Disusun Oleh:
Kelompok 8
1 Andi Handoko Saputro E34120079
2 Siti Rahmatika F44120011
3 Muhammad Nofal F44120030
4 Gilang Bela Ramadhan F44120035
5 Deni Miranda F44120039
6 Indri Anggraini F44120091
Dosen Pembimbing :
Oleh:
Disetujui
Bogor, Januari 2015
Yanuar Chandra W,
1 S.T, M.Si 50
Namira Dita
2 Rachmawati, S.T, 25
M.Si
Total 100
Mengetahui,
Yanuar Chandra W, S.T, M.Si Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc.
NIP. 19660321 199003 1 012
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga laporan tugas akhir mata kuliah Teknik Sanitasi Lingkungan ini berhasil
diselesaikan pada waktu yang tepat. Laporan tugas akhir ini disusun sebagai salah
satu persyaratan untuk penilaian mata kuliah Teknik Sanitasi Lingkungan di
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
beberapa pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian tugas alkhir ini.
1. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc. selaku
koordinator mata kuliah Teknik Sanitasi Lingkungan atas tambahan ilmu
dan pemahaman selama kuliah berlangsung.
2. Terima kasih kepada Bapak Yanuar Chandra. W, S.T, M.Si. selaku
koordinator dosen praktikum mata kuliah Teknik Sanitasi Lingkungan atas
tambahan ilmu dan pemahaman selama kuliah berlangsung.
3. Terima kasih kepada Ibu Namira Dita R. S.T, M.Si. dan Ibu Joana Febrita,
S.T, M.T. selaku dosen praktikum Teknik Sanitasi Lingkungan atas segala
bimbingan dan arahannya selama penyelesaian laporan tugas akhir ini.
4. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Teknik
Sipil dan Lingkungan angkatan 49 yang telah membantu dan mendukung
sehingga laporan dapat diselesaikan dengan baik.
Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca khususnya mengenai materi sanitasi lingkungan. Kritik
dan saran terhadap laporan ini akan diterima sebagai masukan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT 1
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Sistem Pewadahan Sampah 2
Sistem Pengumpulan Sampah Skala Rukun Warga 3
Identifikasi Kondisi TPS 4
Sistem Pengangkutan Sampah Skala Rukun Warga 5
Analisis Kualitas Sampah 10
Pengomposan 11
METODOLOGI PENELITIAN 12
Sistem Pewadahan Sampah 12
Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah 12
Sistem Pengumpulan Sampah 13
Kondisi Tempat Penampungan Sementara (TPS) 14
Analisis Kuantitatif Sampah 14
Sistem Pengangkutan Sampah 15
Aktivitas Daur Ulang Sampah dan Peran Serta Masyarakat pada
Pengelolaan Sampah 16
Proses Pengomposan pada Pengelolaan Sampah 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Sistem Pewadahan Sampah 17
iii
Tujuan 79
TINJAUAN PUSTAKA 79
Metode Pembuangan 79
Sistem Saluran 80
Bahan Saluran 81
Perlengkapan Saluran 82
METODOLOGI PENELITIAN 83
Perhitungan Debit Limbah Domestik 83
HASIL DAN PEMBAHASAN 87
Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik Menuju Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) 87
KESIMPULAN 90
DAFTAR PUSTAKA 91
BAB IV PERENCANAAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN
AIR LIMBAH 100
PENDAHULUAN 100
Latar Belakang 100
Tujuan 101
TINJAUAN PUSTAKA 101
Komponen Bangunan IPAL 101
Data Perencanaan Pembangunan IPAL 102
Analisis Karakteristik Air Limbah 102
Jenis Pengolahan Air Limbah 102
Metode Pengolahan Air Limbah 104
Kesetimbangan Massa 106
Comminutor 106
Bak Penangkap Pasir (Grit Chamber) 107
Limbah Cair 107
Sludge 107
Teknologi Pengelolaan Sludge 108
v
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi
lingkungan yang baik agar dapat melaksanakan aktivitasnya, sebaliknya kondisi
lingkungan yang baik tergantung pada aktivitas manusia terhadap lingkungan.
Perkotaan sebagai pusat aktivitas telah berkembang dengan pesat dan berperan
sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, pariwisata, transportasi
maupun industri. Bertambahnya jumlah sampah dalam suatu wilayah, menurut
Chairuddin (2003), berkorelasi dengan jumlah populasi manusia dan banyaknya
aktivitas yang dilakukan di dalam suatu komunitas.
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang sampai sekarang masih
menjadi masalah di beberapa kota besar yang ada di Indonesia. Masalah utama
sampah kota umumya terjadi di TPA (tempat pembuangan akhir) terutama
beberapa kota besar yang ada di Indonesia. Secara kimiawi sampah terdiri dari
sampah organik yakni sampah yang mudah diuraikan karena meiliki rantai kimia
yang pendek, dan sampah anorganik yakni sampah yang sulit diuraikan karena
memiliki rantai kimia yang panjang. Sampah organik berupa sayursayuran,
dedaunan dan buah-buahan. Sedangkan sampah anorganik misalnya plastik,
kaleng, pecahan kaca, dan lain-lain.
Setiap harinya kota-kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan
Medan menghasilkan sampah dalam volume yang cukup besar. Hal ini disebabkan
jumlah penduduk yang cukup besar dan termasuk ke dalam kategori kota besar
(Sucipto 2012). Saat ini pengelolaan persampahan menghadapi banyak tekanan
terutama akibat semakin besarnya timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat
baik produsen maupun konsumen. Hal ini menjadi semakin berat dengan masih
dimilikinya paradigma lama pengelolaan yang mengandalkan kegiatan
pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan yang membutuhkan anggaran
yang semakin besar dari waktu ke waktu yang bila tidak tersedia akan
menimbulkan banyak masalah operasional seperti sampah yang tidak terangkut,
fasilitas yang tidak memenuhi syarat, cara pengoperasian fasilitas yang tidak
mengikuti ketentuan teknis. Pada akhirnya berbagai masalah tersebut akan
bermuara pada rendahnya kuantitas dan kualitas pelayanan dan tidak
diindahkannya perlindungan lingkungan dalam pengelolaan yang bila tidak segera
dilakukan perbaikan akan berdampak buruk terhadap kepercayaan dan kerjasama
masyarakat yang sangat diperlukan untuk menunjang pelayanan publik yang
mensejahterakan masyarakat.
Menurut UU RI Nomor 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah adalah kegiatan
yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah. Pengelolahan persampahan di perkotaan merupakan
suatu sistem yang saling berinteraksi membentuk kesatuan dan mempunyai
2
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh pemilik dan
bersifat padat. Sampah diartikan sebagai sesuatu bahan padat yang terjadi karena
berhubungan dengan aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi
dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia
(Kusnoputranto, 1989). Tempat Penampungan Sampah (TPS) merupakan bagian
dari sistem pengumpulan sampah yang berfungsi sebagai sarana penampungan
sampah sementara sehingga sistem pengangkutan mudah untuk mentransfer
sampah ke Tempat Penampungan Akhir (TPA). Peran TPS tidak mutlak harus
ada apabila sistem pengumpulan bersifat door to door. Terdapat beberapa
klasifikasi TPS menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di
Permukiman, yaitu
a) TPS Tipe I
Tempat penampungan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah dengan
fasilitas berupa:
(i) Ruang pemilahan
(ii) Gudang
(iii) Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan Fontaine
(iv) Luas lahan ± 10-50 m2
b) TPS Tipe II
5
Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke
TPA.
Kontainer rumah tinggalong dikembalikan ke tempat semula.
Menuju kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
Kontainer rumah tinggalong dikembalikan ke tempat semula.
Demikian seterusnya sampai rit akhir.
Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke
TPA.
Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer rumah tinggalong menuju lokasi
kedua untuk
menurunkan kontainer rumah tinggalong dan membawa kontainer isi untuk
diangkut ke TPA.
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Pada rit terakhir dengan kontainer rumah tinggalong dari TPA menuju lokasi
kontainer pertama,
kemudian kendaraan tanpa kontainer menuju pool.
Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer rumah tinggalong menuju lokasi
kontainer isi
untuk mengganti atau mengambil dan langsung membawanya ke TPA.
Kendaraan dengan membawa kontainer rumah tinggalong dari TPA menuju
kontainer isi berikutnya.
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan ke dalam truk
kompaktor.
Kendaraan menuju kontainer berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian
menuju TPA.
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Kendaraan dari pool menuju TPS pertama, sampah dimuat ke dalam truk
kompaktor atau truk biasa.
Kendaraan menuju TPS berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian menuju
TPA.
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah dalam skala kota
memiliki persyaratan sebagai berikut :
a) Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak berceceran di
jalan.
b) Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
c) Sebaiknya ada alat pengungkit.
d) Tidak bocor, agar leachate tidak berceceran selama pengangkutan.
e) Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.
f) Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan.
Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan peralatan dapat digunakan secara
efektif.Pada umumnya rute pengumpulan dicoba-coba, karena rute tidak dapat
digunakan pada semua kondisi. Beberapa langkah yang harus diikuti agar rute
yang direncanakan menjadi lebih efisien, yaitu : Penyiapan peta yang
menunujukkan lokasi-lokasi dengan jumlah timbulan sampah
10
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah
padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik
karena telah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah
tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonomis, tidak ada harganya
dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan
terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983).
Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari
aktivitasmanusiadan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tak
dikehendaki atau sia-sia(Tchobanoglous, G. dkk 1993).Sampah pada umumnya
dibagi 2 jenis, yaitu :
1. Sampah organik
Sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik,karena itu tersusun dari
unsur-unsur seperti C, H, O, N, dan lain-lain. Umumnya sampahorganik dapat
terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan,karton, kain,
karet, kulit, sampah halaman.
2. Sampah anorganik
Sampah yang bahan kandungannya non organik, umumnyasampah ini sangat sulit
terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng,alumunium, debu, logam-
logam lain (Hadiwiyoto, 1983).
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah
ataumerubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara
pembakaran,pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaurulangan. (SNI
T-13-1990-F).Adapun teknik pengolahan sampah adalah sebagai berikut :
1. Pembakaran sampah
Pembakaran sampah dapat dilakukan pada suatu tempat, misalnya
lapanganyang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun
demikianpembakaran ini sulit dikendalikan bila terdapat angin kencang, sampah,
11
arangsampah, abu, debu, dan asap akan terbawa ketempat-tempat sekitar lokasi
pembakaran sampah yangakhirnya akan menimbulkan polusi udara serta
gangguan terhadap manusia yang berada disekitar lokasi tersebut. Pembakaran
yang paling baik dilakukanadalah pembakaran yang dilakukan pada suatu instalasi
pembakaran, yaitu dengan menggunakan alat insinerator. Namunpembakaran
menggunakan insinerator memerlukan biaya yang sangat mahal.
2. Pengomposan (Composting)
Pengomposan merupakan suatu cara pengolahan sampah organik dengan
memanfaatkan aktifitasbakteri untuk mengubah sampah menjadi kompos (proses
pematangan).
3. Recycling
Recyclingmerupakan salah satu teknik pengolahan sampah, dimana dilakukan
pemisahanatas benda-benda bernilai ekonomi seperti : kertas, plastik, karet, dan
lain-laindari sampah yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga dapat
digunakankembali baik dalam bentuk yang sama atau berbeda dari bentuk semula.
4. Reuse
Reuse merupakan teknik pengolahan sampah yang hampir sama dengan
recycling,perbedaannya yaitureuse langsung digunakan tanpa ada pengolahan
terlebih dahulu.
5. Reduce
Reducemerupakan suatu usaha untuk mengurangi potensi timbulan sampah,
misalnya tidakmenggunakan bungkus kantong plastik yang berlebihan.
Pengomposan
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan observasi langsung
ke lokasi yang terdiri dari tiga rumah warga dan satu rumah sewa (kost)
mahasiswa. Lokasi rumah warga yang ditentukan sebagai tempat penelitian adalah
di wilayah Perumahan Yasmin, Bogor. Lokasi rumah warga 1 terletak di Jalan
Palem Putri II No.5, lokasi rumah warga 2 terletak di Jalan Cijahe/Taman Yasmin
Sektor 4 No.52, dan lokasi rumah warga 3 terletak di Jalan Bambus Apus IV
No.26. Kemudian, rumah sewa (kost) mahasiswa berlokasi di Kost Nabila Jalan
Lingkar Perwira, Dramaga, Bogor. Observasi dilakukan dengan mengukur tempat
pembuangan sampah dari sumber sampai ke tempat pembuangan sementara/akhir
di masing-masing lokasi tersebut. Objek yang diobservasi, yaitu bentuk wadah,
kapasitas wadah, jumlah wadah, dan intensitas pembuangan. Selanjutnya
dilakukan observasi pola pengangkutan dari sumber ke tempat pembuangan
sampah sementara/akhir. Hasil observasi dari masing-masing lokasi kemudian
dijustifikasi dengan sistem pewadahan yang tercantum di dalam SNI 19-2454-
2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan dan
SNI 3242-2008 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman.
Pengangkutan
Penimbangan kotak Pemilahan sampah
sampah ke tempat
pengukur
pengukuran
diolah dan dibuat ke dalam bentuk tabel dan/atau grafik untuk mempermudah
pembahasan data. Persamaan (1.1) digunakan dalam perhitungan densitas sampah.
Keterangan:
Jp = jumlah alat pengumpul
A = jumlah rumah mewah
B = jumlah rumah sedang
C = jumlah rumah sederhana
D = jumlah jiwa di rumah susun
TS = timbulan sampah (L/orang atau unit/hari)
14
Kuantitas dan kualitas sampah kota sangat tergantung dari jumlah penduduk
dan aktivitas masyarakat pada daerah tersebut. Semakin bervariasi jenis aktivitas,
maka semakin kompleks penanganan sampah untuk diaplikasikan. Pengukuran
jumlah timbulan dan komposisi sampah merupakan analisis kuantitas sampah.
Pengukuran contoh uji sampah bersifat komposit dan dianalisis di laboratorium
menurut parameter fisik dan kimia, yaitu:
a) Kadar air
Nilai kadar air dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar air (%) = 𝑥100 (1.4)
Keterangan:
c = berat cawan kosong + berat sampel sampah setelah dioven (g)
15
Keterangan:
Jp = Jumlah alat pengumpul
Ts = Jumlah timbulan sampah (L/orang)
Waktu ritasi dari sumber TPS atau TPS ke TPA dapat dihitung dengan persamaan:
Keterangan:
THCS = waktu pengambilan per ritasi (jam/rit).
PHCS = waktu pengambilan (jam/rit).
S = waktu bongkar-muat di TPS atau TPA (jam/rit)
H = waktu angkut dari sumber ke TPS atau TPA
P dan S relatif konstan, sedangkan h tergantung kecepatan dan jarak yang dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
16
= + 𝑥 (1.11)
Keterangan:
a dan b merupakan konstanta empiris
a = jam/ritasi
b = jam/jarak
x = jarak pulang pergi (km)
sehingga menjadi:
Jumlah ritasi per kendaraan per hari untuk sistem HCS dapat dihitung dengan:
𝑁 = (1.13)
Keterangan:
Nd = jumlah ritasi/hari (rit/hari).
Vd = jumlah sampah yang dikumpulkan (m3/hari)
Sistem pewadahan sampah di rumah 1 terdiri dari wadah sampah level 1 dan
level 3. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 akan diangkut oleh petugas ke
tempat pembuangan sementara (TPS). Wadah sampah level 1 terdiri dari tiga jenis
wadah, yaitu jenis 1 berjumlah 5 buah (1 buah di setiap kamar) dengan kapasitas
6.87 liter/buah, jenis 2 berjumlah 1 buah di dapur dengan kapasitas 13.57 liter,
dan jenis 3 dengan kapasitas 6 liter berjumlah 3 buah diletakkan pada tiap WC.
Keseluruhan wadah-wadah level 1 tersebut terbuat dari bahan plastik. Intensitas
buangan sampah ke masing-masing wadah level 1 ini dilakukan 1 kali sehari.
Pembuangan sampah tidak dipisahkan antara sampah organik dan anorganik.
Menurut penghuni, wadah-wadah sampah level 1 ini tidak pernah penuh tiap
harinya. Rata-rata setiap wadah hanya terisi 0.2 dari kapasitasnya. Kemudian,
sampah yang terkumpul pada wadah-wadah level 1 ini diangkut secara manual ke
tempat sampah level 3 yang terletak di depan rumah. Wadah sampah level 3 ini
berkapasitas 37.5 liter, berbahan plastik, berbentuk tabung tertutup dan tidak dapat
dipindahkan. Tidak terdapat wadah level 3 lainnya untuk memisahkan sampah
organik dan anorganik (tercampur). Menurut penghuni rumah 1, sampah-sampah
yang diangkut dari level 1 setiap harinya hanya separuh mengisi kapasitas wadah
level 3 tersebut. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 ini akan langsung
diangkut oleh petugas kebersihan ke TPS.
Sistem pewadahan sampah di rumah 2 terdiri dari wadah sampah level 1 dan
level 3. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 akan diangkut oleh petugas ke
tempat pembuangan sementara (TPS). Wadah sampah level 1 terdiri dari dua jenis
wadah, yaitu jenis 1 berjumlah 4 buah (1 buah di setiap ruangan) dengan kapasitas
6.87 liter/buah, dan jenis 2 berjumlah 1 buah dengan kapasitas 6 liter yang
diletakkan di dapur. Keseluruhan wadah-wadah level 1 tersebut terbuat dari bahan
plastik. Intensitas buangan sampah ke masing-masing wadah level 1 ini dilakukan
1 kali sehari. Pembuangan sampah tidak dipisahkan antara sampah organik dan
anorganik. Menurut penghuni, wadah-wadah sampah level 1 ini tidak pernah
penuh tiap harinya. Rata-rata setiap wadah hanya terisi 0.2 dari kapasitasnya.
Kemudian, sampah yang terkumpul pada wadah-wadah level 1 ini diangkut secara
manual ke tempat sampah level 3. Wadah sampah level 3 ini berkapasitas 462.35
liter, terbuat dari beton, berbentuk seperti bak terbuka dan tidak dapat dipindahkan
(permanen). Tidak terdapat wadah level 3 lainnya untuk memisahkan sampah
organik dan anorganik (tercampur). Menurut penghuni rumah 2, sampah-sampah
yang diangkut dari level 1 setiap harinya hanya mengisi 0.2 bagian dari total
kapasitas wadah level 3 tersebut. Sampah yang terkumpul di wadah level 3 ini
akan langsung diangkut oleh petugas kebersihan ke TPS.
a b
Gambar 1.9 Wadah level 1 rumah 2: (a) jenis 1, dan (b) jenis 2
19
a b
Gambar 1.10 Wadah level 3 rumah 2: (a) lubang pengambilan sampah, (b) bak
sampah
Gambar 1.11 Wadah level 1 rumah 3 Gambar 1.12 Wadah level 3 rumah 3
yang digunakan oleh mahasiswa dan penjaga merupakan kantong plastik kresek
yang memiliki beberapa ukuran. Plastik kecil dengan ukuran 7.5 cm x 16 cm x 21
cm dengan volume 2.52 liter dan plastik besar dengan ukuran 9 cm x 32 cm x 30.1
cm dengan volume 8.67 liter. Sampah yang terkumpul di wadah level 2 akan
diangkut oleh penjaga kos ke lahan kosong di sekitar kos untuk dibakar.
Gambar 1.13 Wadah level 1 rumah sewa Gambar 1.14 Wadah level 2 rumah
sewa
Salah satu TPS yang digunakan sebagai tempat pengumpulan sampah dari
rumah 3 berlokasi di Jalan Tentara Pelajar, Bogor dekat SPBU dan rumah makan
Minang Raya. TPS tersebut terbuat dari beton, terletak di pinggir jalan, terbuka,
dan tidak terdapat saluran untuk pembuangan air lindi dari TPS ke selokan.
Berdasarkan SNI 3242-2008, tipe TPS tersebut termasuk ke dalam klasifikasi tipe
I. TPS tipe I merupakan tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat
angkut sampah yang dilengkapi dengan: ruang pemilahan, gudang, tempat
pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container, dan luas lahan ±
10-50 m2. Walaupun luas lahan TPS sudah cukup memenuhi persyaratan, TPS
tersebut tidak dilengkapi dengan ruang pemilahan sampah dan gudang. Ruang
pemilahan digunakan untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya.
0.600
0.400
0.200
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 0.480 0.010 0.560 0.100 0.010 0.200 0.840
Kertas 0.150 0.080 0.080 0.090 0.240 0.060 0.110
Plastik 0.060 0.110 0.220 0.100 0.060 0.140 0.100
Kaleng 0.150 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.020 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.020 0.000 0.000
Rumah 2
1.600
1.400
Massa (kg)
1.200
1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 0.650 0.510 1.160 1.250 0.890 1.470 1.330
Kertas 0.250 0.190 0.220 0.660 0.440 0.400 0.500
Plastik 0.430 0.270 0.500 1.080 0.800 0.200 0.890
Kaleng 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
2.500 Rumah 3
Massa (kg)
2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 1.070 1.080 1.750 2.320 2.060 1.210 1.280
Kertas 0.090 0.100 0.300 0.010 0.270 0.230 0.100
Plastik 0.280 0.070 0.160 0.260 0.345 0.070 0.250
Kaleng 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.260 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.260 0.000 0.000
Sama halnya seperti rumah 1 dan rumah 2, Gambar 1.19 di atas juga
menunjukkan bahwa timbulan dan komposisi sampah dari rumah 3 yang paling
besar adalah jenis sampah organik. Massa bersih sampah organik di rumah 3
mencapai nilai paling besar pada hari ke-4 (6 September 2015) sebesar 2.32 kg.
Dari hari ke-1 sampai ke-7, timbulan dan komposisi sampah organik sangat
mendominasi sampah rumah 3.
24
Rumah
4.000
Massa (kg) 3.500
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 2.200 1.600 3.470 3.670 2.960 2.880 3.450
Kertas 0.490 0.370 0.600 0.760 0.950 0.690 0.710
Plastik 0.770 0.450 0.880 1.440 1.205 0.410 1.240
Kaleng 0.150 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.280 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.280 0.000 0.000
Gambar 1.20 Massa bersih sampah (kg) total dari rumah 1, 2, dan 3
0.600 Rumah
Densitas (kg/m3)
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 0.249 0.213 0.236 0.479 0.186 0.250 0.148
Kertas 0.106 0.073 0.071 0.234 0.114 0.111 0.079
Plastik 0.081 0.064 0.001 0.083 0.078 0.048 0.069
Kaleng 0.058 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.000 0.008 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.131 0.000 0.000
Gambar 1.20 dan Gambar 1.21 di atas menunjukkan data massa bersih dan
densitas sampah total dari ketiga rumah tersebut. Baik dari nilai massa bersih
sampah maupun densitasnya, sampah organik merupakan jenis sampah terbanyak
yang dihasilkan dari ketiga rumah tersebut. Total massa bersih sampah organik
tertinggi terjadi pada hari ke-4 pengukuran (6 September 2015) sebesar 3.670 kg.
25
Dan total densitas sampah organik tertinggi juga terjadi pada hari pengukuran
yang sama sebesar 0.479 kg/m3.
Gambar 1.22 Massa bersih sampah (kg) dari rumah sewa (kost)
0.700
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
3-Sep- 4-Sep- 5-Sep- 6-Sep- 7-Sep- 8-Sep- 9-Sep-
15 15 15 15 15 15 15
Organik 0.321 0.309 0.069 0.125 0.420 0.276 0.039
Kertas 0.049 0.080 0.097 0.049 0.120 0.056 0.074
Plastik 0.097 0.114 0.004 0.099 0.122 0.067 0.089
Kaleng 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Kain 0.000 0.000 0.000 0.125 0.729 0.000 0.000
Kayu 0.000 0.000 0.000 0.000 0.156 0.000 0.000
Kaca 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.586
Hal yang berbeda terjadi pada rumah sewa (kos) mahasiswa. Gambar 1.22 dan
1.23 di atas menunjukkan data massa bersih dan densitas sampah total dari rumah
sewa (kos) mahasiswa. Massa bersih sampah organik dan sampah plastik saling
bergantian menjadi penyumbang sampah terbesar. Massa bersih sampah organik
26
tertinggi terjadi pada hari pengukuran ke-6 sebesar 1.82 kg. Sedangkan massa
bersih sampah plastik tertinggi terjadi pada hari pengukuran ke-5 sebesar 1.96 kg.
Namun, jika ditinjau dari nilai densitas sampah, maka sampah organik menjadi
jenis sampah yang paling dominan pada hari pengukuran ke-1, ke-2, ke-4, dan ke-
6. Densitas sampah organik tertinggi terjadi pada hari pengukuran ke-5 (7
September 2015) sebesar 0.42 kg/m3. Sampah kain menjadi sampah dengan
densitas sampah tertinggi, yaitu sebesar 0.729 kg/m3 pada hari pengukuran ke-5.
Dan pada hari ke-7 pengukuran sampah kaca menjadi sampah dengan densitas
sampah tertinggi, yaitu sebesar 0.586 kg/m3. Hal ini berkaitan dengan aktivitas
penghuni rumah sewa (kos) tersebut. Sehingga sampah yang dihasilkan lebih
beragam dibandingkan dengan sampah rumah tangga umumnya.
Penanganan sampah yang tepat harus memperhatikan komposisi sampah yang
dihasilkan. Berikut di bawah ini adalah diagram persentase komposisi sampah
rumah dan rumah sewa (kos).
Gambar 1.24 di bawah ini menunjukkan bahwa sampah organik merupakan
sampah dengan komposisi terbesar dari sampah rumah (rumah 1, 2, dan 3), yaitu
sebesar 63.41%. Sampah plastik dan sampah kertas menjadi komposisi sampah
besar berikutnya, masing-masing sebesar 20.04% dan 14.32%. Hal ini
menunjukkan bahwa sampah organik, yang sebagian besar merupakan sampah
sayur-sayuran, buah-buahan, sampah dedaunan taman, dan sampah hasil aktivitas
dapur lainnya, menjadi perhatian terbesar dalam penanganan dan pengelolaan
sampah rumah tangga. Pengurangan volume sampah organik tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah pengomposan.
Pengomposan dapat dilakukan pada skala rumah tangga maupun di TPS
Rumah
Kertas,
14.32%
Organik,
63.41% Plastik,
20.04%
Kaleng,
0.47%
Kain, 0.88%
Kaca, 0.88% Kayu, 0.00%
Gambar 1.24 Diagram persentase komposisi sampah rumah
Hal yang berbeda ditunjukkan Gambar 1.25 di bawah ini. Sampah plastik
merupakan sampah dengan komposisi terbesar dari sampah rumah sewa (kos),
yaitu sebesar 41.31%. Sampah organik dan sampah kertas menjadi komposisi
sampah besar berikutnya, masing-masing sebesar 28.34% dan 21.90%. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas dan kebiasaan penghuni rumah sewa (kos) tersebut,
yang merupakan mahasiswa IPB. Aktivitas dan kebiasaan mahasiswa yang sering
membeli makanan dan minuman kemasan menjadi faktor utama penyumbang
dominannya sampah plastik di rumah sewa (kos) tersebut. Makanan dan minuman
kemasan yang dibeli dibawa dengan wadah kantong plastik yang memang
diberikan oleh minimarket-minimarket ataupun warung-warung. Sehingga,
27
Organik,
Kertas, 28.34%
21.90%
tersebut, ritasi kegiatan pengumpulan sampah hanya dilakukan satu kali. Dalam
kegiatan pengumpulan dan pengangkutan, pekerja dilengkapi dengan alat bantu
berupa gacok yang menyerupai garpu, garuk/pacul, sapu lidi dan bak plastik
seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Berdasarkan pengamatan dan hasil dari wawancara yang telah dilakukan, dapat
diketahui berbagai macam kendala yang pada umumnya dihadapi oleh para
petugas kebersihan yang beroperasi di kawasan TPS. Beberapa diantaranya adalah
kerusakan yang pada umumnya terjadi pada bak truk pengangkut sehingga
menghambat pekerjaan serta adanya warga dari luar kawasan TPS yang ikut
membuang sampah di kawasan tersebut sehingga jumlah sampah tidak menentu.
Gambar 1.30 Rute pengambilan sampah dari daerah pengamatan menuju ke TPS
terkait belum sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan dalam SNI 3242-
2008. Agar sesuai dengan kriteria ramah lingkungan yang telah ditetapkan
tersebut, TPS harus dilengkapi dengan penutup, ruang pemilahan, gudang, tempat
pemindahan sampah beserta landasan container dan kegiatan pengomposan
sampah organik.
Keterangan:
a = berat cawan
b = berat cawan + bahan uji yang dimasukkan ke dalam oven
c = berat cawan setelah dimasukkan ke dalam oven
Data pengukuran kadar air yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 menunjukkan nilai
rata-rata sebesar 36.145%. Kadar air atau kelembapan dibawah 49%
menyebabkan kecepatan proses berkurang. Berdasarkan nilai tersebut dapat
dinyatakkan bahwa kecepatan proses dekomposisi oleh mikroorganisme pada
contoh uji belum optimal. Kadar air atau kelembaban berguna untuk memperlunak
material sehingga kerja mikroorganisme menjadi lebih mudah. Kelembaban
terbaik untuk mikroorganisme dalam prosesnya mengurai sampah berkisar 50-
31
60% dengan nilai optimal sebesar 55% hingga hari ke-28 dan 40-50% hingga hari
ke-42. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar volatil dan kadar abu yang dapat
dilihat pada Tabel 1.3.
Keterangan:
a = berat cawan
b = berat cawan + bahan uji yang dimasukkan ke dalam furnace
c = berat cawan setelah dimasukkan ke dalam furnace
Tabel 1.3 menunjukkan hasil pengukuran kadar volatil pada dua bahan uji
dengan rata-rata sebesar 55.881% untuk kadar volatil kering. Kadar volatil kering
merupakan hasil perhitungan kadar volatil dikurangi dengan kadar air. Jumlah
kadar volatil sampah berbanding terbalik dengan kadar abu. Semakin tinggi kadar
abu, maka kemampuan sampah untuk dibakar semakin rendah yang ditunjukkan
dengan nilai kadar volatil yang rendah. Contoh perhitungan untuk menghitung
kadar air, kadar abu dan kadar volatil dapat dilihat dibawah ini:
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, nilai kadar TKN yang diperoleh
masing-masing sebesar 0.998% dan 1.0185 % dengan rata-rata sebesar 1.008%.
Dua data yang diperoleh merupakan pengujian bahan uji dengan metode duplo.
Setelah nilai kadar karbon organik dan kadar TKN didapat maka rasio C/N dapat
dihitung sehingga menghasilkan nilai sebesar 40.58%. Kadar karbon organik
terdekomposisi sangat besar dibandingkan dengan kadar TKN dengan
perbandingan C/N diatas 40:1, artinya aktivitas biologis akan berkurang ketika N
habis sehingga sebagian organisme mati. Penyimpanan N pada organisme yang
mati digunakan oleh organisme lain untuk membentuk sel baru dan pembakaran C
di dalam proses menjadi lebih banyak. Pada proses, sejumlah C diubah ke tingkat
lebih sempurna, sedangkan N diresirkulasi sehingga waktu proses menjadi lebih
panjang.
Perbandingan karbon dan nitrogen (C/N) menunjukkan perbandingan relatif
kedua unsur tersebut untuk mendapatkan efektivitas sampah berdasarkan proses
degradasi biogas dari senyawa organik sehingga umur dan kemungkinan
kematangan kompos dapat diperlihatkan. Sebagian besar karbon digunakan
sebagai sumber energi bagi organisme untuk dibakar dan dikeluarkan sebagai
CO2, sedangkan sebagian lainnya digunakan sebagai salah satu unsur dalam
pembentukan sel protoplasma. Dengan demikian, kebutuhan unsur karbon lebih
banyak dari kebutuhan nitrogen. Umumnya 2/3 karbon dikeluarkan sebagai CO2,
sementara sisanya akan tercampur dengan nitrogen dalam sel-sel mahluk hidup
sehingga selama proses dekomposisi terjadi penurunan perbandingan.
Mikroba mengambil energi untuk kegiatannya dari kalori yang dihasilkan
dalam reaksi biokimia perubahan bahan limbah hayati terutama bahan zat
karbohidrat, terus menerus sehingga kandungan zar kabon sampah organik turun
makin rendah, karena ujung reaksi pernapasannya mengeluarkan gas CO2 dan
H2O yang menguap. Sedangkan zat nitrogennya menjadi protein dan membentuk
sel-sel baru, tidak keluar sehingga relatif tetap. Oleh karena itu perbandingan
komposisi zat karbon dibandingkan zat nitrogen dalam sampah yang semula
tinggi, berangsur turun menuju stabilitas menjadi mineral. Pada saat rasio C/N
mencapai angka 15-25 barulah berstatus kompos setengah matang, dan jika
mencapai 10-15 sudah berstatus kompos matang (Subali 2010). Percepatan
33
Distribusi Sampah
Jp =
Jp = 0.80833
= 8.434 jam/rit
Untuk nilai Tscs dari sumber ke TPS waktu yang digunakan petugas untuk
mengambil sampah di setiap rumah warga ialah selama dua jam, untuk
pembongkaran muatan dilakukan selama 2 menit, perjalan yang ditempuh dari
sumber ke TPS ialah selama 4 menit. Sehingga didapatkan nilai Tscs sebesar
2.233 jam/rit, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan para petugas
di TPS waktu Tscs ialah kurang lebih selama 2 jam, sehingga nilai Tscs telah
sesuai dengan hasil wawancara dengan para petugas yang bekerja di TPS tersebut,
sedangkan untuk waktu Tscs dari TPS ke TPA waktu yang dibutuhkan untuk
pengambilan dari TPS Tanah Sareal menuju ke TPA Galuga ialah sekitar 8.434 ~
8.5 jam/rit. Karena jumlah ritasi per kendaraan per hari untuk sistem pengumpulan
telah sesuai / efektif (1 ritasi) sehingga perhitungan Nd (jumlah ritasi per hari)
tidak dilakukan.
Untuk pengangkutan sampah menuju ke TPA galuga digunakan kendaraan truk
dengan jenis kendaraan toyota dyna dengan kapasitas sebesar 5 m3. Kapasitas
dapat bertambah menjadi 9 m3 apabila terdapat timbulan sampah. Pada sistem
pemuatan prosesnya yang dilakukan masih dengan secara manual belum terdapat
alat pemadat. Proses pemuatan sampah ke dalam truk dilakukan dengan
pengumpulan langsung dengan menggunakan bak plastik kecil.
Pengangkutan dimaksudkan sebagai kegiatan operasi yang dimulai dari titik
pengumpulan terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampai ke TPA atau TPST
pada pengumpulan dengan pola individual langsung atau dari tempat pemindahan
(Transfer Depo, transfer station), penampungan sementara (TPS, LPS, TPS 3R)
atau tempat penampungan komunal sampai ke tempat pengolahan/pembuangan
akhir (TPA/TPST). Sehubungan dengan hal tersebut, metoda pengangkutan serta
peralatan yang akan dipakai tergantung dari pola pengumpulan yang
dipergunakan. Pengumpulan dari rumah ke rumah di kecamatan Tanah Sareal
dilakukan oleh 5 orang petugas, satu orang bertugas sebagai sopir dan empat
orang lainya bertugas untuk mengangkut sampah ke truk. Alat-alat yang biasanya
digunakan para petugas untuk mengumpulkan sampah ialah gacok (seperti garpu)
sebanyak 2 buah, garuk/pacul sebanyak 1 buah, sapu lidi sebanyak 1 buah, dan
bak plastik sebanyak 4 buah.
Pola pengangkutan dari TPS ke TPA kecamatan Tanah Sareal Mobil ialah
pertama truk dari pool menuju ke TPS untuk melakukan pengangkutan sampah,
setelah mobil penuh mobil menuju ke TPA Galuga lalu kembali lagi ke TPS
semula dengan membawa mobil (bak) yang kosong untuk diisi kembali (hari
berikutnya). Dalam sehari mobil hanya melakukan satu kali ritasi TPS-TPA. Bila
dilihat dari pola tersebut maka dapat diketahui bahwa pola pengangkutan untuk
wilayah kecamatan Tanah Sareal ini termasuk pola pengangkutan sampah dengan
sistem pengumpulan individual langsung (door to door):
1. Truk pengangkut sampah berangkat dari pool menuju ke titik sumber
sampah pertama untuk mengambil sampah
2. Selanjutnya truk tersebut mengambil sampah pada titik-titik sumber
sampah berikutnyaa sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya
3. Sampah diangkut ke lokasi pengolahan atau ke TPA.
35
TPS/sumb Rumah
Dump truck TPA
er warga
Timbulan
sampah
Gambar 1.2 Pola untuk hari rabu dan minggu
Akan tetapi untuk pola di kecamatan Tanah Sareal pada Gambar 1.33 hanya
dilakukan satu minggu 2 kali, yaitu hari rabu dan minggu. satu kecamatan Tanah
Sareal memiliki 20 truk (kendaraan) sehingga masing-masing TPS/kontainer telah
mempunyai kendaraan masing-masing untuk membawa sampah TPS tersebut ke
Galuga.
30%
tidak
70% ya
Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga, dan mengandung bahan dan
atau bekas kemasan suatu jenis bahan berbahaya dan beracun disebut sampah
bahan berbahaya dan beracun rumah tangga (B3 RT). Menurut PP Nomor 18
Tahun 1999 dan PP Nomor 85 Tahun 1999 jenis sampah tersebut walaupun dalam
kuantitas atau konsentrasi yang sangat kecil akan tetapi mengandung bahan yang
berbahaya dan beracun yang bisa mngebabkan dampak negatif bagi kesehatan,
sehingga perlu dilakukan penangan khusus. Salah satu limbah B3 ynag terdapat di
rumah tangga ialah baterai bekas, sehingga dalam wawancara ini dikhususkan
melakukan pengamatan terhadap perilaku warga dalam pemisahn limbah B3
rumah tangga khusunya baterai bekas. Setelah dilakukan observasi, dari 30 kepala
keluarga di Kelurahan Kedungwaringin, sebanyak 53% telah melakukan
pemisahan terhadap baterai bekas dan sebanyak 47% belum melakukan
pemisahan ataupun penanganan khusus. Hal ini menunjukan masih kurangnya
kesadaran masyarakat tentang bahaya limbah B3 dan keutamaan untuk melakukan
pemisahan hingga pengolahan terhadap limbah B3 tersebut.
47%
53% tidak
ya
17%
tidak
83% ya
10%
tidak
90% ya
sekitar 6 kg. Berdasarkan hasil wawancara tersebut diperoleh pula beberapa daftar
harga jual beberapa jenis sampah, dapat dilihat pada Tabel 1.6 di bawah ini.
Adapun limbah organik yang dihasilkan rumah tersebut dalam satu hari berkisar
70-75% yang merupakan persentase typical limbah masyarakat Indonesia.
a B c D
Gambar 1.38 Kotak sampah (a) anorganik 1, (b) anorganik 2, (c) organik, dan (d)
limbah B3
a b
Gambar 1.39 (a) Bak pengomposan skala rumah tangga dan (b) ruang pembakaran
a b c
Gambar 1.42 (a) penyaring kompos (b) kompos yang sudah dikemas dan (c)
kualitas kompos
Selanjutnya kompos yang benar-benar halus dan lolos saringan akan dikemas
dalam plastik menjadi pupuk kompos siap pakai yang dapat dilihat pada Gambar
42b. Kompos tersebut dipasarkan dengan harga Rp. 1000/kg pupuk kompos.
Kompos yang dihasilkan juga telah diteliti kualitasnya, gambar 1.42c tersebut
merupakan hasil publikasi dari kualitas kompos yang diproduksi.
KESIMPULAN
36.145% untuk kadar air, 55.881% untuk kadar volatil, 7.975% untuk nilai
abu-nya, dan nilai perbandingan C/N nya sebesar 40.58%.
3. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah masih sangat kurang. Dari
30 warga yang diwawancara hanya sebanyak 33% warga yang melakukan
pemisahan sampah sedangkan 67% nya lagi tidak melakukan pemisahan.
Sebanyak 53% telah melakukan pemisahan terhadap baterai bekas dan
sebanyak 47% belum melakukan pemisahan ataupun penanganan khusus.
Untuk kegiatan mendaur ulang hanya 10% warga saja yang melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Nama :
Alamat :
1. Volume Sampah
a) Berapa jumlah orang yang tinggal di rumah?
b) Berapa kira-kira volume sampah di rumah?
c) Apakah sampah dapur/sampah organik menjadi sampah terbanyak di
rumah anda?
d) Berapa kresek/tong, sampah yang anda hasilkan dirumah anda dalam 1
hari?
2. Pemisahan Sampah
a) Apakah Anda memisah-misahkan sampah Anda?
b) Apakah Anda membuang sampah Anda di keranjang yang terpisah untuk
sampah organik dan sampah anorganik?
c) Apakah Anda membuang batu baterai ke tempat sampah?
3. Pewadahan Sampah
a) Berapa jumlah wadah sampah di tempat tinggal Anda?
b) Berapa kira-kira volumenya?
c) Terbuat dari apa wadah sampahnya?
5. Lain-Lain
a) Apakah Anda mengupayakan daur ulang pada sampah yang ada?
45
Lampiran 1.4 Rute perjalanan truk pengangkut dari sumber (perumahan) ke TPS
48
volume sampah pemisahan sampah Pewadahan sampah Pengangkutan dan penanganan sampah Lain-lain
jumlah volume jumlah 1 pemilahan jumlah volume membakar mengubur
No Nama keluarga sampah batu baterai daur ulang pembuangan
penghuni sampah hari sampah wadah wadah bahan wadah sampah sampah
terbanyak ilegal
(orang) (kresek) (ya/tidak) (ya/tidak) (buah) (±liter) (1 minggu) (1 minggu) (ya/tidak)
Ir. Dany
1 3 Organik 1 tidak Ya 2 11,63 plastik tidak tidak tidak tidak
Yukasano
2 Iis Isnawati 5 Organik 2 tidak Ya 2 11,63 plastik tidak tidak tidak tidak
3 Ir. Nasrul Alam 3 Organik 2 tidak ya 2 11,63 dan beton tidak tidak tidak tidak
Ir. Rudie S.
4 4 Organik 2 tidak ya 2 56,52 dan beton tidak tidak tidak tidak
Nitimihardja
5 Kiki 3 0.0036 Organik 1 tidak ya 2 30,52 plastik - - tidak tidak
6 Linda M. 4 0.036 Organik 1 ya tidak 1 11,63 kayu - - tidak tidak
7 Ati 4 0.036 Organik 1 tidak tidak 1 11,63 plastik - - tidak tidak
8 Imas 4 0.15 Organik 1 ya tidak 1 11,63 plastik - - tidak tidak
9 Nenah 4 0.036 non organik 1 tidak ya 1 11,63 plastik 7 - tidak tidak
10 Dayrisma A. 3 0.018 non organik 1 tidak tidak 2 11,63 plastik - - ya tidak
11 Martinah 2 0.036 non organik 1 tidak tidak 1 11,63 plastik - - tidak tidak
12 Marianti 5 0.036 organik 1 tidak ya 1 11,63 plastik 7 - tidak tidak
13 M. Jaelani 4 0.045 non organik 1 tidak tidak 1 11,63 plastik 7 - ya tidak
14 Nyai Imas 3 0.036 organik 5 ya ya 1 11,63 plastik 2 2 tidak tidak
15 Desi 4 0.3 organik 2 tidak ya 2 11,63 plastik - - tidak tidak
16 M. Ali Ridho 5 0.036 organik 1 ya tidak 2 11,63 dan beton 1 - tidak tidak
17 Syafuah Noor 4 0.072 organik 2 tidak tidak 1 11,63 plastik - - Tidak tidak
18 Sadiah 5 0.072 non organik 2 ya ya 2 11,63 plastik - - Tidak tidak
19 Permana Y. 4 0.036 organik 1 tidak tidak 1 11,63 1) dan tong - - Tidak tidak
20 Retia Revany 5 0.05 organik 1 ya tidak 2 11,63 plastik - - Tidak tidak
21 Siti Masitoh 4 0.036 organik 1 tidak tidak 1 11,63 1) dan tong - - Tidak tidak
22 M. Kusmayadi 4 0.036 organik 1 ya tidak 2 11,63 plastik 3 3 Tidak tidak
23 Abdul Hakim 3 0.036 non organik 1 tidak tidak 2 227,58 dan karung - - tidak tidak
24 Endang 2 0.18 organik 2 tidak ya 2 11,63 plastik - - tidak tidak
25 Habsah 3 0.018 non organik 1 tidak ya 1 11,63 1) dan tong 2 - tidak tidak
26 Wanih 13 0.3 organik 2 ya tidak 2 11,63 plastik 3 3 ya tidak
27 Tatang Sobandi 5 0.072 organik 1 ya tidak 3 227,58 plastik dan beton - - tidak tidak
28 Huntoyo 4 0.036 organik 2 ya ya 1 227,58 plastik 1 1 tidak tidak
29 Halimah 1 0.036 organik 1 tidak tidak 1 227,58 plastik - - tidak tidak
30 Januar Usdek 3 0.036 organik 3 tidak ya 2 300 plastik - - tidak tidak
49
BAB II
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
3. Sumber area, dihasilkan dari suatu wilayah atau area dengan cakupan yang
cukup luas, seperti kawasan pabrik dan area kebakaran hutan.
1. Sumber urban dan industri, yang terdiri dari pembangkit tenaga listrik,
transportasi, industri, proses pembakaran, pembuangan limbah, dan
aktivitas konstruksi.
2. Sumber rural dan pertanian, yang terdiri dari debu yang berterbangan,
membuka lahan dengan cara membakar hutan dan lahan (slash burning),
emisi tanah, penggunaan pestisida dan bahan kimia, serta proses
pembusukan limbah.
3. Sumber alami, yang berupa erosi angin yang membawa partikel tanah,
kebakaran hutan alami akibat sambaran petir, letusan gunung berapi, emisi
biogenik, percikan air laut dan evaporasi yang mengangkat partikel garam
ke udara, proses mikroba tanah, pembusukan alami bahan-bahan organik,
serta petir yang menghasilkan NO dan selanjutnya dapat bereaksi secara
fotokimia menjadi O3.
Pengendalian Partikulat
Konsentrasi partikel inlet bag filter adalah antara 100 μg/ m3 – 1 kg/m3 (Bethea,
1978). Debu secara periodik disisihkan dari kantong dengan goncangan atau
menggunakan aliran udara terbalik, sehingga dapat dikatakan bahwa bag filter
adalah alat yang menerima gas yang mengandung debu, menyaringnya,
mengumpulkan debunya, dan mengeluarkan gas yang bersih ke atmosfer (Nevers
de 2000).
Kelebihan Baghouse yaitu Memiliki pressure drop yang rendah. Terdapat
beberapa ruang filter dalam satu alat sehingga ketika satu ruang dalam proses
pembersihan, lainnya berjalan normal. Ideal untuk aplikasi pada industri makanan
karena menggunakan kecepatan bertahap dari proses pembersihan. Dapat
beroperasi dengan berbagai tipe kandungan debu tanpa harus mengubah kecepatan
udara bertekanan tinggi. Dapat beradaptasi dengan berbagai kandungan debu.
Memendekkan filter untuk udara dengan kandungan debu banyak dan
memanjangkan filter untuk udara dengan kandungan debu sedikit (Nevers de
2000).
Kekurangan Baghouse yaitu biaya perawatan yang tinggi karena alat ini
mempunyai banyak internal moving parts. Alat ini juga berukuran besar karena
mempunyai air to cloth ratio rendah. Pemakaian terbatas dan biaya yang
dibutuhkan besar untuk kipas dengan tekanan dan rate udara tinggi. Tidak
didesain untuk temperatur tinggi atau tahan korosi. Membutuhkan jumlah filter
bag yang cukup banyak dan tidak dapat digunakan untuk partikulat yang memiliki
tingkat kelembaban / humidity yang tinggi (Nevers de 2000).
METODOLOGI PENELITIAN
Model Barth
Pada model Barth, nilai efisiensi diprediksikan sebagai fungsi dari hubungan
antara kecepatan akhir partikel dengan diameter tertentu. Probabilitas
terkumpulnya dan tidak terkumpulnya partikel memiliki efisiensi yang sama yaitu
sebesar 50%. Untuk partikel dengan diameter Di, efisiensi yang dihasilkan dapat
dihitung dengan persamaan berikut.
56
ηi = (2.1)
( )
Keterangan :
ηi = efisiensi partikel dari diameter Di
vts = kecepatan akhir partikel (m/detik)
m
vts = kecepatan akhir partikel dengan efisiensi 50% pada model Barth
(m/detik)
Nilai vts/vtsm berhubungan dengan kecepatan radial rata-rata gas di sumbu pusat
cyclone pada saat kecepatan tangensial maksimum atau vt Max. Dengan
mengabaikan asumsi Hukum Stokes dan densitas gas, perbandingan tersebut dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut.
(2.2)
Keterangan :
hm = ketinggian sumbu pusat (Central axis) pada model Barth (m)
Pp = ketinggian densitas partikel (kg/m3)
Vtmax = kecepatan maksimum tangensial gas (m/detik)
Di = diameter partikel (m)
μ = viskositas gas (kg/m detikk)
Q = laju alir volumetrik gas (m3/detik atau l/menit)
Keterangan :
V0 = kecepatan gas pada outletcyclone (m/detikk)
λ = koefisien friksi = 0.02
Model Leith-Licht
( ) ................................................................................... (2.8)
[ ( )] ( ) .................................................... (2.9)
Menghitung
{ [ ⁄ ( )] }..................................(2.13)
Menghitung
( )
.............................................................................................(2.14)
Menghitung efisiensi
{ [ ] }.................................................. (2.15)
i = waktu relaksasi (detik)
n = vortex exponent
G = parameter geometrik pada Model Leith-Licht
Model Iozia-Leith
( ) ( ) ( ) …………………………..(2.17)
Menghitung
( ) ( ) ............................................................(2.18)
Menghitung
Untuk dc> B; [ ⁄
][ ]..............................(2.19)
Untuk dc< B; ................................................................(2.20)
Menghitung
( ) .......................................................................... (2.21)
Menghitung efisiensi
[ ]
.................................................................................. (2.22)
Selain Cyclone, alat lain yang dapat didesain sebagai unit pengendalian emisi
partikulat yaitu gravity settling chamber yang pada umumnya memisahkan
partikulat dari aliran udara. Unit ini difungsikan untuk diameter partikel dan
densitas partikel tertentu. Dari data-data tersebut dilakukan perancangan gravity
settling chamber yang meliputi panjang (L) dan lebar (B) dengan asumsi tinggi
(H) tertentu. Pada umumnya, penentuan kecepatan pengendapan partikel untuk
diameter tertentu memerlukan kalkulasi melalui trial-and-error karena Bilangan
Reynold tidak diketahui sehingga persamaan drag force tidak dapat dipilih dengan
tepat. Iterasi perhitungan tersebut dapat dihindari melalui penyusunan kembali
persamaan-persamaan perhitungan drag force dan persamaan konstanta tidak
berdimensi (K) diperoleh untuk penentuan jenis aliran. Perhitungan dimensi
gravity settling chamber diawali dengan penentuan rezim aliran. Penentuan
konstanta ini dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut.
[ ] ……………………………………………………..(2.23)
Keterangan :
K : konstanta tidak berdimensi
dp : diameter partikel (ft)
g : percepatan gravitasi (ft/s2)
: densitas partikel (lb/ft3)
ρ : densitas aliran udara (lb/ft3)
μ : viskositas aliran gas (lb/ft.s)
Keterangan :
Vt : kecepatan akhir partikel (ft/s)
g : percepatan gravitasi (ft/s2)
dp : diameter partikel (ft)
: densitas partikel (lb/ft3)
μ : viskositas aliran gas (lb/ft.s)
……………………………………………………………….(2.26)
Keterangan :
Vt : kecepatan akhir partikel (ft/s)
q : laju aliran partikel (ft3/s)
B : lebar unit(ft)
L : panjang unit (ft)
…………………………………………………………….(2.27)
Keterangan :
E : efisiensi unit
Vt : kecepatan akhir partikel (ft/s)
q : laju aliran partikel (ft3/s)
60
B : lebar unit(ft)
L : panjang unit (ft)
Fabric Filter merupakan unit ketiga yang dapat dirancang guna mengendalikan
emisi partikulat di udara. Alat ini memisahkan partikel kering dari emisi udara
dengan bahan filter berupa nilon atau wol guna menyisihkan debu dan emisi di
udara. Untuk penggunaan awal, efisiensi pengumpulan debu akan rendah karena
debu menembus filter secara langsung. Partikel debu terkumpul dan mengisi
ruang-ruang kosong tersebut dengan cepat melalui mekanisme impaksi, intersepsi
dan difusi sehingga lapisan debu terbentuk. Dengan terbentuknya lapisan debu
tersebut, efisiensi filtrasi kemudian akan semakin meningkat. Namun, terjadi
peningkatan resistansi terhadap aliran gas akibat adanya gesekan antara aliran gas
dan lapisan debu yang juga mengakibatkan tekanan (pressure drop) akan
menurun. Pressure drop dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Keterangan:
ΔP = Total pressure drop
ΔPf = Pressure drop akibat kain filter
ΔPp = Pressure drop akibatlapisan debu
ΔPs = Pressure drop akibat struktur dari fabric filter
Nilai pressure drop dapat diabaikan karena struktur fabric filter yang pada
umumnya rendah. Namun berdasarkan rumus Darcy untuk aliran fluida yang
melalui media berpori, penentuan pressure drop dihitung secara tersendiri dengan
persamaan berikut.
ΔPf = ……………………………………………………………..(2.29)
ΔPp = …………………………………………………………….(2.30)
Keterangan:
ΔPf, ΔPp = Pressure drop filter dan pressure drop lapisan debu (N/m2)
Df, Dp = Kedalaman filter dan kedalaman lapisan debu (m)
µ = Viskositas gas (kg/m detik)
v = Kecepatan penyaringan (m/menit)
Kf, Kp = Permeabilitas filter dan permeabilitas lapisan debu (m2)
60 = Faktor konversi (detik/menit)
Kecepatan penyaringan atau dikenal juga sebagai air-to-cloth dihitung dengan
persamaan sebagai berikut.
V = …………………………………………………………………...(2.31)
61
Dp = ……………………………………………………………….(2.32)
Keterangan:
L = Dust loading (kg/m3)
t = Waktu operasi (menit)
ρL = Densitas lapisan debu (kg/m3)
ΔP =( ) ( ) ……………………………...…..(2.33)
Selanjutnya, hasil persamaan tersebut dibagi dengan v sehingga filter drag (S)
dan area densitas debu (W) ditentukan melalui beberapa persamaan berikut.
S= ……………………………………………………………....….(2.34)
W = L v t ……………………………………………………………....(2.35)
Setelah diperoleh nilai area densitas debu, nilai Ke dan Ks ditentukan secara
empiris dari konstanta Persamaan linier dari grafik hubungan antara filter drag
terhadap areal densitas debu. Tipikal grafik filter drag terhadap areal densitas
debu ditunjukkan seperti pada gambar berikut.
S = Ke + Ks W ………………………………………………………….(2.36)
Keterangan:
Ks= Ekstrapolasi clean cloth filter drag (N menit/m3)
Ke = Kemiringan konstan untuk keterlibatan particular dust, gas, dan fabric
Setelah nilai pressure drop dalam fabric filter diperoleh, net cloth area, jumlah
kompartemen dan jumlah kantung ditentukan. Pertama-tama kecepatan
penyaringan (V) maksimum untuk berbagai jenis debu ditentukan dengan acuan
berdasarkan Tabel 2.2.
62
Tabel 2.2 Kecepatan penyaringan (V) maksimum untuk berbagai jenis debu
untuk metode shaker atau reverse-air fabric filter
Kecepatan Penyaringan Maksimum cfm/ft2
Tipe Debu
atau ft/menit
Activated charcoal, carbon black, detergents,
1.5
metal flumes
Aluminum axide, carbon, fertilizer, graphite,
2.0
iron ore, lime, paint pigments, fly ash, dyes
Aluminum, clay, coke, charcoal, cocoa, lead,
2.25
axide, mica, soap, sugar, talc
Bauxite, ceramics, chrome ore, feldspar, flour,
2.50
flint, glass, gypsum, plastics, cement
Asbestos, limestone, quartz, silica 2.75
Cork, feeds and grain, marble, oyster shell,
3.0 – 3.25
salt
Leather, paper, tobacco, wood 3.50
Setelah kecepatan penyaringan ditentukan, jenis bahan dipilih berdasarkan
resistensi terhadap temperatur. Pemilihan bahan tersebut mengacu kepada Tabel
2.3.
Tabel 2.3 Jenis bahan filter dan resistansi terhadap temperatur dan kandungan
kimia
Rekomendasi Chemical Resistance
Fabric Temperatur Maksimum
Acid Base
(ºF)
Dynel 160 Baik Baik
Cotton 180 Buruk Baik
Wool 200 Baik Buruk
Nylon 200 Buruk Baik
Folypropylene 200 Sangat baik Sangat baik
Orlon 260 Baik Cukup
Dacrxon 275 Baik Cukup
Nomex 400 Cukup Baik
Teflon 400 Sangat baik Sangat baik
Glass 550 Baik Baik
63
Adapun luas area filter untuk sebuah kantung dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan berikut.
Luas area filter untuk satu kantung (ft2/bag) = π D L………………….(2.37)
Keterangan:
π = 3.14
D = Diameter kantung
L = Panjang kantung
Keterangan:
tf = Waktu penyaringan (menit)
tr = run time (menit)
tc = Waktu pembersihan (menit)
N = Total jumlah kompartemen
Qn = ………………………………………………………………….(2.39)
64
Qn-1 = ………………………………………………………………(2.40)
Vn = = ………………………………………………………….(2.41)
Vn-1 = = ………………………………………………….(2.42)
Pada tahap selanjutnya, ΔPm akan timbul saat akhir dari proses pembersihan
sebuah kompartemen misal (j-1), dan sesaat sebelum j-1 kembali dimatikan. Saat
itu kompartemen j (kompartemen selanjutnya yang akan dibersihkan masih
beroperasi untuk waktu tj, dengan persamaan sebagai berikut.
tj = tf – tr………………………………………………………………...(2.43)
tj = tf – tr = (N – 1) (tf + tr)……………………………………………..(2.44)
Selama durasi waktu tj, kain filter di dalam kompartemen j telah terkumpul
debu dengan areal densitas debu (Wj) yang dapat dihitung dengan persamaan
berikut.
Keterangan:
Wj = areal dust density (lbm/ft2)
L = Particulate loading (lbm/ft3)
Setelah nilai areal dust density diperoleh, nilai filter drag pada kompartemen
j dicari melalui Persamaan berikut.
Sj = Ke - KsWj…………………………………………………………..(2.46)
Vj = fN x VN-1……………………………………………..…………….(2.47)
65
Keterangan:
Vj = kecepatan penyaringan aktual dalam kompartemen j saat waktu tj (ft/menit)
fN = faktor koreksi (dari Tabel 2.5)
Setelah menetukan filter drag dan pressure drop maksimum, perancangan unit
fabric filter tersebut dilanjutkan dengan memperkirakan jumlah kantung yang
dibutuhkan pada jenis pulse-jet fabric filter. Untuk mengetahui jumlah kantong
yang dibutuhkan, dilakukan pengamatan ulang terhadap tabel acuan sebagai
berikut.
Tabel 2.6 Kecepatan penyaringan maksimum untuk berbagai jenis debu dalam
metode pulse-jet fabric filter
Kecepatan penyaringan maksimum cfm/f2
Tipe Debu
atau ft/menit
Carbon, Graphite, Metallurgical Fumes,
5–6
Soap, Detergents, Zinc Oxide
Cement (raw), Clay (green),Plastics, Paint
pigments, Starch, Sugar, Wood flour, Zinc 7–8
(metallic)
Aluminium oxide, Cemen (finished), Clay
(vitrified), Lime, Limestone, Gypsum, Mica, 9 – 11
Quartz, Soybean, Talc
Cocoa, Chocolate,Flour, Grains Leather dust,
12 – 14
Sawdust, Tobacco
W= P1 Q1[( ) ]……………………………………….(2.50)
Keterangan :
w = daya kompresor aktual (kW)
Ύ = perbandingan kapasitas panas (Cp/Cv) dari gas yang tertekan (untuk
udaraΎ= 1.4)
ɳ = efisiensi dari kompresor
P1, P2 = tekanan absolut awal dan akhir (kPa)
Q1 = laju aliran gas yang masuk ke dalam kompresor (m3/s)
Penentuan nilai pressure drop dari pulse-jet fabric filter dilakukan dengan
menggunakan persamaan berikut.
Jenis cyclone yang dihitung dalam perhitungan ini yaitu dengan dimensi versi
Swift-umum. Dimensi utama dari perangkat ini terdiri dari diameter unit silinder
(Dc), ketinggian (h), diameter kerucut (B), saluran keluar, vortex finder, memiliki
diameter (De), dan dimulai pada jarak (S) dari bagian atas silinder, tinggi total
cyclone (H). Parameter-parameter tersebut dapat dihitung dengan mengacu pada
Tabel 2.7 sehinga dapat diperoleh nilai dimensi cyclone seperti yang tertera pada
Tabel 2.8.
Dc 1.128
a 0.564
b 0.282
H 4.230
h 1.974
De 0.564
B 0.451
S 0.677
ΔH 7.600
Berdasarkan hasil perhitungan metode Barth ini kemudian dibuat suatu kurva
yang menggambarkan hubungan antara efisiensi cyclone dengan diameter
partikulat nya. Pada Gambar 2.3 di bawah ini dapat diketahui bahwa nilai efisiensi
penyisihan partikulat dengan kecepatan gas 20 m/detik (V3) jauh lebih besar
dibandingkan dengan V1 (m/detik) maupun V2 (m/detik). Namun pada diameter
partikel di atas 30 μm nilai efisiensi semakin menunjukkan perbedaan yang tidak
terlalu signifikan. Menurut Kurniawan A dan Wirasembada Y C (2012) hal
tersebut menunjukana bahwa semakin besar diameter partikel yang tersisih
semakin tinggi efisiensi kinerja pada cyclone.
Selanjutnya dengan perhitungan dengan model kedua yaitu Leith-Licht dapat
diperoleh hasil efisiensi total untuk masing-masing kecepatan yaitu 78.851,
81.786 dan 83.717. Dari tabel tersebut dapat diketahui pula nilai efisiensi terbesar
untuk kecepatan 10 m/detik ialah 98.713%, untuk kecepatan 15 m/detik sebesar
81.786%, sedangkan untuk kecepatan 20 m/detik ialah 83.717%. Untuk nilai
efisiensi terkecil untuk masing-masing kecepatan ialah 17.831%, 19.858% dan
21.415%.
Pada Gambar 2.4 berikut dapat diketahui bahwa nilai efisiensi penyisihan
partikulat dengan kecepatan gas 20 m/detik (V3) jauh lebih besar dibandingkan
dengan V1 (m/detik) maupun V2 (m/detik). Hal ini menunjukan kesamaan dengan
kurva hubungan diameter dan efisiensi pada metoe Barth, akan tetapi pada
perhitungan efisiensi menggunakan metode Leith – Licht ini nilai efisiensi
terendah tidak dimulai dari nilai 0%, sehingga nilai efisiensi total yang didapatkan
dari hasil perhitungan metode ini relatif tinggi dan dapat dikatan baik.
69
120
100
80
v1
60
v2
40
v3
20
0
00 20 40 60 80 100
-20
Gambar 2.3 Kurva efisiensi cyclone Model Barth pada beberapa kecepatan gas di
inlet
0,120
0,100
0,080
v1
0,060
v2
0,040 v3
0,020
0,000
00 20 40 60 80 100
Gambar 2.4 Kurva efisiensi cyclone Model Leith – Licht pada beberapa
kecepatan gas di inlet
Perhitungan dengan model ketiga yaitu Lozia - Leith dapat diperoleh hasil
efisiensi total seperti yang tertera pada Tabel 2.10, nilai efisiensi total untuk
masing-masing kecepatan ialah sebesar 77.180, 79.323 dan 86.999. Sama halnya
dengan metode Leith – Licht, pada metode ini nilai efisiensi terendah tidak
dimulai dari nilai 0% sehingga nilai efisiensi total yang didapat relatif tinggi akan
tetapi untuk nilai efisiensi total V1 dan V2 masih di bawah nilai efisinesi total pada
perhitungan dengan menggunakan metode Leith – Licht.
Pada Gambar 2.5 di bawah ini dapat diketahui bahwa nilai efisiensi penyisihan
partikulat dengan kecepatan gas 20 m/detik (V3) jauh lebih besar dibandingkan
dengan V1 (m/detik) maupun V2 (m/detik). Namun pada diameter partikel di atas
10 μm nilai efisiensi semakin menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu
signifikan dan cenderung stagnan.
120
100
80
v1
60
v2
40
v3
20
0
00 20 40 60 80 100
-20
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari ketiga metode yang dipakai dapat
diketahui bahwa metode yang memiliki nilai efisiensi terbaik ialah metode Leith –
Licht. Hal ini disebabkan karena pada metode ini hasil efisinesi total yang
didapatkan untuk setiap kecepatan memiliki nilai yang terbaik apabila
dibandingan dengan kedua metode lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan yang
telah dilakukan diketahui bahwa semakin besar inlet velocity maka akan semakin
besar efisiensi cyclone dan semakin besar ukuran partikel, maka efisiensi cyclone
akan semakin meningkat karena berdasarkan Hukum Stokes, diameter partikel
berbanding lurus dengan terminal settling velocity. Efisiensi rendah khususnya
untuk partikel berukuran kecil merupakan kekurangan dari unit cyclone.
Perhitungan efisiensi total cyclone tergantung oleh beberapa faktor yaitu ukuran
partikel, diameter cyclone, viskositas gas, temperatur gas buang, densitas partikel,
dust loading dan inlet velocity.
besar yang terdapat pada saluran pipa udara atau gas. Dengan ukuran kotak yang
lebih besar dari pipa akan membuat kecepatan dari aliran gas yang berdebu
menurun dan membuat partikel debu yang berat keluar. Kelebihan dari alat
pengendali ini adalah desain alat sederhana, mudah untuk dibuat konstruksinya,
dan pemeliharaan yang mudah dan pemeliharaan sangat rendah. Alat ini juga
memiliki kekurangan, yaitu ukurannya besar, memerlukan lahan yang luas, harus
dibersihkan secara manual dalam interval waktu tertentu, dan hanya efektif
menyisihkan partikel berukuran besar (>50μm) (Burton 1989). Gambaran fisik
untuk gravity settling chamber meliputi panjang, lebar, tinggi, jumlah shelf (bila
digunakan), dan peralatan tambahan (inletdan outlet debu, mekanisme
pembersihan, hopper, dan lain-lain).
Penelitian ini menggunakan beberapa data yang dapat dilihat pada Tabel 2.11.
Data tersebut digunakan untuk menentukan perencanaan dimensi dari gravity
settling chamber.
Diketahui data hasil pengujian filter dalam fabric filter yang dapat dilihat pada
Tabel 2.13 serta beberapa data lain maka dapat diperkiraan pressure drop dalam
unit tersebut. Fabric filter dioperasikan selama 70 menit, dengan dust loading (L)
sebesar 5 g/m3 dan kecepatan penyaringan (v) sebesar m/menit. Pertama,
dilakukan perhitungan densitas debu (W) dan filter drag (S) selama proses
pengoperasian. Setelah perhitungan tersebut dilakukan, kemudian dibuat kurva
hubungan antara densitas debu dengan filter drag untuk mencari nilai ekstrapolasi
clean cloth filter drag (Ke) dan kemiringan konstan untuk keterlibatan partikular
dust, gast, dan fabric (Ks) yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Tabel 2.13 Hasil pengujian filter serta perhitungan densitas debu dan filter drag
Waktu (menit) ∆p (Pa) W (g/m2) S (Pa.menit/m)
0 150 0 166.67
5 380 22.5 422.22
10 505 45 561.11
20 610 90 677.78
30 690 135 766.67
60 990 270 1100
Pada kurva yang dapat dilihat pada Gambar 2.6, hubungan antara densitas debu
dan filter drag yang dihasilkan tidak linier, karena pada 10 menit awal Fabric
filter beroperasi belum mencapai nilai yang stabil dan seragam. Pembersihan
mulai cukup stabil ketika menit ke-10 hingga menit ke-60 sehingga dilakukan
penambahan garis linier pada kurva tersebut dan menentukan regresi liniernya
sehingga dapat diketahui nilai Ke dan Ks. Berdasarkan regresi linier yang
dilakukan pada kurva, nilai koefisien Ke dan Ks dapat diketahui, yaitu masing-
masing sebesar 455 N.menit/m3 dan 2.39 N.menit/kg.m. Setelah itu dihitung nilai
filter drag dan densitas debu setelah fabric filter dioperasikan selama 70 menit
yang didapatkan masing-masing sebesar 1204.975 Pa.menit/m dan 315 kg/m2.
Sehingga nilai pressure drop (ΔP) dalam fabric filter setelah dioperasikan selama
70 menit dapat diperkirakan yaitu sebesar 1075.23 Pa. Penurunan tekanan dalam
unit karena resistensi terhadap aliran gas meningkat akibat adanya gesekan antara
aliran gas dan lapisan debu.
74
1200
y = 2.3889x + 455
1000
S (Pa.m/menit)
800
600
400
200
0
0 50 100 150 200 250 300
W (g/m2)
Net cloth area untuk jenis shaker fabric filter akan diperkirakan dengan laju
aliran gas sebesar 40000 cfm, jenis debu “flour dust”, dan dust loading sebesar 10
grains/ft3. Jumlah kompartmen dan kantung pada unit ini akan dihitung apabila
setiap kantung memiliki panjang sebesar 8 ft dan diameter sebesar 6 inch.
Berdasarkan Tabel 2.2 diketahui kecepatan penyaringan untuk tipe debu “flour
dust” maksimum sebesar 2.50 cfm/ft2 atau ft/menit. Net cloth area merupakan
hasil pembagian laju aliran gas dengan kecepatan penyaringan maksimum yaitu
sebesar 16000 ft2.
Kemudian berdasarkan Tabel 2.4, jumlah kompartemen yang dapat digunakan
jika dilihat dari net cloth area yang dihasilkan sebanyak 4-5 buah. Digunakan
kompartmen sebanyak 4 buah untuk fungsi dari area bersih dengan asumsi 1
kompartemen tidak digunakan untuk cadangan atau kepentingan pembersihan. Net
cloth area yang dibutuhkan untuk penyaringan sebesar 16000 ft2 dengan 4
kompartemen yang bekerja, maka luas area setiap kompartmen masing-masing
sebesar 4000 ft2. Sehingga jika dijumlahkan dengan 1 kompartmen yang tidak
digunakan adalah sebesar 20000 ft2. Sedangkan total kantung yang digunakan
dihitung dengan membagi luas total area kompartemen yaitu sebesar 20000 ft2
terhadap perkalian diameter, panjang dan nilai phi sehingga dihasilkan sebanyak
1592.36 kantung yang dibulatkan menjadi 1593 kantung.
Filter drag dan pressure drop maksimum unit shaker fabric filter
Total aliran gas yang disaring, penurunan tekanan maksimum yang diinginkan
(ΔPm), interval waktu penyaringan (tf) yang diinginkan antara dua pembersihan
dalam satu kompartemen (run time, tr), dan waktu yang dibutuhkan untuk
membersihkan satu kompartemen (tc) merupakan data dasar dalam penentuan
filter drag (Sj) dan pressure drop maksimum (ΔPm) pada desain shaker fabric
filter yang mempunyai laju aliran gas sebesar 40000 cfm untuk jenis debu ”flour
dust” dengan dust loading sebesar 10 grains/ft3 ini. Waktu penyaringan (tf) adalah
waktu dari mulai satu kompartemen dibersihkan sampai kompartemen tersebut
dimatikan lagi untuk proses pembersihan selanjutnya.
75
Penentuan filter drag (Sj) dan pressure drop maksimum (ΔPm) pada unit
fabric filter ini menggunakan asumsi Ke sebesar 1 H2O-menit/ft, Ks sebesar 0.003
H2O-menit-ft/grain, waktu pembersihan (tc) selama 4 menit, dan waktu
penyaringan (tf) selama 60 menit. Sehinga diperoleh interval waktu penyaringan
yang diinginkan antara dua pembersihan dalam satu kompartemen (tr) sebesar 12
menit dengan menggunakan persamaan (2.38). Kemudian laju aliran gas sebesar
40000 cfm maka laju aliran di sebuah kompartemen (Qn) dapat dihitung melalui
persamaan (2.39), yaitu sebesar 8000 cfm, dan kecepatan penyaringan di sebuah
kompartemen (Vn) dihitung melalui persamaan (2.41) sebesar 0.4 cfm/ft2. Lalu,
saat sebuah kompartemen off-line untuk proses pembersihan, maka diperoleh laju
aliran untuk setiap kompartemen (Qn-1) yang dihitung dengan persamaan (2.40)
sebesar 10000 cfm dan kecepatan penyaringan (Vn-1) yang dihitung melalui
persamaan (2.42) sebesar 0.5 cfm/ft2. Pada durasi waktu selama tj, kain di dalam
kompartemen j telah terkumpul debu dengan areal densitas debu (Wj) sebesar
220.8 lbm/ft2, yang diperoleh melalui persamaan (2.45). Sehingga diperoleh nilai
filter drag di dalam kompartemen j sebesar 0.3376 H20-menit/ft yang dihitung
menggunakan persamaan (2.46).
Penentuan pressure drop maksimum (ΔPm) diketahui dari perkalian antara
filter drag di dalam kompartemen j (Sj) yang telah diperoleh dan kecepatan
penyaringan aktual kompartemen j (Vj). Dalam mencari nilai Vj, terlebih dahulu
mengacu pada Tabel 2.5 untuk mendapatkan nilai fN, yaitu 0.76 dengan jumlah
kompartemen sebanyak 5 buah. Sehingga nilai Vj berdasarkan persamaan (2.47)
diperoleh sebesar 0.38 cfm/ft2. Selanjutnya, pressure drop maksimum (ΔPm)
ditentukan berdasarkan persamaan (2.48) sehingga diperoleh sebesar 0.128
in.H2O. Besar nilai pressure drop maksimum merupakan fungsi dari nilai filter
drag dan kecepatan penyaringan diaktifkan. Dalam fabric filter ini, hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin besar kecepatan penyaringan aktual dalam
kompartemen j, maka semakin besar juga nilai pressure drop yang terjadi sesuai
dengan tipikal grafik filter drag terhadap densitas debu.
Studi kasus mengenai daya kompresor yang dibutuhkan sebuah pulse-jet fabric
filter ini menyaring udara dengan laju aliran 20 m3/detik pada temperatur 150 ºC
76
dan 1 atm (101.3 kPa). Asumsi yang digunakan antara lain perbandingan udara
yang ditekan terhadap aliran udara yang disaring sebesar 0.7% dan tekanan udara
akhir sebasar 792 kPa serta efisiensi kompresor adalah 50%.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Arya S P. 1999. Air Pollution Meteorology and Disperssion. New York (US):
Oxford University Pr.
Burton D J. 1989. Industrial Ventilation Workbook. Salt Lake City, UT: IVE
Bethea, Robert M. 1978. Air Pollution Control Technology. London (GB): Litton
Educational.
Cooper C D, Alley F C. 2010. Control: A Design Approach. Ed ke-4. New York
(US): Waveland Pr Inc.
De Nevers N. 2010. Air Pollution Control Engineering. Ed ke-2. New York (US):
Waveland Pr.
Goyal S K dan Rao C V C. 2006. Air assimilative capacity-based environment
friendly siting of New Industries-A case study of Kochi Region, India. J
National Environmental Engineering. 10 : 1016
Hadiyarto A, Sasongko D P. 1998. Buku Teks: Pengendalian Pencemaran Udara.
Jakarta (ID): Pusat Studi lingkungan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hewitt C N dan Jackson A V. 2003. Handbook of Atmospheric Sciences. Oxford
(GB): Blackwell.
Kurniawan A, Wirasembada Y C. 2012. Penentuan Efektivitas Desain Unit
Cyclone untuk Mereduksi Partikulat di Udara. Annual Engineering
Seminar 2012. Malang (ID): UGM.
Nevers Noel De. 2000. Air Pollution Control Engineering, Second Edition.
Singapore (SG): McGraw-Hill.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta
(ID): Sekretariat Negara.
Siswanto, A. 1991. Ventilasi Industri. Jawa Timur (ID): Balai Hiperkes dan
Keselamatan Kerja, Departemen Tenaga Kerja
Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung (ID): Institut Teknologi
Bandung
Sokhi R S. 1998. Urban Air Quality : Monitoring and Modelling. Belanda (NL):
Springer
Suryani S, Gunawan, Upe A. 2010. Model sebaran polutan SO2 pada cerobong
asap PT. Semen Tonasa. Kongres dan Seminar Nasional Badan Koordinasi
Pusat Studi Lingkungan Hidup se-Indonesia ke XX. Pekanbaru (ID) : 14-
16 Mei 2010.
Tjasjono B. 1999. Klimatologi Umum. Bandung (ID): ITB Press.
Vallero D. 2008. Fundamentals of Air Pollution. Ed ke-4. London (GB):
Academic Pr.
Wang L K, Pereira N C, Hung Y T. 2004. Pollution Control Engineering.
Totowa.
Wang M, Webber M, Finlayson B, Barnett B. 2007. Rural industries and water
pollution in China. J Enviromental Management. 86 : 648-659
Wark K and Warner C F. 1981. Air pollution its original and control. Ed ke-2.
New York (US): Harper & Row.
78
Lampiran 2.1 Contoh perhitungan gravity settling chamber dan daya kompresor
pulse-jet fabric filter
Perhitungan daya:
W= P1 Q1[( ) ]
W= x 5.544 kPa[ ( ) ]
W=
BAB III
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
79
BAB III
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat membuat peningkatan
jumlah pembangunan yang semakin besar pula. Peningkatan laju pembangunan
tersebut tentu saja akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan, salah satunya
adalah meningkatnya jumlah limbah cair. Peningkatan jumlah air limbah, limbah
rumah tangga, dan air limbah industri, merupakan contoh produk hasil
pembangunan, yang dapat memberikan efek negatif bagi stabilitas daya dukung
lingkungan. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003
yang dimaksud dengan air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari
usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant),
perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Peningkatan jumlah penduduk dan kondisi permukiman yang terpusat
menjadikan pengumpulan air limbah domestik dalam aliran pembuangan sangat
tinggi. Hal itu dapat menurunkan kualitas air sungai bila limbah tersebut dialirkan
tanpa pengolahan lebih dahulu. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, air limbah
perlu mengalami proses pengolahan lebih dahulu sebelum dialirkan masuk ke
sistem perairan. Salah satu proses pengolahannya adalah menggunakan unit
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat Pengelolaan air limbah terutama
air limbah yang berasal dari kawasan permukiman merupakan suatu kegiatan yang
dimaksudkan untuk menjaga kondisi lingkungan permukiman yang dapat
membawa nilai kepada perbaikan kualitas kesehatan masyarakat. Kawasan
permukiman selayaknya dilengkapi dengan prasarana sistem pengolahan air
limbah terpusat.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Metode Pembuangan
Air limbah adalah air dari suatu daerah permukiman yang telah dipergunakan
untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang untuk menjaga
lingkungan hidup yang sehat dan baik (Tchobanoglos 1991). Air limbah tentunya
mengandung berbagai macam zat kimia. Bahan organik pada air limbah dapat
80
menghabiskan oksigen serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap
pada penyediaan air bersih (Sugiharto 1987). Selain itu, air yang terpolusi selalu
mengandung padatan. Fardiaz (1992) mengelompokkan air terpolusi berdasarkan
besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya, yaitu padatan terendap (sedimen),
padatan tersuspensi dan koloid, padatan terlarut, minyak dan lemak.
Metode pembuangan air buangan domestik (Masduki 2000) ada dua jenis
yaitu sistem sanitasi setempat (on-site sanitation) dan sistem sanitasi terpusat (off-
site sanitation). Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan yang
akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan sistem
pembuangan.
1. Sistem sanitasi setempat
Sistem sanitasi setempat (on-site sanitation) adalah sistem pembungan air
buangan dimana air buangan tidak dikumpulkan dan tidak disalurkan ke dalam
suatu jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan
ataupun badan air melainkan dibuang di tempat. Sistem ini dipakai bila syarat-
syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan biaya relatif rendah.
Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.
Kelebihan sistem ini adalah:
a) Biaya pembuatan relatif murah
b) Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi
c) Teknologi dan sistem pembuangnnya cukup sederhana
d) Operasi dan pemeliharan merupakan tanggung jawab pribadi
Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah:
a) Umumnya tidak disediakan untuk air buangan dari dapur, mandi dan cuci
b) Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan
tidak dilakukan sesuai aturannya
b) Pola zona/wilayah
Merupakan pola yang diterapkan di daerah pelayanan yang terbagi-bagi
oleh sungai pembagi sehingga pipa perlintasannya tidak mungkin atau
sangat mahal untuk dibangun. Pada akhir riol induknya dibuat IPAB.
c) Pola Kipas
Merupakan pola yang diterapkan di daerah pelayanan yang terletak pada
suatau lembah. Pengumpulna aliran dapat melalui lebih dari dua cabang
saluran yang kemudian menyatu dalam piupa utama menuju satu IPAL
d) Pola Radial
Merupakan pola yang merupakan pengumpulan aliran dilakukan ke segala
arah luar dimulai dari daerah tertinggi. Jalur yang ditempuh pendek-
pendek sehingga diperlukan banyak IPAB. Pola ini doterapkan pada
daerah bukit.
Bahan Saluran
Bahan pipa yang biasanya digunakan
a. Pipa beton
Pipa beton dapat dibuat setempat dan bahan campuran semen, pasir, dan
kerikil. Kualitasnya perlu diperhatikan secara khusus, terutama terhadap
asam sehingga dinding pipa bagian dalam diberi lapisan email. Kualitas
pipa beton coran lebih jelek daripada cast concrete centrifugal karena cast
concrete resisten terhadap korosi, lebih mulus, dan lebih kedap.
b. Pipa keramik tanah liat
Sudah dipakai sejak zaman Babilonia, ukurannya berkisar antara 18-24
inchi (450-600 mm). Terbuat dari tanah liat atau lembung yang setelah
dicetak dikeringkan dengan cara dibakar. Pipa ini sangat resisten terhadap
korosi, tidak membutuhkan pelapisan khusus sebagai pelindung dari asam.
Kekurangannya adalah panjangnya yang biasanya pendek-pendek, mudah
patah dalam transit dan penanganan.
c. Pipa semen-asbes
Sangat tahan terhadap korosi oleh asam, buangan yang sangat septik, dan
tanah dengan alkalinitas yang tinggi. Keuntungan yang lainnya adalah
biaya yang rendah, sambungan yang kedap air, infiltrasi rendah,
karakteristik aliran yang baik, ringan, mudah dalam penanganan, serta
mudah dalam pemotongan dan pemasangan untuk sambungan.
d. Pipa plastik
Pipa plastik banyak sekali digunakan karena ringan, mudah dalam
pemasangan dan penanganan. Kelebihannya adalah terbebas dari korosi,
resistensi yang baik terhapap shock, fleksibel, karakteristik aliran sangat
baiki, ringan sehingga mudah dalam transportasi dan penanganan, serta
lebih panjang sehingga mengurangi jumlah sambungan.
e. Pipa besi tuang
Keuntungan dari penggunaan pipa jenis ini adalah umur yang panjang,
karakteristik aliran yang baik, dapat toleran terhadap tekanan dalam yang
82
tinggi dan muatan luar yang besar, juga resisten terhadap korosi pada
hampir semua jenis tanah.
f. Pipa kayu
Dapat terbuat dari kayu gelondongan ataupun bambu, jika materi lain tidak
tersedia. Sambungannya sukar untuk dibuat kedap air. Ukurannya terbatas,
karakteristik aliran yang buruk, kurang seragam, dan tidak dijamin
kelangsungannya untuk kondisi-kondisi khusus.
Perlengkapan Saluran
Tersedia di pasaran
Dapat berfungsi sebagai ventilasi
Pesyaratan manhole:
Bersifat padat dan kokoh
Kuat menahan gaya-gaya dari luar
Accessibility tinggi, tangga dari bahan anti korosi
Dinding terbuat dari beton atau pasangan batu bata atau batu kali. Jika
diameternya lebih dari 2.5 m konstruksinya beton bertulang
Bagian atas dinding manhole sebagai peletakan tutup manhole merupakan
konstruksi yang flesibel, agar dapat selalu disesuaikan dengan level
permukaan jalan yang mungkin berubah.
b. Drop Manhole
Drop manhole digunakan apabila saluran yang datang (biasanya lateral),
memasuki manhole pada titik dengan ketinggian lebih dari 2 ft (0.6 m) di atas
saluran selanjutnya. Tujuan digunakan drop manhole adalah untuk menghindari
penceburan atau splashing air buangan yang dapat merusak saluran akibat
penggerusan dan pelepasan H2S.
METODOLOGI PENELITIAN
Setelah didapatkan debit air minum, debit air buangan (Qab) dihitung
menggunakan persamaan 3.2, lalu mengubah satuan debit air buangan tersebut
menjadi liter per detik menggunakan persamaan 3.3.
Qab (l/jiwa/hari) = 80 % × debit air minum (l/jiwa/hari)………..…...(3.2)
jumlah endudu ( iwa)
Qab (l/dtk) = Debit air buangan (l/jiwa/hari) x …......(3.3)
8 00 (deti )
Selanjutnya, dilakukan perhitungan jumlah populasi ekuivalen yaitu penduduk
ekuivalen yang setara dengan debit rata-rata dari sumber air limbah dan dilayani
oleh suatu segmen pipa. Nilai PE dihitung menggunakan persamaan 3.4. Setelah
nilai PE didapatkan, dilakukan perhitungan PE kumulatif menggunakan
persamaan 3.5 dan perhitungan debit air buangan rata-rata (Qr) menggunakan
persamaan 3.6.
m
Qr ( )
deti
PE (Jiwa) = m ……………………….…………………………...(3.4)
jiwa
Qr ( )
hari
( ) ( )
PE kumulatif (Jiwa) = ………………..….…….....(3.5)
1.2
Qr (liter/detik) = PE kumulatif (jiwa) …………………………….( .6)
Nilai debit puncak (Qpeak), yaitu debit pemakaian air bersih terbesar dalam
satu jam selama satu hari atau dengan pengertian lain yaitu kondisi ketika air
limbah dihasilkan pada kondisi maksimum dalam satu hari, dihitung
menggunakan persamaan 3.11. Debit puncak diperlukan untuk menentukan
perencanaan dimensi saluran air limbah pada saat debit air limbah mencapai
kondisi puncak.
nilai debit saat pipa penuh awal (Qfull) awal dihitung menggunakan persamaan
3.12, lalu ditentukan kecepatan aliran (v) asumsi yang memiliki kisaran nilai
antara 0.6 – 3 m/detik. Dalam penelitian ini nilai v asumsi adalah 1 m/detik.
l
( )
deti
Qfull awal (l/detik) = l …………………………………..( .12)
( )
deti
Debit air limbah akhir (Qfull akhir) dihitung menggunakan persamaan 3.18,
lalu ditentukan dari grafik design of main sewers yang nilainya sebesar 1.14
(ditunjukkan oleh Gambar 3.1) nilainya dan selanjutnya nilai tersebut digunakan
untuk menentukan kecepatan puncak (Vp) menggunakan persamaan 3.19.
m
ea ( )
deti
V peak = ( m ) x V full (m/deti ) …..……………………….....(3.19)
full ( )
deti
Setelah langkah-langkah tersebut diatas dilakukan,lalu debit puncak air limbah
tersebut didapatkan, maka dilakukan penentuan data fluktuasi debit, konsentrasi
BOD dan SS yang kemudian dimasukkan ke dalam tabel fluktuasi untuk
mengetahui besarnya air limbah yang dikeluarkan sehingga dapat diketahui
jumlah air limbah yang terbesar setiap hari. Data tersebut selanjutnya digunakan
87
sebagai data dasar dalam perencanaan desain instalasi pengolahan air limbah
(IPAL).
Selain itu, dalam perancangan ini juga ditentukan data kualitas dan kuantitas
air limbah domestik serta air limbah industri. Air limbah domestik dan non
domestik sebaiknya dirancang pada sistem pengolahan terpisah. Kedua jenis
limbah tersebut dapat dicampur dengan konsentrasi beban pencemar bila
dihadapkan oleh beberapa kendala melalui pendekatan persamaan (3.20).
Tabel 3.3 Data penduduk di kawasan SIL Woow Regency pada segmen 14/15-
IPAL
Panja Area pelayanan Pelayanan
Jalur pipa ng
(nomor node) segme Jenis Kepadatan Satua
Kode Luas (ha) Jumlah
n (m) peruntukan (jiwa/ha) n
b7 2.897 500 1448.5 jiwa
b8 6.32 500 3160 jiwa
14 15 529 Perumahan
b9 1.03 500 515 jiwa
b10 1.134 500 567 jiwa
15 16 517.5 b5 1.637 Perumahan 500 818.5 jiwa
16 IPAL 310.5 b6 13.814 Perumahan 500 6907 jiwa
Jumlah segmen pipa yang dirancang untuk mengalirkan air limbah kawasan
SIL Woow Regency adalah sebesar 15 yang melayani seluruh area pelayanan
untuk disalurkan ke IPAL. Debit air buangan yang dihasilkan untuk setiap segmen
pipa berbeda-beda tergantung jenis peruntukan pelayanan dan jumlah pelayanan.
Adapun debit air buangan terbesar dihasilkan pada jalur pipa nomor 10-11 dengan
total sebesar 42.01 l/detik karena melayani area yang besar, sedangkan yang
terkecil dihasilkan pada jalur pipa nomor 6-16 dengan debit sebesar 3.72 l/detik.
Nilai debit air buangan setiap segmen digunakan untuk menentukan nilai populasi
ekuivalen (PE) kumulatif.
karena dipengaruhi oleh panjang pipa yang dirancang dengan nilai tertinggi
sebesar 0.972 l/detik sedangkan terendah sebesar 0.311 l/detik. Perhitungan debit
puncak (Qpeak) air limbah merupakan akumulasi dari setiap segmen pipa hingga
masuk IPAL. Nilai total Qpeak pada inlet IPAL sebesar 0.669 m3/detik.
Keseluruhan hasil perhitungan debit air limbah dari setiap segmen dapat dilihat
pada lampiran 3.1 dan 3.2. Contoh perhitungan teknis sistem instalasi penyaluran
air limbah untuk jalur pipa nomor 15-16 dapat dilihat pada lampiran 3.8.
Pada penentuan dimensi pipa penyaluran, nilai yang diperlukan untuk
menentukan dimensi tersebut adalah rasio tinggi muka air dengan diameter pipa
(d/D) yang dipilih sebesar 0.8 sehingga nilai Qpeak/Qfull dapat diketahui dari grafik
yaitu 0.98. Kecepatan aliran air limbah diasumsikan sebesar 1 m/detik dan
dimensi pipa dihitung berdasarkan nilai kecepatan aliran dan nilai Qfull awal. Pipa
yang dipilih merupakan dimensi umum yang sudah terdapat di pasaran dan
diperoleh dimensi antara 200-525 mm. Parameter perencanaan lain yang diperoleh
setelah mendapat dimensi pipa adalah Vfull, Qfull akhir, dan Vpeak. Nilai-nilai
tersebut dapat diperoleh setelah mengukur elevasi tiap titik segmen. Selain nilai
elevasi muka tanah, nilai slope atau kemiringan tanah dan kemiringan pipa juga
sangat mempengaruhi nilai-nilai tersebut. Contoh perhitungan untuk menentukan
parameter-parameter tersebut pada jalur pipa nomor 1-2 dapat dilihat pada
lampiran 3.8.
Berdasarkan nilai Qmin dan Qfull dari setiap segmen pipa penyaluran, kecepatan
aliran dapat ditentukan untuk mempertimbangkan perlu tidaknya dilakukan
penggelontoran. Penggelontoran dilakukan ketika kecepatan aliran minimum
dihasilkan kurang dari 0.6 m/detik dan dimensi pipa minimum (Dmin) yang
dihitung kurang dari 100 mm. Dimensi pipa minimum ditentukan dari rasio Dmin
dengan Dfull yang diperoleh berdasarkan nilai Qmin/Qfull dari grafik design of main
sewers. Nilai Dmin terkecil dan terbesar yang dihasilkan masing-masing sebesar 24
mm dan 91.875 mm. Sedangkan Vmin ditentukan dari rasio Vmin dan Vfull dari
grafik yang sama dengan hasil tertinggi sebesar 0.893 m/detik dan terendah
sebesar 0.248 m/detik. Berdasarkan persyaratan penggelontoran, maka terdapat 8
segmen yang tidak memenuhi syarat sehingga perlu dilakukan penggelontoran
dengan debit yang dipengaruhi oleh nilai dimensi pipa, kecepatan aliran
minimum, dan panjang pipa.
Tabel 3.5 Hasil perhitungan Vmin pada segmen 14-15, 15-16, 16-IPAL
Jalur Pipa (Nomor
Panjang Pipa Vfull Vmin Keterangan
Manhole)
gelontoran
Dari Ke (m) (m/dtk) (m/dtk)
14 15 529.0 1.364 0.750 tidak butuh
15 16 517.5 1.165 0.431 Butuh
16 IPAL 310.5 1.505 0.843 tidak butuh
Nilai kecepatan aliran dalam pipa perlu diperhatikan dan diberi batas
kecepatan. Hal tersebut dikarenakan, aliran yang terlalu lambat dapat
menyebabkan banyak sedimen yang tidak ikut mengalir dan mengendap di dasar
pipa. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya penyumbatan. Kecepatan aliran juga
tidak diperbolehkan melebihi 3 m/detik karena dengan kecepatan tinggi, aliran
90
dapat mengakibatkan nilai koefisien gesek yang cukup tinggi antara pipa dengan
aliran. Hasil perhitungan kecepatan aliran minimum (Vmin) setiap segmen dapat
dilihat pada lampiran 3.4.
Berdasarkan perhitungan nilai kecepatan minimum (Vmin) volume buangan
awal, terdapat delapan segmen yang memerlukan penggelontoran. Besarnya debit
dan volume penggelontoran kedelapan segmen tersebut dapat dilihat pada
lampiran 3.5. Kemudian dilakukan perhitungan volume air buangan akhir seperti
yang terdapat pada lampiran 3.6. Dengan kriteria dilakukan penggelontoran
apabila diameter minimum pipa (Dmin) < 100 mm dan/atau kecepatan aliran
minimum (Vmin) < 0.6 m/detik, ternyata hasil perhitungan volume air buangan
akhir pada semua segmen tidak diperlukan penggelontoran. Hal tersebut
dikarenakan nilai Dmin dan Vmin semua segmen diatas dari batas minimum
kriteria penggelontoran.
Tahap terakhir dari sistem penyaluran air limbah adalah penanaman pipa dan
penentuan drop manhole. Penanaman pipa dan drop manhole dilakukan
bergantung pada kondisi topografi wilayah sekitarnya. Data elevasi tanah
dijadikan acuan dalam penanaman pipa dan penentuan letak drop manhole.
Berdasarkan data elevasi tanah tersebut dapat diketahui besar kedalaman galian
tanah yang perlu dilakukan untuk penanaman pipa. Dan suatu segmen pipa
diperlukan adanya drop manhole apabila saluran yang datang (biasanya lateral),
memasuki manhole pada titik dengan ketinggian lebih dari 2 ft (0.6 m) di atas
saluran selanjutnya. Tujuan digunakan drop manhole adalah untuk menghindari
penceburan atau splashing air buangan yang dapat merusak saluran akibat
penggerusan dan pelepasan H2S.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran 3.7, dapat diketahui elevasi kedalaman
galian yang diperlukan serta penentuan titik drop manhole. Kedalaman galian
terbesar yang perlu dilakukan terdapat pada segmen 10-11 sebesar 5.135 m. Drop
manhole diperlukan pada semua segmen manhole pipa dikarenakan perbedaan
elevasi dasar saluran tiap segmen lebih dari 2 ft (0.6 m). Perbedaan elevasi dasar
saluran terbesar terdapat pada segmen 1-2 yang mencapai 12 m. Dan perbedaan
elevasi dasar saluran terkecil pada segmen 5-6 dan 9-10 sebesar 1 m.
KESIMPULAN
jalur pipa nomor 6-16 dengan debit sebesar 3.72 l/detik. Nilai total Qpeak pada inlet
IPAL sebesar 0.669 m3/detik. Pipa yang dipilih merupakan dimensi umum yang
sudah terdapat di pasaran dan diperoleh dimensi antara 200-525 mm.
Berdasarkan perhitungan nilai kecepatan minimum (Vmin) volume buangan
awal, terdapat delapan segmen yang memerlukan penggelontoran. Namun,
berdasarkan volume air buangan akhir pada semua segmen tidak diperlukan
penggelontoran. Hal tersebut dikarenakan nilai Dmin dan Vmin semua segmen
diatas dari batas minimum kriteria penggelontoran.
Penanaman pipa dan drop manhole dilakukan bergantung pada kondisi
topografi wilayah sekitarnya. Data elevasi tanah dijadikan acuan dalam
penanaman pipa dan penentuan letak drop manhole. Kedalaman galian terbesar
yang perlu dilakukan sebesar 4.91-5.135 m. Drop manhole diperlukan pada semua
segmen manhole pipa dikarenakan perbedaan elevasi dasar saluran tiap segmen
sebesar 1-12 m (lebih dari 2 ft atau 0.6 m).
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 3.2 Contoh perhitungan air limbah SIL Woow Regency (Lanjutan)
94
Jumlah Pipa Q
d A Volume
(nomor D d min dg A full A min V dg/d Ag/A Ag Vw L gelon
dmin dg min/ min/A gelontor
manhole) min full full tor
d full full
dari ke (mm) (mm) (mm) (m2) (m2) (mm) (m/dtk) m m3/dt (m3)
1 2 375 52.5 100 21 40 0.14 0.08 0.110 0.009 0.893 0.267 0.2 0.022 2.029 770.5 0.027 10.207
2 3 200 30 100 12 40 0.15 0.09 0.031 0.003 0.647 0.500 0.52 0.016 2.259 517.5 0.031 6.987
3 4 300 63 100 25.2 40 0.21 0.14 0.071 0.010 0.414 0.333 0.3 0.021 1.469 609.5 0.017 6.890
4 5 375 71.25 100 28.5 40 0.19 0.12 0.110 0.013 0.473 0.267 0.2 0.022 1.440 609.5 0.013 5.383
5 6 300 60 100 24 40 0.2 0.13 0.071 0.009 0.368 0.333 0.3 0.021 1.456 379.5 0.017 4.558
6 16 200 39 100 15.6 40 0.195 0.125 0.031 0.004 0.248 0.500 0.51 0.016 1.633 971.8 0.020 11.748
8 9 450 85.5 100 34.2 40 0.19 0.12 0.159 0.019 0.829 0.222 0.17 0.027 1.694 506 0.013 4.022
9 10 375 76.875 100 30.75 40 0.205 0.134 0.110 0.015 0.381 0.267 0.2 0.022 1.309 483 0.010 3.519
10 11 525 91.875 100 36.75 40 0.175 0.11 0.216 0.024 0.850 0.190 0.13 0.028 1.669 966 0.007 4.180
11 12 375 72 100 28.8 40 0.192 0.123 0.110 0.014 0.754 0.267 0.2 0.022 1.715 839.5 0.015 7.136
12 16 300 51.9 100 20.76 40 0.173 0.109 0.071 0.008 0.486 0.333 0.3 0.021 1.659 966 0.022 13.035
13 14 200 32 100 12.8 40 0.16 0.095 0.031 0.003 0.334 0.500 0.51 0.016 1.894 460 0.025 5.994
14 15 300 46.5 100 18.6 40 0.155 0.094 0.071 0.007 0.750 0.333 0.3 0.021 1.998 529 0.029 7.699
15 16 300 24 100 9.6 40 0.08 0.015 0.071 0.001 0.431 0.333 0.3 0.021 3.288 517.5 0.066 10.420
16 IPAL 300 48 100 19.2 40 0.16 0.095 0.071 0.007 0.843 0.333 0.3 0.021 2.083 310.5 0.030 4.497
97
Lampiran 3.7 Tabel perhitungan penanaman pipa dan penentuan drop manhole
Jalur Pipa Panjang Elevasi Elevasi Dasar Kedalaman Perbedaan
D Elevasi Muka Air
(No. Manhole) Pipa Slope Tanah Saluran Galian Elevasi
d/D Keterangan
Pipa Us Ds Saluran
Dari Ke (m) (mm) Us (m) Ds (m) Us (m) Ds (m) Us (m) Ds (m) (m)
(m) (m)
1 2 770.5 375 0.8 0.0011 410 398 405.015 393.015 405.315 393.315 4.985 4.985 12 Drop manhole
2 3 517.5 200 0.8 0.0011 398 391 393.19 386.19 393.35 386.49 4.81 4.81 7 Drop manhole
3 4 609.5 300 0.8 0.0011 391 389 386.09 384.09 386.33 384.39 4.91 4.91 2 Drop manhole
4 5 609.5 375 0.8 0.0011 389 387 384.015 382.015 384.315 382.315 4.985 4.985 2 Drop manhole
5 6 379.5 300 0.8 0.0011 387 386 382.09 381.09 382.33 381.39 4.91 4.91 1 Drop manhole
6 16 971.8 200 0.8 0.0011 386 384 381.19 379.19 381.35 379.49 4.81 4.81 2 Drop manhole
8 9 506 450 0.8 0.0011 407 403 401.94 397.94 402.3 398.24 5.06 5.06 4 Drop manhole
9 10 483 375 0.8 0.0011 403 402 398.015 397.015 398.315 397.315 4.985 4.985 1 Drop manhole
10 11 966 525 0.8 0.0011 402 395 396.865 389.865 397.285 390.165 5.135 5.135 7 Drop manhole
11 12 839.5 375 0.8 0.0011 395 388 390.015 383.015 390.315 383.315 4.985 4.985 7 Drop manhole
12 16 966 300 0.8 0.0011 388 383 383.09 378.09 383.33 378.39 4.91 4.91 5 Drop manhole
13 14 460 200 0.8 0.0011 397 395 392.19 390.19 392.35 390.49 4.81 4.81 2 Drop manhole
14 15 529 300 0.8 0.0011 395 388 390.09 383.09 390.33 383.39 4.91 4.91 7 Drop manhole
15 16 517.5 300 0.8 0.0011 388 383 383.09 378.09 383.33 378.39 4.91 4.91 5 Drop manhole
16 IPAL 310.5 300 0.8 0.0011 388 383 383.09 378.09 383.33 378.39 4.91 4.91 5 Drop manhole
99
( )
( )
( ) l/det
( ) L/det
L/det
L/det
= 636.999 l/det = 0.637 m3/det
( )
√ = 307 mm
Diambil D desain sebesar 375 mm
( )
( )
( )
BAB IV
PERENCANAAN UNIT INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH
100
BAB IV
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem penyaluran air limbah memiliki pengaruh besar terhadap pengolahan air
limbah karena sistem ini berperan sebagai sarana untuk memompa maupun
mengangkut air limbah dari sumber penghasil menuju pengolahan air limbah.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
- Ventilasi udara
- Terminal Clean out
- Drop Manhole
- Tikungan (Bend)
- Transition dan Junction
- Bangunan penggelontor
- Syphon
Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan
sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda
kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses-
proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa
kombinasi beberapa proses atau hanya salah satu. Terdapat tiga tipe pengolahan
limbah cair (Wibisono 1995), yaitu:
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama
dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah
menghilangkan partikel-artikel padat organik dan organik melalui proses fisika,
yakni neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation,
dan filtration. Sehingga partikel padat akan mengendap (disebut sludge)
sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada di atas / permukaan (disebut
grease). Dengan adanya pengendapan ini , maka akan mengurangi kebutuhan
oksigen pada proses pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang
terjadi adalah pengendapan secara grafitasi
Aeration
Teknik Pengolahan air limbah banyak ragamnya. Salah satu dari teknik Air
limbah adalah proses lumpur aktif dengan aerasi oksigen murni. Pengolahan ini
termasuk pengolahan biologi, karena menggunakan bantuan mikroorganisme pada
proses pengolahannya. Cara Kerja alat ini adalah sebagai berikut: Air limbah
setelah dilakukan penyaringan dan ekualisasi dimasukkan kedalam bak pengendap
awal untuk menurunkan suspended solid. Air limpasan dari bak pengendap awal
dialirkan ke kolam aerasi melalui satu pipa dan dihembus dengan udara sehingga
mikroorganisma bekerja menguraikan bahan organik yang ada di air limbah. Dari
bak bak aerasi air limbah dialirkan ke bak pengendap akhir, lumpur diendapkan,
sebagian lumpur dikembalikan ke kolam aerasi.
Menurut (Metcalf & Eddy 1991), suatu jenis air buangan tertentu, ketiga
metode pengolahan fisika, kimia dan biologi tersebut dapat diaplikasikan secara
sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan
yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang
berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya
(Tchobanoglous & Burton 1991).
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua
jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan
berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal
berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan
berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.
Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai
106
Kesetimbangan Massa
Communitor
Alat pencacah yang digunakan untuk memotong zat padat yang ada dalam
limbah cair. Comminutor terdiri dari peralatan seperti grinder dan memotong
material yang tertangkap oleh screen. Comminutor dilengkapi dengan gigi
pemotong atau peralatan pencacah dalam drum yang berputar (Tchobanoglous &
Burton 1991).
107
Grit chamber diperlukan untuk memisahkan kandungan pasir atau grit dari
aliran air limbah. Kunci dari pemisahan ini adalah mengendapkan pasir pada
kecepatan horizontal tetapi kecepatan tersebut tidak telalu pelan sehingga bahan-
bahan lain (organik) selain pasir tidak ikut mengendap (Tchobanoglous & Burton
1991).
Seperti diketahui bahwa debit air limbah berfluktuasi yang terdiri dari aliran
maksimum, minimum dan rata-rata. Maka untuk menghadapi variasi debit
tersebut beberapa hal yang dapat dilakukan atau dipertimbangkan pada saat
merencanakan grit chamber, yaitu:
• Grit chamber dibagi menjadi dua kompartemen atau lebih, untuk aliran
minimum bekerja hanya satu kompartemen dan maksimum bekerja
keduanya
• Penampang melintang grit chamber tersebut dibuat mendekati bentuk
parabola untuk mengakomodasi setiap perubahan debit dengan kecepatan
konstan
Melengkapi grit chamber dengan pengaturan aliran yang disebut control flume
yang dipasang pada ujung aliran.
Limbah Cair
Menurut PP Nomor 82 tahun 2001, limbah cair adalah sisa dari suatu hasil
usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berasal dari dua jenis
sumber yaitu limbah rumah tangga (limbah cair domestik) dan industri. Setiap
limbah cair wajib melalui pengelolaan sehingga kandungan berbahaya di
dalamnya dapat diminimalisasi terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan,
sebab zat-zat berbahaya tersebut dapat mematikan fungsi mikroorganisme yang
berfungsi menguraikan senyawa-senyawa dalam air limbah. Penanganan limbah
cair biasanya dilakukan secara kimiawi, fisik, dan biologi untuk mengeliminasi
zat-zat yang berbahaya (Santi 2004).
Limbah cair yang berasal dari limbah kegiatan rumah tangga dan ditampung di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lebih dikenal dengan air lindi (leachate).
Limbah yang dibuang ke TPA sebagian besar terdiri atas komponen sampah
organik dan sebagian kecil anorganik. Sampah organik akan mengalami proses
penguraian atau dekomposisi, yang menghasilkan bahan padat dan gas antara lain
CO₂, CH₄, dan sebagian kecil H₂S. Hasil penguraian sampah lainnya adalah
berupa asam-asam organik. Asam ini dapat mempengaruhi proses mineralisasi
atau penguraian logam-logam yang ada dalam sampah. Asam-asam organik ini
dapat terbawa oleh air hujan menjadi air lindi yang akan tertampung dalam
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Nuryani et al. 2003).
Sludge
Karakteristik sludge yang memiliki kadar air yang tinggi membuat sludge lebih
sulit untuk dikelola. Beberapa teknik pengeringan sudah diterapkan seperti
sentrifusi, pengepresan, penyaringan, dan pembakaran. Pengelolaan lain ialah
inaktivasi unsur atau senyawa berbahaya melalui penambahan bahan-bahan yang
mampu merubah bentuk persenyawaan penyusun sludge menjadi bahan yang
tidak berbahaya, inaktif, atau imobil (Liang, 1976). Selain itu, ada satu teknologi
yang dapat dijadikan alternatif yaitu elektrokinetik.
Sludge atau lumpur merupakan bagian terakhir dari proses pengelolaan air
buangan yang harus diolah terlebih dahulu sehingga aman bagi lingkungan. Pada
dasarnya lumpur hasil pengendapan dari bak pengendap pertama memiliki kadar
air yang tinggi dengan bagian padat berkisar (0.5-4)%. Pengolahan lumpur yang
umum dilakukan dengan menggunakan unit-unit pengolahan yang sama seperti
pada instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) yang dilengkapi dengan imhoff
tank. Proses thickening dan digester (pengeraman) dilakukan pada bak yang sama
di imhof tank. Lumpur disimpan pada digester hingga matang selama beberapa
hari baru disalurkan ke drying bed atau unit pengering lumpur. Penggunaan
imhoff tank ini dapat dilakukan untuk jumlah lumpur yang sedikit atau wilayah
layanan sewerage yang kecil. Namun bila cakupan layanan sewerage luas (besar),
maka pengolahan lumpur haruslah dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
masalah. Oleh karena itu, jumlah lumpur yang banyak ini memerlukan tahapan
pengolahan/proses lumpur yang lengkap untuk mendapatkan hasil yang baik dan
efisiensi yang tinggi ( Haq dan Soedjono 2009).
Ada dua jenis digester yang biasa digunakan dilihat dari sisi konstruksinya,
yaitu fixed dome dan floating drum (Care 2011). Digester fixed dome mewakili
109
Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih lanjut untuk
mengurangi sebanyak mungkin air yang masih terkandung didalamnya. Proses
pengolahan lumpur yang bertujuan mengurangi kadar air tersebut sering disebut
dengan pengeringan lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu
secara alamiah, dengan tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal dan
dengan pemanasan (Barnett et all 1978).
Lumpur dikeringkan untuk memudahkan pembuangannya terutama dalam hal
transpotasi. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar kelembaban lumpur.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan alami melalui proses evaporasi, atau
menggunakan peralatan mekanik seperti vaccum filter, fiter press, dan belt filter.
Umumnya proses pengering lumpur yang banyak digunakan adalah dengan
evaporasi alami. Unit pengering lumpur dengan proses evaporasi yang umum
digunakan adalah sludge drying bed (Bryant 1987).
Pengeringan secara alamiah dilakukan dengan mengalirkan atau memompa
lumpur endapan ke sebuah kolam pengering (drying bed) yang mempunyai luas
permukaan yang besar dengan kedalaman sekitar 1 atau 2 meter. Proses
pengeringan berjalan dengan alamiah, yaitu dengan panas matahari dan angin
yang bergerak di atas kolam pengering lumpur tersebut. Cara pengeringan seperti
ini tentu saja sangat bergantung dari cuaca dan akan bermasalah bila terjadi hujan.
Bila lumpur tidak mengandung bahan yang berbahaya, maka kolam pengering
lumpur dapat hanya berupa galian tanah biasa, sehingga sebagian air akan
meresap ke dalam tanah dibawahnya. Contoh pengeringan lumpur antara lain
pengeringan lumpur dengan cara tekanan (pengepresan) dan proses pengeringan
lumpur dengan gaya centrifugal (centrifuge) (Buren 1979).
Lapisan bak pengering lumpur terdiri dari lapisan pasir setebal 200 – 300 mm
dan lapisan penyangga berupa kerikil setebal 200 – 400 mm yang juga sebagai
pelindung pipa underdrains. Pasir yang digunakan sebaiknya mempunyai ukuran
efektif antara 0,3 – 0,75 mm dan koefisien keseragaman kurang dari 3,5. Ukuran
kerikil yang digunakan biasanya 2,5 – 25 mm (Tchobanoglous dkk, 1993). Kadar
110
air pada lumpur yang didapatkan setelah 10 hingga 15 hari pengeringan adalah 60
- 70% (Buren 1979).
Martin (1991) mengatakan bahwa pengeringan dengan lapisan pasir dapat
mencapai kandungan solid 85% hingga 90%. Pada penelitian ini, kandungan solid
dapat mencapai 44,98% hingga 61,18% pada lumpur kering dari lumpur dengan
suplai udara konstan dan 78,35% hingga 97,29% pada lumpur kering dari lumpur
dengan suplai udara fluktuasi.
Septic tank (tangki septik) adalah suatu bak berbentuk empat persegi panjang
yang biasanya terletak di bawah muka tanah dan menerima atau menampung
kotoran dan air penggelontor yang berasal dari toilet glontor, termasuk juga segala
buangan limbah rumah tangga. Periode tinggal (detention time) di dalam tangki
adalah 1-3 hari. Zat padat akan diendapkan pada bagian tangki dan akan
dicernakan secara anaerobik (digested anaerobically) dan suatu lapisan busa tebal
akan terbentuk dipermukaan (G J W de Kruijff 1987).
Walaupun proses pencernaan zat padat yang terendap berlangsung secara
efektif, namun pengambilan lumpur yang terakumumlasi perlu dilakukan secara
periodik antara 1-5 tahun sekali. Dan bila ditinjau dari kesehatan, efluen yang
berasal dari tangki septik masih berbahaya sehingga perlu di alirkan ke tangki
peresapan (soakaways) atau bidang peresapan (leaching/ drain fields) (G J W de
Kruijff 1987).
Efluen tersebut tidak boleh langsung disalurkan pada saluran drainase ataupun
badan-badan air tanpa mengolah efluen tersebut terlebih dahulu. Walaupun pada
umumnya tangki septik digunakan untuk mengolah air limbah rumah tangga
secara ind4idual, namun tangki septik juga dapat digunakan sebagai fasilitas
sanitasi komunal/umum untuk suatu lingkungan dengan penduduk sampai 300
jiwa (G J W de Kruijff 1987).
METODOLOGI PENELITIAN
Kesetimbangan Massa
Gambar 4.1 Skema kesetimbangan massa pada IPAL dengan lumpur aktif
Kesetimbangan debit, padatan, dan substrat dapat diformulasikan pada setiap
node didalam sistem. Langkah pertama mengetahui kesetimbangan debit aliran
yang terjadi yaitu sebagai berikut:
a) Screening
Q0=Qsc+Qscw.....................................................(4.1)
b) Grit Chamber
Qsc=Qg+Qgw.....................................................(4.2)
Qg+Qct+Qts=Qp0.....................................................(4.4)
Qus=Qw+r Qp.....................................................(4.7)
f) Disinfection Basin
Qs+QCl=Qt.....................................................(4.8)
g) Thickener
Qup+Qw=Qts+Qt.....................................................(4.9)
h) Anaerobic Digester
Qt=Qd.....................................................(4.10)
112
i) Centrifuge
Qd+Qpl=Qck+Qct.....................................................(4.11)
a) Screening
Konsentrasi limbah yang terkumpul (Xscw) berdasarkan basis volume
berkisar 0.004-0.009m3/1000 m3. Konsentrasi padatan di influen screening dan
efluen screening hampir tidak mengalami perubahan.
b) Grit Chamber
Konsentrasi pada influen tidak mengalami perubahan signifikan.
Konsentrasi pasir yang terkumpul (Xgw) berkisar 0.003-0.074 m3/1000 m3.
c) Primary Sedimentation
Kesetimbangan padatan:
= Rp.....................................................(4.16)
Kesetimbangan substrat:
Tidak ada perubahan konsentrasi BOD pada dua unit pengolahan awal pada
aliran Qct dan Qts. Nilai reduksi BOD di sedimentasi primer (fpBOD) sebesar 30-
40%.
Qg S0 = Qp Sp + fpBOD Qg S0.....................................................(4.17)
Qp Xp + r Qp Xus + ∆X = Qa Xa.....................................................(4.18)
Kesetimbangan substrat:
Qp Xp + r Qp Sa = Qa Sa + ∆S.....................................................(4.19)
Qa Xa = Qs Xs + Qus Xus.....................................................(4.20)
f) Disinfection Basin
Tidak ada perubahan pada konsentrasi TSS di bak disinfeksi
karena klorin merupakan zat terlarut. Jumlah BOD sangat kecil ketika
dioksida oleh klorin sehingga dapat diabaikan.
g) Thickener
= Ct.....................................................(4.22)
h) Anaerobic Digester
Qt Xt = Qd Xd + fAD Qt Xt.....................................................(4.23)
i) Centrifuge
Laju pembubuhan dosis polimer didefinisikan sebagai Dpt. Rasio
pengumpulan di sentrifugasi didefinisikan melalui notasi Cc.
= Cc.....................................................(4.26)
Tahap awal pengolahan air limbah adalah menghilangkan zat padat yang kasar.
Pada umumnya proses tersebut dilakukan dengan cara melewatkan air limbah
melalui saringan kasar untuk menghilangkan benda yang besar atau biasa disebut
dengan bar screen. Bar screen merupakan alat berupa kisi-kisi dari batangan besi
atau baja yang dipasang sejajar dan membentuk kerangka yang kuat untuk
menyisihkan benda-benda terapung dan melayang (plastik, logam, bangkai
binatang, daun dan sebagainya) di dalam air limbah agar tidak mengganggu
proses pengolahan, melindungi peralatan mekanis dan menghindari cloging.
Dalam perancangan bar screen dilakukan beberapa langkah. Pada tahap awal
perancangan ditentukan kriteria desain yang akan digunakan sesuai dengan yang
disajikan pada Tabel 4.1. Setelah itu dirancang kondisi aliran pada pipa
penyaluran yang meliputi diameter pipa, kemiringan pipa, kecepatan pada debit
maksimum, serta kedalaman aliran dalam pipa pada debit maksimum. Secara
lengkap desain perhitungan dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
114
Tabel 4.1 Kriteria desain untuk pembersihan secara manual dan mekanis untuk
Bar racks
Besaran
Parameter Manually Mechanically Satuan Sumber
Cleaned Cleaned
Ukuran Batang
Lebar 4-8 8 - 10 mm Qasim 1985
Kedalaman 25 - 50 50 - 75 mm Qasim 1985
Jarak antar batang 25 - 75 10-50 mm Qasim 1985
Kemiringan terhadap horizontal 45 - 60 75 - 85 ° Qasim 1985
Kecepatan saat melewati batang 0.3 - 0.6 0.6 - 1.0 m/s Qasim 1985
Kecepatan saat mendekati Metcalf &
0.6 - 1 0.6 - 2 m/s
batang Eddy2003
Headloss saat clogging 150 150 mm Qasim 1985
Headloss maksimum saat
800 800 mm Qasim 1985
clogging
Langkah pertama yang dilakukan dalam penentuan rancang teknis bar screen
adalah penentuan kriteria rancang bar screen terpilih dengan jenis bar screen
terpilih yaitu bar screen continouns belt dengan kriteria rancangan yang telah
ditetapkan berdasarkan Tabel 4.2 dibawah ini.
Langkah kedua, dilakukan penentuan jarak bar dan dimensi ruang bar
menggunakan persamaan 4.27 dan 4.28. Setelah langkah ketiga selesai, dilakukan
langkah keempat, yaitu penentuan jumlah spasi, jumlah bar menggunakan
persamaan 4.29 dan 4.30.
Luas total spasi antar bar (m2) ………….(4.27)
Langkah ketiga, dilakukan perhitungan total lebar chamber, total jarak spasi
dan perhitungan koefisien efisiensi. Perhitungan kriteria rancangan tersebut
dilakukan secara berurutan menggunakan persamaan 4.31 hingga persamaan 4.32.
115
Total lebar chamber = (Jumlah spasi x lebar spasi) + (jumlah bar x lebarbar)(4.31)
Total jarak spasi (m) = lebar spasi (m) x jumlah spasi ….……..(4.32)
Keterangan :
𝑍1 dan 𝑍2 = tinggi diatas datum (m)
v1 dan v2 = kecepatan aliran pada section 1 dan 2 (m/dt)
HL = total headloss (m)
d1 = kedalaman aliran pada saluran pembawa (m)
d2 = kedalaman aliran pada chamber sebelum bar screen (m)
𝐾𝑒 = koefisien ekspansi = 0.3
V (m/det)= …….…………….……..(4.37)
Langkah ke-lima, dilakukan penentuan kehilangan tekanan (HL`) saat melalui
bar screen dilakukan menggunakan tiga pendekatan persamaan, yaitu persamaan
4.38 hingga persamaan 4.40, dengan parameter koefisien aliran (Cd) adalah
sebesar 0.6 (clean rack) dan β merupakan faktor kemiringan bar dengan jenis
rectangular with semicircular upstream face yaitu sebesar 1.83. Setelah
didapatkan nilai hasil pendekatan dari tiga persamaan tersebut, diambil nilai
terbesar yang ditetapkan sebagai besarnya kehilangan tekanan (HL`) saat melalui
bar screen.
HL` = ……………………………………..(4.38)
.
116
HL` = ( ) ( ) ………...…..(4.39)
x
HL` = x ………………(4.40)
Langkah ke-enam, dilakukan perhitungan kedalaman aliran di chamber
sebelum melalui bar screen saat debit puncak (d3). Perhitungan tersebut dilakukan
menggunakan persamaan 4.41, dengan keterangan Z3 adalah ketinggian datum
chamber setelah bar screen (m).
x
d2 + = d3 + HL ` (4.41)
V3 (m/det)= ……….……………..(4.42)
x
Langkah ke-tujuh, dilakukan penentuan kedalaman aliran di chamber sebelum
bar screen saat penyumbatan 50% (d2`), kehilangan tekanan (HL50) serta
kecepatan (V2`) di chamber sebelum melalui bar screen saat debit puncak dan
50% penyumbatan (clogging). Penentuan parameter-parameter tersebut secara
berurutan dilakukan menggunakan persamaan 4.43 hingga persamaan 4.45.
d2 ` + = d3 + + HL50………………..………….………(4.43)
H L50 = ….(4.45)
.
Pada perhitungan nilai HL50 terdapat variabel yang tidak diketahui, yaitu d2`.
Persamaan 4.45 disubtitusikan kedalam persamaan 4.43 sehingga didapatkan
persamaan polinomial dalam bentuk ax3 + bx2+ cx +d = 0. Melalui trial and eror ,
kedalaman aliran di chamber sebelum bar screen (d2`) dapat diketahui. Setelah
itu, d2` kembali disubtitusikan kedalam persamaan 4.64 untuk mengetahui v` dan
v2` sehingga total kehilangan tekanan saat penyumbatan (HL50) diketahui.
Langkah ke-delapan, ditentukan kedalaman dan kecepatan kritis pada saluran
rectangular menggunakan persamaan 4.46 dan 4.47 dengan keterangan de adalah
kedalaman kritis (m), Ae adalah luas cross section pada kedalaman kritis (m2) dan
Ve adalah kecepatan kritis (m/det).
Debit puncak air limbah (m3/det) = Ae x √ ………. 4.46)
117
Selanjutnya, berdasarkan data pada Tabel 4.4 dapat dipilih waktu detensi (td), laju
suplai udara, dan lebar bak (L).
Z1 + d1 + = Z2 + d2 + + HL ................................................(4.51)
H L = Ke ( - ) .........................................................................(4.52)
HL = Ke ( - ) ...................................(4.53)
Keterangan:
Z1 = ketinggian datum saluran pembawa (m)
Z2 = ketinggian datum chamber (m)
v1 = kecepatan aliran di saluran pembawa (m/detik)
v2 = kecepatan aliran sebelum melalui grit chamber (m/detik)
HL = total kehilangan tekanan (m)
g = gaya gravitasi (m/detik2) = 9.81 m/detik2
119
v2 = ........................................(4.54)
d1 = d/D x D ..........................................................(4.55)
Luas permukaan (A) setiap unit dapat diketahui dengan persamaan 4.57.
A= .......................................................................(4.57)
Dengan tabel 1, nilai rasio P:L ditentukan. Sehingga berdasarkan rasio yang
dipilih tersebut, nilai P dan L setiap unit dapat diketahui. Dan selanjutnya, nilai A
setiap unit terpilih pun dapat diketahui.
Pada perancangan unit ini, dilakukan penentuan perletakan diffuser udara.
Berdasarkan penentuan tersebut, akan diperoleh jarak diffuser udara dari dasar
unit dalam satuan meter (m).
Waktu detensi aktual (td) saat debit puncak ketika dua bak beroperasi
diperoleh dengan persamaan 4.58.
td (menit) = ...........................(4.58)
Sementara waktu detensi aktual saat debit puncak ketika satu bak beroperasi
dihitung dengan persamaan 4.59.
td (menit) = ..........................................(4.59)
udara per meter panjang unit dalam satuan L/m.menit harus diketahui
sebelumnya. Sehingga dapat diperoleh nilai kebutuhan udara teoritis per unit
tersebut dengan persamaan 4.60.
Pada penelitian ini juga dirancang alat blower pada dua unit grit chamber tersebut,
dengan kondisi disediakan dua buah blower dengan satu buah blower dijalankan.
Kapasitas blower tersebut diketahui dengan persamaan 4.62.
Pada penentuan dimensi zona influen, lebar saluran influen disediakan sebesar
1 m dan membagi aliran masuk ke dalam dua unit grit chamber. Tiap saluran
mempunyai satu orifice sebesar 1 x 1 m untuk mengalirkan air limbah menuju
area diffuser.
Perbedaan elevasi dari permukaan air hingga ke dasar unit dapat diperoleh
dengan persamaan 4.65.
∆H (m) = - + HL .............................................(4.65)
Keterangan:
v1 = kecepatan rata-rata pada pipa influen (m/detik)
v2 = kecepatan rata-rata di dalam grit chamber (m/detik)
∆H = perbedaan elevasi dari permukaan air ke dasar pipa atau unit (m)
HL = kehilangan tekanan ke dalam pipa dan exit loss selama di dalam pipa (m)
121
Q = Cd A √ ................................................................(4.66)
Jika dilakukan penggabungan rumus pada persamaan 4.87 dengan rumus pada
persamaan 3.88, diperoleh rumus baru seperti pada persamaan 4.89.
∆H (m) = - +( )2 .....................................(4.67)
√
Keterangan:
A = luas permukaan orifice (m2)
Cd = koefisien debit = 0.61
Lebar unit grit chamber = 2 (panjang bak efluen) + panjang effluent box ...(4.69)
Perhitungan kehilangan tekanan ketika melewati weir efluen saat debit rata-
rata pada kondisi dua unit beroperasi dilakukan dengan persamaan 4.70.
Q = Cd L'√ ...................................................(4.70)
Keterangan:
Q = debit saat melewati weir (m3/detik)
HL' = kehilangan tekanan saat melewati weir (m)
L' = L – 0.1 n H
L = panjang weir = 2.5 m
n = jumlah konstraksi akhir = 1
L' (m) = 2.5 – 0.1 x 1 x HL' (harus mendekati asumsi awal) ............(4.72)
Perhitungan kehilangan tekanan ketika melewati weir efluen saat debit puncak
pada kondisi satu bak dalam perawatan dilakukan dengan persamaan 4.74.
Diasumsikan sebelumnya L' sebesar 2.46 m.
L' (m) = 2.5 – 0.1 x 1 x HL' (harus mendekati asumsi awal) ............(4.76)
Kedalaman air di ujung hulu bak efluen (y1) harus diketahui untuk menghitung
kedalaman zona influen. Nilai y1 dihasilkan dari persamaan 4.77.
y1 = √ .............................................(4.77)
Keterangan:
y1 = kedalaman air di ujung hulu bak efluen (m)
y2 = kedalaman air di bak pada jarak L dari ujung hulu (m)
b = lebar launder effluent box (m)
Pada debit puncak, ketika salah satu unit dalam perawatan, kondisi pada zona
efluen adalah Qp = .....m3/detik, dengan L (panjang weir ) = 2.5 m.
Kedalaman air di effluent box pada titik outlet (tengah-tengah pipa efluen)
diasumsikan sebesar 1.5 m. Jadi, kedalaman air di effluent box juga 1.5 m (y2).
Dengan demikian, berdasarkan persamaan 4.77 akan diperoleh nilai y1.
Selanjutnya, nilai kedalaman bak efluen akan dapat dihitung dengan persamaan
4.78. Namun, sebelumnya diketahui bahwa nilai tambahan kedalaman untuk
faktor keamanan (f) = 12 – 15%, dan nilai tambahan untuk bangunan terjunan (h)
= 15 cm.
Total kehilangan tekanan saat melewati grit chamber terbagi atas empat lokasi,
yakni zona influen, zona efluen, bak grit chamber, dan baffle. Kehilangan tekanan
di zona influen dan zona efluen dihitung berdasarkan persamaan 4.75 dan 4.77.
Sementara kehilangan tekanan di bak grit chamber sangat kecil dan dapat
diabaikan karena aliran memiliki kecepatan yang rendah. Dan perhitungan
kehilangan tekanan di baffle dapat dilakukan dengan persamaan 4.79.
HL = CD ..................................................................(4.79)
Keterangan:
HL = kehilangan tekanan di baffle (m)
v2 = kecepatan aliran di unit grit chamber melewati area tanpa baffle (m/detik)
Ab = proyeksi vertikal dari luas baffle
A = luas penampang melintang bak grit chamber (m2)
Cd = koefisien drag = 1.9
Jika luas penampang melintang baffles 50 % dari bak, dan nilai v2 telah diketahui,
HL pada debit puncak ketika salah satu unit dalam perawatan dapat dihitung
dengan persamaan 4.80. Namun, nilai HL dapat diabaikan apabila sangat kecil.
H L = CD .............................................................(4.80)
123
Bak ekualisator berfungsi sebagai peredam variasi laju aliran sehingga menjadi
konstan atau mendekati konstan, dan meningkatkan performasi proses pada
downstream, serta mengurangi ukur dan biaya instalasi. Prosedur penentuan
rancangan teknis ekualisasi dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama
yaitu menentukan debit campuran rata-rata (Qr) dari data debit campuran yang
telah ditentukan pada perhitungan sebelumnya. Setelah debit campuran rata-rata
diperoleh, perhitungan dilanjutkan dengan menentukan besarnya volume
kumulatif. Volume kumulatif terbagi menjadi 2 yaitu, volume kumulatif influen
(Vinf) dan volume kumulatif efluen (Vef). Kedua jenis volume kumulatif tersebut
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.
Volume kumulatif influen (Vinf) diperoleh dari akumulasi debit campuran
setiap jam (Qj).
Volume kumulatif efluen (Vef) diperoleh dari akumulasi debit campuran rata-rata
(Qr).
Proses selanjutnya yaitu menentukan volume bak ekualisasi (V) yang ditentukan
dari besar nilai Vr positif terbesar, Vr absolut negatif terbesar, atau Vr positif
terbesar ditambah Vr absolut negatif terbesar.
𝑒 𝑒
atau
𝑒 𝑒
atau
𝑒 𝑒 𝑒 𝑒
Penentuan volume bak ekualisasi dari ketiga metode tersebut didasarkan dari
hasil volume kumulatif rata-rata yang diperoleh, bila seluruh nilai volume
kumulatif rata-rata menghasilkan nilai positif maka opsi pertama yang digunakan,
bila seluruh nilai volume kumulatif rata-rata menghasilkan nilai negatif maka opsi
kedua yang digunakan, sedangkan bila nilai volume kumulatif rata-rata terdiri dari
nilai positif dan negatif maka opsi ketiga yang harus digunakan.
Volume bak ekualisasi dapat pula dicari menggunakan grafik melalui plotting
volume kumulatif influen dan efluen terhadap rentang waktu setiap jam selama 24
124
jam. Kemudi, garis singgung antara kurva volume kumulatif influen dan kurva
volume kumulatif efluen dibuat sehingga jarak terbesar garis singgung tersebut
merupakan volume bak ekualisasi.
Tahap berikutnya dalam rancangan unit ekualisasi adalah menentukan
pengaruh dari bak ekualisasi terhadap BOD dan TSS. Perhitungan dimulai saat
bak dalam keadaan kosong. Kondisi kosong terjadi saat waktu debit campur setiap
jam pertama kali melebihi debit campuran rata-rata selama 24 jam.
Menentukan volume air limbah dalam bak ekualisasi di akhir setiap periode
waktu diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut.
Keterangan:
Vsc = volume air limbah dalam bak ekualisasi pada akhir periode waktu (m3)
Vsp = volume air limbah dalam bak ekualisasi pada periode terdahulu (m3)
Vic = volume air limbah yang masuk setiap jam saat ini (m3)
Voc = volume air limbah yang keluar setiap jam saat ini / volume rata-rata (m3)
( ) ( ) ( )
Keterangan:
Xoc = konsentrasi BOD atau TSS setelah melalui ekualisasi (mg/l)
Xic = konsentrasi BOD atau TSS pada aliran masuk saat ini (mg/l)
Xsp = konsentrasi BOD atau TSS air buangan dalam bak ekualiasi (mg/l)
( ) ( ) ( )
Hasil perhitungan mass loading BOD dan TSS sebelum dan sesudah ekualisasi
dibuat dalam bentuk kurva.
Tahapan selanjutnya yaitu menentukan dimensi dari unit ekualisasi. Kriteria
rancangan terpilih dan hasil perhitungan mengacu pada Tabel 4.5 berikut.
Rancangan bak ekualisasi yang dibuat yaitu dalam bentuk limas terpancung.
Dilakukan penentuan terhadap luas bawah (A2) yang akan dipilih dengan
menggunakan persamaan berikut.
Selain itu dilakukan penentuan terhadap debit rata-rata (Qr), debit maksimum
(Qmaks) (berdasarkan tabel data kuantitas air limbah tertinggi pada perhitungan
sebelumnya), serta volume bak total. Bak direncanakan menggunakan lebih dari
satu unti sehingga proses pengolahan tidak mengalami gangguan ketika satu unit
dalam perawatan atau pembersihan.
𝑒 { }
Berdasarkan rasio P : L = 1 : 1
A1 = P1L1 P1 = L1 = ....... m
A2 = P2L2 P2 = L2 = ....... m
Dilakukan pengecekan kemiringan (slope) menggunakan persamaan berikut.
[ ]
126
Pipa influen
Perhitungan luas penampang influen (A influen)
𝑒 𝑒
𝑒 𝑒
Pipa efluen
Perhitungan luas penampang efluen (A efluen)
perhitungan kesetimbangan massa yaitu debit puncak effluen grit chamber (Qg).
Setelah debit puncak diperoleh, tahap selanjutnya yaitu pemilihan jenis
comminutor berdasarkan pada tipe, kapasitas maksimum, ukuran motor, dan
jumlah comminutor yang digunakan. Sebelum pemilihan jenis comminutor
dilakukan, debit puncak yang telah ditentukan perlu dikonversi terlebih dahulu
sehingga memiliki satuan MGD.
Selain itu, diperlukan pula data-data lain seperti BOD5 ekualisasi rata-rata dan
SS ekualisasi rata-rata, serta debit campuran rata-rata (Qave). Setelah data-data
terkumpul perhitungan maka perhitungan dapat dilakukan. Berikut beberapa
tahapan perhitungan yang dilakukan.
Perhitungan dimensi bak pengendap
𝑒
𝑒 𝑒
Nilai overflow rate diperoleh dari hasil plotting dari nilai SS removal (%),
BOD removal (%) yang telah digunakan dalam perhitungan kesetimbagan massa,
kedua nilai tersebut dipotkan pada grafik. Tahap selanjutnya yaitu penentuan
panjang, lebar, dan kedalaman berdasarkan kriteria yang telah dipilih. Kriteria
terpilih adalah P : H = 11 : 1 dan P : L = 5 : 1.
Tahap berikutnya yaitu dilakukan pengecekan terhadap overflow rate dan
waktu detensi. Perhitungan overflow rate dan waktu detensi (td) dilakukan dengan
mengiakan persamaan berikut.
𝑒 𝑒
Setelah nilai diameter pipa influen dan efluen diperoleh, kemudian dilakukan
pengecekan kecepatan dengan menggunakan persamaan berikut.
Nilai luas tersebut akan digunakan dalam penentuan lebar influen yang
dilakukan dengan perhitungan menggunakan persamaan berikut ini.
𝑒 𝑒
𝑒 𝑒
𝑒
𝑒
𝑒 { } { }
𝑒 { } { }
𝑒
𝑒
Penentuan V-Notch
Telah direncanakan sebelumnya jumlah V-Notch yang akan digunakan
sebanyak 5 V-Notch/m. Perhitungan total jumlah V-Notch dilakukan dengan
menggunakan persamaan berikut.
⁄
⁄
Keterangan:
H = head over V-Notch
Cd = 0,6
= sudut V-Notch = 90°
Q = Q ave per V-Notch
𝑒𝑒
Tahap selanjutnya yaitu penentuan total panjang launder yang diperoleh melalui
persamaan – persamaan berikut.
[ ] 𝑒 [ ]
Bila total panjang weir telah diperoleh maka aliran per unit dapat diperoleh
melalui persamaan 4.130 berikut.
𝑒
√
- Kapasitas pompa
𝑒 ⁄
𝑒 ⁄
- Interval putaran
𝑒 ⁄
𝑒
⁄
⁄ 𝑒 𝑒 ⁄
⁄
Kemudian dilakukan perhitungan terhadap volume di efluen primer.
Perhitungan dilakukan dengan persamaan berikut
𝑒 𝑒 𝑒 𝑒 𝑒
𝑒 𝑒 𝑒 𝑒 𝑒
⁄
( 𝑒 ⁄ ) ( )
⁄ ⁄
Tahap selanjutnya adalah perhitungan konsentrasi BODs dan SS di efluen
menggunakan persamaan 4.140 dan 4.141.
- Konsentrasi BOD5 di efluen (BOD5’
⁄
𝑒 𝑒 𝑒 𝑒
- Konsentrasi SS di efluen SS’ .
⁄
𝑒 𝑒 𝑒 𝑒
133
Penentuan slope
- Q pipa penguras
- Lama pengurasan
𝑒
𝑒
Parit oksidasi (oxidation ditch) terdiri dari suatu cincin atau saluran oval-
shaped yang dilengkapi dengan aerator mekanik (tipe brush atau surface) dan alat
pencampuran. Air limbah yang telah disaring masuk ke dalam saluran, dan
dikombinasikan dengan sisa hasil proses activated sludge. Konfigurasi dari
tangki, aerator, dan mixing digunakan arus aliran searah, sehingga energi yang
digunakan untuk proses aerasi cukup untuk menyediakan pencampuran pada
sistem dengan waktu detensi relatifitas yang panjang.
Perhitungan desain sangat dibutuhkan dalam menentukan dimesi parit tersebut
yang akan digunakan untuk menurunkan konsentrasi DO dan agar terjadinya
proses denitrifikasi. Kriteria desain yang dibutuhkan diantaranya sebagai berikut.
d) Volume reaktor
Direncanakan menggunakan 3 buah bak dan 1 cadangan
Q = Qave ….........................................(4.160)
V = Q + R …........................................(4.161)
e) C
= x …................................(4.162)
f) Cek F/M
U=Q …..............................(4.163)
= + …..................(4.166)
= ∑ . ….................(4.167)
P= …....................(4.169)
Φ =Φ
Asumsi:
Q tiap bak = [Qave (m3/d ….....................(4.170)
136
A = Q bak / v …................................(4.171)
d=√ …......................................(4.172)
Cek v:
= Q A…....................................(4.173)
i) Kebutuhan Oksigen
Teori kebutuhan oksigen
O2 kg/hari (N) = -1.42 Px …....................(4.174)
Standard Oxygen Requirement (SOR)
Csw (20oC) = 9.15 mg/l
β = 0.9
C = 1.5 mg/l
o
C’ w C) = 8.5 mg/l
α = 0.95
Fa = 0.95
SOR = .....................(4.175)
[ ]
Kebutuhan Volume
Asumsi:
Berat udara 1.201 kg/m3 dan mengandung 23.2% oksigen
K = SOR . 0 . . % ….........(4.176)
Asumsi:
Efisiensi dari diffuser udara = 8%
= y …........(4.179)
= .........................(4.180)
Suplai volume udara (m3 per m3) dari limbah yang diolah
= …......................(4.181)
= ….................(4.182)
Oleh karena unit clarifier memiliki keterkaitan dengan unit oxidation ditch, maka
terdapat juga nilai beberapa variabel yang sebelumnya digunakan untuk
melakukan perancangan unit oxidation ditch seperti pada tabel 4.10.
Langkah awal yang dilakukan dalam perancangan unit clarifier ini ialah
perancangan luas permukaan unit clarifier tersebut. Dalam perancangan luas
permukaan unit ini, dibutuhkan data aliran air yang masuk ke bak clarifier
138
Karena Qin berasal dari Qout oxidation ditch, dimana tidak ada return sludge
(recycle) maka Qr dan b MLSS dianggap 0. Sehingga Qin = Q. Qin merupakan
debit aliran yang masuk ke unit clarifier (m3/detik). Direncanakan bak clarifier ini
sebanyak satu buah, dengan satu cadangan.
Luas dan diameter clarifier dapat diketahui dengan melakukan perhitungan
menggunakan persamaan 4.186 dan 4.187.
A (m2) = ....................................................................(4.186)
D (m) =√ ................................................(4.187)
Untuk memperoleh nilai luas aktual unit ini, dilakukan perhitungan dengan
persamaan 4.208.
A aktual (m2) = ¼ π 2
..........................................(4.188)
Total massa solid di tiap clarifier = 30% total massa solid tiap bak oxidation ditch (4.192)
Dengan asumsi faktor sustained BOD5 sebesar 1.5 dan nilai sustained flow rate
sebesar 2.5, dilakukan perhitungan nilai Y obs agar pada akhirnya dapat diperoleh
nilai kedalaman zona penyimpan lumpur.
Y obs = ..................................................(4.194)
Total volatil solid = Y x Q (BOD5 influen – BOD5 yang larut di efluen) x 1,5 x 2,5 ........(4.195)
Ditetapkan lamanya penyimpanan solid ialah 2 hari, sehingga nilai total solid
dapat diperoleh dengan persamaan 3.217.
Nilai solid yang tersimpan di tiap clarifier dapat diketahui dengan persaman
4.218.
Selanjutnya, nilai total solid di clarifier (kg per 2 hari) dapat diketahui dengan
menjumlahkan nilai solid yang tersimpan di tiap clarifier dengan nilai total solid.
Besar volume solid per hati diperoleh dengan persamaan 4.199.
Dengan nilai spesifik gravity lumpur sebesar 1.03 dan solid content 5 %,
dilakukan perhitungan persamaan 4.200 agar diperoleh besar volume lumpur per
hari per bak.
Nilai kedalaman clarifier untuk solid storage diperoleh dengan persamaan 4.200.
Total kedalaman clarifier (m) = zona air bersih + kedalaman tickhening zone + kedalaman clarifier untuk solid storage
..4.202)
2
Volume rata- f =¼π H ..........................(4.204)
P f = π – 1 ...........................(4.206)
2/5
Head over v-notch (cm) = ...............(4.208)
( ) ( )
Pada penelitian ini, pipa efluen yang dirancang ialah sebanyak 2 buah.
Sehingga debit masing-masing pipa merupakan hasil pembagian debit yang
masuk ke clarifier dengan 2. Diasumsikan nilai kecepatan aliran, v sebesar 1
m/detik. Sehingga dengan persamaan 4.210 dapat diketahui luas bak.
v (m/detik) = ..............................................(4.213)
b. Perhitungan dimensi
Pada perancangan unit ini, direncanakan menggunakan dua bak yang
identik, yang masing-masing memiliki tiga susun pass-around-the end baffles.
Luas cross tersebut diperoleh dengan persamaan 4.215.
c. Cek td
nilai td dapat diperoleh dengan persamaan 4.217 berikut.
td (detik) = ..............................(4.217)
d. Kebutuhan kaporit
Banyaknya kaporit yang dibutuhkan (kg/hari) = ...(4.218)
Luas pipa efluen memiliki nilai yang sama dengan luas cross yang diperoleh
dari hasil perhitungan persamaan 4.215. Berdasarkan nilai luas tersebut, dapat
ditentukan diameter pipa effluen dengan persamaan 4.220.
D (m) =√ ................................................(4.220)
𝑒 𝑒 …………………………………………. (4.223)
𝑒
(4.224)
143
𝑒 ⁄ (4.225)
⁄ (4.226)
(4.227)
𝑒 (4.228)
(4.229)
(4.230)
(4.231)
(4.232)
(4.234)
(4.235)
(4.236)
(4.237)
⁄
(4.238)
⁄
(4.239)
⁄
Berdasarkan persamaan 4.241 maka lebar drying bed dapat dihitung, kemudian
panjang dapat ditentukan dari perbandingan dimensi panjang dan lebar yang
sudah direncanakan.
Pada penelitian ini dilakukan perancangan unit septic tank komunal yang
difungsikan sebagai MCK. Sebelumnya diketahui nilai beberapa variabel seperti
berikut : - jumlah penduduk, P = 70 orang
- waktu pengurasan, N = 2 tahun
- rata-rata lumpur terkumpul, S = 40 lt/org/tahun
- air limbah yang dihasilkan, Q = 25 lt/org/hari
- volume ruang pengendapan, Vrp = ½ volume total
- freeboard = 0.4 m
Langkah pertama yang dilakukan ialah perhitungan dengan persamaan 4.242
untuk memperoleh nilai kebutuhan kapasitas penampungan lumpur, A.
A (m3) = P x N x S .........................................(4.242)
B (m3) = P x Q x Th ......................................(4.244)
Besar volume tangki septik, Vtp dapat diketahui dengan berdasarkan persamaan
4.245.
Vtp (m3) = A + B ........................................(4.245)
Setelah nilai Vtp diketahui, nilai Vrp juga dapat diperoleh yakni dengan
melakukan perkalian antara volume tangki septik dengan ½.
Selanjutnya dilakukan perhitungan agar diperoleh nilai dimensi tangki septik.
Diasumsikan tinggi tangki septik ialah sebesar 2.1 m. Sehingga tinggi total (m)
145
dapat diketahui dengan menjumlahkan nilai tinggi asumsi dengan nilai freeboard
yang sudah diketahui sebelumnya.
Lebar tangki septik ditentukan berdasarkan persamaan 4.246.
Pada persamaan 4.246 tersebut, variabel yang harus sudah diketahui sebelumnya
nilainya ialah volume agar dapat dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai
lebar tangki septik. Sementara itu, harus dilakukan juga asumsi perbandingan nilai
panjang, P dengan lebar, L karena hanya nilai variabel tinggi, H saja yang sudah
diketahui nilainya. Setelah nilai lebar diketahui, otomatis nilai panjang akan dapat
diperoleh.
Terakhir, dilakukan perhitungan untuk memperoleh dimensi tangki
pengendapan. Variabel yang dicari hanya variabel panjang, karena tinggi dan
lebar tangki pengendapan sama dengan dimensi lebar dan tinggi tangki septik.
Persamaan yang digunakan untuk panjang bak pengendapan ialah persamaan
4.245.
Pada umumnya air limbah digolongkan menjadi dua jenis, yaitu air limbah
domestik yang berasal dari kegiatan-kegiatan institusional, daerah komersial dan
perumahan serta air limbah industri yang berasal dari instalasi pabrik
(manufacturing plants). Berdasarkan efisiensi pekerjaan IPAL yang akan
dirancang, data fluktuasi debit yang telah diperoleh dari perhitungan sebelumnya
beserta nilai konsentrasi BOD dan SS dapat disesuaikan dengan jam kerja pada
jangka waktu satu hari. Perhitungan produksi air limbah dalam satuan perhari
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Berdasarkan tabel perhitungan tersebut, diketahui bahwa debit dan konsentrasi
dari masing-masing parameter yaitu BOD dan SS bernilai tinggi pada saat siang
hari. Hal ini dikarenakan waktu operasi IPAL diefektifkan saat jam kerja pada
umumnya yaitu dimulai pukul 9 pagi hingga 3 sore. Sebaliknya, pada saat di luar
jam kerja, produksi debit dan konsentrasi pada setiap parameter berada pada
keaadaan standar.
Selanjutnya data kuantitas limbah domestik dan industri yang dihasilkan
berdasarkan survei dan analisis yang telah dilakukan, diinput ke dalam suatu tabel
untuk mencari konsentrasi pencemar tercampur sehingga dapat dibandingkan
dengan standar minimal baku mutu yang telah ditentukan. Data limbah domestik
disajikan pada Tabel 4.13 berikut.
Berbeda dengan data limbah domesitk yang terdiri dari banyak parameter, data
limbah non domestik pada industri hanya terdiri dari 3 parameter yaitu BOD,
COD dan TSS. Ketiga nilai parameter tersebut disajikan dalam Tabel 4.14.
146
Tabel 4.12 Fluktuasi debit, konsentrasi BOD dan SS pada air limbah
Debit BOD5 SS
Jam
efisiensi (%) l/jam efisiensi (%) mg/L efisiensi (%) mg/L
0-1 78 677048.424 79 256.841 82 380.576
Debit BOD5 SS
Jam
efisiensi (%) l/jam efisiensi (%) mg/L efisiensi (%) mg/L
2-3 47 407965.076 44 143.051 52 241.341
3-4 36 312483.888 28 91.032 35 162.441
4-5 34 295123.672 25 81.279 17 78.900
5-6 32 277763.456 34 110.539 17 78.900
6-7 35 303803.780 50 162.558 21 97.465
7-8 61 529486.588 75 243.837 49 227.417
8-9 95 824610.260 94 305.609 115 533.734
9 - 10 125 1085013.500 116 377.134 147 682.252
10 - 11 122 1058973.176 118 383.637 155 719.381
11 - 12 127 1102373.716 121 393.390 161 747.228
12 - 13 122 1058973.176 117 380.385 153 710.099
13 - 14 115 998212.420 108 351.125 146 677.610
14 - 15 108 937451.664 194 630.725 132 612.634
15 - 16 96 833290.368 82 266.595 114 529.093
16 - 17 82 711768.856 76 247.088 96 445.552
17 - 18 82 711768.856 74 240.586 94 436.270
18 - 19 86 746489.288 79 256.841 91 422.346
19 - 20 98 850650.584 84 273.097 106 491.964
20 - 21 112 972172.096 96 312.111 123 570.864
21 - 22 115 998212.420 99 321.865 128 594.069
22 - 23 108 937451.664 102 331.618 125 580.146
23 - 24 92 798569.936 90 292.604 113 524.452
Setelah keseluruhan data pada setiap jenis limbah diketahui, nilai konsentrasi
campuran dari kedua jenis limbah tersebut dihitung. Nilai konsentrasi campuran
beserta beban pencemar dari setiap parameter limbah dapat dilihat dalam tabel
yang telah disajikan pada lampiran 1 dengan contoh perhitungan sebagai berikut.
Contoh perhitungan beban pencemar zat padat tersuspensi (SS)
0.0 9 x 6 . + .095 x 569.6
a) CC = 0.0 9+ .095
= 464.117 mg/l
b) Beban pencemar = ((464.117 mg/l – 100 mg/l)/100 mg/l) x100% = 364.117 %
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan mengacu kepada baku
mutu yang telah ditentukan, diketahui bahwa keseluruhan parameter melebihi
baku mutu yang telah ditentukan kecuali pada zat padat terlarut (TDS), Sulfat dan
Klorida yang masih tetap berada dalam ambang batas aman. Hal ini menunjukkan
bahwa aliran air limbah yang terdiri dari limbah domestik dan industri yang
menuju ke IPAL telah mengalami pencemaran yang tinggi dilihat dari konsentrasi
pencemar terhadap baku mutu yang telah ditentukan tersebut.
Setelah analisis karakteristik air limbah dilakukan, dilakukan perhitungan
terhadap kesetimbangan massa (mass balance) pada pengolahan air limbah
dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi substansi yang mengalami
transformasi dan reduksi di setiap influen ataupun efluen pada unit pengolahan.
Dalam perhitungannya, dibutuhkan data awal berupa beberapa parameter yang
disajikan dalam Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Data awal kesetimbangan massa
Parameter Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan
Qo 0.241114 m3/detik Ct 85 %
Xo 464.11294 mg/L Xt 6 %
So 325.113396 mg/L FAD 55 %
Parameter Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan
Xscw 0.000005 Xpl 80000 mg/L
Xgw 0.000008 Dpl 9 Kg/ton
Rp 55 % Cc 97.5 %
Fp 35 % Xck 32 %
Xup 4.5 % De 14.5 mg/L
148
Berbagai parameter tersebut merupakan data awal yang akan diinput ke dalam
formula dari setiap unit yang ada pada rancangan IPAL. Proses pengolahan air
limbah tersebut dimulai pada unit screening dan diakhiri pada proses sentrifugasi.
Perhitungan dilakukan dengan melakukan iterasi sebanyak mungkin hingga
dicapai nilai yang stabil pada setiap parameter. Adapun contoh perhitungan dari
salah satu iterasi adalah sebagai berikut.
Grit Chamber
Berdasarkan kriteria desain pada Tabel 4.16, dalam perencanaan aerated grit
chamber juga dibutuhkan kritetria terpilih yang meliputi jumlah unit yang akan
digunakan, debit puncak air limbah, waktu detensi, laju suplai udara, kecepatan
aliran pipa influen, dan lebar bak disajikan dalam Tabel 4.17.
Comminutor
Qp = 0.2411 m3/detik
151
Bak Ekualisasi
14000.00
12000.00
Volume kumulatif
10000.00
8000.00
v influens
6000.00
v effluens
4000.00
2000.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (jam)
Gambar 4.2 Penentuan volume bak berdasarkan grafik volume kumulatif
0.8
0.7
0.6
Debit (m3/detik)
0.5
debit
0.4
debit rata-rata
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (jam)
Gambar 4.3 Penentuan kondisi bak berdasarkan dalam keadaan kosong
Volume air limbah atau Vac merupakan, nilai terendah volume air limbah
terdapat pada saat siang hari yaitu pada rentang waktu x hingga y, hal ini
dikarenakan pengoperasian yang maksimal terjadi, sedangkan nilai volume
terendah terdapat pada rentang waktu karena pemakaian tidak terlalu optimal.
Hasil perhitungan mass loading BOD dan TSS sebelum dan sesudah ekualisasi
dibuat dalam bentuk kurva sebagai berikut (Gambar 4.4 dan 4.5).
600.00
BOD mass loading (kg/jam)
500.00
400.00
300.00
Sebelum Ekualisasi
200.00 Setelah Ekualisasi
100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (jam)
Gambar 4.4 Grafik nilai BOD sebelum dan sesudah ekualisasi
pagi hingga siang hari penggunaan bak lebih optimal sehingga penurunan nilai
BOD lebih besar dibandingkan saat malam hari.
Berdasarkan Gambar 4.5 tersebut diketahui bahwa nilai TSS setelah ekualisasi
cenderung konstan dari pukul hingga pukul 01.00 hingga pukul 19.00. saat
rentang waktu tersebut nilai TSS setelah ekualisasi lebih kecil dibandingkan
dengan nilai TSS sebelum ekualisasi hal ini menunjukan bahwa penggunaan bak
di rentang waktu tersebut telah efektif. akan tetapi setelah melewati pukul 19.00
nilai TSS setelah ekualisasi lebih besar dibandingkan dengan nilai sebelum
ekualisasi dan juga memiliki nilai yang lebih berfluktuatif. Hal ini dapat
disebebkan juga karena saat malam hari efektifitas penggunaan bak cenderung
kecil sehingga efisiensi pengurangan nilai TSS pun kecil.
900.00
TSS mass loading (kg/jam)
800.00
700.00
600.00
500.00
400.00 Sebelum Ekualisasi
300.00 Setelah Ekualisasi
200.00
100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (jam)
Gambar 4.5 Grafik nilai BOD sebelum dan sesudah ekualisasi
jumlah bak 2
Debit rata-rata Qr 0.15 m3/det
Komponen Simbol Besaran Satuan
Debit maksimum Qmaks 0.33 m3/det
Debit rata-rata satu bak Qr satu bak 0.08 m3/det
Volume satu bak V satu bak 1564.29 m/det
Luas atas A1 1340.82 m2
Luas bawah A2 335.21 m2
Panjang=lebar atas P1=L1 36.617 m
Panjang=lebar bawah P2=L2 18.309 m
Slope S 4.58
Luas penampang inlet A influen 0.17
Diamater inlet D influen 0.46
Cek kecepatan inlet V influen 1.00 oke
Luas penampang outlet A efluen 0.08
Diamater outlet D efluen 0.31
Cek kecepatan outlet V efluen 1.00 oke
A Surface 577.584 m2
P:H 15
P:L 2.8
diperoleh Dimensi Bak:
P 40.215 m
L 14.362 m
H 2.681 m
freeboard 0.3 m
H + freeboard 2.981 m
Cek: OK
3 2
Overflow Rate (1 bak) 50 m /m hari
Waktu Detensi 1.431 jam
Bangunan sedimentasi ini digunakan dalam pengolahan air limbah yang telah
diproses sebelumnya pada bangunan ekualisasi. Dalam perhitungan
kesetimbangan massa dapat diketahui nilai kualitas dan kuantitas pencemar-
pencemar yang terkandung dalam air limbah. Nilai kualitas dan kuantitas
pencemar-pencemar tersebut dijadikan nilai influen air limbah pada proses
pengolahan di bangunan sedimentasi ini. Dalam tahap pengolahan ini, bangunan
sedimentasi menghasilkan lumpur endapan yang jumlanya tergantung pada
kualitas dan kuantitas pencemar air limbah influen. Di bawah ini adalah air
limbah influen dan kuantitas lumpur yang dihasilkan.
Tabel 4.25 Data air limbah influen dan kuantitas lumpur bak sedimentasi
Kuantitas lumpur dan air limbah influen
Besaran Satuan
Spesifik gravity lumpur 1.03
Solid content 5 %
BOD (kesetimbangan massa) 325.113 mg/l
Kuantitas lumpur dan air limbah influen
SS (kesetimbangan massa) 464.113 mg/l
Jumlah lumpur yang diproduksi per bak 6701.606 kg/hari
Jumlah lumpur 2 bak 13403.212 kg/hari
Volume lumpur per menit per bak 0.090 m3
Kapasitas pompa 1.084 m3/menit
Interval putaran 2 bak 0.75
159
Nilai BOD efluen dan Suspended Solid (SS) yang diperoleh dari perhitungan
kesetimbangan massa masing-masing adalah sebesar 325.113 mg/l dan 464.113
mg/l. Lumpur yang diproduksi per bak sedimentasi sebesar 6701.606 kg/hari
sehingga jumlah lumpur yang dihasilkan dari dua buah bak adalah 13403.212
kg/hari. Kualitas efluen air limbah dari pengolahan di bangunan sedimentasi
ditampilkan pada Tabel 4.26 berikut ini.
Tabel 4.26 Kualitas efluen air limbah dari pengolahan di bangunan sedimentasi
Kualitas efluen dari bak sedimentasi
Besaran Satuan
% BOD5 removal 30 %
% SS Removal 50 %
BOD5 efluen primer 6572.302 kg/hari
SS di efluen primer 6701.606 kg/hari
Volume di efluen primer 28618.943 m3/hari
Konsentrasi BOD5 di efluen 229.649 mg/l
Konsentrasi SS di efluen 234.167 mg/l
Kuantitas Scum
Besaran Satuan
Kualitas scum 8 kg/103 m3
Spesifik gravity 0.95
Kuantitas rata-rata scum 231.034 kg/hari
Kuantitas scum 0.243 m3/hari
Ruang lumpur yang dibuat berbentuk bak dengan zona pengendapan berbentuk
trapesium. Volume lumpur hasil proses sedimentasi yang harus ditampung sebesar
130.128 m3/hari, dengan pengurasan yang dilakukan sebanyak dua kali sehari,
diperlukan volume bak lumpur 65.064 m3 dengan luas ruang 2.169 m2.
Pengurasan lumpur dikeluarkan melalui pipa penguras berdiameter 350 mm
dengan debit pengurasan 0.556 m3/detik. Pengurasan lumpur membutuhkan waktu
selama 1.949 menit.
Tabel 4.28 Data hasil perhitungan pada perancangan unit sedimentasi sekunder
No Deskripsi Nilai
1 Jumlah clarifier 1
2 Luas surface area 1023 m2
3 Diameter clarifier 36 m
4 Kedalaman bak 9m
5 Freeboard 0.2 m
6 Q rata-rata resirkulasi 0.24 m3/detik
7 Periode detensi pada Qave 16 jam
8 Overflow rate 13.71 m3/m2.hari
9 Solid loading 48 kg/m2.hari
Kriteria yang digunakan dalam desain dan tahap pengopersian clarifier yang
biasanya digunakan overflow rate dan solid loading rate yang paling penting.
Overflow rate adalah flok settler dalam clarifier yang memisah dengan cairan
bening yang berada diatas. Kenaikan velocity air menunjukan adanya over flow
rate (OFR) dengan satuan gpd/ft2 dan dapat diartikan juga pembagian antara laju
(gpd) dengan luas permukaan clarifier (ft2). Ketika clarifier dioperasikan pada
OFR yang lebih spesifik, semua partikel mengalami settling velocity yang lebih
besar kemudian proses OFR dihentikan. Partikel dengan settling velocity yang
rendah akan diangkut keluar menjadi effluent. Dengan pemakaian OFR yang
tepat, klarifikasi dapat berjalan (Thomas 2005). Kapasitas clarifier pun telah
dikembangkan pada tahun 1970. Pengembangan dalam desain ini meliputi
struktur umpan dan keluaran, dan penghilangan lumpur sehingga dapat
meningkatkan laju. Proyeksi pengembangan ini adalah optimalisasi desain
clarifier menghasilkan 15 sampai 20 % kapasitas hydraulic yang lebih besar
(Thomas 2005).
162
Solid loading rate pada clarifier dengan satuan lb/d/ft2 menunjukan bahwa
massa padatan yang digunakan per satuan luas per satuan waktu. Jumlah
maksimum padatan yang dapat dipindahkan kedasar clarifier disebut limiting fluk.
Ketika limiting fluk dalam SLR ekses maka jumlah lumpur yang ada dalam bak
tidak dapat dihitung. Tetapan maksimum yang diperbolehkan dalam mendesain
clarifier merupakan unsur utama yang paling penting untuk memastikan clarifier
dapat bekerja efektif. Biasanya SLR yang digunakan pada rentang nilai 25 sampai
35 lb/d/ft2 atau 100 sampai 150 kg/m2.d (Thomas 2005).
Dasar pemilihan side water depth adalah dasar ukuran satuan atau jenis proses
biologis. Umumnya bila digunakan clarifier dengan bentuk bundar maka
ketinggiannya dibuat lebih tinggi. Rentang harga yang direkomendasikan dari 2.4
sampai 2.6 m (8 sampai 15 ft). Keadaan/karakteristik tangki umpan dan keluaran
langsung berhubungan dengan kualitas effluent yang menunjukan efek dari
ketinggian (depth) terhadap kualitas effluent. Sama seperti OFR, konsentrasi rata-
rata padatan terlarut dalam effluent sebagai pengaruh dari kenaikan ketinggian
(depth). Variabel dalam kualitas effluent menurun dengan peningkatan ketinggian
(depth). Ketinggian tangki dihitung dari 4 fungsi yaitu:
1. Daerah air bersih (Claen water zone)
2. Daerah pemisahan (Separation zone)
3. Daerah penyimpanan lumpur (Sludge storage zone)
4. Daerah thinckening dan penghilangan lumpur (Thinkening and sludge removal
zone)
Side water depth (SWD) yang digunakan dalam metode ini adalah jenis SWD
yang mempunyai ketinggian (depth) yang lebih dalam dari 4 m (13 ft). Hal ini
masih wajar mengingat ketinggian yang masih dapat digunakan pada clarifier
sekunder berada pada rentang 4 sampai 5 m (12 sampai 15 ft) (Thomas 2005).
Surface loading rate adalah jumlah lumpur aktif yang dipindahkan gallon per luas
permukaan 1 ft2 tank per hari. Ini dapat digunakan untuk membandingkan kondisi
aktual desain. Biasanya desain plan menggunakan surface loading rate sebesar
300 sampai 1200 gal/d/ft2. Beberapa kondisi yang menggunakan persamaan
surface loading rate adalah surface overflow rate dan surface settling rate (P
Nicholas 2002).
Oxidation Ditch
Pengolahan air limbah yang banyak diterapkan, baik untuk air limbah domestik
maupun air limbah industri, apalagi air limbah yang kaya warna seperti tekstil,
adalah activated sludge. Meskipun relatif lebih mahal biaya investasi dan operasi-
rawatnya, namun activated sludge lebih banyak dibuat daripada proses
pengolahan air limbah secara anaerob. Sebabnya adalah kemudahan dalam
“ ” y f
terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti temperatur, pH, materi toksik
dalam air limbah, variasi beban organik dan hidrolis, dll. Selain itu, variasi
activated sludge juga sangat banyak, mencapai belasan varian sehingga banyak
pula peluang untuk memilihnya. Salah satunya adalah oxidation ditch.
Oxidation ditch adalah salah satu proses lumpur aktif, akan tetapi bentuk
tangki aerasinya oval dan limbah cair serta lumpur aktif memutar dalam tangki
163
tersebut dengan surface aerator atau mixer/aerator yang lain. Selokan oksidasi
(oxidation ditch) terdiri dari saluran aerasi yang berbentuk oval yang dilengkapi
dengan satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran ini menerima
limbah yang telah disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik (hidraulic
retention time) mendekati 24 jam. Dalam mendesain parit oksidasi dibutuhkan
data debit puncak harian, konsentrasi TSS dan BOD, serta memperhitungkan
faktor keamanan (safety factor). Hasil perhitungan menunjukan desain dari
oxidation ditch ini memiliki tingkat efisiensi BOD5 yang larut di efluen 98.26 %
serta tingkat efisiensi pengolahan keseluruhan termasuk bak sedimentasi sebesar
94.86 %.
Hasil desain yang telah mencapai nilai >90 % menggunakan dimensi oxidation
ditch yang telah diperhitungkan sebelumnya. Dapat dilihat pada Tabel 4.30. Pada
perhitungan diameter pipa inlet-outlet diperlukan nilai kecepatan asumsi sebesar 1
m/detik sehingga dengan nilai debit tiap bak sebesar 0.08 m3/detik, diameter pipa
yang diperoleh yaitu sebesar 0.32 m.
Selain mendesain dimensi bak dan pipa inlet-outlet, perlu diperhitungkan nilai
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan. Jika nilai O2 kg/hari (N) sebesar 2367.45
kg/hari, maka nilai SOR (Standart Oxygen Requirement) sebesar 3595.76 kg/hari.
Kemudian dalam menghitung kebutuhan volume diasumsikan berat udara 1 kg/m3
164
dengan kandungan oksigen 23.2 % maka nilai kebutuhan udara teori 15498.97092
m3/hari udara. Setelah itu dengan adanya diffuser udara sebesar 8% maka nilai
kebutuhan udara teori menjadi 193737.1365 m3/hari. Hasilnya akan diketahui
desain total udara yaitu sebesar 100.90 m3/menit. Setelah diketahui berbagai
macam parameter desain, maka tidak lupa untuk memperkirakan besarnya daya
yang digunakan untuk menjalankan sebuah oxidation ditch. Nilai-nilai
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.43.
Desinfektor
Sludge Digester
Perlu diperhatikan bahwa berdasarkan studi literatur terdapat bagian dasar bak
pengering yang dibuat sebuah saluran atau pipa pembuangan air dan diatasnya
dilapisi kerikil berdiameter 10-30 mm setebal 20 cm dan lapisan pasir kasar
berdiameter 3-5 mm setebal 20-30 cm. Media penyaring seperti pasir, ijuk, dan
kerikil merupakan media penyaring yang sering digunakan karena memiliki pori
yang besar dan dapat ditembus air.
Pengisisan lumpur ke bak pengeringan sebaiknya dilakukan satu hari sekali
dengan ketebalan lumpur dibawah 15 cm. Jika lumpur masuk terlalu banyak,
permukaan lumpur tampak mengering tetapi lapisan bawah masih basah, sehingga
pengurangan air perlu waktu berhari-hari. Jika saringan tersumbat maka air tidak
dapat keluar, sehingga pengurangan air tidak dapat terjadi. Pengurangan air ini
biasanya dilakukan secara alami memanfaatkan sinar matahari sehingga terjadi
penguapan. Kecepatan penguapan ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti suhu,
kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, curah hujan, ketebalan
lapisan lumpur, kadar air, sifat lumpur yang masuk serta struktur bak
pengeringnya. Dalam kondisi normal, pengeringan akan tercapai setelah dijemur
selama 3-5 hari. Berdasarkan uraian diatas, maka sistem pengeringan ini memiliki
banyak keuntungan yakni menggunakan metode yang sederhana, mudah, dan
biaya operasional yang rendah. Hasil padatan dari pengeringan ini dapat
dimanfaatkan di berbagai perusahaan bahan bangunan untuk bahan tambahan
semen, batako ataupun yang lainnya.
Tangki Septik
Septic tank (tangki septik) adalah suatu bak berbentuk empat persegi panjang
yang biasannya terletak di bawah muka tanah dan menerima atau menampung
kotoran dan air penggelontoran yang berasal dari toilet glontor, termasuk juga
segala buangan limbah rumah tangga (domestik). Proses pengolahan limbah
domestik yang terjadi pada septic tank (tangki septik) adalah proses pengendapan
dan stabilisasi secara anaerobik. Perancangan tangki septik dilakukan dengan
menggunakan data sekunder yang dapat dilihat pada Tabel 4.34.
Data-data pada Tabel 4.34 merupakan data awal yang selanjutnya akan
digunakan untuk melakukan perhitungan volume maupun dimensi tanki septik.
Hasil perhitungan dimensi yang diperoleh berdasarkan data sekunder tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.35.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa kebutuhan kapasitas pencampuran
lumpur dan air nilainya berturut-turut sebesar 5.6 m3 dan 2.672 m3, dari nilai
168
tersebut kemudian didapatkan nilai volume tangki septik komunal yaitu sebesar
8.272 m3
KESIMPULAN
Proses kesetimbangan massa pada iterasi ke-5 nilai TSS berada pada angka
yang stabil yaitu 1919.374 mg/l sehingga dapat ditentukan bahwa variabel
kesetimbangan debit, padatan dan substrat sesuai dengan konfigurasi unit IPAL
berada pada iterasi ke 5. Nilai BOD efluen dan Suspended Solid (SS) yang
diperoleh dari perhitungan kesetimbangan massa masing-masing adalah sebesar
325.113 mg/l dan 464.113 mg/l.
Instalasi unit pengolahan air limbah yang digunakan, yaitu:
3. Pemakaian bak ekualisasi secara optimal dapat dilakukan pada pagi hingga
siang hari. Pada rentang waktu pukul 06.00 hingga pukul 19.00 efektifitas
pemakaian cukup besar sehingga debit maupun volume kumulasi yang
dihasilkan juga besar. Pada rentang waktu tersebut pengurangan kadar
BOD dan TSS dilakukan secara efektif terlihat dari nilainya yang telah
berada dibawah nilai kadar BOD dan TSS sebelum ekualisasi. Dimensi
rancangan juga telah sesuai dengan kriteria rancangan sehingga dapat
digunakan untuk perancangan.
8. Bagian dasar bak pengering yang dibuat sebuah saluran atau pipa
pembuangan air dan diatasnya dilapisi kerikil berdiameter 10-30 mm
setebal 20 cm dan lapisan pasir kasar berdiameter 3-5 mm setebal 20-30
170
DAFTAR PUSTAKA
Nuryani S, M Azwar, Y Nasih, K Siti, K Ruly. 2003. Kondisi tanah dan prediksi
umur tempat pembuangan akhir sampah TPA Bantar Gebang. J Ilmu
Tanah dan Lingkungan. 4(1):55-63.
P Nicholas Cheremisinoff, Ph. D., 2002, Handbook Water and Wastewater
Treatment Technologies, Butterworth Heineman.
Pescod M B. 1992. Wastewater Treatment and Use in Agriculture: FAO
Irrigation and Drainage. Roma (IT): FA.
Sakti A. Siregar. 2005. Instalasi Pengolahan Limbah. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Santi D. 2004. Pengelolaan limbah cair pada industri penyamakan kulit industri
pulp dan kertas industri kelapa sawit. Medan (ID): Sumatra Utara.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta (ID): UI Pr.
Surbakti. 1987. Air minum sehat. Surakarta (ID): CV Mutiara Solo.
Tchobanoglous G. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Ed ke-3. Jakarta (ID):
Erlangga.
Tchobanoglous G, Burton F L. 1991. Advanced Wastewater Treatment.
Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, and Reuse. Singapore
(SG): McGraw-Hill.
Thomas E Wilson P E. 2005. Clarifier Design. Ed Ke-2. New York (US):
McGraw – Hill.
Veenstra S. 2000. Wastewater Treatment. Delft (ND): Institute for Infrastructure,
Hydraulics and Environmental Engineering (IHE Delft)
[WHO] World Health Organization. 2005. Water for Life: Making It Happen.
Geneva (CH): WHO.
Wibisono. 1995. Sistem pengelolaan dan pengolahan limbah domestik. J Science.
27:25-34
Winkler M A. 1981. Biological Treatment of Wastewater. Inggris (GB):
Chichester Halsted Pr.
172
Volume tiap unit untuk td sebesar 3 menit = (Qp setiap unit) (td) (60 )
= 0.33425 m3/detik x 3 menit x 60
= 60.165 m3
= 14.95 menit
= 7.48 menit
Kebutuhan udara teoritis per unit = laju suplai udara per meter panjang unit x P
= x 20 m
= 133.33 L/detik
Kapasitas total diffuser = (% kebutuhan udara saat Qp) (kebutuhan teoritis per
unit)
= 150 x 6.67 L/detik = 1000 L/detik/unit
( )
y1 = √ = √ + 0.12 = 1.63
m
Headloss baffle
( )
H L = CD = 1.9 = 0.0019 m