Anda di halaman 1dari 5

Esai Hukum dan Teknologi

Pemberlakuan Pajak atas Selebgram


Oleh: Tasya Salsabila

Sebutan zaman industri 4.0 tengah berada di posisi terhangat sebagai topik
perbincangan baik dari segi politik, sosial, kesehatan, hingga ranah hukum.
Pesatnya perkembangan teknologi yang menjadi penyokong utama industri di sisi
lain memunculkan kekhawatiran bagi kalangan milenial, karena beberapa pekerjaan
akan diambil alih oleh berbagai macam hasil kecerdasan artifisial. Mau tidak mau,
mereka mencari cara kreatif dan memanfaatkan teknologi baru untuk tetap menjaga
eksistensi serta mendapatkan biaya hidup. Salah satu cara yang ditempuh, menjadi
selebgram.
Sebutan selebgram merupakan akronim dari Selebriti Instagram. Selebgram berasal
dari berbagai latar belakang, bukan hanya selebriti yang sudah lebih dulu top di
layar kaca. Selebgram bisa seorang pencinta fotografi, pehobi traveling, pencinta
kopi, pehobi make-up, penyuka humor, dan sebagainya tergantung passion mereka.
Seseorang dapat dikatakan sebagai selebgram jika memiliki minimal 20.000
pengikut. Jika sudah memiliki pengikut lebih dari itu, ada saja merek-merek yang
“numpang lewat” dalam setiap unggahan si selebgram.1
Saat ini, total pengguna aktif Instagram mencapai 500 juta dengan 22 juta di
antaranya berasal dari Indonesia,2 yang kemudian berdampak pada luasnya sektor
bisnis dalam menjadi selebgram. Kemunculan sosok selebgram dengan pengikut
setianya kemudian didekati merek-merek terkenal maupun masih tahapan lokal
berkembang untuk memasarkan produk. Istilahnya, endorsement. Produk-produk
yang memakai jasa para selebgram beragam, tergantung konten apa yang dipilih
masing-masing selebgram sebagai ciri khasnya. Misalnya produk otomotif, produk
kecantikan, alat elektronik, kuliner, dan sebagainya.
Semenjak bisnis selebgram dilirik banyak perusahaan terutama start-up, tarif para
selebgram melonjak. Jumlah pengikut yang semakin banyak hingga kreativitas
konten yang dihasilkan adalah nilai jual utama selebgram. Tarif beriklan melalui
selebgram beragam, mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah untuk sekali
posting.3

1
Menurut CEO Sociabuzz (Influencer Marketing Platform & Networking) Rade Tampubolon dalam
wawancara bersama VIK Kompas.
2
Visual Interaktif Kompas (https://vik.kompas.com/selebgram/)
3
Ibid.
Untuk memulai proses pengiklanan, calon pengiklan terlebih dahulu menghubungi
agen manajemen yang menaungi selebgram tersebut. Terdapat pula situs khusus
yang menyajikan katalog selebgram lengkap dengan rincian jumlah pengikut, dan
tarif untuk sekali pasang foto maupun video.
Kemudian muncul pertanyaan publik mengenai urgensi wajib pajak bagi para
selebgram. Masyarakat dari kalangan buruh hingga pegawai negeri sipil, serta
swasta sempat berkicau di twitter tentang tidak adilnya apabila para selebgram tidak
dikenai pajak dari penghasilan.
Pajak Penghasilan sendiri merupakan Pajak Negara yang dikenakan terhadap setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. 4
Dalam BAB II Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Subjek
Pajak disebutkan yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak;
b. badan; dan
c. bentuk usaha tetap.
Jika dijelaskan, huruf a angka 1 : orang pribadi sebagai subjek pajak dapat
bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
Huruf b: Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi persereoan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan,
atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.5
Dalam BAB III Pasal 4 ayat (1) tentang Objek Pajak disebutkan objek pajak adalah
penghasilan yang dapat diartikan sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak bersangkutan dengan nama

4
Gajimu.com/gaji/pajak-penghasilan
5
Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang
Perpajakan (2014)
atau bentuk apa pun. Adapun yang termasuk pada penghasilan (yang berhubungan
dengan selebgram) sebagai berikut:

• huruf a: Imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, seperti: gaji,


upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun,
atau, imbalan dalam bentuk lainnya;
• huruf c: Laba Usaha.
• Huruf i: Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
Jika dilihat dari sumber mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib
pajak (yang berhubungan dengan selebgram), penghasilan dapat dikelompokkan
menjadi:

• Huruf a: Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan


pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan adri praktik
dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
• Huruf b: Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
• Huruf d: Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan
lain sebagainya.6
Direktorat Jenderal Pajak sebenarnya kembali ke prinsip pemajakan secara umum
saja. Ditjen Pajak tidak membedakan secara spesifik menyebutnya sebagai suatu
pajak atas selebgram. Kembali kepada prinsip pajak penghasilan di PPh Pasal 4
bahwa segala macam penghasilan, penghasilan itu adalah segala macam tambahan
kemampuan ekonomis dengan cara dan bentuk apapun, dalam nama dan bentuk
apapun. Maksudnya adalah perkembangan teknologi terakhir menyebabkan
banyaknya perubahan media orang memperoleh penghasilan, tetapi pada prinsipnya
tetap penghasilan. Sehingga dengan demikian kami lebih senang menyebutnya
sebagai model baru dari cara memperoleh penghasilan. Hampir sama sepanjang dia
tetap memperoleh penghasilan, maka tentu berlaku pajak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Kemudian yang kedua selebgram ini juga, sebenarnya sudah
dilakukan banyak kajian khusus dengan selebgram sebenarnya. Ada tim khusus
juga di DJP sejak tahun 2013 yang dibentuk untuk melakukan kajian dan penelitian
mendalam terkait dengan perpajakan secara online. Sudah jalan sejak 2013, 2014,
2015. Ada sesuatu yang baru. Jika sebelumnya kita hanya kenal transaksi online
yang sekarang sudah keliatan menjadi internasional jadinya. Seperti online
marketplace, kemudian classified ads, kemudian daily coupon dan sebagainya itu
malah menjadi biasa sekarang. Hal itu menjadi isu yang memang dikaji terus,

6
Nurdin Hidayat dan Dedi Purwana, Perpajakan Teori dan Praktik (Jakarta: Rajawali Pers, 2017),
hlm. 76-80.
memetakan terus para selebgram, untuk memastikan bahwa apakah mereka sudah
membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau tidak.7
Langkah-langkah yang akan dilakukan Ditjen Pajak dalam mengawasi selebgram
dan aktivitas endorsement yang paling menjadi krusial sebagaimana juga di dalam
konteks perpajakan Indonesia secara umum yang, self assessment system,
diperlukan yang pertama data pembanding . Ini menjadi satu hal yang krusial, untuk
data selebgram atau aktivitas endorsement ini sebagian besar data pembandingnya
bisa diperoleh internet sebenarnya. Setidaknya bisa diketahui misalnya si A
mempromosikan barang apa. Selanjutnya akan dicek kalau memang sudah ada
informasi kita tinggal bandingkan saja nanti dengan kewajiban. Kalau dia lewat
manajemen artis misalnya, cek saja di laporan manajemen artis apakah dia sudah
melakukan pemotongan atas penghasilan yang diterima oleh selebgram
bersangkutan atau kalau dia memperoleh pekerjaan ini, proyek ini, langsung dari
perusahaan kita akan dicek juga di perusahaan yang bersangkutan apakah dia juga
sudah dilakukan pemotongan, apakah si perusahaan yang bersangkutan sudah
melakukan pemotongan atau tidak, gitu. Memang menjadi isu kalau seandainya dia
memperoleh penghasilan ini terus berasal dari atau tidak dilakukan pemotongan
oleh si pihak yang memberikan penghasilan,nah ini menjadi isu. Tetapi sekali lagi
yang saat ini adalah kita berada pada tahapan kita melakukan profiling, memetakan
kurang lebih siapa saja yang terlibat atau siapa saja yang ikut dalam aktivitas
endorsement atau selebgram ini dan kalau tidak salah di tim saya sudah ratusan juga
yang sudah berhasil dipetakan selebgram dan youtubers-nya. Kita tentu harus
menunggu dulu sampai dengan setidaknya Surat Pemberitahuan Tahunannya
masuk. Nanti di cek, data yang terdaftar dengan SPT-nya si Wajib Pajak yang
bersangkutan cocok atau tidak. Kalau tidak cocok nanti kita lakukan tahapan yang
berlaku secara umum. Jadi kalau prosedurnya sekarang memang dilakukan masih
dalam tahap kajian, pemetaan pemain atau pelaku-pelaku yang ada di endorsement
dan selebgram, nanti akan kita bandingkan dengan data kita yang ada dengan SPT
yang mereka laporkan, nanti baru tindak lanjutnya nanti di tahun depan. Di awal
tahun depanlah, setelah SPT-nya masuk.
Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia yang tengah melakukan mapping
memperkirakan potensi penerimaan pajak yang bisa masuk ke kas negara dari bisnis
ini mencapai 1,2 miliar dollar AS atau setara dengan 15,6 triliun rupiah. Prediksi
penerimaan pajak ini 4 kali lipat dari rata-rata jumlah APBD Perubahan beberapa
kota besar di Indonesia. Jumlah itu juga bisa digunakan untuk menutupi defisit
anggaran BPJS Kesehatan tahun 2016 yang mencapai 9 triliun rupiah. Selain itu,
jumlah tersebut juga bisa dipakai untuk membeli 100.000 rumah subsidi dengan
nilai masing-masing rumah 120 juta rupiah.
Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, penulis memilih saran sendiri. Setiap
instagram selebgram memiliki berbagai fitur yang tidak dimiliki akun non-

7
Yon Arsal, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak, DJP. (Wawancara eksklusif
ortax.org)
selebgram. Melalui akun mereka, diharuskan untuk memiliki akun PayPal sebagai
rekening pembayaran jasa yang merupakan vendor dari Amerika Serikat.
Alasan banyaknya selebgram yang mangkir dalam membayar pajak adalah karena
sistem self-assessment dimana pelaporan dan penghitungan pajaknya diserahkan
kepada wajib pajak itu sendiri. Membuat para selebgram acuh, kemudian
meninggalkan kesan Direktorat Jenderal Pajak kurang tegas terhadap penanganan
pajak. Untuk itu, perlu upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan yang
efektif agar para selebgram merasa wajib membayar pajak. Salah satunya dengan
cara merangkul mereka dan membuat program dan konten kerja sama antara para
selebgram dan Direktorat Jenderal Pajak.
Solusi lainnya, Direktorat Jenderal Pajak mendata para selebgram kemudian
bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia, serta PayPal dalam
pemotongan saldo otomatis untuk pajak seperti sistem pajak pekerja Indonesia saat
ini.

Anda mungkin juga menyukai