Anda di halaman 1dari 7

MODEL PREDIKSI KEUANGAN

OLEH:

KELOMPOK 2/KELAS J (AKUNTANSI)

NI PUTU AYU DEWI KAMINI (1602622010595/04)


NI MADE MIRAHADI PUTRI (1602622010620/29)
ZANIA TAONG (1602622010621/30)
NI PUTU HEPY ANTARI (1602622010622/31)
SANG AYU MADE PUTRI ANGGRAWATI (1602622010624/33)
NI KADEK SWISTA BELLAWATI (1602622010625/34)
I KADEK ARI PRANAJAYA (1602622010628/37)
VIRSANITA SARINANDA ARIS (1602622010629/38)
NI KADEK ARIS MARIARTINI (1602622010630/39)
NI PUTU UTARI DEWI (1602622010472/41)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2018
PEMBAHASAN

13.1 JUST IN TIME ( JIT )

Upaya untuk meningkatkan produktifitas dan menekan pemborosan dan ketidak-


efesienan lainya terus dilakukan para ahli. Salah satu penemuan besar baru-baru ini
diperkenalkan adalah JIT Model. Model ini menunjukan bahwa konsep cost
management yang lama sudah ketinggalan zaman dan perlu diubah. Model ini sudah
banyak diminati oleh para pengusaha akhir-akhir ini sehingga dikenal sebagai golden
ring of manufacturing efficiency. Namun banyak orang salah tanggap terhadap
pengertian JIT ini. Menurut Johanson (1990) dalam artikel Management Accounting
dengan judul Preparing For Accounting System Changes, perlu dijelaskan bahwa
konsep JIT adalah merupakan model / filosofi yang mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:

1) Penekanan pada prinsip visibility sehingga dengan demikian setiap masalah


yang memerlukan perbaikan menjadi jelas dan dianggap sebagai kesempatan/
atau peluang.
2) Output selalu disesuaikan dengan permintaan sehingga kegiatan produksi
harus disesuakan dengan upaya menyeimbangkan keduanya.
3) JIT menghendaki kesederhanaan / kemudahan bukan kerumitan.
4) Pendekatan yang dilakukan bersifat “holistick” atau global. Konsep harus
diterima secara umum dan melibatkan semua pihak serta sumber perusahaan
yang dimiliki.
5) JIT menganut konsep perbaikan terus-menerus.

JIT merupakan filosofi perusahaan dalam beroperasi yang hakikatnya berupaya


menghilngkan “pemborosan”. Dengan konsep JIT maka setiap resources seperti
peralatan, bahan, alat, fungsi tenaga kerja digunakan secara minimal dan yang
digunakan hanya yang benar-benar diperlukan untuk menambah nilai produk.

JIT bukan merupakan :

 Program / kebijaksanaan persediaan.


 Hanya upaya melibatkan supplier dalam kegiatan perusahaan.
 Fenomena kebudayaan.
 Proyeksi penggunaan bahan.
 Proyeksi kebutuhan bahan.
 Obat mujarap bagi manajer yang lemah.

Beberapa unsur yang selalu dianut dalam konsep JIT ini adalah:

1) Sikap Awareness/Education
Setiap orang harus mencoba memperbaiki keadaan walaupun pada mulanya salah
namun harus terus dicoba sehingga merupakan proses pendidikan bagi personel.
Mencoba dan salah lebih bagus dari pada tidak dicoba sama sekali.
2) House- Keeping
Setiap orang harus bertanggung jawab pada setiap peralatan atau harta perusahaan
baik yang dibawah pengawasan maupun yang diluarnya.
3) Quality Improvement
Kwalitas harus terus ditingkatkan untuk menuju “zero defects” (tidak ada
kerusakan). Kapan saja ditemukan kesalahan operator harus segera menyetop
operasi dan langsung melakukan koreksi.
4) Uniform Plant Load (UPL)
Artinya jika kita menjual harian maka produksi harus harian pula. Produksi sesuai
demand, tidak perlu ada persediaan.
5) Redesign Process Flow
Untuk memenuhi konsep UPL diatas maka kegiatan produksi harus didesain
sedemikian rupa sehingga seluruh peralatan digunakan untuk memproduksikan
barang secara group bukan per departemen.
6) Set up Reduction
Dengan melakukan redesign maka dapat saja terjadi peralatan yang dimiliki
dikurangi sehingga produk benar-benar sesuai kebutuhan.
7) Supplier Net Work
Jaringan permasalahan harus dapat diatur edemikian rupa sehingga barang yang
dibutuhkan datang pada saat yang tepat, barang hanya diterima pada saat
diperlukan.

Dengan menjalankan konsep JIT maka peralatan yang diperlukan hanya 1 unit, jangka
waktu antara kegiatan tidak lowong, kerusakan tidak ada, waktu berhenti tidak ada,
operasi mesin seimbang dengan baik, work in process (WIP) berada dalam jumlah
minimum dan alat-alat tidak pernah berhenti percuma.

Di Indonesia konsep-konsep ini belum begitu dikenal. Namun system globalissi


seperti saat akan mengharuskan penggunaan sistem ini.

13.2 ECONOMIC ORDER QUANTITY ( EOQ )

Model ini dapat memberikan angka berapa order pembelian sehingga kita
mendapatkan biaya yang optimal. Model ini akan memberikan angka berapa pesanan
sebaiknya dilakukan untuk sekali pesanaan sehingga kita mencapai titik optimum
biaya yang paling efisien.

Contoh :

PT Citra Harmoni menggunakan bahan setahun yaitu 5400 unit. Biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan pesanan (order) adalah Rp 10 000,-. Sedangkan untuk
satu unit dibutuhkan biaya Carrying Cost sebesar Rp 1.200,-.

Berapa jumlah pesanan optimum untuk sekali pesanan?

EOQ = 300 Unit

Jadi dalam satu tahu kita melakukan pembelian sebanyak 300 unit sekali pesanan.
Dengan kata lain untuk memenuhi bahan sebanyak 5.400 unit kita harus melakukan
pemesanan 18 kali (5.400/300).

13.3 MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN

Pengukuran atas kebangkrutan perusahaan juga dapat dilakukan melalui laporan


keuangan dengan 2 metode, yaitu metode univariate dan metode multivariate.

1. Model Univariate
Menurut hanafi ( 2004 ). Analisis univariate dilakukan dengan melihat
variabel keuangan yang diperkirakan mempengaruhi atau berkaitan dengan
kebangkrutan dengan menganalisis atau berkaitan dengan kebangkrutan dengan
menganlisis terpisah.
Sedangkan menurut Bappepam ( 2005 ). Analisis rasio merupakan salah satu
bentuk analisis univariate, cara ini yang pada umumnya digunakan investor untuk
menghitung dan menganalisis berbagai macam rasio keuangan seperti modal
kerja, rasio-rasio profitabilitas, tingkat hutang atau leverage, dan likuiditas untuk
mendeteksi tanda-tanda kebangkrutan suatu perusahaan, tetapi timbul suatu
permasalahan yaitu masing-masing rasio mempunyai kegunaan dan memberikan
indikasi yang berbeda mengenai kesehatan keuangan perusahaan.
Kadang-kadang rasio-rasio tersebut juga terlihat berlawanan satu sama lain.
Oleh karena itu, jika hanya bergantung pada perhitungan rasio secara individual
maka para investor akan mendapat kesulitan dan kebingungan untuk memutuskan
apakah perusahaan dalam kondisi sehat atau sebaliknya.
Pendekatan tunggal ( univariate ) bisa dipakai untuk memprediksi kesulitan
keuangan dengan asumsi bahwa distribusi variabel keuangan untuk perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan berbeda dengan distribusi variabel keuangan
untuk perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan.
Empat variabel yang menunjukan perbedaan antara perusahaan yang bangkrut
dengan yang tidak bangkrut secara konsisten adalah :
a) Tingkat Retun ( rate of return )
Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return yang rendah.
b) Penggunaan Hutang
Perusahaan yang bangkrut menggunakan hutang yang lebih tinggi.
c) Perhitungan Terhadap Biaya Tetap ( fixed payment coverage )
Perusahaan yang bangkrut mempunyai perlindungan terhadap biaya tetap
yang lebih kecil.
d) Fluktuasi Retun Saham
Perusahaan yang bangkrut mempunyai rata-rata return yang lebih rendah
dan mempunyai return saham yang lebih tinggi.

Kebangkrutan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel intern


saja (dari perusahaan), tetapi juga oleh variabel-variabel eksternal seperti
perubahan tingkat bunga, turunnya kondisi perekonomian, atau perubahan
tingkat pengangguran. Dengan bukti semacam ini multivariate bisa
memasukkan variabel-variabel ekonomi makro untuk memprediksi
kemungkinan kebangkrutan.

2. Metode Multivariate
Menurut Hanafi ( 2004 ). Analisis multivariate menggunakan dua variabel
atau lebih secara bersama-sama dalam satu persamaan. Di bagian lain Bappepam (
2005 ) mengatakan analisis ini dapat mempermudah analisis atas kondisi
keuangan perusahaan daripada menghitung sekian banyak rasio keuangan secara
individual lalu menginterpretasi masing-masing rasio satu per satu.
a) Z-Score / Altman / Multiple Discriminate Analysis
Model Altman Z-score mengunakan analisis keuangan yang dibuat
dengan mengkombinasikan lima rasio keuangan yang berbeda-beda, yaitu
( rasio modal kerja/Total aktiva, Laba ditahan/Total aktiva, Earning Before
Income and Tax/Total aktiva, Nilai pasar modal/Nilai buku hutang,
Penjualan/Total aktiva ) untuk menentukan potensi atau kemungkinan
bangkrutnya sebuah perusahaan. Dan nilai Z-nya, berdasarkan titik cut off
yang dilaporkan Altman.

b) Regresi Logistik / Logit


Regresi logistik ( kadang disebut model logistik atau model Logit ), dalam
statistika digunakan untuk prediksi probabilitas kejadian suatu peristiwa
dengan mencocokkan data pada fungsi logit kurva logistik. Metode ini
merupakan model linier umum yang digunakan untuk regresi binomial.
Seperti analisis regresi pada umumnya, metode ini menggunakna beberapa
variabel prediktor, baik numerik maupun ketegori. Misalnya, probabilitas
bahwa oorang yang menderita serangan jantung pada waktu tertentu dapat
diprediksi dari informasi usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh.
Regresi logistik juga digunkan secara luas pda bidang kedokteran dan ilmu
sosial, maupun pemasaran seperti prediksi kecenderungan pelanggan untuk
membeli suatu produk atau berhenti berlangganan.

Salah satu model multivariate yang lain adalah model analisis logit yang
dikembangkan oleh James A. Ohlson. Prosedur penelitian yang dilakukan
oleh Ohlson adalah :
1) Menghitung serangkaian resiko keuangan.
2) Mereduksi sejumlah rasio keuangan kemudian memilih rasio yang
paling baik, yang membedaan perusahaan yang bangkrut dan yang
tidak bangkrut.
3) Menetapkan koefisien untuk setiap variabel prediktor yang dilibatkan.
DAFTAR PUSTAKA

https://yantoumm.wordpress.com/2007/12/12/alkmodel-prediksi-keuangan/

http://ginaamyblog.blogspot.com/2016/10/prediksi-kebangkrutan.html

Anda mungkin juga menyukai