta and Wastewater Management.
London (GB): John Wiley and Sons.
Grady Jr, C P L, and Lim H C. 1980. Biological Wastewater Treatment, theory
and application. J Science. New York (US): Marcel Dekker Inc.
Haq PS dan Soedjono ES. 2009. Potensi lumpur tinja manusia sebagai penghasil
biogas. Surabaya (ID): ITS Pr.
Hidayat W. 2008. Teknologi pengolahan air limbah [Internet]. [diunduh 2015
Desember 21]. Tersedia pada: http://majarimagazine.com/
2008/01/teknologi-pengolahan-air-limbah/
Kanisius. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Kanisius.
Liang L. 1976. Electroosmotic Dewatering of Wastewater Sludges [Disertasi].
Massachusetts (US): Massachusetts of Technology Pr.
Marinova S. 2005. Characteristic of the sludge from the wastewater treatment
plants near Varna city and possibilities for use in agriculture. J Water Sci
and Tech. 4(11):79-85
Martin J E, dan Martin J T. 1991. Technologies for Small Water and Wastewater
System. New York (US): Van Nostrand Reinhold.
Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and
Reuse, Ed ke-3. Singapore (SG): McGraw-Hill Book.
171

Nuryani S, M Azwar, Y Nasih, K Siti, K Ruly. 2003. Kondisi tanah dan prediksi
umur tempat pembuangan akhir sampah TPA Bantar Gebang. J Ilmu
Tanah dan Lingkungan. 4(1):55-63.
P Nicholas Cheremisinoff, Ph. D., 2002, Handbook Water and Wastewater
Treatment Technologies, Butterworth Heineman.
Pescod M B. 1992. Wastewater Treatment and Use in Agriculture: FAO
Irrigation and Drainage. Roma (IT): FA.
Sakti A. Siregar. 2005. Instalasi Pengolahan Limbah. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Santi D. 2004. Pengelolaan limbah cair pada industri penyamakan kulit industri
pulp dan kertas industri kelapa sawit. Medan (ID): Sumatra Utara.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta (ID): UI Pr.
Surbakti. 1987. Air minum sehat. Surakarta (ID): CV Mutiara Solo.
Tchobanoglous G. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Ed ke-3. Jakarta (ID):
Erlangga.
Tchobanoglous G, Burton F L. 1991. Advanced Wastewater Treatment.
Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, and Reuse. Singapore
(SG): McGraw-Hill.
Thomas E Wilson P E. 2005. Clarifier Design. Ed Ke-2. New York (US):
McGraw – Hill.
Veenstra S. 2000. Wastewater Treatment. Delft (ND): Institute for Infrastructure,
Hydraulics and Environmental Engineering (IHE Delft)
[WHO] World Health Organization. 2005. Water for Life: Making It Happen.
Geneva (CH): WHO.
Wibisono. 1995. Sistem pengelolaan dan pengolahan limbah domestik. J Science.
27:25-34
Winkler M A. 1981. Biological Treatment of Wastewater. Inggris (GB):
Chichester Halsted Pr.
172

Lampiran 4.1 Contoh perhitungan grit chamber

 Qp setiap unit = = = 0.33425 m3/detik

 Volume tiap unit untuk td sebesar 3 menit = (Qp setiap unit) (td) (60 )
= 0.33425 m3/detik x 3 menit x 60
= 60.165 m3

 Kedalaman total grit chamber (H) = d2 + freeboard = 3 m + 0.8 m = 3.8 m

 Luas permukaan (A) setiap unit = = = 20.055 m2

 Luas setiap unit terpilih = P x L = 20 x 5 = 100 m2

 td aktual saat debit puncak ketika 2 bak beroperasi =

= 14.95 menit

 td aktual saat debit puncak ketika 1 bak beroperasi =

= 7.48 menit

 Kebutuhan udara teoritis per unit = laju suplai udara per meter panjang unit x P
= x 20 m
= 133.33 L/detik

 Kapasitas total diffuser = (% kebutuhan udara saat Qp) (kebutuhan teoritis per
unit)
= 150 x 6.67 L/detik = 1000 L/detik/unit

 Kapasitas blower = Kapasitas total diffuser x 2 x x


= 1000 L/detik/unit x 2 x x
= 12 detik.m3/menit

 Laju overflow 2 bak beroperasi =


( )
= = 288.792 m3/m2.hari

 Laju overflow 1 bak beroperasi = 2 (laju overflow 2 bak beroperasi)


173

= 2 x 288.792 m3/m2.hari = 577.584 m3/m2.hari

 HL di zona influen = ( ) =( ) = 0.091 m


√ √

 ∆H = - + headloss di zona influen


( )
= – + 0.091 m = 0.056 m

 Kedalaman air di ujung bak efluen (y1)

( )
y1 = √ = √ + 0.12 = 1.63
m

 Kedalaman bak efluen = y1.f + h = (1.63 m x 0.12+1) + 0.15 m = 1.34 m

 Headloss baffle
( )
H L = CD = 1.9 = 0.0019 m

Anda mungkin juga menyukai