Anda di halaman 1dari 13

1.

1 Struktur Penduduk
Distribusi penduduk Indonesia sangat tidak merata, baik menurut wilayah geografis,
laju pertumbuhan penduduk (tingkat fertilitas dan mortalitas), maupun menurut struktur
usia. Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan persebaran penduduk secara geografis
sejak dahulu hingga sekarang adalah persebaran atau distribusi penduduk yang tidak merata
antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Penyebab utamanya adalah keadaan tanah dan
lingkungan yang kurang mendukung bagi kehidupan penduduk secara layak. Ditambah lagi
dengan kebijakan pembangunan di era Orde Baru yang terpusat di Pulau Jawa yang
menyebabkan banyak penduduk yang tinggal di luar Pulau Jawa bermigrasi dan menetap di
Pulau Jawa. Ini menyebabkan kepadatan Pulau Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
kepadatan penduduk di pulau-pulau lain.
Informasi tentang distribusi penduduk secara geografis dan terpusatnya penduduk di
satu tempat memungkinkan pemerintah mengatasi kepadatan penduduk (yang umumnya
disertai dengan kemiskinan) dengan pembangunan dan program-program untuk mengurangi
beban kepadatan penduduk atau melakukan realokasi pembangunan di luar Pulau Jawa atau
relokasi penduduk untuk bermukin di tempat lain.
a. Sebaran per Wilayah Geografis
Lebih dari 132 juta orang (atau sekitar 55 persen penduduk Indonesia) pada
tahun 2008 yang berjumlah sekitar 240 juta orang bermukim di Pulau Jawa dan Madura,
sedangkan luas wilayah pulau itu sendiri hanyalah 132.186 (atau hanya sekitar 6,7
persen dari luas wilayah Indonesia sekitar 1.919.317 ). Kepadatan penduduk di
Pulau Jawa dan Madura rata-rata untuk tahun 2008 adalah sekitar 1000 orang per
. Pulau Sumatera dengan luas wilayah 473.481 km2 mempunyai jumlah penduduk pada
tahun 2008 sebanyak 48,6 juta orang atau kepadatan penduduknya sekitar 100 orang
per km2. Pulau Sulawesi, dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak
16.703.900 orang dan luas pulau 189.216 , mempunyai kepadatan penduduk hanya
sekitar 88 orang per . Pulau Kalimantan dengan jumlah penduduk tahun 2008
sebesar 13 juta orang dan luas pulau 539.460 , mempunyai kepadatan penduduk
per hanya sekitar 25 orang per . Pulau-pulau lainnya mempunyai kepadatan
penduduk yang lebih kecil dari Pulau Jawa dan Madura, Pulau Sumatera, Pulau
Sulawesi. Papua barat, misalnya hanya mempunyai kepadatan penduduk sekitar 5 orang
per . Sebaran penduduk Indonesia pada tahun 2008 pada berbagai pulau disajikan
pada tabel 1 berikut, dimana tabel ini menunjukkan dengan jelas terjadi distribusi
penduduk yang sangat timpang antar pulau.
Pulau Jumlah (000 orang) Persen
Pulau Sumatera 48.641,1 20,22
Pulau Jawa dan Madura 132.725,3 55,17
Pulau Bali 3.510,2 1,46
Kepulauan Nusa Tenggara 8.863,8 3,68
Pulau Kalimantan 13.371,7 5,56
Pulau Sulawesi 16.703,9 6,94
Kepulauan Maluku 2.263,6 0,94
Pulau Papua 2.699,5 1,12
Lain-lain 11.780,8 4,91
Indonesia 240.559,9 100,00

b. Tren Tingkat Kelahiran dan Kematian


Secara kuantitatif, tingkat pertambahan penduduk (rate of population increase)
dihitung atas dasar persentase kenaikan relative (atau persentase penurunan, yakni
dalam kasus pertambahan penduduk yang negatif) dari jumlah penduduk neto per tahun
yang bersumber dari pertambahan alami (natural increase) dan migrasi internasional
neto (net international migration). Adapun yang dimaksud dengan pertambahan alami
adalah selisih antara jumlah kelahiran dan kematian, atau istilah teknisnya, selisih
antara tingkat fertilitas dan mortalitas. Sedangkan migrasi internasional neto adalah
selisih antara jumlah penduduk yang beremigrasi dan berimigrasi. Dibandingkan
dengan pertambahan alami, faktor migrasi internasional neto ini relative terabaikan
(kecil bagi satu negara). Dengan demikian laju pertambahan penduduk hampir
sepenuhnya dihitung berdasarkan atas pertambahan alami, yakni selisih antara tingkat
kelahiran dan tingkat kematian.
Data penduduk dunia menunjukkan bahwa tingkat kelahiran selalu lebih tinggi
daripada tingkat kematian, sehingga di negara manapun di dunia ini terjadi
pertumbuhan penduduk; hanya saja pertumbuhan penduduk di negara sedang
berkembang lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk di negara maju. Kedua
besaran demografi ini mempunyai kecenderungan untuk menurun dan data penduduk
dunia menunjukkan bahwa penurunan tingkat kematian terjadi lebih dahulu, kemudian
baru diikuti oleh penurunan tingkat kelahiran. Dewasa ini, baik tingkat kelahiran
maupun tingkat kematian telah sama-sama mengalami penurunan (tidak lagi penurunan
tingkat kematian lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh penurunan tingkat
kelahiran).
Penyebab utama kematian bayi dan anak adalah penyakit menular (termasuk
muntah berdarah), pneumonia, dan penyakit masa kanak-kanak seperti kekurangan gizi.
Disamping itu, seorang anak yang menderita salah satu penyakit itu, sangat mudah
menularkan penyakit yang dideritanya kepada anak lain. Gizi yang lebih baik dan
lingkungan yang lebih sehat sangat diperlukan untuk mengurangi penyebab kematian
bayi dan anak. Sebab-sebab kematian dewasa yang paling menonjol adalah
tuberkulosis, pneumonia, penyakit perut menular, penyakit perut karena parasit,
penyakit jantung, komplikasi sejak lahir, kecelakaan lalu lintas dan lain-lain.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa program Keluarga Berencana (penggunaan
alat-alat kontrasepsi) memegang peranan yang sangat penting dalam penurunan tingkat
fertilitas. Hal ini jelas, karena kelahiran dapat dicegah. Selain itu telah terjadi perubahan
pola-pola perkawinan, yakni meningkatnya usia kawin pertama, bertambahnya jumlah
wanita yang tidak kawin, yang diimbangi dengan menurunnya jumlah perceraian.
c. Struktur Usia dan Beban Ketergantungan
Keterangan atau informasi tentang penduduk menurut umur yang terbagi dalam
kelompok umur lima tahunan, sangat penting dan dibutuhkan berkaitan dengan
pengembangan kebijakan penduduk terutama berkaitan dengan pengembangan sumber
daya manusia. Jumlah penduduk yang besar dapat dipandang sebagai beban sekaligus
juga modal dalam pembangunan.
Dengan mengetahui jumlah dan persentase penduduk di tiap kelompok umur,
dapat diketahui berapa besar penduduk yang berpotensi sebagai beban. Juga dapat
dilihat berapa persentase penduduk yang berpotensi sebagai modal dalam
pembangunan, yaitu penduduk usia produktif. Selain itu, dalam pembangunan
berwawasan gender, penting juga mengetahui informasi tentang berapa jumlah
penduduk perempuan terutama yang termasuk dalam kelompok usia reproduksi (usia
15-49 tahun), partisipasi penduduk perempuan menurut umur dalam pendidikan, dalam
pekerjaan, dan lain-lain.
Hampir 40 persen penduduk di negara-negara berkembang terdiri dari anak-
anak berusia di bawah 15 tahun, sedangkan di negara-negara maju jumlah generasi
mudanya hanya sekitar 20 persen dari jumlah total penduduknya. Di negara-negara
yang mempunyai struktur usia penduduknva seperti itu, rasio ketergantungan pemuda
(youth dependency ratio), yakni perbandingan antara pemuda berusia di bawah 15
tahun yang tentunya belum memiliki pendapatan sendiri, dengan orang-orang dewasa
yang aktif atau produktif secara ekonomis berusia 15 tahun hingga 64 tahun - sangat
tinggi. Hal ini berarti angkatan kerja di negara-negara berkembang harus menanggung
beban hidup anak-anak mereka yang besarnya hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan angkatan kerja di negara-negara kaya. Sebagai contoh, di Swedia dan Inggris,
jumlah kelompok usia kerjanya (15-64 tahun) hampir mencapai 65 persen dari total
penduduk. Penduduk usia kerja ini hanya berkewajiban menanggung beban hidup anak-
anak yang jumlahnya 18 persen dan 19 persen saja dari total penduduknya di masing-
masing negara itu.

Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 2015 jumlah penduduk


Indonesia pada 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Menurut jenis kelamin,
jumlah tersebut terdiri atas 134 juta jiwa laki-laki dan 132,89 juta jiwa perempuan.
Indonesia saat ini sedang menikmati masa bonus demografi di mana jumlah penduduk
usia produktif lebih banyak dari usia tidak produktif, yakni lebih dari 68% dari total
populasi.
Adapun penduduk dengan kelompok umur 0-14 tahun (usia anak-anak)
mencapai 66,17 juta jiwa atau sekitar 24,8% dari total populasi. Kemudian penduduk
kelompok umur 15-64 tahun (usia produktif) sebanyak 183,36 juta jiwa atau sebesar
68,7% dan kelompok umur lebih dari 65 tahun (usia sudah tidak produktif) berjumlah
17,37 juta jiwa atau sebesar 6,51% dari total populasi.
Rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk Indonesia pada tahun ini
mencapai 45,56%. Artinya setiap 100 orang yang berusia produktif (angkatan kerja)
mempunyai tanggungan 46 penduduk tidak produktif (usia 0-14 tahun ditambah usia
65 tahun ke atas). Semakin tinggi rasio ketergantungan mengindikasikan semakin berat
beban yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif untuk membiayai hidup
penduduk tidak produktif.
d. Penduduk Muda dan Penduduk Tua
Klasifikasi penduduk menurut umur dapat digunakan untuk mengetahui apakah
penduduk di satu negara termasuk berstruktur umur muda atau tua. Penduduk satu
negara dianggap penduduk muda apabila penduduk usia di bawah 15 tahun mencapai
sebesar 40 persen atau lebih dari jumlah seluruh penduduk. Sebaliknya penduduk
disebut penduduk tua apabila jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas di atas 10 persen
dari total penduduk.
Satu bangsa yang mempunyai karakteristik penduduk muda akan mempunyai
beban besar dalam investasi sosial untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar bagi
anak-anak di bawah 15 tahun ini. Dalam hal ini pemerintah harus membangun sarana
dan prasarana pelayanan dasar mulai dari perawatan ibu hamil dan kelahiran bayi, bidan
dan tenaga kesehatan lainnya, sarana untuk tumbuh kembang anak termasuk
penyediaan imunisasi, penyediaan pendidikan anak usia dini, sekolah dasar termasuk
guru-guru dan sarana sekolah yang lain.
e. Momentum Pertumbuhan Penduduk yang Tersembunyi
Pertambahan penduduk mempunyai kecenderungan inheren untuk terus melaju;
seolah-olah laju pertumbuhan penduduk tersebut mempunyai satu daya tarik internal
yang kuat dan tersembunyi. Dalam kasus pertumbuhan penduduk, daya gerak tersebut
agaknya akan dapat berlangsung terus sampai beberapa dekade kemudian setelah angka
kelahiran mengalami penurunan yang cukup berarti.
Ada dua alasan pokok yang melatarbelakangi keberadaan daya gerak
tersembunyi itu. Yang pertama tingkat kelahiran itu sendiri tidak mungkin diturunkan
hanya dalam sekejap saja. Pengalaman menunjukkan bahwa penurunan tingkat
kelahiran secara berarti memerlukan waktu berpuluh-puluh tahun. Itulah sebabnya,
meskipun Indonesia menetapkan upaya-upaya untuk menurunkan laju pertumbuhan
penduduk sebagai prioritas utama, kita tidak akan memperoleh hasil-hasilnya segera.
Selain usaha yang gigih dan berkesinambungan, untuk menurunkan fertilitas sampai
pada tingkat yang diinginkan, prosesnya sendiri memang memerlukan waktu yang
cukup lama.
Sedangkan alasan yang ke dua atas adanya momentum yang tersembunyi
tersebut erat kaitannya dengan struktur usia penduduk Indonesia. Di negara yang
mempunyai tingkat kelahiran tinggi, proporsi jumlah anak-anak dan remaja sering kali
mencapai 50 persen dari jumlah penduduk.

1.2 Analisis Masalah Kependudukan


Masalah kependudukan bisa disebut juga sebagai masalah sosial, karena masalah itu
terjadi di lingkungan sosial atau masyakarat. Masalah tersebut bisa terjadi kapan saja dan
dimana saja, baik di negara maju maupun negara Indonesia. Masalah kependudukan terjadi
karena perkembangan penduduk yang tidak seimbang. Macam-macam masalah
kependudukan, yaitu: pertumbuhan tinggi, struktur tidak favourable, dan ketimpangan
distribusi.
a. Pertumbuhan Tinggi
Ada kalangan yang berpandangan bahwa pertumbuhan penduduk dapat
memberikan kontribusi pada kenaikan penghasilan riil per kapita. Hal ini berlaku di
negara-negara yang sudah maju. Kondisi masyarakat di negara yang sudah maju
memungkinkan dapat melakukan tabungan sebagai modal untuk investasi. Permintaan
baru akan muncul jika terjadi pertambahan penduduk. Hansen (1981) mengatakan
bahwa bertambahnya jumlah penduduk justru akan menciptakan atau memperbesar
permintaan agregatif, terutama investasi.
Keynesian (pengikut aliran Keynes) berpandangan bahwa tambahan penduduk
sekedar sebagai tambahan penduduk saja, tetapi juga berdampak naiknya daya beli.
Selain itu, dengan adanya kenaikan jumlah penduduk, maka akan diiringi adanya
kemajuan, meningkatnya produktivitas tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja.
Secara umum, produktivitas penduduk di negara-negara sedang berkembang adalah
rendah, yang juga berdampak pada rendahnya produksi. Tempat tinggal penduduk di
negara berkembang sebagian besar di desa, dengan mata pencaharian di sektor
pertanian, maka penghasilan yang didapatkan hampir semuanya dikonsumsi, sehingga
tidak ada yang ditabung. Jikapun ada hanya sedikit, yang nantinya akan berdampak
pada investasi yang rendah.
b. Struktur Tidak Merata
Karakteristik penduduk di negara sedang berkembang adalah "expansive".
Kondisi ini terjadi akibat tingkat kelahiran yang tinggi dan tingkat kematian yang
rendah. Hal ini mengakibatkan adanya segolongan besar penduduk usia muda lebih
besar proporsinya daripada golongan penduduk usia dewasa. Dengan adanya tingkat
kelahiran yang tinggi dan tingkat perkembangan penduduk yang cepat di negara-negara
sedang berkembang, maka negara-negara itu akan selalu memiliki struktur penduduk
yang sebagian besar adalah usia muda. Berbeda dengan negara-negara maju. Tahun
1950-an, negara-negara yang sedang berkembang (Asia, Afrika dan Amerika Latin),
memiliki proporsi bahwa 40% atau lebih dari total penduduknya berumur di bawah 15
tahun.
Terkait dengan struktur umur penduduk, dalam literatur kependudukan dikenal
angka beban tanggungan. Konsep ini untuk mengetahui perbandingan antara
banyaknya orang tidak produktif dan orang yang produktif. Orang produktif adalah
penduduk umur 15-65 tahun, sedangkan orang yang tidak produktif adalah penduduk
umur di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun.
Secara umum, di negara sedang berkembang mempunyai angka beban
tanggungan yang tinggi akibat besarnya jumlah penduduk usia muda. Kondisi ini tidak
menguntungkan bagi pembangunan ekonomi, karena:
1) Penduduk golongan usia muda, cenderung untuk memperkecil angka penghasilan
per kapita dan mereka semua merupakan konsumen dan bukan sebagai produsen
dalam perekonomian tersebut.
2) Adanya golongan penduduk usia muda yang besar jumlahnya di suatu negara
berakibat pada alokasi faktor-faktor produksi ke arah investasi sosial, dan bukan
ke investasi modal. Akibatnya, di negara sedang berkembang pertumbuhan
ekonomi cenderung lambat.
c. Ketimpangan Distribusi
Ketimpangan distribusi penduduk berkaitan dengan lokasi dimana penduduk
tersebut tinggal. Insentif ekonomi cenderung menjadi faktor penentu penduduk
bermukim. Daerah dimana memberikan daya tarik ekonomí yang tinggi, disitu
penduduk berada. Kondisi ini kemudian melahirkan apa yang dinamakan dengan
urbanisasi, yang artinya proses perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Tingkat urbanisasi yang tinggi pada umumnya telah dihubungkan dengan
daerah-daerah yang secara ekonomis telah maju dan bersifat industri. Tingkat
urbanisasi ini mempunyai pengaruh dan akibat-akibat yang berbeda di negara-negara
yang sudah maju bila dibandingkan dengan dinegara-negara yang sedang berkembang.
Di negara-negara yang sudah maju hanya sebagian kecil penduduk yang bekerja di
sektor pertanian.
Urbanisasi biasanya terjadi karena adanya tingkat upah yang lebih menarik di
sektor industri (di kota) daripada tingkat upah di desa (sektor pertanian). Untuk negara
sedang berkembang, urbanisasi mengakibatkan ketidakseimbangan perkembangan
ekonomi antar sektor pertanian dan sektor industri. Hal itu terjadi, jika urbanisasi terus
terjadi yang mengakibatkan sektor pertanian kekurangan tenaga kerja. Akhirnya sektor
pertanian pun juga terkena imbasnya. Dengan demikian, ketika sektor pertanian tidak
mampu lagi menyediakan barang atau jasa bagi sektor industri, akibatnya
perkembangan ekonomi akan tergantung dari sektor perdagangan internasional.

1.3 Analisis Masalah Pengangguran, Terbuka dan Tersembunyi


Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama
sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang
yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya
disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan
jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran sering kali
menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas
dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya
kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Pengangguran Terbuka. Pengangguran ini tercipta sebagai akibat lowongan
pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Efek dari keadaan ini di dalam
suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak akan melakukan suatu pekerjaan. Jadi
mereka menganggur secara nyata dan separuh waktu, dan oleh karenanya dinamakan
pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan
ekonomi yang menurun, dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga
kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan sesuatu industri.
Pengangguran Tersembunyi. Pengangguran ini terutama wujud di sektor pertanian
atau jasa. Setiap kegiatan ekonomi memerlukan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja yang
digunakan tergantung pada banyak faktor, faktor yang perlu dipertimbangkan adalah besar
kecilnya perusahaan, jenis kegiatan perusahaan, mesin yang digunakan dan tingkat produksi
yang dicapai. Di banyak negara berkembang sering kali didapati bahwa jumlah pekerja
dalam suatu kegiatan ekonomi adalah lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan supaya
ia dapat menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan
digolongkan dalam pengangguran tersembunyi. Contohnya adalah pelayan restoran yang
lebih banyak dari yang diperlukan dan keluarga petani dengan anggota keluarga yang besar
yang mengerjakan luas tanah yang sangat kecil.

1.4 Analisis Masalah distribusi dan perpindahan penduduk

Perpindahan penduduk (migrasi) dari satu tempat ke tempat lainnya tidak bisa
dihindarkan, baik yang bersifat antar negara maupun internal dalam satu negara. Pada
dasarnya migrasi penduduk merupakan refleksi perbedaan kesejahteraan ekonomi dan
kurang meratanya fasilitas pembangunan antara satu negara/daerah dengan negara/daerah
lain. Penduduk dari negara/daerah yang tingkat kemakmuran ekonominya kurang akan
bergerak menuju ke negara/daerah yang mempunyai tingkat kemakmuran ekonomi yang
lebih tinggi.

Faktor pendorong dan penarik migrasi. Migrasi dipenuhi oleh daya dorong (push
factors) satu wilayah dan daya tarik (pull factors) wilayah lainnya. Adapun faktor-faktor
pendorong (push factors), antara lain, adalah:

1) Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung


lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya
makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian.
2) Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di
wilayah pedesaan yang makin menyempit).
3) Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama dan suku, sehingga mengganggu hak
asasi penduduk di daerah asal.
4) Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan
5) Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang
atau adanya wabah penyakit.
Daya tarik wilayah adalah jika satu wilayah mampu atau dianggap mampu menyediakan
fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi penduduk, baik penduduk di wilayah itu
sendiri maupun penduduk di sekitarnya dan daerah-daerah lain. Adapun faktor-faktor
penarik (pull factors), antara lain, adalah:

1) Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup atau
kesejahteraannya.

2) Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.

3) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya iklim,


perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.

4) Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan


sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.

Secara luas, migrasi diartikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap
dari satu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas
politik/negara (migrasi international). Dengan kata lain, migrasi berarti sebagai
perpindahan yang relatif permanen dari satu daerah (negara) ke daerah (negara) lain.

Migrasi dalam dimensi spasial dan dimensi waktu. Migrasi dikelompokkan


berdasarkan dua dimensi penting, yaitu

a. Dimensi ruang/daerah (spasial)

Dimensi ini dikenal sebagai migrasi internasional dan migrasi internal. Migrasi
Internasional merupakan perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain atau
dari satu benua ke benua lain. Migrasi internal di Indonesia yang penting meliputi
perpindahan penduduk:

1. antar provinsi/kabupaten antar pulau yang dikenal dengan istilah transmigrasi atau
antar provinsi/kabupaten dalam satu pulau, dan

2. dari wilayah pedesaan ke wilayah perkotaan yang disebut urbanisasi, atau


sebaliknya dari kota ke pinggir kota dan pedesaan (deurbanisasi).

Transmigrasi. Istilah transmigrasi baru dipergunakan pada awal 1946 oleh


pemerintah Republik Indonesia sebagai satu kesadaran bersama untuk memanfaatkan,
mengolah, dan mengembangkan seluruh potensi sumber daya bangsa sebagai
pengamalan Pancasila. Dalam perspektif pembangunan nasional, dapat dikatakan
sebagai derivatif dari cita-cita kemerdekaan dalam mengelola dan mengembangkan
sumber daya bangsa yang berorientasi pada pengembangan wilayah yang
diintegrasikan dengan penataan penyebaran penduduk. Jadi sejak awal kemerdekaan
gagasan besar transmigrasi diarahkan pada upaya pemanfaatan, pengolahan, dan
pengembangan potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia. Demikian
programnya disusun dan terus dijalankan sampai sekitar masa krisis di tahun 1997.

Kontribusi transmigrasi terhadap pertumbuhan dan pembangunan wilayah


tujuan perpindahan penduduk (terutama di luar pulau Jawa). Di daerah tujuan,
transmigrasi telah berhasil membuka area produksi baru di bidang petanian tanaman
pangan, perkebunan, serta perikanan. Di daerah asal, program transmigrasi telah
menampung jutaan orang yang menghadapi persoalan akibat keterbatasan peluang kerja
dan berusaha, di samping membantu suksesnya penataan lingkungan seperti
pembangunan waduk raksasa Gajah Mungkur di Wonogiri, dan waduk Mrica di Jawa
Tengah, waduk Saguling di Jawa Barat dan bandara udara internasional Sukarno-Hatta.

Urbanisasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk ke wilayah perkotaan


dari wilayah pedesaan disekitarnya, lain provinsi atau lain pulau. Aliran perpindahan
penduduk dari daerah pedesaan ke kota sangat dirasakan ada masa/setelah revolusi
Industri di Inggris pada pertengahan abad 19. Keadaan di Indonesia hampir sama
dengan keadaan di Inggris dan Eropa Barat setelah revolusi industri, bahwa masyarakat
pedesaan berbondong-bondong datang ke kota besar. Keadaan tersebut mulai terasa
sejak awal Orde Baru, misalnya perkembangan kota Batavia menjadi Jakarta sebagai
pusat perdagangan dan pusat pemerintahan.

Aliran sebaliknya dari kota ke pedesaan disebut deurbanisasi. Istilah ini muncul
di Amerika Serikat dan kota-kota besar di Eropa Barat, ketika kota-kota besar sudah
begitu padat sehingga pasangan muda tidak nyaman bermukim di pusat kota. Mereka
memilih bermukim di pinggir-pinggir kota, dan hal yang demikian ini diikuti oleh
banyak orang sehingga dianggap sebagai aliran penduduk yang bermukim di pinggir
kota. Misalnya, di Jakarta telah banyak yang memilih untuk tinggal di Bogor dan daerah
sekitarnya dan pergi tiap hari bekerja di Jakarta.

b. Dimensi waktu

Dimensi waktu berarti perpindahan penduduk ke tempat lain dengan tujuan menetap
dalam waktu enam bulan atau lebih. Jenis migrasi dalam dimensi waktu yang paling
umum adalah migrasi sirkuler atau musim dan migrasi ulang-alik (commuter
migration). Migrasi sirkuler adalah penduduk yang berpindah tempat tetapi tidak
bermaksud menetap di tempat tujuan, biasanya orang yang masih mempunyai keluarga
atau ikatan dengan tempat asalnya. Misalnya seperti tukang becak, kuli bangunan, dan
pengusaha warung Tegal yang sehari-harinya mencari nafkah di kota dan pulang ke
kampungnya setiap bulan atau beberapa bulan sekali. Sedangkan migrasi ulang-alik
adalah orang yang pergi meninggalkan tempat tinggalnya secara teratur, pergi ke tempat
lain untuk bekerja, berdagang, sekolah, atau kegiatan-kegiatan laiinnya, dan pulang ke
tempat asalnya secara teratur pula. Migrasi ulang-alik biasanya menyebabkan jumlah
penduduk di tempat tujuan lebih banyak pada waktu tertentu, misalnya jumlah
penduduk Jakarta pada siang harinya diperkirakan mencapai 11-12 juta orang,
sedangkan jumlah penduduk di malam hari hanya sekitar 7-8 juta orang.

Kriteria migrasi. Terdapat beberapa kriteria seseorang agar dia bisa disebut
sebagai migran, ada yang dikenal dengan migrasi seumur hidup, migrasi risen, dan
migrasi total.

Migrasi seumur hidup (Life Time Migration), apabila seseorang bertempat


tinggal pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada waktu
mereka lahir. Migrasi risen (recent migration), apabila tempat tinggalnya pada saat
pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada waktu lima tahun
sebelumnya. Sedangkan migrasi total (total migration), apabila seseorang pernah
bertempat tinggal di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal pada waktu
pengumpulan data.

Kriteria migrasi risen (ricent migration) lebih mencerminkan dinamika spasial


penduduk antar daerah daripada migrasi seumur hidup (life time migration) yang relatif
statis. Sedangkan migrasi total tidak memasukkan batasan waktu antara tempat tinggal
sekarang (waktu pencacahan) dan tempat tinggal terakhir sebelum tempat tinggal
sekarang. Akan tetapi migrasi total biasa dipakai untuk menghitung migrasi kembali
(return migration).

DAFTAR PUSTAKA

Nehen, Ketut. 2018. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press.

Pujoalwanto, Basuki. 2014. Perekonomian Indonesia Tinjauan Historis, Teoritis, dan Empiris.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. 2015. Kajian Kependudukan. Diakses
pada 28 September 2019.
(http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/Publikasi/Kajian%20dan%20artikel/Kajian%20Ke
pendudukan.pdf)

Anda mungkin juga menyukai