Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

GIZI DALAM DAUR KEHIDUPAN


IBU MENYUSUI – BAYI 0-6 BULAN

Disusun oleh :
Thobagus Muhammad N (17051334015)
Diah Ayu Pitaloka (17051334017)
Yulia Anggraini (17051334020)
Syafrida Mahfudlotul Jannah (17051334026)
Mardiana Zardhari (17051334035)

S1 GIZI 2017
PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, Tuhan semesta
alam, yang telah melimpahkan berkat, kasih dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW serta iringan do’a untuk keluarga, sahabat, dan seluruh
pengikutnya yang selalu setia sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah yang bertema Ibu menyusui dan
bayi 0-6 bulan, ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua dan teman-
teman, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Amalia Ruhana, S.P., M.P.H. selaku dosen pengajar Mata Kuliah Gizi Dalam
Daur Kehidupan yang telah memberikan tugas, petunjuk, sehingga kami termotivasi
dan menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga makalah ini selesai.
3. Teman-teman yang telah turut membantu baik saran maupun pengetahuan sehingga
laporan dapat selesai.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
Aamiin.

Surabaya, 04 September 2019

Kelompok 4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Setelah melahirkan Ibu memiliki tanggung jawab mendampingi bayi agar dapat
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Cara terbaik bagi Ibu untuk
memberikan kasih sayang dan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang bayi adalah
dengan memberikan ASI. Pemberian ASI meningkatkan ikatan kasih saying (asih),
memberikan gizi terbaik (asuh), serta melatih reflex dan motoric bayi (asah).
Menurut WHO (2009) prinsip pemberian makanan bayi dan anak yang baik adalah
melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), memberikan ASI secara eksklusif selama 6
bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang tepat dimulai sejak bayi
berusia 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai 2 tahun. IMD merupakan salah
satu penentu kesuksesan pemberian ASI eksklusif 6 bulan. Berbagai studi menunjukkan
hubungan yang positif antara IMD dengan kelangsungan pemberian ASI eksklusif 6
bulan. Manfaat IMD diantaranya adalah mengurangi risiko terjadinya kematian Ibu,
meningkatkan kemungkinan keberhasilan ASI eksklusif 6 bulan, mencegah kematian
neonatal (kematian bayi berumur kurang dari 1 bulan), dan meningkatkan kedekatan dan
rasa kasih sayang antara Ibu dan bayi.
Status gizi Ibu menyusui memegang peranan penting untuk keberhasilan menyusui
yang indikatornya diukur dari durasi ASI eksklusif, pertumbuhan bayi, dan status gizi Ibu
pasca menyusui. Berbagai studi menyebutkan adanya hubungan positif antara status gizi
ibu dengan peforma menyusui dan partumbuhan bayi. WHO (2002) mengungkapkan
bahwa durasi optimal pemberian ASI eksklusif 6 bulan dapat dicapai bila status gizi ibu
menyusui baik.
Seribu hari pertama kehidupan sangat menentukan kesehatan anak di usia selanjutnya
yaitu dimulai dari masa janin dalam kandungan hingga anak usia dua tahun, pertumbuhan
terjadi sangat pesat. Masa ini merupakan window of opportunity yaitu periode emas
pertumbuhan. Kerusakan pada periode ini bersifat irreversible artinya tidak dapat
diperbaiki difase kehidupan berikutnya dan akan memengaruhi outcome kesehatan pada
masa anak-anak dan dewasa.
Pada fase ini juga terjadi pertumbuhan otak yang sangat cepat. Periode pertumbuhan
otak yang sangat pesat ini hanya berlangsung sampai usia 5 tahun sehingga usia 5 tahun
disebut sebagai “golden period”. Agar bayi dan anak mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal diperlukan asupan gizi, pola asuh dan stimulus yang tepat
dan memadai.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi payudara dan fisiologi laktasi?
1.2.2 Apa itu ASI eksklusif dan jelaskan komposisinya?
1.2.3 Mengapa ASI eksklusif 6 bulan?
1.2.4 Jelaskan tata kelola dan penyimpanan ASI?
1.2.5 Kebutuhan gizi ibu menyusui?
1.2.6 Kandungan makanan apa saja yang perlu dibatasi bagi Ibu menyusui?
1.2.7 Masalah apa saja yang terjadi pada payudara Ibu menyusui?
1.2.8 Apa saja faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan?
1.2.9 Kebutuhan zat gizi makro dan mikro pada bayi 0-6 bulan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa diharapkan dapat memahami segala hal yang berkaitan dengan
kebutuhan gizi Ibu menyusui dan bayi 0-6 bulan.
BAB II

ISI

2.1 Anatomi payudara dan fisiologi laktasi

Payudara tersusun dari jaringan kelenjar, jaringan ikat, dan jaringan lemak.
Diameter payudara sekitar 10-12 cm. Pada wanita yang tidak hamil berat rata-rata
payudara sekitar 200 gram tergantung individu wanita tersebut.. Pada akhir kehamilan
beratnya berkisar 400-600 gram, sedangkan berat payudara pada masa menyusui
dapat mencapai 600-800 gram.

Ukuran payudara memang berbeda-beda, namun ukuran payudara tidak


memengaruhi kemampuan ibu untuk menyusui dan tidak menentukan banyaknya ASI
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan faktor utama yang menentukan jumlah produksi
ASI adalah kerja hormon dan refleks menyusui.

Payudara terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu korpus/badan yang merupakan
bagian yang besar, areola yang merupakan bagian tengah berwarna kehitaman, dan
papilla/puting yang merupakan bagian yang menonjol di puncak payudara. Struktur
payudara terdiri dan tiga bagian yaitu kulit, jaringan subkutan (jaringan di bawah
kulit), dan corpus mammae. Corpus mammae terdiri dari parenkim dan stroma.
Parenkim merupakan suatu struktur yang terdiri dari duktus laktiferus (duktus),
duktulus (duktuli), lobus, dan alveolus. Struktur duktulus dan duktus berpusat ke arah
puting susu.

Puting susu dan areola adalah gudang susu yang mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan menyusui. Pada daerah ini terdapat ujung-ujung saraf peraba yang
penting pada proses refleks saat menyusui. Puting susu terletak di bagian tengah
payudara. Warnanya bermacam-macam dari yang merah muda pucat sampai hitam
dan gelap selama masa kehamilan dan menyusui. Puting susu biasanya menonjol
keluar dari permukaan payudara. Meskipun demikian, kadang dijumpai puting yang
datar (flat nipples), atau masuk ke dalam (inverted nipples). : Bentuk tersebut tidak
selalu berpengaruh pada proses laktasi. Areola merupakan daerah berpigmen yang
mengelilingi puting susu. Pada daerah areola terdapat beberapa minyak yang
dihasilkan oleh kelenjar Montgomery. Kelenjar ini bekerja untuk melindungi dan
meminyaki puting susu selama menyusui.

2.2 Pengertian ASI eksklusif komposisinya serta manfaat bagi Ibu dan bayinya

ASI adalah makanan yang terbaik bagi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.
Semua kebutuhan nutrisi vaitu protein, karbohidrat, lemak. riamin, dan mineral sudah
tercukupi dari ASI. ASI awal mengandung zat lekebalan tubuh dari ibu yang dapat
melindungi bayi dari penyakit penyebab kematian bayi di seluruh dunia seperti diare,
ISPA dan radang paru-paru. Di masa dewasa, terbukti bahwa bayi yang diberi ASI
memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit degeneratif seperti penyakit darah
tinggi, diabetes tipe 2, dan obesitas. Sehingga WHO sejak 2001 merekomendasikan
agar bayi mendapat ASI eksklusif sampai umur 6 bulan. Dalam World Health
Assembly yang berlangsung 18 Mei 2001, WHO menyampaikan rekomendasi
pemberian ASI eksklusif 6 bulan dan MPASI setelahnya dengan tetap memberikan
ASI hingga 2 tahun. Keputusan tersebut telah diadopsi oleh pemerintah Indonesia
pada tahun 2004 melalui Kepmenkes RI No. 450/Menkes/SK/IV/ dengan menetapkan
target pemberian ASI eksklusif 6 bulan sebesar 80 %.

ASI merupakan emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan mineral. Pada 6
bulan pertama pasca melahirkan rata-rata ASI yang diproduksi ibu adalah 780 ml/hari
dan menurun menjadi 600ml/hari pada 6 bulan kedua. Gizi ibu dapat memengaruhi
komposisi ASI. Aspek gizi ibu yang dapat memengaruhi komposisi ASI adalah
asupan ibu, cadangan zat gizi, dan kemampuan ibu dalam menyerap zat gizi. Meski
begitu ASI tetaplah makanan terbaik bagi bayi. Terdapat beberapa zat gizi tertentu
yang jumlahnya akan lebih rendah dalam ASI apabila ibu mengalami dehidrasi dan
malnutrisi.

Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu. Komposisi ASI dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya stadium laktasi, status gizi, dan asupan ibu. Menurut
stadium laktasi, ASI terbagi menjadi kolostrum, ASI transisi/peralihan, dan ASI
matur. Komposisi ASI juga dipengaruhi oleh status gizi dan asupan gizi ibu karena
energi dan zat gizi dalam ASI berasal dari dua sumber, yaitu cadangan lemak tubuh
ibu dan asupan gizi ibu.

Kolostrum merupakan ASI yang kental berwarna kuning yang dihasilkan sejak hari
pertama sampai dengan ibu melahirkan. Warna kuning yang hari ke-7 hingga hari ke-
10 setelah dihasilkan berasal dari beta karoten. Komposisi zat gizi pada kolostrum
berubah dari hari ke hari. Bila dipanaskan, kolostrum akan menggumpal, sedangkan
ASI matur tidak. Keasaman kolostrum lebih alkalis/basa dibandingkan dengan ASI
matur. Volume kolostrum berkisar antara 2-20 ml dalam 3 hari pertama setelah
melahirkan. Rata-rata energi yang dapat diperoleh dari 100 ml kolostrum adalah 67
kalori. Kadar karbohidrat dan lemak pada kolostrum lebih rendah jika dibandingkan
dengan ASI matur, namun kadar natrium, kalium, dan klorinnya lebih tinggi. Total
kandungan protein pada kolostrum lebih tinggi dari lemak dan laktosa, dengan protein
utama yaitu globulin (gamma globulin).

Keistimewaan kolostrum adalah memiliki kandungan immunoglobulin A yang


dapat memberikan perlindungan bagi bayi hingga usia 6 bulan. Vitamin larut lemak
pada kolostrum lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASI matur, selain itu lemaknya
lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dibandingkan dengan ASI matur.
Kandungan kolesterol yang tinggi baik untuk perkembangan otak dan mielenisasi
saraf. Kolesterol tinggi juga membuat bayi mempunyai kemampuan untuk
memetabolisme kolesterol lebih baik sehingga bayi ASI akan memiliki risiko yang
lebih rendah oleh menderita penyakit degeneratif di masa dewasa. Kolostrum juga
mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein di dalam usus bayi menjadi
kurang sempurna. Hal ini akan menguntungkan bayi, karena kadar antibodi pada bayi
akan semakin bertambah. Kolostrum yang dikonsumsi bayi dapat memfasilitasi
perkembangan flora bifidus serta memfasilitasi pengeluaran mekonium (tinja bayi
yang berwarna hijau kehitaman) dan mencegah bayi kuning/ikterus, sehingga usus
akan berkembang lebih matang, mencegah alergi dan keadaan tidak tahan
(intoleransi). Selain itu, kolostrum juga kaya vitamin A untuk mengurangi keparahan
infeksi dan mencegah penyakit mata.

ASI Transisi/Peralihan ASI transisi merupakan peralihan dari kolostrum sampai


menjadi ASI matur. ASI transisi diproduksi pada hari ke-7 atau ke-10 sampai 2
minggu pasca melahirkan. Kandungan vitaminnya lebih rendah dari kolostrum. Kadar
protein makin merendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak semakin tinggi
sedangkan volume akan semakin meningkat.

ASI matur merupakan kandungan terbesar ASI yang disekresi pada minggu ke-2
setelah melahirkan dan seterusnya. ASI matur menghasilkan energi sekitar 75 Kal/100
ml. Komposisinya relative konstan (ada pula yang menyatakan bahwa komposisi ASI
relatif konstan baru mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5) dan seluruhnya larut air.
ASI matur berwarna putih kekuningan dikarenakan adanya garam Ca-caseinat,
riboflavin, dan karoten. ASI matur tidak menggumpal jika dipanaskan. Di dalamnya
terdapat faktor antimikrobial yaitu antibodi, bakteri dan virus, enzim (lisozim,
laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase, fosfodiesterase,
alkalinfosfatase), protein. Laktobasilus bifidus merupakan koloni kuman yang
memetabolisir laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH
sehingga pertumbuhan bakteri patogen akan terhambat. Faktor lekosit dan pH ASI
mempunyai pengaruh mencegah pertumbuhan bakteri patogen.

2.3 Pentingnya ASI eksklusif 6 bulan


1. Sistem imun bayi berusia kurang dari 6 bulan belum sempurna. MPASI dini sama
saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman terutama
bila makanan disajikan tidak higienis. Hasil penelitian di Indonesia (Pertiwi dkk,
2006) menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MPASI sebelum berumur 6
bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas hanya
mendapatkan ASI eksklusif.
2. Pada 6 bulan pertama kehidupan organ pencernaan bayi masih belum matang
sehingga membutuhkan asupan gizi yang mudah untuk dicerna. Saat bayi berumur
6 bulan ke atas, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima
MPASI Beberapa enzim pemecah protein seperti pepsin, lipase, enzim amilase,
dan sebagainya baru akan diproduksi sempurna pada saat ia berumur 6 bulan.
3. Mengurangi risiko terkena alergi. Saat bayi berumur kurang dari 6 bulan sel-sel di
sekitar usus belum siap untuk kandungan dari makanan sehingga makanan yang
masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.
4. Menunda pemberian MPASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari obesitas di
kemudian hari akibat proses pemecahan sari-san makanan yang belum sempurna.
5. Masa kehamilan hingga bayi berusia 2 tahun merupakan periode pertumbuhan
otak yang paling cepat. Periode ini disebut periode lompatan pertumbuhan otak
yang cepat (brain growth spurt). Pemenuhan kebutuhan gizi bayi secara langsung
dapat memengaruhi pertumbuhan, termasuk pertumbuhan otak. Pemberian ASI
eksklusif sampai 6 bulan (gold standard) akan mengoptimalkan kecerdasan bayi di
usia selanjutnya. Hal ini dikarenakan ASI merupakan makanan yang paling ideal
bagi bayi. ASI juga mengandung zat gizi khusus yang diperlukan otak bayi agar
tumbuh optimal.
6. Apabila bayi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, bayi akan sering berada
dalam dekapan ibu. Bayi akan mendengar detak jantung ibunya yang telah ia
kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan
menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang
percaya diri dan dasar spiritual yang baik.
2.4 Penyimpanan ASI

Menurut informasi dari pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI yang
berisi kebijakan-kebijakan terkait peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, yaitu pada Pasal 30 ayat 3,
yang bunyinya yaitu Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum
harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan atau memerah ASI sesuai
dengan kondisi kemampuan perusahaan, serta Pasal 34 yang berbunyi pengurus
tempat kerja wajib memberikan kesempatam kepada ibu yang bekerja untuk
memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu ditempat
kerja.

Tata kelola ASI Perah

 Saat yang tepat untuk memerah ASI ketika bekerja


ASI diperah secara rutin minimal setiap 2-3 jam dan tidak menunggu payudara
terasa penuh. Akan lebih sulit untuk memerah jika payudara sudah bengkak
dan akan terasa nyeri serta akan menyebabkan penurunan produksi ASI.
 Cara menyimpan ASI perah ditempat kerja
 Tempat penyimpanan ASI disarankan menggunakan botol kaca, karena
lemak-lemak dalam ASI tidak akan banyak menemoel. Selain itu botol
kaca juga relative murah dan bias digunakan berulang kali.
 Bila ASI perah disimpan dalam botol kaca, hendaknya botol jangan diisi
terlalu penuh, hal ini bisa menyebabkan botol kaca pecah saat disimpan
didalam freezer. Maka isikan ASI perah kurang lebih ¾ botol saja.
 Pastikan botol yang akan digunakan untuk menyimpan ASI perah sudah
dicuci bersih dengan sabun dan sebelum digunakan bilas dengan air panas.
 Simpan ASI perah ke dalam botol steril dan tutup dengan rapat, dan jangan
sampai ada celah yang terbuka.
 Botol diberi label berupa jam, tanggal pemerahan, dan nama untuk
membedakan dengan ASI perah milik pekerja lainnya.
 ASI perah harus disimpan dalam lemari pendingin. Pisahkan ASI perah
dengan bahan makanan lain yang tersimpan dalam lemari pendingin.
 Cara membawa ASI perah dari tempat kerja kerumah
 Tutup botol dipastikan sudah tertutup rapat.
 ASI perah dimasukkan kedalam temos yang sudah diisi es batu dengan
jumlah yang sesuai dengan jumlah botol ASI perah.
 Memastikan bahwa botol bersentuhan langsung dengan es batu.
 Cara menyimpan ASI perah setelah sampai dirumah
 Setelah sampai dirumah ASI perah dimasukkan kedalam lemari pendingin
selama 1 jam sebelum dimasukkan kedalam freezer.
 Bila ASI perah melimpah, untuk jangka panjang sebaiknya sebagian ASI
perah disimpan didalam freezer dan disimpan dilemari pendingin untuk
jangka pendek.
2.5 Kebutuhan gizi Ibu menyusui
2.5.1 Energi
AKG 2013 merekomendasikan tambahan kebutuhan energi ibu
menyusui pada 6 bulan pertama postpartum sebesar 330 Kal/hari dari
kebutuhan energi wanita tidak hamil. Angka ini relatif lebih kecil
dibandingkan rekomendasi tambahan energi untuk ibu menyusui di AKG 2004
sebelumnya (+500 Kal). Hal ini karena rekomendasi AKG untuk wanita tidak
hamil ditingkatkan dari 1900 Kal (AKG 2004) menjadi 2250 Kal (AKG 2013).
Pada 6 bulan ke-2, selain tetap memberikan ASI ibu harus mulai
mengenalkan makanan kepada bayinya berupa makanan pendamping ASI (MP
ASI). Dengan mulai diberikannya MPASI kepada bayi maka rata-rata
konsumsi ASI pada bayi turun menjadi 600 ml/hari. AKG 2013 menyebutkan
bahwa tambahan kebutuhan energi ibu pada 6 bulan ke-2 postpartum adalah
sebesar 400 Kal/hari.
2.5.2 Protein
Sama halnya dengan energi, kebutuhan protein ibu menyusui harus
ditambah. Selama menyusui tambahan protein diperlukan untuk memproduksi
ASI dan membangun kembali berbagai jaringan tubuh yang rusak akibat
proses melahirkan. AKG 2013 merekomendasikan tambahan asupan protein
ibu saat menyusui sebesar 20 g/hari setara dengan 2 potong sedang daging sapi
(1 potong sedang sekitar 6x2x5 cm/sekitar 100 gram) atau 3 potong sedang
tempe (1 potong sekitar 4x6xl cm) atau 3 buah tahu berukuran sedang (sekitar
6x6x2,5 cm) atau 6 butir telur atau 3 gelas susu sapi (1 gelas 200 ml). Jumlah
tambahan protein yang dibutuhkan ibu saat hamil dan laktasi sama besar.
2.5.3 Lemak
Lemak berperan sebagai sumber dan cadangan energi, pelarut witamin
A, D, E, dan K, dan juga berperan sebagai cadangan energi untuk
menghasilkan ASI. Oleh karena itu, kebutuhan lemak ibu nenyusui perlu
ditingkatkan. AKG 2013 merekomendasikan tambahan asupan lemak
menyusui menjadi 11-13 g/hari.
2.5.4 Vitamin
Kebutuhan vitamin ibu saat menyusui meningkat. Kebutuhan beberapa
jenis vitamin saat menyusui melebihi kebutuhan saat hamil.
Kebutuhan vitamin meningkat karena vitamin A berperan dalam
tumbuh kembang bayi dan kesehatan ibu. Peningkatan kebutuhan vitamin A
yang direkomendasikan oleh AKG saat menyusui meningkat sebesar 350 RE.
Vitamin A membantu pertumbuhan sel, jaringan, gigi dan tulang,
perkembangan saraf, penglihatan, dan meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Sumber makanan yang mengandung vitamin A yaitu kuning
telur, hati, mentega, sayuran berwarna hijau, dan buah berwarna kuning seperti
wortel dan tomat.
Vitamin D sangat dibutuhkan oleh tubuh, terutama wanita. Sebab
vitamin D dibutuhkan untuk pertumbuhan, pembentukan tulang dan gigi, serta
penyerapan kalsium dan fosfor sampai seseorang berusia 30 tahun. Ibu
menyusui tentu membutuhkan kecukupan vitamin D, sebab ibu juga akan
memberikan vitamin D pada tubuhnya ke bayı. AKG 2004 merekomendasikan
kebutuhan vitamin D hanya sekitar 15 ug dan tidak ada penambahan
kebutuhan pada saat hamil maupun menyusui. Sumber vitamin D dapat
diperoleh dari makanan berupa susu dan kacang-kacangan, serta sumber
vitamin D terbesar diperoleh dari sinar matahari.
Vitamin B dan C yang merupakan vitamin larut air jumlahnya
bergantung pada asupan vitamin ibu, karena vitamin larut air lebih cepat
disekresikan ke luar tubuh melalui urin atau keringat.
Kebutuhan vitamin B12 untuk ibu menyusui meningkat sebesar 0,4 ug
dari sebelum hamil sebesar 2,4 ug. Vitamin B12 berkontribusi dalam
pembentukan sel darah merah dan kesehatan jaringan saraf. Sumber makanan
yang mengandung vitamin C adalah buah-buahan yang berwarna merah atau
kuning seperti tomat, jeruk, jambu biji, melon, dan sayuran.
Asam folat dibutuhkan untuk pembentukan dan pertumbuhan sel darah
merah, juga untuk produksi inti sel. Ibu menyusui direkomendasikan untuk
meningkatkan kebutuhan asam folat sebesar 100 ug/hari. Asam folat dapat
diperoleh dari hati, roti, gandum, serta sayuran hijau.
Menurut rekomendasi AKG 2013, vitamin Bl dibutuhkan sekitar 1,1
mg/hari dan mengalami penambahan kebutuhan saat menyusui sebesar 0,3
mg/hari. Vitamin B2 mengalami penambahan kebutuhan sebesar 0,4 mg/hari
menjadi 1,7 mg/hari. Begitu pula vitamin B3 yang mengalami peningkatan
kebutuhan sebesar 3 mg/hari menjadi 15 mg hari. Ketiga vitamin tersebut
(vitamin B1, B2, dan B3) dibutuhkan untuk menunjang fungsi saraf,
pencernaan, serta kesehatan kulit. Sedangkan vitamin B6 dibutuhkan
penambahan sekitar 0,5 mg/hari menjadi 1,7 mg/hari saat menyusui untuk
pembentukan sel darah merah serta kesehatan gigi dan gusi. Makanan yang
merupakan sumber vitamin B1 adalah daging, hati, beras utuh, serta kacang.
Sumber vitamin B2 adalah susu, hati, dan beras utuh. Sedangkan yang
mengandung vitamin B3 adalah daging, biji-bijian, kacang, dan beras utuh,
Makanan yang merupakan sumber vitamin Bl adalah daging, hati, beras utuh,
serta kacang. Sumber vitamin B2 adalah susu, hati, dan beras utuh. Sedangkan
yang mengandung vitamin B3 adalah daging, biji-bijian, kacang, dan beras
utuh
Vitamin K dibutuhkan untuk mencegah perdarahan agar proses
pembekuan darah normal. Kebutuhan vitamin K pada ibu menyusui tidak
perlu mengalami penambahan dan sama seperti kebutuhan sebelum hamil
sebesar 55 4g/hari. Sumber vitamin K adalah kuning eiur, hati, brokoli,
asparagus, dan bayam. Sedangkan, vitamin C dibutuhkan saat menyusui
diperlukan penambahan sekitar 25 mg/hari menjadi 100 mg/hari untuk
pembentukan jaringan ikat, pertumbuhan tulang, gigi, dan gusi, daya tahan
terhadap infeksi, serta memberikan kekuatan pada pembuluh darah.
2.5.5 Mineral
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terkandung dalam
tulang dan gigi. Karena peranannya dalam pembentukan tulang dan gigi maka
ibu hamil dan menyusui dianjurkan menambah asupan kalsium sebanyak 200
mg/hari menjadi 1300 mg/hari. Pada ibu menyusui, zat besi dikeluarkan
sebanyak 0,3 mg/Kal/ hari dalam bentuk ASI. Oleh karena itu, ibu menyusui
memerlukan tambahan zat besi sekitar 6 mg/hari, dari 26 mg menjadi 32
mg/hari. Samber zat besi dapat berasal dari bahan pangan hewani maupun
nabati. Sebagai informasi, sumber zat besi yang paling baik berasal dari bahan
pangan hewani karena mempunyai daya serap yang lebih tinggi. Contohnya,
daging dan hati mempunyai daya serap sekitar 20-30 %. Artinya dari 10 g zat
besi yang terkandung dalam hati dan daging. 2-3 g dapat dimanfaatkan oleh
tubuh.
Zat besi dari bahan pangan nabati mempunyai daya serap yang lebih
rendah. Contohnya, buah-buahan dan sayuran berwarna mempunyai daya
serap sekitar 1-5%. Artinya dari 10 g zat besi yang terkandung dalam buah dan
sayuran berwarna, hanya 0,1-0,5 g yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Oleh
karena itu, untuk memenuhi kebutuhan zat besi, ibu hamil dan menyusui
dianjurkan menambab jenis dan porsi hidangan (mengandung zat besi) yang
berasal dari bahan pangan hewani.
Fosfor dibutuhkan untuk pembentukan kerangka dan gigi. Ibu hamil
memiliki kebutuhan fosfor yang sama saat sebelum hamil yaitu sebesar 700
mg/hari dan tidak perlu mengalami penambahan pada saat hamil maupun
menyusui. Sumbernya antara lain susu, keju, dan daging. Sedangkan yodium
sangat penting untuk mencegah gangguan pertumbuhan dan perkembangan
seperti kretinisme dan keterbelakangan mental. AKG 2013 merekomendasikan
kebutuhan yodium sekitar 200 ug/hari saat menyusui. Sumber yodium dapar
ditemukan pada minyak ikan, ikan laut, dan garam beryodium.
2.6 Kandungan makanan yang perlu dibatasi bagi Ibu menyusui
2.6.1 Kafein
Konsumsi kafein ibu perlu dibatasi karena hingga usia 3-4 bulan sistem
pencernaan bayi belum mampu untuk mencerna kafein. Konsumsi makanan
atau minuman yang mengandung kafein dalam jumlah normal (kurang dari 5
gelas kopi/hari) tidak menjadi masalah bagi ibu dan bayi. Namun, konsumsi
kafein berlebih dapat mengakibatkan bayi tidak tenang, hiperaktif. Sebelum
kembali menyusui bayinya, ibu harus mengurangi kadar kafein dalam
tubuhnya.
2.6.2 Alkohol
Alkohol yang dikonsumsi ibu akan dengan mudah dan cepat untuk
masuk ke ASI ibu dan pengaruhnya terhadap bayi bergantung pada jumlah yag
dikonsumsi ibu. Dalam waktu 30-90 menit setelah ibu mengonsumsi alkohol,
ASI akan mengandung alkohol. Sementara itu, dibutuhkan waktu 2-3 jam
untuk menurunkan kadar alkohol dalam tubuh ibu. Kandungan alkohol dalam
ASI memengaruhi bau yang ditimbulkan ASI. Bayi yang mengonsumsi ASI
yang mengandung alkohol akan tidur dengan pulas setelah menyusui. Dampak
negatif yang ditimbulkan adalah penurunan kemampuan kognitif saat bayi
bertambah usia.
2.6.3 Nikotin
Kandungan nikotin pada ASI yang dikonsumsi bayi dapat berdampak
buruk seperti dampak nikotin pada orang dewasa. Pada periode menyusui ibu
sebaiknya tidak merokok, sebab kandungan nikotin pada ASI akan 1,5-3 kali
lebih tinggi dari kadar nikotin pada darah Ibu. Jumlahnya akan terus
meningkat apabila ibu terus – menerus merokok. Waktu paruh nikotin adalah
95 menit, sehingga apabila ibu merokok maupun mengisap nikotin harus
menunda menyusui paling tidak selama 95 menit.
2.6.4 Makanan yang memproduksi gas
Kekhawatiran ibu jika mengonsumsi makanan yang dapat
menimbulkan gas akan membuat ASI mengandung gas kerap kali ditemukan.
Hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang dapat membuktikan hal tersebut.
Menurut Lawrence dan Lawrence (2011) gas tidak diserap dalam saluran
pencernaan dan tidak memengaruhi komposisi ASI
2.6.5 Makanan yang dapat menimbulkan alergi
Selain beberapa jenis zat di atas, ibu juga perlu berhati-hati terhadap
beberapa jenis makanan tertentu yang dapat menimbulkan alergi pada bayi
jika ibu mengonsumsinya, diantaranya:
 Susu sapi
 Beberapa jenis kacang tertentu
 Tepung gandum

Alergi tidak terjadi pada semua bayi, sehingga ibu dapat tetap
mengonsumsi makanan tersebut jika bayi tidak mengalami alergi.

2.7 Masalah yang terjadi pada payudara Ibu menyusui


2.7.1 Gejala payudara bengkak
Akibat ASI tidak mengalir dan ibu mengalami demam selama 24 jam.
Payudara juga terasa sakit, ada edema, tegang terutama di bagian puting dan
payudara terlihat mengkilat dan tampak kemerahan. Penyebab dari payudara
bengkak adalah terjadinya penyumbatan pada duktus yang diikuti penurunan
produksi ASI.Jika terus dibiarkan dapat terjadi mastitis.
2.7.2 Mastitis
Terjadi peradangan pada payudara. Pada saat mastitis, ibu akan
merasakan demam yang dapat disertai dengan infeksi. Selain itu, payudara
akan terasa bengkak, keras, nyeri, dan tampak kemerahan. Masalah ini terjadi
karena ibu kurang sering menyusui atau aliran ASI kurang baik yang dapat
disebabkan oleh penggunaan BH yang terlalu sempit atau trauma pada
payudara.
2.7.3 Penyumbatan saluran pengeluaran ASI (statis)
Terjadi karena pengosongan payudara yang tidak sempurna. Hal ini
terjadi pada ujung puting ASI yang terlihat mengeras menjadi seperti serbuk
Penyumbatan ini akan menimbulkan dampak lebih lanjut berupa mastitis.
2.7.4 Puting datar (flat nipple)
Adalah bentuk puting yang rata dan puting terbenam (inverted nipple)
adalah bentuk puting yang tidak menonjol keluar. Bentuk anatomi puting
payudara seperti di atas dimiliki oleh beberapa ibu. Kondisi puting ini
mungkin dapat menyebabkan bayi kesulitan untuk menyusu bila tidak ditolong
oleh orang yang ahli.
2.7.5 Puting lecet
Adalah kondisi di mana terdapat luka pada putting. Puting yang lecet
dapat disebabkan oleh teknik menyusui yang salah, perawatan yang tidak
benar pada payudara, atau infeksi monilia.
2.7.6 ASI tidak keluar
Adalah kondisi tidak diproduksinya ASI atau sedikitnya produksi ASI.
Hal ini disebabkan pengaruh dari hormon oksitosin yang kurang bekerja sebab
kurangnya rangsangan isapan bayi yang mengaktifkan kerja hormon oksitosin.
2.7.7 ASI berlebih
Adalah kondisi ASI mengalir deras pada awal menyusui atau ASI
kadang-kadang keluar tanpa adanya isapan dari bayi. Kondisi ini biasanya
disebabkan karena ibu terlalu lama menunda pemberian ASI.
2.8 Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan
2.8.1 Berat badan bayi
Bayi yang lahir lebih berat membutuhkan energi yang lebih banyak
karena kebutuhan energi dihitung berdasarkan kg berat badan.
2.8.2 Kecepatan pertumbuhan
Pada usia 0-2 bulan dan di bawah 6 bulan bayi membutuhkan energi
yang sangat tinggi karena pada masa ini terjadi pertumbuhan yang sangat
cepat. Kebutuhan energi bayi untuk tiap kg berat badan pada usia 0-2 bulan ini
bisa mencapai 110 Kal/kg BB
2.8.3 Siklus tidur dan aktivitas fisik
Bayi yang memiliki gerakan yang lebih aktif seperti suka menendang,
meronta, menangis atau gerakan fisik lainnya, membutuhkan energi yang lebih
besar dibandingkan dengan bayi yang hanya diam dan duduk dengan tenang.
2.8.4 Temperatur dan iklim
Kebutuhan energi akan meningkat jika peningkatan panas tubuh terjadi
atau dibutuhkan. Hal ini terjadi apabila bayi sedang berada pada suhu dingin.
Penelitian Dauncey (1981) menunjukkan bahwa metabolisme basal orang
yang menggunakan baju tipis di suhu dingin meningkat, oleh karena itu
kebutuhan energinya pun meningkat. Sementara itu, kecepatan metabolisme
basal akan menurun di suhu panas
2.8.5 Respons metabolik terhadap makanan.
Saat makan dibutuhkan energi untuk mencerna, menyerap, dan
menyimpan makanan. Proses metabolisme ini akan meningkatkan panas tubuh
dan meningkatkan oksidasi dalam tubuh sehingga respons metabolik terhadap
makanan ini akan meningkatkan BMR sebesar 10% selama 24 jam.
2.8.6 Status kesehatan dan masa penyembuhan.
Bayi yang demam membutuhkan tambahan energi sejumlah 13% dari
kebutuhan normalnya, energi yang lebih tinggi juga dibutuhkan pada masa
penyembuhan dan infeksi.
2.9 Kebutuhan zat gizi makro dan mikro pada bayi 0-6 bulan
2.9.1 Energi
Kebutuhan energi bayi berdasarkan ukuran tubuh pada bulan-bulan
awal kehidupan sangat tinggi, tetapi mulai berkurang di bulan- bulan
selanjutnya saat laju pertumbuhannya menurun. Contoh, kebutuhan energi
bayi usia 1-2 bulan sebesar 100-120 Kal/kg BB, tetapi dengan bertambahnya
usia dan menurunnya laju pertumbuhan maka kebutuhan energi bayi usia 4
bulan turun menjadi 70-85 Kal/kg.
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1983) membuat perhitungan
energi menurut berat badan yang dibutuhkan. Kebutuhan energi bayi dalam 6
bulan pertama berkisar antara 80-120 Kal/kg berat badan. Jumlah ini jauh
lebih tinggi jika kita bandingkan dengan kebutuhan energi orang dewasa, yaitu
25-30 Kal/kg BB. Penurunan kecepatan pertumbuhan berakibat pada
penurunan kebutuhan energi per kg BB.
Namun, bila kebutuhan energi dihitung per hari maka bayi yang lebih
tua membutuhkan energi per hari yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena
ukuran tubuhnya sudah lebih besar dan berat badan meningkat dibandingkan
dengan bayi yang lebih muda. Contoh: kebutuhan energi seorang bayi pada
usia <6 bulan sebesar 550 Kal/ hari, dengan bertambahnya usia, ukuran tubuh
dan berat badan maka pada usia >6 bulan kebutuhan energi per hari bayi
tersebut meningkat menjadi 725 Kal/hari.
Tabel dibawah ini menunjukkan perbandingan kebutuhan energi bayi
per kg/BB dan kebutuhan energi total per hari. Pada usia <6 bulan rata- rata
energi yang dibutuhkan adalah sekitar 100 Kal/kg BB atau sekitar 550
Kal/hari. Sedangkan pada bayi usia 6-12 bulan, rata-rata energi yang
dibutuhkan turun menjadi sekitar 70 Kal/kg BB tetapi rata-rata energi per hari
yang dibutuhkan naik menjadi sekitar 725 Kal/hari.

Tabel Kebutuhan Energi Bayi berdasarkan Usia

2.9.2 Protein
Protein adalah komponen dasar pada protoplasma dalam sel, karena itu
asupan protein yang cukup penting untuk pertumbuhan normal bayi. Selama
masa pertumbuhan, protein dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan. Pada usia
6 bulan pertama, hampir 50% dari kecukupan protein bayi digunakan untuk
pertumbuhan. Sementara itu, pada 6 bulan ke-2, sekitar 40% kecukupan
proteinnya untuk pertumbuhan dan selebihnya untuk pemeliharaan tubuh
(maintenance) serta keperluan lain. Kecukupan gizi bayi menjelang usia 4 dan
6 bulan ditaksir berdasarkan konsumsi protein yang berasal dari ASI. Pada
usia bayi menjelang 6 bulan pertama, setiap 100 ml ASI rata-rata mengandung
67 Kalori dan 1,15 g protein ASI. Konsumsi ASI bayi yang sehat tanpa diberi
makanan tambahan lain berkisar antara 600 sampa 900 ml (rata-rata 750 ml)
per hari selama enam bulan pertama dan mengandung sekitar 6,9-10,4 g
protein senilai 2-3 butir telur.
Jumlah protein yang dibutuhkan pada 6 bulan pertama kehidupan
menurut AKG 2013 adalah 12 g/hari dan pada usia 6-12 bulan kebutuhannya
meningkat menjadi 18 g/hari. Peningkatan protein dalam tubuh rata-rata 3,5
g/hari pada 4 bulan pertama dan 3,1 g/hari untuk 8 bulan ke atas, dengan
peningkatan protein tubuh dari 11 % menjadi 14,6% dalam tahun pertama.
Bayi yang hanya mengonsumsi ASI pada 6 bulan pertama kehidupan (ASI
eksklusif) dengan jumlah yang tepat dapat memenuhi kebutuhan asam amino
yang diperlukan oleh bayi.
2.9.3 Lemak
Lemak merupakan sumber energi utama bagi bayi. Kebutuhan lemak tidak
jenuh cukup tinggi terutama untuk pembentukan sel saraf. ASI mengandung
50-55% lemak dan jumlah tersebut merefleksikan jumlah yang cukup untuk
bayi. Jumlah konsumsi lemak bagi bayi tidak dibatasi dan berbeda dengan
jumlah lemak yang dibutuhkan orang dewasa. Hal ini karena pada saat bayi
terjadi pertumbuhan otak yang membutuhkan asam lemak esensial yaitu
linoleat, alfa linoleat, dan arakhidonat. Alfa-linoleat merupakan asam lemak
dengan rantai karbon 18 (C18) dari golongan omega 3 sedangkan linoleat
yang berasal dari golongan omega 6. Kebutuhan. Kekurangan arakhidonat dan
linoleat bisa menyebabkan terjadinya kerontokan rambut, diare, kulit kering,
dan kesulitan dalam penyembuhan luka.
Lemak terdiri dari short, medium, dan long-chain-fats. Short dan
medium-chain-fats banyak terdapat pada ASI sedang long-chain-fat banyak
terdapat pada makanan formula bayi.
2.9.4 Karbohidrat
Sumber penting dari karbohidrat adalah gula dan karbohidrat
kompleks. Sejak glukosa dapat disintesa dari asam amino dan gliserol dari
lemak, tidak ada rekomendasi untuk asupan karbohidrat. Namun, dianjurkan
lebih dari setengah kecukupan energi pada bayi dipenuhi dari karbohidrat
kompleks. Menurut rekomendasi AKG 2013 bayi <6 bulan membutuhkan
sekitar 58 g karbohidrat per hari.
2.9.5 Fluor
Bayi kurang dari 6 bulan membutuhkan fluor sebesar 0,01 mg/ hari,
jumlah yang dibutuhkan meningkat menjadi 0,4 mg/hari pada usia 7-11 bulan.
Fluor berperan pernting dalam pembentukan enamel (email) gigi. Apabila bayi
kekurangan fluor maka bayi akan lebih berisiko untuk mengalami caries gigi
(gigi berlubang). Namun, asupan fluor yang berlebih juga dapat
mengakibatkan fluorosis.
2.9.6 Kalsium dan Fosfor
Kalsium dan fosfor berperan dalam pertumbuhan tulang dan gigi
Jumlah kalsium yang dibutuhkan bayi usia 0-6 bulan menurut AKG 2013
adalah 200 mg/hari, sedangkan fosfor yang dibutuhkan adalah 100 mg.
Sedangkan, untuk bayi berusia 7-11 bulan membutuhkan kalsium dan fosfor
masing-masing sebesar 250 mg/hari. Susu formula biasanya mengandung
kalsium dengan jumlah yang lebih banyak dari ASI, namun kalsium pada ASI
lebih mudah diserap usus bayi. Sekitar 61% kalsium pada ASI terserap dalam
usus bayi, sementara itu hanva 38% kalsium pada susu formula yang mampu
diserap usus.
2.9.7 Natrium
Natrium merupakan komponen utama pada cairan ekstraseluler dan
berperan penting untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh. Jumlah
natrium yang dibutuhkan bayi usia 0-6 bulan dalam sehari menurut AKG 2013
adalah 120 mg dan 200 mg untuk bayi berusia 7-11 bulan. Bayi tidak
membutuhkan tambahan garam pada makanannya untuk memenuhi kebutuhan
natriumnya
2.9.8 Zat Besi
Zat Besi Kebutuhan zat besi bayi dapat diperoleh dari simpanan zat
besi sejak masa janin dan asupan makanan. Pada trimester ke-3 kehamilan,
terjadi penyimpanan zat besi oleh janin, sehingga bayi yang lahir prematur
biasanya memiliki simpanan zat besi yang minim. Meski begitu bayi yang
lahir aterm (cukup bulan) juga memiliki risiko kadar zat besi yang rendah
karena adanya peningkatan volume darah (plasma darah) pada bayi.
Kadar Hb bayi baru lahir cenderung menurun hingga usia 8 minggu
akibat terjadinya peningkatan volume darah. Namun, pada usia 8 minggu
hingga 2 tahun terjadi peningkatan kadar Hb secara bertahap karena tubuh
bayi mulai dapat membentuk sel darah merah.
2.9.9 Vitamin
Pada usia 0-6 bulan dan 7-12 bulan bayi membutuhkan vitamin larut
lemak dalam jumlah yang relatif sama. Vitamin A memegang peran penting
dalam perkembangan saraf penglihatan. Menurut rekomendasi AKG 2013
sekitar 375-400 ug vitamin A dibutuhkan bayi setiap harinya. ASI merupakan
sumber vitamin A yang tepat karena kandungan vitamin A dalam ASI mampu
mencukupi kebutuhan bayi.
Menurut AKG 2013 bayi membutuhkan Vitamin D sebesar 5 ug/ hari.
Tubuh bayi hanya menyimpan vitamin D dalam jumlah yang sangat minim
dan ASI hanya mengandung sedikit vitamin D, maka bayi memerlukan banyak
paparan sinar matahari. Sinar matahari pagi (di bawah pukul 8) baik untuk
memaksimalkan pembentukan vitamin D dalam tubuh bayi. Keberadaan
vitamin D dalam tubuh bayi juga harus didukung oleh ketersediaan kalsium,
fosfor, dan protein untuk proses mineralisasi tulang.
Vitamin E dapat diperoleh dari ASI, bayi memerlukan sekitar 4-5 mg
vitamin E per hari. Vitamin larut lemak lainnya yang juga penting adalah
vitamin K. Jumlah vitamin K yang dibutuhkan adalah 5-101 g/hari. Proses
pembekuan darah memerlukan bantuan viamin K. Bayi yang menyimpan
vitamin K dalam jumlah yang minim berisiko mengalami perdarahan pada hari
ke-2 hingga ke-10 setelah lahir Oleh karena itu, saat bayi lahir disarankan
untuk diberikan suplemen vitamin K. V
itamin C yang cukup dapat menghindarkan bayi dari scurvy yaitu
kegagalan proses sintesis kolagen yang ditandai dengan gusi mudah berdarah,
serta pendarahan kulit. Menurut AKG 2013 bayi usia 0-12 bulan
membutuhkan 40-50 mg vitamin C dalam sehari. Dengan mengonsumsi ASI
saja pada 6 bulan pertama kehidupan, kebutuhan vitamin C bayi telah
terpenuhi.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Fikawati, Sandra. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Depok: PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, S., 2010. Penuntun Diet, Edisi Baru, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA.
Jakarta.

Kemenkes RI. 2017. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Kemenkes RI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai