Anda di halaman 1dari 24

i

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH


ENVIPHORIA 1.0
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2017

Alat Pengusir Hama APUK (Anti Pest Ultra Kit)


Berbasis Panel Surya Sederhana yang Ramah Lingkungan

DI SUSUN OLEH

Rafika Sekar Nur Islami (10995)


Ivenna Salsa Windika (11226)
Annisa Cindy Maurina (11473)

SMA NEGERI 19
SURABAYA
2017
ii
iii

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, akhirnya penulisan karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan
baik dan lancar. Karya tulis ilmiah ini berjudul “APUK ( Anti Pest Ultra Kit)
sebagai alat pengusir hama berbasis panel surya sederhana yang ramah
lingkungan” dibuat sebagai salah satu bentuk perwujudan kepedulian dan
kewajiban untuk ikut serta dalam menjaga dan melestarikan ekosistem lingkungan
Indonesia dalam hal ini penggunaan pestisida yang sangat membahayakan untuk
lingkungan. Selain dari itu kami ingin membiasakan diri melakukan penelitian
walaupun sebatas “studi referensi/ studi kepustakaan” untuk menyumbang
pemikiran demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami sampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu secara langsung maupun
tidak langsung dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini


masih banyak kesalahan dan kekurangan karena keterbatasan kemampuan penulis.
Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan karya tulis ini.

Harapan kami semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi diri
sendiri, bagi pembaca, sebagai study literasi pemula sehingga nantinya dapat
digunakan sebagai referensi dalam mewujudkannya.

Surabaya, 6 Oktober 2017

Penulis
iv

ABSTRAK

Negara Indonesia berada di daerah khatulistiwa dan akan selalu disinari


matahari selama 10–12 jam dalam sehari. Total intensitas penyinaran rata-rata 4,5
kWh per meter persegi perhari, matahari bersinar berkisar 2000 jam per tahun,
tergolong kaya energi matahari. Disisi lain, Indonesia merupakan salah satu
negara agraris dengan luas area pertanian, khususnya padi yang mencapai 8,9 juta
hektar. Terlepas dari melimpahnya produksi padi, para petani selalu memiliki
kendala yang bisa mempengaruhi menurunnya hasil panen, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas yang salah satunya disebabkan oleh hama. Cara pemberantasan
hama dengan pestisida relatif cepat dan praktis, tetapi sering kali menimbulkan
efek samping. Jika penggunaannya tidak hati-hati, dapat membahayakan
kesehatan manusia atau organisme lain, dan mengganggu keseimbangan
alam. Bagaimanapun usaha pencegahan selalu lebih baik daripada pemberantasan.
Berdasarkan hal tersebut, kami mencoba merancang alat yang mampu
menghasilkan frekuensi atau intensitas yang dapat mengusik atau mengusir hama
pertanian terutama hama serangga dan hama tikus dengan memanfaatkan energi
matahari sebagai sumber energinya sehingga diharapkan alat ini mampu
menggantikan fungsi pestisida yang selanjutnya kami beri nama alat pengusir
hama APUK (Anti Pest Ultra Kit).Terdapat tiga tahapan metode penelitian yaitu
tahap studi literatur, tahap perancangan alat, dan tahap pembangunan alat. Pada
tahap perancangan prototipe ini kami menemukan ide untuk menggabungkan
beberapa rangkaian elektronik sebagai pelengkap dari alat yang akan dibuat yaitu
rangkaian panel surya sederhana berbahan dasar plat tembaga, rangkaian lampu
ultraviolet dan rangkaian sensor ultrasonik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembuatan panel surya sederhana dari plat tembaga oksida sebagai sumber energi
ternyata mampu menghasilkan daya listrik sebesar 0,589 W hingga 4,85 W/m2
sehingga cukup dibutuhkan sekitar 4 panel surya untuk digabungkan dengan
lampu ultraviolet untuk menarik perhatian hama beberapa serangga agar segera
mendekat dan terjebak dalam box, serta digabung dengan sensor ultrasonik adalah
untuk membuat pendengaran hama menjadi kacau dengan menggunakan frekuensi
di atas 20 KHz, yang kami perkenalkan sebagai alat pengusir hama APUK (Anti
Pest Ultra Kit).Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa APUK (Anti Pest
Ultra Kit) dapat diterapkan sebagai alat pengusir hama alternatif berbasis panel
surya sederhana yang ramah lingkungan.

Kata kunci : hama, pestisida, panel surya, dan APUK


v

DAFTAR ISI

SAMPUL JUDUL ..................................................................................... ..... i


LEMBAR PENGESAHAN.. ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3


2.1 Hama ................................................................................................ 3
2.2 Panel Surya....................................................................................... 4
2.3 Sinar Ultraviolet ................................................................................ 6
2.4 Gelombang Ultrasonik ...................................................................... 7

BAB III METODE............................................................................................ 8


3.1 Alat dan Bahan ................................................................................. 8
3.2 Cara Kerja ........................................................................................ 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 10


4.1 Hasil Pembuatan Panel Surya Sederhana Berbahan Dasar Plat
Tembaga ........................................................................................... 11
4.2 Pengaruh Sinar Ultraviolet Terhadap Hama Serangga ..................... 11
4.3 Pengaruh Sensor Ultrasonik Terhadap Hama .................................. 13

BAB V KESIMPULAN.................................................................................... 15
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 15
5.2 Saran.................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16


LAMPIRAN...................................................................................................... 18
vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hama ........................................................................................... 3

Gambar 2. Panel surya .................................................................................. 4

Gambar 3. Panjang gelombang cahaya matahari yang terbagi menjadi


kelompok ultraviolet, kelompok cahaya tampak, dan kelompok
inframerah..................................................................................... 5

Gambar 4. Kiri: penglihatan manusia, kanan: penglihatan serangga yang


mampu merespon sinar ultraviolet ............................................... 5

Gambar 5. Rancangan rangkaian panel surya sederhana berbahan dasar plat


tembaga ........................................................................................ 7

Gambar 6. Rancangan alat pengusir hama APUK (Anti Pest Ultra Kit) ....... 8

Gambar 7. Proses pemanasan plat tembaga hingga menjadi tembaga oksida 9

Gambar 8. Proses pengukuran arus listrik yang dihasilkan oleh panel surya
plat tembaga oksida ..................................................................... 10
Gambar 9. Morfologi mata majemuk serangga yang mampu merespon
sinar ultraviolet ............................................................................. 10

Gambar 10. Ilustrasi alat pengusir hama APUK (Anti Pest Ultra Kit)
dengan penerapan gabungan antara sensor ultrasonik dan
lampu ultraviolet........................................................................... 12
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang makmur dengan segala kekayaan alam, dan
letak geografisnya yang menyebabkan menjadi negara tropis. Dimana matahari
akan bersinar sepanjang tahunnya. Dalam sehari saja matahari bersinar 10 hingga
12 jam. Dilihat dari potensi yang sangat besar tersebut maka akan menguntungkan
bila potensi tersebut dapat dikembangkan dan dimanfaatkan. Total intensitas
penyinaran rata-rata 4,5 kWh per meter persegi perhari, dalam satu tahun matahari
bersinar berkisar 2000 jam per tahun. Disisi lain, Indonesia merupakan negara
agraris dengan luas area pertanian, khususnya padi yang mencapai 8,9 juta hektar.
Disamping melimpahnya hasil panen padi yang ada, tentunya ada kendala-kendala
yang dirasakan oleh petani. Seperti kekhawatiran menurunnya kualitas ataupun
kuantitas padi. Penurunan kualitas, biasanya disebabkan faktor human error atau
kesalahan petani sendiri dalam perawatan padinya, misalnya kesalahan pemberian
pupuk yang berlebihan, untuk penurunan kuantitas padi, faktor nonteknis ialah
serangan berbagai hama (Angriawan, 2015).

Menurut Sudharto 30 % perkebunan negara dan 30 % perkebunan rakyat


tetap mengandalkan bahan-bahan kimia seperti pestisida. Cara manual
dengan memakai pestisida untuk membasmi hama ini cukup mahal dan tidak
selalu efektif. “pestisida dapat memberi dampak negatif terhadap lingkungan
karena akan membunuh predator yang sebenarnya menguntungkan petani. Belum
lagi bahaya terhirup pestisida saat menyemprot dan pencemaran lingkungan yang
diakibatkannya” (Harian Kompas, 2001). Cara pemberantasan hama di atas relatif
cepat dan praktis, tetapi sering kali menimbulkan efek samping. Jika
penggunaannya tidak hati- hati, dapat membahayakan kesehatan manusia
atau organisme lain, dan mengganggu keseimbangan alam. Bagaimanapun
usaha pencegahan selalu lebih baik daripada pemberantasan (Rahmita, 2011).

Berdasarkan berbagai konteks permasalahan tersebut, kami mencoba


menciptakan alat penghasil frekuensi atau intensitas yang dapat mengusir atau
mengusik hama pertanian terutama hama serangga dan hama tikus dengan
memanfaatkan energi matahari sebagai sumber energinya sehingga diharapkan
alat ini mampu menggantikan posisi pestisida yang selanjutnya kami beri nama
alat pengusir hama APUK (Anti Pest Ultra Kit).
2

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah tersebut, kami mencoba merancang alat yang mampu


menghasilkan frekuensi atau intensitas yang dapat mengusik atau mengusir hama
pertanian terutama hama serangga dan hama tikus dengan memanfaatkan energi
matahari sebagai sumber energinya sehingga diharapkan alat ini mampu
menggantikan fungsi pestisida yang selanjutnya kami beri nama APUK (Anti Pest
Ultra Kit).

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah:


1. Bagaimana rancangan alat pengusir hama APUK (Anti Pest Ultra
Kit) sehingga mampu dimanfaatkan sebagai alat pengusir hama
berbasis panel surya yang ramah lingkungan?
2. Bagaimana efektifitas alat pengusir hama APUK (Anti Pest Ultra
Kit) sehingga mampu dimanfaatkan sebagai alat pengusir hama
berbasis panel surya yang ramah lingkungan?

1.4 Tujuan Karya Tulis Ilmiah

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:


1. Untuk mengetahui rancangan alat pengusir hama APUK (Anti Pest
Ultra Kit) sehingga mampu dimanfaatkan sebagai alat pengusir
hama berbasis panel surya yang ramah lingkungan.
2. Untuk mengetahui efektifitas alat pengusir hama APUK (Anti Pest
Ultra Kit) sehingga mampu dimanfaatkan sebagai alat pengusir
hama berbasis panel surya yang ramah lingkungan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai bahan referensi
untuk alat yang mampu menggantikan fungsi pestisida kimia yang ramah
lingkungan hingga dapat diterima diseluruh lapisan masyarakat terutama para
petani sehingga dapat meningkatkan hasil panen tanpa takut ancaman hama
pertanian terutama hama serangga dan hama tikus.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama

Tumbuhan tidak selamanya


bisa hidup tanpa gangguan.
Kadang tumbuhan mengalami
gangguan oleh binatang atau
organisme kecil (virus, bakteri,
atau jamur). Hewan dapat disebut
hama karena mereka
mengganggu tumbuhan dengan
memakannya. Belalang,
kumbang, ulat, wereng, tikus,
walang sangit merupakan
beberapa contoh binatang yang Gambar 1. Hama
sering menjadi hama
tanaman. Hama tumbuhan adalah
organisme yang menyerang tumbuhan sehingga pertumbuhan dan
perkembanganya terganggu. Hama yang menyerang tumbuhan antara lain tikus,
walang sangit, wereng, tungau, dan ulat.
Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara
hati – hati dan tepat guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat
justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besat. Hal itu disebabkan karena
pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu
pengguna obat – obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal
dan sebijak mungkin.
Secara alamiah, sesungguhnya hama mempunyai musuh yang dapat
mengendalikannya. Namun, karena ulah manusia, sering kali musuh alamiah
hama hilang. Akibat hama tersebut merajalela. Salah satu contoh kasus yang
sering terjadi adalah hama tikus. Sesungguhnya, secara ilmiah, tikus mempunyai
musuh yang memamngsanya. Musuh alami tikus ini dapat mengendalikan jumlah
populasi tikus. Musuhnya tikus itu ialah Ular, Burung hantu, dan elang.
Sayangnya binatang – binatang tersebut ditangkapi oleh manusia sehingga tikus
tidak lagi memiliki pemangsa alami. Akibatnya, jumlah tikus menjadi sangat
banyak dan menjadi hama pertanian.
4

2.2 Panel Surya

Panel surya adalah alat yang


terdiri dari sel surya yang mengubah
cahaya menjadi listrik. Mereka
disebut surya atau matahari atau
"sol" karena matahari merupakan
sumber cahaya terkuat yang dapat
dimanfaatkan. Panel surya sering
kali disebut sel fotovoltaik,
fotovoltaik dapat diartikan sebagai
"cahaya listrik". Sel surya
bergantung pada efek fotovoltaik Gambar 2. Panel Surya
untuk menyerap energi. Pada
umumnya, sel surya merupakan sebuah hamparan semi konduktor yang dapat
menyerap photon dari sinar matahari dan mengubahnya menjadi listrik. Sel surya
tersebut dari potongan silikon yang sangat kecil dengan dilapisi bahan kimia
khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Sel surya pada umumnya memiliki
ketebalan minimum 0,3 mm yang terbuat dari irisan bahan semikonduktor dengan
kutub positif dan negatif. Pada sel surya terdapat sambungan (fungsi) antara dua
lapisan tipis yang terbuat dari bahan semikonduktor yang masing - masing yang
diketahui sebagai semikonduktor jenis “P” (positif) dan semikonduktor jenis “N”
(Negatif). Silikon jenis P merupakan lapisan permukaan yang dibuat sangat tipis
supaya cahaya matahari dapat menembus langsung mencapai junction. Bagian P
ini diberi lapisan nikel yang berbentuk cincin, sebagai terminal keluaran positif.
Dibawah bagian P terdapat bagian jenis N yang dilapisi dengan nikel juga sebagai
terminal keluaran negatif.
Energi listrik dapat dibangkitkan dengan mengubah sinar matahari melalui
sebuah proses yang dinamakan fotovoltaik (PV). Foto merujuk kepada cahaya dan
voltaik merujuk kepada tegangan. Terminologi ini digunakan untuk menjelaskan
sel elektronik yang memproduksi energi listrik arus searah dari energi radian
matahari seperti ditunjukkan pada gambar 1 berikut ini. Sel fotovoltaik dibuat dari
material semikonduktor terutama silikon yang dilapisi oleh bahan tambahan
khusus. Jika cahaya matahari mencapai cell maka elektron akan terlepas dari atom
silikon dan mengalir membentuk sirkuit listrik sehingga energi listrik dapat
dibangkitkan. Sel surya selalu didesain untuk mengubah cahaya menjadi energi
listrik sebanyak-banyaknya dan dapat digabung secara seri atau paralel untuk
menghasilkan tegangan dan arus yang diinginkan seperti ya ng dinyatakan oleh
Chenni, dkk.. (2007).
Unjuk kerja dari photovoltaic cell sangat tergantung kepada sinar matahari
yang diterimanya. Kondisi iklim (misal awan dan kabut) mempunyai efek yang
5

signifikan terhadap jumlah energi matahari yang diterima sel sehingga akan
mempengaruhi pula unjuk kerjanya seperti dibuktikan dalam penelitian Youness,
dkk. (2005) dan Pucar dan Despic (2002).

2.3 Sinar Ultraviolet

Radiasi ultraungu (sering disingkat UV, dari bahasa Inggris: ultraviolet)


adalah radiasi elektromagnetis terhadap panjang gelombang yang lebih pendek
dari daerah dengan sinar tampak, namun lebih panjang dari sinar-X yang kecil.
Radiasi UV dapat dibagi menjadi hampir UV (panjang gelombang: 380–200 nm)
dan UV vakum (200–10 nm). Dalam pembicaraan mengenai pengaruh radiasi UV
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, jarak panjang gelombang sering
dibagi lagi kepada UVA (380–315 nm), yang juga disebut “Gelombang Panjang”
atau “blacklight”; UVB (315–280 nm), yang juga disebut “Gelombang Medium”
(Medium Wave); dan UVC (280-10 nm), juga disebut “Gelombang Pendek”
(Short Wave). Istilah ultraviolet berarti “melebihi ungu” (dari bahasa Latin ultra,
“melebihi”), sedangkan kata ungu merupakan warna panjang gelombang paling
pendek dari cahaya dari sinar tampak. Beberapa hewan, termasuk burung, reptil,
dan serangga seperti lebah dapat melihat hingga mencapai “hampir UV”. Banyak
buah-buahan, bunga dan benih terlihat lebih jelas di latar belakang dalam panjang
gelombang UV dibandingkan dengan penglihatan warna manusia.

Gambar 3. Panjang gelombang cahaya matahari yang terbagi menjadi kelompok


ultraviolet, kelompok cahaya tampak, dan kelompok inframerah
6

Gambar 4. Kiri: penglihatan manusia, kanan: penglihatan seranggayang mampu


merespon sinar ultraviolet

2.4 Gelombang Ultrasonik

Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal yang dapat merambat


melalui gas, zat padat, maupun zat cair dengan kecepatan yang tergantung pada
sifat elastis dan sifat inersia medium rambat. Manusia hanya dapat mendengar
gelombang bunyi dengan frekuensi antara 20 Hz sampai dengan 20 KHz.
Gelombang bunyi dengan frekuensi di bawah 20 Hz disebut gelombang
infrasonik, misalnya gempa bumi. Gelombang bunyi yang melebihi frekuensi 20
KHz disebut gelombang ultrasonik (Esomar, Kinardi & Adjis, 1997).
Ultrasonik adalah ilmu yang mempelajari gelombang dengan frekuensi
tinggi, biasanya melebihi 20 KHz (20.000 cycle per detik). Pembangkit
ultrasonik modern dapat menghasilkan frekuensi sampai beberapa gigahertz
(beberapa miliar cycle per detik) dengan mengkonversi arus listrik bolak-balik
menjadi osilasi mekanis (Graham,1999). Para ilmuwan telah memproduksi suara
ultrasonik sampai sekitar 10 GHz (10 miliar cycle per detik). Sampai saat ini
belum diketahui batas atas dari frekuensi yang dihasilkan gelombang ultrasonik.
Pengertian dari ultrasonik berbeda dengan supersonik yang sebelumnya
berada dalam bidang yang sama. Pada saat ini supersonik diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari fenomena yang muncul saat kecepatan suatu benda
melebihi kecepatan suara (Graham,1999). Pada dasarnya gelombang ultrasonik
digunakan karena sifat gelombang ini tidak berbeda dengan sifat gelombang
mekanik pada umumnya, yaitu dapat dipantulkan, dibiaskan, berinteferensi dan
didifraksikan. Pantulan gelombang ultrasonik dapat menghasilkan gema dan
datanya dapat ditampilkan dalam bentuk sinyal-sinyal pada layar osiloskop.
Gelombang ultrasonik memiliki kegunaan yang beragam dalam bidang-bidang
tertentu. Alat fathometer untuk mengukur kedalaman laut menggunakan
gelombang ultrasonik dengan frekuensi sekitar 50 KHz. Gelombang ultrasonik
yang digunakan dalam bidang kedokteran memiliki frekuensi antara 1 MHz
sampai 10 MHz. Binatang seperti kelelawar mengeluarkan gelombang
ultrasonik dengan frekuensi sekitar 100 KHz untuk mendeteksi semua
7

benda melalui pantulan gelombang ultrasonik yang dipancarkannya.


Dengan demikian kelelawar dapat menghindari rintangan dan dapat mengetahui
posisi mangsanya.
Medium yang umumnya digunakan sebagai perambatan gelombang
ultrasonik adalah udara dan air. Kecepatan dari rambatan gelombang ultrasonik
pada medium lain dipengaruhi oleh karakteristik medium yang dilaluinya.
Karakteristik tersebut antara lain kelembaban, tekanan dan suhu.
8

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk merangkai alat pengusir hama APUK
(Anti Pest Ultra Kit) adalah sebagai berikut:
 Karton dupleks  Sensor ultrasonik  Air
 Pemotong  Plat tembaga  Garam
 Lem tembak  Jala tembaga  Rangkaian kabel
 Penggaris  Wadah plastik  Amperemeter
 Alat tulis  Kompor listrik  Lampu ultraviolet

3.2 Metode Kerja

Berikut ini merupakan tahapan dalam karya tulis kami:


1. Studi literatur
Pada tahap studi literatur, kami mengumpulkan literatur- literatur
terkait mengenai metode efektif membasmi hama, penerapan
gelombang ultrasonik, penerapan sinar ultraviolet, dan penerapan
energi alternatif sebagai sumber listrik dalam bentuk panel surya
sederhana,

2. Perancangan alat
Pada tahap perancangan prototipe ini kami menemukan ide untuk
menggabungkan beberapa rangkaian elektronik sebagai pelengkap dari
alat yang akan dibuat. Adapun rangkaian yang akan digabungkan
adalah rangkaian panel surya sederhana berbahan dasar plat tembaga,
rangkaian lampu ultraviolet dan rangkaian sensor ultrasonik. Fungsi
dari panel surya sederhana berbahan dasar plat tembaga adalah sebagai
alat pengkonversi energi cahaya matahari menjadi sumber listrik untuk
menyalakan rangkaian alat lainnya, rangkaian lampu ultraviolet untuk
menarik perhatian hama beberapa serangga agar segera mendekat,
sedangkan fungsi dari rangkaian sensor ultrasonik adalah untuk
membuat pendengaran hama (tidak hanya serangga, namun tikus)
menjadi kacau dengan menggunakan frekuensi di atas 20 KHz.

3. Pembangunan alat
Pada tahap pembangunan alat ini, terdapat tiga rangkaian alat yang
akan digabung menjadi sebuah rangkaian yaitu:
a. Rangkaian panel surya sederhana berbahan dasar plat tembaga
9

Jala tembaga

Kotak plastik Elektrolit air dan garam

Plat tembaga oksida

Gambar 5. Rancangan rangkaian panel surya sederhana berbahan dasar plat


tembaga

1. Langkah pertama adalah menyiapkan plat tembaga oksida


dari plat tembaga yang dipanaskan dalam oven bersuhu
550˚C selama sekitar 10 menit, atau dibakar diatas kompor
selama 30 menit.
2. Lalu didinginkan dengan cara direndam dalam air.
3. Letakkan plat tembaga oksida pada dasar wadah kotak
plastik dan rangkai wadah kotak plastik dengan jala
tembaga seperti Gambar 5.
4. Isi wadah kotak plastik dengan campuran air garam
5. Lakukan uji dengan Amperemeter dalam kondisi gelap dan
terik matahari

b. Rangkaian lampu ultraviolet sekaligus sensor ultrasonik

Panel surya
sederhana
Karton dupleks berbahan dasar
Lampu ultraviolet plat tembaga

ventilasi

Sensor ultrasonik

Gambar 6. Rancangan alat pengusir hama APUK (Anti Pest


Ultra Kit)
1. Rangkaian panel surya sederhana diletakkan diatas box
dupleks untuk menangkap sinr matahari secara maksimal
2. Lampu ultraviolet dan sensor ultrasonik dirangkai bersama
dalam box dupleks dan dihubungkan dengan kabel ke
rangkaian panel surya untuk mendapatkan arus listrik
sepetti Gambar 6.
10

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Panel Surya Sederhana Berbahan Dasar Plat


Tembaga

Pada karya tulis ini penggunaan lempeng tembaga oksida sebagai silikon
atau oksida tembaga adalah material yang dapat menghasilkan efek fotoelektrik
yaitu efek cahaya menyebabkan adanya arus listrik mengalir di dalam material.
Pada saat lempengan tembaga mulai panas, akan terlihat pola oksidasi yg indah
yang mulai terbentuk seperti pada Gambar 7. Warna oranye, ungu dan merah
mulai menutupi permukaan tembaga. Pada saat lempengan tembaganya mulai
panas, warnanya akan berubah menjadi kehitaman yang merupakan lapisan cupric
oxide atau oksida tembaga. Ketika pemanas mulai merah membara, lempengan
tembaga akan dilapisi dengan oksida tembaga hitam. Pemanasan selama setengah
jam akan menyebabkan lapisan hitamnya akan semakin tebal. Pada saat tembaga
mendingin, maka ia akan menciut. Oksida tembaga hitam juga menciut, tetapi
menciutnya pada rentang yang berbeda, membuat oksida tembaganya
mengelupas. Ketika tembaga telah mendingin sesuai dengan suhu ruangan ( kira-
kira membutuhkan waktu 20 menit), hampir sebagian besar oksida hitam akan
hilang. Gosok secara lembut dengan tangan di bawah air yg mengalir hingga
sebagian besar kotoran terangkat.

Gambar 7. Proses pemanasan plat btembaga

Pada siang hari Amperemeter menunjukkan arus listrik sekitar 31 mikro


Ampere, tetapi kadang-kadang bisa menunjukkan hingga 50 mikro Ampere,
tergantung intensitas cahaya matahari saat pengukuran. Gambar 8. menunjukkan
bahwa Amperemeter telah menunjukkan arus listrik sekitar 31 hingga 50 mikro
Ampere, dengan tegangan 0,19 hingga 0,97 Volt, ini berarti bahwa Sel Surya
dapat menghasilkan daya sebesar 5,89 hingga 48,5 miliWatt untuk seukuran 0,01
m2 atau akan menghasilkan daya listrik sebesar 0,589 Watt hingga 4,85 Watt per
11

m2.. Pada kondisi Sel Surya gelap atau terlindung maka pada meter terbaca arus
listrik sebesar 6 mikro Ampere. Sel surya ini mirip dengan baterai, meskipun
dalam kondisi gelap masih ada arus walaupun hanya 3 mili Ampere.

Gambar 8. Proses pengukuran arus listrik yang dihasilkan oleh panel surya

4.2 Pengaruh Sinar Ultraviolet Terhadap Hama Serangga

Serangga merupakan hama yang banyak jenisnya dan paling banyak


menyerang tanaman pertanian. Serangga banyak menyerang tanaman padi,
palawija, dan buah-buahan dari benih, bibit, pucuk, akar, bunga, dan buah. Oleh
karena itu, pengendalian hama utama umumnya merupakan pengendalian
serangga sehingga obat-obatan kimia yang paling banyak diproduksi adalah
insektisida (Kusnaedi, 1999).
Metode pengendalian hama serangga yang akan dijelaskan adalah dengan
cara mekanik/fisik yang dapat dikembangkan sebagai pe ngaruh insektisida.
Metode ini akan memanfaatkan sifat-sifat serangga yang tertarik pada cahaya,
warna, aroma makanan atau bau tertentu. Caranya adalah de ngan merangsang
serangga untuk berkumpul dan hinggap pada perekat. Pada akhirnya serangga
yang terperangkap tidak dapat terbang dan akan mati. Pengendalian hama dengan
metode ini cukup efektif bila digunakan secara meluas dan tepat waktu sebelum
terjadi ledakan hama.

Gambar 9. Morfologi mata majemuk serangga yang mampu merespon sinar


ultraviolet
12

Perangkap lampu merupakan perangkap yang paling umum untuk


pemantauan migrasi dan pendugaan populasi serangga yang tertarik pada lampu.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap lampu antara lain,
kekontrasan lampu yang digunakan pada perangkap lampu yang terdapat di
sekitarnya. Semakin kontras cahaya lampu yang digunakan maka aka n luas
jangkauan tangkapannya. Hampir semua hewan mempunyai kapasitas untuk
merespon terhadap cahaya. Organ visual dari hewan memperlihatkan sensitifitas
terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda. Pada banyak serangga sensitif
terhadap panjang gelombang cahaya yang mendekati sinar ultraviolet, karena
sudah memiliki mekanisme pembentukan bayangan yang sempurna. Reseptor
cahaya pada serangga adalah berupa sepasang mata majemuk dan 3 buah ocelli
(mata tunggal) dorsal tampak seperti Gambar 9 (Sastrodiharjo, 1984).
Untuk analisa pengaruh sinar utraviolet terhadap hama serangga kami
memaparkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti Jepang,
Isamu Akasaki, Hiroshi Amano dan Shuji Nakamura yang telah memenangkan
Hadiah Nobel bidang Fisika 2014, atas pengembangan LED biru yang mereka
temukan sejak 1989. Pencapaian yang dibuat tiga ilmuwan itu, merupakan
kemajuan yang berguna bagi hidup manusia, terutama dalam pemanfaatan cahaya
dalam kehidupan sehari- hari. Seperti sebuah laporan hasil penelitian yang dirilis
Universitas Tohoku, Jepang. Dikutip dari laman Rocketnews24, Sabtu 13
Desember 2014, tim peneliti Tohoku menemukan penggunaan baru LED biru,
yang dapat menjadi cara efektif, aman, bersih, dan murah untuk membasmi
serangga, jika digunakan dengan frekuensi yang tepat.
Mereka memperlihatkan bahwa cahaya di sekitar spektrum biru, sangat
mematikan bagi serangga seperti nyamuk dan lalat buah. Pada eksperimen,
peneliti Masatoshi Hori, Kazuki Shibuya, Mitsunari Sato, dan Yoshino Sato
menggunakan tiga jenis serangga. Lalat buah, nyamuk, dan kumbang. Mereka,
kemudian memberikan beragam intensitas warna cahaya, pada beberapa tingkat
perkembangan dari telur hingga dewasa. Mereka menemukan dampak cahaya
berdasarkan panjang gelombangnya. Mereka menemukan bahwa ultraviolet
dengan panjang gelombang 378 nanometer hingga biru kehijauan, 508 nanometer,
dapat membunuh serangga. Sementara warna merah dan kuning tidak memiliki
efek sama sekali. Menariknya, dampak cahaya pada serangga bervariasi
tergantung spesiesnya. Lalat buah mati dengan cahaya yang memiliki panjang
gelombang di bawah 467 nanometer, sedangkan nyamuk lebih lemah pada cahaya
dengan panjang gelombang 417 nanometer. Berdasarkan grafik panjang
gelombang, warna biru sangat efektif untuk membasmi lalat buah, sedangkan
ultraviolet cocok untuk membunuh nyamuk.
Peneliti menjelaskan, cahaya itu sendiri tidak mematikan. Namun, cahaya
dapat menstimulasi produksi molekul, yang disebut reactive oxygen
species (ROS). Molekul itu akan merusak sel, mengakibatkan kerusakan jaringan
yang signifikan pada serangga, dan menyebabkan kematian.
13

4.2 Pengaruh Sensor Ultrasonik Terhadap Hama

Tikus, walang sangit, wereng, tungau, dan ulat merupakan hewan


pengganggu bagi perumahan dan industri, bahkan digolongkan menjadi hama
pertanian. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membasmi atau mengusir
mereka yaitu dengan menggunakan perangkap, racun, atau memelihara predator
alami. Usaha tersebut bermanfaat, tetapi mengandung resiko yang dapat
membahayakan atau bahkan mengganggu pemakainya. Alternatif lain yang dapat
digunakan untuk mengusir mereka adalah menggunakan gelombang.
Baroch (2002) melakukan penelitian menggunakan alat pengusir tikus
dengan gelombang elektromagnetik dan hasilnya menunjukkan bahwa tingkah
laku tikus yang terkena alat tersebut berubah dan cenderung menjauh dari alat.
Selain gelombang elektromagnetik, gelombang ultrasonik juga dapat digunakan
untuk mengusir tikus. Tikus merupakan salah satu hewan yang peka terhadap
gelombang ultrasonik karena tikus memiliki jangkauan pendengaran antara 5-60
KHz (H. E. Heffner and R. E. Heffner 2007). Co ntoh penggunaan gelombang
ultrasonik sering dilakukan oleh para petani dengan menggunakan jangkrik untuk
mengusir tikus sawah. Tito, Bagyo, and Chomsin (2011) melakukan penelitian
mengenai pengaruh gelombang ultrasonik jangkrik terhadap tikus sawah. Hasil
yang diperoleh adalah gelombang tersebut dapat menimbulkan perubahan pola
perilaku makan pasif dan gerak tikus sawah. Tetapi, tingkat frekuensi yang
dikeluarkan oleh jangkrik tidak konstan sehingga hasilnya tidak bisa maksimal.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Simeon, Mohammed, dan Adebayo(2013)
dengan membuat alat pengusir tikus dengan berbasis rangkaian elektronika. Alat
tersebut dapat mengeluarkan variasi frekuensi acak antara 31-105 KHz dengan
efisiensi frekuensi rata-rata sebesar 86,5%. Kesimpulan dari penelitiannya adalah
alat tersebut memiliki potensi untuk mengusir tikus dan hama lainnya. Kinerja
dari alat dapat ditingkatkan, misalnya dengan menggunakan mikrokontroler dan
sensor ultrasonik untuk mengirimkan suara pada pita frekuensi yang khusus.
Penelitian tentang penggunaan gelombang ultrasonik untuk mengusir hewan
yang peka terhadap gelombang ultrasonik sebenarnya sudah pernah dilakukan
oleh Bhadriraju (2001). Penelitian Bhadriraju (2001) menggunakan 9 tipe
serangga, 5 alat pengusir serangga ultrasonik komersil dengan karakteristik suara
yang berbeda, 1 alat generator ultrasonik dan 3 tempat percobaan yang berbeda.
Hasil terbaik diperoleh pada hewan ngengat dan penelitian tersebut juga
menyimpulkan bahwa jumlah hewan yang terusir bukanlah satu-satunya kriteria
untuk mengevaluasi efektivitas ultrasonik.
14

Gambar 7. Ilustrasi alat pengusir hama APUK (Anti Pest Ultra Kit) dengan
penerapan gabungan antara sensor ultrasonik dan lampu ultraviolet
15

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan pembuatan panel surya sederhana dari plat tembaga
oksida sebagai sumber energi ternyata mampu menghasilkan daya listrik sebesar
0,589 Watt hingga 4,85 Watt per m2 sehingga cukup dibutuhkan sekitar 4 panel
surya untuk digabungkan dengan lampu ultraviolet untuk menarik perhatian
hama beberapa serangga agar segera mendekat dan terjebak dalam box, serta
digabung dengan sensor ultrasonik adalah untuk membuat pendengaran hama
menjadi kacau dengan menggunakan frekuensi di atas 20 KHz, yang kami
perkenalkan sebagaialat pengusir hama APUK (Anti Pest Ultra Kit) sehingga
dapat disimpulkan bahwa alat pengusir hama APUK (Anti Pest Ultra Kit) dapat
diterapkan sebagai alat pengusir hama berbasis panel surya yang ramah
lingkungan.

5.2 Saran

Kemampuan alat ini bergantung dari intensitas cahaya yang diterima oleh
rangkaian panel suryanya, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
optimasi rangkaian panel suryanya sehingga didapatkan daya listrik yang lebih
maksimal. Selain itu variasi penerapan gelombang ultrasonik dan lampu
ultraviolet dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan.
16

DAFTAR PUSTAKA

Angriawan, Bugi. 2015. Pembasmi Hama Menggunakan Gelombang Ultrasonik


dengan Memanfaatkan Panel Surya (Solar Cell). Tugas Akhir, Fakultas
Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Anonim1 . 2010. Cahaya Biru Efektif Basmi Serangga. Dikutip dari
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/568130-cahaya-biru-efektif-basmi-
serangga.
Anonim2 . 2013. Jenis Hama Penganggu Tanaman. Dikutip dari
http://www.petanihebat.com /2013/12/5-jenis- hama-pengganggu-
tanaman.html.
Baroch, John. 2002. Laboratory Evaluation of the Efficacy of the Pest-A-
Cator/Riddex System to Exclude Wild Mice. Genesis Laboratories,Inc:
Global Instruments,Ltd. URL: http://greenshiled.com/ download/2002-
Genesis-Labs.pdf.
Bhadriraju, S. 2001. Ultrasound and Arthropod Pest Control: Hearing is
believing! Kansas State University. URL: http://www.ksre.ksu.edu/
grsc%20subi/Research/archives.
Chenni, R. , Makhlouf, M., Kerbache, T., and Bouzid, A. 2007. A Detailed
Modeling Method for Photovoltaic Cells. Amsterdam. Journal of Energy.
Volume 32, Issue 9, pp. 17241730.
Esomar, Kinardi dan Adjis. 1997. Pelajaran fisika SMU jilid 1A untuk kelas 1:
tengah tahun pertama. Jakarta: Erlangga.
Heffner,HenryE. and RickyeE. Heffner. 2007.Hearing Range of Laboratory
Animals. In: Journal of the American Association for Laboratory Animal
Science 46.1, pp. 11–13. URL:
http://laboratoryofcomparativehearing.com/uploads/21.JAALAS%20Revis
ed.pdf
Kusnaedi. 1999. Pengendalian Hama tanpa Pestisida. Jakarta. Penebar Swadaya.
Pucar, M. D., Despic, A. R. 2002. The Enhancement of Energy Gain of Solar
Collectors and Photovoltaic Panels by The Reflection of Solar Beams.
Amsterdam. Journal of Energi, Volume 27, Issue 3, pp. 205-223.
Rahmita Febi, Haryanto Amanu, Dwi Arie Sandi, Awan Sastra. 2011. Rancangan
Rangkaian Elektronik Pengusir Hama Tikus dan Serangga Pada
Tanaman Kelapa Sawit. PS Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Bengkulu,
Bengkulu.
Rif’an, Sholeh H. P., Mahfudz Shidiq, Rudy Yuwono, Hadi Suyono, dan Fitriana
S. 2012. Optimasi Pemanfaatan Energi Listrik Tenaga Matahari di
Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya. Jurnal EECCIS Vol. 6, No.
1, Juni 2012.
Sastrodiharjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. ITB, Bandung.
17

Simeon, M, A.S Mohammed, and S.E Adebayo. 2013.


DevelopmentandPreliminaryTestingPestReppeler with Automatic
Frequency Variation. In: International Journal of Enggineering Science
Invention 2.1. URL: http://www.ijesi.org/papers.
Tito, I, R Bagyo, dan S Chomsin. 2011. Pengaruh Gelombang Ultrasonik
Jangkrik (Acheta domesticus) terhadap Pola Perilaku Makan Pasif dan
Gerak Pasif Tikus Sawah (Rattusargentiventer).In:J-PAL 1.2, pp. 72–139.
URL: http://repository. ub.ac.id.
Youness, S., Claywell, R., and Muneer, T. 2005. Quality Control of Solar
Radiation Data: Present Status and Proposed New Approaches,
Amsterdam. Journal of Energi, Volume 30, Issue 9, pp. 1533-1549.
18

LAMPIRAN

DATA LENGKAP PESERTA

1. Nama : Rafika Sekar Nur Islami


TTL : Surabaya, 6 September 2001
No. Hp : 087854296599
Email : rafikasekarislami@gmail.com

2.
3. Nama : Ivenna Salsa Windika
TTL : Surabaya, 6 April 2001
No. Hp : 081217647738
Email : ivennawindika93@gmail.com

4. Nama : Annisa Cindy Maurina


TTL : Malang, 30 Oktober 2001
No. Hp : 087853404145
Email : annisacm6@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai