Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH PEREBUSAN LAMA BROKOLI (Brassica oleracea var.

italica)

TERHADAP β-KAROTEN SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatan pada

Program Studi D3 Analis Farmasi dan Makanan

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi Semarang”

DISUSUN OLEH

DEWI NILA ERAWATI

1021711015

PROGRAM STUDI D3 ANALISIS FARMASI DAN MAKANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI SEMARANG”

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Brokoli (Brassica oleracea var. italica) adalah sayuran dari famili kubis-kubisan

(Brassicaceae). Tanaman brokoli berasal dari daerah Mediterania dan dibudidayakan sejak

masa Yunani Kuno. Sayuran ini masuk ke Indonesia sekitar tahun 1970 (Dalmadi, 2010).

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, karena sebagian

besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Indonesia merupakan negara tropis

yang sangat cocok untuk budidaya tanaman, khususnya tanaman hortikultura. Brokoli adalah

salah satu produk hortikultura yang bagus untuk dikembangkan di Indonesia. Brokoli mentah

mengandung nilai gizi seperti vitamin A, B1, vitamin B1, vitamin B3, vitamin C, vitamin E,

vitamin K, folat, fosfor, magnesium, besi, potassium, dan kalsium (USDA, 2011). Brokoli

merupakan sayuran yang dapat tumbuh dengan ketinggian tempat sekitar 700 mdpl dengan

iklim yang sejuk atau dingin dengan kisaran suhu 15,5°C - 18°C (Ashari,1995). Brokoli

banyak terdapat dipasaran sehingga cukup mudah untuk mendapatkan brokoli.

Sumber karoten utama terdapat pada sayuran berdaun hijau tua. Karoten yang terdapat

pada tanaman hijau ditemui dalam kloroplas yang bergabung dengan klorofil, biasanya dalam

bentuk kompleks dengan protein atau lipid (Wirakusumah, 2004 : 31). Terdapat hubungan

antara derajat kehijauan sayuran dengan kadar karoten. Semakin hijau daun tersebut semakin

tinggi kadar karotennya (Winarno, 2002 : 65)

β-karoten merupakan salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid yang merupakan

senyawa golongan tetraterpenoid (Winarsi, 2007 : 82). Adanya ikatan ganda menyebabkan β-

karoten akan lebih cepat dengan adanya sinar, dan katalis logam, khususnya tembaga, besi
dan mangan. Oksidasi akan terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan

rangkap. β-karoten merupakan penangkap oksigen dan sebagai antioksidan yang potensial,

tetapi β-karoten efektif sebagai pengikat radikal bebas bila hanya tersedia oksigen 2-20%.

Pada tekanan oksigen tinggi diatas kisaran fisiologis, karoten dapat bersifat pro-oksidan

(Paiva dkk., 1999).

Brokoli umunnya dikonsumsi dengan cara diolah kedalam masakan seperti sayur sup,

tumis ataupun dikukus. Dari proses pengolahan karena adanya pemanasan dapat

menyebabkan terjadi reaksi oksidasi β-karoten yang terkandung dalam brokoli. Oksidasi β-

karoten merupakan penyebab utama berkurangnya kadar β-karoten dalam bahan pangan.

Terjadinya reaksi oksidasi dapat ditunjukkan dengan perubahan warna pada brokoli

dikarenakan terjadinya degradasi dan oksidasi β-karoten (Aisyah dkk., 2014)

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pengaruh proses pengolahan bayam

(Amaranthus tricolor L.) dengan berbagai perlakuan terhadap kadar β-karoten didapat kadar

bayam rebus sebesar 1,1606 mg/100 gram dan bayam yang ditumis 1,0401 mg/100

gram(Diyah dkk, 2017)

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh perebusan dan

penumisan brokoli (Brassica oleracea var. italica) terhadap kadar β-karoten secara

spektrofotometri visibel.
1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa kadar β-karoten pada brokoli (Brassica oleracea var. italica) segar, rebus dan

tumis?

2. Manakah brokoli (Brassica oleracea var. italica) yang memiliki kadar β-karoten

terbesar?

3. Adakah perbedaan kadar β-karoten pada brokoli (Brassica oleracea var. italica)

dengan adanya pengolahan?

1.3 Batasan Masalah

1. Brokoli yang digunakan diperoleh dari pasar bandungan semarang.

2. Pengolahan direbus selama 3 menit, 5 menit, dan 15 menit dengan suhu 100oC.

3. Metode ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan : aseton (60:40) diaduk dengan

magnetic stirrer dengan kecepatan 1100 rpm selama 5 menit.

4. Pelarut yang digunakan untuk membilas residu hasil penyarian sampel adalah n-

heksan : aseton (1:1).

5. Pemisahan pigmen β-karoten dengan menggunakan kromatografi kolom adsorbs

digunakan n-heksan : aseton (9:1).

6. Metode yang digunakan untuk pengukran kadar β-karoten adalah spektrofotometri

isibel pada panjang gelombang 400-600 nm.

7. Baku pembanding yang digunakan adalah β-karoten (Sigma Aldrich).


1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kadar β-karoten pada brokoli (Brassica oleracea var. italic) yang diolah

secara direbus selama 3 menit, 5 menit dan 15 menit pada suhu 100oC dan segar.

2. Mengetahui pengolahan yang baik yang memiliki kadar β-karoten tertinggi.

3. Mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar β-karoten dengan adanya pengolahan pada

brokoli(Brassica oleracea var. italic).

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk mengetahui

pengolahan brokoli yang baik agar kandungan β-karoten yang terkandung dalam brokoli

tidak hilang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Brokoli

2.1.1 Pengertian Brokoli

(Sumber: Anonim 2016)

Gambar 1. Brokoli(Brassica oleracea L.)

Brokoli (Brassica oleracea L.) merupakan salah satu tanaman sayur dari suku kubis-

kubisan (Brassicaceae). Tanaman brokoli adalah tanaman yang termasuk sayuran yang tidak

tahan terhadap udara panas, tetapi juga tidak kuat dengan hujan yang terus menerus. Brokoli

akan tumbuh dengan baik apabila tanaman brokoli ditaman di dataran tinggi yang lembab dan

suhunya rendah, tepatnya dengan ketinggian diatas 700 meter diatas permukaan laut.

Sedangkan untuk terstur tanah yang cocok untuk tanaman brokoli adalah tanah yang

mempunyai terkstur tanah liat berpasir dan banyak mengandung bahan organik.

Tumbuhan ini memiliki batang yang lunak dengan warna bunga yang bervariasi

sesuai dengan varietasnya seperti warna hijau tua Brassica oleracea var. italica cv. Sakata,

hijau muda Brassica oleracea var. italica cv. Green Mountain, hijau kebiru-biruan Brassica
oleracea var. italica cv. Royal Green, dan hijau keunguan Brassica oleracea var. italica cv.

Green King. Tanaman brokoli berasal dari daerah Mediterania dan dibudidayakan sejak masa

Yunani Kuno. Sayuran ini masuk ke Indonesia sekitar tahun 1970 (Aminah, 2016).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Brokoli

Menurut Herbarium Medanense (2012), klasifikasi brokoli adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta

Class : Dicotyledone

Ordo : Capparales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassisca

Species : Brassisca oleraceae L.

Sayuran brokoli dibagi menjadi 4 jenis antara lain :

1. Brokoli Italia Hijau. Brokoli ini biasanya banyak dijumpai di pasar dan berwarna hijau

tua.

2. Brokoli Romanesco Fractal. Brokoli ini berwarna hijau muda dan bentuk setiap sulir

mewakili logaritma spiral sebagai satu kembang utuh. Jadi, keseluruhan brokoli adalah

spiral besar yang terbentuk dari spiral-spiral kecil yang berbentuk sama.

3. Brokoli Kuning. Brokoli ini sangat mirip dengan kembang kol namun kembangnya

berwarna kuning.

4. Brokoli Ungu. Brokoli ini berwarna ungu dan memiliki daun seperti kembang kol namun

lebih kecil. Brokoli jenis ini biasanya dijual di Spanyol, Itali dan Inggris.
2.1.3 Kandungan Gizi Brokoli

Tabel 1. Nilai gizi Brokoli (Brassica oleracea L.) mentah segar per 100 g
(Sumber: USDA – National Nutrient data base).

Zat gizi gram Persen


Energi 34 Kcal 1,5%
Karbohidrat 6,64 g 5%
Protein 2,82 g 5%
Total lemak 0,37 g 1%
Kolestrol 0 mg 0%
Diet serat 2,60 g 7%
Vitamin
Thiamin 0,071 mg 6%
Vitamin A 623 IU 21 %
Vitamin C 89,2 mg 149 %
Vitamin E 0,17 mg 1,5 %
Vitamin K 101,6 mg 85 %
Elektrolit
Sodium 33 mg 2%
Kalium 316 mg 7%
Kalsium 47 mg 5%
Tembaga 0,049 mg 5,5 %
Besi 0,73 mg 9%
Magnesium 21 mg 5%
Mangan 0,210 mg 9%
Selenium 2,5 mg 5%
Zinc 0,41 mg 4%
Karoten-ß 361 mg
Crypto-xanthin-ß 1 mg
Lutein-zeaxanthin 1403 ug

Brokoli kaya akan nutisi. Kandungan gizi brokoli diantaranya adalah tinggi kalium,

serat, folat, vitamin C, kalsium, vitamin K, karoten, lutein dan rendah sodium. Penelitian di

Amerika juga menemukan bahwa sayur brokoli juga mengandung serat pektin tertentu yaitu

kalsium pektat yang mampu mengikat asam empedu, akibatnya lebih banyak kolesterol yang

tertahan dihati dan sedikit kolesterol yang dilepaskan ke aliran darah. Efektifitas sayuran ini

dalam menurunkan kadar kolesterol jahat sama dengan obat kolesterol. (Susie Amilah dalam

Yenti, 2016)
Brokoli juga mengandung bermacam-macam zat gizi seperti karbohidrat, protein dan

mineral serta berbagai vitamin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh (Hastifarina dan

Sinaga dalam Yenti 2016). Dalam brokoli mentah mengandung nilai gizi seperti vitamin A,

vitamin B1, vitamin B3, vitamin C, vitamin E, vitamin K, folat, fosfor, magnesium, besi,

potassium, dan kalsium. Brokoli dinyatakan dapat mengatasi beberapa penyakit salah satunya

adalah kanker. Bagian brokoli yang dimakan adalah kepala bunga berwarna hijau yang

tersusun rapat seperti cabang pohon dengan batang tebal. Sebagian besar kepala bunga

dikelilingi dedaunan. Brokoli mirip dengan kembang kol, namun brokoli berwarna hijau

sedangkan kembang kol putih (Dewi dalam Yenti, 2016).

Brokoli mengandung beberapa kandungan seperti protein, sulforafan, indole,

gluksinolat, zat besi, beta-karoten (karotenoid), sulfur, kalium, vitamin A, B1, B2, dan C.

Sedangkan khasiat dari tanaman brokoli sangat banyak. Salah satunya adalah nilai gizi

brokoli yang dianggap sebagai pembangkit tenaga, seperti kalsium, kromium, besi, protein,

karbohidrat, vitamin C, dan vitamin A. Brokoli mengandung senyawa sianihidraksibutena

(CHB), sulforafan, dan liberin yang berguna untuk merangsang pembentukan glutation,

dimana sulforafan dapat mencegah penyakit kanker. Brokoli juga mengandung fitokimia dan

antioksidan yang melawan berbagai penyakit dan infeksi. Brokoli dikenal sebagai sumber

serat, vitamin C, K, E, dan A, serta berbagai mineral penting. Dengan kandungan dan fungsi

yang seperti itu, brokoli dijadikan sebagai salah satu cara untuk mempertahankan sistem

kekebalan tubuh manusia dan mempercepat penyembuhan penyakit (Amilah, 2012).


2.1.4 Manfaat Brokoli

Berikut ini adalah beberapa manfaat brokoli :

1. Rendah kalori

Brokoli merupakan salah satu sayuran yang memiliki kalori yang sangat rendah, yaitu

hanya 34 kalori per 100 g. Namun demikian, brokoli kaya serat, mineral, vitamin, dan anti-

oksidan, yang terbukti banyak bermanfaat untuk kesehatan. Kekuatan total antioksidan

diukur dari segi kapasitas penyerapan oksigen radikal oksigen (ORAC), dan pada brokoli

perbandingannya adalah 1632 umol TE/100 g (Gomies, 2012).

2. Brokoli memiliki sifat anti kanker

Brokoli yang masih segar adalah gudang nutrisi nabati seperti tiosianat, indoles,

sulforaphane, isothiocyanate dan flavonoid seperti beta-karoten cryptoxanthin, lutein, dan

zea-xanthin. Penelitian telah menunjukkan bahwa senyawa ini memberikan sinyal positif

dengan memodifikasi pada tingkat reseptor molekul membantu melindungi kita dari berbagai

jenis kanker, seperti prostat, usus besar, kandung kemih, pankreas, dan kanker payudara

(Gomies,2012).

3. Brokoli kaya zat sebagai antioksidan alami yang kuat

Brokoli sangat populer akan sumber yang kaya vitamin C. Brokoli mengandung 89,2

mg atau sekitar 150% per 100 g (RDA). Vitamin C adalah anti-oksidan dan

modulatorkekebalan tubuh alami yang kuat, berguna membantu untuk melawan virus

penyebab flu (Gomies, 2012).

4. Mengandung vitamin A untuk kesehatan mata

Selain mengandung antioksidan alami dari vitamin C, sumber antioksidan lain dari

kepala brokoli adalah vitamin A. 100 gram brokoli segar mengandung Vitamin A 623 IU,

atau 21% dari tingkat kebutuhan harian yang direkomendasikan. Pro-vitamin lainnya pada

brokoli seperti beta-karoten, alfa-karoten, dan zea-xanthin, berguna untuk membantu


menjaga integritas kulit dan selaput lendir. Vitamin A penting untuk kesehatan mata, dan

akan membantu mencegah degenerasi makula pada retina pada lanjut usia. Daun Brokoli

(pucuk hijau) merupakan sumber karotenoid dan vitamin A; (16000 IU vitamin A per 100 g),

senyawa ini lebih banyak beberapa kali dari yang di bunga (Gomies, 2012).

5. Brokoli sumber folat yang baik

Brokoli segar adalah sumber folat yang sangat baik, mengandung sekitar 63 μg/100

g (sebesar 16% dari RDA). Dari penelitian telah menunjukkan bahwa mengkonsumsi

sayuran segar dan buah-buahan yang kaya folat selama sebalum, dan kehamilan dapat

membantu mencegah cacat tabung saraf pada bayi (Indrayoga, 2003).

6. Brokoli kaya vitamin K

Bunga brokoli merupakan sumber yang kaya vitamin-K, dan kelompok vitamin B-

kompleks seperti niacin (viamin B3), asam pantotenat (Vitamin B5), piridoksin (Vitamin

B6), vitamin B-12, dan riboflavin. Bunga brokoli juga mengandung asam lemak omega-3

selain ikan (Kumarawati, 2003).

7. Sumber mineral yang baik

Brokoli juga merupakan sumber mineral yang baik, seperti kalsium, mangan, zat besi,

magnesium, selenium, zinc dan fosfor.

2.2 Tinjauan Tentang β-karoten

Karotenoid merupakan tetraterpenoid (C40), merupakan golongan pigmen yang larut

lemak dan tersebar luas, terdapat hampir di semua jenis tumbuhan, mulai dari bakteri

sederhana sampai compositae yang berbunga kuning. Pada tumbuhan karotenoid mempunyai

dua fungsi yaitu sebagai pigmen pembantu dalam fotosintesis dan sebagai pewarna dalam

bunga dan buah. saat ini terdapat lebih dari 300 karotenoid yang telah diketahui, yang paling

umum terdapat β-karoten (Harbone, 1996).


Karotenoid tersusun atas β-karoten, likopen, lutein, zeaxanthin dan cryptoxanthin

(Winarsi, 2007 : 155). Bahan pangan nabati, yaitu sayuran dan buah-buahan yang merupakan

suber vitamin A (β-karoten). Makin tua warnanya (oranye, kuning dan hijau), makin tinggu

kandungan β-karotennya. Karotenoid merupakan suatu turunan likopen, struktur kimia

likopen teroksigenasi yang dikenal sebagai xantofil. struktur kimia likopen berupa rantai

panjang yang terdiri atas delapan satuan isoprene, merangkai dari kepala sampai ekor

sehingga terbentuk system ikatan terkonjugasi lengkap dari rangkaian tersebut merupakan

kromofornya yang menghasilkan warna (Harbone, 1996).

Gambar 2. Rumus β-karoten (Harbone, 1996)

Ada dua cara penggolongan karotenoid yang mungkin dilakukan. Sistem yang pertama

mengenal dua golongan utama karoten berupa hidrokarbon dan xantofil yang mengandung

oksigen dengan bentuk gugus hidroksil, metoksil, karboksil, keto atau epoksi. Sistem kedua

memilah karotenoid menjadi tiga golongan : asiklik, monosiklik dan bisiklik. Asiklik :

lokopena (I), monosiklik : γ-karotena (II), bisiklik : α-karotena (III), β-karotena (IV) (DeMan,

1997).

β-karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif (Almatsier, 2012). β-karoten

memiliki sifat kimia yang mirip dengan vitamin A, yaitu sensitive terhadap oksigen, cahaya

dan lingkungan asam. β-karoten adalah salah satu dari kelompok senyawa karotenoid. Dalam

tubuh senyawa ini akan diubah menjadi vitamin A, sehingga β-karoten disebut sebgai

provitamin A. β-karoten berbentuk kristal atau berwarna merah atau coklat kemerahan

sampai coklat-violet. β-karoten larut dalam kloroform, benzene, n-heksan dan karbon
disulfida, agak sukar larut dalam petroleum eter dan eter, sangat sukar larutdalam methanol

dan etanol, praktis tidak larut dalam air dan asam alkali (Hernani, 2010). β-karoten mudah

teroksidasi oleh cahaya, panas, logam, enzim dan peroksida. Oksidasi β-karoten merupakan

penyebab utama berkurangnya kadar β-karoten dalam bahan pangan (Rodriguez, 1997).

β-karoten digunakan sebagai suplemen nutrisi maupun prekusor vitamin A (winarsi,

2007). Di dalam tubuh, senyawa ini akan dikonversi menjadi vitamin A (Hermani, 2010).

Potensi β-karoten sebagai vitamin A dalam mempertahankan kesehatan mata dan integritas

membrane sel menjadi senyawa ini bersifat vital bagi tubuh. Sejumlah kerotenoid berfungsi

sebagai prekusor vitamin retinol dan retinoid, yang penting untuk kesehatan manusia. β-

karoten merupakan provitamin A yang berpotensi sebagai antioksidan (Paiva dkk., 1999).

Penyerapan β-karoten di dalam tubuh pada usus kecil bagian atas diperlukan garam

empedu dan lemak. Lemak dan protein, mempengaruhi penyerapan. Jumlah lemak makanan

yang diperlukan untuk penyerapan karotenoid sangat rendah (sekitar 3-5 gram per makanan).

Sekitar 10-50% β-karoten diserap dalam saluran pencernan dari total jumlah yang

dikonsumsi. Proporsi karotenoid diserap tergantung pada asupan makanan. Dalam dinding

usus (mukosa), β-karoten sebagian diubah menjadi vitamin A (retinol) oleh enzim β-karoten

diogenase. Mekanisme tergantung jumlah vitamin A pada individu. Jika tubuh memiliki

cukup vitamin A, konversi β-karoten menurun. Oleh karena itu, β-karoten merupakan sumber

vitamin A yang sangat aman dan asupan tinggi tidak akan menyebabkan kelebihan vitamin A.

Kelebihan β-karoten disimpan dalam jaringan lemak tubuh dan hati (Karrer, 2011).
2.3 Tinjauan Tentang Metode Ekstraksi

2.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan

tidak larut dalam pelarut air. Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang dapat larut dan

zat tidak larut seprti serat, karbohidrat, proten. Digunakan bahan tumbuhan segar yang telah

dihaluskan atau dikeringkan kemudian diprosesdengan suatu cairan penyari (Depkes RI,

2000).

Factor-faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstrasi antar lain: derajat kehalusan

serbuk dan perbedaan konsentrasi. Cairan yang digunakan sebagai penyari harus mempunyai

criteria antara lain:

1. Murah dan mudah diperoleh

2. Stabil secara fisika dan kimia

3. Bereaksi netral

4. Tidak mudah terbakar dan tidak mudah menguap

5. Selektif

6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat

Ekstrak yang dihasilkan dapat berupa kering (serbuk), kental dan cair. Pembuatan

ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat dalam simplisia mempunyai kadar yang tinggi.

Tujuan ekstraksi adalah pemurnian, pemekatan atau pemisahan untuk tujuan analitik

(Harbone, 1996).
2.3.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut:

1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrasian simplisia denga menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan dan pengadukan pada temperature ruang. Secara teknologi

termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukan yang terus menerus. Remaserasi berarti

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru smapai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri

dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)

yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya, selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbebas yang relative konstan dengan adanya pendingin

balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu perama 3-5 kali sehingga dapat

termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut

relative konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetic (dengan pengadukan kontinu) pada temperature yang

lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), yatu secara umum dilakukan pada temperature

40°-50°C.

d. Dekok

Dekok adalah infuse pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperature sampai

titik didih air (Depkes RI, 2000).

e. Infuse

Infuse adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan

air pada suhu 90°C selama 15 menit. Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai

dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung

muali suhu mencapai 90°C sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flannel

tambahkan air panas secukunya melalui ampas hingga memperolrh volume infuse yang

dikehendaki (jika tidak dikatakan lain, dibuat infuse 10%)(Depkes RI, 2000).

2.4 Tinjauan Tentang Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu

prosesmigrasi diferensial dinamis, dalam sistim yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah

satu fasenya diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan

didalamnya zat zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan
dalam absorbs, partisi, kelarutan atau tekanan uap, ukuran molekul, atau kecepatan muatan

ion (Depkes RI,1995)

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi yang telah

berkembang dan digunakan untuk memisahkan dan mengidentifikasi bebagai macam

komponen yang kompleks, baaik komponen organic maupun anorganik (Gandjar,2010).

Jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan

(absorption chromatography), jika zat cair maka dikenal sebagai kromatografi partisi

(partition chromatography). Karena fase gerak dapat berupa zat cair atau gas

(Sastrohamidjojo, 2005).

2.4.1 Kromatografi kolom

Kromatografi adsorbs didasarkan pada retensi zat terlarut oleh adsorpsi permukaan.

Teknik ini berguna untuk pemisahan senyawa-senyawa nonpolar dan konstituen-konstituen

yang sulit menguap. Pada kromatografi cair-padat; suatu substrat padat bertindak sebagai fase

diam (Khopkar, 1990).

Pemisahan tergantung pada kesetimbangan yang berbentuk pada bidang antarmuka di

antara butiran-butiran fase diam dan fase cair yang bergerak serta pada kelarutan relative zat

terlarut pada fase geraknya. Pada saat adsorpsi, zat terlarut dipaksa untuk berpindah oleh

aliran maju fase gerak, akibatnya hanya molekul-molekul dengan afinitas yang lebih besar

terhadap adsorben akan secara selektif tertahan. Gaya-gaya intra molekulterjadi karena sifat

alamiah permukaan memasukkan suatu diskontinuitas ke dalam system pada setiap bidang

antarmuka, terdapat efek energy permukaan pada gaya London yang relative lemah berbentuk
antar semua permukaan dengan setiap molekul teradsorpsi ataupun antara permukaan yang

bersifat nonpolar dan molekul polar yang teradsorpsi (Khopkar,1990).

Tabel 2. Beberapa Zat-Zat Padat Yang Digunakan Sebagai Penyerap

Zat padat Digunakan untuk memisahkan

Alumina/Magnesia Sterol, zat warna, vitamin, ester, alkaloida, senyawa

anorganik

Silica gel Sterol-sterol, asam-asam amino

Karbon Peptide, Karbohidrat-karbohidrat, asam-asam amino

Magnesium silikat Stero, ester, gliserida, alkaloida

Magnesium carbonat Porphirin

Kalsium Hidroksida Karotenoida-karotenoida

Kalsium Carbonat Karotenoida-karotenoida, xantofil

Kalsium Fosfat Enzim, protein, polinukleotida-polinukleotida

Aluminium Silikat Sterol-sterol

Pati Enzim-enzim

Gula Klorofil, Xantofil

(Sastrohamdjojo, 2005)

Kolom kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan gelas

penyaring di dalamnya. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya zat yang akan dipisahkan.

Untuk menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom dapat igunakan gelas wool atau

kapas (Satrohamidjojo, 2005)

Pengisian kolom adalah tidak mudah untuk memperoleh pengisian kolom yang

homogen. Pengisian yang tidak teratur dari penyerap akan mengakibatkan rusaknya batas-

batas pita kromatografi. Putusnya penyerap dalam kolom biasanya disebabkan oleh
gelembung-gelembung uadara selama pengisian. Untuk mencegah hal tersebut sedapat

mungkin zat pengisi penyerap di buat menjadi “bubur” dengan pelarut, kemudian dituangkan

perlahan-lahan ke dalam tabung. Harus diperhatikan penyerap yang telah dimasukkan jangan

sampai ada bagian yang kering selama pengisian atau selama pemisahan.

Gambar 3. Kromatografi Kolom (Sumarno,2001)

Penanganan cuplikan adalah sangat penting, dalam memasukkan cuplikan dari atas

kolom yaitu harus serata mungkain kedalam larutan yang sepekat mungkin (harus dicegah

terjadinya pengendapan) dan harus dicegah terjadinya guncangan dari kolom karena ini

memungkinkan rusaknya pita. Untuk mendapat permukaan yang rata, maka permukaan

penyerap dalam kolom dapat diberi kertas saring atau pasir yang bersih sehingga membentuk

lapisan tipis. Pemasukan cuplikan dapat menggunakan pipet kecil. Ujung pipet ditempelkan

pada diniding kolom, dan diletakkan sedikit diatas dari permukaan penyerap; selama zat cair

lepas dari pipet ujung pipet digerakkan berkeliling kolom, jangan sampai menyentuh

permukaan penyerap. Setiap cuplikan yang tertinggal di dinding dapat dicuci dengan cara

yang sama menggunakan pelarut murni. Bila semua cuplikan telah di serap di atas kolom

maka bagian atasnya dapat diisi dengan pelarut.


Dengan elusi sederhana membiarkan campuran pelarut dari komposisi turun melalui

kolom hingga pemisahan sempurna. Jika senyawa yang penting terpisah dari campuran dapat

teramati dalam kolom (baik oleh warna, reaksi, dengan indikator atau flouresensi dalam sinar

ultra ungu) maka aliran dapat dihentikan(Sastrohamidjojo, 2005).

2.4.2 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Kertas (KKt) adalah metode

kromatografi cair yang paling sederhana. Dengan memakai Kromatografi Lapis Tipis (KLT),

pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organic alam dan senyawa organic

sintesis, kompleks anorganik-organik, dan bahkan ion anorganik dapat dilakukan dalam

beberapa menit dengan alat yang tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan dari beberapa

microgram sampai 5 gram dapat ditangani, bergantung pada alat dan gejala kromatografi

yang terlibat. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian pelarut dan jumlah cuplikan yang

jumlahnya sedikit (Gritter, 2004).

1. Fase diam kromatografi lapis tipis

Fase diam yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis merupakan penyerap

berukuran kecil dengan partikel antara 10-30 µm. semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase

diam dan semakin sempit ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja kromatografi lapis

tipis dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silica

dan serbuk selulosa, sementara mekanisme absorpsi yang utama pada kromatografi lapis tipis

adala partisi dan absorpsi (Gandjar, 2010)


Tabel 3. Beberapa Contoh Penyerap Untuk Kromatografi Lapis Tipis

Zat padat Digunakan untuk memisahkan

Silica Asam-asan amino, alkaloida, gula ,asam-asam lemak, lipida,

minyak essensial, anion dan kation organic, sterol, terpenoid

Alumina Alkaloida, zat warna, fenol, steroid, vitamin-vitamin, karoten,

asam-asam amino

Kielsegur Gula, oligosakarida, asam-asam dibasa, asam-asam lemak,

trigliserida, asam-asam amino, nukleotida

Bubuk Selulosa Asam-asam amino, alkaloida, nukleotida

Pati Asam-asam amino

Sephadex Asam-asam amino, protein

(Sastrohamidjojo, 2005)

Sifat-sifat umum dari penyerap-penyerap untuk kromatografi lapis tipis adalah mirip

dengan sifat-sifat penyerap pada kromatografi kolom. Dua sifat yang penting dari penyerap

adalah besar partikel dan homogenitas, karena adhesi kepada penyokong sangat tergantung

pada penyerap. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang

memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan

penyerap dengan butiran yang halus (Sastrohamidjojo, 2005).

2. Fase gerak kromatografi lapis tipis

Sebaiknya digunakan campuran pelarut organic yang mempunyai polaritas serendah

mungkin. Salah satu alasan dari pada penggunaan itu adalah mengurangi serapan dari setipa
komponen dari campuran pelarut. Jika komponen-komponen mempunyai sifat polar yang

tinggi (terutama air) dalam campuran cukup akan merubah system menjadi system partisi.

Campuran yang baik memberikan fase-fase bergerak mempunyai kekuatan ergerak sedang,

tetapi sebaiknya dicegah sejauh mungkin campuran lebih dari dua komponen, terutama

campuran yang lebih kompleks cepat mengalami perubahan-peribahan fase terhadap suhu.

Keurnian dari pelarut adalah penting dalam lapisan tipis daripada bentuk kromatografi lain,

karena diisi digunakan sejumlah materi yang sedikit (Sastrohamidjojo, 2005)

Tabel 4. Seri Eluotropik

Pelarut Indeks Polaritas

Heksana (C6H14) 0

Toluene (C7H8) 2,4

Dietileter (C4H10O) 2,8

Diklorometan (CH2Cl2) 3,1

Butanol (C4H9OH) 3,9

Kloroform (CHCl3) 4,1

Etilasetat (C2H5COOCH3) 4,4

Aseton (CH3COCH3) 5,1

Methanol (CH3OH) 5,1

Etanol (C2H5OH) 5,2


Asetonitril (CH3CN) 5,8

Asam Asetat (CH3COOH) 6,2

Air (H2O) 9

(Watson, 2005)

Kekuatan fase gerak tergantung pada campuran pelarut yang digunakan. Semakin

polar suatu larutan atau campuran pelarut, semakin jauh pelarut tersebut akan menggerakkan

senyawa polar naik pada pelat gel silica. Jika senyawa non polar dianalisis, tidak aka nada

peningkatan nyata dalam jarak migrasi dengan peningkatan polaritas dan afse gerak karena

senyawa tersebut bermigrasi menuju muka pelarut pada hamper di bawah semua kondisi

(Watson, 2005).

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal jika menotolkan sampel dengan

ukuran bercak kecil dan sesempit mungkin. Untuk memperoleh reprodisibilitas, volume

sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl (Gandjar, 2010).

3. Angka Rf pada Kromatografi Lapis Tipis

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan Rf.

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙


𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙

Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 hanya ditentukan dengan dua decimal, hRf

adalah dikalikan factor 100 (h), menghasilkan nilai berangka 0 sampai 100. Jika dipilih 10 cm

sebagai jarak pengembangan maka jarak rambat suatu senyawa dibagi dengan (titik awal

pusat bercak dalam cm) dan dikalikan 10, menghasilkan harga Rf. Tetapi karena angka Rf

merupakan fungsi sejumlah factor, angka ini harus dianggap sebgai petunjuk saja. Ini yang
menjadi alasan mengapa angka hRf , misalnya hRf 60-70 yang dicantumkan untuk

menunjukkan letak suatu senyawa pada kromatogram. Jika angka hRf yang dinyatakan

kepolaran pelarut harus dikurangi, jika angka hRf lebih rendah daripada hRf yang dinyatakan

kepolaran pelarut harus dinaikkan (Stahl, 1985).

2.5 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis pengukuran konsentrasi suatu

senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya.

Pada spektrofotometri digunakan alat yang disebut spektrofotometer. Spektrofotometer

merupakan alat yang terdiri spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan

sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur

intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi, jadi spektrofotometer digunakan

untuk mengukur energi secara relatif, jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau

diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2003). Spektrofotometer

bekerja berdasarkan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa

intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan

konsentrasi larutan (Gandjar, 2007).

2.5.1 Spektrofotometri UV

Spektrofotometri UV adalah suatu metode pengukuran berdasarkan pengukuran

panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh senyawa tertentu.

Sinar UV memiliki energi yang cukup untuk mendistribusikan elektron pada kulit terluar

ketingkat energi yang lebih tinggi. Sinar UV berada pada panjang gelombang 200 – 400 nm.

Spektrofotometri UV biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di

dalam larutan. Spektrum UV mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi

tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Spektrum tersebut berguna untuk

pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-

Beer (Dachriyanus, 2004).

Terdapat lebih banyak ikatan rangkap pada struktur dalam konjugasi (yaitu dua ikatan

rangkap atau lebih dalam suatu seri yang dipisahkan oleh ikatan tunggal) serapan terjadi pada

panjang gelombang yang lebih panjang dan dengan intensitas yang lebih besar, tetapi satu

ikatan rangkap tetap tidak berguna sebagai kromofor untuk menentukan analit dengan

spektrofotometri UV, karena masih berada dalam daerah tersebut tempat udara dan pelarut-

pelarut mengabsorpsi. Sistem ikatan rangkap yang diperpanjang tersebut dikenal sebagai

kromofor (Watson, 2009).

2.5.2 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Visible merupakan teknik analisis spektrofotometri yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet (190 – 380 nm) dan sinar tampak 380 –

780 nm dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri ini merupakan

gabungan antara spektrofotometri UV dan visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya

berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible.

Sistem spektrofotometri UV-Vis paling umum digunakan, kemudahan metode ini

adalah dapat digunakan baik dengan sampel berwarna juga untuk sampel tidak berwarna.

Dachriyanus (2004) menyatakan bahwa spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang

gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel.

Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan

elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometri UV-Vis pada

umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari

senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu

senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum

Lambert-Beer.

Gugus auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas (-OH, O-

NH2, dan O-CH3), sedangkan gugus kromofor adalah gugus tidak jenuh kovalen yang dapat

menyerap radiasi elektromagnetik (REM) pada daerah panjang gelombang UV-Vis.

2.5.3 Instrumen

Instrumen spektrofotometri UV-Vis ada 2 macam :

1. Sistem optik radiasi berkas tunggal (single beam)

1 2 3 4 5 6

Gambar 3. Sistem Optik Radiasi Tunggal


Keterangan :
1. Sumber radiasi 4. detektor
2. Monokromator 5. Penguat
3. Kuvet 6. Indikator

2. Sistem optik radiasi berkas ganda ( Doubel beam)

1 2 3A 3B 4 5 6

Gambar 4. Sistem Optik Radiasi Berkas Ganda

Keterangan :
1. Sumber radiasi 4. detektor
2. Monokromator 5. penguat
3A. Sampel 6. indikator
3B. Blangko

1. Sumber radiasi

Sumber radiasi yang digunakan dalam spektrofotometri UV-Vis adalah lampu tungstein

dan wolfram. Sumber radiasi pada daerah UV mempunyai rentang panjang gelombang 190 –

380 nm, sedangkan pada daerah Vis mempunyai panjang gelombang 380 – 780 nm.
2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar

monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran (Mulja dan Suharman, 1995).

3. Tempat Sampel

Tempat sampel (sel penyerap) dikenal sebagai istilah kuvet. Kuvet ada yang berbentuk

tabung (silinder) tapi juga ada yang berbentuk kotak. Syarat bahan yang dapat dijadikan

kuvet adalah tidak menyerap sinar yang dilewatkan sebagai sumber radiasi dan tidak bereaksi

dengan sampel dan pelarut (Sitorus, 2009).

4. Detektor

Detektor berfungsi untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan

besaran yang dapat diukur.

Syarat-syarat penting untuk detektor meliputi :

a. Sensitivitas tinggi hingga dapat mendeteksi 28 energi cahaya yang mempunyai tingkatan

rendah sekaligus.

b. Waktu respon pendek.

c. Stabilitas panjang atau lama untuk menjamin respon secara kuantitatif dan,

d. Sinyal elektronik yang mudah diperjelas (Sastrohamidjojo, 2001).

Keuntungan dan kelemahan spektrofotometri UV-Vis radiasi berkas tunggal maupun

berkas ganda sebagai berikut :

1. Keuntungan

a. Keuntungan UV-Vis radiasi berkas tunggal : ketelitian dan ketepatan pengukuran

yang baik.
b. Keuntungan UV-Vis radiasi berkas ganda : tidak terpengaruh penurunan intensitas

radiasi dari sumber semula, sehingga konstan pada A dan batas rentang dari

pengukuran konsentrasi pada analisis kuantitatif lebih besar.

2. Kelemahan

Kelemahan spektrofotometri UV-Vis radiasi berkas ganda :

a. Tidak mungkin kedua kuvet yang dipakai betul – betul identik.

b. Intensitas radiasi yang menuju kuvet tidak mungkin betul – betul sama.

2.5.4 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Pada Analisis Spektrofotometri

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap cahaya pada daerah UV-Vis

Senyawa yang dianalisis tidak melakukan absorbsi pada daerah panjang gelombang

UV-Vis, maka zat tersebut perlu diubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan

pereaksi tertentu agar didapat produk yang dapat mengabsorbsi cahaya pada panjang

gelombang UV-Vis. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa syarat antara lain :

a. Reaksinya selektif dan sensitif

b. Reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel (diperoleh hasil yang ajeg )

c. Hasil reaksi stabil dalam waktu relatif lama

2. Waktu operasional (operating time )

Waktu operasional digunakan untuk mengukur hasil reaksi atau pembentukan warna.

Tujuan penentuan waktu operasional tersebut adalah untuk mengetahui waktu pengukuran

yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu

pengukuran dengan absorbansi larutan yang diperoleh (Gandjar, 2007).

3. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang

gelombang yang menimbulkan absorbansi maksimal. Ada beberapa alasan digunakan

panjang gelombang maksimal, antara lain :

a. Pada panjang gelombang maksimal, dihasilkan kepekaan yang maksimal.


b. Disekitar panjang gelombang maksimal dihasilkan bentuk kurva absorbansi datar dan

pada kondisi tersebut memenuhi hukum Lambert-Beer,

c. jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan

ulang panjang gelombang akan kecil sekali jika digunakan panjang gelombang maksimal

(Gandjar, 2007).

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa :

“intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan

konsentrasi larutan “.

adapun persamaan hukum Lambert-Beer :

A =Ɛ. B. C

Keterangan :
A = serapan atau absorban
Ɛ = absorbtivitas molar
b = tebal medium penyerap
c = konsentrasi

4. Pembacaan resapan cuplikan ( absorban )

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya terletak antara 0,2 – 0,8 atau

15% - 70 %, jika terbaca sebagai transmitan. Hal ini tersebut didasarkan bahwa kesalahan T

adalah 0,005 (0,5%) nilai 0,005 adalah nilai rata – rata dimana kesalahan fotometrik (

kesalahan nilai konsentrasi ) banyak terjadi pada alat antara 0,01 – 0,02, biasanya kesalahan

analisis dalam nilai konsentrasi (1,2%) jika pembacaan serapan 0,2 – 0,8.

5. Pembacaan kurva kalibrasi

Dibuat sejumlah seri larutan baku dan zat yang dianalisis dengan berbagai konsentrasi,

kemudian masing-masing resapan larutan diukur dan dibuat kurva hubungan antara resapan

dan kadar, bila hukum Lambert Beer terpenuhi maka kurva berupa garis lurus dan melalui

titik nol.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah kadar β-karoten dari brokoli (Brassica oleracea var.

italica) yang segar, diolah dengan cara direbus.

3.2 Sampel dan Tehnik Sampling

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah brokoli (Brassica oleracea var.

italica) yang dalam keadaan segar. Brokoli (Brassica oleracea var. italica) diperoleh dari

pasar Bandungan-Semarang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik acak atau random sampling, sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang

yang sama.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah kondisi brokoli segar dan direbus.

2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar β-karoten mg/100g.

3. Variabel kontrol

Varibael kontrol pada penelitian ini adalah dilakukan pada suhu kamar, menghindari

cahaya langsung, sampel brokoli 10 gram, teknik pengolahan brokoli yaitu direbus pada

suhu 100°C selama 3 menit, 5 menit dan 15 menit.3 menit dan brokoli segar. Proses
permurnian β-karoten dengan kromatografi kolom, metode penetapan kadar

menggunakan spektrofotometri visibel.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat yang digunakan adalah spektrofotometer visibel, pisau stainless, neraca analitik

(startorius), thermometer, Erlenmeyer, magnetic stirrer, corong Buchner, corong pisah, kuvet,

pipet volume, labu takar, filler, penggorengan, panci rebusan dan kompor.

Bahan yang digunakan adalah baku β-karoten, sampel yang digunakan adalah brokoli

(Brassica oleracea var. italica), baku pembanding adalah β-karoten (Fluka). Magnesium

karbonat (teknis), aseton (p.a), n-heksan (p.a), aquadest, kapas, kertas saring, natrium sulfat

anhidrat (teknis) dan kalium hidroksida (teknis).

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Cara Pengolahan

Brokoli (Brassica oleracea var. italica) dicuci dengan air mengalir, ditimbang seksama

masing-masing ± 10 gram brokoli kemudian diberi perlakuan dari brokoli segar, diolah

dengan cara direbus selama 3 menit, 5 menit dan 15 menit pada suhu 100°C dan setelah

dingin dimasukkan dalam erlenmeyer.

3.5.2 Ekstraksi Karotenoid dalam Brokoli (Brassica oleracea var. italica)

Masing-masing brokoli yang telah diberi perlakuan ditambahkan dengan pelarut n-

heksan dan aseton dengan perbandingan 60:40. Perbandingan pelarut 60:40 ditambahkan

dahulu aseton kemudian n-heksan masing-masing 60 mL dan 40 mL. Ditambahkan MgCO3

0,2 g dan diaduk dengan magnetic stirrer dengan kecepatan maksimal 1100 rpm selama 5

menit. Di saring dengan corong Buchner, filtrat ditampung dalam erlenmeyer. Residu yang
tertinggal di corong Buchner dicuci denan n-heksan dan aseton (1:1) sebanyak 2 kali masing-

masing 25 mL, ditampung dalam Erlenmeyer penampung filtrat. Filtrat dipindahkan kedalam

corong pisah, kemudian dicuci dengan aquadest masing-masing sebanyak 25 mL sebanyak 4

kali. Lapisan atas (ekstrak karotenoid) ditampung dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan

dilakukan pemisahan β-karoten dengan kromatografi kolom adsorpsi (Mitarlis, 2011).

3.5.3 Pemisahan β-karoten dengan Kromatografi Kolom Adsorbsi

Kolom kromatografi disiapkan dan diisi dengan kapas dan dimampatkan pada dasar

kolom ± 2 cm. adsorben Ca(OH)2 30 g yang telah diaktifkan (dioven pada suhu 110°C selama

3 jam) ditambahkan kedalam kolom melalui dinding kolom. Eluen n-heksan dan aseton (9:1)

ditambahkan dan di jaga agar permukaan kolom tidak kering dari pelarut. Eluen yang

berwarna ditampung pada Erlenmeyer dan dimasukkan dalam labu takar 100,0 mL sampai

eluen tidak perwarna. (Herlich, 1990 : 1048).

3.5.4 Analisis Kuantitatif

1. Pembuatan Larutan Baku β-karoten

Baku β-karoten ditimbang seksama sebanyak 50,0 mg dilarutkan dengan pelarut n-heksan

dan aseton(9:1) sampai 50,0 mL. Baku standar β-karoten dibuat dengan konsentrasi 1000

ppm. Kemudian dipipet sejumlah tertentu larutan baku utama untuk membuat deret baku

dengan seri konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Kemudian dibaca absorbansinya pada λ

maksimal 451,60 nm dengan pelarut n-heksan dan aseton (9:1) sebagai blanko.

2. Penentuan panjang gelombang maksimum

Konsentrasi baku tengah dibuat dari deret baku β-karoten. Kemudian dibaca serapannya

pada λ 400 – 600 nm. Panjang gelombang yang memiliki nilai absorban tertinggi merupakan

panjang gelombang maksimum dari larutan baku β-karoten.


3. Pengukuran kadar sampel β-karoten pada brokoli

Larutan hasil pemisahan brokoli yang ditumis, direbus dan segar dengan kromatografi

kolom adsorbsi ditambahkan pelarut n-heksan dan aseton (9:1) hingga 100,0 mL dan di ukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometri visibel pada λ 451,60 nm.


3.6 Skema Kerja

1. Proses Pengolahan Sampel

Brokoli

Brokoli dicuci bersih, dipisahkan kelopak bunga dengan


batang

Diambil bagian kelopak


buang

Direbus brokoli selama 3


menit, 5 menit dan 15 menit
dengan suhu 100°C
2. Ekastraksi Karotenoid Brokoli

Brokoli segar Direbus brokoli dengan suhu


100°C selama 3 menit, 5
menit dan 15 menit

Dihaluskan masing-masing dengan blender, kemudian


dimasukkan kedalam erlenmeyer

- Ditambah n-heksan : aseton

(60:40)

- Ditambahkan MgCO3 0,2 gram

- Diaduk dengan magnetic stirrer

selama 5 menit

- Residu dicuci dengan n-heksan

: aseton (1:1)

Filtrat

- Ditampung filtrat didalam

beaker gelas

- Ditambah Na2SO4 anhidrat

Pemisahan β-karoten dengan kromatografi kolom adsobsi


3. Pemisahan dan Pengukuran β-karoten

Kromatografi kolom

Dituang masing-masing hasil perlakuan yang diekstrak


kedalam kolom

- Ditambah eluen n-heksan :

aseton (9:1)

Ekstrak ditampung sampai tidak


berwarna

Ekstrak β-karoten 100,0 mL

Uji kualitatif ekstrak β-karoten Dibaca serapan pada spektrofotometri


secara KLT visibel pada pada panjang gelombang
maksimal

Dihitung mg/100 g β-karoten


4. Identifikasi β-karoten dalam Sampel Dilakukan secara KLT

Baku β-karoten Sampel hasil kromatografi


kolom adsorbsi

- Ditotolkan masing-masing pada

lempeng KLT dengan pipa

kapiler

- Dibiarkan hingga kering

Dimasukkan dalam chamber yang sudah dijenuhkan dengan


eluen n-heksan : aseton (9:1)

- Batas pengembangan 10 cm
Dikeringkan anginkan dan dilihat
bercak pada lempeng

- Dibandingkan dengan baku β-

karoten warna bercak dan

Rfnya
Sampel positif mengandung β-karoten
5. Pembuatan Deret Baku β-karoten

Ditimbang baku β-karoten 50,2 mg

- Ditambahkan n-heksan : aseton (9:1)


Baku induk 10,04hingga
ppm 50,0 mL

Dibuat deret baku dengan 5 konsentrasi

1 ppm 2 ppm 3 ppm 4 ppm 5 ppm

Screening panjang gelombang maksimal pada 400-600 nm

Pengukuran absorbansi larutan deret baku pada panjang


gelombang maksimal 451,60 nm

Kurva baku
6. Pengukuran Kadar β-karoten

Blangko Sampel hasil kromatografi kolom


adsorbsi

- Dimasukkan masing-masing ke dalam

spektrofotometer visibel
Diukur absorbansi β-
karoten

- Deret baku sebagai pembanding

Kadar β-karoten dalam tiap perlakuan pada brokoli

Analisis data

Uji anava satu jalan

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai