Anda di halaman 1dari 16

ILMU HUKUM

PERTEMUAN KE-3
SUMBER UTAMA HUKUM WARIS ISLAM

I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pertemuan perkuliahan ini, mahasiswa dapat:
7. Mampu menguraikan dengan benar, bahwa Hukum Waris Islam
mempunyai sumber utama sebagai rujukan;
8. Mampu mempraktikkan pembagian warisan dengan berdasar
sumber hukum utamanya;
9. Mampu membedakan bagian masing-masing dari ahli waris dengan
melihat sumber hukumnya.

J. Uraian Materi
Hukum Waris Islam (HWI) atau dikenal dengan ilmu al-
dikembangkan dan dijelaskan berdasarkan al- -Sunnah dan al-

pendapat para ahli.


Undang-undang tentang peradilan agama yang mengatur kewenangan
dan tata cara pemeriksaan perkara-perkara orang Islam tentang perkawinan,
35
Instruksi Presiden
No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur
tentang Perkawinan, Waris dan Wakaf. Lembaga perkawinan dan wakaf
sudah sudah dijadikan undang-undang, sedangkan waris belum diundang-
undangkan. Undang-undang dan inpres dimaksud merupakan hukum positif
di Indonesia, artinya HWI adalah undang-undang yang diberlakukan dan
dilaksanakan oleh Negara melalui Pengadilan Agama. KHI dijadikan

35
UU No. 7 tahun 1989 dan perubahannya UU No. 3 tahun 2006, Tentang Peradilan
Agama

28
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

rujukan oleh para hakim dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait


dengan kewarisan Islam. 36
Berdasarkan, bahwa Hukum Waris Islam merupakan bagian dari
ajaran Islam, maka sebagaimana sumber-sumber hukum ajaran Islam
37
lainnya adalah berdasar al- - - Hal ini juga
telah disepakati oleh seluruh
Imam as- -Iklil fi al- -
, mengutip pendapat al-Ghazali (wafat 505 H.) yang mengatakan,
-
porsinya relatif sedikit, tidak sampai 1/10 dari keseluruhan ayat-ayat al-
38
Ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum hanya 500 ayat. Ada
beberapa pendapat ulama tentang jumlah ayat ahkam: Pertama; dalam al-
diperkirakan jumlah ayat hukum lebih kurang 250 ayat, ada pula
yang menyatakan 200 ayat seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Amin,
kedua, Syekh Ibn al- Arabi dalam kita Ahkam al- terdapat sekitar
400 ayat, ketiga Syekh Abdul Wahhab Khallaf, jumlahnya menyebutkan
sekitar 228 ayat ahkam dalam al-quran. Ketiga, Syeikh Thantawi Jawhari,
39

5. Dasar Hukum Dari al-

36
Jainal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm. 429.
37
-Islamiyyah, Pondok Modern Darussalam
Gontor, - (Ponorogo: Darussalam Press, 2001), hlm. 1.
38
s-Sakunjiy at-Tijaniy, - hlm. 25.
39
Berdasarkan pembahasan di atas dapat di simpulkan terlepas dari perbedaan jumlah ayat
hukum, apakah 150 atau 400 ayat, atau lebih dari itu, namun yang jelas ada semacam kesepakatan
di kalangan pakar bahwa ayat hukum tidak lebih dari 500 ayat al-ahkam di dalam Alquran.
Dalam paparan selanjutnya Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa Ayat-Ayat Alquran
yang berhubungan dengan masing-masing tersebut berjumlahnya bervariasi berhubungan dengan
ibadah, sebanyak 140 ayat. Pemabahsan yang mengatur ahwal syakhsyiyah, sebanyak 70 Ayat.
Berhubungan dengan jinayah, sebanyak 30 Ayat. Hukum-hukum perang dan damai, tugas
pemerintahan, sebanyak 35 ayat. erhubungan dengan hukum-hukum acara, sebanyak 13ayat.
Hukum yangengatur keuangan negara dan ekonomi, sebanyak 10 ayat.
Sementara itu dalam perspektif Syekh Abdul Wahhab Khallaf menjelaskan bahwa ayat-ayat
Alquran yang berhubungan dengan ibadah, sebanyak 140 ayat, mengatur ahwal syakhsyiyah,
sebanyak 70 Ayat, berhubungan dengan jinayah, sebanyak 30 ayat, hukum perdata, sebanyak 70
Ayat, hubungan Islam dan bukan Islam, sebanyak 25 Ayat, hukum-hukum acara, sebanyak 13
Ayat. Kajian tentang keuangan negara dan ekonomi, sebanyak 10 Ayat dan mengenai hubungan
kaya dan miskin, sebanyak 10 ayat.

29
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

Al-
maka setiap persoalan yang terjadi pasti landasan formilnya terdapat
dalam al-
memahami dan menafsirkan al- tidak menemukan
landasan dimaksud.
a. Al-Baqarah: 18040

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu


kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-

b. An-

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.

c. An-

-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu -


bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

d. An-

40
Mahmud Yunus, Tafsir al- - m, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004).

30
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan

e. An-

-orang yang seandainya


meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang

f. An-

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian
dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika
anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan
untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian -
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau ( dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak -anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

g. An-

31
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan


oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu
itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing -masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih
dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan
yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah

h. An-

Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah:


"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta
yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh
harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika
saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris
itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian
seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak

32
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

i. Al-

Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah


serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu
(juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya
lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam

Penjelasan Q.S. an-


1) Allah mensyaritkan bagian warisan anak-anakmu, yaitu seorang anak
laki-laki sama dengan dua anak perempuan.

2) Jika anak perempuan itu dua atau lebih, maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan.

3) Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh


separoh/setengah harta peninggalan.

4) Untuk kedua orang tua ibu dan bapak, masing-masing menerima


seperenam dari harta peninggalan, jika si pewaris mempunyai keturunan.

33
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

5) Jika si pewaris tidak mempunyai keturunan dan harta peninggalan


diwarisi oleh Ibu dan Bapaknya saja, maka Ibu mendapat sepertiga
bagian.

6) Jika si pewaris meninggalkan dua saudara atau lebih, maka ibunya


mendapat seperenam.

Penjelasan Q.S. an-


1) Dan bagianmu (suami) mendapat setengah bagian dari harta peninggalan
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.

2) Jika isteri-isteri itu mempunyai keturunan, maka kamu (suami) mendapat


seperempat dari harta peninggalan isteri-isterimu.

3) Isteri-isteri mendapat bagian seperempat bagian dari harta yang kamu


(suami) tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak.

34
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

4) Jika kamu mempunyai anak, maka isteri-isteri mendapat seperdelapan


bagian dari harta yang kamu tinggalkan.

5) Jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, dan tidak


meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) maka bagian masing-masing dari kedua saudara sejenis itu
mendapat seperenam bagian dari harta peninggalan.

6) Jika saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu.

Penjelasan Q.S. an- 76


1) Jika seorang meninggal dunia dan tidak mempunyai anak, tetapi
mempunyai saudara perempuan, maka saudara perempuan itu mendapat
seperdua dari harta peninggalan dan saudara laki-laki mewarisi semua
warisan dari saudara perempuannya, jika saudara perempuan itu tidak
meninggalkan anak (laki-laki).

35
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

2) Jika saudara perempuan itu dua, maka mereka dapat dua pertiga dari
harta peninggalan.

3) Jika saudara-saudara itu laki-laki dan perempuan, maka saudara laki-laki


mendapat bagian yang sama dengan bagian dari dua orang saudara
perempuan.

6. Dasar Hukum Dari al- 41

Ketika Nabi Muhammad mendekati batas akhir hayatnya, mayarakat


Arab telah menjelma menjadi umat yang terkondisikan dengan baik di atas
norma-norma Islam. Dalam keadaan demikian, beliau merasa telah berhasil
merampungkan misi kerasulannya yang sudah diembannya sejak pertama
kali menerima wahyu. Dalam mejalankan misinya itu, seluruh perilaku dan
kondisi yang hadir pada diri Muhammad dipersepsikan sebagai sistem etika
universal yang menjadi sumber hukum yang kedua setelah al- n.
Sebab sistem etika tersebut tidak lepas dari kerangka etika al- n.
Pernyataan ini didukung oleh salah satu riwayat yang disampaikan oleh
- n.
Riwayat di atas menunjukkan bahwa keberadaan hadi (sunnah)42
Nabi sangat penting dan mendasar karena kedudukannya sebagi sumber

41
Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Kitab Bulughu al- (Bandung: Gema Risalah Press,
1994), hlm. 317.
42
Kalangan ulama ada yang membedakan hadis dari sunnah, terutama karena memang
kedua kata itu secara etimologis memang berbeda. Kata hadis lebih banyak mengarah kepada
ucapan Nabi; sedang sunnah lebih banyak mengarah kepada tindakan Nabi yang sudah menjadi
tradisi dalam beragama. Namun demikian, semua ahlu sunnah sepakat bahwa kedua kata itu hanya
merujuk kepada dan berlaku untuk Nabi dan tidak digunakan untuk selain dari Nabi. Lebih lanjut
lihat Muhammad Mahfuz al-Tarmasi, Manhaj Zawi al-Nasr, (Surabaya: Maktabah Ahmad bin

36
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

hukum sama dengan al-


sumber hukum yang pertama adalah al-
posisi yang kedua. Keduanya menjadi satu-kesatuan yang intregral.
Kedudukan Hadis Nabi sebagai sumber otoritatif ajaran Islam yang
kedua, telah diterima oleh hampir seluruh ulama dan umat Islam, tidak saja

Legitimasi otoritas ini tidak diraih dari pengakuan komunitas muslim


terhadap Nabi sebagai orang yang berkuasa tapi diperoleh melaui kehendak
Ilahiyah.43 Oleh karena itu segala perkataan, perbuatan dan takrir beliau
dijadikan pedoman dan panutan oleh umat islam dalam kehidupan sehari-
hari. Terlebihlebih jika diyakini bahwa Nabi selalu mendapat tuntunan
wahyu sehingga apa saja yang berkenaan dengan beliau pasti membawa
jaminan teologis.44 Bila menyimak ayat-ayat al-
ditemukan sekitar 50 ayat45 yang secara tegas memerintahkan umat islam
unuk taat kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya, diantaranya
dikemukakan sebagai berikut:

Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah 46

Maka al-Hadits merupakan landasan hukum formil, baik sebagai


penjelas dalam al- sanad-an
atau referensi hukum. Beberapa hadits tentang hukum kewarisan Islam.
a. Hadits tentang pentingnya belajar far id

Saad bin Nabhan, 1974), hlm.8; Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, (Karaci: Centrall
Institut of Islamic Research, 1965), hlm. 1-4; Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh I, (Jakarta: Logos,
2000), hlm. 75.
43
Studies in Hadith Methodologi and Literature, (Indianapolis:
American Trust Publications, 1977), hlm. 5.
44
Muhammad Arkoun, Rethingking Islam Comon Question Uncomon Answers, terj.
Rethingkin Islam
1996), hlm. 73.
Lihat Muhammad Fuad Abul Baqi, al- -Mufahras Li Alfaz al- -Karim,
(Bandung: Maktabah Dahlan, t.th.), hlm. 314-319, 429-430, 463-464.
Lihat Departemen Agama RI, al- (Semarang: Toha Putra,
1989), hlm. 916.

37
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

b. Pentingnya membagikan harta waris kepada yang berhak

c. Larangan berwasiat kepada ahli waris

d. Warisan kepada anak

e. Batas pemberian wasiat (maksimal 1/3)

f. Kedudukan orang yang memerdekan hamba sahaya

g. Terhalangnya pembunuh (pewaris) mendapat haknya

38
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

h. Terhalangnya berbeda keyakinan mendapat haknya

i. Terhalangnya hamba sahaya mendapat waris

j.

7. Dasar Hukum Dari al-


Menurut bahasa ijtih d artinya bersungguh-sungguh dalam
mencurahkan pikiran. Sedangkan menurut istilah, ijtih d adalah
mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk
menetapkan suatu hukum. berijtihad berarti mencurahkan segenap
kemampuan untuk mencari syariat melalui metode tertentu. ijtih d
dipandang sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah al-Qur n dan
had s, serta turut memegang fungsi penting dalam penetapan hukum Islam.
Telah banyak contoh hukum yang dirumuskan dari hasil ijtihad ini. Orang
yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Ijtih d tidak bisa dilakukan oleh
setiap orang, tetapi hanya orang yang memenuhi syarat yang boleh
berijtihad.47

47
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), hlm. 96.

39
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtih d diantaranya had


bin al-
yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda :

Di ceritakan dari Abdulloh bin Yazid al-Muqri al-Makky, dari


Haywah bin Syuraikh dari Yazid bin Abdillah bin Had dari Muhammmad
bin Ibrahim Harits dari Busr bin S Abi Qays Maula A Ash
dari U Ash, bahwasanya ia pernah mendengar Rasululloh SAW.
bersabda
ijtihadnya kemudian ijtihadnya itu benar maka baginya dua pahala, dan
apabila ia memutuskan suatu perkara dengan ijtihadnya kemudian
ijtihadnya
hadits ini dia ceritakan pada Abu Bakar bin Umar Hazim dan ia menjawab
Abu Salamah bin Abdur Rahman dari Abi Hurairoh bercerita
kepada saya. Dan Abdul Aziz bin Muthallib dari Abdillah bin Abi Bakar
dari Abi Salamah dari Nabi Muhammad juga meriwayatkan hadits yang
sama dengannya(Shahih Bukhari, Juz 22, hlm. 335).48

Dasar hukum positif pelaksanaan hukum waris Islam di Indonesia


adalah Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi HUkum
Islam (KHI). Mengatur persoalan perkawinan, waris dan wakaf. Peraturan
ini menjadi dasar bagi Peradilan Agama untuk menangani masalah
kewarisan di masyarakat.

48
Fathurrahman Dajmil, Methode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta: Logos,
1995), hlm. 25.

40
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

Adapun tujuan dari KHI adalah mengundangkan Hukum Islam secara


terumus dan sistematik dalam kitab hukum. Terdapat beberapa sasaran
pokok yang hendak dicapai dan dituju dari keberadaan KHI ini, yaitu: 49
a. Melengkapi pilar Peradilan Agama
1. Adanya badan peradilan yang terorganisir berdasarkan kekutan
undang-undang, artinya memantapkan secara organisatoris tentang
kedudukan dan kewenangannya.
2. Adanya organ pelaksana. Pilar kedua, yaitu adanya organ atau
pejabat pelaksana yang berfungsi melaksanakan jalannya peradilan.
3. Adanya sarana hukum sebagai rujukan. Artinya KHI dapat berfungi
sebagai rujukan bagi hakim dalam kewenangannya menyelesaikan
masalah (perkara) yang dimajukan oleh masyarakat.
b. Menyamakan persepsi penerapan hukum. Dengan adanya KHI sebagai
kitab hukum, maka selain masyarakat memperoleh standar kepastian
atas masalah hukum yang dihadapinya, bagi hakim dengan berpedoman
kepada kompilasi ini diharapkan dapat menegakkan hukum dan
kepastian hukum yang seragam tanpa mengurangi kebebesannya.
c. Mempercepat proses taqrib bainal ummah. Adanya kompilasi ini
diharapkan sebagai jembatan penyeberangan kea rah memperkecil
pertentangan di antara ummat Islam.
Pokok-pokok materi hukum kewarisan dalam KHI dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Secara garis besar tetap berpedoman pada garis-garis besar hukum

b. Tetap menempatkan status anak angkat di luar ahli waris dengan


modifikasi melalui wasiat wajibah.
c. Porsi tetap (bagian) anak perempuan tidak mengalami reaktualisasi,
bagian anak laki-laki dua banding satu (2:1) dengan bagian anak
perempuan, tetapi melalui perdamaian dapat disepakati oleh para ahli
waris jumlah pembagian yang menyimpang dari ketetntuan Pasal 176.

49
Dikutip Saifuddin Arief, Notariat Syariah Dalam Praktik : Jilid 1 Hukum Keluarga
Islam, (Jakarta: Darunnajah Publishing, 2012), hlm. 188-190.

41
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

d. Penertiban warisan yang diperoleh anak yang belum dewasa. Selama ini
belum ada penertiban di kalangan masyarakat Islam atas perolehan
harta peninggalan yang diterima oleh anak belum dewasa.
Pengurusannya dan pemeliharaannya diserahkan berdasar kepercayaan
saja kepada salah seorang kaum kerabat tanpa pengawasan dan
pertanggungjawaban. Akibatnya pada saat anak menjadi dewasa, harta
tersebut telah lenyap disalahgunakan oleh orang yang menguasainya.
Oleh karena itu dalam pasal 183 kompilasi menggariskan suatu
kepastian penegakkan hukum atas masalah ini.
e. Melembagakan (penggantian tempat sebagai ahli waris)
secara modifikasi.
f. Ayah angkat berhak mendapat 1/3 sebagai wasiat wasiat wajibah.
g. Penertiban dan penyeragaman hibah, yang pada intinya:
1. Umur penghibah minimal 21 tahun.
2. Pembatasan jumlah harta yang boleh dihibahkan, artinya jumlah
yang dihibahkan tidak boleh melebihi dari 1/3 jumlah harta
keseluruhan.
3. Hibah dapat diperhitungkan sebagai warisan.

K. Latihan Soal/Tugas
1. Sebutkan dalil dari al-
harta waris berkaitan dengan KHI Bab III, tentang Besarnya Bahagian
masing-masing ahli waris.
2. Jelaskan sumber utama Hukum Waris Islam!
3. Coba analisa dari beberapa hadis terkait pembagian harta waris,
kemudian buatlah contoh antara pewaris (yang meninggal) dan ahli
warisnya.

L. Daftar Pustaka
M.M., Studies in Hadith Methodologi and Literature, (Indianapolis:
American Trust Publications, 1977).

42
Hukum Kewarisan Islam
ILMU HUKUM

Abdul Hakim Atang dan Mubarok Jaih, Metodologi Studi Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000).

Al-Asqalaniy, Ibnu Hajar, Kitab Bulughu al- (Bandung: Gema


Risalah Press, 1994).

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh I, (Jakarta: Logos, 2000).

Arief Saifuddin, Notariat Syariah Dalam Praktik : Jilid 1 Hukum Keluarga


Islam, (Jakarta: Darunnajah Publishing, 2012).

Aripin Jainal, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di


Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008).

Arkoun Muhammad, Rethingking Islam Comon Question Uncomon


Answers, terj. Yudian Asmin dan Latiful Huluq dengan judul
Rethingkin Islam 96).

As-Sakunjiy at-Tijaniy, -
.

-Islamiyyah, Pondok Modern


Darussalam Gontor, - (Ponorogo: Darussalam
Press, 2001).

Dajmil Fathurrahman, Methode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah,


(Jakarta: Logos, 1995).

Departemen Agama RI, al- (Semarang: Toha


Putra, 1989).

Fuad Abul Baqi Muhammad, al- -Mufahras Li Alfaz al-


al-Karim, (Bandung: Maktabah Dahlan, t.th.).

Mahfuz al-Tarmasi Muhammad, Manhaj Zawi al-Nasr, (Surabaya:


Maktabah Ahmad bin Saad bin Nabhan, 1974).

Rahman Fazlur, Islamic Methodology in History, (Karaci: Centrall Institut


of Islamic Research, 1965).

Yunus Mahmud, Tafsir al- l- (Jakarta: PT. Hidakarya


Agung, 2004).

UU No. 7 tahun 1989 dan perubahannya UU No. 3 tahun 2006, Tentang


Peradilan Agama

43
Hukum Kewarisan Islam

Anda mungkin juga menyukai