Anda di halaman 1dari 17

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

Mata Kuliah : Hukum Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular


Dosen : Dr. drg. Djoko Supriyanto, M.Hum
Nama Mahasiswa : Suluh Seniorita Dewi
NIM : 15/387631/PHK/08738
Prodi : Magister Hukum Kesehatan

1. PROGRAM PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN HIV-AIDS YANG


DIKOLABORASIKAN DENGAN PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN
TUBERCULOSIS DI KABUPATEN TANAH LAUT, PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN
a. Situasi TB dan HIV di Kabupaten Tanah Laut
- Gambaran umum dan keadaan lingkungan
Secara geografis Kabupaten Tanah Laut terletak paling selatan di
Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Pelaihari, yang dibatasi:
sebelah Barat dan Selatan oleh Laut Jawa, sebelah Timur oleh Kabupaten
Tanah Bumbu dan sebelah Utara oleh Kabupaten Banjar dan Kota
Banjarbaru.
Secara astronomis Kabupaten Tanah Laut terletak di antara
114°30’20” BT-115° 23’31” BT dan 3°30’33” LS–4°11’38”LS, dengan luas

wilayah 3.631,35 km2 atau hanya 9,71% dibandingkan dengan luas


wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. Keadaan alam dalam arti tinggi
rendahnya terhadap permukaan laut dan jarak dari pantai sangat
berpengaruh terhadap temperatur udara. Temperatur maksimum di

Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2012 berkisar antara 31,30C sampai

37,30C, temperatur minimum berkisar antara 21,50C sampai 23,50C dan

rata-rata temperatur udara tiap bulan berkisar antara 25,0 0C sampai

28,50C (Tanah Laut Dalam Angka, 2013).


Keadaan alam Kabupaten Tanah Laut berupa daerah bergunung,
hutan lebar, dataran rendah dan daerah pantai, dan secara adminitratif
terbagi menjadi 11 kecamatan, 135 desa/kelurahan yang terdiri dari 130
desa dan 5 kelurahan. Wilayah paling luas adalah Kecamatan Jorong

1
dengan luas 628,00 km2 kemudian Kecamatan Batu Ampar seluas 548,10

km2 dan Kecamatan Kintap dengan luas 537,00 km 2, sedangkan


kecamatan yang luas daerahnya paling kecil adalah Kecamatan Kurau

dengan luas 127 km2.


Berdasarkan registrasi penduduk Tahun 2014 jumlah penduduk
Kabupaten Tanah Laut sebesar 319.098 jiwa, terdiri dari laki-laki 163.784
jiwa (51.33%) dan perempuan 155.314 jiwa (48.67%). Jumlah penduduk
menurut kecamatan di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014. Dengan
kepadatan penduduk menunjukan rata-rata jumlah penduduk per 1
kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukan
bahwa semakin padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut.
Kepadatan penduduk di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014 adalah 87.87

penduduk per km2 (pada tahun 2013 sebesar 87.08 penduduk per km2).
Jumlah Rumah Tangga di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014
sebanyak 83.973 Rumah Tangga, masing–masing rumah tangga dihuni
rata-rata 4 jiwa.
Jumlah penduduk menurut kelompok umur 0-14 dan 65+ tahun
sebanyak 107.056 jiwa, serta jumlah penduduk menurut kelompok umur
15-64 tahun 212.042 jiwa. Hal ini menunjukkan rasio beban tanggungan di
Kabupaten Tanah Laut tahun 2014 sebesar 50.49%, yang berarti dalam
100 penduduk Tanah Laut yang produktif disamping menanggung dirinya
sendiri, juga menanggung 50.49 orang yang belum/sudah tidak produktif
lagi Rasio beban tanggungan ini cenderung naik bila dibandingkan tahun
2013 yaitu sebesar 47.90%. Apabila dibandingkan antar jenis kelamin,
maka angka beban tanggungan perempuan sedikit lebih besar jika
dibandingkan dengan laki-laki. Pada Tahun 2014, angka beban
tanggungan perempuan sebesar 51.18 yang berarti bahwa 100 orang
penduduk perempuan yang produktif, disamping menanggung dirinya
sendiri, akan menanggung beban 51.18 penduduk perempuan yang
belum/sudah tidak produktif lagi.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan faktor
utama dalam keberhasilan pembangunan. Sumber daya manusia yang

2
berkualitas diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal baik dari
institusi negeri maupun swasta. Tingkat pendidikan di Kabupaten Tanah
Laut dapat dirinci sebagai berikut tidak/belum pernah sekolah sebesar 3%,
tidak/belum tamat SD sebesar 28.30%, SD/MI sebesar 33.24%,
sedangkan SLTP/sederajat sebesar 18.89%, SLTA/sederajat sebesar
13.21% dan Akademi dan Sarjana sebesar 3.36%.
Perekonomian Kabupaten Tanah Laut dalam tahun 2012 tumbuh
sebesar 6.15% (angka estimasi). Pertumbuhan tersebut lebih rendah
dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 6,24%. Selama kurun waktu
2010–2012 pertumbuhan ekonomi Tanah Laut mengalami fluktuasi
pertumbuhan. PDRB per-kapita tahun 2012 atas dasar harga berlaku
sebesar 17.415.076 rupiah, sedangkan jika dilihat atas dasar harga
konstan sebesar 8.302.870 rupiah. PDRB perkapita atas dasar harga
berlaku Kabupaten Tanah Laut selama periode 2010-2012 tumbuh rata-
rata sebesar 12,08%, sedangkan pertumbuhan rata-rata PDRB atas dasar
harga konstan dalam periode yang sama hanya sebesar 3,96%. (Tanah
Laut Dalam Angka 2013).1

- Situasi Derajat Kesehatan


Derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor yang
saling berinteraksi satu sama lain. Status kesehatan masyarakat diukur
melalui angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas)
serta peningkatan umur harapan hidup (Life Expectacy). Berbagai upaya
yang dilakukan secara terpadu untuk menekan kesakitan pada penyakit
tertentu dan kematian pada bayi, balita dan ibu hamil, ibu bersalin dan ibu
nifas.
Pada dasarnya upaya penurunan jumlah bayi lahir mati, jumlah
kematian neonatus, jumlah kematian bayi, kematian balita, kematian ibu
melahirkan (maternal) terus dilakukan untuk menekan angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi dan Anak.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular seperti TB
Paru, Kusta, Malaria, DBD, Diare, ISPA, PD3I (Difteri, Pertusis) juga terus

1
Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut, 2014, Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014, Dinkes
Tala, Tanah Laut Kal-Sel. Hlm. 4-9

3
diintensifkan untuk menekan Angka Kematian Anak, menekan angka
kesakitan malaria per-1.000 penduduk, meningkatkan angka kesembuhan
TB Paru BTA+, menekan angka AFP (Acute Flaccid Paralysis) pada anak
usia <15 tahun per-100.000 anak, menurunkan angka kesakitan Demam
Berdarah Dengue per-100.000 penduduk, persentase balita dengan gizi
buruk, persentase kecamatan bebas rawan pangan.2

- Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis (TB) menjadi salah satu penyakit menular yang upaya
pengendaliannya dinilai pada komitmen global Millenium Development
Goals. MDGs menetapkan Tb sebagai bagian dari tujuan di bidang
kesehatan. Upaya pengobatan kasus Tb dilakukan dengan menerapkan
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse
Chemotheraphy), yaitu strategi penatalaksanaan Tb yang menekankan
pentingnya pengawasan terhadap pasien Tb untuk memastikan pasien
menyelesaikan pengobatan sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.
Pada Tahun 2014 Jumlah penderita TB Paru Klinis (suspect)
sebanyak 2.201 kasus dan jumlah penderita TB Paru baru dengan
BTA positif sebanyak 236 orang serta angka kesembuhan pada Tahun
2014 sebesar 85.90% (Tahun 2013 sebesar 85.78%).
Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA +
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui
droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis. Bersama dengan
malaria dan HIV/AIDS, tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs.
Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur
dengan insiden (didefinisikan sebagai jumlah kasus baru dan kasus
kambuh tuberkulosis yang muncul dalam periode waktu tertentu. biasanya
dinyatakan dalam satu tahun), prevalensi (didefinisikan sebagai jumlah
kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu) dan mortalitas/kematian
(didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat tuberkulosis dalam jangka
waktu tertentu)
2
Ibid. hlm 20

4
Penyakit TB Paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia termasuk di Kabupaten Tanah Laut, program pemberantasan
penyakit TB Paru belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Jumlah kasus baru BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2014
sebanyak 236 kasus. Jumlah tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan
kasus baru BTA (+) yang ditemukan tahun 2013 sebesar 227 kasus.
Menurut jenis kelamin, kasus BTA (+) pada laki-laki hampir 2.1 kali
dibandingkan kasus BTA (+) pada wanita. Sebesar 67.8% kasus BTA (+)
yang ditemukan berjenis kelamin laki-laki dan 32.2% kasus berjenis
kelamin perempuan. Hampir seluruh kasus di 18 puskesmas lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Salah satu upaya untuk mengendalikan TB yaitu dengan
pengobatan. Indikator yang digunakan sebagai evaluasi pengobatan yaitu
angka keberhasilan pengobatan (success rate). Angka keberhasilan
pengobatan ini dibentuk dari angka kesembuhan dan angka pengobatan
lengkap. Pada Tahun 2014 jumlah penderita TB Paru Klinis (suspect)
sebanyak 2.201 orang dan jumlah penderita TB Paru baru dengan BTA
positif sebanyak 236 orang serta angka kesembuhan pada Tahun 2014
sebesar 85.90% (pada tahun 2013 sebesar 85.78%). Angka kesembuhan
ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. WHO
menetapkan standar angka keberhasilan pengobatan sebesar 85%.
Dengan demikian pada Tahun 2014, Tanah Laut telah mencapai standar
tersebut.

- HIV AIDS
HIV dan AIDS menjadi salah satu penyakit menular yang
pengendaliannya dipantau melalui komitmen global MDGs. Kegiatan
pengendalian ini dilakukan melalui pencegahan infeksi, penularan,
penemuan penderita secara dini yang kemudian dilanjutkan dengan
kegiatan konseling hingga perawatan dan pengobatan. Terdapat 3 kasus
baru HIV dan 7 kasus baru AIDS selama tahun 2014, dan dari 7 kasus
AIDS ada 4 kematian.HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi human Immunodeficiency virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita
5
mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk
terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS,
penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif
yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu metode
pada layanan voluntary, counseling, and testing (VCT, sero survey, dan
survei terpadu biologis dan perilaku (STBP).Pada tahun 2014 jumlah
kasus baru untuk HIV sebanyak 3 kasus, AIDS sebanyak 7 kasus, dan
jumlah kematian akibat AIDS tahun 2014 sebanyak 4 kasus. Tahun 2013
kasus baru untuk HIV sebanyak 2 kasus, AIDS sebanyak 4 kasus, dan
kematian akibat AIDS sebanyak 3 kasus.Menurut jenis kelamin,
presentase kasus baru HIV/AIDS tahun 2014 pada kelompok laki-laki 2.3
kali lebih besar dibandingkan pada kelompok perempuan. Penderita AIDS
pada laki-laki sebesar 70% dan pada perempuan sebesar 30% seperti
digambarkan berikut ini.sebagian besar kasus baru HIV/AIDS terdapat
pada usia 25-49 tahun. Kelompok umur tersebut masuk ke dalam
kelompok usia produktif yang aktif secara seksual.

b. Membentuk Mekanisme Kolaborasi Antara Program TB dan HIV di


Kabupaten Tanah Laut
1. Target Rencana Aksi Nasional (RAN) TB-HIV 2015-2019. 3

Indikato r & Target


Target
Indikato r Baseline
2015 2016 2017 2018 2019
A. Membentuk dan memperkuat mekanisme ko labo rasi TB-HIV
Jumlah Po kja/ Fo rko m TB-HIV di
14 34 34 34 34 34
Pro vinsi yang aktif
Jumlah Pro vinsi yang memiliki
32 34 34 34 34 34
perencanaan bersama TB-HIV
Adanya prevalensi HIV di antara
pasien TB, dan prevalensi TB di n/a n/a Ada Ada Ada Ada
antara O DHA
Jumlah Kab/ Ko ta yang mem punyai
jejaring LSM/ ko m unitas yang
57 90 142 180 200 223
mendukung kegiatan ko labo rasi TB
– HIV

3
Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut, 2015, Profil Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL) Tahun 2015, Dinkes Tala, Tanah Laut Kal-Sel.

6
2. Situasi dan Tantangan
a. Belum semua propinsi memiliki POKJA TBHIV.
b. Provinsi/KK yang sudah terbentuk POKJA/Forum TB-HIV belum berfungsi
optimal.
c. Koordinasi antara program TB dan program HIV/AIDS di tingkat nasional,
provinsi, kota/kabupaten dan faskes masih lemah.
d. Belum semua POKJA/Forum di setiap tingkatan memiliki perencanaan
bersama kegiatan kolaborasi TB-HIV dan melakukan monitoring terhadap
pelaksanaannya.
e. Prevalensi HIV diantara pasien TB dan HIV diantara ODHA
- Estimasi TB-HIV di Indonesia à Global TB Report 2013 : Prevalensi HIV
diantara TB : 3,3% (2013).
- Laporan TB diantara ODHA (LBPHA s/d dec 2014) :16%
- Belum semua propinsi melaporkan data ini ke nasional.
f. Surveilans TBHIV baru berjalan adalah data rutin dari faskes.
g. Belum semua faskes paham cara mengumpulkan data dan indikator TB-
HIV yang harus dilaporkan.
h. Pencatatan dan Pelaporan TBHIV belum terintegrasi.
3. Strategi Mekanisme Kolaborasi TB-HIV
a. Penguatan koordinasi bersama program TB dan HIV di semua tingkatan
b. Melaksanakan surveilans TB-HIV
c. Melakukan perencanaan bersama TB-HIV untuk integrasi layanan TB-HIV
d. Monitoring and evaluasi kegiatan TB-HIV
e. Mendorong peran serta komunitas dan LSM dalam kegiatan TB-HIV. 4

c. Menurunkan Beban TB Pada ODHA


1. Situasi dan Tantangan
a. Sebagian besar layanan HIV belum menerapkan pengendalian infeksi TB
karena lemahnya program PPI faskes;

4
Ibid.

7
b. Kurangnya komitmen dari tingkat manajemen di dalam mendukung
penerapan pengendalian infeksi TB.
2. Strategi
a. Intensifikasi Penemuan Kasus (IPK) TB pada ODHA termasuk pada
populasi kunci HIV dan memastikan pengobatan TB yang berkualitas
b. Pengobatan Pencegahan Dengan Isoniazid Pada ODHA
c. Penguatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB di Fasilitas
Kesehatan Yang Memberikan Layanan HIV, Termasuk Tempat Orang
Berkumpul (Lapas/Rutan, Panti Rehabilitasi Untuk Pengguna
NAPZA).
3. Prinsip Pengobatan TB pada ODHA
• Pengobatan TB pada ODHA sama dengan yang bukan ODHA
• Pada pasien dengan ko-infeksi TB-HIV,
Obat TB didahulukan à ART dimulai segera setelah OAT ditoleransi
(sekitar 2-8 minggu), berapapun CD4 nya.
Pada CD4<50, ART diberikan dalam 2 minggu pertama OAT.
• Efavirens lebih dipilih
ODHA dgn Nevirapin à substitusi NVP dg Efavirenz
• Pada pasien dengan metadon
Penggunaan OAT bisa membuat “sakau” à dosis metadon perlu
disesuaikan.
4. Meningkatkan Kualitas Pengobatan TB Diantara ODHA
• Memperkenalkan dan mendorong agar strategi DOTS dapat di
implementasikan di seluruh RS Rujukan ART (termasuk RS
Tentara/POLRI) serta di Lapas/Rutan.
• Meningkatkan akses pengobatan pada ODHA yang terdiagnosis TB
resisten obat
 Memperkuat jejaring dengan RS rujukan TB resisten obat,
 Mendorong pengiriman spesimen dahak (bukan pasien) à
pembentukan pick up point dahak oleh kurir ke lab rujukan
 Mendorong beberapa RS Rujukan ART (termasuk RS TNI/POLRI)
secara bertahap untuk menjadi satelit atau sub rujukan TB MDR
serta beberapa Lapas menjadi Lapas Satelit TB MDR.
5. Skrinning Gejala dan Tanda TB
8
Tujuan:
Untuk menentukan apakah seorang ODHA mempunyai gejala dan tanda TB.
Dapat dilihat dalam form skrining seperti dibawah ini bila salah satu gejala dari
5 gejala tersebut dinyatakan ya è suspek.

FORMULIR SKRINING GEJALA DAN TANDA TB


DAN
PENILAIAN KRITERIA PASIEN UNTUK
PEMBERIAN IPT
Tanggal penilaian : Nama pasien
:____________________
A. Skrining Tanda dan Gejala TB
Ya Tidak
1. Batuk
􀀀􀀀
2. Demam
􀀀􀀀
3. Keringat Malam
􀀀􀀀
4. Berat badan turun
􀀀􀀀
5. Gejala dan tanda TB Ekstraparu
􀀀􀀀
Kesimpulan
(Suspek TB bila ada jawaban ya minimal salah
satu pertanyaan di atas)
Suspek TB : 􀀀 Ya 􀀀 Tidak
6. Penguatan Pencegahan dan Pengendalian (PPI) di Fasilitas Kesehatan yang
memberikan Layanan HIV, termasuk Orang Terkumpul (LAPAS/RUTAN, Panti
Rehabilitasi untuk Pengguna NAPZA)
1. Mempromosikan strategi TEMPO (Temukan secara aktif, Pisahkan dan
Obati). Promosi strategi ini dilakukan di semua faskes yang memberikan
layanan HIV.

9
2. In house training program pencegahan dan pengendalian infeksi TB pada
Faskes yang memberikan layanan HIV.
3. Supervisi program PPI TB (terpadu dalam supervisi program TB dan HIV).5

d. Menurunkan Beban HIV Pada Pasien TB


1. Situasi dan Tantangan
a. Belum semua pasien TB ditawarkan testing HIV à keterampilan dan
kepercayaan diri dari petugas TB
b. Jumlah layanan test HIV terbatas
c. Belum semua pasien TB yang dites HIV tercatat dalam status HIV pada TB
register.
d. Banyak layanan masih melakukan penilaian faktor risiko HIV sebelum
menawarkan tes HIV
e. Terbatasnya kemampuan dan pengetahuan kader TB untuk memberikan
KIE tentang TB-HIV
f. Lemahnya jejaring antara unit TB dan unit HIV yang melakukan tes HIV
g. Belum semua pasien TBHIV yang mendapatkan PPK dan ART tercatat di
register TB dan SITT
h. Tantangan dari Klinisi terhadap ESO dan standard pemeriksaan pra ART
i. Tantangan dari pasien dan retensi ART à pengobatan lama, beban dari
ESO, psikososial pasien
j. Keterbatasan akses Perawatan, Dukungan dan Pengobatan
k. Kelompok Dukungan sebaya à jumlah terbatas, akses jejaring KDS/LSM
dengan faskes belum terjalin.
2. Strategi
a. Menyediakan tes dan konseling HIV Pada Pasien TB
b. Meningkatkan Pencegahan HIV Untuk Pasien TB
c. Menyediakan Pengobatan Pencegahan Dengan Kotrimoksasol Untuk
Pasien TB-HIV
d. Memastikan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Serta Pencegahan
HIV Pada Pasien Ko-infeksi TB-HIV
e. Menyediakan ART bagi pasien ko-infeksi TB-HIV.6

5
Ibid.
6
Ibid.

10
e. Kolaborasi Infeksi TB-HIV (Ko-infeksi TB-HIV)
a. Pasien ko-infeksi TB-HIV adalah pasien TB dengan HIV positif dan ODHA
dengan TB.
b. Pada orang dengan sistem imunitas yang menurun misalnya ODHA, infeksi
TB laten mudah berkembang menjadi TB aktif. Sekitar 60% ODHA yang
terinfeksi kuman TB (laten) akan menjadi TB aktif.

Survei prevalensi HIV di antara pasien TB baru di beberapa provinsi


menunjukkan hasil dari 2 % di Jogyakarta ( 2006) dan 0,8 % di Jawa Timur ,
3,8 % di Bali dan 14 % di Papua ( 2008).

Di Indonesia TB merupakan tantangan bagi pengendalian AIDS karena


merupakan infeksi penyerta yang sering terjadi pada ODHA (31,8%). (textbox)

WHO memperkirakan jumlah pasien TB dengan status HIV positif di Indonesia


pada tahun 2013 sebesar 7,5%, terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan
tahun 2012 yang hanya 3,3% (Global Report WHO 2013). 7

c. Kegiatan Kolaborasi Infeksi TB-HIV (Ko-infeksi TB-HIV) di Kabupaten Tanah


Laut.

 Kegiatan kolaborasi TB-HIV di Kabupaten Tanahn Laut merupakan


rangkaian kegiatan bersama program Pengendalian TB dan program
pengendalian HIV yang bertujuan untuk mengurangi beban TB dan HIV
pada masyarakat akibat kedua penyakit ini.
 Sejalan dengan rekomendasi WHO, kegiatan kolaborasi TB-HIV di
Kabupaten Tanah Laut adalah kegiatan yang berupaya untuk mempercepat
diagnosis dan pengobatan TB pada pasien HIV dan sebaliknya
mempercepat diagnosis dan pengobatan HIV pada pasien TB, dengan
memperkuat jejaring layanan keduanya.
 Kegiatan Kolaborasi TB-HIV dimulai pada tahun 2007 dan telah
disosialisasikan ke seluruh provinsi mulai tahun 2008. Selanjutnya diperkuat
melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1278 tahun 2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan kolaborasi pengendalian Penyakit TB dan HIV.

7
Ibid.

11
 Sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, Kabupaten Tanah Laut mengacu
Buku Manajemen Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TBHIV di Indonesia dan
Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Ko-infeksi TB-HIV, yang
selanjutnya juga dilakukan akreditasi modul pelatihan kolaborasi TB-HIV,
termasuk di dalamnya adalah materi TIPK dan PPI TB, bahan KIE TB-HIV.
Format pencatatan dan pelaporan dengan memasukkan informasi tentang
TB-HIV, dan Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV
AIDS di Indonesia, di mana pasien TB merupakan salah satu kriteria pasien
yang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan penawaran tes HIV dan
perlu dilakukan percepatan pemberian ARV bagi pasien ko-infeksi TB-HIV.
 Sebagai upaya mempercepat diagnosis TB pada ODHA, pada tahun 2013
sebanyak 17 RS/fasyankes sudah mengoperasikan mesin Xpert MTB/RIF.
Pada tahun 2014 direncanakan setiap provinsi mempunyai sedikitnya satu
alat tes cepat yang berbasis PCR ini (Xpert MTB/RIF) yang dapat
dimanfaatkan oleh ODHA, dalam hal ini Kabupaten Tanah Laut masih
merujuk ke Propinsi.
 Rencana strategis TB dan HIV dan mengembangkan model layanan di
beberapa Lapas/Rutan dengan menitik beratkan pada layanan TB HIV juga
sudah mulai di Kabupaten Tanah Laut.

Tantangan ke depan

Secara umum, tantangan utama kolaborasi TB-HIV adalah:

1. Meningkatkan jejaring layanan kolaborasi antara program TB dan program


HIV di semua tingkatan, komitmen politis dan mobilisasi sumber daya.
2. Meningkatkan akses tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan yang ditujukan
bagi pasien TB dan bagaimana membangun jejaring pelayanan diagnosis dan
pengobatan.
3. Memastikan bahwa pasien yang terdiagnosis TB dan HIV harus mendapatkan
pelayanan yang optimal untuk TB dan secara cepat harus dirujuk untuk
mendapatkan dukungan dan pengobatan HIV AIDS dalam hal ini termasuk
pemberian pengobatan pencegahan dengan Kotrimoksasol dan pemberian
ARV.

12
4. Memastikan pendekatan pelayanan kepada pasien TB-HIV dengan konsep
aeœone stop servicesae.
5. Monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV.
6. Ekspansi ke seluruh layanan kesehatan di Indonesia. 8

2. TINJAUAN TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENATALAKSANAAN


PENCEGAHAN INFEKSI SECARA UMUM (UNIVERSAL PRECAUTION)

a. Pengertian
Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Umum (KU) atau Universal
Precautions  (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari
cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari
pasien ke pasien lainnya. Menurut Prof. Dr. Sulianti Saroso (2006),
kewaspadaan universal adalah suatu cara penanganan baru untuk
meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa
memperdulikan status infeksi.
Kewaspadaan Universal hendaknya dipatuhi oleh tenaga kesehatan karena ia
merupakan panduan mengenai pengendalian infeksi yang dikembangkan untuk
melindungi para pekerja di bidang kesehatan dan para pasiennya sehingga
dapat terhindar dari berbagai penyakit yang disebarkan melalui darah dan cairan
tubuh tertentu.
Penerapan Kewaspadaan Standar diharapkan dapat menurunkan risiko
penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang
diketahui maupun yang tidak diketahui. Penerapan  ini merupakan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien
dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan (FPK). 9

b. Tujuan
Tujuan Kewaspadaan Universal ini adalah mencegah penularan dan
penyebaran infeksi dari :
a. Pasien ke Petugas;

8
Ibid.
9
Sulianti Saroso, 2006, Kewaspadaan Universal Pengendalian Infeksi , RS. Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti
Saroso, Jakarta.

13
b. Petugas Kesehatan ke Pasien;
c. Pasien ke Pasien lainnya;
d. Pasien ke Keluarga dan Pengunjung Sarana Kesehatan Lainnya. 10

c. Komponen utama dan penggunaanya


a. Kebersihan tangan (cuci tangan)
b. Alat Pelindung Diri (APD), yang terdiri dari:
1. Penggunaan sarung tangan
2. Pelindung wajah (masker, kacamata)
Masker harus dikenakan bila diperkirakan ada percikan atau
semprotan dari darah atau cairan tubuh ke wajah. Selain itu, masker
menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme dari saluran
pernapasan klien dan mencegah penularan kuman patogen dari
saluran pernapasan perawat ke klien.
Masker yang dipakai dengan tepat terpasang pas nyaman di atas
mulut dan hidung sehingga kuman patogen dan cairan tubuh tidak
dapat memasuki atau keluar dari sela-selanya.
Langkah-langkah penggunaan masker :
a)   Ambil bagian atas masker (biasanya sepanjang tepi tersebut ada
stip motal yang tipis).
b)   Pegang masker pada 2 tali atau ikatan bagian atas belakang
kepala dengan tali melewati atas telinga.
c)   Ikatkan dua tali bagian bawah masker sampai ke bawah dagu.
d)   Dengan lembut jepitkan pita motal bagian atas pada batang hidung.
3. Gaun pelindung
Gaun/baju pelindung atau jubah atau celemek, merupakan salah
satu jenis pakaian kerja. Seperti diketahui bahwa pakaian kerja dapat
berupa seragam kerja, gaun bedah, jas laboratorium dan celemek.
Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas
dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain
yang dapat mencemari baju atau seragam.
4. Penutup kepala
10
Nur Nasry Noor, 2008, Epidemiologi Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.

14
5. Sepatu pelindung
d. Pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya
Dalam mencegah luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya, maka
seorang perawat harus berhati-hati dalam melakukan:
1) Memegang jarum, pisau, dan alat-alat tajam lainnya.
2) Bersihkan alat-alat yang telah digunakan.
3) Buang jarum dan alat-alat tajam lainya yang telah digunakan.
d. Kebersihan pernapasan dan etika batuk
Seseorang dengan gejala gangguan napas harus menerapkan
langkah-langkah pengendalian sumber dengan cara tutup hidung dan
mulut saat batuk/bersin dengan tisu dan masker, serta membersihkan
tangan setelah kontak dengan sekret saluran napas.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus:
1) Menempatkan pasien dengan gejala gangguan pernapasan akut
setidaknya 1 meter dari pasien lain saat berada di ruang umum jika
memungkinkan.
2) Letakkan tanda peringatan untuk melakukan kebersihan pernapasan
dan etika batuk pada pintu masuk fasilitas pelayanan kesehatan. 
Pertimbangkan untuk meletakkan perlengkapan/fasilitas kebersihan
tangan di tempat umum dan area evaluasi pasien dengan gangguan
pernapasan.
e. Kebersihan lingkungan
Gunakan prosedur yang memadai untuk kebersihan rutin dan disinfeksi
permukaan lingkungan dan benda lain yang sering disentuh.
f.  Linen
Penanganan, transportasi, dan pemrosesan linen yang telah dipakai
dengan cara :
1)   Cegah pajanan pada kulit dan membran mukosa serta kontaminasi
pada pakaian.
2)   Cegah penyebaran patogen ke pasien lain dan lingkungan.
g. Pembuangan limbah
1) Pastikan pengelolaan limbah yang aman.
2) Perlakukan limbah yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekret, dan
ekskresi sebagai limbah infeksius, berdasarkan peraturan setempat.
15
3) Jaringan manusia dan limbah laboratorium yang secara langsung
berhubungan dengan pemrosesan spesimen harus juga diperlakukan
sebagai limbah infeksius.
4) Buang alat sekali pakai dengan benar.
h. Peralatan perawatan pasien
1) Peralatan yang ternoda oleh darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi
harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga pajanan pada kulit dan
membran mukosa, kontaminasi pakaian, dan penyebaran patogen ke
pasien lain atau lingkungan dapat dicegah.
2) Bersihkan, disinfeksi, dan proses kembali perlengkapan yang digunakan
ulang dengan benar sebelum digunakan pada pasien lain. 11

11
Ibid.

16
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/ Literatur

Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut, 2014, Profil Kesehatan Kabupaten


Tanah Laut Tahun 2014, Dinkes Tala, Tanah Laut Kal-Sel.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut, 2015, Profil Bidang Pemberantasan


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Tahun 2015, Dinkes Tala,
Tanah Laut Kal-Sel.

Noor, Nur Nasry 2008, Epidemiologi Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.

Saroso, Sulianti 2006, Kewaspadaan Universal Pengendalian Infeksi , RS.


Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta.

B. Peraturan Perundang- undangan

Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5063).

Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 166).

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor


Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 330).

17

Anda mungkin juga menyukai