Anda di halaman 1dari 6

BAB V

STEREONET

5.1.Beberapa Definisi

Teknik Stereografis merupakan metoda grafis yang digunakan untuk menunjukkan stike
dan dip dari suatu bidang. Sebelum melakukan pengeplotan pada struktur, perlu
dipahami dahulu beberapa istilah yang harus diketahui dalam pengukuran bidang lemah.
(Gambar 5.1)

Gambar 5.1 Istilah yang dipakai dalam pengukuran bidang lemah


(http://en.wikipedia.org/wiki/File:StrikeDipPlungeRake.jpg)

STEREONET | 55
Strike : Arah garis horizontal yang terletak pada suatu bidang lemah yang
miring.
Dip : Kecondongan dengan sudut kemiringan terbesar, dibentuk oleh bidang
lemah miring dengan bidang horizontal.
Dip Direction : Arah Kemiringan bidang lemah miring, diukur pada bidang horisontal
dan tegak lurus strike.
Plunge : Kemiringan suatu garis miring, diukur dari bidang horisontal.
Trend : Arah dan garis pada bidang horisontal yang terbentuk dari proyeksi
suatu garis miring.

5.2. Cara Penggambaran Struktur Batuan Pada Jaring Schmidt

Dalam penggambaran struktur batuan, digunakan jaring Schmidt (Schmidt's net)


sebagai pola, dan kertas transparan untuk menggambarkannya.

A. Penggambaran Struktur Bidang


Sebagai contoh akan digambarkan sebuah bidang dengan orientasi N 40oE / 50oS.
tahap-tahap penggambarannya adalah sebagai berikut (lihat Gambar 1).
Tahap I : Kertas transparan dihimpitkan pada jaring Schmidt, kemudian titik
Utara (N) ditandai. Dari arah N diukur 40o kearah E, kemudian
ditandai.
Tahap II : Arah yang ditandai di atas (40o) diputar ke arah N (dihimpitkan pada
N), kemudian digambar busur pada lingkaran besar, 50o dari luar
lingkaran. Kutub bidang tersebut diperoleh dengan menggambarkan
sebuah titik, 50o dari pusat jaring (90o dari busur tadi).
Tahap III : Titik utama (N) yang sudah ditandai pada tahap I, kemudian
dikembalikan pada arah semula sehingga bidang dengan orientasi N
40o E / 50o sudah tergambar.
Dengan cara yang sama, bidang-bidang (struktur batuan) dengan orientasi yang lain
dapat digambarkan.

STEREONET | 56
Gambar 5.2 Penggambaran struktur bidang pada jaring Schmidt
(Hoek & Bray,1981)

B. Arah dan Penujaman Perpotongan Dua Bidang


Sebagai contoh digambarkan dua bidang A dan B yang saling berpotongan dengan
orientasi N 40o E / 40o S dan 165o E / 30o S (lihat Gambar 2) :
Tahap I : penggambaran kedua bidang di atas dilakukan pada jaring Schmidt
(lihat bagian A).
Tahap II : arah perpotongan kedua bidang tersebut diperoleh dengan menarik
garis dari pusat jaring ke perpotongan kedua bidang (200,5o).
Tahap III : memutar titik perpotongan kedua bidang di atas sampai berhimpit
sumbu W-E, kemudian mengukur sudutnya dari luar lingkaran. Sudut
tersebut merupakan sudut penujaman perpotongan dua bidang (20,5o).

STEREONET | 57
C. Sudut Perpotongan Dua Bidang
Sebagai contoh, akan digambarkan dua bidang A dan D, dengan orientasi N 300 o E /
50o N dan N 230o E / 36o N (lihat Gambar 3) :
Tahap I : penggambaran kedua bidang tersebut pada jaring Schmidt, sehingga
diperoleh kutub kedua bidang (lihat bagian A).
Tahap II : memutar kedua bidang tersebut sehingga berhimpit pada satu busur
lingkaran besar. Sudut antara kedua kutub tersebut merupakan sudut
perpotongan kedua bidang di atas (64o).

D. Penggambaran Sudut Geser dalam (f)


Sudut geser dalam digmbrkan sebagai sebuah lingkaran pada jaring Schmidt dengan
pusatnya berhimpit dengan pusat jaring. Besar sudut tersebut diukur (digambarkan)
dari luar jaring ke arah pusat jaring. Sebagai contoh akan digambarkan sudut geser
dalam (f) sebesar 30o (lihat Gambar 4).

STEREONET | 58
Gambar 5.3 Penggambaran arah dan penujaman perpotongan dua bidang
(Hoek & Bray,1981)

Gambar 5.4 Sudut perpotongan dua bidang. (Hoek & Bray,1981)

STEREONET | 59
Gambar 5.5 Penggambaran sudut geser dalam
(Hoek & Bray,1981)

STEREONET | 60

Anda mungkin juga menyukai