ANESTESI INHALASI
Pembimbing:
dr. Panal Hendrik Dolok Saribu, Sp.An
i
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Rizky Rafiqoh Afdin
G1A217097
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Clinical Science Session sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Anestesi di RSUD Raden Mattaher Provinsi
Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Panal Hendrik Dolok Saribu,
Sp.An yang telah meluangkan waktunya sebagai pembimbing sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Penulis
berharap laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi para pembaca.
iii
Konsep Dasar
1
Desfluran dan isofluran mengalami metabolisme yang jauh lebih sedikit
daripada halotan, sehingga lebih sedikit protein adisi metabolit yang
menyebabkan cedera hati yang dimediasi secara imunologis.
Isofluran menyebabkan dilatasi arteri koroner, tetapi tidak sekuat dilator
seperti nitrogliserin atau adenosin. Pelebaran arteri koroner yang normal
secara teoritis dapat mengalihkan darah dari lesi stenotik yang tetap.
Kelarutan desfluran yang rendah dalam darah dan jaringan tubuh
menyebabkan induksi dan kemunculan yang sangat cepat dari anestesi.
Peningkatan cepat dalam konsentrasi desflurane menyebabkan peningkatan
sementara dalam denyut jantung, tekanan darah, dan kadar katekolamin
yang lebih jelas daripada yang terjadi dengan isoflurane, terutama pada
pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Nonpungensi dan peningkatan cepat dalam konsentrasi anestesi alveolar
menjadikan sevoflurane pilihan yang sangat baik untuk induksi inhalasi
yang lancar dan cepat pada pasien anak-anak dan dewasa.
2
ANESTESI INHALASI
Nitrit oksida, klorofom, dan eter yang pertama diterima secara universal
sebagai anestesi umum. Methoxyflurane dan enflurane, dua agen yang ampuh
penghambat halogen, digunakan selama bertahun-tahun dalam praktek anestesi di
Amerika Utara. Methoxyflurane adalah agen inhalasi paling ampuh, tetapi karena
kelarutan yang tinggi dan tekanan uap rendah menghasilkan induksi dan munculnya
lebih lama. Hingga 50% dimetabolisme oleh enzim sitokrom P-450 (CYP),
fluorida, asam oksalat dan senyawa neprotoksis lain.
Anestesi berkepanjangan dengan methoxyflurane dihubungkan dengan
vasopressan resisten, output tinggi, gagal ginjal, yang paling sering terlihat ketika
tingkat F- meningkat lebih besar dari 50 μmol/L. Enflurane pada konsentrasi klinis
tidak berbau dan tidak mudah dibakar. Tetapi dapat menurunkan kontraktilitas otot
jantung dan meningkatkan sekresi CSF dan retensi aliran CSF. Selama anestesi
yang dalam dengan perubahan elektroensefalografi hypocarbia dapat berkembang
menjadi pola lonjakan-dan-gelombang yang menghasilkan kejang tonik-klonik.
Karena masalah ini, metoksifluran dan enfluran tidak lagi digunakan.
5 agen inhalasi dapat digunakan dalam praktek anestesi klinik diantaranya
nitrit oksida, halothane, isoflurane, desflurane dan sevoflurane. Tujuan anestesi
umum dapat dibagi menjadi 3 diantaranya: 1. Induksi 2. Maintenance dan 3.
Emergence. Anestesi inhalasi contohnya seperti halothane dan sevoflurane, sering
digunakan pada pasien-pasien pediatri yang mengalami kesulitan dipasangkan
intravena. Walaupun orang dewasa di induksi obat anestesi intravena, onset yang
cepat dari sevoflurane membuat induksi inhalasi lebih baik untuk digunakan. Tanpa
mempertimbangkan usia pasien, anestesi inhalasi sering digunakan untuk dosis
pemeliharaan. Kedaruratan dapat terjadi namun tergantung distribusi di otak dan
eleminasi di paru-paru.
Karena adanya proses administrasi yang menarik, obat anestesi inhalasi
memiliki perangkat farmakologi yang tidak dimiliki oleh agen-agen anestesi
lainnya. Pada praktek sehari-hari obat-obat anestesi inhalasi lebih cepat berada di
dalam darah dibandingkan dengan obat anestesi intravena.
3
Farmakokinetik obat-obat anestesi inhalasi
Mekanisme kerja obat-obat anestesi inhalasi cukup kompleks, misalnya
bekerja pada membran protein dan chanel ion, sehingga efek dominannya
tergantung dari konsentrasi terapeutik di sistem saraf pusat. Terdapat beberapa
langkah di antara vaporizer anestesi dan deposisi anestesi di otak.
Gambar 1. Agen anestesi inhalasi harus melalui barier antara mesin anestesi dan
otak
4
Faktor-faktor yang memengaruhi konsentrasi alveolar (fA)
Terdapat tiga faktor yang menentukan konsentrasi alveolar, yakni ambilan,
ventilasi, dan konsentrasi.
a. Ambilan (Uptake)
Jika tidak ada ambilan (uptake) zat anestetik oleh tubuh, konsentrasi alveolar
(FA) akan segera mencapai konsentrasi inspiratori (FI). Karena agen inhalasi
diambil oleh sirkulasi pulmoner selama induksi, konsentrasi alveolar berkisar di
bawah konsentrasi inspiratori (FA/FI< 1). Semakin besar ambilan, semakin lambat
peningkatan konsentrasi alveolar dan semakin rendah pula rasio FA:FI.
Karena konsentrasi suatu gas sebanding dengan tekanan parsialnya, maka
tekanan parsial gas anestetik di alveolus juga lambat peningkatannya. Tekanan
parsial alveolar ini penting karena turut menentukan tekanan parsial agen anestetik
tersebut di darah dan lebih lanjut di otak. Kembali lagi, tekanan parsial gas anestetik
di otak secara langsung mempengaruhi konsentrasi zat di jaringan otak, yang
menentukan efek klinis pada pasien. Jadi, semakin besar ambilan agen anestetik,
semakin besar pula perbedaan antara konsentrasi alveolar dengan konsentrasi
inspiratori, dan semakin lambat kecepatan induksi.
Terdapat tiga hal yang dapat memengaruhi ambilan anestetik: solubilitas
dalam darah, aliran darah alveolar, dan perbedaan tekanan parsial antara udara
alveolar dan darah vena.
Zat yang relatif soluble seperti nitrous oksida diambil oleh darah lebih lambat
daripada zat yang soluble seperti halotan. Akibatnya, konsentrasi alveolar nitrous
oksida meningkat lebih cepat daripada halotan, dan induksinya lebih cepat.
Solubilitas relatif dari anestetik dalam udara, darah, dan jaringan diekspresikan
dalam koefisien partisi, seperti tampak pada tabel. Masing-masing koefisien adalah
rasio konsentrasi gas anestetik di dua fase saat stabil.
5
Tabel 1. Koefisien parsial anestetik inhalasi pada 37°C
Anestetik Darah/Udara Otak/Darah Otot/Darah Lemak/Darah
Nitrous
0.47 1.1 1.2 2.3
oksida
Halotan 2.4 2.9 3.5 60
Isofluran 1.4 2.6 4.0 45
Desfluran 0.42 1.3 2.0 27
Sevofluran 0.65 1.7 3.1 48
Keadaan stabil didefinisikan sebagai tekanan parsial yang sama dalam dua
fase. Sebagai contoh, koefisien partisi darah / gas (λ b / g) nitrous oksida pada 37C
adalah 0,47. Dengan kata lain, pada keadaan stabil, 1 mL darah mengandung 0,47
nitrous oksida sebanyak 1 mL gas alveolar, meskipun tekanan parsialnya sama.
Dengan kata lain, darah memiliki 47% kapasitas nitro oksida sebagai gas alveolar.
Nitrous oksida jauh lebih mudah larut dalam darah daripada halotan, yang memiliki
koefisien partisi darah / gas pada 37C adalah 2,4.
Hampir lima kali lebih banyak halotan dari pada nitrous oksida harus
dilarutkan untuk meningkatkan tekanan parsial darah. Semakin tinggi koefisien
darah / gas, semakin besar kelarutan obat bius dan semakin besar penyerapannya
oleh sirkulasi paru-paru. Sebagai konsekuensi dari peningkatan kelarutan ini,
tekanan parsial alveolar naik lebih lambat, dan induksi diperpanjang. Karena
koefisien partisi lemak / darah lebih besar dari 1, kelarutan darah / gas meningkat
oleh lipidemia postprandial dan menurun oleh anemia.
Faktor kedua yang memengaruhi penyerapan adalah aliran darah alveolar,
yang tanpa adanya pulmonary shunting pada dasarnya sama dengan curah jantung.
Jika curah jantung turun menjadi nol, maka penyerapan anestesi akan meningkat.
Dengan meningkatnya curah jantung, peningkatan anestesi, peningkatan tekanan
parsial alveolar melambat, dan induksi tertunda. Efek perubahan curah jantung
kurang jelas untuk insoluble anestesi, karena begitu sedikit yang diambil terlepas
dari aliran darah alveolar.
6
Status keluaran rendah mempengaruhi pasien untuk overdosis dengan agen
terlarut, karena tingkat kenaikan konsentrasi alveolar akan meningkat tajam. Faktor
terakhir yang mempengaruhi pengambilan anestesi oleh sirkulasi paru adalah
perbedaan tekanan parsial antara gas alveolar dan darah vena. Gradien ini
tergantung pada penyerapan jaringan. Jika anestesi tidak masuk ke organ seperti
otak, tekanan parsial vena dan alveolar akan menjadi identik, dan tidak akan ada
penyerapan paru.
Transfer anestesi dari darah ke jaringan ditentukan oleh tiga faktor yang
analog dengan penyerapan sistemik: kelarutan jaringan (koefisien partisi darah /
jaringan), aliran darah jaringan, dan perbedaan tekanan parsial antara darah arteri
dan jaringan. Untuk lebih memahami penyerapan dan distribusi anestesi inhalasi,
jaringan telah diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan kelarutan dan
aliran darahnya. Kelompok kaya pembuluh darah yang tinggi perfusi (otak, jantung,
hati, ginjal, dan organ endokrin) adalah yang pertama kali mengambil jumlah
anestesi yang cukup besar.
Kelarutan sedang dan volume kecil membatasi kapasitas kelompok ini,
sehingga ini juga yang pertama mencapai kondisi stabil (yaitu, tekanan parsial arteri
dan jaringan sama). Kelompok otot (kulit dan otot) tidak memiliki perfusi dengan
baik, jadi penyerapannya lebih lambat. Selain itu, memiliki kapasitas yang lebih
besar karena volume yang lebih besar, dan pengambilan akan dipertahankan selama
berjam-jam.
Perfusi di grup lemak kurang lebih sama dengan grup otot, tetapi solubilitas
anestetik pada grup lemak yang luar biasa sekaligus volume jaringan yang relatif
besar menghasilkan kapasitas total (jaringan/solubilitas darah x volume jaringan)
yang memerlukan beberapa hari untuk mencapai stabil. Perfusi minimal dengan
vaskularisasi rendah (tulang, ligamen, gigi, rambut, dan kartilago) hampir tidak
memberi kontribusi terhadap ambilan anestetik.
7
Tabel 2. Klasifikasi jaringan berdasarkan perfusi dan solubilitas
Karakteristik Vessel Otot Lemak Vessel
Rich Poor
Persentase berat badan 10 50 20 20
Persentase curah 75 19 6 0
jantung
Perfusi (mL/min/100 g) 75 3 3 0
Solubilitas relatif 1 1 20 0
8
Diagram 2. Pengaruh ambilan jaringan terhadap peningkatan tekanan parsial
alveolar
b. Ventilasi
Penurunan tekanan parsial alveolar oleh ambilan jaringan, dapat kembali
ditingkatkan dengan ventilasi. Dengan kata lain, memberikan anestetik secara
konstan dapat menstabilisasi konsentrasi alveolar. Meningkatkan ventilasi secara
langsung akan meningkatkan rasio FA:FI untuk anestetik soluble. Karena F a / F i
sangat cepat mendekati 1.0 untuk zat yang tidak larut, peningkatan ventilasi
memiliki efek minimal. Berbeda dengan efek anestesi pada curah jantung, anestesi
yang menekan ventilasi spontan (misalnya, eter atau halotan) akan menurunkan laju
kenaikan konsentrasi alveolar dan menghasilkan umpan balik negatif.
c. Konsentrasi
9
20% (20 bagian anestetik per 100 bagian gas) akan menghasilkan konsentrasi
alveolar sebesar 11% (10 bagian anestetik tersisa dari total 90 bagian gas). Di sisi
lain, jika konsentrasi inspirasi ditingkatkan menjadi 80% (80 bagian anestetik per
100 bagian gas), konsentrasi alveolar menjadi 67% (40 bagian anestetik tersisa dari
volume 60 bagian gas). Melihat dua sampel tersebut, konsentrasi inspiratori yang
lebih tinggi akan menghasilkan konsentrasi alveolar yang lebih tinggi secara
disproporsional. Di contoh tadi, peningkatan 4 kali konsentrasi inspiratori akan
menghasilkan 6 kali konsentrasi alveolar. Kasus ekstrimnya adalah jika konsentrasi
inspirasi 100% (100 bagian dari 100), meskipun penyerapannya 50%, konsentrasi
alveolar yang dihasilkan sebesar 100% (50 bagian anestesi yang tersisa dalam 50
bagian volume total gas).
Fenomena kedua yang bertanggung jawab atas efek konsentrasi adalah
penambahan efek inflow. Dengan menggunakan contoh di atas, 10 bagian gas yang
terabsorpsi harus digantikan dengan 20% campuran volume yang sama untuk
mencegah alveolus kolaps. Dengan demikian, konsentrasi alveolus menjadi 12%
(10 ditambah 2 bagian anestesi dalam 100 bagian total gas). Sedangkan setelah
anestesi diabsorpsi 50% dalam 80% gas campuran, 40 bagian dari 80% gas harus
diinspirasi. Hal ini semakin meningkatan konsentrasi alveolus dari 67% sampai
72% (40 ditambah 32 bagian anestesi dalam 100 bagian volume gas).
Efek konsentrasi lebih bermakna dengan nitrit oksida daripada dengan
anestesi volatile (yang mudah menguap), sebagai bekas dapat digunakan dalam
konsentrasi yang lebih tinggi. Akan tetapi, konsentrasi nitrit oksida yang tinggi
tidak hanya akan menambah serapannya sendiri (dengan mekanisme yang sama),
tapi secara teoritis diberikan bersamaan dengan anestesi volatile. Efek konsentrasi
satu jenis gas atas gas lainnya disebut efek gas kedua, yang mungkin tidak begitu
bermakna dalam praktik klinis anestesiologi.
10
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi arteri
Ketidakcocokan Ventilasi/Perfusi
Normalnya, alveolar dan tekanan parsial arteri diasumsikan sama, tetapi pada
kenyataannya, tekanan parsial arteri secara konsisten kurang dari perkiraan gas
ekspirasi. Alasan dari kejadian diantara lain campuran antara vena, spasium
alveolar dan gas yang didistribusikan di alveolar. Selain itu, keberadaan ventilasi
atau perfusi akan meningkatkan ketidakcocokan perbedaan alveolar-arteri.
Ketidakcocokan bertindak sebagai restriksi: menimbulkan tekanan di depan
restriksi, menurunkan tekanan luar restriksi dan mengurangi aliran melalui restriksi.
Dampak dari keseluruhan adalah peningkatan tekanan alveolar parsial (terutama
untuk agen yang sangat larut) dan penurunan tekanan arteri parsial (khususnya
untuk agen yang larutnya kurang). Dengan demikian, intubasi bronchial atau
intrakardiak dari kanan ke kiri akan memperlambat laju induksi dengan nitro lebih
banyak dibanding halothane.
11
penyerapan rendah oleh sirkuit anestesi, penurunan kelarutan, aliran darah otak
tinggi (CBF), dan peningkatan ventilasi.
Eliminasi nitrous oksida begitu cepat sehingga oksigen alveolar dan CO2
diencerkan. Hipoksia difusi yang dihasilkan dicegah dengan pemberian oksigen
100% selama 5-10 menit setelah menghentikan dinitrogen oksida. Tingkat
pemulihan biasanya lebih cepat daripada induksi karena jaringan yang belum
mencapai keseimbangan akan terus mengambil anestesi sampai tekanan parsial
alveolar turun di bawah tekanan parsial jaringan.
Misalnya, lemak akan terus mengambil anestesi dan mempercepat
pemulihan sampai tekanan parsial melebihi tekanan parsial alveolar. Redistribusi
ini tidak berguna setelah anestesi yang berkepanjangan (tekanan parsial lemak dari
anestesi akan “lebih dekat” dengan tekanan parsial arteri pada saat anestesi
dikeluarkan dari gas segar) —kemudian, kecepatan pemulihan juga tergantung pada
lamanya waktu anestesi telah diberikan.
12
memungkinkan obat-obat anestesi inhalasi dapat bekerja di reseptor protein untuk
memblok chanel eksitatori dan mencetuskan reaksi inhibisi, karena sifat membrane
sel yang tidak spesifik.
Beberapa area otak dipengaruhi beberapa obat anestesi termasuk ARAS,
korteks serebri, nukleus kuneata, korteks olfaktori, dan hipokampus. Obat-obat
anestesi juga dapat menekan transmisi eksitatori di spinal cord. Selain itu juga
bekerja pada transmisi rasa nyeri di kornu dorsalis. Beberapa obat anestesi memiliki
efek yang berbeda contohnya penurunan kesadaran dan amnesia mungkin
diakibatkan oleh peranan obat anestesi di korteks. Nilai MAC (minimal alveolar
concentration) mengatakan bahwa konsentrasi obat-obat anestesi mencegah
gerakan pada 50% subjek, hal ini juga tergantung efek obat anestesi di spinal cord
dan bukan pada korteks serebri.
Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa seluruh obat anestesi inhalasi
memiliki mekanisme molecular yang sama hal ini didukung adanya hubungan
antara agen-agen inhalasi yang langsung berhubungan dengan kelarutan lipid sel
(Meyer – Overton rule). Tetapi tidak semua obat anestesi bersifat larut lemak.
Membrane sel neuron mengandung beberapa sifat hidrofobik pada membrane lipid
bilayer. Obat-obat anestesi dapat berikatan dengan membrane tersebut sehingga
akan mengubah fungsi membrane.
Meskipun teori ini hampir pasti merupakan penyederhanaan yang
berlebihan, teori ini menjelaskan fenomena yang menarik: pembalikan anestesi
dengan meningkatnya tekanan. Hewan laboratorium yang terpapar tekanan
hidrostatik tinggi mengembangkan resistensi terhadap efek anestesi. Mungkin
tekanannya memindahkan sejumlah molekul dari membran atau mendistorsi situs
pengikatan anestesi dalam membran, meningkatkan kebutuhan anestesi.
Namun, penelitian pada 1980-an menunjukkan kemampuan anestesi untuk
menghambat aksi protein, mengalihkan perhatian ke berbagai saluran ion yang
mungkin memengaruhi transmisi neuronal dan menjauhi hipotesis volume kritis.
Tindakan anestesi umum dapat disebabkan oleh perubahan pada salah satu
(atau kombinasi) dari beberapa sistem seluler, termasuk saluran ion tegangan-gated,
saluran ion ligand-gated, fungsi messenger kedua, atau reseptor neurotransmitter.
13
Sebagai contoh, banyak anestesi meningkatkan penghambatan GABA pada
SSP. Selanjutnya, agonis reseptor GABA tampaknya meningkatkan anestesi,
sedangkan antagonis GABA membalikkan beberapa efek anestesi. Tampaknya ada
korelasi yang kuat antara potensi anestesi dan potensiasi aktivitas reseptor GABA.
Dengan demikian, tindakan anestesi mungkin berhubungan dengan pengikatan
pada domain yang relatif hidrofobik dalam protein saluran (reseptor GABA).
Modulasi fungsi GABA mungkin terbukti menjadi mekanisme kerja utama
untuk banyak obat bius. Reseptor glisin α -subunit, yang fungsinya ditingkatkan
oleh anestesi inhalasi, adalah situs aksi anestesi potensial lainnya. Struktur tersier
dan kuaterner dari asam amino dalam kantong pengikat anestesi dapat dimodifikasi
oleh agen inhalasi, yang mengganggu reseptor itu sendiri, atau secara tidak
langsung menghasilkan efek di lokasi yang jauh.
Saluran ion ligan-gated lain yang modulasi mungkin memainkan peran
dalam tindakan anestesi termasuk reseptor nikotinik asetilkolin dan reseptor
NMDA. Investigasi ke dalam mekanisme tindakan anestesi kemungkinan akan
tetap berlangsung selama bertahun-tahun, karena banyak saluran protein dapat
dipengaruhi oleh agen anestesi individu, dan belum ada situs wajib yang telah
diidentifikasi. Memilih di antara begitu banyak target molekuler untuk satu (s) yang
memberikan efek optimal dengan tindakan merugikan minimal akan menjadi
tantangan dalam merancang agen inhalasi yang lebih baik.
14
Diagram 3. Hubungan antara potensi anestesi dan solubilitas lemak
Neurotoksisitas Anestesi
Saat ini diketahui obat-obat anestesi umum dapat mengganggu
perkembangan otak. Paparan dini terhadap obat-obat anestesi dapat mengakibatkan
gangguan fungsi kognisi di kemudian hari. Obat-obat anestesi dapat mempengaruhi
perkembangan dan eliminasi sinaps pada otak bayi. Penelitian yang dilakukan pada
hewan coba menunjukan bahwa paparan isoflurane mengakibatkan apoptosis sel
neuron, sehingga mengakibatkan disabilitas proses belajar. Obat-obat anestesi yang
bersifat volatil dapat mengakibatkan apoptosis sel dengan cara merusak mekanisme
keseimbangan Ca2+ di dalam sel.
Penelitian tentang bahaya obat anestesi pada manusia, terutama anak sulit
dilakukan karena bersifat tidak etis. Selain itu, penelitian untuk membandingan
antara populasi anak yang diberikan obat anestesi dan populasi anak yang tidak
diberikan obat anestesi juga sulit dilakukan karena pada kenyataannya populasi
15
tersebut terlebih dahulu dilakukan pembedahan dan mendapat intervensi medis.
Sehingga anak-anak yang menerima obat anestesi biasanya didiagnosis awal
dengan kesulitan belajar.
Suatu hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak yang telah melakukan
pembedahan dan menerima obat-obat anestesi memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk mengalami gangguan perkembangan.
Terdapat hasil penelitian yang dilakukan pada manusia, hewan coba, atau
pun laboratorik yang mendukung atau pun menyangkal bahwa neurotoksisitas
akibat obat-obat anestesi mengakibatkan gangguan perkembangan pada anak-anak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bukti-bukti yang didapat masih bertentangan
dan masih belum cukup untuk mengubah aturan penggunaan obat-obat anestesi
pada praktek sehari-hari
16
yang merupakan efek sekunder dari kemampuannya untuk inhibisi influx ion Ca2+
ke dalam sel. Obat anestesi inhalasi lain, misalnya sevoflurane mampu menurunkan
penanda kerusakan sel otot jantung (Troponin T) dibandingkan teknik anestesi
intravena. Seiring dengan sifat neurotoksistasnya, peran protektif obat anestesi
inhalasi terhadap jaringan masih perlu penelitian lebih lanjut.
Tetapi harus diingat bahwa ini merupakan nilai tengah dengan manfaat yang
terbatas dalam menangani pasien secara individual, khususnya selama perubahan
cepat konsentrasi alveolar (induksi).
17
Nilai MAC untuk obat anestesi yang berbeda mungkin bertambah.
Contohnya, campuran Nitrit Oksid 0,5 MAC 53%) dan 0,5 MAC halothane (0,37%)
menghasilkan kemungkinan gerakan sebagai respon insisi pembedahan akan
ditekan seperti pada pemberian isoflurane 1,0 MAC (1,7%) atau 1,0 MAC obat
anestesi lain.
Untuk menyebabkan depresi SSP, derajat depresi myocardial mungkin tidak
sama, halothane 0.5 MAC menyebabkan depresi myocardial yang lebih kuat
dibanding Nitrit oksid 0.5 MAC. MAC hanya menggambarkan satu dosis, yaitu
dosis efektif. Penggunaan MAC ganda dapat bermanfaat apabila konsentrasi obat
anestesi yang digunakan parallel, hampir sama, dan efek selanjutnya dapat
diprediksi. 1,3 MAC obat anestesi volatile (misalnya halothane 1,3 x 0,74% =
0.96%) dapat mencegah gerakan pada 95% pasien; 0,3-0,4 MAC dihubungkan
dengan proses terbangun dari efek anestesi (MAC awake) saat obat-obat inhalasi
yang digunakan adalah obat-obat pemeliharaan.
MAC dapat diubah oleh beberapa variabel fisiologik dan farmakologi. Satu
hal yang paling mencolok yaitu terdapat penurunan MAC sebesar 6% perdekade
usia, bagaimanapun juga MAC obat-obat anestesi volatile relative tidak
dipengaruhi oleh spesies, jenis kelamin, dan durasi dari anestesi. Ternyata MAC
tidak berubah setelah transeksi spinal cord pada tikus, sesuai dengan hipotesis
bahwa tempat untuk melakukan inhibis motorik pada anestesi terdapat di spinal
cord.
18
Tabel 4. Faktor yang mempengaruhi MAC
Sifat Fisik
Nitrit oksida (N2O) merupakan senyawa yang tidak berwarna dan pada
dasarnya berbau. Meskipun tidak mudah meledak dan terbakar, nitrit oksida
mampu mendukung pembakaran seperti oksigen. Berbeda dengan agen volatile,
nitrit oksid berwujud gas pada suhu ruangan dan tekanan ambien. Nitrit oksida
dapat dipertahankan dalam bentuk cair dibawah tekanan karena suhu kritisnya
berada di atas suhu ruangan. Nitrit oksida merupakan jenis anestesi yang relatif
tidak mahal, namun kekhawatiran mengenai keamanan senyawa tersebut
menyebabkan perhatian lebih lanjut sehingga diberikan alternatif seperti xenon.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nitrit oksid, seperti xenon,
merupakan reseptor antagonis NMDA.
19
Tabel 5. Kentungan dan kerugian xenon
20
Tabel 6. Farmakologi klinis anestesi inhalasi
B. Pernapasan
Nitrit oksida meningkatkan laju pernapasan (takipnea) dan menurunkan
volume tidal sebagai hasil dari stimulasi CNS dan mungkin aktivasi reseptor
regang paru. Efek murninya adalah perubahan minimal dalam ventilasi per menit
dan tingkat istirahat CO2 arteri. Keadaan hipoksia, respon ventilator terhadap
hipoksia arteri yang dimediasi oleh kemoreseptor perifer di karotis, dengan jelas
didepresi oleh nitrit oksid yang jumlahnya sedikit. Hal ini menjadi perhatian di
ruang pemulihan.
C. Otak
Dengan meningkatan CBF dan volume darah otak, nitrit oksida
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang ringan. Nitrit oksida juga
meningkatkan konsumsi oksigen otak (CMRO2). Dua efek ini membuat nitrit
oksida secara teoritis menjadi kurang menarik dibandingkan dengan agen-agen
lain yang berfungsi sebagai neuroanestesi. Konsentrasi nitrit oksida di bawah
21
MAC menyebabkan analgesi pada pembedahan dental, labor, luka trauma, dan
prosedur bedah minor.
D. Neuromuskular
Berbeda dengan agen-agen inhalasi lainnya, nitrit oksida tidak
menyebabkan relaksasi otot yang bermakna. Nyatanya, pada konsentrasi tinggi
dalam keadaan hiperbarik, nitrit oksid menyebabkan kekakuan otot. Nitrit oksid
bukan merupakan agen pencetus terjadinya hipertermia berat.
E. Renal
Nitrit oksid tampaknya dapat menurunkan aliran darah ginjal dengan
meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal.
F. Hepar
Aliran darah hepar mungkin turun selama anestesi nitrit oksida, tetapi pada
tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan agen volatile.
G. Gastrointestinal
Penggunaan nitrit oksida pada dewasa meningkatkan risiko mual dan
muntah post operasi, sepertinya hal ini terjadi akibat terdapat aktivasi CTZ dan
pusat muntah di medula.
22
kelangsungan hidup sel-sel mononuklear di sumsum tulang. Oleh karena
kemungkinan adanya efek teratogenik, nitrit oksida sering dihindari pada pasien-
pasien hamil yang belum memasuki trimester tiga. Nitrit oksida juga dapat
merubah respon imun terhadap infeksi dengan menyebabkan kemotaksis dan
motilitas PMN.
Kontraindikasi
Meskipun nitrit oksid tidak dapat cair dibandingkan agen-agen inhalasi,
senyawa tersebut 35 kali lebih larut daripada dengan nitrogen di darah. Dengan
demikian, nitrit oksida cendenrung untuk berdifusi lebih cepat ke kavum yang
berisi udara dibandingkan nitrogen yang diabsorpsi oleh aliran darah. Sebagai
contoh, jika pasien dengan pneumothoraks menginhalasi 50% nitrit oksid,
kandungan gas di pneumothoraks akan cenderung untuk mendekati aliran darah.
Karena nitrit oksid akan berdifusi ke dalam kavum lebih cepat dibandingkan udara
(terutama nitrogen), pneumothoraks meluas hingga terisi 100 mL udara dan 100
mL nitrit oksid. Jika dinding yang mengelilingi kavum tersebut kaku, tekanan
meningkat melebihi volume. Contohnya pada kondisi dimana nitrit oksid dapat
berbahaya, misalnya emboli udara di vena atau arteri, pneumothoraks, obstruksi
usus akut dengan distensi kolon, udara intrakranial (pneumocephalus diikuti
penurupan dural atau pneumocephalography), kista paru, intraocular air bubbles,
dan transplantasi membran timpani. Nitrit oksid bahkan akan berdifusi ke dalam
trakea, meningkatkan tekanan terhadap mukosa trakea. Nyatanya, jumlah nitrit
oksid terbatas pada pasien yang membutuhkan konsentrasi oksigen terinspirasi
tinggi.
Interaksi Obat-obatan
Dikarenakan tingginya MAC nitrit oksid mencegah penggunaannya
sebagai anestesi umum lengkap, hal ini sering digunakan dengan kombinasi
agen-agen volatile yang lebih poten. Penambahan nitrit oksid dapat
menurunkan kebutuhan agen-agen lain (65% nitrit oksid menurunkan sekitar
50% MAC anestesi volatile). Meskipun nitrit oksid tidak harus dianggap
23
sebagai gas pembawa yang tidak berbahaya, hal itu menipiskan efek sirkulasi
dan respirasi anestesi volatile pada dewasa. Nitrit oksid memungkinkan blokade
neuromuskular, tetapi efeknya lebih sedikit daripada agen volatile. Konsentrasi
nitrit oksid yang mengalir melewati vaporizer dapat mempengaruhi
penghantaran konsentrasi anestesi volatile. Contohnya, penurunan konsentrasi
nitrit oksid (misalnya pada keadaan meningkatnya konsentrasi oksigen)
meningkatkan konsentrasi agen volatile meskipun vaporizer diatur konstan.
Perbedaan ini dikarenakan kelarutan relatif nitrit oksid dan oksigen dalam
cairan anestesi volatile. Efek gas kedua telah didiskusikan sebelumnya. Nitrit
oksid merupakan gas penguras-ozon dengan efek rumah kaca.
HALOTHANE
Ciri Fisik
24
mengurangi cardiac output dengan cara mengurangi denyut jantung dan
mengurangi kontraktilitas miocardium. Halothane dapat mensensitisasi
jantung menjadi aritmia akibat dari interaksi dengan epinefrine, sehingga
dosis diatas 1,5 mg/kgBB harus dihindari. Meskipun aliran darah terdistribusi
kembali resistensi vaskuler tidak akan berubah.
B. Respirasi
25
D. Neuromuskular
Halothane merelaksasi otot skelet dan mendepolarisasi potensiasi agen
penghambat neuromuskular (NMBA). Seperti anestesi volatile yang kuat
lainnya, ia merupakan agen pemicu hipertermia malignant.
E. Ginjal
Halothane akan menurunkan aliran darah di ginjal, filtrasi glomerulus,
dan pengeluaran urin. Hal ini dapat dijelaskan karena kegagalan dari tekanan
darah arteri dan cardiac output. Karena penurunan aliran darah dalam ginjal
lenih besar dibanding penurunan filtrasi ginjal maka filtrasi ginjal akan
mengalami penurunan dari pemecahan. Dengan adanya persiapan cairan pada
preoperasi maka akan membatasi perubahan tersebut.
F. Hepar
Halotan menyebabkan aliran darah hati menurun secara proporsional
dengan depresi curah jantung. Vasospasme arteri hepatik telah dilaporkan
selama anestesi halotan. Metabolisme dan clearance beberapa obat (misalnya,
fentanil, fenitoin, verapamil) tampaknya terganggu oleh halotan atau juga
bisa dari adanya disfungsi hepatoselular termasuk sulfobromophthalein
(BSP) dan peningkatan fungsi transaminase dari hepar.
26
transferase, peningkatan bilirubin (dapat menyebabkan jaundice) dan
encephalopaty.
Lesi dari hepar yang dapat deilihat oleh manusia berada di centrilobular
nekrosis, dapat juga mengalami perbaikan pada tikus yang diberikan terapi penurun
enzim(phenobarbital) dan yang terpapar halothane dibawah kondisi yang hipoksia
(FrO2<14%). Hal ini dapat menjelaskan bahwa hipoksia halothane akan
berbandung lurus dengan kerusakan didalam hepar, dan penurunan metabolisme di
hepar.
Berdasarkan ilmu yang lain yaitu adanya mekanisme imun. Beberapa tanda
dari indikasi adanya reaksi alergi (seperti eosinofilia, ruam, demam) tidak akan
terlihat pada beberapa hari setelah terkena paparan. Meskipun demikian antibodi
akan bersatu dengan hepatosit yang sebelumnya terpapar dengan zat halothane dan
menginduksi adanya kerusakan di hepar. Antibodi ini akan merespon adanya
perubahan protein microsomal dari hepar yang sebelumnya sudah diubah oleh
trifluoroacetic acid, sehingga mencetuskan reaksi antigen (trifluoroacetylated
protein hepar seperti carboxylesterase). Dengan begitu maka tidak akan adanya
metabolisme dan pengeluaran respon imun untuk mencegah hepatitis.
Kontraindikasi
Sebaiknya pasien yang akan menggunakan zat anestetik halothane harus tidak
mengalami disfungsi dari hepar. Halothane seperti anestesi inhalasi lain, harus
digunakan secara hati-hati kepada pasien dengan lesi atau massa didalam
inrakranial, karena adanya kemungkinan hipertensi sekunder dalam intrakranial
sehingga meningkatkan aliran darah serebral dan volume darah serebral
Pasien dengan hipovolemik, dan beberapa pasien dengan penurunan fungsi
ventrikel kiri yang berat tidak dapat mentoleransi efek negatif dari inotropik
halothane.
Sensitisasi jantung terhadap katekolamin membatasi kegunaan halotan ketika
epinefrin eksogen diberikan atau pada pasien dengan pheochromocytoma.
27
Interaksi obat
ISOFLURANE
Ciri fisik
Isoflurane adalah bahan anestesi yang tidak mudah terbakar dengan terdapat
komposisi eter. Meskipun kimia isomer sama dengan molekuler enflurane, tetapi
terdapat perbedaan dalam kimia fisik.
Efek terhadap sistem organ
A. Kardiovaskuler
Isoflurane menyebabkan adanya depresi minimal ventrikel kiri. Kardiak
output ditentukan oleh denyut jantung yang disensitisasi oleh baro refleks.
Stimulasi beta adrenergik ringan akan meningkatkan aliran darah otot skeletal,
menurunkan resistensi vaskuler secara sistemik, dan menurunkan tekanan darah
di arteri. Peningkatan kadar konsentrasi isoflurane secara cepat maka akan
terjadi peningkatan sementara dari denyut jantung, tekanan darah arteri, dan
kadar plasma dari norepinefrine. Isoflurane akan mendilatasi arteri koronaria
tetapi tidak secara dekat mempotensiasi nitrogliserin dan adenosin. Pelebaran
arteri koroner yang normal secara teori dapat mengalihkan darah dari lesi
stenotik yang telah diperbaiki, yang merupakan dasar untuk kekhawatiran
tentang "steal" koroner dengan agen ini, suatu kekhawatiran yang sebagian
besar telah dilupakan.
28
B. Respirasi
Depresi respirasi dimana penggunaan anestesi isoflurane menyerupai
anestesi lain yang di inhalasi, kecuali tanda takipneu tidak begitu nyata.
Meskipun kadar level isoflurane rendah (0,1 MAC) jarang menjadikan proses
ventilasi menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Meskipun isoflurane dapat
mengiritasi saluran nafas bagian atas. Isoflurane dapat juga sebagai
bronkodilator namun tidak sebaik dari halothane.
C. Serebral
Apabila konsentrasi lebih dari 1 MAC, isoflurane dapat meningkatkan
aliran darah serebral dan tekanan intrakranial. Efek ini akan menjadi lebih
ringan ketika adanya interaksi dengan halothane tetapi adanya mengakibatkan
hiperventilasi. Isoflurane dapat menurunka metabolisme oksigen dan jika kadar
2 MAC maka akan memproduksi elektrikal silent electroencephalogram (EEG).
D. Neuromuskular
Isoflurane dapat merelaksasi otot skeletal.
E. Renal
Isoflurane dapat menurunkan aliran darah dalam ginjal, filtrasi
glomerulus, dan pengeluaran urin.
F. Hepar
Aliran peredaran darah total dalam hepar (arteri hepatic dan vena porta)
akan menurun dimana penggunaan anestesi dari isoflurance. Suplai oksigenasi
ke hepar akan lebih baik dengan penggunaan bersama dengan halothane.
Meskipun perfusi arteri sudah mencukupi tetapi untuk fungsi dari hati belum
tentu baik.
29
plasma floride (15-50 mikromol/L) tanpa adanya gejala kelainan ginjal. Begitu juga
peningkatan isofluran sapai 20 MAC dapat mengakibatkan meningkatnya level
floride melebihi 50 mikromol/L tanpa gejala gangguan ginjal yang dapat dideteksi.
Metabolisme oksidasif yang terbatas menurunkan kemungkinan terjadiya gangguan
hepar.
Kontraindikasi
Penggunaan epinefrin dapat masuk dengan aman dengan dosis diatas 4,5
mcg/kgBB. Tidak adanya depolarisasi NMBA dapat dipotensiasi oleh isoflurane.
DESFLURANE
Ciri Fisik
30
bahkan lebih rendah daripada nitro oksida (0,47). Meskipun desflurane kira-kira
sama kuatnya dengan agen volatil lainnya, desflurane 17 kali lebih kuat daripada
nitro oksida. Tekanan uap tinggi, durasi kerja yang sangat singkat, dan potensi
sedang adalah fitur paling khas dari desflurane.
31
c. Cerebral
Seperti agen anastesi folatil lainnya, desflurane secara langsung membuat
vasodilatasi langsung pembuluh darah cerebral, peningkatan CBF (cerebral
blood flow), volume pembuluh darah otak, dan tekanan intrakranial pada
normotensi dan normokapnia. Penetuan penurunan pada resisten vaskular
serebral ditandai dengan adanya depresi dari laju metabolik otak (CMRO2)
yang mengakibatkan vasokontriksi cerebral yang mengakibatkan
peningkatan CBF. Pembuluh darah cerebral dapat berespon terhadap
perubahan PaCO2, sehingga tekanan intrakranial dapat diturunkan dengan
hiperventilasi. Konsumsi oksigen cerebral menurun selama anatesi
menggunakan desflurane, karena selama induksi desflurane terjadi
hipotensi (MAP = 60 mmHg), aliran drah serebrospinalis cukup adekuat
untuk menetukan metabolisme aerob disamping tekanan perfusi cerebral
yang rendah. Efek desflurane pada EEG sama seperti isoflurane, yaitu
peningkatan frekuensi EEG, tetapi karena kedalaman anestesi meningkat,
perlambatan EEG menjadi nyata, yang mengarah ke penindasan pecah pada
konsentrasi inhalasi yang lebih tinggi.
d. Neuromuskular
Desflurane dikaitkan dengan penurunan dosis tergantung pada respon
terhadap train-of-four dan stimulasi saraf perifer tetanik.
e. Renal
Tidak ada fakta yang menujukkan efek nefrotoksik yang signifikan dari
penggunan desflurane. Namun bagaimanapun penurunan kardiak output,
penurunan produksi urine, dan laju filtrasi glomerulus mungkin
berhubungan dengan desflurane dan penggunaan obat anestesi lain.
f. Hepar
Tes fungsi hepar secara umum tidak dipengaruhi oleh penggunaan
desflurane, karena perfusi organ dijaga selama operasi. Metabolisme
desflurane sangat rendah, sehingga risiko hepatitis akibat obat ini sangat
rendah. Sama seperti penggunaan isoflurane dan sevoflurane, oksigenasi
hepar secara umum terjaga.
32
Biotransformasi dan Toksisitas
Kontraindikasi
Interaksi Obat
SEVOFLURANE
Ciri Fisik
Seperti desflurane, sevoflurane dihalogenasi dengan fluor. Kelarutan
Sevoflurane dalam darah sedikit lebih besar dari desflurane (λ b / g 0,65
berbanding 0,42). Nonpungensi dan peningkatan cepat dalam konsentrasi
anestesi alveolar menjadikan sevofl urane pilihan yang sangat baik untuk
induksi inhalasi yang lancar dan cepat pada pasien anak dan dewasa. Faktanya,
induksi inhalasi dengan 4% hingga 8% sevofl urane dalam campuran 50% nitro
33
oksida dan oksigen dapat dicapai dalam waktu 1 menit. Demikian juga,
kelarutan darahnya yang rendah menghasilkan penurunan yang cepat dalam
konsentrasi anestesi alveolar setelah penghentian dan kemunculan yang lebih
cepat dibandingkan dengan isoflurane (walaupun bukan pengeluaran
sebelumnya dari unit perawatan pasca-anestesi). Tekanan uap sederhana
Sevoflurane memungkinkan penggunaan vaporizer bypass variabel
konvensional.
34
d. Neuromuskular
Sevoflurane menghasilkan muscle relaxan yang kuat untuk intubasi pada
anak untuk melakukan induksi jalan napas.
e. Ginjal
Sevoflurane sedikit menurunkan aliran darah pada ginjal. Metabolisme zat-
zatnya berhubungan dengan kerusakan fungsi tubulus ginjal.
f. Hepar
Sevoflurane menurunkan aliran darah vena porta, tetapi meningkatkan
aliran darah arteri hepatica dan oksigenisasi. Hal ini secara umum tidak
berhubungan dengan hepatotoksisitas anestetik yang dimediasi oleh sistem
imun.
35
hidroksida kering (Baralyme), konsentrasi sevoflurane yang tinggi, dan anestesi
dengan durasi lama.
Sebagian besar penelitian tidak mengaitkan sevoflurane dengan gangguan
fungsi ginjal pasca operasi yang dapat dideteksi yang mengindikasikan toksisitas
atau cedera. Meskipun demikian, beberapa dokter merekomendasikan aliran gas
segar minimal 2 L / menit untuk anestesi yang berlangsung lebih dari beberapa jam
dan sevoflurane tidak digunakan pada pasien dengan disfungsi ginjal yang sudah
ada sebelumnya. Sevoflurane juga dapat terdegradasi menjadi hidrogen fluorida
oleh logam dan kotoran lingkungan yang ada dalam peralatan pabrik, kemasan
botol kaca, dan peralatan anestesi.
Hidrogen fluorida dapat menghasilkan luka bakar asam saat bersentuhan
dengan mukosa pernapasan. Risiko cedera pasien telah berkurang secara
substansial dengan menghambat proses degradasi dengan menambahkan air ke
sevofluran selama proses pembuatan dan mengemasnya dalam wadah plastik
khusus. Pabrikan juga telah mendistribusikan surat "Dear Provider" peringatan
insiden kebakaran terisolasi di sirkuit pernapasan mesin anestesi dengan penyerap
CO 2 kering ketika sevoflurane digunakan.
Kontraindikasi
Interaksi obat
Seperti obat anestesi folatil lainnya, sevoflurane berfungsi sebagai NMBA. Tetapi
tidak mengakibatkan aritmia yang diinduksi oleh katekolamin.
XENON
Xenon adalah “noble” gas yang telah lama dikenal yang memiliki sifat
sebagai obat bius. Xenon adalah elemen yang tidak membentuk ikatan kimia.
Xenon adalah sesuatu yang dapat dicari dari udara melalui proses penyulingan yang
36
mahal. Xenon tidak berbau, bebas bahan peledak, secara alami terjadi dengan gas
MAC 71 dan koefisien darah atau gas 0.115, memberikan permulaan yang sangat
cepat dan timbulnya parameter. Seperti yang disebut sebelumnya, efek anestesi
xenon tampaknya dimediasi oleh inhibisi NMDA bersaing dengan glisin di glisin
mengikat. Xenon tampaknya memiliki sedikit efek pada sistem kardiovaskular, hati
atau ginjal dan telah ditemukan untuk menjadi pelindung terhadap iskemia saraf.
Sebagai unsur alami, xenon tidak memiliki efek pada lapisan ozon dibandingkan
dengan yang lain NMDA antagonis, nitrous oksida. Biaya dan ketersediaan yang
terbatas mencegah penggunaan secara luas.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan and Mikhail’s clinical
anesthesiology. 5th edition. New York: Mc Graw Hill; 2013.
38