Fisiologi Tumbuhan
2.1 Kentang
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) cocok dibudidayakan di daerah
tropis yang bercurah hujan tinggi seperti di Indonesia. Pemanfaatan tanaman
kentang terletak pada umbinya. Kandungan pati dan karbohidratnya yang tinggi
menjadikan tanaman ini berpotensi untuk diversifikasi pangan menggantikan
beras. Di samping itu, permintaan kentang terus meningkat secara signifikan
seiring bertambahnya penduduk dan segmen pasar yang semakin luas. Namun, hal
ini terkendala karena bibit lokal yang bermutu sangat terbatas. Akibatnya,
pemerintah harus mengimpor bibit bermutu dari luar negeri namun harganya
masih sangat mahal (Harahap, 2014).
Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis pangan hasil pertanian yang
bernilai ekonomis cukup tinggi. Salah satu kendala yang dihadapi oleh prosuk ini
adalah umur simpanan (shelf-life) yang pendek dan mudah mengalami reaksi
browning adalah kadar air yang tinggi. Penyebab utama terjadinya terjadinya
reaksi browning adalah kadar air yang cukup tinggi. Dehidrasi osmotik adalah
suatu hal yang dilakukan dengan cara merendam bahan pangan di dalam larutan
(garam, gula atau bahan lainnya) dengan tekanan osmosis lebih tunggi daripada
tekanan osmosis intraseluler bahan pangan tersebut. Akibatnya, air dalam bahan
akan keluar melintas membran sel menuju larutan perendam itu (Wirawan, 2016).
Tanaman kentang adalah salah satu diantara beberapa tanaman penghasil umbi
yang sangat respon terhadap pemupukan kalium. Hal ini cukup beralasan karena
kalium berfungsi untuk memacu translokasi asimilat dari sumber (daun) ke bagian
lubuk (umbi). Selain itu, kalium juga berfungsi dalam membantu potensial omotik
sel dalam pengambilan air yang mempunyai pengaruh terhadap proses membuka
dan menutupnya stomata daun (Husadilla, 2017).
2.2 Potensial Osmotik
Osmosis merupakan peristiwa perpindahan air dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah yang melalui membran semipermeabel, yaitu membran yang
hanya mengizinkan air masuk dan akan menghambat zat-zat terlarut. Osmosis
sangat ditentukan oleh potensial air yang menggambarkan kemampuan air tesebut
untuk melakukan difusi (Sucipto, 2005).
Defisit air dalam jaringan tumbuhan dapat disebabkan oleh kekurangan suplai
air di daerah perakaran (rizosfer), atau karena permintaan air yang berlebihan oleh
daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju penyerapan air oleh akar
tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi dan
ketersediaan air tanah. Adanya kekurangan air di daerah perakaran menyebabkan
aktivitas pembelahan sel di daerah meristem akar menurun, sehingga menurunkan
berat kering akar selain itu berakibat menurunnya potensial air (Lestari, 2016).
Perubahan sifat fisiologi tanaman, misalnya potensial osmotik daun. Oleh
karena itu, perubahan morfo-fisiologi perlu dikaji lebih lanjut untuk melihat
tingkat korelasi sifat tersebut terhadap produktivitas. Luas daun, tebal daun,
anatomi daun, laju fotosintesis, klorofil, dan potensial osmotik daun adalah
beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi suatu tanaman.
Semakin meningkat jumlah biomasa semakin besar hasil fotosintat yang
dialokasikan ke limbung (sink) sehingga produksi tanaman juga naik. Fotosintesis
dan respirasi juga dipengaruhi oleh status air dalam daun. Potensial air tersebut
menggambarkan aktivitas air di dalam sel seperti translokasi hara (Darwati, 2017).
2.3 Tekanan Osmotik Cairan Sel
Potensial osmotik suatu larutan menyatakan status larutan yang dinyatakan
dalam konsentrasi, suatu larutan atau energi. Potensial osmotik air murni=0.
Potensial osmotik suatu cairan sel dapat diukur dengan mudah bila nilai potensial
tekanan cairan sel=0, yaitu pada saat sel mengalami plasmolisis. Volume sel yang
mengalami plamolisis sama dengan ketika mengalami plasmolisis insipient.
Plasmolisis insipient adalah peristiwa dimana protoplasma hampir terlepas dari
dinding sel. Plasmolisis insipient dapat ditentukan dengan melihat jumlah sel yang
terplasmolisis dari populasi yang diamati (Rahmanto, 2006).
Salah satu faktor penting energi penggerak air dari satu sistem larutan ke
sistem larutan yang lain (difusi) adalah adanya perbedaan gradien konsentrasi,
atau perbedaan potensial airnya. Dengan menempatkan potongan jaringan pada
seri larutan gula dengan taraf konsentrasi yang berbeda akan diperoleh seri
perbedaan gradien konsentrasi. Semakin besar gradien konsentrasi maka semakin
besar tenaga yang menggerakkan molekul air untuk berdifusi kedaerah yang
berkonsentrasi hipotonis ke hipertonis (Nasaruddin, 2019).
Status air dalam jaringan yang menurun mempengaruhi proses biokimia yang
berlangsung dalam sel sehingga laju fotosintesis menurun. Kandungan air dalam
jaringan daun yang berhubungan dengan perubahan turgor adalah RWC. RWC
secara tidak langsung merupakan ukuran perubahan turgor dalam kondisi tertentu,
seperti elastisitas sel yang konstan. Perubahan turgor sel, yaitu membesar dan
menyusutnya sel yang disebabkan oleh penyerapan atau hilangnya air, ditentukan
oleh elastisitas dinding sel. Tekanan turgor juga berperan dalam perkembangan
dan pertumbuhan tanaman (Wirawan, 2016).
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Potensial Osmotik
Menurut Sanjaya (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi potensial osmotik
antara lain:
a. Konsentrasi
Meningkatnya konsentrasi suhu larutan akan menurunkan nilai potensial
osmotiknya.
b. Ionisasi
Potensial osmotik suatu larutan ditentukan oleh jumlah partikel yang terdapat
dalam larutan tersebut.
c. Hidrasi zat terlarut
Air yang berasosiasi dengan partikel zat terlarut disebut sebagai air hidrasi. Air
hidrasi menyebabkan larutan pekat dan potensial osmosis rendah.
d. Suhu
Potensial osmotik suatu larutan nilainya akan menurun bila ada kenaikan suhu.
Selain itu juga, senyawa prolin berfungsi untuk pengaturan derajat osmotik sel.
Prolin dapat menurunkan potensial osmotik sehingga potensial air dalam sel
menjadi lebih rendah tanpa membatasi fungsi enzim dan menjaga turgor sel.
Prolin merupakan senyawa metabolit osmotik yang banyak disintesis dan
diakumulasi pada berbagai jaringan tanaman terutama pada daun apabila tanaman
menghadapi cekaman kekeringan. Tanaman yang mengakumulasi prolin pada
kondisi tercekam kekeringan pada umumnya memiliki kenampakan morfologi
yang lebih baik serta memiliki ketahanan hidup yang lebih tinggi daripada
tanaman yang tidak mengakumulasikannya (Benny, 2015).
BAB III
METEDOLOGI
Benny, W.P, dkk, 2015. Tanggapan Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) terhadap Variasi Iklim. Jurnal Vegetalika, vol. 4 (4), hal. 21-34.
Darwati, Ireng., dkk, 2017. Identification of Morpho-Physiological Characters
Determining Yield in Cashew Nut (Anacardium occidentale). Jurnal
Littri, vol. 19 (4), hal. 186–193, ISSN 0853-8212.
Harahap, Fauziyah,, 2014. Induksi Kalus Tanaman Kentang (Solanum tuberosum
L.) Varietas Granola dari Jenis Eksplan yang Berbeda dengan Zat
Pengatur Tumbuh 2,4-D secara In Vitro. Departemen Biologi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara
Medan.
Herianto, 2007. Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Husadilla, Ardiani,, dkk, Granola Varieties of Potato (Solanum tuberosum L.)
Responses toVarious Dose and Apllication Time of Potassium
Fertilizer. Jurnal Produksi Tanaman, vol. 5 (6), hal. 904-910. ISSN
2527-8452.
Lestari, Endang Gati., 2016. Mekanisme Toleransi dan Metode Seleksi Tumbuhan
yang Tahan Terhadap Cekamman Kekeringan. Jurnal Berita Biologi,
vol. 8(3), hal. 215-222.
Nasaruddin, 2019. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas
Hasanuddin Makassar.
Rahmanto, 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Bandar Lampung.
Sanjaya, Ade., 2010. Panduan Lengkap (Solanum vinicum). Jakarta: Penebar
Swadaya
Sucipto, 2005. Faktor Pengaruh Potensial Osmotik. Jakarta: Erlangga.
Wirawan, Sang Kompiang., 2016. Studi Transfer Massa pada Proses Dehidrasi
Osmosis Kentang (Solanum tuberosum L.). Jurnal Forum Teknik, vol.
30 (2), hal. 99-105.