Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN KULIT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 01 November 2018

PITYRIASIS ALBA

Oleh:

Freska Ayu Wardhani

11120172093

Pembimbing:

dr.Asnawi Madjid, Sp.KK, MARS, FINSDV

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Freska Ayu Wardhani

Stambuk : 111 2017 2093

Judul Referat : Pityriasis Alba

Telah menyelesaikan tugas referat dan laporan kasus pada tanggal 01 November 2018 dan

telah mendapatkan perbaikan. Tugas ini dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian Kulit

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Makassar, 01 November 2018

Supervisor

dr.Asnawi Madjid, Sp.KK, MARS

2
DAFTAR ISI

SAMPUL .......................................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi ......................................................................................................... 2

II.2 Epidemologi ................................................................................................. 2

II.3 Etiopatofisiologi ........................................................................................... 3

II.4 Manifestasi Klinis ....................................................................................... 3

II.5 Diagnosis ...................................................................................................... 4

II.6 Diagnosa Banding ....................................................................................... 6

II.7 Penatalaksanaan .......................................................................................... 9

II.8 Prognosis ................................................................................................... 11

BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

Pityriasis alba (PA) merupakan sebuah pola dermatitis dengan ciri yang paling
mencolok berupa hipopigmentasi. Pityriasis alba dianggap sebagai dermatitis subklinis atau
bentuk yang ringan dari dermatitis atopik, karena seringkali disertai riwayat atopi. Pityriasis
alba kebanyakan terjadi pada anak-anak antara usia 3 sampai 16 tahun, tetapi bisa
juga terlihat pada orang dewasa muda. Biasanya muncul dengan kulit kering, bersisik halus,
bercak pucat 0,5 sampai 6 cm. Namun, seringkali flakiness tidak ada. Sekitar 50% kasus
ditemukan ruam pada wajah, terutama dahi tengah, dan di sekitar mata dan mulut. Tetapi
dapat juga ditemukan pada bahu, leher, punggung, dan dada bagian atas. Kondisi ini sering
dimulai sebagai makula merah muda atau coklat muda pucat dengan batas sangat tidak jelas,
tetapi seringkali hanya muncul tiba-tiba dengan hipopigmentasi.1

Etiologi PA masih belum diketahui dengan baik tetapi PA telah


umumnya dicirikan sebagai bentuk dermatitis atopik ringan. Paparan matahari yang
berlebihan serta kebiasaan higienis (sering mandi dan mandi air panas) sangat terkait dengan
perkembangan PA. Mikroorganisme seperti Pityrosporum, Streptococcus, Aspergillus dan
Staphylococcus dianggap sebagai factor penyebabnya, tetapi belum dapat dibuktikan. Faktor
penyebab lainnya, seperti variasi suhu, kelembaban udara relatif, ketinggian dan paparan
sinar matahari yang berlebihan juga dianggap mampu menyebabkan PA.2

Gejala yang umum terjadi pada pityriasis alba adalah lesi berbentuk bulat, oval atau
plakat yang tidak teratur. Pada saat awal lesi warna merah muda dengan batas yang meninggi
kemudian lama kelaman menghilang dan muncul lesi hipopigmentasi dengan skuama yang
halus. Lesi hipopigmentasi ini natinya akan bertahan berbulan-bulan hingga tahunan.3

Diagnosis PA berdasarkan awitan (onset) dan gambaran klinis, sehingga harus dapat
dibedakan dengan penyakit lain yang menyerupai. Pengobatannya meliputi perawatan kulit
secara keseluruhan, perlindungan terhadap sinar matahari dan edukasi. Pada umumnya hasil
pengobatan dari PA tidak memuaskan.3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Pityriasis alba berasal dari dua kata yaitu “pitiriasis” yang berarti sisik dan
“alba” yang dalam bahasa latin berarti putih. Sehingga, Pityriasis alba merupakan
suatu kondisi kulit yang ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus.
Bercak kemerahan ini akan menghilang dan meninggalkan area hipogmentasi pada
lesi. Penyakit ini umumnya bersifat ringan dengan insiden sering terjadi pada anak-
anak dan remaja dengan lokasi lesi umumnya pada daerah mulut, dagu, pipi serta
dahi.3

II.2. Epidemiologi
Pityriasis alba sering kali didapati pada anak berusia 3-16 tahun. PA umumnya
mempengaruhi antara 1,9% dan 5,25% anak-anak praremaja. Dalam satu rangkaian
pasien dengan PA sekitar 90% berusia 6 tahun hingga 12 tahun, dan 10% berusia 13
hingga 16 tahun. Tidak ada predisposisi gender. PA ditemukan di semua bagian
dunia. Menurut Bechelli dkk, dari 9955 anak sekolah didaerah tropis yang berusia
antara 6-16 tahun, didapatkan prevalensi PA sebesar 9,9% dan 9% kasus terjadi pada
anak dibawah 12 tahun. Kelainan ini juga dapat dijumpai pada orang dewasa. Di
Indonesia insiden nyata lebih tinggi di antara anak-anak sekolah dengan
latar belakang sosial ekonomi yang lebih miskin. Prevalensi PA pada wanita dan pria
sama banyaknya. Tetapi berdasarkan laporan yang didapat sedikit lebih banyak pada
pria.4
Kelainan ini dapat terjadi pada semua ras. Insidensinya meningkat pada kulit
berwarna. Di Nepal, didapatkan prevalensi PA diantara penyakit kulit lainnya sebesar
5,2%, di Kuwait 5,25%. Secara keseluruhan insiden pada PA hanya mengenai 1-5%
anak-anak, dimana insiden tertinggi, 35% didapatkan pada anak-anak Hispanik dan
25% pada anak-anak Afrika-Amerika. Pityriasis alba tidak tergantung pada musim,
tetapi berdasarkan pengalaman jumlahnya lebih banyak didapatkan pada musim
panas.3

5
II.3. Etiopatogenesis
Menurut pendapat para ahli diduga Pityriasis alba disebabkan oleh adanya
infeksi bakteri Streptococcus namun belum dapat dibuktikan dan penyakit ini tidak
bersifat menular. Sehingga sampai sekarang belum ada penyebab pasti terjadinya
pitiriasis alba.4
Beberapa kemungkinan penyebab Pityriasis alba; pertama, ada peningkatan
insiden pada orang yang sering mandi, menyimpulkan bahwa penghilangan defensin
epidermal normal dan zat pelindung alami lainnya dari permukaan kulit, membuat
orang lebih rentan terhadap Pityriasis alba. Tentu saja, peradangan kulit dapat
mempengaruhi fungsi sel pigmen. Kedua, fotosensitifitas juga mungkin memainkan
peran dalam insidensi terjadinya Pityriasis alba. Puncak insidensi dari Pityriasis alba
bertepatan dengan usia ketika anak-anak mulai melakukan kegiatan yang lebih sering
diluar ruangan. Dengan demikian, melanosit tampaknya lebih sensitif pada penderita.1
Pada umumnya patogenesis dari PA juga tidak diketahui. Kelainan ini
merupakan suatu hipomelanosis dan diklasifikasikan sebagai kelainan melanopenik.
Lesi hipopigmentasi yang pertam kali timbul pada kelainan ini mungkin disebabkan
karena menurun jumlah melanosit, berkurangnya ukuran dan menurunnya jumlah
melanosom, efek penyaringan sinar oleh stratum korneum yang menebal atau
kegagalan melanin melakukan perpindahan dari melanosit ke keratinosit. Pada PA
yang luas didapatkan fungsi melanosit berkurang, sedangkan aktivitas sitoplasmik
tidak banyak mengalami perubahan, distribusi sistem keratinosit tetap normal dan
perpindahan melanosom ke keratinosit secara keseluruhan tidak terganggu.3

II.4. Manifestasi Klinis


Lesi kulit pada PA biasanya tanpa keluhan, kalaupun ada hanya rasa gatal atau
seperti terbakar yang tidak terlalu mengganggu. Pertama kali lesi berupa makula
berwarna merah muda pucat atau sesuai warna kulit dengan skuama halus. Eritema
terlihat sangat jelas pada lesi ini, mungkin didapatkan sedikit krusta yang serous pada
beberapa kasus. Meskipun demikian, karena eritema yang terjadi biasanya sangat
ringan, banyak penderita yang tidak datang pada fase ini.3
Setelah eritma menghilang, lesi yang didapati hanya berupa makula
depigmentasi yang menetap dengan atau tanpa skuama halus. Pada fase ini biasanya
penderita datang berobat, terutama pada orang dengan kulit berwarna. Jadi secara

6
klinis lesi PA melalui 3 fase,yaitu: pertama lesi makula eritematosa dengan skuama,
kedua lesi makula hipokromik dengan skuama, dan ketiga lesi makula hipokromik.3
Lesi biasanya tampak kering, berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak teratur.
Hipopigmentasi dengan skuama halus yang melekat. Multipel, sampai 20 makula
dengan diameter bervariasi antara 0,5-2 cm, 0,5-6 cm, 1-4 cm.5
Pada anak-anak lokasi kelainan biasanya terdapat pada wajah (50-60%), paling
sering disekitar pipi, mulut, dagu dan dahi. Lesi dapat juga dijumpai pada ekstremitas,
badan, leher dan bahu. Dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung dan
ekstensor lengan. Lesi umumnya menetap selama beberapa bulan, dan pada beberapa
kasus setelah skuamanya menghilang tetap terlihat sebagai leukoderma selama
setahun atau lebih. Lesi yang baru dapat timbul kembali dalam jarak waktu tertentu,
bisa 1 bulan sampai 10 tahun, kalau pada anak-anak lesi PA yang letaknya di wajah
rata-rata timbul lagi setelah 1 tahun atau lebih.3

Gambar. Pityriasis alba pada daerah wajah

II.5. Diagnosis
Diagnosis Pityriasis alba berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis Pityriasis alba adalah dengan menyingkirkan
penyakit lain yang mempunyai tanda klinis hipopigmentasi.5
1. Anamnesis
Pityriasis alba ditemukan pada anamnesis pasien umumnya datang
dengan keluhan bercak-bercak putih pada kulitnya. Biasanya akan
menunjukkan perburukan selama musim panas, karena kontras antara kulit
normal dan lesi menjadi lebih besar dengan paparan sinar matahari. Lesi
biasanya tidak bergejala, meskipun bisa sedikit gatal.6

7
Selain itu pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat atopi, riwayat
pemakaian obat-obatan, riwayat penyakit terdahulu misalnya dermatitis yang
akan menyembuh menjadi lesi kulit yang hipopigmentasi. Selain itu perlu
ditanyakan juga faktor-faktor yang mempengaruhi pityriasis alba seperti
kebersihan diri, paparan sinar matahari, atau pemakaian sabun.5
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mengungkapkan adanya kelainan kulit berukuran
sekitar 0,5-5 cm, tidak jelas, patch skala halus yang terdistribusi secara
simetris. Lesi paling sering ditemukan pada wajah (terutama pipi), tetapi juga
dapat dilihat pada bagian tubuh, ekstremitas atas, atau jarang lokasi lain.
Awalnya muncul eritematosa, kemudian menjadi hipopigmentasi. Lesi bisa
berlangsung selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dengan relaps
kronis, tetapi akhirnya menghilang secara spontan.6
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan lampu wood: Dapat membantu menentukan keberadaan
vitiligo, yang akan bersinar lebih terang dan memiliki tepi dengan batasi
yang lebih jelas.5
b. Pemeriksaan KOH: pemeriksaan ini bertujuan untuk menyingkirkan
penyakit pitiriasis versikolor. Pada pemeriksaan KOH pitiriasis versikolor
ditemukan hifa ataupun spora dari mikroorganisme jamur. Sedangkan
pada Pityriasis alba tidak ditemukan hifa ataupun spora.5
c. Pemeriksaan histopatologi: Dalam kasus yang ditemukan, ada
hiperkeratosis ringan, parakeratosis fokal, dan spongiosis ringan fokus
dengan eksositosis menonjol limfosit. Ada juga inflamasi perivaskular
superfisial ringan sel infiltrat di
dermis. Pigmentasi melanin
dari basal lapisan berkurang
secara nyata, tetapi tidak ada
inkontinensia melanin.
Melanosit dalam jumlah yang
normal.7
Gambar. Histopatologi Pityriasis alba

8
II.6. Diagnosis Banding

Pityriasis alba merupakan penyakit kulit yang bisa didiagnosis dengan gambaran
klinis dan jarang memerlukan konfirmasi tes laboratorium. Gejala klinis utama dari pitiriasis
alba adalah hipopigmentasi. Pityriasis alba dapat didiagnosis banding dengan pitiriasis
versikolor dan vitiligo.12

Gambar. Algoritma Penegakan Diagnosis

9
Tabel. Berbagai penyebab hipopigmentasi.

Kongenital Didapat (Acquired)

Albinisme Vitiligo

Fenilketonuria Sutton’s halo naevi

Sklerosis tuberose Lepra tipe tuberkoloid

Nevi hipokromik Pitiriasis (tinea) versikolor

Pityriasis alba

Liken sklerosus dan atrofikus

Hipopigmentasi setelah peradangan

Sumber: Busam KJ. P. Alba. Dermatopathology. 1st ed. USA: Elsevier; 2010.

A. Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial pada stratum korneum yang
disebabkan oleh jamur Malassezia furfur yang pertama kali ditemukan pada tahun 1846.
Penelitian terbaru menunjukan bahwa mayoritas pitiriasis versikolor disebabkan oleh
Malassezia globosa.7

Gambar. Tampak makula hipopigmentasi pada daerah toraks dan abdomen


Sumber: Paltiel M. Tinea Versicolor. Adult and Pediatric Dermatology.

10
Makula secara tipikal sering terjadi pada punggung bagian atas dan dada tetapi juga dapat
terjadi pada lengan atas, leher dan wajah. Pemeriksaan dengan lampu Wood akan
menunjukkan adanya fluoresensi berwarna kuning keemasan pada daerah yang
berskuama. Pemeriksaan KOH dari skuama penderita ini mengandung hifa dan bentuk
jamur.7,8
Dari gambaran klinis, sisik yang tipis dan distribusi lesi biasanya mengarahkan
diagnosis. Diagnosis banding meliputi bentuk hipopigmentasi terlokalisir, khususnya kondisi
kulit yang setelah mengalami inflamasi.10 Pitiriasis versikolor juga berbatas tegas dan
biasanya bersisik. Pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) dari kerokan skuama harus
didapatkan jika timbul keraguan. Pada vitiligo, bercaknya lebih putih, dengan batas yang
lebih jelas dan selalu tidak disertai sisik.9

B. Vitiligo

Vitiligo adalah gangguan autoimun progresif dapatan dengan gambaran klinis makula
berwarna putih. Penyakit ini memiliki lokasi lesi pada tempat-tempat yang tidak biasa pada
pitiriasis alba. Wajah adalah lokasi yang sangat umum untuk vitiligo tetapi distribusinya
biasanya paling sering di sekitar mata atau mulut.4,10

Gambar. Tampak makula hipopigmentasi berbatas tegas pada wajah


Sumber: Crowe MA. Pediatric Pityriasis Alba. Medscape. 2013.

Hipopigmentasi yang jelas terkadang salah didiagnosis dengan vitiligo. Pada vitiligo,
bercaknya lebih putih, dengan batas yang lebih jelas dan selalu tidak disertai sisik. Pada anak
yang lebih besar dan dewasa, lesi pada trunkus, sepanjang fase eritematosa, mungkin salah
didiagnosis dengan psoriasis tetapi distribusi dan sisik yang relatif ringan dapat

11
menyingkirkan diagnosis ini. Mycosis fungoides, walaupun relatif jarang, dapat menirukan
lesi pityriasis alba. Kondisi ini sulit dibedakan secara histologis, sehingga tindak lanjut dan
biopsi ulangan kadang diperlukan.10

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pitiriasis alba dapat berubah menjadi
vitiligo; pertama kerentanan genetik pada keluarga yang positif vitiligo (31.25%). Kedua,
persentase yang tinggi (43.75%) dari penderita pitiriasis alba yang berlanjut menjadi vitiligo
dan hubungan yang kuat antara pitiriasis alba dan fenomena Koebner (34,35%).11

Tabel. Perbandingan Diagnosis Banding Pityriasis alba

Pityriasis alba Pitiriasis Versicolor Vitiligo

3-16 tahun Segala usia 10-30 tahun


Usia
Sekitar mata dan
Predileksi Pipi (simetris) Punggung, dada mulut

Atopi, paparan sinar


Faktor Atopi, paparan sinar Genetik, penyakit
matahari,
resiko matahari, kelembapan autoimun
kelembapan kulit,
kulit, kebersihan
kebersihan
Makula Makula
Klinis
hipopigmentasi Makula hipopigmentasi
multipel,skuama hipopigmentasi berbatas tegas
halus, simetris

KOH KOH Lampu Wood


Pemeriksaan
Biopsi kulit Biopsi kulit Biopsi kulit
penunjang

Sumber: Soepardiman L. Pitiriasis Alba. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2017. p. 403.

II.7. Penatalaksanaan
Pengobatan PA meliputi perawatan kulit secara keseluruhan, perlindungan
terhadap sinar matahari, dan edukasi, tidak hanya kepada penderita tertapi juga
orangtuanya, bahwa kelainan ini dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya. Karena

12
kelainan ini dapat sembuh sendiri tanpa diobati dan tidak ada keluhan, maka
pengobatan medikamentosa tidak terlalu diperlukan.3
Pada umumnya hasil dari pengobatan PA mengecewakan, karena bagaimanapun
juga kelainan pigmentasi (hipopigmentasi) membutuhkan waktu untuk proses
perbaikannya. Dalam hal ini selalu dipertimbangkan besar kecilnya resiko dan
manfaat dari suatu obat yang digunakan sebelum pengobatan dimulai, karena perlu
diingat, bahwa anak-anak lebih rentan terhadap efek samping dari penggunaan obat
topikal. Berikut ini obat-obat yang biasa digunakan pada penatalaksanaan PA:3
1. Emolien
Bahan dasarnya bervariasi, ada yang berbentuk lotion, krim atau salep yang berisi
hidrokarbon, minyak, lilin dan asam lemak rantai panjang. Dalam hal ini emolien
dapat membantu menahan penguapan air pada kulit, khususnya pada daerah muka.
Contohnya: petrolatum; lotion atau krim ammonium laktat 12%;2 aqueous krim
(Curel,Cetaphil,Nivea,Lubriderm), berupa emulsi O/W mudah digunakan dan
membantu menahan penguapan air pada kulit. Emolien dapat digunakan 2-6 kali
dalam sehari.3
2. Steroid Topikal
Penggunaan kortikosteroid secara topikal dapat menghilangkan eritem dan rasa gatal
serta mempercepat terjadinya repigmentasi. Steroid topikal potensi medium (golongan
V danVI) aman digunakan pada anak-anak. Penggunaan untuk jangka waktu lama
pada wajah tidak dianjurkan. Contoh steroid topikal, antara lain: hidrokortison topikal
(Dermacort,Cortaid,Cortizone-10), termasuk steroid potensi lemah, merupakan
derivat adrenokortikosteroid adalah sebagai anti infakamsi. Tersedia dalam bentuk
krim atau salep dengan konsentrasi 1% atau 2,5%, dapat digunakan pada wajah dan
diberikan pada PA yang penyebabnya karena dermatitis. Hidrokortison 1% dapat
membantu dalam keadaan inflamasi ringan. Cara penggunaannya: dioleskan tipis-tipis
pada tempat kelainan selama 1 minggu atau sampai lesi menghilang. Pemakaiannya
pada malam hari dan sepanjang hari menggunakan tabir surya.3
Steroid topikal potensi kuat dapat menyebabkan atrofi kulit dan erupsi akneiformis,
sehingga tidak digunakan pada wajah. Selain itu juga dapat menyebabkan efek
metabolik dan menghambat pertumbuhan, jadi lebih baik digunakan pada anak
berusia diatas 2 tahun, dimana lebih banyak digunakan pada badan. Bentuk krim atau
salep secara keseluruhan dapat diterima, tetapi salep lebih efektif digunakan pada
penderita dengan xerosis atau lesi yang berskuama.3

13
3. Psoralen Oral Plus PUVA (Photochemotherapy Ultraviolet Light A)
Penggunaan psoralen secara oral dengan PUVA diindikasikan untuk repigmentasi
pada kasus PA yang luas. Setelah pengobatan dihentikan tingkat kekambuhannya
cukup tinggi.3
4. Pimercrolimus Krim 1% (Elidel)
Pimercrolimus krim 1% merupakan calcineurin inhibitor, dengan efeknya adalah anti
inflamasi. Efek sampingnya sedikit jika dbandingkan dengan steroid topikal dan lebih
banyak keuntungannya. Pilihan terapi yang direkomendasikan untuk penggunaan
lebih dari 3 bulan.3
5. Lain-Lain
Untuk lesi yang kronik pada badan, preparat tar dapat membantu, misalnya Likuor
Karbonat Detergen (LCD) 3-5% dalam krim atau salep, setelah dioleskan harus
banyak terkena sinar matahari. Syndets (Synthetic Balanced Detergents) dapat
digunakan sebagai sabun cuci muka dan tidak terlalu iritasi dibandingkan sabun
alkali, moisturizer dapat diberikan 2 kali sehari setelah muka dibersihkan. Pengobatan
dengan penyinaran tidak membantu, jika terlalu sering maka akan semakin terlihat
perbedaannya.3

II.8. Prognosis
Pityriasis alba pada umumnya sembuh sendiri karena penyakit ini dasarnya
bersifat self limiting disease, dan prognosisnya baik, dengan repigmentasi lengkap
akhirnya. Tidak ada efek residu jangka panjang yang diharapkan.
Penampilan kosmetik sementara lesi mungkin menjadi masalah dengan beberapa
pasien anak tetapi lebih cenderung menjadi perhatian orang tua mereka. Risiko
terbakar sinar matahari sedikit meningkat di area hipopigmentasi.5

Durasi gejala berbeda untuk setiap pasien. Tahapan rekuren lesi baru dapat
berkembang pada interval, dengan durasi Pityriasis alba yang bervariasi dari satu
bulan hingga 10 tahun. Namun, biasanya kasus-kasus diselesaikan dalam jangka
waktu beberapa bulan hingga satu tahun. Perawatan dapat mempersingkat durasi lesi
hingga beberapa minggu pada kasus tertentu.5

14
BAB III

KESIMPULAN

Pityriasis alba merupakan penyakit kulit yang tidak menular. Penyakit ini lebih
banyak mengenai anak dan remaja, tanpa kecenderungan terhadap ras dan jenis kelamin
tertentu. Etiologi dan patogenesisnya belum jelas, diduga berkaitan dengan riwayat atopi,
paska inflamasi kulit, pajanan sinar matahari, kebiasaan mandi, maupun nutrisi. Proses
hipopigmentasi diduga terkait dengan gangguan pada sel pigmen kulit.

Penyakit ini ditandai pada saat awal lesi warna merah muda dengan batas yang
meninggi kemudian lama kelaman menghilang dan muncul lesi hipopigmentasi dengan
skuama yang halus. Lesi hipopigmentasi ini natinya akan bertahan berbulan-bulan hingga
tahunan.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis faktor resiko, pemeriksaan fisik dan
penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding. Distribusi lesi, pemeriksaan lampu wood
dan riwayat inflamasi sebelumnya merupakan hal yang penting dalam mempersempit
diagnosis banding.

Pityriasis alba merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya, bahkan
tanpa intervensi setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun. Emolien dan kortikosteroid
topikal ringan juga dapat membantu dalam mengobati pitiriasis alba dan mungkin memiliki
efek terbatas dalam mempercepat proses repigmentasi. Penyakit ini dapat sembuh spontan

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Burkhart CG, Burkhart CN. 2009. Pityriasis Alba: A Condition with Possibly Multiple
Etiologies. In: The Open Dermatology Journal. North Carolina
2. Sharquie KE, Noaimi AA et all. 2013. Pityriasis Alba Versus Vitiligo. In: Journal of the
Saudi Society of Dermatology and Dermatologic Surgery. Baghdad
3. Yulyana Cyntia, Yulianti Linda. 2017. Pitiriasis Alba: Kelainan Hipopigmentasi Pada
Dermatitis Atopik. Ebers Papyrus Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Tarumanegara Vol 15 No.1. Jakarta
4. Soepardiman L. 2017. Pitiriasis Alba. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 7th Edition
p.403. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.
5. Peenay Sarah Wenny. 2018. Pityriasis Alba. Available from::
https://emedicine.medscape.com/article/910770-overview#showall. Access in: Oct 31th
2018.
6. Heymann Warren, Millet Christian. 2017. Pityriasis Alba. Available from:
https://www.dermatologyadvisor.com/dermatology/pityriasis-alba/article/691426/.
Access in: 31 Oct 2018.
7. Paltiel M. 2018. Tinea Versicolor. Adult and Pediatric Dermatology. Available from:
http://www.adultandpediatricdermatology.com/tineaversicolor.php. Access in: Oct 29th
2018.
8. Burkhart CG. 2012. Tinea Vesicolor. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1091575-overview. Access in: Oct 29th 2018.
9. Wellew R, Hunter J, Savin J, Dahl M. 2003. Racially Pigmented Skin. In: Clinical
Dermatology. 4th Edition . p.207. Massachusetts: Blackwell;
10. Crowe MA. 2013. Pediatric Pityriasis Alba. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/910770-overview#a0101. Access in: Oct 31th
2018.
11. Sharquie KE, Noaimi AA et all. 2013. Pityriasis Alba Versus Vitiligo. In: Journal of the
Saudi Society of Dermatology and Dermatologic Surgery. Baghdad

16

Anda mungkin juga menyukai