1.2 TUJUAN
Mengetahui Keadaan Kejadian Luar Biasa (KLB) Yang Terjadi Di Kabupaten
Asmat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 PENYEBABNYA
Menurut penuturan Pastor John Jonga, salah satu imam di Wamena
dalam acara Papua Lawyers Club (31 Januari 2018) bahwa kasus wabah Asmat
mencerminkan tidak adanya negara dalam penderitaan orang Papua. Hal ini
menunjukkan bahwa beberapa warga tidak menggunakan hasil pembangunan
dan kemakmuran yang berarti masih banyak masyarakat yang tidak menerima
nutrisi yang cukup.
Anak-anak yang mengalami gizi buruk di daerah ini dapat dikategorikan
ke dalam jenis marasmus yaitu kondisi terburuk dari kekurangan gizi pada anak-
anak dan bayi, ditandai dengan: mata cekung dan berkerut, mulut kering,
menonjol tulang rusuk karena menipisnya lemak.
Menurut Penelitian Cahyo (2018)3 terdapat beberapa penyebab terjadinya
penyakit campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat ini, sebagai berikut:
1) Perubahan gaya hidup masyarakat dalam hal konsumsi.
Perubahan pola konsumsi dari yang dahulu mengkonsumsi sagu
sebagai sumber utama karbohidrat, serta hidup berburu dengan menangkap
ikan di rawa-rawa mengalami perubahan dengan mengkonsumsi makanan
yang disediakan oleh pasar. Mereka kebanyakan mengkonsumsi beras raskin
dan tidak lagi mengolah sagu.
Seperti yang dinyatakan oleh Pastor Rangga (2018), dana desa hanya
sebentar ada di masyarakat karena setelah itu akan mengalir kembali ke
pedagang atau ke kota-kota besar di mana barang-barang yang diimpor.
Malnutrisi dapat terjadi ketika orang mengkonsumsi raskin atau mie instan
berulang kali bahwa makanan baru instan tidak dapat membentuk ketahanan
fisik masyarakat
2) Pelayanan Kesehatan yang Relatif Miskin di Papua, khususnya dipedesaan
Dibeberapa tempat di papua terdapat mitos ketika sakit yang dibawa
ke Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas), ia akan mati lebih cepat
daripada mereka yang tidak dibawa ke tempat. Kenapa? Hal ini disebabkan
obat-obatan kadaluarsa atau jarum yang tidak steril dan kurangnya tenaga
kesehatan di desa-desa. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat di daerah
terpencil Papua harus takut imunisasi oleh puskesmas.
Sebenarnya banyak infrastruktur puskesmas di pusat ibukota
kecamatan atau sub-kesehatan di beberapa desa. Namun, bangunan tidak
dilengkapi dengan obat-obatan yang memadai dan tidak dilayani oleh tenaga
medis profesional. Selain itu Dokter dan paramedis lebih memilih untuk
tinggal di ibukota kecamatan atau kota besar lainnya karena lingkungan
yang keras dan kesulitan beradaptasi dengan masyarakat. Mereka datang ke
Papua sebagian tidak dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup tentang
budaya suku-suku di Papua. Beberapa personel medis, bahkan di luar Papua,
menurut catatan JDP-LIPI merasa tidak aman karena intimidasi dari
kelompok sipil bersenjata atau pejuang kemerdekaan Papua bahwa mereka
lebih memilih untuk tinggal di kota dijaga oleh polisi atau tentara (Mereka
datang ke Papua sebagian tidak dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup
tentang budaya suku-suku di Papua) (LIPI,2013).
Tenaga kesehatan terbatas di Kabupaten Asmat sekarang
dikonfirmasi oleh Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek pada tanggal 1
Februari 2018. Menurut beliau, dari 13 Puskesmas di daerah ini, hanya ada
tujuh dokter umum dan satu dokter spesialis. Tidak semua puskesmas yang
umumnya terletak di setiap kabupaten memiliki dokter umum. serta personil
medis lainnya sudah dapat dianggap cukup (Ihsanuddin, 1 Februari 2018).
3) Strategi membangun ketahanan sosial di Suku Asmat
Pastor Neles Tebay, Koordinator Papua Jaringan Perdamaian, di
Papua Lawyers Club (31 Januari 2018) Menyarankan bahwa wabah Asmat
adalah serangkaian epidemi yang terjadi di Papua sejak dua tahun lalu.
Pastor juga mengatakan bahwa ketahanan sosial Papua relatif rendah
dibandingkan dengan masyarakat luar. Ketahanan sosial yang dimaksud
ialah fasilitas kesehatan dan infrastruktur, serta pendidikan di pemukiman
transmigrasi atau migran, jauh lebih memadai dibandingkan di desa-desa
Papua. Misalnya, kompleks transmigrasi di kabupaten Merauke atau Keerom,
mereka memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dengan dokter
yang lebih memadai bersama dengan tenaga medis dan peralatan kesehatan
dan obat-obatan. Mereka juga disertai dengan berbagai fasilitas sekolah
dasar ke tingkat menengah atas dengan fakultas yang memadai dan
profesional. Hal ini sering menyebabkan diskriminasi dalam pelayanan
kebutuhan dasar antara orang Papua dan pendatang baru. Dalam jangka
panjang, ketahanan masyarakat luar akan jauh lebih baik dari orang Papua
yang harus menjadi tuan di negeri sendiri.
Selama ini pemerintah selalu menganggap kekurangan tenaga medis,
obat-obatan, biaya transportasi, medan yang sulit, dan rendahnya kesadaran
warga Papua untuk hidup sehat, lingkungan hunian haram selalu penyebab
utama kematian massal Papua. Tetapi menurut Pastor Neles menyatakan
bahwa penyebab ini dikarenakan kurangnya kemampuan mereka sendiri
untuk menangani kekurangan gizi serta diharapkan kejadian tersebut tidak
harus selalu terulang dalam peristiwa kematian massal di masa mendatang.
4) Keterlibatan Pemerintah
Militer merupakan masalah yang paling sulit diwilayah tersebut.
dikerahkan beberapa pasukan untuk menangani gizi buruk di Kabupaten
Asmat. Mereka paling siap sumber daya manusia dan kemampuan untuk
menavigasi medan kasar, dan bisa digunakan untuk misi kemanusiaan. Di
satu sisi kehadiran mereka untuk memberikan bantuan darurat kepada para
korban gizi buruk di Asmat memang diperlukan. Tapi sebaliknya, militer
adalah ikon kolonialisme yang menumbuhkan rasa tidak aman untuk
beberapa orang Papua. Menurut Pastor John Djonga, Papua umumnya masih
memiliki kenangan buruk dari kehadiran pasukan keamanan Indonesia,
pasukan keamanan yang melekat akan citra kerasnya ialah TNI-Polri.
Mereka memiliki trauma yang berpengalaman ketika Papua menjadi Daerah
Operasi Militer (DOM). Bahkan, ketika mereka mendapat obat dari anggota
TNI, mereka takut untuk mengambilnya. Hal ini menunjukkan bahwa
kekerasan traumatis psikologis di masa lalu.
5) Sulitnya Infrastruktur dan Transportasi
Transportasi adalah tantangan yang paling rumit bagi warga Asmat.
Tanpa infrastruktur yang baik, baik di darat dan di sungai, tidak mungkin
bahwa tenaga kesehatan dapat digunakan untuk desa-desa terpencil dan
sebaliknya tidak mungkin bagi masyarakat untuk mencapai pusat-pusat
kesehatan masyarakat di kabupaten modal, yang mengambil jam untuk satu
hari. Hal ini disebabkan karena sebagian tanah papua merupakan daerah
pesisir atau rawa-rawa yang tidak memiliki akses darat yang baik. Hanya
papan kayu yang digunakan sebagai jalan utama dari satu rumah ke rumah
lainnya. Papan kayu yang disusun membentuk jalur kecil di atas rawa-rawa
atau sungai. Hal ini membuat Agats Kampung dikenalsebagai kabupaten
pada papan kayu.
Panjang perjalanan dari satu desa ke yang berikutnya dengan perahu
mesin bertenaga mencapai dua sampai tiga jam. Misalnya, dari Agats ke
desa Ambisu, Kabupaten ATSI, terletak di tepi Laut Arafura. Setelah tiba di
sana, tim mendapat Ambisu Auxiliary Puskesmas. Ada banyak anak-anak
yang ditemukan yang menderita campak dan malnutrisi, suhu tubuh tinggi,
tubuh sangat kurus dengan tulang rusuk menonjol.
Hanya terdapat satu rumah sakit saja di Agats dengan kondisi yang
tidak memadai, maka pengobatan yang lebih memadai hanya bisa dilakukan
di rumah sakit terdekat di Timika Town. transportasi yang diperlukan adalah
pesawat dalam jarak 20 menit. Biaya yang diperlukan untuk menyewa
sebuah pesawat kecil untuk pergi bolak-balik akan sebanyak 15 juta rupiah
(Abdulsalam, 1 Februari 2018)
6) Higienis dan Ketersediaan air bersih
Temuan di lapangan membuktikan bahwa sumber bahan makanan
bukanlah menjadi masalah, karena di Atsj dan Asmat secara umum banyak
ditemukan sumber bahan makanan yang bergizi dan memenuhi kebutuhan.
Masalah yang utama ialahhigiene dan sanitasi yang tidak mendukung, serta
ketersediaan air bersih yang hanya mengandalkan air hujan karena wilayah
Asmat berada diatas rawa dan sungai yang ada tidak layak minum. Dan
walaupun ada salah satu desa yang bisa mengandalkan air dari sumur tetapi
warna air tersebut keruh dan diduga terdapat banyak mikroba yang
berbahaya bagi warga jikalau dikonsumsi.
7) Rendahnya Pendidikan Masyarakat
Yang menjadi masalah adalah kesalahan masyarakat cara mengelola
sumber makanan, pola asuh anak dan perawatan anak saat sakit. Pendidikan
masyarakat yang rendah membuat mereka tidak tahu bagaimana mengatur
memberikan pendidikan kesehatan terhadap anak-anaknya dengan baik dan
benar, karena mayoritas pendidikan terakhir dari masyarakat ialah lulusan
SD bahkan ada yang tidak lulus SD.
3.2 SARAN
Pemerintah harus lebih memfokuskan lagi masalah ini, karna masalah ini
memiliki dampak yang cukup besar bagi kemajuan bangsa indonesia, pemerintah
juga harus bekerja sama dengan pihak pihak yang memiliki wewenang untuk
melakukan program program untuk menyelesaikan masalah ini sehingga masalah
gizi buruk dan campak yang menjadi KLB di suku Asmat dapat tertangani.
DAFTAR PUSTAKA
2. Kesehatan, K., Indonesia, R., Asmat, K. & Pohan, F. J. Klb campak dan masalah
gizi buruk cepat dipulihkan. 1–2 (2019).
4. Respons, T., Pgi, A. & Atsj, D. Laporan Assessment & Pelayanan Kesehatan. 1–
25 (2018).