B22 Pengenalan Formula Who Dalam Penanganan Gizi Buruk
B22 Pengenalan Formula Who Dalam Penanganan Gizi Buruk
Oleh:
Dr. Nurhaedar Jafar, Apt.,M.Kes.
19641231 199002 2 001
Healthy Hidayanti, SKM, M.Kes
19810407 200801 2 013
Prof. dr. Veni Hadju, Ph.D, Sp.GK Dr. Nurhaedar Jafar, Apt,
MKes
NIP 19620318 198803 1 004 NIP 19641231 199002 2 001
Menyetujui,
Ketua LPPM UNHAS
u.b. Sekretaris
2
Tingginya prevalensi gizi buruk dan tidak bersedianya orang tua anak gizi
buruk untuk dirujuk ke rumah sakit menunjukkan bahwa sangat penting
dilakukannya penanganan gizi buruk di tingkat rumah tangga dan masyarakat
(community care). Kegiatan ini bertujuan melihat sejauh mana model penanganan
gizi buruk di community care dapat dilakukan baik oleh ibu balita dan kader
posyandu.
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah peningkatan pengetahuan,
keterampilan kader posyandu dan orang tua balita melalui pendampingan. Materi
yang diberikan mencakup pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dan orang
tua balita dalam penanganan gizi buruk melalui pengenalan formula WHO,
intervensi dilakukan selama satu bulan.
Berdasarkan hasil kegiatan disimpulkan bahwa pengetahuan dan
keterampilan kader Posyandu dalam penanganan anak gizi buruk cukup tinggi,
sedangkan ibu balita dalam penanganan anak gizi buruk masih rendah karena masih
sangat tergantung pada kehadiran tim pendamping. Penerimaan anak terhadap
formula WHO masih rendah (rata-rata dibawah 70% yang dapat dihabiskan dari
formula yang diberikan). Keberhasilan penanganan anak gizi buruk di community
care belum memberikan hasil yang optimal
PRAKATA
3
Alhamdulillah, puji shukur kami panjatkan kepada Allah Subhana Wata’alla
atas segala Rahmat dan Petunjuk-Nya sehingga pelaksanaan kegiatan pengabdian
dan selanjutnya penulisan laporan dapat dilaksanakan dengan baik.
Kegiatan pengabdian masyarakat tentang Pengenalan formula WHO dalam
penanganan gizi buruk pada keluarga balita dan kader posyandu Di Kabupaten
Maros tahun 2009 memberikan banyak informasi yang sangat bermanfaat. Kami
mengucapkan terima kasih kepada orang tua balita khususnya responden kami yang
mau menyisihkan waktunya disela-sela kesibukannya bekerja di rumah dan di sawah.
Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bidan, dan para Kader Posyandu
yang mau bekerja sama dengan kami juga kepada Kepala Lurah Kelurahan Maccini
Baji yang mengijinkan kami malaksanakan kegiatan pengabdian ini.
Kepada semua pihak yang turut terlibat dalam penelitian ini; kepada rekan
dosen di Program Studi Ilmu Gizi FKM terima kasih atas dukungannya, staf Prodi
Gizi FKM Unhas yang banyak membantu selama pelaksanaan penelitian ini dan
semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu kami mengharapkan saran dan kritik dari semua pembaca. Semoga Allah SWT
memberi Ridhlo atas semua niat dan amal baik kita.
Penulis
DAFTAR ISI
4
PRAKATA................................................................................................................. iv
5
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
6
Tabel 4.3. Karakteristik Sosial Ekonomi Orang Tua Balita 18
Tabel 4.6. Berat Badan Anak pada Awal dan Akhir Intervensi 21
Tabel 4.7. Status Gizi Z-score Anak pada Awal dan Akhir Intervensi 21
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Diagram alur penanganan anak gizi buruk tingkat posyandu/ 13
community care
Gambar 3.2. Model penanganan gizi buruk dengan pendampingan oleh kader 14
Gambar 4.1. Persentase status gizi anak 6-59 bulan sebelum dan sesudah 21
intervensi
7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 8 Pembiayaan 40
8
Lampiran 9 Foto Balita dan Hasil Kegiatan 41
9
BAB I
PENDAHULUAN
kabupaten dengan prevalensi kurang gizi tinggi (diatas 30%) antara lain Kabupaten
Maros, Takalar, Pangkep, Jeneponto, Luwu dan Selayar. Sejalan dengan data
tersebut survei gizi dan kesehatan di Kabupaten Maros tahun 2005 diperoleh angka
kurang gizi 34,3% (9,6% gizi buruk dan 24,7% gizi kurang).
Hasil survei gizi (2005) di kelurahan Maccini Baji telah ditindak lanjuti
pola asuh dan bantuan modal usaha bagi orangtua yang memiliki anak kurang gizi.
Hasil dari intervensi belum menggembirakan karena cakupan D/S masih rendah rata–
rata per bulan di bawah 50%, usaha kejar timbang oleh kader kurang maksimal,
walaupun prevalensi anak gizi buruk turun dari 15,6% menjadi 11,5% (per Januari
2006). Upaya merujuk balita gizi buruk ke rumah sakit belum dapat diterima oleh
Kelurahan Maccini Baji oleh TP PKK Prop. Sulsel bekerja sama dengan FKM Unhas.
Tujuan utama pelatihan ini adalah agar kader posyandu dapat mendampingi ibu
penderita gizi buruk dalam pemberian makanan (Community care). Hasil di lapangan
10
menunjukkan bahwa apa yang diberikan pada pelatihan belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh kader posyandu dengan alasan keluarga balita belum mau
harus diberikan pada anak balita gizi buruk maka perlu sosialisasi langsung pada
Berdasarkan tingginya prevalensi gizi buruk dan tidak bersedianya orang tua
anak gizi buruk untuk dirujuk ke rumah sakit menunjukkan bahwa sangat penting
(community care). Kader posyandu sebagai pilar kesehatan yang paling dekat dengan
makanan pada anak gizi buruk berupa diet berbasis susu (Formula WHO dan
Modisco). Oleh karena itu penting kiranya kegiatan ini dapat dilakukan agar anak
gizi buruk dapat tertangani dengan segera tanpa harus dipisahkan dari keluarganya.
Tujuan umum kegiatan ini adalah untuk melihat sejauh mana model
penanganan gizi buruk di community care dapat dilakukan baik oleh ibu balita dan
kader posyandu.
11
2. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu balita dalam
community care
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gizi Buruk adalah akibat dari kegagalan untuk memenuhi persyaratan energi
dan gizi yang sudah bersifat kumulatif dan kronis. Manifestasi proses ini tergantung
pada beberapa faktor, seperti: usia, infeksi, kondisi gizi sebelumnya, dan
kekurangan energi makanan dan kelaparan para hewan dan manusia dan penelitian
pada anak yang kekurangan gizi parah pada awal penelitian dan selama
simpanan lemak dan simpanan glikogen yang dimediasi oleh perubahan metabolik
dan endokrin yang memiliki fungsi umum untuk menjaga fungsi-fungsi vital,
energi yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi ini, dan perubahan terjadi
pada komposisi tubuh. Laju metabolisme dinyatakan dalam kaitannya dengan tinggi
atau pengurangan massa tubuh. Otak dan viscera relatif terlindungi, yang
menghasilkan komposisi tubuh yang merupakan ciri khas dari anak penderita
marasmus. Ada peningkatan total air dalam tubuh, yang utamanya berada di luar sel
13
Penyebab utama timbulnya kurang gizi yaitu konsumsi makanan yang
rendah gizi dan kualitasnya disamping keadaan kesehatan atau penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering
diserang diare, demam, ISPA, akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga
pada anak yang konsumsi makanannya kurang, maka daya tahan tubuhnya (imunitas)
dapat melemah, sehingga dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang
dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya menderita kurang gizi. Dalam
sama merupakan penyebab langsung kurang gizi. Kurang gizi berarti pertumbuhan
yang tidak cukup (dapat juga akibat kemiskinan), pelayanan kesehatan (anak tidak
membawa anak ke yankes jika sakit) dan sanitasai lingkungan yang tidak mendukung.
Pengasuhan anak yang kurang, sanitasi dan penyediaan air bersih yang tidak
(edema) di kedua kaki, mata cekung yang baru saja muncul, adanya kejadian
perut kembung, suara usus, dan adanya suara seperti pukulan pada permukaan
air (abdominal splash), pucat yang sangat berat terutama pada telapak tangan,
14
telinga, mulut dan tenggorokan terdapat tanda-tanda infeksi dan terdapat
makan yang menurun dibanding biasanya dan anak selalu gelisah dan rewel
(Depkes 2007).
Kwashiorkor
pedis)
Pembesaran hati
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
dermatosis)
Marasmus:
15
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
Perut cekung
Iga gambang
Marasmik-Kwashiorkor:
b. Pemeriksaan Fisik
Secara antropometri status gizi buruk dapat diukur melalui berat badan dan
tinggi badan anak, umumnya menggunakan indeks berat badan menurut umur
(BB/u) Z-Score dan berat badan menurut tinggi badan (panjang badan) atau
BB/TB-PB Z-Score. Anak diklasifikasikan gizi buruk jika indeks BB/u Z-Score
16
hipoglikemia (kadar gula darah < 54 mg/dl), capilay refill (bila perubahan
warna putih menjadi merah kembali pada kuku ibu jari yang ditekan > 3 detik
a. Posyandu
dari 60% atau berada pada >-3SD<-2SD maka anak Berat Badannya Kurang.
Namun jika terjadi edema perlu diwaspadai anak menderita gizi buruk. Bila
hasil penimbangan BB/U menunjukkan hasil kurang dari 60% atau <-3 SD
menunjukkan BB/TB
b. Puskesmas
dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit,
kemudian menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan
17
Tabel BB/U Z-Score WHO-NCHS apabila ternyata berat badan anak berada
(BB < 60% Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS) tanpa disertai
komplikasi, anak dapat dirawat jalan di puskesmas sampai berat badan nya
mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu dan mendapat PMT-P dari PPG, apabila
dilakukan di puskesmas pada anak KEP berat/ gizi buruk tanpa komplikasi :
Melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk setiap dua
minggu sekali
buruk
18
ke Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam 24 jam dengan menggunakan
Apabila berat badan anak mulai naik, anak dapat dipulangkan dan
Dalam proses penangnan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. tata laksana ini digunakan pada
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
Kasih sayang
sebagainya)
19
Tabel 2.1. Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
FASE FASE FASE FASE TINDAK
STABILISASI TRANSISI REHABILI LANJUT*)
TASI
H1 - 2 H3-7 H 8 - 14 Minggu Minggu ke7-26
Ke 3 - 6
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 Memperbaiki Tanpa Fe Dengan Fe
kekurangan zat gizi
mikro
7 Memberikan
makanan untuk
stabilisasi & transisi
8 Makanan tumbuh
kejar
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1 minggu/kali) berobat
jalan ke puskesmas atau rumah sakit.
Bila berat badan anak berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di
rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola
pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap diberikan dirumah dan ikuti
gizi buruk, pencatatan dan tatalaksana diet untuk balita gizi buruk berdasarkan
Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Depkes 2007 dapat melakukan
penanganan awal pada anak yang mulai terdeteksi KEP ringan. Kader Posyandu
dapat menjaring anak yang berisiko mengalami gizi buruk serta menetapkan
penanggulangannya dan menangani jika terdapat anak balita gizi buruk (tanpa
edema) lebih cepat agar balita tersebut tidak jatuh lebih parah.
20
Tabel 2.2. Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makan
FASE
STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Energi 100 Kkal/kgbb/hr 150 Kkal/kgbb/hr 150-200 Kkal/kgbb/hr
Protein 1-1,5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr
Vitamin A Lihat langkah 6 Lihat langkah 6 Lihat langkah 6
Asam Folat Idem Idem Idem
Zink Idem Idem Idem
Cuprum Idem Idem Idem
Fe Idem Idem Idem
Cairan 130 ml/Kgbb/hr 150 ml/Kgbb/hr 150-200 ml/Kgbb/hr
atau
100 ml/kgbb/hr
bila ada edema
21
BAB III
Penimbangan Penanganan di
anak balita 6- Gizi Kurang Community
59 bulan Care
Penanganan di
Tanpa Gejala Community
Gizi Baik Klinis Care
Gizi Buruk
Dengan Gejala Dirujuk ke
Klinis Puskesmas
atau RS
Gambar 3.1. Diagram Alur Penanganan anak gizi buruk tingkat Posyandu/
community care.
melalui penimbangan rutin setiap bulan di posyandu (D). Jika cakupan D/S 100%,
pemantauan status gizi balita dapat tertangani dengan baik, sehingga jika ada balita
yang mengalami gizi buruk dengan disertai gejala klinis dapat cepat dirujuk ke
puskesmas atau rumah sakit. Jika ada balita yang mengalami gizi buruk tanpa disertai
gejala klinis maka dapat ditangani segera di tingkat posyandu atau community care
(post pelayanan gizi/PPG) demikian halnya pada balita yang mengalami gizi kurang.
Penanganan balita yang mengalami gangguan pertumbuhan berupa gizi kurang dan
gizi buruk harus ditangani dengan segera, agar jatuh pada kondisi kronik (marasmus
22
dan kwarsiorkor), untuk itu diperlukan kader-kader posyandu yang dapat memiliki
Studi intervensi ini dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan status gizi
anak, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dan kader dalam menangani
anak gizi buruk dan sebagai cikal bakal (model) pusat pelayanan gizi di tingkat
kelurahan.
Pemberian
formula
WHO
Penerimaan
Pendampingan terhadap Status Gizi
oleh kader Formula WHO
Pelayanan Infeksi
Kesehatan Penyakit
Gambar 3.2. Model penanganan gizi buruk dengan pendampingan oleh kader
kegiatan intervensi ini. Kriteria anak balita gizi buruk yakni tanpa ada indikasi
komplikasi dan edema akan diberikan intervensi berupa larutan berbasis susu
(formula WHO) sesuai dengan kebutuhan anak (umur dan tingkat status gizinya).
23
Kader posyandu sebagai mitra dalam pelaksanaan kegiatan ini, dimana
kader yang terlatih akan memantau anak setiap hari dan mendampingi ibu dalam
1. Tahap Persiapan
b. pengurusan administrasi
d. inventarisir kader posyandu dan anak 6-59 bulan yang menderita gizi
buruk.
2. Tahap pelaksanaan
tiap minggu.
oleh kader.
24
3. Tahap evaluasi
1. Evaluasi input :
a. Partisipant : dengan melihat status gizi anak (BB dan BB/U Z-Score).
2. Evaluasi proses : sejauh mana balita dapat menerima pemberian formula WHO
setiap fase, cara pemberian kepada anak, peran serta ibu balita, dan kinerja
buruk.
4. Evaluasi Out Come : pertumbuhan dan perkembangan balita yang lebih baik.
25
BAB IV
2009. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah screening balita. Dari data yang
diterima dari posyandu di 6 lingkungan se Kelurahan Maccini Baji ada 3,8 % balita
gizi buruk, tetapi cakupan balita yang datang ke posyandu rata-rata hanya mencapai
58,9 % dari jumlah balita sasaran (D/S). Hal ini berarti ada 42,1 % yang belum
termonitor pertumbuhannya oleh posyandu. Balita yang terjaring pada kegiatan ini
merupakan kombinasi dari balita yang datang ke posyandu (5 orang) dengan yang
Tabel 4.1. Distribusi balita (umur 6-59 bulan) berdasarkan tempat tinggal
No. Nama Anak Lingkungan Keterangan
1. Ilh Maccini Ayo Tidak ke posyandu
2. Nis Maccini Ayo Ke posyandu
3. Sel Maccini Ayo Tidak ke posyandu
4. Dir Maccini Ayo Tidak ke posyandu
5. Was Bonto Kadato Ke posyandu
6. Sar Bonto Kadato Tidak ke posyandu
7. Ahm Belang-belang Ke posyandu
8 Put Belang-belang Ke posyandu
9. Nur Belang-belang Tidak ke posyandu
10. Ind Belang-belang Ke posyandu
Balita gizi buruk yang terjaring dengan berbagai riwayat masa lalunya yang
tidak baik. 4 anak lahir dengan berat badan rendah, dan saat dalam kandungan 3
orang ibu balita tersebut menderita KEK. Rata-rata anak mengalami penyakit infeksi
26
satu bulan terakhir, antara lain panas/demam, ISPA dan diare. Semua anak
Tabel 4.3. menunjukkan karakteristik orang tua balita gizi buruk. Terlihat
bahwa semua pengasuh balita adalah ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga,
27
sehingga intervensi dapat dilakukan mengingat alokasi waktu ibu untuk kegiatan ini
cukup longgar.
Proporsi kader dan balita pada kegiatan ini adalah 1 kader menangani 2 orang
balita gizi buruk. Pelatihan yang diberikan mencakup tata laksana penanganan gizi
buruk termasuk menilai gizi buruk baik secara fisik maupun antropometri;
mengenai pola asuh balita yang baik termasuk penanganan anak saat sakit dan
higiene anak serta sanitasi; cara memotivasi ibu agar anak mau makan, dan cara
pendistribusian bahan.
bahkan ada anak yang tidak mau lagi diberikan formula ini karena rasanya “enek”
28
Tabel 4.5. Rata-rata penerimaan anak terhadap formula WHO
% penerimaan anak
No. Nama Anak
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
1. Ilh 45,6 67,0 87,5 70,3
2. Nis 37,8 50,8 60,3 10,1*
3. Sel 62,5 70,4 74,8 74,6
4. Dir 55,6 53,4 10,5* 0*
5. Was 40,0 47,4 62,3 82,3
6. Sar 45,0 45,5 67,0 74,8
7. Ahm 60,5 75,6 80,5 90,1
8 Put 65,0 80,4 75,2 93,4
9. Nur 57,5 54,3 67,5 76,9
10. Ind 65,0 83,2 80,5 85,4
Rata-rata 53,5 62,8 66,6 65,8
Keterangan:* diganti dengan PMT Lokal
Selain pemberian formula WHO, ibu balita juga diajarkan oleh kader resep
berbahan dasar lokal (telur, ubi, teri, beras, bayam, kangkung, ikan, tempe, tahu, dll)
untuk menambah asupan makan anak dan agar lebih bervariasi, tetapi dengan harga
yang terjangkau dan anak mau makan. Berdasarkan laporan dari kader pendamping,
Status gizi anak diukur berdasarkan pertambahan berat badan. Berat badan
anak ditimbang pada awal, selama intervensi (setiap minggu) dan akhir intervensi.
dan akhir).
29
Tabel 4.6. Berat badan anak pada awal dan akhir intervensi
Tabel 4.7. Status Gizi Z-Score anak pada awal dan akhir intervensi
100
100
80
60
60
40
40
20
0
0
Status Gizi Awal Status Gizi Akhir
Gambar 4.1. persentase status gizi anak 6-59 bulan sebelum dan setelah intervensi
4.2. Pembahasan
30
Telah dilakukan kegiatan pengabdian masyarakat di Kelurahan Maccini Baji
Kecamatan Lau Kabupaten Maros melibatkan kader posyandu sebagai mitra dan
orang tua balita gizi buruk yang merupakan sasaran yang strategis mengingat
perannya sebagai pengasuh, serta balita yang menderita gizi buruk (umur 6 – 59
posyandu sangat koperatif dalam hal kerjasama baik dengan tim peneliti,
pendamping (mahasiswa), maupun dengan ibu balita. Selain itu, mereka juga
sosial ekonomi, utamanya bahan pangan (sumber, ketersediaan, dan harga). Dalam
hal penguasaan materi, kader posyandu bisa sangat cepat menangkap, karena model
pelatihan kader yang diberikan berupa diskusi, pemecahan kasus, dan keterampilan
secara langsung. Hal-hal yang mereka tidak mengerti atau terdapat kendala selama
Komunikasi dengan ibu pengasuh cukup bagus, bahasa yang sering dipakai oleh
kader adalah bahasa daerah setempat (bugis). Pemakaian bahasa setempat memberi
Banyak kendala selama kegiatan ini berlangsung, terutama dari ibu pengasuh
dan balita itu sendiri. Pada awal kegiatan intervensi dilakukan, kader dan tenaga
ibu pengasuh tidak menerima kalau anaknya dikatakan gizi buruk, karena dalam
persepsi mereka anak gizi buruk adalah anak yang kurus kering dan tidak dapat
beraktivitas secara normal (dalam hal ini anak gizi buruk yang dimaksud adalah anak
31
yang sudah menderita gizi buruk kronik yang biasa dikenal sebagai marasmus,
memberitahukan dampak gizi buruk yang terjadi jika anak tidak diintervensi dan
mengangkat antusiasme ibu sehingga dapat menerima program ini dengan baik. Pada
minggu pertama, kader yang membuat formula WHO dibantu oleh ibu pengasuh. Ibu
pengasuh diberitahu takaran bahan dengan memakai ukuran rumah tangga dan
banyaknya yang harus diberi ke anak balitanya. Pada minggu ke dua, ibu pengasuh
sudah dapat membuat sendiri, didampingi oleh kader, akan tetapi bahan diberikan
untuk keperluan satu hari (2-3 kali pembuatan/hari). Minggu selanjutnya, bahan
diberikan untuk waktu 3 hari sekali ke ibu balita agar penggunaan tidak berlebihan.
Rata-rata anak yang diintervensi memberikan ciri-ciri fisik anak kurang gizi,
seperti kulit muka yang kusam, rambut kuning kemerahan, keriput di bagian pantat
(3 anak), penurunan nafsu makan, dan anak sangat rewel. Berdasarkan recall
dari angka kebutuhan gizi yang dianjurkan. Pola konsumsi mereka pun tidak
bervariasi, hanya seputar nasi, ikan (rebus/goreng), telur dan snack (kerupuk-
kerupuk). Bahkan, anak lebih suka makan snack kerupuk dibanding makan nasi.
Selain itu, semua anak menderita/pernah (1 bulan terakhir) penyakit infeksi seperti
Hal ini disebabkan adanya gangguan nafsu makan sebelum intervensi ini
32
berlangsung dan ibu pengasuh cepat putus asa jika anak sudah tidak mau
mengonsumsi formula yang diberikan (lihat Tabel 4.5). Selain memberi keterampilan
membuat formula WHO kepada ibu pengasuh, kader dan pendamping juga mengajari
bagaimana cara mengolah bahan pangan yang tersedia dan terjangkau oleh mereka
(rata-rata peserta adalah rumah tangga miskin) menjadi makanan bergizi seimbang
yang dapat dikonsumsi oleh anak mereka. Hal ini dimaksudkan untuk membantu
malaria/DBD, infeksi pernapasan) dan menderita penyakit ini dengan durasi yang
lebih lama. Penderita gizi buruk mengalami penurunan laju metabolisme serta
pergantian protein yang menurun. Untuk itu, pemberian formula WHO dimaksudkan
untuk memulihkan tingkat absorpsi zat gizi sehingga laju metabolisme dapat
menderita gizi buruk tahap awal, sehingga frekuensi pemberian formula WHO
yang cukup, higiene dan sanitasi lingkungan yang baik dan menjauhkan anak dari
sumber penularan penyakit. Cara ini cukup ampuh, terbukti hanya 3 orang anak yang
menderita penyakit infeksi selama intervensi perlangsung, itu pun durasinya tidak
panjang (≤ 4 hari). Pengetahuan pola pengasuhan yang baik, dan penanganan anak
ketika sakit perlu diberikan kepada ibu pengasuh, agar penanganan gizi buruk lebih
mudah dilakukan.
33
Dari data terlihat (Tabel 4.7 dan Gambar 4.1), bahwa intervensi ini belum
optimal untuk memulihkan anak gizi buruk. Walaupun demikian, melihat status gizi
BB-u Z-score sebelum dan sesudah intervensi terdapat peningkatan (1 anak menurun
karena sakit ISPA), atau terdapat 40% anak (4 orang) yang status gizinya meningkat
dari gizi buruk ke gizi kurang. Dengan demikian, waktu intervensi selama 4 minggu
belum cukup optimal untuk intervensi ini, sekiranya diperlukan waktu yang lebih
34
BAB V
5.1. KESIMPULAN
2. Pengetahuan dan keterampilan ibu balita dalam penanganan anak gizi buruk
pendamping.
5.2. SARAN
2. Penanganan gizi buruk pada masyarakat masih harus dibantu dengan tenaga
pendamping gizi.
35
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Buku I dan II, Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Ditjen Bina Kesmas Depkes RI. Jakarta
Dinkes Propinsi Sulsel. 2007. Profil Status Gizi Kabupaten Propinsi Sulawesi
Selatan.
Diop, El Hadji Issakha et al. 2003. Comparison of the Efficacy of Solid Ready-to-use
Food and a Liquid, Milk-based Diet for rehabilitation of severely malnaurished
children: a randomized trial. Am J Clin Nutr 2003;78:302. Downloade April
2007.
Jurusan Gizi. 2005. Laporan Survei Gizi dan Kesehatan di Kelurahan Maccini Baji
Kecamatan Lau Kabupaten Maros. Jurusan Gizi Masyarakat FKM Unhas,.
Makassar.
Manary, M.J. dan Solomons. N.W. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat: aspek
kesehatan masyarakat pada gizi kurang. EGC. Jakarta. Hal. 216.
Menkes RI, 2002. Keputusan menteri kesehatan RI Nomor 920 tentang Klasifikasi
Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita).
Subinarto, D., 2005. Super Food for Children: tuntunan gizi dan makanan untuk
anak. Nexx Media Inc. Bandung.
Supariasa. IDN, Bachyar B, dan Ibnu, F. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta
Walker, W. Alan, Watkins, John B., Duggan, C. 2003. Nutrition in Pediatrics: basic
science and clinical applications. 3rd ed. BC Decker Inc. London.
36
37
LAMPIRAN 1 : Jadwal, Jenis, Dan Jumlah Makanan Yang Diberikan
6 x (dg ASI)
Hari 5-7 F75/Modifikas 6 x (Tanpa 90 130 - -
i/Modisco ½ ASI) 90 130 175 220
Transisi Hari 8-14 F100/modifi 4 x ( dg ASI ) 130 195 - -
kasi/Modisco I 6 x ( tanpa 90 130 175 220
Atau II ASI)
Contoh :
Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi diperlukan :
Energi : 1200 Kkal
400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan
lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah
38
LAMPIRAN 2: Formula WHO dan Modifikasinya serta Petunjuk Pembuatan
Formula WHO
Keterangan :
1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.
Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan
tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare. Dengan demikian
pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan
tepung
2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau modifikasi
3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO
135 sampai makanan biasa
39
CARA MEMBUAT
Larutan modifikasi :
Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender,
dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air
secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit.
Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit.
3. Larutan elektrolit
Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :
KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g
Cu SO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)
Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO 75,
Formula WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak
tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit
tersebut bisa didapat dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari
buah tomat (400 cc)/jeruk (500cc)/pisang (250g)/alpukat (175g)/melon (400g)
LAMPIRAN 3 : Kuesioner Kegiatan
40
KUESIONER KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT
PENGENALAN FORMULA WHO DALAM PENANGANAN GIZI BURUK
PADA KELUARGA BALITA DAN KADER POSYANDU DI KABUPATEN
MAROS
PROGRAM STUDI ILMU GIZI JURUSAN GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNHAS
7a Pekerjaan Ayah :
7b Pekerjaan Ibu :
8 Jumlah balita (umur di bawah 5 tahun):
B. KEADAAN LINGKUNGAN, PERUMAHAN DAN STATUS EKONOMI
01 Tempat BAB (berak)
1=Toilet; 2=Cemplung; 3=Sungai/rawa/parit; 4=Pekarangan/kebun; 5=Tempat lainnya
06 Bangunan/Rumah
a. Luas luas lantai bangunan rumah (m2)
b. Bahan lantai terluas 1=Tanah,2=Bambu,3=Semen/batu merah,4=Kayu,5=Tegel
41
d. Bahan atap 1=Rumbia,2=Seng,3=Bambu,4=Kayu,5=Genteng
e. Kepemilikan rumah
1=Milik Sendiri,2=Milik bersama,3=Menempati,4=Sewa
42
C. UPAYA MENCARI PENGOBATAN
01 Apakah di daerah ini terdapat : 1 = Ya, 2 =Tidak
a. Puskesmas a. b. c.
b. Pustu/polindes Nama Posyandu :
c. Posyandu ___________________
03 Apakah ada Anak yang sakit dalam 3 bulan terakhir
1 = Ya, 2 =Tidak
04 a. Bila Ya,
Sebutkan: 1. __________ 2. __________ 3. ____________
b. Sakit apa : 1. __________ 2. __________ 3. _____________
Bila Tidak, langsung ke pertanyaan no. 09
05 Adakah upaya mencari pengobatan ?
1 = Ya, 2 =Tidak lanjut ke no.07
1. 2. 3.
06 Bila Ya, Kemana mencari pengobatan
1 = RS Pemerintah, 2 = RS Swasta, 3 = Puskesmas, 4 = Pustu, 5 = Dokter praktek, 6 = Petugas
Kes. (praktek), 7 = Klinik, 8 = Polindes, 9 = Posyandu, 10 = Dukun terlatih, 11 = Dukun tdk terlatih,
12 = Pengobatan Sendiri 1. 2. 3.
1. 2. 3.
43
d. Jarak anak terakhir dengan anak sebelumnya
44
17 Ikan : Segar/Asin/makanan laut (kepiting, udang,
1 2 3 4 5
kerang, tripang, dll)
18 Daging : Ayam/Itik/unggas (burung dara) 1 2 3 4 5
19 Hati : Ayam/sapi/kambing/kerbau/dll 1 2 3 4 5
20 Telur : Ayam/Itik/Burung 1 2 3 4 5
21 Tempe, Tahu, Oncom 1 2 3 4 5
22 Kacang hijau/tanah 1 2 3 4 5
23 Sayuran berwarna hujau tua (bayam, kangkung,
1 2 3 4 5
dll)
24 Sayuran berwarna merah/kuning (wortel, labu
1 2 3 4 5
kuning, ubi jalar, dll)
25 Buah berwarna merah/kuning (pepaya, mangga,
1 2 3 4 5
dll)
26 Buah lainnya (pisang, apel, dll) 1 2 3 4 5
27 Jus buah 1 2 3 4 5
28 Snack : Taro/chiki/kerupuk/dll 1 2 3 4 5
Pengukuran Antropometri dan Pemeriksaan Ciri-ciri fisik tubuh
1. Nama Anak :
2. Tanggal Lahir :
3. Tanggal Pengukuran :
4. Umur Anak : Tanggal pengukuran – tanggal lahir (bulan)
5. Jenis Kelamin Anak :
6. Berat Badan Anak :
7. Panjang/Tinggi badan anak :
Ciri-ciri Fisik :
a. Rambut ________________________________________________
b. Mata ______________________________________________
c. Muka (secara keseluruhan) _____________________________
8: d. Bibir _____________________________________
e. Lidah ____________________________________
f. Kulit _____________________________________
g. Kuku _____________________________________
h. Tubuh ____________________________________
45
Minggu : ___________________
Waktu : ___________________
Nama Ortu/Ibu: ___________________
Kader : ___________________
Petunjuk pengisian :
1. Perhatikan volume Formula WHO yang akan diberikan (ukuran per gelas, isi
tidak penuh biarkan kosong 1 cm).
2. Catat jumlah yang diberikan
3. Perhatikan berapa banyak yang dikonsumsi anak (ukuran per gelas)
Jumlah
Hari/tgl Jenis Formula Jumlah diberi Jumlah Sisa
dikonsumsi
Kader Pendamping
_______________________
___
46
Minggu : ___________________
Nama Ortu/Ibu: ___________________
Kader : ___________________
Jumlah konsumsi
Waktu Resep Makanan Jenis Bahan Makanan
uRT gram
Pagi
Selingan
Siang
Selingan
Malam
47
Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Catatan :
1. Sebelum intervensi anak terlebih dahulu ditimbang
2. Penimbangan Anak sebagai evaluasi dilakukan pada akhir minggu (hari ke
tujuh)
3. Perhitungan 1 bulan intervensi adalah 4 minggu atau 28 hari.
Penanggung Jawab
______________________
48
Bahan :
20 g Beras
25 g Tempe
25 g Daun kangkung
25 g Tomat buah (tanpa isi dalamnya)
1 butir telur ayam
1 sdm margarin (dapat diganti dengan minyak kelapa)
625 ml air
Cara Membuat
1. Masak beras dan tempe dengan air sampai menjadi bubur.
2. Masukkan kangkung dan tomat, masak hingga matang.
3. Masukkan telur ayam dan margarine sambil diaduk hingga matang.
4. Sajikan hangat.
Untuk 1 Porsi.
Kandungan Gizi:
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)
236 11,9 11,4 22,3
LAMPIRAN 8 : Pembiayaan
49
- Dukungan Administrasi: 4 bln x Rp 250.000 Rp. 1.000.000
- Penggandaan materi sosialisasi: 10 exp x Rp 15.000 Rp. 150.000
2 Pelaksanaan
Pelatihan Kader
Konsumsi (snack dan makan siang):10 org x Rp. 40.000 Rp. 400.000
Pembelian bahan intervensi :
10 balita x 30 hari x Rp. 5.000 Rp. 1.500.000
Transport kader: 5 org x 1 bln x Rp. 150.000 Rp. 750.000
Transport Peneliti : 2 org x 4 akt x Rp. 100.000 Rp. 800.000
Tranport Mahasiswa: 2 org x 4 akt x Rp. 100.000 Rp. 800.000
4 Pelaporan
Analisis Data dan Laporan: 2 akt x Rp 550.000 Rp. 1.100.000
Penggandaan Laporan: 10 exp x Rp. 30.000 Rp. 300.000
50
Ilm, 11 bulan Was, 10 bulan Nis, 24 bulan
51
Dir, 16 bulan, Sar, 12 bulan
Nur, 11 bulan,
Ahm, 24 bulan,
52
1. Ketua Pelaksana
Penanggung Jawab kegiatan : Dra. Nurhaedar Jafar, Apt. M.Kes
NIP/pangkat/golongan : 19641231 199002 2 001 /Lektor/III/d
Jabatan : Dosen
Fakultas/jurusan : Kesehatan Masyarakat/Program Studi Ilmu Gizi
Waktu Kegiatan : 6 bulan
2. Anggota Pelaksana
Nama : Healthy Hidayanti, SKM, M.Kes
NIP/pangkat/golongan : 19810407 200801 2 013/ Penata Muda Tk.I,
III/b
Jabatan : Dosen
Fakultas/jurusan : Kesehatan Masyarakat/Gizi Masyarakat
Waktu Kegiatan : 6 bulan
3. Mahasiswa
Nama : Iwan
Stambuk : K211 08 556
53
Nama : Dr. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes.
NIP : 19641231 199002 2 001
Instansi tetap : FKM Unhas
Tempat/tanggal lahir : Sewo / 13 Juli 1964
Agama/Jenis Kelamin : Islam / Perempuan
Pangkat/Golongan : Penata Tk.I, III/d
Jabatan Struktural : Sekretaris Program Studi Ilmu Gizi FKMUH
Akademik : Lektor
Alamat Kantor : Jl. P. Kemerdekaan Km.11 Tamalanrea Makassar
(0411)–585087, Fax. (0411) 586013
Alamat Rumah : Jl. Racing Center Perumahan Umi B5
(0411) 445411 / HP. 081342768385
Riwayat Pendidikan:
SD : SDN 19 Sewo Watansoppeng
SMP : SMPN 1 Watansoppeng
SMU : SMUN 200 Watansoppeng
S1 : Farmasi Unhas, Makassar, 1988
S2 : Prog. Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas
Airlangga, Surabaya, 1994
Profesi : Apoteker, 1989
S3 : Program Ilmu Kedokteran, Universitas Hasanuddin,
2009
Pengalaman Penelitian:
1.Daya hambat ekstrak buah dan klika Ketjapi terhadap pertumbuhan mikroba
penyebab diare 1998.
2. Studi kualitas air sungai Buntung terhadap terjadinya penyakit diare & kulit
yang ditimbulkan melalui sumur gali penduduk di Kec. Waru, Kab.
Sidoarjo, Jawa Timur, 1994
3.Identifikasi sumber dan jenis bahan makanan keluarga di Pesisir Pantai
Ajakkang Kecamatan Soppengriaja, Kab. Barru Sulsel 1995
4.Pola pemberian ASI di daerah Kepulauan Kec. Liukang Tupabiring
Kabupaten Pangkep, Sulsel 1996
5.Prevalensi GAKY dan Fluorisis di Kecamatan Malunda, Kebupaten Majene
Sulsel 1996
6.Analisis Faktor-faktor risiko dan intervensi penanggulangan GAKY di
wilayah pantai Kepulauan Maluku 1997
7.Dampak PMT-AS terhadap status gizi dan prestasi belajar di Kecamatan
Watang Pulu Kab. Sidrap Sulsel 1997
8. Gambaran Makanan jajanan pada program Pemberian Makanan Tambahan
Anak Sekolah (PMT-AS) di Kelurahan Tamarunang Kec. Sombaopu Kab.
Gowa 1998-1999.
9. Fortifikasi zat besi & yodium pada laru tempe dan analisis efektifitas
biologis tempe yang dihasilkan tahun 2000
54
10. Pengaruh Suplementasi Besi, Vitamin A dan Vitamin C Sekali Seminggu
terhadap Peningkatan Kadar Haemoglobin dan Kognitif Siswa Sekolah
Dasar Makassar, tahun 2004.
11. Penanggulangan Gizi Buruk pada Bayi Melalui Pendampingan dan
Pemberian MP-ASI Lokal di Sulawesi Selatan, tahun 2006.
12. Hubungan antara infestasi cacing dengan status gizi anak umur 24-59 bulan
di Kelurahan Maccini Baji Kecamatan Lau Kabupaten Maros
13. Hubungan sosial ekonomi dan investasi cacing terhadap kadar hemoglobin
(status gizi) anak umur 24-59 bulan di kabupaten maros tahun 2008.
55
03. Instansi tetap : FKM Unhas
04. Tempat/tanggal lahir : Kendari, 7 April 1981
05. Agama/Jenis Kelamin : Islam/Perempuan
06. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk.I ; III/b
07. Jabatan Struktural :-
08. Akademik : Asisten Ahli
09. Alamat Kantor : Gedung FKM Kampus UNHAS Tamalanrea
Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar 90245.
Telp: 0411-585 087, Fax. (0411) 586013
10. Alamat Rumah : Kompleks Perumahan Unhas Blok EC/15
Tamalanrea, Makassar
Riwayat Pendidikan:
SD : SDN I Kemaraya Kendari, 1993
SMP : SMPN I Kendari, 1996
SMU : SMUN I Kendari, 1999
S1 : FKM Unhas, Makassar, 2003
S2 : Program Studi Kesehatan Masyarakat, PPS
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007
Pengalaman Penelitian:
1. Pengaruh Pemberian Kapsul Ekstrak Ikan Gabus Pada Pasien Pasca Operasi
di RSU. Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2007.
2. Enumerator Pada Penelitian Evalusi Proyek Intensifikasi Penanggulangan
GAKY, Kendari, Sultra, 2003.
3. Enumerator Pada Penelitian Studi Kualitatif Penguatan Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Pertisipasi Sadar Sehat di
Kec. Ranomeeto Kab.Konsel Sultra, 2003.
4. Enumerator pada penelitian Studi Kulitatif Analisis Kemitraan Pendampingan
Bidan di Desa terhadap Pertolongan Persalinan oleh Dukun Bayi di Kec.
Duruka Kab. Muna, Sultra, 2003.
5. Studi Pola Konsumsi dan Status Gizi Atlet Dayung Pusat Pendidikan dan
Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Kendari, Sultra, 2003
6. Hubungan sosial ekonomi dan investasi cacing terhadap kadar hemoglobin
(status gizi) anak umur 24-59 bulan di kabupaten maros tahun 2008
56
57