OLEH:
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2018
PEMBAHASAN
Beberapa unsur yang selalu dianut dalam konsep JIT ini adalah:
1) Sikap Awareness/Education
Setiap orang harus mencoba memperbaiki keadaan walaupun pada mulanya salah
namun harus terus dicoba sehingga merupakan proses pendidikan bagi personel.
Mencoba dan salah lebih bagus dari pada tidak dicoba sama sekali.
2) House- Keeping
Setiap orang harus bertanggung jawab pada setiap peralatan atau harta perusahaan
baik yang dibawah pengawasan maupun yang diluarnya.
3) Quality Improvement
Kwalitas harus terus ditingkatkan untuk menuju “zero defects” (tidak ada
kerusakan). Kapan saja ditemukan kesalahan operator harus segera menyetop
operasi dan langsung melakukan koreksi.
4) Uniform Plant Load (UPL)
Artinya jika kita menjual harian maka produksi harus harian pula. Produksi sesuai
demand, tidak perlu ada persediaan.
5) Redesign Process Flow
Untuk memenuhi konsep UPL diatas maka kegiatan produksi harus didesain
sedemikian rupa sehingga seluruh peralatan digunakan untuk memproduksikan
barang secara group bukan per departemen.
6) Set up Reduction
Dengan melakukan redesign maka dapat saja terjadi peralatan yang dimiliki
dikurangi sehingga produk benar-benar sesuai kebutuhan.
7) Supplier Net Work
Jaringan permasalahan harus dapat diatur edemikian rupa sehingga barang yang
dibutuhkan datang pada saat yang tepat, barang hanya diterima pada saat
diperlukan.
Dengan menjalankan konsep JIT maka peralatan yang diperlukan hanya 1 unit, jangka
waktu antara kegiatan tidak lowong, kerusakan tidak ada, waktu berhenti tidak ada,
operasi mesin seimbang dengan baik, work in process (WIP) berada dalam jumlah
minimum dan alat-alat tidak pernah berhenti percuma.
Model ini dapat memberikan angka berapa order pembelian sehingga kita
mendapatkan biaya yang optimal. Model ini akan memberikan angka berapa pesanan
sebaiknya dilakukan untuk sekali pesanaan sehingga kita mencapai titik optimum
biaya yang paling efisien.
Contoh :
PT Citra Harmoni menggunakan bahan setahun yaitu 5400 unit. Biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan pesanan (order) adalah Rp 10 000,-. Sedangkan untuk
satu unit dibutuhkan biaya Carrying Cost sebesar Rp 1.200,-.
Jadi dalam satu tahu kita melakukan pembelian sebanyak 300 unit sekali pesanan.
Dengan kata lain untuk memenuhi bahan sebanyak 5.400 unit kita harus melakukan
pemesanan 18 kali (5.400/300).
1. Model Univariate
Menurut hanafi ( 2004 ). Analisis univariate dilakukan dengan melihat
variabel keuangan yang diperkirakan mempengaruhi atau berkaitan dengan
kebangkrutan dengan menganalisis atau berkaitan dengan kebangkrutan dengan
menganlisis terpisah.
Sedangkan menurut Bappepam ( 2005 ). Analisis rasio merupakan salah satu
bentuk analisis univariate, cara ini yang pada umumnya digunakan investor untuk
menghitung dan menganalisis berbagai macam rasio keuangan seperti modal
kerja, rasio-rasio profitabilitas, tingkat hutang atau leverage, dan likuiditas untuk
mendeteksi tanda-tanda kebangkrutan suatu perusahaan, tetapi timbul suatu
permasalahan yaitu masing-masing rasio mempunyai kegunaan dan memberikan
indikasi yang berbeda mengenai kesehatan keuangan perusahaan.
Kadang-kadang rasio-rasio tersebut juga terlihat berlawanan satu sama lain.
Oleh karena itu, jika hanya bergantung pada perhitungan rasio secara individual
maka para investor akan mendapat kesulitan dan kebingungan untuk memutuskan
apakah perusahaan dalam kondisi sehat atau sebaliknya.
Pendekatan tunggal ( univariate ) bisa dipakai untuk memprediksi kesulitan
keuangan dengan asumsi bahwa distribusi variabel keuangan untuk perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan berbeda dengan distribusi variabel keuangan
untuk perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan.
Empat variabel yang menunjukan perbedaan antara perusahaan yang bangkrut
dengan yang tidak bangkrut secara konsisten adalah :
a) Tingkat Retun ( rate of return )
Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return yang rendah.
b) Penggunaan Hutang
Perusahaan yang bangkrut menggunakan hutang yang lebih tinggi.
c) Perhitungan Terhadap Biaya Tetap ( fixed payment coverage )
Perusahaan yang bangkrut mempunyai perlindungan terhadap biaya tetap
yang lebih kecil.
d) Fluktuasi Retun Saham
Perusahaan yang bangkrut mempunyai rata-rata return yang lebih rendah
dan mempunyai return saham yang lebih tinggi.
2. Metode Multivariate
Menurut Hanafi ( 2004 ). Analisis multivariate menggunakan dua variabel
atau lebih secara bersama-sama dalam satu persamaan. Di bagian lain Bappepam (
2005 ) mengatakan analisis ini dapat mempermudah analisis atas kondisi
keuangan perusahaan daripada menghitung sekian banyak rasio keuangan secara
individual lalu menginterpretasi masing-masing rasio satu per satu.
a) Z-Score / Altman / Multiple Discriminate Analysis
Model Altman Z-score mengunakan analisis keuangan yang dibuat
dengan mengkombinasikan lima rasio keuangan yang berbeda-beda, yaitu
( rasio modal kerja/Total aktiva, Laba ditahan/Total aktiva, Earning Before
Income and Tax/Total aktiva, Nilai pasar modal/Nilai buku hutang,
Penjualan/Total aktiva ) untuk menentukan potensi atau kemungkinan
bangkrutnya sebuah perusahaan. Dan nilai Z-nya, berdasarkan titik cut off
yang dilaporkan Altman.
Salah satu model multivariate yang lain adalah model analisis logit yang
dikembangkan oleh James A. Ohlson. Prosedur penelitian yang dilakukan
oleh Ohlson adalah :
1) Menghitung serangkaian resiko keuangan.
2) Mereduksi sejumlah rasio keuangan kemudian memilih rasio yang
paling baik, yang membedaan perusahaan yang bangkrut dan yang
tidak bangkrut.
3) Menetapkan koefisien untuk setiap variabel prediktor yang dilibatkan.
DAFTAR PUSTAKA
https://yantoumm.wordpress.com/2007/12/12/alkmodel-prediksi-keuangan/
http://ginaamyblog.blogspot.com/2016/10/prediksi-kebangkrutan.html