Anda di halaman 1dari 35

ILMU FARAIDH (PEMBAGIAN HARTA PUSAKA)

Oleh : Abu riyadl Nurcholis Majid Ahmad,Lc

MUQODIMAH
Keutamaan ilmu Faraidh
Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang mulia, dan juga termasuk ilmu yang tinggi
kedudukannya, oleh karena pentingnya, bahkan sampai Allah sendiri yang menentukan
takarannya, Dia terangkan jatah harta warisan yang didapat oleh setiap ahli waris,
dijabarkan dalam beberapa ayat yang jelas, karena harta dan pembagiannya merupakan
sumber ketamakan bagi manusia, harta warisan adalah untuk pria dan wanita, besar dan
kecil, mereka yang lemah dan kuat, sehingga tidak terdapat padanya kesempatan untuk
berpendapat atau berbicara dengan hawa nafsu.
Oleh sebab itu Allah-lah yang langsung mengatur sendiri pembagian serta rincianya
dalam Kitab-Nya, meratakannya diantara para ahli waris sesuai dengan keadilan serta
maslahat yang Allah ketahui.

- Manusia memiliki dua keadaan: keadaan hidup dan keadaan mati, kebanyakan hukum
yang ada dalam ilmu Faraidh berhubungan dengan mati, maka Faraidh bisa dikatakan
setengah dari ilmu yang ada, seluruh orang pasti butuh kepadanya.
- Pada zaman Jahiliyyah dahulu, mereka hanya membagikan harta untuk orang-orang
dewasa tanpa memberi kepada anak-anak, kepada laki-laki saja tidak kepada wanita,
sedangkan pada zaman ini manusia memberikan jatah kepada para wanita yang bukan
hak mereka dari kedudukan, pekerjaan maupun harta, sehingga bertambahlah
kerusakan, sedangkan Islam telah berbuat adil kepada wanita dan memuliakannya,
memberikan hak yang sesuai untuk jatah kodrat mereka.

Di bawah ini adalah beberapa hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
menjelaskan beberapa keutamaan dan anjuran untuk mempelajari dan mengajarkan
ilmu faraid:

Abdullah bin Amr bin Al-Ash –radhiyallahu ‘anhu- berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda, “Ilmu itu ada tiga, selain yang tiga hanya bersifat tambahan

1
(sekunder), yaitu ayat-ayat muhakkamah (yang jelas ketentuannya), sunnah Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dilaksanakan, dan ilmu faraid.” (HR Ibnu Majah)

Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda, “Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku
adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah
akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan,
mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan
(menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka.” (HR Imam Ahmad, At-
Tirmidzi, dan Al-Hakim)

Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda, “Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang lain, karena
sesungguhnya, ilmu faraid setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama
yang akan diangkat dari umatku.” (HR Ibnu Majah dan Ad-Darquthni)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Pelajarilah ilmu faraid, karena ia termasuk bagian dari
agamamu dan setengah dari ilmu. Ilmu ini adalah yang pertama kali akan dicabut dari
umatku.” (HR Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)

Catatan : Walaupun hadits-hadits diatas diperselisihkan keshohihannya oleh para ulama’


namun dapat kita ambil faidah bahwa ilmu ini adalah ilmu yang penting untuk dipelajari
karena butuhnya umat dalam menghadapi permasalahan yang acap menimpa keluarga
mereka.

Pandangan salaf tentang ilmu ini


Karena pentingnya ilmu faraid, para ulama sangat memperhatikan ilmu ini, sehingga
mereka seringkali menghabiskan sebagian waktu mereka untuk menelaah, mengajarkan,
menuliskan kaidah-kaidah ilmu faraid, serta mengarang beberapa buku tentang faraid.
Mereka melakukan hal ini karena anjuran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diatas.

Umar bin Khattab –radhiyallahu ‘anhu- telah berkata, “Pelajarilah ilmu faraid, karena ia
sesungguhnya termasuk bagian dari agama kalian.” Kemudian Amirul Mukminin berkata
lagi, “Jika kalian berbicara, bicaralah dengan ilmu faraid, dan jika kalian bermain-main,
bermain-mainlah dengan satu lemparan.” Kemudian Amirul Mukminin berkata kembali,
2
“Pelajarilah ilmu faraid, ilmu nahwu, dan ilmu hadits sebagaimana kalian mempelajari
Al-Qur`an.”
Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- berkomentar tentang ayat Al-Qur`an ini :

‫ساد ر ك كببيرر‬ ‫ك‬ ‫فعككلوه ك ت ك ك‬


‫إ بل ل ت ك ر‬
‫ض وكفك ك‬
‫ة بفي الرر ب‬
‫كن فبت رن ك ر‬

“…Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan
Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-
Anfaal: 73),
menurut beliau makna ayat di atas adalah jika kita tidak melaksanakan pembagian harta
warits sesuai yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, niscaya akan
terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (Tafsir ibnul jauzi hlm 386
jilid 3)

Abu Musa Al-Asy’ari –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Perumpamaan orang yang


membaca Al-Qur`an dan tidak cakap (pandai) di dalam ilmu faraid, adalah seperti
mantel yang tidak bertudung kepala.”

Demikianlah, ilmu faraid merupakan pengetahuan dan kajian para shahabat dan orang-
orang shalih terdahulu, sehingga menjadi jelas bahwasanya ilmu faraid termasuk ilmu
yang mulia dan perkara-perkara yang penting di mana sandaran utama ilmu ini ialah dari
Al-Qur`an dan sunnah Rasul-Nya.
(at Tahqiqot al Mardhiyyah hlm 14-15)

Beberapa Sebab Tidak Dijalankannya Ilmu dan Hukum Faraidh di Indonesia

1. Jauhnya umat islam dari ilmu sehingga hawa nafsu yang menuntun ubun ubunnya
untuk membagi warisan sesuai keinginannya. Padahal ilmu waris ini tertuang didalam
alqur’an, maka hal ini menunnjukkan bahwa umat suadah jauh dari memahami
ajarannya sendiri.

2. Ilmu ini dianggap membosankan untuk dipejari (karena banyak rumus yang rumit),
sehingga membuat generasi muda sering enggan mempelajarinya. Maka tidak aneh jika
kita dapati para pelajar dipesantren maupun di perkuliyahan meresa ilmu ini
menghantui mereka disaat ujian.. walhasil sangat sulit didapatkan orang yang
memahami ilmu ini
3
3. Pembicaraan mengenai warisan sering dianggap tabu

Pandangan salah dari sebagian orang

“Orangtua kita sedang baru saja wafat…ini bukan saat yang pantas membicarakan soal
harta warisan . . .” (padahal jika tidak segera diperjelas maka akan terjadi kerunyman
dalam warisan ataupun akan terjadi kedzoliman disana)

“sudahlah.. tidak perlu repot mencari ulma’ yang memahami ilmu warisan kita.. mari
kita bagi sesuai keridhoan kita saja..” ( padahal pembagian waris bukan persoalan rela
atau tidak rela, tapi pembagian ini ada ketentuannya dari syariah Islam)

4. Masih mengutamakan adat yang berlaku di masyarakat dari pada aturan syariat Islam

Dalam pelaksanaannya, pembagian harta warisan masih kental dengan pengaruh adat-
istiadat yang berlaku di daerah masing-masing. Sebagai contoh, untuk kasus diIndonesia,
yang terdiri dari ratusan suku dengan budayanya masing-masing, terdapat banyak sekali
perbedaan dalam hal warisan. Sebagian ada yang menggunakan garis bapak saja
(patrilineal) sehingga hanya membagi warisan kepada pihak laki-laki, sementara
sebagian yang lain menggunakan garis ibu saja (matrilineal) sehingga yang mendapat
bagian hanya dari pihak perempuan; sebagian hanya memberikan kepada anak tertua,
sementara sebagian yang lain hanya memberikan kepada anak termuda; sebagian lagi
membagikan warisan secara sama rata.

5. Tamak

Ketamakan pada harta mendorong manusia untuk berusaha mendapatkannya dengan


sekuat tenaga meskipun kadangkala membuat mereka melakukan perbuatan yang
melanggar aturan syariat. Sebagian ahli waris karena ada yang telah mengetahui
bagiannya dari harta warisan jika dibagi menurut hukum faraidh Islam menjadi sedikit
atau tidak mendapat bagian sama sekali, berusaha untuk tidak menjalankan pembagian
menurut hukum waris Islam.
Sebagai gantinya, mereka melakukan pembagian warisan menurut cara mereka sendiri
agar mereka mendapat bagian, atau bagian mereka menjadi lebih banyak.

6. ungkapan: Yang penting asal sama sama rela dan ridho

Kebanyakan orang Islam tidak mau membagi warisan menurut syariat Islam karena
mereka tidak mau repot atau susah bertanya kepada orang yang mengetahuinya.
Mereka menganggap hukum waris Islam rumit kalau diterapkan sehingga mereka
menggunakan cara pembagian yang mudah, mislnya dengan musyawarah keluarga; yang

4
penting, harta warisan dibagikan kepada orang-orang yang menjadi ahli waris. Padahal
ini diperbolehkan setelah semua ahli waris tau hak haknya secara syariah sesuai kadar
yang Allah teteapkan.

7. Merasa hukum waris Islam tidak adil bagi wanita dan melanggar HAM

Sebagian kalangan menganggap bahwa hukum waris Islam tidak layak diterapkan karena
merasa hukum ini tidak adil. Salah satu hal yang melandasi anggapan ini adalah masalah
gender, misalnya mereka tidak puas karena bagian anak perempuan hanya setengah dari
bagian anak laki-laki. Anggapan dan tuduhan ini muncul karena adanya pemahaman
yang salah terhadap hukum waris Islam, dan ini banyak dilontarkan oleh kalangan yang
benci dengan syariat Islam, baik dari kalangan orientalis maupun orang-orang munafik.
Sehingga mereka mengadakan penelitian menurut akal mereka sendiri untuk
menentang ayat Al Qur’an

8. hukum KHI (kompilasi hukum islam)

Apabila hukum sudah merupkan adopsi antara hukum islam dan hukum non islam maka
akan terjadi ketimpangan dan ketidak adilan disana sini,salah satu contoh yang mudah
adalah masalah gono gini dalam harta warisan. Atau masalah wasiyat wajibah untuk
cucu yang telah wafat ayahnya. Sedangkan para paman berhak atas warisan dri kakek
sicucu ini.

9. Tidak adanya badan hukum negara yang mengatur secara paksa masalah warisan
secara hukum islam, sehingga masyarakat menjadikannya ajang adu pengaruh dalam
keluarga untuk mendapat warisan yang diinginkan, semoga hal ini bisa diatasi dengan
ilmu yang dipelajari oleh umat islam, sehingga masyarakat akan sadar masalah hukum
Allah Ta’ala untuk direalisisaikan dalam kehidupan mereka

10. Umat islam masih rancau dalam memaknai arti hibah, washiyat dan warisan
sehingga semakin memperunyam keadaan.

Obat ini semua adalah keikhlasan dan ilmu

Definisi Ilmu Faraidh

Faraidh adalah bentuk jamak dari al-faridhah yang secara bahasa bermakna sesuatu
yang diwajibkan
5
Secara istilah adalah : Ilmu yang mempelajari siapa saja dari ahli waris yang berhak
mendapat warisan dan siapa saja yang tidak berhak, serta jumlah ukuran untuk setiap
ahli waris. (syarhul kabir Addardiry hlm 406 jilid 4)

Faridhah atau fudrudh : adalah jatah tertentu sesuai syari'at bagi setiap ahli waris,
seperti : setengah, seperempat, seperdelapan, seperenam, sepertiga, duapertiga. Atau
disebut juga Furudhul muqoddarah(jatah yang ditentukan)

Ahli furudh: adalah pewaris yang menjadi pemilik jatah jatah ini

Yang Harus diselesaikan Sebelum Warisan dibagikan


Ada 5hal yang harus dilaksanakan secara berurutan jika semua itu ada, sebagaimana
dibawah ini :
1- Dikeluarkan dari harta waris untuk penyelesaian kebutuhan mayit, seperti kain kafan
dan lainnya.
2- kemudian hak-hak yang berhubungan dengan barang yang ditinggalkan, seperti
hutang dengan sebuah jaminan barang atau anggunan dan semisalnya.
3- Kemudian pelunasan hutang, baik itu yang berhubungan dengan Allah seperti zakat,
kafarat dan semisalnya, ataupun yang berhubungan dengan manusia tanpa anggunan.
Namun didulukan bayarnya untuk hutang manusia.
4- Kemudian pelaksanakan wasiat yang tidak lebih dari sepertiga harta kecuali atas izin
ahli waris.
5- yang terakhir adalah pembagian warisan, yang akan kita bahas.

Perlu diketahui Jika pada waktu pembagian waris ada kerabat mayit yang tidak
mendapat waris namun dia hadir, atau ada anak-anak yatim, ataupun orang miskin,
hendaklah mereka diberi dari harta peninggalan sebelum dibagi, hal ini sebagaimana
ayat berikut:

6
 ‫ وإذا حضر القسمة أولوا القرب واليتامى والساكي فارزقوهم منه وقولوا لم قول معروفا‬

"Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka
berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang baik". (An-Nisaa: 8)

Rukun perwarisan ada tiga :


1- Al-Muwarrits, yaitu mayit. Atau orang yang di hukumi sebagai orang mati semisal
orang hilang.
2- Al-Warits, yaitu dia yang masih hidup setelah meninggalnya Mayit (Al-Muwarrits).
Atau dihukumi sebagai orang hidup semisal janin.
3- Alhaqqul Mauruts, yaitu harta peninggalan yang masih tersisa untuk dibagi

Penyebab seseorang mendapat warisan adalah salah satu tiga faktor berikut :
1- Nikah dengan akad yang sah secara islam , dengan akad nikah maka apabila salahsatu
pasutri wafat niscaya pasangannya akan mendapat warisan darinya.
2- Nasab (keturunan), yaitu kerabat dari arah atas seperti kedua orang tua, dari
keturunan seperti anak, dari arah samping seperti saudara, paman serta anak-anak
mereka.
3- al wala’ , yaitu ashobah yang disebabkan kebaikan seseorang terhadap budaknya
dengan menjadikannya merdeka, maka dia berhak untuk mendapatkan waris jika tidak
ada ashobah dari keturunannya atau tidak ada ashab furudh yang menghabiskan jatah
waris.

Sifat pewaris yang menghalangi dirinya untuk mendapat warisan ada tiga :
1- Perbudakan : Seorang budak tidak bisa mewariskan hartanya dan tidak pula
mendapat waris, karena dia milik tuannya, apalagi hartnya..

7
2- Membunuh tanpa dasar : Pembunuh tidak berhak untuk mendapat waris dari orang
yang dibunuhnya.
3- Perbedaan agama : seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun
tidak mewarisi Muslim.
Dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda :
" ‫ل يرث السلم الكافر ول الكافر السلم " متفق عليه‬

"Orang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi orang
Muslim" Muttafaq alaihi H.R Muttafaq Alaih, Riwayat Bukhori nomer (6764) dan Muslim
nomer (1614)

Hukum Perwarisan istri yang telah dicerai


 Seorang istri yang di ceraikan dengan talak ruju'(talak 1 dan talak ke 2) maka
masih ada perwarisan diantara keduanya selama masih dalam iddah.
 Seorang istri yang di cerai dengan talak ba’in(talak 3), apabila suaminya sewaktu
menceraikannya dalam keadaan sehat maka tidak ada perwarisan diantara
keduanya
 Jika seorang suami menceraikannya dengan cerai ba’in dalam kondisi sakit
keras(yang tujuannya agar istri tidak mendapat waris) maka s dia berhak untuk
mendapatkan warisan
 Apabila diperkirakan ketika menceraikan istri tsb saat sakit parah tidak ada
dugaan bahwa dia ingin agar istrinya dijauhkan dari warisan maka si istri ini tidak
berhak mendapat warisan, karena faktor cerainnya tdk ada niatan busuk.

jika seorang suami pada saat sakaratul maut ia mengatakan “wahai istriku, saya ceraikan
kamu, saya ceraikan kamu, saya ceraikan kamu.” Apakah sah cerainya? Para ulama
berpendapat bahwa “barangsiapa berusaha untuk memberikan madharat kepada orang
lain, maka harus dibalas dengan ditahannya keinginan tersebut.” Maksudnya adalah, jika
suami tersebut menceraikan istrinya dengan niat dan tujuan agar istri tersebut tidak
mendapatkan warisan, maka cerai tersebut tidak sah. Ataupun sah, tetapi istrinya tetap
mendapatkan harta warisan. Sebab itulah, para ulama membedakan seseorang yang
berwasiat atau berhibah pada saat sehat atau sakit. Bahkan tidak boleh menceraikan

8
istri, memberikan hibah kepada salah satu anaknya, atau memberikan wasiat kepada
ahli waris pada saat sakaratul maut.

9
Ahli waris dalam islam
Ahli Waris.

Ahli waris ada dua jenis yaitu lelaki dan perempuan . kesemuanya berjumlah 25
pewaris
A. Ahli Waris dari kalangan lelaki terdiri dari 15 orang yaitu:.
1. Putra
2. Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
3. Ayah
4. Kakek sampai keatas garis ayah
5. Saudara laki-laki seayah seibu( kandung)
6. Saudara laki-laki seayah
7. Saudara laki-laki seibu
8. Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.
9. Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
10.Paman seayah dan seibu( kandung ) dg bapaknya mayit
11.Paman seayah dg bapaknya mayit
12.Anak paman kandung sampai kebawah.
13.Anak paman seayah sampai kebawah.
14.Suami
15.Laki-laki yang memerdekakan (mu’tiq)

B. Ahli Waris wanita terdiri dari 10 orang:


1. Putri /Anak perempuan
2. Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
3. Ibu
4. Nenek sampai keatas dari garis ibu yang tidak terputus jalur laki
5. Nenek sampai keatas dari garis ayah yang tidak terputus jalur perempuan
6. Saudari perempuan seayah seibu (kandung)
7. Saudari perempuan seayah
8. Yang Saudari perempuan seibu.
9. Istri
10.Wanita yang memerdekakan (mu’tiqoh)

10
Cara Membagi Warisan

Ditinjau dari sudut pandang pembagian harta warisan, maka Ahli waris terbagi
menjadi dua model yaitu : Ashhabul furudh dan Ashobah.

1- Waris dengan fard(furudh) : yaitu jika seorang ahli waris mendapat jatah
tertentu, yaitu: setengah, seperempat, seperdelapan, seperenam, sepertiga,
duapertiga. mereka para pemiliknya dinamakan Ashhabul furudh
2- Waris dengan Ta'shib : yaitu seorang ahli waris yang mendapat jatah yang
tidak dibatasi dg kadar tertentu, namun mereka bersekutu dalam pengabilan
harta waris itu secara sendiri atau bersekutu dg waris ashobah yang lain jika ada,
atau mendapat prosentase lelaki duakali lipat jatah wanita dari harta warisan
atau jika mereka bersama Ashhabul furudh maka mereka akan mengambil sisa
dari Ashhabul furudh itu..
para pemilik ta’shib ini dinamakan ahli ta’shib atau ashobah

1. Furudh.

Dasar hukum
Ayat Alqur’an yang dijadikan pedoman warisan dalam hal ini ayat furud atau faroidh
adalah surat annisa ayat 11 dan 12 surat annisa dan ayat terakhir dari surat annisa:

‫ن ث كل ككثا‬ ‫ل ك رظ ك‬ ‫ك‬
‫ن فكل كهك ل‬ ‫ووو قك ٱث رن كت كي ر ب‬ ‫سآ ءءءءءوووو رفك‬ ‫إوون ن بك ك ك ل‬
‫ن‬ ‫ووو بفك‬ ‫ح ظلن ٱث كي كي ر ب‬
‫ن‬ ‫مث ر ك‬‫ووو ل بووذ لك كرب ب‬ ‫ىل لكد بك ك ر‬
‫م‬ ‫ه فبأور ى‬‫م ٱلل ل ك‬ ‫صيك ك ك‬ ‫كيو ب‬
‫ما ت ككر ك‬ ‫كك ب‬ ‫ك‬ ‫تد ك ة ءءءةووو كفك‬ ‫إوون ك‬ ‫ما ك‬
‫ك بإن‬ ‫م ل‬ ‫س ب‬ ‫سد ك ك‬ ‫م ا ٱل س‬ ‫ل د ددددوووو ر ظ‬
‫نوووهك ك‬
‫م‬ ‫حظ‬ ‫لووب كوكي رهب ل بولك‬ ‫ف ووو بوك‬ ‫ص ك‬ ‫لوووهك لان ظ ٱ ر‬ ‫ح‬
‫كان كولك ر ب‬ ‫ووو بوك‬ ‫ك‬ ‫ت ك ككر‬
‫ك‬ ‫ك‬ ‫ك‬
‫موو‬
‫س ب‬
‫سد ك ك‬‫م لهب ٱ س‬ ‫لووو ظ‬ ‫خ ۥۥوك ة ر ءةةووو بفك‬ ‫نل كإ ب ك‬
‫ه ىر‬ ‫إوون ك‬
‫كا ك‬ ‫ووو بفك‬ ‫ث‬ ‫م لهبث سل كٱ ك‬ ‫واه كفكبل ظ‬ ‫ه ى ۥۥ أب ك ك‬ ‫ه ۥ د رءةدوووووكوكوووربث ك ك‬ ‫كنل لوكل كك‬
‫م يك ك‬ ‫إووون ل ل ر‬ ‫ه ۥ د ر ءةد ووووو بفك‬ ‫ن كل ك ك‬‫كاوك كل‬‫ك‬
‫ووواووبآؤ كك كم وأ كبنآؤ كك كم كل تدرون أ كيه ك‬
‫ن‬
‫كا ك‬ ‫ه ك‬ ‫نوو ٱلل ل ك‬ ‫وووو ل ٱهب وووإ ب ل‬ ‫ن لل‬ ‫ةءءةوووو ظ‬
‫مك‬ ‫ض ء‬ ‫رووي ك‬ ‫وووفك ب‬‫ف معءاوو‬ ‫ب ل كك كن ك رءع ر‬ ‫م أقركر ك‬ ‫ر ك رك ك سك ر‬ ‫ر ك رك‬ ‫كء ك‬ ‫ن‬ ‫د كي ر د‬
‫ما‬ ‫كيوو ء‬‫ح ب‬ ‫ع كبليمءءم اك‬
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh

11
separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS An-Nisaa : 11

‫ن د رءةدوووول كفك‬ ‫ف ما تر ك ك‬
‫ما‬
‫م ل‬ ‫م ٱلسرب كعك ب‬ ‫وووك ك ك‬ ‫ن ل كوهكل ك ل‬
‫كا ك‬ ‫إووون ك‬ ‫ن د ر ءةد ووووو بفك‬ ‫كنوك لك لهك ل‬ ‫م يك ك‬ ‫م بإن ل ل ر‬ ‫جك ك ر‬ ‫ك أرزولك ك‬ ‫ص ك ك كك‬ ‫م نب ر‬‫وكل كك ك ر‬
‫صيلن إبلهآ ألمو لدميددن لوللكهلن ٱلرركبكع إملما لتلرمككتمم إإن للمم ليككن للككمم لوللءةد‬ ‫صليددة كيو إ‬
‫لتلرمكلن إمدن لبمعإد لو إ‬
‫صولن إبلهآ ألمو لدميددن‬‫صليددة كتو ك‬ ‫لفإإن لكالن للككمم لوللءةد لفللكهلن ٱلرثكمكن إملما لتلرمككتم ممدن لبمعإد لو إ‬
‫س‬‫حددد مممنكهلما ٱلرسكد ك‬ ‫ت لفلإككمل ولو إ‬ ‫ث لكوللللءة ألإو ٱمملرأل ءةة لوللكهۥۥ ألةخ ألمو أ كمخ ء ة‬‫لوإإن لكالن لركجءةل كيولر ك‬
‫رر درر‬ ‫ك‬ ‫ك‬
‫صوو‬
‫ووووووو وك ب‬ ‫ن كغ ك‬
‫ضآي ركر‬ ‫مد‬
‫ى ب بكهآ أور د كي ر ك‬
‫ص ل‬ ‫صبي ل ةدددة ي ك‬
‫ووووووو ك‬ ‫عوود‬ ‫موووندن ب‬
‫ووووو ك روك‬ ‫ث ب‬ ‫ىث سل كٱ ب‬ ‫كآكءفب ل‬ ‫شكر ك‬ ‫م ك‬ ‫ك فكهك ر‬ ‫من ذ لكل ب ك‬ ‫كان كوى اااووو أك رووث ككر ب‬
‫ن‬‫فكإ ب ك‬
‫لحإليءةم‬

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja)
atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat
yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat
(kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-
benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. QS An-Nisaa : 12.

12
‫توووووو كفك‬
‫لوووكها‬ ‫ت ءة‬
‫ه ى ۥۥ ر‬ ‫ه ۥ د رءةدوووولأ ك كوك ر‬
‫ووو ك‬
‫خ‬ ‫سل كوكل ك ك‬
‫ك ل كي ر ك‬ ‫م ٱكرؤ ر اااووول كهك‬
‫ووو ك‬ ‫نوو ر‬‫ىك كٱل لكل كةب وووإ ب ب‬‫مفب ل ر‬
‫فبتيك ك ر‬‫ه يك ر‬‫ل ٱلل ل ك‬‫كقك ب‬‫فكتون ك ك‬ ‫ست ك ر‬
‫يك ر‬
‫ك لوكهلو ليإركثلهآ إإن للمم ليككن لللها لوللءةد لفإإن لكالنلتا ٱمثلنلتميإن لفللكهلما ٱلرثلكلثاإن إملما لتلر ل‬
‫ك‬ ‫ف لما لتلر ل‬ ‫ص ك‬ ‫إن م‬
‫ضرلواا لوٱللك إبككمل لشمىدء لعإليدةم‬ ‫لنلثليميإن كيلبميكن ٱللك للككمم لأن لت إ‬ ‫ظٱم ك‬
‫لوإإن لكاكنۥواا إإمخلوءءة مرلجاءءل لوإنلسآءءء لفإلللذلكر إممثكل لح م‬
‫إ‬
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-
saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak
bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu,
supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS An-Nisaa :
176.

Pembagian Furudh
bagian furudh tsb adalah sebagai berikut :
1. bagian ½ harta.
1) Putri, kalau dia sendiri
2) Cucu perempuan (putrinya putra simayit), kalau sendiri
3) Saudari perempuan seayah seibu, kalau sendiri
4) Saudari perempuan seayah, kalau sendiri
5) Suami, jika tidak ada anak atau keturunan mayit
2. Yang mendapat bagian ¼ harta
1) Suami, jika si mayit memiliki keturunan kebawah yang mendapat
warisan darinya
2) Isteri atau beberapa , jika si mayit memiliki keturunan kebawah yang
mendapat warisan darinya

3. Yang mendapat 1/8


Istri atau beberapa istri, jika si mayit memiliki keturunan kebawah yang
mendapat warisan darinya

4. Yang mendapat 2/3


13
1) Putri berjumlah dua atau lebih jika tidak ada anak mayit yang laki laki
2) Cucu perempuan berjumlah dua atau lebih dari garis anak laki-laki jika
tidak ada cucu mayit yang laki laki dari garis anak laki-laki
3) Saudari perempuan seayah seibu (kandung) berjumlah dua atau lebih
jika tidak ada saudara seayah seibu (kandung)
4) Saudari perempuan seayah berjumlah dua atau lebih jika tidak ada
saudara seayah

5. Yang mendapat 1/3


1) Ibu : jika simayit tidak punya keturunan yang mendapat warisan
darinya, atau si mayit punya saudara/i berjumlah dua atau lebih
2) Saudara/ saudari seibu yang berjumlah dua atau lebih jika tidak ada
ayah atau kakek atau keturunan mayit yang mewarisi
6. Yang mendapat 1/6
1) Ibu, jika mayit punya keturunan yang mendapat warisan atau mayit
punya saudara/i berjumlah dua atau lebih.
2) Nenek garis ibu, jika tidak ada ibu
3) Nenek garis ayah, jika tidak ada ibu
4) cucu perempuan berjumlah satu atau lebih dari garis laki-laki ketika
ada satu putri yang mendapat jatah ½, dengan kondisi tidak ada cucu
laki laki yang mewarisi bersamanya
5) saudari seayah berjumlah satu atau lebih ketika ada satu saudari
kandung yang dapat ½, dengan kondisi tidak ada saudara seayah
bersamanya.
6) Ayah ketika ada puta si mayit atau cucu laki laki mayit
7) Kakek jika tidak ada ayah
8) Saudara/ saudari seibu berjumlah satu orang dan tidak ada ayah atau
kakek atau keturunan mayit yang mewarisi

2. Ta’shib : cara perwarisan dg mendapat jatah tanpa ukuran yg ditetapkan:


Para pemiliknya adalah disebut Ashobah ,
Tashib ini ditinjau dari segi faktor penyebabnya ada dua.
Yaitu binnasab(karena nasb) dan bissabab (karena sebab)

14
A. binnasab (karena nasab, hubungan darah )mereka ada tiga jenis

a. ashobah binafsihi diurutkan sesuai angka dibawah ini:


1) Putra
2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah
3) Ayah
4) Kakek dari garis ayah keatas
5) Saudara laki-laki kandung
6) Saudara laki-laki seayah
7) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah
8) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
9) Paman seayah dan seibu( kandung ) dg bapaknya mayit
10) Paman seayah dg bapaknya mayit
11) Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah
12) Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah

Asobahtersebut diatas merupakan penjabaran dari


1. Al bunuwah: keturunan
2. Al ubuwah: ayah danleluhur
3. Al ukhuwah: saudara dan anak saudara
4. Al ‘umumah: paman adalah saudara bapak seayah dan seibu atau
seayah saja

Catatan penting:
 Ashonah binafsihi ini apa bila ada pewaris bagian atas maka akan
menghalangi pewaris dibawahnya kecuali bunuwah dan ubuwwah
 Ashbah binafsihi ini hanya kaum pria kecuali point ke 13
 Saudara seibu bukan ashobah binafsihi walaupun ia adalah pria karena
hubungannya ke mayit adalah lewat jalur wanita yaitu ibu
 Suami juga bukan ashobah binafsihi karena tidak ada hubungan darah
dan ia telah masuk dalam ashabul furudh

15
b. (ashobah bi ghoirihi) Ashobah dengan saudaranya
1) Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
2) Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
3) Saudari kandung bersama saudara laki-laki kandung atau jika dalam
kondisi tertentu bisa dg saudara laki-laki seayah.
4) Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.

c. Ashobah ma’a ghoirihi


1) Saudari kandung mendapat Ta’shib ketika ada putrinya mayit baik satu
atau lebih atau jika ada putrinya putra . Hal ini berlaku dengan syarat
jika tidak ada putra maupun putranya putra
2) Saudari seayah mendapat Ta’shib ketika ada putrinya mayit baik satu
atau lebih atau jika ada putrinya putra . Hal ini berlaku dengan syarat
jika tidak ada putra maupun putranya putra. Dan juga tidak ada saudari
kandung maupun saudara kandungnya si mayit

B. Bissabab (karena sebab): yaitu orang yang telah memerdekakan mayit ketika ia
menjadi budak. Maka jika simayit ini tidak memiliki pewaris ta’shib dg jenis
apapun dari nasab maka ia akan mendapatkan warisan dg ashobah jenis
bissabab, ta’shib jenis ini diberikan karenany dg alasan balas budi kepada si
pembebas budak dari apa yang telah ia hadiahkan kepada mantan budak ini
yang wafat.

16
Al-Hajb (penghalang warisan)
- Al-Hajb terbagi menjadi dua bagian:
1- Al-Hajb bilwasf (terhalang karena sifatnya): yaitu seorang ahli waris yang disifati
sebagai salah satu yang terlarang dari bagian waris, dia adalah: perbudakan,
pembunuhan atau perbedaan agama, hal ini mencakup seluruh ahli waris, siapa yang
saja yang memiliki salah satu dari sifat tersebut, maka dia tidak mewarisi dan
keberadaannya seperti tidak ada, sehingga ia tidak dapat menjadi hajib hirman maupun
hajib nuqson.
2- Al-Hajb bissyahsi(terhalang oleh pewaris lainnya): - yang dimaksud disini- yaitu jika
sebagian dari ahli waris terhalangi oleh ahli waris lainnya,
penghalang ini terbagi menjadi dua model:
Hajb Nuqson (hanya terkurangi): perpindahan jatah yang banyak menjadi jatah yang
sedikit karena adanya seseorang pewaris lain di keluarga.
Hajb Hirman (terhalang secara total): terhalangnya warisan secara total karena
keberadaan seoarang pewaris yang lebih kuat darinya secara hukum waris, adapun
keberadaan mereka walaupun dalam posisi tidak mendapat warisan namun mereka
tetap bisa mempengaruhi warisan pada pewaris lainnya. ( tetap bisa menjadi hajibu
nuqson)

Hajab hirman ini mudahnya untuk memahaminya ia sering terjadi pada konteks urutan
arah jalur hubungan darah, derajat, kekuatan hubungan darah
Arah jalur hubungan darah : Al bunuwah, Al Ubuwah, Al ukhuwah, Al ‘umumah
Derajat : tingkati , putra lebih tinggi derajat dari pada cucu
Kekuatan hubungan darah : saudara kandung lebih kuat dari seayah

Untuk lebih jelasnya silahkan melihat tabel waris

17
18
MIROTS (BAGIAN WARISAN) AL-HAML
- Al-Haml: Adalah janin yang masih berada dalam perut ibunya.
- Al-Haml akan mendapat waris setelah dia terlihat mengeluarkan suara, ketika mayit
meninggal dia sudah berada dalam janin walaupun hanya berbentuk air mani, suaranya
bisa dengan teriakan, karena haus, menangis ataupun semisalnya.
‫س‬
‫ " ما من بن آدم مولودد إلل يلسه الشيطان حي يولد فيستهلل صارخا من م ل‬:‫عن أب هريرة رضي ال عنه أن رسول ال صلى ال عليه وسلم قال‬
‫ متفق عليه‬." ‫الشيطان غي مري وابنها‬

Dari Abu Hurairoh rhadiallahu anhu : bahwasanya Rosulullah shalallahu alaihi wasalam
bersabda: "Tidak ada seorangpun keturunan Adam yang dilahirkan kecuali dia akan
disentuh oleh setan pada saat dilahirkan, sehingga dia akan berteriak mengeluarkan
suara yang disebabkan oleh sentuhan setan tersebut, kecuali Maryam dan putranya"1
- Barang siapa yang meninggalkan ahli waris dan terdapat padanya haml, ada dua
keadaan bagi mereka:
1- Mereka menunggu sampai janin dilahirkan dan jelas kelaminnya, barulah kemudian
dilakukan pembagian waris.
2- Atau bisa juga mereka meminta untuk dibagikan harta peninggalan sebelum dia
dilahirkan, dalam keadaan seperti ini akan disisakan untuk janin dari harta waris sebesar
bagian dua orang putra atau dua orang putri, setelah dilahirkan dia akan mengambil
bagiannya, sedangkan sisanya akan dikembalikan kepada dia yang berhak, siapa saja
yang tidak terhajb (terhalangi) oleh janin, maka dia akan mengambil seluruh bagiannya,
contohnya adalah nenek, dan siapa yang sekiranya akan berkurang olehnya, maka dia
akan mengambil bagian terkecil, contohnya seperti istri dan ibu, dan siapa saja yang
sekiranya akan jatuh olehnya, maka dia tidak akan mengambil bagian sedikitpun,
contohnya seperti saudara.

Muttafaq 'Alaih, riwayat Bukhori nomor (3431) dan lafadz darinya, Muslim nomor (2366) 1

19
MIROTS (BAGIAN WARISAN) HUNTSA MUSYKIL (BANCI)
- Huntsa Musykil adalah dia yang berkelamin ganda (memiliki kelamin pria dan wanita)
- Huntsa Musykil jika tidak jelas keadaannya, maka dia akan mendapat setengah bagian
laki-laki dan setengah bagian wanita.
- Apabila huntsa tersebut bisa diharapkan untuk diketahui kejelasan kelaminnya, maka
dia harus ditunggu sampai ada kejelasannya, jika mereka tidak mau menunggu dan
meminta agar harta peninggalan dibagi, maka hendaklah diberikan kepada dia ataupun
lainnya dengan bagian terkecil, kemudian sisanya dibiarkan terlebih dahulu sampai
terbukti keadaannya. Pertama-tama buatlah permasalahan dengan menganggap dia itu
seorang pria, kemudian buatlah permasalahan baru dengan menjadikannya seorang
wanita, setelah itu berikanlah kepada huntsa ataupun ahli waris lainnya bagian terkecil,
sedangkan sisa harta hendaklah dibiarkan sampai keadaannya bisa dibedakan.
- Diketahui kejelasan keadaan huntsa oleh beberapa perkara:
Kencing atau keluarnya air mani dari salah satu kelamin, jika kencing dari keduanya maka
hendaklah melihat kepada yang lebih dahulu keluar, akan tetapi jika berbarengan, maka
hendaklah melihat dari segi banyaknya, kecondongannya terhadap lawan jenis,
tumbuhnya jenggot, haid, hamil, tumbuhnya dua buah susu, keluarnya air susu dari
dadanya, dlsb.

MIROTS (BAGIAN WARISAN) MAFQUD


- Mafqud: Adalah dia yang terputus beritanya, keadaannya tidak diketahui, apakah dia
masih hidup ataukah meninggal.
- Mafqud memiliki dua keadaan: meninggal dan hidup, pada keduanya ada pembahasan
hukum khusus, hukum yang berhubungan dengan istrinya, hukum yang berhubungan
dengan warisannya dari orang lain, warisan orang lain darinya, serta warisan bersama
antara dia dengan yang lainnya, jika tidak bisa dipastikan keadaannya antara hidup dan
20
mati, maka haruslah ditentukan waktu tertentu untuk membuktikan kenyataannya dan
juga kesempatan untuk mencarinya, ketentuan waktu tersebut diserahkan kepada ijtihad
seorang hakim.
- Keadaan mafqud:
1- Jika mafqud sebagai orang yang diwarisi, apabila waktu menunggu yang telah
ditentukan habis dan keadaannya belum diketahui, maka dia dihukumi telah meninggal,
lalu harta pribadinya dibagikan, begitu pula dengan harta miliknya yang dihasilkan dari
warisan orang lain terhadapnya, seluruhnya dibagikan kepada ahli warisnya yang ada
ketika dia dihukumi meninggal, dan tidak diberikan kepada mereka yang telah meninggal
pada masa penantian.
2- Jika mafqud menjadi salah seorang yang mendapat waris dan tidak ada orang lain
padanya, maka harta tersebut untuk sementara dibiarkan sampai ada kejelasan
tentangnya, atau habis masa penantiannya, jika ada ada ahli waris lain bersamanya dan
mereka menuntut agar harta tersebut dibagikan, hendaklah seluruhnya diperlakukan
dengan mendapat bagian terkecil, sementara sisanya dibiarkan sampai ada kejelasan
tentangnya, jika hidup maka dia akan mengambil bagiannya dan jika meninggal maka
harta yang ada dibagikan kepada mereka yang berhak.
Pertama kali hendaklah dibuat sebuah permasalahan yang dianggap padanya kalau
mafqud hidup, kemudian dibuat sebuah permasalahan kedua dengan menganggapnya
sebagai mayit, barang siapa yang mendapat waris pada dua keadaan tersebut dengan
bagian berbeda, maka hendaklah diberikan kepadanya bagian terkecil, barang siapa
yang pada keduanya mendapat bagian yang sama, maka diberikan haknya secara penuh,
sedangkan dia yang hanya mendapat bagian pada salah satunya saja, maka dia tidak
diberikan harta sedikitpun, lalu apa yang masih tersisa dari harta dibiarkan untuk
sementara sampai ada kejelasan tentang keadaan mafqud.

21
MIROTS (BAGIAN WARISAN) GHORQO, HADMA DAN SEMISALNYA
- Yang dimaksud disini: Sekelompok ahli waris yang meninggal bersama dalam sebuah
kejadian tertentu, seperti tenggelam, kebakaran, peperangan, runtuhnya gedung,
kecelakaan mobil, pesawat, kereta api dan semisalnya.
- Keadaan mereka: mereka memiliki lima keadaan:
1- Diketahui dengan pasti kalau salah seorang dari mereka meninggal belakangan, maka
dia berhak untuk mendapat waris dari dia yang meninggal lebih dahulu, dan tidak
sebaliknya.
2- Diketahui jika mereka seluruhnya meninggal berbarengan, maka mereka tidak akan
saling mewarisi satu dengan lainnya.
3- Tidak diketahui bagaimana mereka meninggal, apakah meninggalnya satu persatu?
Ataukah berbarengan? Maka mereka tidak akan saling mewarisi.
4- Diketahui jika meninggalnya mereka berurutan, akan tetapi tidak diketahui dengan
pasti siapa yang meninggal terakhir diantara mereka, maka dalam keadaan inipun
mereka tidak akan saling mewarisi.
5- Diketahui siapa yang terakhir meninggal, namun kemudian dilupakan, maka dalam
keadaan inipun mereka tidak akan saling mewarisi.
Dalam empat keadaan terakhir mereka tidak saling mewarisi, dengan demikian harta
dari setiap mereka hanya dibagikan kepada ahli warisnya yang masih hidup saja, tidak
dengan mereka yang meninggal berbarengan.

MIROTS (BAGIAN WARISAN) AL-QOTIL (PEMBUNUH)


- Barang siapa yang membunuh langsung orang yang mewarisinya atau ikut secara
langsung dalam pembunuhannya ataupun menjadi penyebabnya tanpa hak, maka dia
tidak berhak untuk mendapat warisan darinya, pembunuhan dengan tidak hak: dia yang
terjamin oleh beberapa ketentuan, diyat ataupun kafarat, seperti pembunuhan dengan
disengaja dan yang mirip dengan disengaja ataupun kesalahan dalam membunuh, serta
22
apa saja yang mirip dengan kesalahan mebunuh, seperti pembunuhan dengan sebab,
pembunuhan anak kecil, orang tidur dan orang gila.
Orang yang membunuh dengan sengaja tidak berhak untuk mendapat waris, hikmah
darinya adalah: keterburu-buruan untuk mendapat waris, dan siapa saja yang
menyegerakan sesuatu sebelum saatnya tiba, maka dia akan dihukum dengan tidak
mendapatkannya, sedangkan pembunuhan yang tidak sengaja, pelarangannya dari waris
sebagai bentuk penutupan terhadap ancaman dan penjagaan terhadap penumpahan
darah; agar tidak dijadikan penyebab atas ketamakan dalam menumpahkan darah.
- Jika pembunuhan dalam bentuk qisos, had ataupun pembelaan diri dan semisalnya, hal
seperti ini tidak menghalangi seseorang dari mendapat waris.

MIROTS (BAGIAN WARISAN) LAIN AGAMA

- Seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi Muslim;
dikarenakan oleh perbedaan agama mereka, orang kafir itu seperti mayit dan mayit
tidak bisa mewarisi.
- Orang-orang kafir sebagian mereka mewarisi sebagian lainnya, jika mereka satu agama,
dan tidak saling mewarisi jika berlainan agama, karena agama ini bermacam-macam,
yahudi merupakan sebuah agama, nasrani agama, majusi agama dan begitulah
seterusnya.
- Orang-orang yahudi akan saling mewarisi sesama mereka, orang-orang nasrani dan
majusipun demikian, sama halnya dengan agama-agama yang lainnya, sehingga seorang
yahudi tidak mungkin akan mewarisi dari nasrani, begitu pula dengan agama lainnya.
- Orang murtad tidak mewarisi siapapun dan tidak pula mendapat waris, jika dia
meninggal dalam keadaan murtad, maka seluruh harta miliknya diserahkan kepada
baitul mal kaum muslimin.
23
Dalilnya :
‫ ل ك ي كرب ك‬: ‫ه صلى الله عليه وسلم‬
‫ث‬ ‫سو ك‬ ‫ كقا ك‬:‫ل‬
‫ن كزي رد د رضي الله عنه كقا ك‬ ‫عك ك‬
‫ل الل ب‬ ‫ل كر ك‬ ‫ة بر ب‬ ‫م ك‬
‫سا ك‬‫نأ ك‬ ‫ر‬
‫م‬ ‫ل‬‫س‬ ‫م‬ ‫ال‬
‫ب ك ك ر ب ك‬‫ر‬ ‫ف‬ ‫ك‬
‫كا‬ ‫ال‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ر‬
‫ب ك ك‬ ‫ف‬‫ك‬ ‫ا‬ ‫الك‬ ‫م‬
‫م ر ب ك‬
‫ل‬‫س‬ ‫ال ك‬

Dari Usamah bin Zaid Radhiallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda: ”Seorang muslim tidak mendapat warisan dari orang kafir dan
orang kafir tidak mendapat warisan dari seorang muslim.” (HR. " Muttafaq alaihi H.R
Muttafaq Alaih, Riwayat Bukhori nomer (6764) dan Muslim nomer (1614)

24
PENGERTIAN HIBAH , WASIYAT DAN WARISAN SERTA PERBEDAANNYA

HIBAH
Harta Pemberian (Hibah) adalah harta yang diberikan oleh seseorang secara cuma-cuma
pada masa hidupnya. (Ibnu Qudamah, al Mughni, Beirut, Daar al Kitab al Arabi, : 6/246)

Pemberian-pemberian sebelum meninggal dunia disebut dengan hibah, bukan warisan.


Pemberian yang diberikan dalam keadaan sakit berat yang biasanya menyebabkan
seseorang meninggal dunia, seperti gagal ginjal, atau mengalami kecelakaan maut di
jalan tol. Atau ketika dalam keadaan sakaratul seseorang memberikan sesuatu kepada
saudaranya, maka tidak disebut dengan hibah karena dalam keadaan sakaratul maut.
Jumhur ulama’ mengatakan “ini adalah wasiat”. Tapi kalau sudah meninggal dunia maka
disebut dengan “warisan”.

Hibah (pemberian) itu sah jika diberikan seseorang dalam keadaan sehat wal afiat.
Ketika khawatir jika anak-anaknya nanti bertengkar tentang harta warisan, maka ia
dibolehkan untuk membagi hartanya. Misalnya masing-masing anaknya diberikan satu
rumah.

Jika seseorang telah menghibahkan sesuatu kepada anaknya atau orang lain, maka detik
itu juga hak kepemilikannya berpindah, walaupun belum ganti nama. Ganti nama ini
sekedar formalitas di negeri kita. Banyak bapak-bapak yang membeli mobil atas nama
istrinya, padahal mobil itu miliknya. Daripada kena pajak progessif karena mempunyai
dua mobil, maka mereka menggunakan nama istrinya. Tiba-tiba suatu ketika sang suami
menikah lagi, sementara istrinya tidak rela, akhirnya apa? Harta itu diakui hartanya. Di
depan pengadilan, sang isteri akan menang, kenapa? Karena mobil atau rumah tersebut
diatas namakan dirinya. Walaupun pada hakekatnya mobil/rumah tersebut milik
suaminya.

Sebab itu, harus dipisahkan antara harta istri dan suami, jangan dicampur. Karena kalau
dicampur akan membuat bingung. Inilah yang menjadi sebab perselisihan antara suami
isteri. Ketika keduanya bercerai, sang isteri meminta harta gono-gini terlebih dahulu.
Harta gono gini ini hanya ada di Indonesia yang bermaksud bahwa harta gono gini itu
adalah harta campuran penghasilan antara suami isteri selama mereka menikah, ini
terdapat dalam kompilasi hukum Islam . Namun pengertian ini kurang tepat, sebab
25
suami mempunyai harta sendiri dan istri juga punya harta sendiri. Karena itu ada istilah
warisan setelah suami meninggal dunia.

Sebab itu, agar sebuah hibah menjadi sah dan tidak berpotensi menimbulkan konflik di
masa mendatang, maka haruslah dipenuhi syarat-syarat berikut:

1. Surat Pernyataan Hibah

Orang yang akan memberikan hartanya kepada orang lain sebagai hibah harus
menandatangani surat pernyataan di atas kertas bermaterai. Di atas pernyataan itu
dijelaskan jenis hartanya, nilainya, dan kepada siapa pemberian itu ditujukan.
Selain itu, pernyataan itu harus mendapatkan persaksian dari pihak lain yang dipercaya
(hukumnya sunnah dan lebih baik). Dan terutama sekali juga harus ditandatangani oleh
para calon ahli waris si pemberi hibah agar tidak muncul masalah di kemudian hari.
Jadi agar hibah tidak menimbulkan konflik, surat pernyataan harus dibuat secara sah dan
resmi.

2. Pengurusan Surat Kepemilikan


Setelah surat pernyataan hibah ditandatangani oleh semua pihak yang terkait,
selanjutnya harus dilengkapi pengurusan surat bukti kepemilikan atas suatu harta.
Misalnya, ketika seorang ayah menghibahkan rumah kepada anaknya, maka hibah itu
baru sah dan resmi secara hukum manakala surat-surat kepemilikan atas rumah itu
sudah diselesaikan. Misalnya, sertifikat tanah itu sudah dibalik-nama kepada anaknya.
Apabila yang dihibahkan berupa kendaraan bermotor, maka STNK dan BPKB harus
dibalik-nama pada saat penghibahan itu.

3. Penyerahan Harta dengan tunai

26
Bila harta itu berupa uang tunai, maka baru bisa disebut hibah kalau memang sudah
diserahkan secara tunai, bukan sekedar baru dijanjikan.
Sebagai pihak yang diberikan hibah, sebaiknya jangan merasa sudah memiliki harta
kalau harta itu secara fisik belum diserahkan. Kalau baru sekedar omongan, janji,
keinginan, niat dan sejenisnya, harus disadari bahwa semua itu belum merupakan
pemindahan kepemilikan.

Kalau ini dikatakan wasiat, maka tidak boleh dilakukan. Karena wasiat tidak boleh
diberikan kepada ahli waris, apalagi kepada istri. Yang benar adalah hibah jika ada bukti,
namun jika tidak ada bukti, si istri tetap mendapatkan jatah sesuai warisannya saja.

Diantara Syarat-Syarat Pemberi hibah( penghibah)


1. Penghibah memiliki sesuatu untuk dihibahkan dan benar-benar memiliki
harta tersebut.
2. Penghibah itu benar-benar ikhlas tidak dipaksa, sebab hibah itu akad yang
mempersyaratkan keridhaan dalam keabsahannya.
3. Orang yang mendapat hibah, menerima hibah tersebut.
4. Kepemilikan pindah saat hibah diberikan, tidak harus menunggu meninggal
dunia.
Bagaimana dengan saksi? Saksi itu dalam setiap transaksi hukumnya adalah sunnah.
Termasuk dalam jual beli, hutang piutang ataupun hibah. Namun jika transaksi tersebut
bernilai tinggi/berharga maka sangat dianjurkan menghadirkan saksi karena jauh lebih
baik. Dalah hukum saksi di syariat islam hanya satu saja, yang mewajibkan adanya saksi
yaitu dalam akad pernikahan. Padahal pernikahan termasuk bidang muamalah, namun
muamalah khusus. Para ulama’ memisahkan antara muamalah dalam arti jual beli dan
lain-lain, dan muamalah dalam arti pernikahan. Akad nikah ini harus ada saksi, jika tidak
ada maka akad nikah tersebut tidak sah.
27
Apakah hibah ini harus sama pembagiannya antara satu anak dengan anak lainnya? Atau
antara laki-laki dan perempuan, ataukah harus dibedakan antara satu dengan yang
lainnya ?

Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini, mayoritas ulama menyatakan
bahwa semua anak harus disamakan, tidak boleh dibedakan antara satu dengan yang
lainnya. (Ibnu Jauzi, al Qawanin al Fiqhiyah, Kairo, Daar al hadits).
Sedangkan ulama Hanabilah (para pengikut imam Ahmad) menyatakan bahwa
pembagian harus disesuaikan dengan pembagian warisan yang telah ditentukan dalam
al Qur’an dan hadist.

Tetapi pendapat yang lebih tepat adalah dirinci terlebih dahulu, yaitu sebagai berikut:

Pertama: jika tidak ada unsur yang membedakan antara mereka, seperti semua anak
masih kecil-kecil semua, sebaiknya disamakan, agar terjadi keadilan.

Dalilnya adalah hadits di bawah ini:

Dari sahabat An-Nu’maan bin Basyiir, beliau berkata,

‫ل الل لهب صلى الله عليه‬ ‫ة فقالت ع كمرة ك بنت رواح ك ك‬ ‫أ كع ر ك‬


‫سو ك‬‫شهبد ك كر ك‬ ‫ضى حتى ت ك ر‬ ‫ة كل أرر ك‬ ‫ر ك بر ك ك ك ك‬ ‫طابني أبي ع كط بي ل ء‬
‫ك‬ ‫ك‬
‫ة‬
‫ح ك‬ ‫ت كركوا ك‬
‫مكرة ك ب بن ر ب‬
‫ت اب ربني من ع ك ر‬ ‫ه صلى الله عليه وسلم فقال إني أع رط كي ر ك‬ ‫ل الل ل ب‬ ‫سو ك‬ ‫وسلم فكأكتى كر ك‬
‫ل هذا قال كل قال كفات ل ك‬ ‫سائ بكر وكل كد ب ك‬ ‫ك‬ ‫ن أك ر‬ ‫ك‬ ‫ك‬
‫قوا‬ ‫مث ر ك‬
‫ك ب‬ ‫ل الل لهب قال أع رط كي ر ك‬
‫ت ك‬ ‫سو ك‬ ‫شهبد ك ك‬
‫ك يا كر ك‬ ‫مكرت ربني أ ر‬‫ة فكأ ك‬
‫ع كط بي ل ء‬
‫ك‬
‫جعك فككرد ل ع كط بي لت ك ك‬
‫ه‬ ‫م قال فككر ك‬ ‫ه كواع رد بكلوا بين أوركلد بك ك ر‬ ‫الل ل ك‬

28
“Ayahku (Basyiir) memberikan suatu pemberian kepadaku, maka Ibuku ‘Amrah binti
Rawaahah berkata, “Aku tidak ridha sampai engkau menjadikan Rasulullah sebagai saksi
(atas pemberian ini)”. Maka ayahkupun mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
lalu berkata, “Aku telah memberikan kepada anakku -dari istriku ‘Amrah binti Rawaahah-
sebuah pemberian, lantas istriku memintaku untuk meminta persaksian darimu wahai
Rasulullah”. Nabi berkata, “Apakah engkau juga memberikan kepada seluruh anak-
anakmu sebagaimana yang kau berikan kepada An-Nu’maan?”. Ayahku berkata, “Tidak”.
Nabi berkata, “Bertakwalah engkau kepada Allah, dan bersikaplah adil terhadap anak-
anakmu!”. Maka ayahkupun balik dan mengambil kembali pemberian yang telah ia
berikan.” (HR. Al-Bukhari)
Adapun pemberian yang diberikan kepada An-Nu’man dari ayahnya adalah seorang
budak milik ayahnya. (lihat HR. Abu Dawud)
Dalam lafal yang lain Rasulullah mengulang-ngulang perkataannya,

‫ك‬ ‫ك‬
‫م اع رد بكلوا بين أب ركنائ بك ك ر‬
‫م‬ ‫اع رد بكلوا بين أوركلد بك ك ر‬

“Bersikalah adil terhadap anak-anakmu, bersikaplah adil terhadap anak-anakmu.” (HR.


Abu Dawud)

Dalam lafal yang lain Rasulullah berkata (dalam konteks larangan)


‫لل كتمشإهمدإني على لجمودر‬

“Janganlah engkau menjadikan aku saksi atas suatu kedzaliman.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dalam lafal yang lain Rasulullah bersabda:

‫واءء قال ب ككلى قال فل إ ب ء‬ ‫شهد على هذا غ كيري ث كم قال أ كيسر ك ك‬ ‫ك‬
‫ذا‬ ‫ك في ال رب بظر ك‬
‫س ك‬ ‫كوكنوا إ بل كي ر ك‬
‫ن يك ك‬
‫كأ ر‬ ‫ك ك س‬ ‫ل‬ ‫ر ب‬ ‫فكأ ر ب ر‬
29
Carilah orang selainku untuk menjadi saksi atas hal ini !, Apakah senang jika seluruh
anak-anakmu sama berbakti kepadamu?, ayahku berkata, “Tentu saja”, Nabi berkata,
“Kalau bagitu jangan (kau berikan pemberian terhadap An-Nu’maan).” (HR. Muslim)

Dari hadits di atas jelas bahwasanya ayah An-Nu’man yang bernama Basyiir berpoligami,
dan An-Nu’maan adalah seorang anak dari salah satu istrinya yang bernama ‘Amrah binti
Rawaahah. Dan Basyiir ingin menghadiahkan seorang budak kepada An-Nu’man saja,
sementara anak-anaknya yang lain dari istri-istri yang lainnya tidak ia berikan hadiah
sebagaimana ia berikan kepada Nu’man.

Banyak ulama yang berpendapat bahwa hadiah yang diberikan oleh seorang ayah
kepada anak-anaknya dengan tidak adil merupakan kedzaliman dan tidak sah, maka
harus dikembalikan hadiah tersebut. Ini merupakan pendapat Madzhab Hanaabilah dan
Madzhab dzohiriah, dan dikuatkan oleh Ibnu Taimiyyah.

Ibnu Qudamah Rahimahullahu dari madzhab Hanbali berkata, “Wajib bagi seseorang
untuk menyamaratakan di antara anak-anaknya dalam hal pemberian –jika salah
seorang diantara mereka tidak memiliki kondisi khusus yang membolehkan untuk
dilebihkan dalam pemberian-. Jika ia mengkhususkan sebuah pemberian kepada
sebagian anak-anaknya atau tidak sama rata dalam pemberian di antara anak-anaknya
maka dia telah berdosa. Dan wajib baginya untuk menyamatarakan dengan salah satu
dari dua cara, dengan mengambil kembali kelebihan pemberian yang telah diberikannya
kepada sebagian anak-anaknya atau dengan menambah pemberian kepada anak-
anaknya yang lain (sehingga sama rata).“ (Al-Mughni 8/256)

30
Ibnu Hazm Rahimahullahu berkata, “Tidak halal bagi seorangpun untuk memberi hadiah
atau memberi shadaqah kepada salah seorang anaknya hingga ia memberikan yang
sama kepada seluruh anak-anaknya. Dan tidak halal ia memberikan kepada anak lelaki
lebih dari anak perempuannya atau sebaliknya. Jika dia melakukannya maka hadiah
tersebut batal dan tertolak selamanya.“ (Al-Muhallaa 9/142)

Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu pernah ditanya, “Tentang seseorang yang


mengkhususkan sebagian anak-anak putrinya dengan memberikannya sekitar 200 ribu
dirham, dan sebagian lagi diberikan wakaf sebagian hartanya. Apakah ahli waris orang
ini berhak untuk membatalkan ini semua atau tidak?”

Ibnu Taimiyyah menjawab, “Alhamdulillah, bahkan wajib baginya untuk berbuat adil
diantara anak-anaknya sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan RasulNya,
sebagaimana telah valid dalam hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bahwasanya beliau berkata kepada Basyiir bin Sa’d, “Bertakwalah engkau kepada Allah
dan bersikaplah adil diantara anak-anakmu.” Beliau juga berkata, “Janganlah menjadikan
aku saksi atas kedzaliman!,” dan Nabi memerintahkannya untuk mengembalikan
kelebihan (harta yang telah ia hadiahkan kepada An-Nu’maan-pent) kepada seluruh
anak-anaknya.

Maka jika orang ini telah meninggal dan ia tidak berbuat adil maka kedlalimannya harus
ditolak menurut pendapat yang lebih kuat diantara dua pendapat para ulama,
sebagaimana diperintahkan oleh Abu Bakr dan Umar terhadap harta Sa’d bin ‘Ubaadah.
Dan seluruh anak-anaknya yang terdlalimi berhak untuk menuntut hak mereka dan
berhak untuk membatalkan pengkhususan (hadiah harta yang telah dilakukan ayah
mereka-pent) yang menjadikan mereka terdlalimi. Dan sikap membantu anak-anak

31
tersebut dalam rangka agar mereka memperoleh hak mereka termasuk perbuatan
amalan shaleh yang pelakunya diberi pahala oleh Allah.“ (Jaami’ul Masaail 4/339)

WASIAT
Harta Wasiat adalah harta yang diwasiatkan seseorang sebelum meninggal dunia dan
seseorang tersebut baru berhak menerimanya setelah yang memberi wasiat meninggal
dunia. (Abu Bakar Al Husaini, Kifayah al Akhyar, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, hlm 454)

Dalam Al-Quran, Allah Ta’ala berfirman:

………… ‫صي إبلها ألمو لدميدن‬ ‫إممن لبمعإد لو إ‬.………


‫صليدة كيو إ‬

“(Pembahagian itu) ialah sesudah diselesaikan wasiat oleh simayit dan sesudah
dibayarkan hutangnya.” (An-Nisa’: 11)

‫حين ال روصية اث رنان ذ كوا ع كدل منك ك ك‬ ‫ك‬ ‫ك‬


‫م أو ر‬
‫ر د ب ر ر‬ ‫ت ب ك ك ب ل ب ك ب ك‬ ‫مور ك‬ ‫م ال ر ك‬ ‫حد كك ك ك‬
‫ضكر أ ك‬‫ح ك‬ ‫م إب ك‬
‫ذا ك‬ ‫شكهاد كة ك ب كي رن بك ك ر‬ ‫مكنوا ك‬
‫نآ ك‬ ‫كيا أي سكها ال ل ب‬
‫ذي ك‬
‫ك‬ ‫رك‬ ‫خران من غ كيرك كم إ ك‬
…‫ت‬ ‫ة ال ر ك‬
‫مور ب‬ ‫صيب ك ك‬
‫م ب‬ ‫صاب كت رك ك ر‬
‫م ك‬ ‫ض فكأ ك‬ ‫م بفي الرر ب‬ ‫ضكرب رت ك ر‬‫م ك‬ ‫ن أن رت ك ر‬
‫آ ك ك ب ب ر ر ب ر ب ر‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang
adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu[454], jika kamu
dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian….” (al-Maidah: 106)

Adapun jika pembagian harta dilakukan dalam keadaan sakit berat yang kemungkinan
akan berakibat kematian, maka para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya.

32
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah termasuk kategori hibah,
tetapi sebagai wasiat, sehingga harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1. Dia tidak boleh berwasiat kepada ahli waris, seperti: anak, istri, saudara, karena
mereka sudah mendapatkan jatah dari harta warisan, sebagaimana yang tersebut
dalam hadist: “Tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Ahmad dan Ashabu as-
Sunan). Tetapi dibolehkan berwasiat kepada kerabat yang membutuhkan, maka
dalam hal ini dia mendapatkan dua manfaat, pertama: Sebagai bantuan bagi yang
membutuhkan, kedua: Sebagai sarana silaturahim(menyambung hubungan
darah).
2. Dia boleh berwasiat kepada orang lain yang bukan kerabat dan keluarga selama
itu membawa maslahat.
3. Wasiat tidak boleh lebih dari 1/3 dari seluruh harta yang dimilikinya. Dan
dikeluarkan setelah diambil biaya dari pemakaman.
4. Wasiat ini berlaku ketika pemberi wasiat sudah meninggal dunia.

HARTA WARISAN
Sebagaiman yang telah kami jelaskan tentang pembagian harta warisan. Maka Harta
Warisan menurut pengertian ulama faraidh adalah harta yang ditinggalkan oleh mayit.
(Shaleh Fauzan, at Tahqiqat al Mardhiyah fi al Mabahits al Fardhiyah, Riyadh, Maktabah
al Ma’arif, hlm 24).
Jadi harta yang pemiliknya masih hidup bukanlah harta warisan, sehingga hukumnya
berbeda dengan hukum harta warisan. Bisa saja ketika ia bagikan disebut hibah , hadiah,
atho’. Sedekah atau nafkah.dll
33
Di dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang secara detail menyebutkan tentang
pembagian waris menurut hukum Islam , di antaranya adalah An Nisa ayat 11, 12, 176.

Dalil dari sunnah diantaranya,

‫ض‬
‫فكرائ ب ك‬
‫قوا ال ك‬ ‫ أ كل ر ب‬: ‫ل اللهب صلى الله عليه وسلم‬
‫ح ك‬ ‫سو ك‬ ‫ كقا ك‬:‫ل‬
‫ل كر ك‬ ‫س ضي الله عنه كقا ك‬ ‫ن ع كلبا د‬ ‫ن اب ر ب‬‫عك ب‬
‫ك‬
‫ل ذك ك‬
.‫كر‬ ‫ي فكل بوركلى كر ك‬
‫ج د‬ ‫ق ك‬ ‫ب بأهرل بكها فك ك‬
‫ما ب ك ب‬

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda: “Bagikanlah harta peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang
tersisa menjadi hak laki-laki yang paling utama.” (HR. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam agar


memberikan hak waris kepada ahlinya. Maka jika masih tersisa, hendaklah diberikan
kepada orang laki-laki yang paling utama dari ‘ashabah. ( ashobah seperti yang kita
jelaskan diawal pembahasan)

Ada satu keistimewaan dalam hadits ini menyangkut kata yang digunakan Rasulullah
dengan menyebut “dzakar” setelah kata “rajul”, sedangkan kata “rajul” jelas
menunjukkan makna seorang laki-laki. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari salah
paham, jangan sampai menafsirkan kata ini hanya untuk orang dewasa dan cukup umur.
Sebab, bayi laki-laki pun berhak mendapatkan warisan sebagai ‘ashabah dan menguasai
seluruh harta warisan yang ada jika dia sendirian. Inilah rahasia makna sabda Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam dalam hal penggunaan kata “dzakar”.

Catatan:
34
Hendaknya para suami dan istri sejak sekarang memisahkan antara harta suami dan istri.
Kalau sebuah rumah dibangun bersama, maka dihitung berapa saham istri dan berapa
saham suami. Memang dalam Islam ada harta bersama, tetapi harta bersama tersebut
harus jelas, supaya nanti ketika meninggal dunia tidak ada keributan.

Misalnya saja sebuah motor, motor tersebut dibeli siapa? Jika motor tersebut dibeli
suami, maka harus jelas apakah motor tersebut diberikan kepada istrinya atau
dipinjamkan kepada istri. Jika motor tersebut dipinjamkan maka motor tersebut dibagi
kepada ahli waris setelah suami meninggal, meskipun motor tadi atas nama istri.

Namun bila motor tadi dihibahkan kepada istri, maka motor tersebut bukan termasuk
harta warisan dan menjadi hak milik istri
Wallahu a’lam bissowab
Sekian
Pondok pesantren ma’hadul qur’an boyolali.
Abu riyadL 085326571234

35

Anda mungkin juga menyukai