Anda di halaman 1dari 49

e.

Konsistensi,
Lunak/kenyal : Akut
Keras : Ganas

II.A. Point Anamnesis Anemia


1. Lemas, pusing, gliyer, tiduran → bangun pusing berkunang-kunang,
jimpe-jimpe, berdebar-debar, sesak, telinga berdenging, nyeri telan
(Plummer vinson sindrom).
2. Intake
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK` 3. Pekerja, Sosial ekonomi
4. Riwayat perdarahan ( menstruasi, berak darah )
❑ Anamnesis
Di awal anamnesis, informasi yang didapat tidak selalu lengkap, untuk B. Point Pemeriksaan Fisik
melengkapinya perlu anamnesis ulang jika ditemukan tanda obyektif pada 1. Vital sign
pemeriksaan. 2. Keadaan umum, status gizi
3. Conjungtiva palpebra pucat
I.A. Point anamnesis Hepatitis 4. Bila kronis akan didapatkan : papil lidah atropi, spoon nail (kuku
1. Tipe panas, Lama sendok),
2. Nyeri perut kanan atas 5. Cardiomegali dan sering didapatkan bising sistolik diseluruh ostea
3. Mual, muntah, perut sebah 6. Jangan lupa cari organomegali
4. Air seni seperti teh Splenomegali : Thalasemia, keganasan hematologi
5. Mata kuning Hepatomegali : Keganasan hematologi
6. Riwayat kontak penyakit kuning
- Keluarga III.A. Point Anamnesis Panas
- Lingkungan 1. mulai Kapan
- Sosial Ekonomi 2. Tipe panas, terus-menerus, naik turun, periode normal.
7. Riwayat sakit serupa 3. Sifat, summer/tinggi
8. Riwayat obat-obatan 4. Rasa panas/ meriang panas
9. Riwayat alkoholisme 5. Gejala-gejala yang menyertai
10. Riwayat minum jamu
11. Riwayat Suntik B. Pemeriksaan fisik
12. Riwayat Tranfusi Jangan dilewatkan periksa tonsil Pharing
B. Point Pemeriksaan Fisik : (Point kelainan hepar) IV.A. Point anamnesis DM
1. Icterik 1. Poliuri, polidipsi, polifagi
2. Hepatomegali, deskripsi pomeriksaan 2. BB turun
a. Nyeri tekan 3. Anamnesis sistem:
b. Ukuran, berapa centimeter dari pros. Xipoedeus dan arcus Rambut rontok, mata kabur, gigi goyah/tanggal, batuk pilek,
costa. Gangguan GIT (diare), Gangguan seksual (impotensi). keputihan
c. Tepi (wanita), gatal-gatal alat kelamin, eksim, ulkus, parestesi
tajarn : Hepatitis akut 4. Riwayat penyakit dahulu
tak rata : sirosis, Hepatoma 5. Riwayat berobat, jenis obat/suntikan
tumpul : Hepatitis kronis, CPC 6. Riwayat kontrol teratur/tidak
d. Permukaan 7. Anamnesis familial
licin : Hepatitis
Berbenjol : Hepatoma
B. Point pemeriksaan fisik B. Point Pemeriksaan Fisik
1. Tinggi badan Diagnosa : underwight, 1. Vital sign
Berat badan normowight, obesitas 2. Tanda-tanda dehidrasi
Terapi : untuk menentukan dietnya
Follow up : untuk mengetahui berat badan VII.A. Point Anamnesis Sesak
sebelum dan sesudah terapi 1. Mulai kapan
2. Sistem & komplikasi → ulkus/gangrene 2. Tipe sesak : - terus menerus
- lebih nyaman dengan setengah duduk
V.A. Point Anamnesis Oedem - makin berat saat aktifitas
1. Sejak kapan - tidur malam terbangun karena sesak
2. Riwayat pertama kali, - dipengaruhi cuaca / tidak (dingin)
- di tungkai : Jantung 3. Riwayat sakit serupa
- di muka : Ginjal 4. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi, Asma, TBC
- di perut : Hepar 5. Kebiasaan merokok ?
3. Intensitas, pagi hari sore hari 6. Anamnesis system
4. Intake kurang : kemungkinan malnutrisi 7. Anamnesis familial

B. Point Pemeriksaan Oedem B. Point Pemeriksaan Fisik


1. Oedem tungkai : Maleolus medialis → ke atas 2 jari → ditekan ke 1. Lihat keadaan umum: sianosis, tipe pernafasan (kussmaul, chyne
arah cranial. stokes, biot).
2. Oedem Muka : a. Inspeksi Palpebra 2. Bentuk dada Barel Chest (Emfisematous) :
b. Tekan regio Zigomaticus - Perbandingan dengan LMC kanan kiri dan LMC kanan atau kiri
3. Ascites : a. Pekak beralih dengan Linea axilaris media < atau hampir sama
b. Undulasi - SIC melebar
c. Knee chest position - Hipersonor → seperti bunyi kotak karton yang di pukul
3. DD sesak, cari kausanya
VI.A. Point anamnesis Diare
1. Kapan
2. Tipe diare : - Frekuensi
- Volume
- Bau
- Wisma
- Lendir, darah
- Konsistensi
- Kapan sering diare/kapan berkurang
3. Disertai panas, panas dahulu/panas menyusul
4. Mual muntah, muntah dahulu/diare dahulu
5. Nyeri perut
6. Rasa haus, lemas, mengantuk
7. Riwayat makanan sebelumnya, sterilisasi air
8. Riwayat traveling
9. Riwayat pekerjaan/kelelahan
10. Riwayat sakit sebelumnya (misalnya DM, alergi)
11. Riwayat keluarga, lingkungan, sosial ekonomi
HEPATOMA

Kausa liver damage : - Primer


- Sekunder oleh karena sirrosis hepatis → Cari seromarker
HBV,HCV.

HBV : proses imunologik, Hepatoma tanpa melalui sirosis


HCV : Proses sitopati, harus melalui sirosis kemudian baru
HEPATOLOGI Hepatoma

Catatan :
❑ Anamnesis Liver damage a. Tidak semua HBV menjadi Hepatoma
- Terasa mengganjal/mrongkol di perut terutama kanan atas b. Jika primer maka diagnosanya adalah "Hepatoma" sebaliknya jika
- Pertumbuhan progresif sekunder maka diagnosanya adalah "Sirrosis dengan komplikasi
- Cari riwayat yang mendukung : Hepatoma"
- R. Sakit kuning
- R Jamu Jenis , frekuensi dan lamanya ❑ Menegakkan hepatoma (Five mayor) :
- R Obat 1. Riwayat mrongkol perut dan pertumbuhan progresif
- Jamur (Aflatoksin) 2. Hepatomegali, berbenjol-benjol, nyeri tekan (-)
- R. alkoholik 3. USG → Nodul;-nodul & disarsitek
- Riwayat suntik/tranfusi 4. Lab Alfa Feto Protein (AFP) meningkat (N < 15)
5. Biopsi
Palpasi Hepar : 1. Ukuran
2. Konsistensi ❑ Penatalaksanaan
3. Tepi 1. Bed rest tidak total
4. Permukaan 2. Diet TKTP mudah dicerna dan diserap
5. Nyeri tekan/tidak 3. Roborantia
4. Prinsip terapi di jepang :
❑ DD Hepatomegali : a Lobektomi bila : 1. Diameter < 2,5 cm
1. Cari tanda-tanda liver disease 2. Letak perifer
2. Cari tanda tanda kausanya : 3. Lobus Sinistra
a. CPC bila : - Penderita lebih enak 1/2 duduk b. Sitostatik : Mitomicin
- Edema kaki c. Embolisasi,
b. Sirosis dengan hepatoma - lebih enak tidur Prinsipnya : sel tumor rakus O2 , embolisasi akan menyebabkan
atau - riwayat sakit kuning sumbatan vaskularisasi dan terjadi gangguan nutrisi dan
Hepatoma primer - hepar berbenjol - benjol oksigenasi sel tumor → necrose
c. Hepatoselluler Ca (HCC) Caranya : Cateter masuk melalui V femoralis → abdominal → V
porta → Foam (emboli) → sumbatan → necrose
catt : bisakah sirrosis hepatis disertai pembesaran hepar ?
" bisa bila disertai komplikasi hepatoma ". ❑ Vaskularisasi hepar ada 2
1. Nutrisi → V porta
Sumbatan pada Vena ini akan menyebabk gangguan →
kematian sel hepar
2. Fungsional → a. Hepatica Point pemeriksaan fisik didapat :
Pada keadaan ruptur hepar ligasi arteri ini tidak 1. Ikterik
menyebabkan gangguan sel terutama pada sclera, lidah, telapak tangan
2. Hepar : Hepatomegali, nyeri tekan (+), Permukaan rata,
Beda hepatoma dengan metastase : tepi tajam, konsistensi lunak.
- Hepatoma : AFP meningkat tinggi + biopsi Hepatitis akut 10 % splenomegali.
- Metastase : AFP Normal/naik tidak tinggi + Biopsi

Tumor Marker LFT Hepatitis akut Hepatitis kronis sirosis


Tumor mensekresi substansi tertentu ke dalam darah yang dapat SGOT/SGPT <1 >1 Bisa N, atau > 1
digunakan sebagai diagnostik dan monitor terhadap terapi Bil direct   Bisa naik
Bil indirect   bisa turun

Marker Tumor
Alphafetoprotein (AFP) Hepatoma
Carcinoembryonic antigen (CEA) Gastrointestinal Ca albumin globulin makna
Ca 19-9 Caput Pancreatic Ca Kronik ( ratio < 1 ) karena mekanisme
  kompensasi tubuh yang kekurangan protein →
produksi globulin naik
 N Intake kurang ( hipoalbumin )

HEPATITIS
SGOT SGPT
AMI ( dengan tanda penyakit hepar (-), klinik
❑ Hepatitis,  N normal, sesak nafas (+), nyeri dada (+), shock
A : Akut, laboratorium melonjak sangat tinggi dalam waktu singkat berat )
B :Perjalanan klinik tak sehebat Hepatitis A, jika kronis dapat → Sirosis
C : Biasanya kronik, akut pada → post tranfusi Hepatitis ❑ Seromarker Hepatitis
- terapi biasanya interferon. Hepatitis A : Ig M anti HAV (akut)
Ig G anti HAV (kronik)
❑ Perjalanan Hepatitis minimal 1 bulan, 3 stadium : Hepatitis B : HBsAg, AntiHBs, HBcAG, Anti HBc, HBeAG, Anti HBe
A. Stad I (prodromal) : Minggu I (gejala Flu like simptom) Hepatitis C : Anti HCV
B. Stad II (ikterik) : Akhir minggu I-II, Hepatitis D : DAg
Gejala :
Kencing coklat, sklera ikterik, kondisi tubuh baik, nafsu makan baik,
mual (-) catatan :
Akhir minggu II : bilirubin meningkat → memuncak → turun. HBsAG (Hepatitis B surface Antigen)
C. Stad III (konvalesen) : Minggu III-IV, - Manifestasi pertama infeksi HBV
Gejala : - Disintesa didalam sitoplasma sel hepar masuk sirkulasi
KU membaik, Bilirubin naik , SGOT/SGPT turun - Menetap selama 1-12 minggu, > 6 bulan carier.

Disebut Icterus bila Bilirubin > 2 mg% Anti HBs


Pseudo ikterus → kulit kuning, sklera tidak, terdapat pada hipercarotinemi - Timbul setelah fase penyembuhan, setelah HBsAG (-)
dan makan makanan dengan zat pewarna. - Window period masih (-)
- Menetap lebih lama, bertahun-tahun bisa seumur hidup
- Petunjuk : a. berakhirnya infeksi HBV Untuk membedakan keduanya perlu dilakukan liver biopsi
b. proses penyembuhan
c. berkurangnya resiko penularan Aktif persisten
d. perlindungan infeksi berikutnya Klinik tampak klinik tak tampak
ikterik masif klinik baru tampak bila kelelahan/injury
Anti HBc SGOT/SGPT > 3 x N SGOT/SGPT > 2 x N
- Sudah timbul saat fase akut → dapat sebagai parameter infeksi hepatitis Bil 1-3
akut terutama jika HBsAg (-), misalnya pada window period Biopsi : Biopsi :
- Terdapat selama hidup pada plasma penderita. Bridging necrosis Bridging necrosis (-)
Piece meal necrosis Piece meal Necrosis (-)
Disarsitek sel hati Arsitektur sel baik
Window periode → - HBsAg (-)
- Anti HBs (-) Disarsitek sel hati
- Anti HBc (+)
HBsAg (-), HBeAg (+) → infeksius
cenderung sirrosis
❑ Penatalaksanaan
1. Bed rest total Hepatitis fulminan → Hepatitis akut disertai encepalopati
2. Diet TKTP - Hepatitis A → Fulminan
3. Roborantia - Hepatitis B → Kronik → sirosis/ Hepatoma
4. Evaluasi : - icterik, - Hepatitis C → Sirosis → sirosis dengan komplikasi Hepatoma
- Hepato/splenomegali
❑ Imunoterapi Hepatitis dengan Interferon
❑ Kriteria Sembuh
1. Gx hilang (febris (-), nafsu makan baik, urin coklat (-)) Interferon adalah Zat antara berupa mikroprotein yang mengandung
2. Ikterus (-) nukleus yang dikeluarkan tubuh saat infeksi virus.
3. Hepar/lien mengecil mekanismenya : - menginduksi sel-sel sekitar yang terinfeksi sehingga
4. SGOT/SGPT < 2x N rentan terhadap virus
5. Serologi HbsAg (-) - menginaktifasi natural sel killer
Hepatitis B
Dapat sebagai terapi hepatitis B, C yang belum terjadi komplikasi
Anti HBs (+) dengan syarat :
- Kronik (> 6 bulan)
Pada hepatitis A kesembuhan tidak berdasarkan serologis karena tidak - dosis 3 juta seminggu 1 kali selama 6 bulan
kronis - indikasi HBV indikasi HCV
1. HBeAg (+) 1. SGOT/SGPT > 3-5 x N
Prosentase : Hepatitis B → 90% sembuh 2. HBV DNA (+) 2. HCV RNA (+)
→ 9 % kronis
→ 1 % Hepatoma
Hepatitis C → 70% kronis
❑ Terapi dengan interferon berhasil bila :
❑ Kronik Hepatitis a. HBV : - HBeAg (-)
Hepatitis kronis (Lebih dari 6 bulan setelah pengobatan) dibagi dua yaitu : - HBV DNA (-)
1. kronik aktif b. HCV : - SGOT/SGPT Normal
2. kronik persisten - HCV RNA (-)
c. Biopsi : Normal
❑ Side efek : SIRROSIS HEPATIS
1. Demam, flu like simptom.
2. Anoreksia. ❑ Definisi : keadaan irreversibel dimana terjadi kerusakan permanen hati,
3. Afek tidak stabil. hepatosit yang nekrose digantikan jaringan fibrosis sehingga terjadi fibrosis &
4. Rambut rontok. pengerutan hati, disamping proliferasi hepatosit yang dikelilingi jaringan
fibrous sehingga terbentuk nodul
❑ Vaksinasi Hepatitis B
Kapan boleh vaksinasi ❑ Dasar diagnosis minimum 5 dari manifestasi :
( kreteria Haryono-Subandiri )
HBsAg Anti HBs Anti HBc Vaksinasi ❖ Hepatoselluler
(-) (-) (-) Boleh - Sklera ikterik
(-) (+) (+) Tidak perlu - Spider nevi (teleangiektasis) Karena hiperestrogenisme.
(+) (-) (+) Tidak boleh ( infeksius ) - Ginecomastia Normal : estrogen di
(-) (+) (-) Post vaksinasi - Atropi testis detoxikasi menjadi estriol di
Window periode ( boleh - Palmar erithem hepar.
(-) (-) (+)
vaksin dan boleh tidak )
❖ Hipertensi portal
❑ Pemberian Vaksin Hepatitis B - Varices oesopagus
- Splenomegali
Golongan Dosis inisial 1 bln 6 bln - Kolateral dinding perut
10 mg - Ascites
Bayi dan anak 10 th 10 mg 10 mg - Hemoroid→Perlu RT
(0,5 ml)
20 mg
Anak 10 th & dewasa 20 mg 20 mg ❑ Pasien Sirosis mengeluh kembung karena :
( 1,0 ml )
a. Pada SH terjadi retensi sekresi asam empedu.→ AETP (asam empedu total
puasa) tidak ada sehingga motilitas lambung usus menurun. Normalnya
Catatan : AETP bereaksi dengan esterokinase → motilitas lambung dan usus (+)
Vaksin Hepatitis B bersifat imunogenik, memberi respon anti HBs sesudah b. Hipostatik gastritis
pemberian dosis ke 2, meningkat sesudah pemberian dosis ke 3 kemudian
menu. ❑ Komplikasi sirosis
1. Hematemesis melena
2. Peritonitis bakterial spontan
3. Ensephalopati hepatik
4. Hepatoma
5. Endotoxemia → karena salah satu fungsi hepar sebagai detoxicasi, pada
sirosis detoxicasi toksin tidak ada → endotoksemia, contoh
Hiperestrogenisme
6. Ascites permagna

❑ Hematemesis melena
DD Hematemesis melena
1. Pecahnya varices oesophagus
2. Ulcus pepticum : gaster / duodenum
3. Malignansi → Ca lambung
4. Drug induced : gastropati NSAID
5. Penyakit perdarahan : ITP / DHF ❑ Kriteria pulang Sirosis dengan Hematemesis melena
6. Gastritis erosif 1. KU baik
7. Mallory weiss sindrom → rupturnya mukosa karena muntah- 2. Hematemesis melena (-)
muntah yang sering, terdapat pada alkoholik dan kehamilan. 3. Anemis (-) → indikasi tranfusi jika Hb < 7, sebaiknya untuk
pemulangan Hb harus > 10, kalau terjadi perdarahan
❑ Penatalaksanaan Hematemesis Melena ulang Hb tidak terlalu drop.
I. Resusitasi 4. Nafsu makan baik
- Bebaskan jalan napas 5. Komplikasi sirosis (-)
- O2 jika sesak
- Atasi syok hipovolemik → infus & tranfusi
❑ Ascites
II. Perbaiki KU
Patogenesis ascites
- Bed rest total
1. Hipoalbumin
- Puasa → 24 jam bebas perdarahan
Sel hepar rusak sehingga produksi albumin turun Hipoalbumin
- Kumbah lambung → pasang NGT, kumbah dengan air Es 150 cc,
→ tek osmotik turun → ekstravasasi ke interstitiel.
ditunggu 15 menit baru dikeluarkan , ulang
2. Hipertensi portal
tiap 2 jam sampai perdarahan (-).
tekanan hidrostatik naik → permeabilitas meningkat
- Koagulansia
3. Sumbatan aliran limfe di hepar
- Antasid / simetidin
Antara 3 lobus hepar terdapat trigonum kiernan yang terdiri atas
ductus biliveri, a/v hepatica, kelenjar limfe tersumbat karena terjadi
fibrosis sehingga aliran limfe balik menjadi terhambat
III. Cari faktor penyebab/kausa
4. Hiperaldosteronisme sekunder
Jika karena sirrosis maka perlu dilakukan sterilisasi usus → lavement
Fungsi detoxicasi hepar turun → hiperaldosteron menyebabkan retensi
pagi sore dengan laktulosa dan antibiotik neomisin
Na
Fungsi mag sonde pada sirosis :
1. Untuk evaluasi
2. Untuk mengurangi koma hepatikum → karena mengurangi jumlah
❑ Penatalaksanaan Ascites
darah yang masuk ke kolon. Karena di kolon terdapat bakteri yang
1. Bed rest tidak total
akan mengubah darah menjadi amoniak, seharusnya amoniak akan
2. Diet TKTP Rendah garam <2gr/hari
diubah di hepar menjadi ureum. Sehingga amoniak tinggi di dalam
3. 3 langkah penanganan untuk ascites
darah dan akan menyebabkan koma hepatikum.
I. Infus Albumin → untuk Hipoalbuminemia (bisa diganti plasma)
II. Diuretik : - Spironolakton → memotong patogenese ascites oleh
karena terjadi hiperaldosteronisme sekunder.
❑ Vitamin K dan koagulan - Furosemid
Pemberian vitamin K untuk hematemesis melena karena sirrosis III. Pungsi Ascites (atas indikasi)
tidak berguna saat diberikan tapi untuk berjaga-jaga akan perdarahan yang
akan datang. Pada hepar yang sirrosis tidak lagi memproduksi vit K untuk ❑ Diuretik
pembentukan trombosit / fibrinogen sehingga perlu pemberian vit K dari Bahaya pemberian diuretik jangka panjang adalah :
luar. 1. Hipokalemia alkalosis → koma
Vit K diproses 4 hari setelah diberikan selanjutnya masuk kedalam Sehingga pemberian Furosemid perlu disertai pemberian preparat
hepar dan diproses untuk memperkuat massa protombin. Sebaliknya kalium → Aspar K.
koagulansia (asam traneksamat) bekerja langsung setelah pemberian 2. Hiperurisemi
(directly) untuk memperkuat massa protombin dengan demikian pemberian Pada ascites permagna, Spironolakton dikombinasikan dengan lasix,
keduanya secara bersamaan bukanlah overlapping. karena :
a. P o t e n s i a s i
b. Tidak perlu tambah kalium karena yang satu hemat kalium Pada tiap pungsi perlu diperhatikan : - Warna
(spironolakton) dan yang satunya lagi ekresi kalium - Kejernihannya
(lasik/furosemid). - Viskositas
c. Spironolakton bekerja efektif setelah 1 minggu, maka kerja lasik -Bau
ialah pada awal-awal, selanjutnya diturunkan atau distop karena - Periksa eksudat/transudat
pada sirrosis terjadi hiperaldosteronime.
Pungsi sirosis bisa :
❑ Pungsi Serohemoragik → Venektasi tertusuk → darah → cairan ascites
Indikasi : - Ascites permagna ( ada jendalan oleh karena fibrin )
- Ascites yang menimbulkan sesak napas Serosanguinus → tidak ada jendalan darah ok fibrin (-)
- Ascites yang dengan diuretik tidak membaik
- Ascites yang disertai prolaps uteri Beda transudat dan eksudat
Kontraindikasi :
-Sepsis Transudat Eksudat
-Koma encer pekat
jernih keruh
Pungsi dilakukan, selluler / sedikit selluler 
Logis : Sebelah kiri antara umbilicus sampai dengan SIAS kanan bakteri (-) Bakteri (+)
terdapat hepar, kiri lien dimana pembesarannya mengikuti
garis shufner Beda ascites dan kistoma ovarii
Kanan : Boleh, karena hepar mengecil tetapi oleh karena ada
komplikasi hepatoma sebaiknya disebelah kiri saja. Pungsi Ascites Kistoma ovarii
kanan dilakukan pada keadaan : Terlentang seperti perut katak Tidak
- Leukemia - Malaria Perkusi Pekak beralih (+) (-)
- Hipersplenisme - Kartagerner sindrom

Hari I : 1 liter ❑ Koma Hepatikum


Hari ke II : 1,5 liter Sindrom neuropsikiatri kompleks dengan ciri gangguan kesadaran, perubahan
Hari ke III : 1,5 liter perilaku, personalia, asteriksis, flapping tremor dan abnormalitas EEG
Komplikasi pungsi ascites : Faktor pencetus : - I n f e k s i
- Hipertensi postural -Demam
- Koma hepatikum -Anemia
- Peritonitis - Alkoholisme
- Obat Hepatotoksik → NSAID
Bahaya Ascites bila dipungsi terlalu cepat : - Diuretik progresif
1. Postural hipotensi - Retensi darah dalam usus
Ascites → penderita berbaring → Splancnicus tertekan → - Pungsi progresif
pengeluaran mendadak → splancnicus cepat mengembang → darah
masuk splanc bertambah → sirkulasi perifer menurun → syok →
Kollaps. Patofisiologi
2. Gangguan keseimbangan elektrolit Retensi darah dalam usus akan dimetabolisme oleh bakteri usus
menjadi amoniak, dalam keadaan normal amoniak akan didetoksikasi di
hepar menjadi Na OH + H2O, pada sirrosis fungsi detoksikasi tidak ada.
Amoniak, toksin bakteri dan asam lemak bebas (merkaptan) akan masuk b. Urobilinogen
aliran darah dan toksik ke otak. 10 ml urin + 1 ml reagen W & D campur → biarkan 3-5 menit (tidak
Pada penatalaksanaan perlu sterilisasi usus dengan lavemen dan boleh lebih → letakkan tabung diatas kertas putih → lihat :
pemberian antibiotik yang tidak diabsorbsi oleh usus, antara lain kanamicin - warna merah samar-samar → percobaan selesai (+)
& neomicin, sehingga metabolisme bakteri tidak terjadi. - warna merah tidak jelas → encerkan 10x - 100x
Normal (+) sampai pengenceran 20x
Naik bila masih (+) sampai pengenceran 40x
❑ Tahapan Koma pada Sirosis :
1.Gangguan kesadaran III. Kapan bilirubin urin (+) kuat, urobilinogen (-)
2.Flaping tremor Patofisologi :
3.Kontak Pada obstruksi bilier sumbatan terjadi di saluran empedu →
4.Prekoma bilirubin terkonjugasi yang diekresi ke usus (-), sehingga urobilinogen
5.Koma urin (-), bilirubin meningkat karena bilirubin terkonjugasi larut dalam
air sehingga dapat diekresi melalui urin → bilirubin urin (+) meningkat.
❑ Penatalaksanaan Koma Hepaticum :
1. Infus RS : Komafuchsin = 1:1 IV. Beda Hepatorenal sindrom dan pseudohepatorenal sindrom
2. Vicillin 1gr/8 jam ➢ Hepatorenal sindrom
3. Lavemen tinggi 2x/hari dengan laxative Gangguan faal ginjal yang disebabkan penyakit hepar yang berat.
4. Neomicin Gangguan hepar → fungsi detoxicasi hepar terganggu sehingga zat
- zat toxic meracuni ginjal. Gejala yang sering terjadi azotemia
Komafuchsin : terdiri dari asam amino esensial → mencegah terbentuknya progresif, creatinin serum >250mg/dl, hiponatremia, oliguria dan
pseudoneurotrasmiter hipotensi
catatan : ➢ Pseudo Hepatorenal sindrom
I. Patofisiologi SGOT/SGPT Kerusakan ginjal dan hepar oleh karena penyakit :
Pembuatan SGOT di mitokondria sedangkan SGPT di sitosel, pada - Leptospirosis
Hepatitis akut peradangan terjadi di sel-sel hepar terutama sitoplasma - Decomp cordis
sehingga SGPT yang diproduksi di sito sel meningkat menyebabkan - Keganasan
SGOT/SGPT < 1. -Infeksi
Sebaliknya pada Hepatitis kronis/Sirrosis kerusakan sel hepar
terutama pada inti sel sehingga produksi SGOT meningkat sehingga V. Syndrom Meig terdiri :
menyebabkan SGOT/SGPT > 1. - Kistoma ovarii
Hipoalbumin menyebabkan tubuh mengkompensasi → globulin -Ascites
naik ( >N ) → ratio albumin/globulin terbalik. Ratio albumin : globulin < - Efusi pleura kanan dan kiri
1

II. Sirrosis Hepatis di puskesmas yang perlu diperiksa :


- darah rutin : HB → anemi ringan
AL, HCT, AE, Diff count
- urin rutin : bilirubin (+)
Urobilin meningkat

Pemeriksaan laboratorium di puskesmas :


a. Bilirubin
5 ml urin dikocok + 5 ml Bacl 10% → saring → kertas
saring dikeringkan + 2-3 tetes Fouchet → (+) bila hijau
❑ Patogenesis bilirubin
ICTERUS
Destruksi sel darah merah ( SRE )

Pre hepatik Hepatik Post hepatik


Hemoglobin
(red) (yellow) (green)
Causa - Over produksi Kelemahan konjasi - Obstruksi bilier
1. hemolisis 1. Cliger Najjar I/II 1. batu
Disosiasi menjadi heme (leptospirosis) 2. Neonatal J 2. tumor
2. inefektif 3. Drug inhibition 3. strictur,
eritropoesis cloramp,
Biliverdin pregnadiol -Kelemahan ekskresi
- Up take lemah : 4. Hepatitis hepar :
1. Gilbert sindrom 5. Sirosis 1. Famlial :
Bilirubin unconjugated ( I ) 2. Obat (as. Flavas- - Dub johns synd
pidic) - Pregnancy
3. Prolonged pasting. 2.Didapat : drug
induced colestasis
Terikat lemak dan albumin (oral kontrasepsi,
metyl testosteron)
Laboratorium Bilirubin I  Bil I  Bil I (-)
Up take dengan protein Y & Z Billirubin II N Bil II  Bil II 
Urin Urobilin +++ Urobilin + Urobilin N (-)
Bil - Bil + Bil +++
Conjugasi dengan asam glukoronat
Dengan bantuan enzim glukoronil transferase

Bilirubin conjugated ( II )

COLELITIASIS
Excresi

❑ Kasus :
usus halus Urin Wanita dengan : usia > 40 th
Fertil Female, fourty, fertil.
Obesitas
Reduksi menjadi urobilinogen dan stercobilin Nyeri menjalar ( refered pain ) epigastrium kanan
Murphy’s sign (+)
Gatal → timbunan bilirubin dibawah kulit.
Urin Feses ❑ Diagnosis banding :
1. Colesistitis
2. Colelitiasis
3. Kolik ureter dextra
4. Hepatitis → kapsula fibrosa meregang.
❑ Planning laboratorium :
- Hb, AL, AT
- Amilase, lipase
❑ Penunjang : BNO, USG III. Nyeri + tidak kentut, tidak BAB → illeus, peritonitis.
❑ Penatalaksanaan : Tanda-tanda illeus :
1. Bed rest - borborigmi
2. Diet rendah lemak hindari makanan yang merangsang - metalik sound
3. Antasid - darm contur
4. Operatif, jika terjadi obstruksi total → hidrops vesica - darm steifung
velea. macam illeus → obstruksi dan stranggulasi
Non operatif jika tidak menyebabkan obstruksi.

Ileus stranggulasi :
terjadi gangguan pasase / motiliti / peristaltik turun → usus tidak
berfungsi normal, kontraksi turun → makanan tidak keluar.
ABDOMINAL PAIN
Tanda-tanda peritonitis → lihat BAB tifoid.

❑ Cari sebab yang paling mungkin :


I . a. Lokasi nyeri regio hipocondriaca dextra
- Colesistitis
- Hepatitis
- Kolitis
- Abses hati
b. Lokasi nyeri regio epigastrium
- gastritis
- ulcus peptikum
- pancreatitis Sesungguhnya orang-orang yang beriman
- Infark miocard dan beramal saleh, bagi mereka adalah
c. Lokasi nyeri regio Hipocondriaca sinistra
- gastritis Surga Firdaus menjadi tempat tinggal.
- kolitis Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak
d. Lokasi nyeri regio inguinal dextra ingin berpindah daripadanya.
- kolitis (QS. Al Kahfi 107-108)
- kolik ureter
- apendisitis
- adnexitis
e. Lokasi Nyeri regio suprapubik
- sistitis
- kolik ureter
f. Lokasi nyeri regio Inguinal sinistra
- kolitis
- kolik ureter
- adnexitis

II. Nyeri berhubungan dengan makanan →pain – food – realese – pain :


1. gastritis
2. ulkus peptik
❑ Hipertiroidisme

Anamnesis Laboratorium Terapi


- Kelemahan badan - BMR naik 1. Medika mentosa
- Paradoxal von muller - Kadar kolesterol indikasi : anak, dewasa,
(nafsu makan >>, BB & trigliserid wanita hamil & meenyusui
turun) menurun Cara :
- Gelisah - Kenaikan suhu - Diet 2000 kal / hr (TKTP)
- Tremor (20-50 % / 24 jam) - O A tiroid
- Tidak tahan panas - Thyroid scaning - Propanolol
- Keringat banyak - T3, FT4 - Sedatif
- Palpitasi meningkat - Roborantia
TIROID - Hiperdefekasi - TSH menurun - Terapi terhadap
- Takikardi, AI, bising komplikasinya
Fungsi hormon tiroid : sistolik, gagal jantung 2. Subtotal tyroidektomi
- AF pulsus devisit Indikasi :
➢ Meningkatkan aktivitas fungsional seluruh jaringan tubuh - Oligomenorrhea / - Sulit dievaluasi selama
➢ Meningkatkan aktivitas metabolisme a.l sintesis protein, utilisasi glukosa penurunan libido sakit
dan pemecahan lemak - Iritabel - Relaps setelah terapi oral
➢ Fungsi pertumbuhan tulang dan perkembangan otak terutama pada janin - Kecemasan - Struma besar
- Mudah marah - Keganasan
dan bayi - Lid retraksi - Kosmetik
- menekan nervus
Fisik diagnostik pada kelenjar tiroid : Komplikasi :
Inspeksi : dari arah depan pasien disuruh menelan untuk melihat besar tiroid - Hipoparatiroidisme
- Paralise pita suara
Palpasi : dari arah belakang pemeriksa meraba kartilago thyroidea, pasien disuruh - Hipotiroidisme
menelan kemudian diperiksa ukuran tiroid, konsistensi, nyeri tekan, terfixir/ tidak - Perdarahan
dengan jaringan sekitar. - Krisis tiroid
Auskultasi : untuk mengetahui adanya bruit . 3. Radioterapi 131I
Indikasi :
Relaps seelah pembedahan
Usia > 40 th
❑ Grave disease : Menolak bedah
Perlu bedah tetapi kondisi
- hipertiroidisme tak memungkinkan
- ophtalmopathy
- dermopathy Kontraindikasi
pada pasien hamil dan
menyusui
❑ Trias basedow : .
- struma
- exoptalmus
- pretibial myxedema
❑ Indeks Wayne Catatan : 1. Pada pemberian ini pasien harus edukasi karena pemberian
dilakukan jangka panjang 12 – 18 bulan.
Gejala yang baru 2. Terapi bisa di teruskan sampai sembuh bila tidak ada efek
samping, serta perlu dilakukan pemeriksaan LED dan hapusan
timbul dan atau Nilai Tanda Ada Tidak
darah tepi setiap ½ - 1 bulan.
tambah berat
❑ Ophtalmopathy
1. Sesak saat kerja +1 1. Tiroid teraba +3 -3
Gejala :
2. Berdebar +2 2. Bising tiroid +2 -2
1. Morbius sign : akomodasi lemah
3. Kelelahan +2 3. Exoptalmus +2 -
2. Von graeff’s sign : kelopak mata terlambat turun dibanding bola mata.
4. Kelopak mata tertinggal
4. Suka udara panas -5 +1 - 3. Jaffroy’s sign : dahi tidak dapat mengkerut saat kepala sedikit
gerak bola mata
menunduk dan mata melihat obyek diatas.
5. Suka udara dingin +5 5. Hiperkinetik +4 -2
4. Stelwag sign : mata jarang berkedip
6. Keringat berlebihan +3 6. Tremor jari +1 -
5. Rosenbach sign : temor kelopak mata saat menutup.
7 Gugup +2 7. Tangan panas +2 -2
6. Exoptalmus.
8. Nafsu makan naik +3 8. Tangan basah +1 -1
9. Nafsu makan turun -3 9. Fibrilasi atrial +4 -
❑ Terapi :
10. Nadi teratur
1. Waktu tidur, letak kepala lebih tinggi.
< 80 x / I - -3
10. Berat badan naik -3 2. Pakai kaca mata hitam
80-90 x / I - -
3. Teteskan methyl sellulose 1 % / hr.
> 90 x / I +3 -
4. Exoptalmus progresif → prednison
11. Berat badan turun +3 - -

❑ Dermopathy
Hipertiroid jika nilai indeks ≥ 20. Gejala :
1. Mixoedem
❑ Pemeriksaan tambahan adalah basal metabolisme rate (BMR) 2. Tiroid acropati
Rumus : 3. Vertigo
BMR = ( 0,75 x nadi )+ ( 0,74 x selisih sistol dan diastol ) – 72 %.
Terapi : kortikosteroid topikal potensi tinggi
Diukur pagi sebelum penderita beranjak dari tempat tidur.

❑ Obat anti tiroid


1. PTU ( 3 x 100 mg ) maksimal 600 mg / hr. KRISIS TYROID
2. Metimazol ( 3 x 10 mg ) maksimal 60 mg / hr.
Penderita krisis tyroid sering mempunyai riwayat penyakit tyroid sebelumnya dan
Propil thiourasil ( PTU ) dibanding dengan metimazol : mendapat pengobatan tetapi kurang adekuat, atau adanya faktor pemicu yang
- Mudah didapat sering adalah infeksi. Penyebab krisis tyroid selain infeksi :
- Menghambat proses pengikatan iod dalam bentuk senyawa organik 1. Pembedahan tyroid
- Mereduksi iod → I- 2. Terapi iodium radioaktif
- tidak menembus sawar plasenta. 3. Pemakaian kontras iodium
- menghambat konversi T4 → T3
Diagnosis ditegakkan dengan adanya trias sebagai berikut :
Efek samping : 1. Meningkatnya tanda-tanda hipertiroid yang sudah ada sebelumnya
alergi, urtikaria, demam, rash, lekositosis, agranulositosis (tanda-tandanya : 2. Kesadaran yang menurun
sakit tenggorokan, demam, mouth ulcer), hepatitis, ikterik, atralgia. 3. Hiperpireksia
Kreteria diagnostic untuk krisis tyroid ( Burch-Wartofsky, 1993 ) DIABETES MELITUS
Disfungsi pengaturan panas Disfungsi kardiovaskuler Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
Suhu 99 -99,9 ( 0F ) 5 Takikardia karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
100-100,9 10 99 – 109 5 defek kinerja insulin atau kombinasi keduanya
101-101,9 15 110 – 119 10
102-102,9 20 120 – 129 15
103-103,9 25 130 – 139 20  Klasifikasi DM berdasar etiologi :
>104 30 > 140 25
I. DM tipe 1 A. Imune mediated
Efek pada ssn saraf pusat Gagal jantung
B. Idiopatik
Tidak ada 0 Tidak ada 0
Ringan ( agitasi ) 10 Ringan ( odem kaki ) 5 II.DM tipe 2 ( bervariasi dominan dari resistensi insulin dengan defisiensi
Sedang ( delirium, psikosis, letargi berat ) 20 Sedang ( ronki basah ) 10 insulin relatif sampai dominan defek sekresi insulin dengan resistensi
Berat ( kejang, koma ) 30 Berat ( odem paru ) 15 insulin).
III.DM tipe lain : A. Maturity Onset Diabetes ofthe young (MODY) 1,2,3
Disfungsi gastrointestinal – hepar Atrial fibrilasi
Tidak ada 0 Tidak ada 0
B. Defek genetik kerja insulin
Ringan ( diare, nause, muntah, nyeri perut ) 10 ada 10 C. Penyakit eksokrin pancreas : trauma, pancraettis, dll
Berat ( ikterus tanpa sebab yang jelas ) 20 D. Endokrinopati : akromegali, cushing dll
Riwayat pencetus E. Karena obat :, asam nikotinat
Negatif 0
F. Infeksi : rubella, CMV
Positif 10
G. Imunologi : antibodi anti insulin
I. Sindrom genetik lain : sindrom down, klinfelter
Skor 45 atau lebih : sugestif krisis tyroid IV. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
25-44 : sugestif impending krisis tyroid
❑ Pedoman diagnosis DM
< 25 : bukan krisis
• Gejala klasik + glukosa darah sewaktu ≥200mg/dl
(Pengambilan sampel gula darah sewaktu dilakukan sewaktu -
Penatalaksanaan krisis tyroid : waktu tanpa memperhitungkan jarak waktu terakhir makan.
1. Umum : rehidrasi dan koreksi elektrolit, vitamin, oksigen, kalau perlu Simptom klasik diabetes adalah poliruria, polifagi, polidipsi dan
obat sedasi, kompres es. penurunan berat badan tanpa diketahui sebabnya)
2. Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat : • Kadar glukosa puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl
❑ Memblok sistesis hormon baru dengan pemberian PTU dosis ( Gula darah puasa diambil setelah tidak ada intake kalori
besar ( loading dose 600 mg – 1000 mg ) diikuti 200 mg tiap 4 selama minimal 8 jam)
jam dengan dosis total sehari 1000 mg – 1500 mg. • Glukosa plasma 2 jam post prandial (GDPP) ≥ 200 mg/dl
❑ Memblok keluarnya simpanan hormon tyroid dengan lugol ( 10 selama test toleransi glukosa oral (TTGO)
tetes tiap 6 – 8 jam ). .
❑ Menghambat konversi perifer dari T4 – T3 dengan propranolol
20 – 40 mg tiap 6 jam.
3. Pemberian hidrokortison dosis stres ( 100 mg tiap 8 jam )
4. Antipiretik paracetamol. Jangan gunakan aspirin karena aspirin
berkompetisi dengan hormon tiroksin untuk berikatan dengan protein
pengikat hormon tiroksin. Sehingga hormon tiroksin bebas semakin
tinggi.
5. Apabila ada atrial fibrilasi dapat diberikan digoksin.
6. Mengobati faktor pencetus.
sembuh, bisul yang hilang timbul, cepat lelah, mudah
mengantuk
• Adanya keluhan khas disertai hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu ≥200 mg/dl atau kadar gula darah Puasa > 126
mg/dl, sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM
• Untuk pasien dengan keluhan tidak khas, hasil pemeriksaan
glukosa darah yang baru 1 kali abnormal belum cukup kuat
untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian
lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal
baik GDP ≥ 126 mg/dl atau GDS ≥ 200 mg dl pada hari yang
lain atau hasil TTGO yang abnormal3

Cara melakukan TTGO


➢ Makan seperti biasa selama 3 hari sebelumnya
➢ Kegiatan jasmani seperti biasa
➢ Puasa semalaman (10-12 jam)
➢ Periksa Gula darah puasa
➢ Minum larutan gula dalam waktu 5 menit (75 gram glukosa
dalam 250ml air)
➢ Periksa gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa
➢ Selama menunggu 2 jam pasien harus istirahat dan tidak
merokok

Faktor-faktor resiko DM sebagai berikut :


❖ Usia > 45 tahun
❖ Over weight (IMT > 25 kg/m2)
❖ Riwayat keluarga yang menderita DM
❖ Inaktivitas fisik
❖ Telah mengalami TGT/GDPT
❖ Riwayat DMG atau melahirkan bayi >4kg
❖ Hipertensi >140/90 mmHg
❖ HDL <35 mg/dl dan / atau trigliserida>250 mg/dl
❖ Polikistik ovarii sindrom
❖ Riwayat penyakit vaskuler (PJK), TBC, hipertiroidisme.

• Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada


keluhan khas / tidak khas
• Keluhan khas (klasik) berupa Poliuria, Polidipsia, Polifagia,
Lemah dan Penurunan Berat Badan tanpa sebab yang diketahui
• Keluhan tidak khas berupa Kesemutan, Gatal-gatal di daerah
genital, penglihatan kabur, Impotensi, keputihan, infeksi sulit
Karakeristik DM tipe 1 dan 2 Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik DM bisa dibagi menjadi :
DM tipe 1 DM tipe 2 1. Komplikasi Vaskuler
a. Mikrovaskuler
➢ Mudah terjadi ketoasidosis ➢ tidak mudah terjadi
• Mata
➢ Pengobatan harus denagn ketoasidosis
- Retinopati
insulin ➢ tida harus menggunakan
- Neurophati (non poliferatif / proliferatif)
➢ Onset akut insulin
- Macular edema
➢ Biasanya pasien kurus ➢ onset lambat
- Katarak
➢ Biasanya terjadi pada usia ➢ gemuk / tidak gemuk
- Glaukoma
muda ➢ biasanya > 45 tahun
➢ Berhubungan dengan gen ➢ tidak berhubungan dengan • Neuropati
HLA-DR3 & DR4 HLA - Sensorik dan motorik (mononeurophati dan
➢ Didapatkan Islet cell ➢ tidak ada islet antibody cell polyneuropathy)
antibody (ICA) ➢ riwayat keluarga pada 30% - Autonomik
➢ Riwayat keluarga DM ➢ 100% kembar identik b. Makrovaskuler
sekitar 10% terkena - Penyakit jantung koroner
➢ 30-50% kembar identik yang - Penyakit pembuluh darah Peripheral
terkena - Penyakit Cerebrovasculer

2.. Nonvasculer komplikasi


A. gastrointestinal
 Komplikasi akut DM
- diare
1. Hipoglikemi
- gastroparesis
2. Ketoasidosis: - Ketoasidosis diabetikum (KAD)
B. genitourinary
- Hiperosmolar non ketotik (HONK)
- dsifungsi ereksi
- ejakulasi retrograde
kriteria diagnostik KAD :
C. manifestasi dermatologik
- klinis : adanya riwyat DM sebelumnya, kesadaran menurun, nafas kussmaul
dan bau aseton, adnya tanda-tanda dehidrasi
3. Ulkus Diabetikum
- faktor pencetus yang biasa menyertai : infeksi akut, IMA, stroke
- Laboratorium : Gula darah >250 mg/dl, asidosis metabolik (ph <7,3,
bikarbonat <15 meq/L, ketosis (ketonemia dan keonuria)
❑ Nefropati DM
Kriteria : - D M (>5 tahun)
- Retinopati diabetikum
❑ Kriteria diagnostik HONK :
- Macroalbuminuria >300 mg/dl/24 jam, 3-4x pemeriksaan
- Orang tua umur >40 tahun
selang 2 minggu.
- adanya hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320
Osm
- tanpa disertai asidosis dan ketosis Pada Nefropati Diabetes setiap obat yang diekresikan lewat ginjal
akan mengalami akumulasi → sehingga menghasilkan dosis relatif yang
lebih tinggi, oleh karena itu pada nefropati DM sebaiknya digunakan
OAD yang tidak diekresi melalui ginjal, untuk menghindarkan terjadinya
hipoglikemi misalnya glikuidon.

Macam NDM : - Tipe glomerulonefritis → Reaksi imunologis


- Tipe Sindrom nefrotik → Reaksi glomerulosklerosis
❑ Neuropati Otonom ❑ Penatalaksanaan DM
- Inkontinensia alvi
- Diare (beri codein sulfat 3x1 untuk memperlambat peristaltik). Primer : 1. Edukasi
- Impotensi 2. Perencanaan makan
WHO
3. Latihan jasmani
Resiko neuropati perifer kaki : Sekunder : 4. Obat
- hilangnya fungsi sensoris, 5. Cangkok pankreas
- adanya U l k u s DM

1. Edukasi
❑ Ulkus Diabetik 2. Perencanaan makan
PERKENI
Patofisiologi : 3. Latihan jasmani
1. Angiopati → sumbatan →gangren → gangren kering. 4. Obat
- Pulsasi arteri dorsalis pedis (-) ❑ Edukasi
- Sensibilitas (+) Edukasi mengenai : - Apa itu DM
2. Neuropati → disuse atropi → kaki yang atropi akan mendapat tekanan - Diet DM
berlebih → Nekrosis → Gangren (Gangren basah). - Olah raga
- Pulsasi arteri dorsalis pedis (+) - Perawatan diri :
- Sensibilitas (-)  kebersihan mulut & gigi
 hati - hati potong kuku/luka
Pada penderita DM sebaiknya pemasangan infus tidak di kaki (kaki penggunaan sepatu harus longgar dan memiliki
diabet) karena merupakan end arteri. bantalan
Terapi DM dengan komplikasi Ulcus adalah insulin, karena insulin ❑ Diet DM,
bersifat anabolik agent → baik untuk pembentukan jaringan, apalagi jika - Prinsip diet DM : mengembalikan ke normoweight.
disertai underweight. - Macam Diet DM : A, B, B1 , B 2, B 3 , Be, M.
Sedangkan diet yang digunakan adalah diet B dengan penambahan 100 - Beda diet B & B1 :
kalori. KH P L
B 68% 12% 20%
B1 60% 20% 20%
Mengapa pada pasien DM mudah terjadi infeksi dan luka tidak sembuh- Diet B : - Penderita DM tidak tahan lapar
sembuh : - Hiperkolesterol
1. Imunitas turun - Mikro dan makroangiopati
2. penurunan Fungsi leukosit yaitu : - DM lebih 15 tahun
- Fagositosis - Kemotaksis
- Opsonifikasi - Antibodi intrasel Diet B1 : - Underweight
3. Kerentanan, karena : - kadar gula darah naik turun - DM dengan kebutuhan protein meningkat :
- Keton bodies  Dengan KP
4. Mikro/makroangiopati → leukosit & O2 sulit mencapai jaringan.  Kehamilan
 Infeksi
 Kebiasaan makan protein meningkat
Diet B2,B3,Be : - Nefropati diabetik.
B 2 → Stadium II (creatinin 2,5 - 4)
B 3 → Stadium III (creatinin 4 - 10)
Be → Stadium IV (creatinin > 10)
❑ Latihan jasmani Efek samping insulin :
Tujuannya : - Skin rash
- Meningkatkan uptake glukosa (meningkatkan sensitivitas insulin - Alergi
& meningkatkan aktivitas transporter glukosa GLUT-4 ) - Imunologi - Demam
- Memperbaiki oksigenasi jaringan - Syok anafilaktik
- memperbaiki profil lipid sehingga mencegah kegemukan - Resistensi insulin
mencapai BB ideal
- Hipoglikemi
- Lipodistropi
Bentuk-bentuk latihan jasmani : - Non imunologi - Infeksi suntikan
• Aerobik ( jalan kaki, berlari, bersepeda, dan berenang) - Edema insulin
• HR max / VO2 max : 40 – 70 % - aterosklerosis
• Bentuk aktivitas : resistance training dengan progressive circuit-type
weight training, high volume dan low intensity
• Latihan dilakukan 5-7 kali seminggu
• Intensitas moderate-strong Borg scale Macam Insulin Efek Puncak Lama Kerja
• 40-50 % 1 RM ( RepetitionMaximum ) (jam) (jam)
• Satu session dibutuhkan waktu : Cepat 2-4 6-8
- 3-5 menit warm up Menengah 4-12 18-24
- 15-60 menit training Campuran 1-8 14-15
- 3-5 menit cool down Panjang Tanpa puncak 24

Saat ini lebih dianjurkan penggunaan human insulin dibandingkan


❑ Obat DM dengan insulin yang berasal dari hewan untuk mencegah reaksi imunologik
1. I n s u l i n
2. Obat hipoglikemik oral
❑ Resistensi Insulin
INSULIN Faktor penyebab resisten insulin (>100 U/hari) :
Indikasi insulin : 1. Hipertensi : sebab yang dominan adalah kortisol adrenergik yang
1. DM tipe I merupakan antagonis insulin.
2. DM tipe 2 dan keadaan tertentu 2. Obesitas : sebab terjadi down regulation (penurunan
• Penurunan BB yang cepat jumlah reseptor).
• Hiperglikmia berat yang disertai ketosis 3. Obat-obatan → antagonis insulin
• KAD 4. Usia lanjut → payah reseptor
• HONK
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis hampir maksimal ❑ Penatalaksanaan alergi dan resistensi insulin :
• Stress berat (infeksi sistemik, fraktur, operasi besar, IMA, - Jika alergi, diberikan bersama difenhidramin
stroke) - Resisten, → self limited dalam waktu 6 bulan.
• Kehamilan ganti insulin yang kurang imunigenik (babi) →
• Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat monocomponen →ganti sulfated insulin → gagal +
• Kontraindikasi dan alergi OHO glukokortikoid dosis tinggi (60-80 mg)
Bagaimana mengganti insulin shor actingt ke long acting : a. Tingkat prereseptor → - hambat absorbsi KH
1. Tentukan dosis terendah yang meregulasi gula darah (selama > 20 u/hari - hambat glukoneogenesis hati
jangan diganti long ). b. Tingkat reseptor → meningkatkan jumlah reseptor
catatan : bila diturunkan ternyata gula darah tinggi lagi, maka dosis yang c. Tingkat post reseptor → defek respon insulin
dipakai adalah dosis diatasnya. (intrasel)
2. Long acting : dosis total short x 2/3
❖ Pada ibu hamil dengan DM tidak boleh diberikan OHO karena akan
menyebabkan hipoglikemi janin dan teratogenik, sebaiknya diberi insulin.
Mengganti insulin ke OHO
1. Secara bertahap dosis insulin diturunkan 2 Unit/hari dan OAD dimulai
dari dosis terendah naik secara bertahap ❑ Resisten OAD,
2. Saat insulin nol OHO optimal dose Cara menanggulangi :
❑ Obat hipoglikemik oral (OHO) 1. Ubah dahulu dengan bentuk OAD lain.
2. Kombinasi dengan golongan yang berbeda (midle & short).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 3 golongan : 3. Dosis maksimal (misal Daonil & Diamicron : 4 tablet).
▪ Pemicu sekresi insulin (insulin secretogogue) : sulfonil urea dan glinid
▪ Penambah sensitivitas insulin : metformin, tiazolidindion
▪ Penghambat absorpsi glokosa : penghambat glukosidase alfa ❑ DM disebut terkontrol bila :
1. GDS < 200
Jenis I → Tolbutamide 2. GD 2JPP + GDS < 150
short acting 2
3. Hb A1c < 6,5% (yang paling tepat untuk kontrol)
1. Glibencamid → Daonil
OHO Jenis II 2. Glicaside → Diamicron
❑ Kumpulan kasus bed side :
intermediate 3. Glikuidone → Glurenorm
4. Glipiside → Minidiab Orang tua DM + GE (lendir darah : hati-hati adanya Ca) langkah :
1. Cari TB dan BB, tentukan RBW → kebutuhan kalori
Jenis III → Clorpropamide → Diabenese
< 90 → Underwight
long acting
BB 90 – 100 → Normowight
RBW = X 100%
TB - 100 100 – 120 → Overwight
> 120 → Obesitas
❖ Glikuidone (glurenorm) bisa untuk DM dan CRF, karena ekresinya melalui
usus dan pancreas → tidak terakumulasi di ginjal.
Underweight → Kal = BB x 40-60 kal
❖ Glikazid (Diamicron) mempunyai efek antiagregasi trombosit, efek Normoweight → Kal = BB x 30-40 kal
pencegahan terhadap mikroangipati, bisa digunakan pada DM dengan Overweight → Kal = BB x 20 kal
Gangguan Vasculer → jantung koroner Obesitas → Kal = BB x 10 kal
❖ Glipizid baik digunakan untuk DM dengan Obesitas, karena pada obes 2. Ada dehidrasi / tidak, ada : skor ?
terjadi penurunan jumlah reseptor (down regulation) sedangkan Glipiside 3. Ada panas (neuropati otonom : diare, panas : infeksi)
menaikkan jumlah reseptor
❖ Metformin (Glukopage) merupakan kontraindikasi pada pasien penyakit hati Penatalaksanaan : 1. Bed rest tidak total
dan ginjal. Mekanisme kerja tidak mempunyai efek pankreatik tapi 2. Diet B1 (o/k underweight dan infeksi)
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektifitas insulin yaitu : 3. Rehidrasi
4. Insulin karena underweight
5. Antibiotik gr (-) ❑ Penatalaksanaan :
6. Edukasi
Fase I Fase II (GDS<250)
Catatan :
1. Rehidrasi NaCl/RL 1. Insulin IV / 6 jam, bila
- GE mudah asidosis
2. Bolus IV 0,15 U/kgBB sadar mulai minum
- DM mudah asidosis dilanjutkan dengan drip cairan.
- Resiko juvenil DM adalah komplikasi-komplikasi yang datangnya lebih insulin 0,1 U/kgBB/jam 2. Buah yang banyak
awal. dalam NaCl 0,9% sampai mengadung Kalium,
GD 200 - 250 uptake glukosa perlu
3. Bila asidosis : Natrium Kalium.
bicarbonat. 3. Insulin SC sesuai
❑ Fatty Liver 4. Koreksi Kalium kebutuhan
Pada DM perlu LFT (liver fungsi test) :
4. Antibiotik
Karena terjadi hiperlipidemi / Gangguan metabolisme lemak, Lipoprotein
lipase dirangsang insulin, karena insulin rendah, LPL turun sehingga
metabolisme lemak terganggu → asam lemak bebas dalam darah →
masuk ke hepar terjadi deposit dalam hepar → perlemakan hepar (Fatty
❑ Reduksi insulin sesuai kebutuhan
liver) → diabetik sirrosis.

Ada 2 macam : 1. Metamorfosa, pada : Reduksi urin GDS Insulin (unit)


- gula darah uncontrol 1(+) hijau kekuningan 200-250 4
- kegemukan 2(+) kuning keruh 250-300 8
- alkoholisme 3(+) jingga (lumpur) 350-400 12
2. Infiltratif → lemak masuk sel hepar 4(+) merah bata > 400 16
pada : - malnutrisi
Kelemahan dalam menentukan kebutuhan insulin dengan urin reduksi, jika
❑ DM dengan Obesitas penderita :
Prinsip penatalaksanaan DM dengan Obesitas adalah menurunkan 1. Nefropati → exresi glukosa darah turun
berat badan mencapai BB ideal, baik dengan Diet dan Exercise.
2. U T I →Glukosa dimakan bakteri
Pilihan Obat untuk penderita DM dengan Obesitas tidak dengan 3. Ambang glukosa turun
insulin, karena selain mempunyai efek samping selain menaikkan BB juga penggunaan sepatu harus longgar dan memiliki
dapat menimbulkan Hiperinsulinisme, karena pada obesitas terjadi down bantalan
regulation yaitu penurunan jumlah reseptor. Sebaiknya digunakan Oral Anti
Diabetik yang dapat menaikkan jumlah reseptor yaitu Glipizide (Minidiab)
dan metformin. Dapat pula dikombinasi dengan Glibenklamid (Daonil)
karena mempunyai efek Hipoglikemi kuat. ❑ Tes Reduksi urin (benedict)
5 cc benedict + 5-8 tetes urin →panaskan mendidih → perhatikan
❑ Koma Hiperglikemia warna dan kejernihannya, positif 1 - 4.
Fisik : - K o m a
- Kulit semua kering ❑ Hipoglikemi
- Tensi bola mata meningkat Fisik : - lapar, lemah, lesu
- Nafas aseton.
- keringat dingin
- Badan gemetar
- Kesadaran menurun sampai convius
❑ Menghindari terjadinya Hipoglikemi :
- OAD/Insulin harus pagi dan siang → menghindari terjadinya
NSH → nocturnal simptomless Hipoglikemi.
- Bila dengan resep sebelum disuntik tanya dulu makanannya habis atau
tidak, muntah atau tidak, ada makanan tambahan dari luar atau tidak.

Macam-macam hipoglikemi :
1. True Hipoglikemi : GDS < 60
2. Koma Hipoglikemi : GDS < 30 DEMAM TIFOID
3. Reaksi Hipoglikemi : bila kadar gula darah sebelumnya naik,
kemudian diberi obat hipoglikemi, ada tanda – tanda hipoglikemi dan
saat diambil GDSnya ternyata masih > N. Demam tifoid merupakan infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri
Tx diistirahatkan, diawasi beri minum manis/kembang gula. Salmonella typhii
4. Reaktif Hipoglikemi : - merupakan prediabetik ❑ Kreteria mayor :
- sesudah makan nasi biasa, 3-5 jam kemudian 1. Panas > 7 hari, terutama malam hari, suhu meningkat secara bertahap
timbul tanda tanda hipoglikemi. 2. Gangguan GIT : - konstipasi → S. typhi
- diare → S. paratyphi
Pengelolaan Hipoglikemia - mual, muntah
- nyeri epigastrium
Stadium permulaan (sadar) 3. Hepatosplenomegali
• Berikan gula murni 30 gr (2 sdm) atau sirup/ permen gula murni (bukan 4. Bradikardi relatif.
pemanis pengganti gula atau diet / gula diabetes) dan makanan yang 5. Lidah kotor , tepi hiperemis, tremor ( roseola tifosa )
mengandung hidrat arang ❑ Defferensial diagnosa febris > 7 hari :
• Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah sewaktu 1. Tifoid
Stadium lanjut (koma hipoglikemia) 2. Malaria
• Penanganan harus cepat 3. TB paru
• Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena setiap 10- 4. UTI
20 menit hingga pasien sadar 5. DHF
• Berikan cairan dekstrosa 10% perinfus 6 jam perkolf untuk 6. Meningitis
mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau diatas normal
❑ Laboratorium :
disertai pemantauan glukosa darah
a. Leukopenia .
• Bila hipogl;ikemia belum teratatasi, berikan antagonis insulin seperti: b. Limfositosis relatif.
adrenalin,kortison dosis tinggi atau glukagon 1 mg intravena c. Widal test → penunjang.
/intramuskular d. Gaal culture dari isolat spesimen darah, asspirasi sumsum tulang, tiinja
• Pemantauan kadar glukosa darah tiap 4-6 jam danurin → diagnosa pasti.
e. SGOT /SGPT → siklus enterohepatik.
DM tipe 2 yang mengalami sekunder failure, yaitu : bila seorang f. BUN / Creatinin → nefritis tifoid.
dengan OHO dosis maksimal dan sudah diganti-ganti. tetapi OHO g. Urin rutin.
tersebut tidak dapat mengcover lagi oleh karena reseptornya sudah
payah disebabkan faktor lanjut usia.→ Diabetes tipe X (sangat ❑ Widal test
mungkin bila diberi insulin, reseptornya dapat sembuh). Yang diharapkan dari pemeriksaan widal adalah peningkatan titer
salmonella :
Slide test / presipitasi → titer O > 1 / 160
Aglutinasi test → titer O > 1 / 2320
Titer O mempunyai nilai diagnostik lebih tinggi karena dari badan ❑ Indikasi pulang
salmonella sebaliknya titer H kurang karena berasal dari flagella salmonella. 1. Febris (-) minimum 7 hari.
Widal perlu diulang jika test (-), karena pada minggu I belum terbentuk 2. Mobilisasi penuh.
antibodi, sehingga presipitasi kurang nyata dibandingkan pemeriksaan 3. Komplikasi (-).
dengan aglutinasi. Pada minggu II antibodi >> dalam darah sehingga
dilakukan pemeriksaan dengan presipitasi test → reaksi tipe III → antibodi ❑ Komplikasi :
spesifik. 1. Minggu I → syok endotoksemia
Kemungkinan hasil widal test dapat : 2. Minggu II → reaktif hepatitis, perdarahan usus.
a. false (+) : - post vaksinasi KOTIPA 3. Minggu III → perforasi.
- infeksi sublinik 4. Minggu IV → relaps tifoid.
- daerah endemik
- reaksi anamnestik ❑ Penatalaksanaan tifoid komplikasi perdarahan ( melena ):
b. False (-) : - malnutrisi 1. Bed rest total.
- AIDS 2. Puasa.
- Geriatrik 3. Rehidrasi dan nutrisi parenteral.
- Terapi sitostatik 4. Medikamentosa : - Antibiotik, koagulan.
- Terapi kortikosteroid
- Minggu I ❑ Follow up perdarahan :
- Tidak melena → warna feses
❑ Penatalaksanaan - RT feses darah (-)
1. Bed rest total , sampai 7 hari bebas panas → mobilisasi bertahap mulai - Ukur lingkar perut → karena perdarahan sering disertai perforasi yang
dari duduk sampai pulihnya kekuatan. memerlukan tindakan bedah.
2. Diet saring TKTP rendah serat, lunak sampai 7 hari bebas panas → ganti
bubur kasar → setelah 7 hari ganti nasi. ❑ Tanda-tanda perforasi / peritonitis
3. Medikamentosa : - Defans muskuler.
- cloramphenicol ( drug of choise ) - Nyeri tekan.
4 x 500 mg atau kemicetin 0,5 gr / 6 jam. - Pekak hepar menurun atau menghilang.
- kotrimoksazol 2 x 960 mg - Bising usus menurun.
- Ampicillin 4 x 1 gr - Tonus musculus sphingter ani menurun.
- ceftriaxon 3 gr / 24 jam Defans muskuler → hiperestesi kulit dan kaku otot diatas organ viscera yang
- Ciprofloksasin 2 x 500mg diinervasi nervus sesegmen.
Indikasi ampicillin : AL < 2000 gr / dl ❑ Komplikasi organ :
- ada kelainan hepar 1. Otak → meningitis, encephalopai.
- alergi cloramphenicol. 2. Cardiovasculer → syok endotoksin, miokarditis, tensi , nadi .
3. Paru → pneumonia.
Catatan : 4. Ren → pielonefritis.
Tifoid dengan kehamilan pada trismester I dan II boleh diberi 5. Kandung empedu → kolesistitis.
chloramphenicol, trimester III tidak boleh karena mengakibatkan grey baby 6. Hepar → tifoid hepatitis.
sindrom . 7. Sendi → artritis.

❑ Follow up : Manifestasi perdarahan (RL , epistaksis) bisa juga didapatkan pada


1. Suhu badan penderita tifoid fever tidak hanya DHF.
2. Adanya komplikasi
3. Hepatomegali
❑ Tifoid hepatitis TETANUS
Pada tifoid pemeriksaan SGOT/SGPT tinggi, karena adanya siklus
enterohepatik → disebut tifoid hepatitis atau reaktif hepatitis , gejala : ❑ Definisi :
1. Panas tinggi. Adalah suatu penyakit infeksi oleh clostridium tetani yang merupakan
2. Klinis tifoid. bakteri gram (+) yang mengeluarkan exotoxin.
3. Klinis hepatitis akut Exotoksin bekerja pada motorneuron yang menyebabkan disinhibisi
4. Laboratorium : SGOT / SGPT tinggi, impuls motorneuron → sehingga mudah terjadi rangsangan yang berlebihan
5. Marker hepatitis : di otot – otot, yang kejangnya bersifat spatik.
VHB → HBsAg, HBeAg.
VHA → tidak perlu pemeriksaan serologis, oleh karena self ❑ Deskripsi kejang :
limiting disease, dan tidak pernah menjadi 1. Kapan mulai kejang
kronik. 2. Tipe kejang : - lokal
Tifoid + hepatitis dengan HBsAg (+), kemungkinan : - general
1. Sebelumnya memang HBsAg (+). 3. Berapa kali mengalami kejang → pada tetanus terjadi beberapa kali dan
2. Tifoid hepatitis. timbul dengan rangsangan cahaya, suara, termis, dll.
3. Campuran tifoid dan hepatitis. 4. Kesadaran saat terjadi kejang → pada tetanus kesadaran tetap normal.
Untuk mengetahui hepatitis akut / kronik maka : 5. Disertai panas atau tidak → tetanus tidak ada panas.
- Akut → periksa IgM anti HBc.
- Kronik → IgG anti HBe. ❑ Kejang pada tetanus :
IgG anti HBc. 1. Waktu kejang penderita sadar.
2. Kepala : trismus, risus sardonikus.
3. Epistotonus : perut keras seperti papan
❑ Terapi tifoid hepatitis alternatifnya : 4. Dapat disertai dengan adanya luka tusuk atau tidak.
1. Ampicillin Yang tidak disertai luka tusuk : - infeksi dari telinga
2. Cotrimoxazol - infeksi dari gigi dan mulut.
3. Kemicetin, karena lebih hepatotoxic dari cotrimoxazol. 5. laboratorium dalam batas normal.

❑ Follow up tifoid hepatitis : ❑ Patofisiologi


1. Tifoid → panasnya. C. Tetani spora masuk melalui luka terkontaminasi seperti otitis media, luka
2. Hepatitis → hepatosplenomegali, ikterus, SGOT / SGPT, serologis. anaerob, infeksi gigi. Pada luka yang anaerob, spora berkembang kemudian
lisis menghasilkan C.tetani bentuk aktif.
Hepatitis, ikterik (-) : hepatitis anikterik → - gejala prodromal C.tetani menghasilkan eksotoxin berupa tetanospamin dan tetanolisin. Yang
- hepatomegali kemudian berikatan dengan motor neuron perifer, masuk ke axon kemudian ke
- SGPT naik. arah sel bodi neuron di batang otak dan medulla spinalis melalui cara transpor
retrograde interneuronal. Toxin bermigrasi melewati sinaps ke terminal
presinaps menghambat pelepasan neurotransmitter inhibitor GABA. Sehingga
menyebabkan disinhibisi pada motor neuron sehingga aktivitas motor neuron
meningkat menyebabkan terjadinya rigiditas, peningkatan tonus otot dan
spasme umum.
Selain menyebar melaui syaraf, toxin tetanus juga dapat menyebar melalui
pembuluh darah dan limfe sehingga menyebabkan generelized tetanus.
Biasanya toxin mengenai otot-otot muka, otot perut dan otot polos yaitu pada
otot jantung dan otot pernafasan.
DENGUE HEMORAGIC FEVER
Minggu I II III
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
Otot muka
Luka Kriteria diagnosis
Telinga Otot perut ❑ Kriteria klinis
Exotoksin
Gilut 1. Demam tinggi mendadak terus menerus selama 2 sampai 7 hari
Otot polos : Otot jantung sebab yang tidak jelas dengan tipe demam bifasik
Otot pernafasan 2. Manifestasi perdarahan. : uji torniquet positif, dan atau perdarahan
spontan, petekia, ekimose, pedarahan gusi, hematemesis / melena
3. Hepatosplenomegali.
❑ Penatalaksanaan : 4. Tanpa atau dengan gejala-gejala syok seperti :
1. Isolasi ( terhindar dari rangsang cahaya dan suara ) ➢ Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tak teraba
2. menghilangkan infeksinya : ➢ tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang
- Anti biotik ( penisilin prokain 2 x 1,5 jt unit, flagil ) ???? ➢ Tekanan darah menurun 80 mmHg atau kurang
- perawatan luka ( wound toilet ) ➢ Kulit yang teraba lembab & dingin terutama daerah akral (ujung
- hiperbarik oxigenase ( karena kumannya anaerob ) jari tangan, kaki dan hidung)
3. Menetralisasi eksotoksin → ATS. ➢ sianosis di mulut, ujung jari tangan dan kaki
- Dosis awal ATS 20.000 IU IM, dan 20.000 IU IV
- Selanjutnya 10.000 IU IM / hari, sampai gejala hilang. ❑ Kriteria Laboratoris
ATS perlu diberikan dosis maintenance sebab half lifenya 1. Trombosit < 100.000 gr/dl
pendek, sedangkan bakteri C. tetanus yang belum mati masih 2. Hemokonsentrasi yang ditandai dengan peninggian nilai hematokrit
membuat toksin, berdasarkan pada teori antibodi monoklonal. sebesar 20% atau lebih dibanding masa konvalesen
Tetapi bila memakai tetanus immunoglobulin bisa sekali
pemberian sebab half lifenya panjang.. Penegakan diagnosis DBD adalah 2 kriteria klinis pertama ditambah
4. Mengatasi kejang dapat diberikan diazepam 2 ampul dalam 500 ml D trombositopenia dan hemokonsentrasi.
5 %, diberikan 20 tetes per menit, dosis diazepam dapat dianikkan
sampai 4 ampul dalam 500 ml D5 % sesuai dengan klinik. Hati – hati ❑ Demam pada DHF → berpola saddle back
pemberian diazepam karena dapat menyebabkan depresi pernafasan. Hari 1 – 2 → naik
5. Mencegah terjadinya efek samping, misalnya pada otot jantung, otot Hari 3 – 4 → turun
pernafasan. Hari 5 – 6 → naik

Catatan : ❑ Derajat DHF


1. Matinya penderita tetanus sering karena miocardiotoxic. Derajat I : Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala khas dan
2. Perawatan penderita dilakukan multidisiplin. satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet
3. Sebaiknya dirawat di ICU, untuk mengantisipasi bila terjadi gagal positif.
jantung atau gagal nafas. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan di kulit/
perdarahan lainnya.
Derajat III : Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi
❑ Penggunaan antibiotik yang rasional. cepat & lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg),
1. sesuai indikasinya → sesuai kultur dan sensibilitasnya. hipotensi (sistolik < 80mmHg) disertai kulit dingin,
2. Sesuai dosisnya. lembab, dan penderita gelisah.
3. Sesuai cara pemberiannya. Derajat IV : Derajat III ditambah renjatan berat dengan nadi tidak
4. Sesuai lama pemberiannya. teraba dan tekanan darah yang tidak terukur, penurunan
5. Harus tahu terhadap side efeknya. kesadaran.
❑ Differensial diagnosisPanas ❑ Impending shock terjadi bila :
1. 5 – 7 hari, sumer, naik turun, tak pernah normal → tifoid a. Hct meningkat → terjadi hemokonsentrasi, sehingga perlu pula diperiksa
2. > 7 hari, tinggi, perdarahan spontan, cephalgia hebat → leukemia. RFT untuk mencari kemungkinan gagal ginjal.
3. > 7 hari , kaku kuduk, kesadaran menurun → meningitis. b. Trombositopenia.
4. > 7 hari, kesadaran menurun, kejang → encepalitis. c. BT memanjang.
5. 1 hari, mendadak, menggigil → tonsilopharingitis.
➢ Pada kasus trombositopenia yang paling penting adalah perdarahannya
❑ Defferensial diagnosa trombositopenia. bukan jumlah trombosit karena jumlah trombosit sifatnya individual.
1. DHF ➢ Tranfusi trombosit dilakukan bila terdapat perdarahan spontan dan
2. ITP trombosit <100.000 /mm3
3. Hipersplenisme
4. DIC
5. Leukemia
6. Anemia aplastik

Catatan :
Panas dengan perdarahan → harus disingkirkan dengan kasus perdarahan yang SEPSIS
lain.
Infeksi :
Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk
❑ Setiap perdarahan , tanyakan : ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan
Laki-laki : kerusakan jaringan di sebut penyakit infeksi.
- waktu khitan
- waktu luka Inflamasi :
- riwayat keluarga Inflamasi ialah reaksi jaringan vaskuler terhadap semua bentuk jejas.
wanita :
- saat menstruasi Manifestasi klinik yang berupa inflamasi sistemik disebut sistemic inflammation
- saat melahirkan respons syndrome (SIRS). Sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa
sepsis adalah SIRS dengan dugaan infeksi.
➢ setiap perdarahan harus dibuat apusan darah tepi → adakah sel-sel muda
→ blood discrasia. Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah pasien yang memiliki dua
atau lebih kriteria sebagai berikut :
❑ Penatalaksanaan 1. Suhu > 38 0C atau < 36 0C.
1. Terapi penggantian cairan 2. Denyut jantung > 90 denyut/menit.
a. Sebelum terjadi DSS → RL 3. Respirasi >20/menit atau Pa CO2 < 32 mmHg.
b. Sesudah terjadi DSS → koloid, kristaloid. 4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur (band).
2. Diet
hati-hati pada perdarahan lambung. Perkembangan terbaru untuk mengetahui lebih dini adanya sepsis adalah dengan
3. Antasid pemeriksaan procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP), dimana akan
4. Kortikosteroid terjadi kenaikan dari marker tersebut.
Ada 2 pendapat :
Boleh → harus jelas gradenya dahulu, bila DSS tidak boleh diberi. Syok septik merupakan diagnosis klinik sesuai dengan sindroma sepsis
Tidak → karena tidak terjadi penurunan kadar kortison dalam darah. disertai dengan hipotensi (tekanan darah turun < 90 mmHg) atau terjadi
5. Antibiotik → bila ada lekositosis. penurunan tekanan darah sistolik > 40 mmHg dari tekanan darah
sebelumnya.
Etiologi : 2. Antibiotik secara empiris, sambil menunggu kultur.
Penyebab sepsis dapat berupa : 3. Menghilangkan focus infeksi bila ada ( abses, gangrene dll )
1. Bakteri gram (-) dan produknya (60 % s/d 70 % kasus), tersering adalah 4. Diit tinggi kalori tinggi protein.
Esceresia Coli. 5. Bisa diberikan antibodi poliklonal ( IVIG = Intravenus Immunoglobulin
2. Bakteri gram (+) dan produknya (20 % s/d 30 % kasus), tersering Staph., → Gamimun )
Strepto., dan Enterococcus. 6. Kortikosteroid dosis rendah ( Dexametazon 1 ampul / 8 jam / hari atau
3. Bakteri anaerob, misal: Bacteriodes fragilis → pada sepsis intraabdominal metilprednisolon 62,5 mg / hari dosis terbagi )
4. Jamur oportunistik, virus (dengue dan herpes) atau protozoa (Plasmodium)
Mengapa harus kortikosteroid dosis rendah ?
Gangguan keseimbangan pada sistim imun dapat berperan dalam terjadinya Pada pemberian kortikosteroid dosis tinggi akan menyebabkan :
sepsis, antara lain:  Penekanan pada HPA-axis, sehingga sekresi CTR hormon akan berkurang.
1. Defek sistim imun humoral : defisiensi komplemen dan antibodi yang
mengakibatkan gangguan pada kemampuan opsonisasi dan bakterisidal.  Supresi pada adrenal sehingga akan terjadi absolut adrenal insufisiensi,
2. Defek sistim imun seluler : gangguan sistim fagosit (netrofil dan makrofag) dengan akibat terjadi insufisiensi absolut dari hormon-hormon adrenal;
dan sistim imun seluler spesifik. misalnya: adrenalin dan noradrenalin serta mineralo kortikoid. Sebagai
3. Pada usia balita dan usia tua (>60 tahun) akibatnya akan terjadi kelainan tonus pembuluh darah perifer, kelainan
4. Pemakaian obat imunosupresan dan sitostatika elektrolit dan metabolisme karbohidrat sehingga menstimulasi terjadinya
5. Penyakit kanker, automun, DM, gagal ginjal dan sirosis hati. syok septik (Ingat pada sepsis sudah terjadi Relative Adrenal Insufisiensi)
6. Adanya faktor predisposisi, yaitu : kurang gizi, dehidrasi, tindakan invasif
(Infus, kateter urin dan jantung, pemasanngan vntilator) Penggunaan kortikosteroid dosis rendah, berperan :
1. Menekan / mengurangi efek sitokin, terutama sitokin pro-inflamasi
Penyakit Dasar sehingga terjadi keseimbangan sitokin pro-inflamasi dengan anti-inflamasi.
Organ yang terlibat pada infeksi umumnya berkaitan dengan jenis kuman yang 2. Memperbaiki fungsi glandula adrenal dengan menekan efek sitokin yang
menimbulkan infeksi tersebut, misal : berlebihan.
• Traktus Uropoetika → ISK sering disebabkan gram (-) E. Coli 3. Meningkatkan vasculair tone pembuluh darah perifer.
• Traktus Gastrointestinal → Infeksi GIT sering disebabkan gram (-) E. Coli 4. Mengurangi NO2 dalam plasma darah.
• Traktus Respiratorius → sering disebabkan gram (+) 5. Survival rate meningkat
• Traktus genetalia → sering terjadi pada abortus, pasca operasi,
korioamnionitis. Kuman penyebab yang sering adalah E. Coli.
• Infeksi dengan fokus pada kulit → Pada umumnya dikaitkan dengan
perawatan yang lam di RS sehingga mempunyai resiko infeksi seperti
pemasangan infus. Pada umunya disebabkan oleh Staphilokokus dan
Pseudomonas.

TERAPI

1. Stabilisasi Pasien Langsung


ABC: airway, breathing, circulation. Oksigen harus adekuat, cairan
harus cukup ( kristaloid dan koloid ). Bila mengalami syok pilihan
utama adalah vosopresor yaitu norepineprin ( Levophed / vascon )
dengan dosis 0,05 – 0,15 mikrogram / KgBB/ mnt ( sediaan 1 ampul = 4
cc = 4 mg ) caranya 4 mg diencerkan dalam 50 cc NaCl 0,9 %. Sehingga
ketemu 1 cc = 80 μgr dimasukkan dalam siringe pump, atur sesuai
kebutuhan.
ANKILOSTOMIASIS ❑ Penetalaksanaan
1. Bed rest tidak total
2. Diet TKTP
❑ Definisi : Infeksi oleh karena cacing ankilostoma disertai tanda-tanda anemia 3. Sulfas ferrosus ( 2 x 1 + Vit B + Vit E )
dan malnutrisi. 4. Obat cacing ( trifeksan tab 1 dd 1 selama 3 hari )
5. Transfusi, tetesan pelan, dengan diuretik pretransfusi.
Kasus Bed Side Hati-hati bahaya udema paru akut: sianosis.

❑ Anamnesis : ❑ Perbedaan ankilostomiasis dengan infeksi ankilostoma


Tanda anemia → - badan mudah lemah
- kepala pusing Ankilostomiasis Infeksi ankilostoma
- telinga berdenging 1. feses → telor (+) (+)
Pekerjaan petani 2. anemia (+) (-)
3. Malnutrisi (+) (-)
❑ Pemeriksaan
1. Odema glandula parotis ( depan aurikula ) oleh karena kelemahan pada
❑ Pada ankilostomiasis, karena cacing punya kait → perdarahan terjadi secara
tonus interseluler.
pelan-pelan dan lama , seraya mengambil protein → malnutrisi.
2. Tanda umum anemia: - sklera mutiara
- konjungtiva anemis
❑ Infeksi ankilostoma :
- papil lidah atropi
Larva → kulit ( cutaneus larva migran ) → pembuluh limfe → peredaran
- spon nail, koilonikia
darah → saluran nafas → tertelan → ileum.
- kulit pucat kekuningan
DD : Necator Americanus
- pelebaran jantung
Tricuris trichiura
3. Bising fisiologis : - punctum maksimum sulit dicari
- fase sistolik
❑ Loeffler syndrom ( ascariasis ) gangguan saat larva berada di paru. Dengan
- intensitas derajat < III.
gambaran rontgen infiltrat paru:
Gejala : Batuk-batuk, dispnea, fever, malaise, gatal- gatal, eosinofilia.
❑ Laboratorium : Hb = 2,7
Eosinofil meningkat
❑ Drug of choise ankilostomiasis :
Anemia mikrositik hipokromik (gambaran darah tepi)
- oleum siponodii → toksik
- mebendazol, pirantel pamoat, albendazol
❑ Diagnosa pasti : telur ankilostoma (+) pada pemeriksaan feses 3x berturut-
- triveksan
turut dalam waktu 3 hari.

Index eritrosit :
❑ Pemeriksaan feses
a. 1 gr feses diencerkan → ambil sedikit → oleskan pada obyek glass → Ht x 10 Normal : 76 – 96
periksa dengan mikroskop. MCV = MCV < 76 : Mikrositik
b. 1 gr feses + 5 cc air → centrifuge → endapan diambil → periksa dengan AE > 96 : Makrositik
mikroskop.
c. Metode kertas harada
1 gr feses + 5 cc air → centrifuge → endapan diambil → disaring → Normal : 27 – 32
ambil yang kertas saring → periksa dengan mokroskop. Hb x 10
MCH = MCH < 27 : Hipokromik
AE > 32 : Hiperkromik
Hb x 10 Normal : 32 – 37 ad.1. Infeksi saluran kencing
MCHC = MCHC < 32 : Hipokromik Paling banyak dijumpai pada penderita yang di rawat di RS, penyakit ini dapat
Ht
> 37 : Hiperkromik tumbuh akibat infeksi yang ada sebelumnya kemudian manifes saat di rawat
ataupun dapat terjadi pada saat dirawar di RS.

a. Batasan Infeksi Saluran Kemih


Batasan ini meliputi :
1) Infeksi saluran kemih simptomatik
2) Bakteriuria asimptomatik
3) Infeksi saluran kemih lainnya.

a) 1. ISK simptomatik
INFEKSI NOSOKOMIAL Seorang pasien dikatakan menderita ISK bila ditemukan satu diantara 3
kriteria berikut ;
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau yang didapat di rumah
sakit. Suatu infeksi yang didapat dirumah sakit apabila : Untuk orang dewasa dan anak> 12 bulan
a) Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam
masa inkubasi infeksi tersebut. 1) Didapatkan salah satu dari gejala keluhan ini :
b) Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit atau • Demam . 38 o C , axillar
c) Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang • Disuria
berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakitatau • Polakisuri
mikroorganisme penyebab yang sama tetapi lokasi infeksi yang berbeda. • Nyeri supra pubik
. Atau
Infeksi nosokomial dapat terjadi oleh karena tindakan iatrogenik, terutama Hasil biakan urin porsi tengah (midstream) ≥ 105 kuman per ml urin
yang mengalami tindakan-tindakan instrumenisasi ataupun intervensi pad saat di dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies.
rawat RS, misal : pemasangan kateter, infus, tindakan operatif lainnya. 2) Ditemukan 2 diantara gejala/ keluhan berikut :
Infeksi nosokomial transmisi berasal dari dokter, perawat dan pelayan • Demam . 38o C
medik yang lain dapat berasal ari tangan yang tak steril, infeksi dari makanan, • Disuria
minuman atau ventilasi, kateter dan alat endoskopi ataupun tindakan infus yang • Polakisuria
lain
• Nyeri supra pubik
❑ Kuman Penyebab Infeksi Nosokomial Dan
1. Penyebab terbanyak gram (-) Salah satu dari hal-hal berikut :
2. Gram (+), misal : Streptococcus,Staphilococcus ▪ Test carik celup(diptick) positif untuk leukosit esterase dan atau
3. Bakteri anaerob nitrit,
4. Jamur, virus dan parasit terutama pada penderita yang tergolong ▪ Piuri terdapat ≥ 10 lekosit per ml atau terdapat ≥ 3 lekosit per LPB
immunocompromise. 45x dari urin yang tidak dipusing
▪ Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak
❑ Infeksi Nosokomial yang sering dijumpai secara klinis: dipusing (centrifuge)
1. Infeksi saluran kencing ▪ Biakan urin 2 x berturut-turut menunjukkan jenis kuman uropatogen
2. Infeksi akibat luka operasi yang sama, dengan jumlah > 100 kuman per ml urin yang diambil
3. Infeksi saluran nafas dengan kateter
4. Infeksi saluran cerna. ▪ Biakan urin menunjukkan satu jenis uro patogen dengan jumlah ≥ 105
per ml pada penderita yang telah mendapat pengobatan anti mikroba
yang sesuai
▪ Didiagnosa ISK oleh dokter yang menangani
Telah terdapat pengobatan anti mikroba yang sesuai oleh dokter yang ad.2. Infeksi akibat luka
menangani Luka operasi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial
berasal dari operasi yang kurang steril, flora dari dokter, perawat atau bakteri
a.2. Bakteriuri Asimptomatik airborn. Tindakan operatif yang dekat dengan tempat yang banyak
mengandung bakteri, misal : operasi kolon, daerah vagina dan operasi yang
Seseorang dikatakan menderita bakteriuri asimptomatik bila ditemukan satu lama.
diantara kriteria berikut : Infeksi nosokomial akibat operasi biasanya manifest 3 sampai 7 hari
1) Pasien pernah memekai kateter kandung kemih dalam waktu 7 hari post operatif, 24-48 jam pertama post operatif biasanya disebabkan oleh
sebelum biakan urin : Strept. Grup A atau Chlostridium Sp. 4-6 hari postoperatif disebabkan oleh
Ditemukan biakan urin ≥105 kuman per ml urin dengan jenis kuman Staphylococcus. Setelah itu biasanya disebabkan bakteri gram (-) atau
ma\ksimal 12 spesies bakteri anaerobik.
TANPA gejala-gejala/keluhan :
Demam, suhu 380 C., polikisuri, nikuri, disuri, dan nyeri supra pubik Infeksi luka operasi dibedakan menjadi : ILO superfisial adalah ILO yang terjadi
2) Pada pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum dalam 30 hari paska bedah dan meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas
dibiakan pertama dari biakan urine 2 x berturut-turut ditemukan tidak fascia dengan salah satu kedaan berikut :
lebih dari 2 jenis kuman 1) Adanya Pus yang keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang
TANPA gejala/keluhan diatas fascia
Demam, polakisuri, nikuri, nyeri suprapubik 2) Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka yang ditutup primer.
3) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
Ad. 3. ISK lain 4) Sengaja dibuka oleh dokter karna terdapat tanda peradangan, kecuali jika
(ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan sekitar retroperitoneal atau hasil biakan negatif.
rongga perinefrik). Seorang pasien dikatakan menderita ISK lain bila
ditemukan kriteria berikut : Operasi terkontaminasi atau operasi kotor dinyatakan infeksi apabila dapat
dibuktikan bahwa penyebab infeksi adalah kuman yang berasal dari rumah sakit
Untuk orang dewasa dan anak > 12 bulan ditemukan salah satu tanda/ gejala atau ditemukan kuman strain lain dari kuman yang ditemukan sebelum masuk
antara lain : rumah sakit
1. Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin ( jaringan
yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi) ILO profunda adalah ILO yang terjadi setelah 30 hari sampai satu tahun (bila ada
2. Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik secara implant) paska bedah yang meliputi infeksi jaringan dibawah fascia dengan salah
pemeriksaan langsung, selama pembedahan, atau melalui pemeriksaan satu kedaan berikut :
histopatologi 1) Pus dari drain dibawah fascia.
3. Dua dari tanda berikut demam . 38o C PTC, nyeri lokal , nyeri tekan, 2) Dehisensi luka atau luka dibuka oleh dokter karena adanya tanda infeksi
padea daerah yang dicurigai terinfeksi (suhu 38° C dan nyeri lokal )
4. Didiagnosis infeksi oleh dokter yang menangani 3) Abses
Dan 4) Dokter yang menangani menyatakan infeksi.
Salah satu dari tanda/gejala : Operasi terkontaminasi atau operasi kotor dinyatakan apabila dapat dibuktikan
o keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai bahwa penyebab infeksi adalah kuman yang berasal dari rumah sakit atau
terinfeksi ditemukan kuman strain lain dari kuman yang ditemukan sebelum masuk rumah
o Ditemukan kuman pada biakan darah sakit
o Pemeriksaan radiologis memperlihatkan gambaran infeksi
o Didiagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
5. Dokter menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai
ad.3. Infeksi Saluran Nafas 2. Terdapat 2 diantara keadaan berikut yang tidak jelas penyebabnya :
- Mual
PNEMONIA - Muntah
Batasan Pnemonia - Nyeri perut
- Sakit kepala
Pnemonia suatu ionfeksi saluran pernafasan bagian bawah (ISPB). Seorang dan
pasien dikatakan menderita pnemonia bila ditemukan satu dari kriteria berikut : disertai satu hal dibawah ini :
- Biakan tinja atau hapusan rektal kuman enterik patogen
Untuk dewasa dan anak > 12 bulan - Pada pemeriksaan rutin terdapat kuman enterik patogen
1) Pada pemeriksaan terdapat ronki basah atau pekak (dulness) pada - Penetapan antigen atau anti bodi tinja dan darah menunjukkan adanya
perkusi, dan salah satu dari keadaan berikut : kuman patogen
• Baru timbulnya sputum purulen atau terjadinya perubahan sifat sputum. - Dalam biakan jaringan ( CPE : Cyto pathic effect) terdapat perubahan
• Isolasi kuman positif pada biakan darah sitologi
• Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan /cuci bronkus - Pada pemeriksaan serum tunggal terdapat titer anti bodi Ig M spesifik
atau biopsi yang tinggi atau pada dua sampel pemeriksaan serum, terdapat 4 kali
2) Foto Thorak menunjukkan adanya filtrat, konsolidasi, kavitasi, efusi pleura peningkatan titer Ig G spesifik
batu atau progresif dan salah satu diantara kedaan berikut :
• Baru timbulnya sputum purulen atau terjadinya perubahan sifat sputum
• Isolasi kuman positif pada biakan darah
❑ Penatalaksanaan :
• Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan /cuci bronkus 1. Terpenting adalah pencegahan, dengan melakukan tindakan sesuai indikasi
atau biopsi serta dalam melakukan tindakan selalu dengan prinsip aseptik dan
• Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran antiseptik.
nafas. 2. Antibiotika diberikan sesuai dengan pola kuman penyebab, bila
• Titerr Ig M atau Ig G spesifik meningkat 4x lipat dalam 2 x memungkinkan dilakukan kultur sebelumnya.
pemeriksaan 3. Mengeliminasi penyebab terjadinya infeksi nosokomial.
• Terdapat tanda-tanda pnemonia pada pemeriksdaan histo patologi 4. Perbaikan KU penderita terutama penderita yang termasuk dalam golongan
imunocompromais.

ad.4. Infeksi Saluran Cerna


Infeksi sistem saluran cerna meliputi : Gastroenteritis, hepatitis, enterokolitis
nekrosis dan infeksi intra abdomen lainnya, namun pembahasan berikut terbatas
pada gastroentertitis.

a. Batasan gastroenteritis
Seorang pasien dikatakan menderita gastroenteritis bila ditemukan satu
diantara kriteria berikut Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum nyata bagi Allah di antaramu, dan belum nyata orang-orang
1. Diare yang permulaannya akut ( tinja cair selama . 12 jam ) dengan atau yang sabar.
tanpa muntah- muntah atau demam dengan suhu > 380 C (Ali Imran 142)
Dan
Bukan disebabkan non infeksi misalnya : tes diagnostik terapi,
eksaserbasi keadaan kronis atau stress psikologik
HIV/AIDS Pasien HIV/AIDS sering kali masuk rumah sakit oleh karena infeksi
oportunistiknya.

Virus HIV akan mempengaruhi atau merusak sistem kekebalan tubuh melalui Pengobatan
limfosit T helper yang mempunyai reseptor CD4 yang sering disebut sel limfosit 1. Masuk ruang isolasi ( untuk mencegah tertular penyakit dari pasien lain )
CD4. Karena yang diserang limfosit CD4, lambat laun akan menurun baik fungsi 2. Terapi terhadap infeksi oportunistik.
maupun jumlahnya. Karena limfosit CD4 berperan penting dalam sistem imunitas 3. ARV ( Anti Retroviral )
maka akan mudah terjadi infeksi oportunistik dan kanker sekunder. 4. Terapi Psikologis

Kelompok resiko tinggi Ketentuan Terapi ARV


1. Pemakaian narkoba suntikan. ❑ CD4 < 200 / mm3, tanpa melihat stadium penyakit.
2. Hubungan seksual tidak aman, misal sering berganti pasangan, pasangan ❑ Secara klinik stasium IV, tanpa melihat jumlah CD4.
sex dari ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS ). ❑ Stadium II atau III dengan limfosit total dibawah 1200/mm3.
3. Riwayat infeksi menular seksual.
4. Riwayat transfusi.
5. Pemakaian tatto.
6. Keperja tempat hiburan, seperti panti pijat, karaoke, prostitusi.

Gejala infeksi HIV


Ada 4 stadium :
1. Stadium infeksi akut : flu like symptom ( setelah 6 minggu infeksi ) GASTROENTERITIS
2. Stadium asimptomatik : sejak hilangnya gejala akut sampai beberapa
bulan atau tahun ( rata – rata 3 – 5 tahun ) ❑ Lihat point anamnesa dan pemeriksaan diare
3. Stadium simptomatik : penurunan berat badan kurang dari 10 %, mudah GE → gejala ada diare dan muntah.
sariawan, infeksi jamur di mulut atau kuku,
4. Stadium AIDS : dengan infeksi oportunistik Bedakan Muntah dahulu → tidak tahan makanan
Diare dahulu → infeksi
Diagnosa HIV/AIDS menurut WHO : Enteritis → diare tidak muntah
Tes serologi untuk HIV antibodi 2 kali positif dengan reagen yang berbeda dan
terdapat sekurang-kurangnya 2 gejala mayor dan 1 gejala minor. ❑ GE suspek cholera : 1. Diare : - seperti cucian beras
- bau amis
Gejala mayor : 2. Tidak panas
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam satu bulan. 3. Dehidrasi
2. Diare kronik yang berlangsung lebih dari satu bulan - vital sign → tensi turun nadi cepat.
3. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan. - kulit keriput
4. Dementia/HIV ensefalopati. 4. Epidemiologi
5. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis. Sterilisasi air
Gejala minor : 5. Laboratorium → AL menngkat.
1. Batuk menetap lebih dari satu bulan.
2. Dermatitis generalisata. ❑ Penatalaksanaan
3. Kandidiasis orofaringeal. 1. Rehidrasi
4. Herpes simplek kronik progresif. - oral → oralit
5. Limfadenopati generalisata. - parenteral → infus RL, NaCl.
6. Herpes Zoster rekurens/multisegmental. 2. Antibiotik (diIndonesia tingkat infeksi tinggi )
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita. 3. Diet bubur rendah serat, tidak merangsang.
Catatan :
Berak darah
❖ Kematian oleh karena amuba jarang terjadi kecuali bila komplikasi.
❖ Hati-hati pemakaian emetin HCl pada orang tua karena efek samping
Hematochesia miotoksik → kardiomiopati. (perlu EKG dulu)
DD: 1. Hemeroid Melena ❖ Efek samping metronidazole merangsang pada mukosa lambung → mual
2. Malignancy DD: 1. Sirosis muntah.
3. Gangguan darah 2.Ulcus peptikum
4. Disentri 3. Tifoid ❑ Menentukan dehidrasi
5. Collitis 1. Berdasarkan berat jenis plasma ( BJ plasma )
6. Fissura ani (pada anak) BJ plasma normal 1,025 pada dehidrasi meningkat yaitu :
- dehidrasi berat : 1,032 – 1,040
- dehidrasi sedang : 1,028 – 1,032
❑ Diagnosa banding - dehidrasi ringan : 1,025 – 1,028
untuk menentukan defisit cairan tubuh:
BJ plasma – 1,025
Collitis kronik x KgBB x 4 ml, harus diberikan dalam waktu
Disentri basiler Disentri amuba 0,001
ulcerativa 2 jam
Gajala : Gejala : Gejala :
- Akut - Perlahan Nyeri regio inguinal
- Demam - Tanda toksik > ringan - mudah terangsang → BAB Mengukur BJ plasma dengan larutan tembaga sulfat CuSO4 :
- Mual - Lendir darah 2 cc darah centrifuge → plasma → diteteskan pada larutan cuprisulfat →
- Muntah Toksik melayang → perhatikan angka pada tabung→ BJ plasma.
- Tenesmus - Tenesmus ( -)
- Tipe diare : - Tipe diare :
➢ Jarang ➢ Sering 2. Berdasarkan skor (subyektif)
➢ Tinja banyak ➢ Tinja sedikit
➢ Bau busuk ➢ Bau amis Pemeriksaan Skor
➢ Darah > lendir ➢ darah < lendir 1. muntah 1
➢ bercampur ➢ mozai
2. VOX (suara serak) 2
Pemeriksaan - amuba anti bodi (+) - amuba anti bodi (-) 3. apatis 1
Komplikasi : - abses hepar (kista coklat) 4. somnolent 2
- Artritis - abses paru 5. tensi < 90 mmHg 1
- Toksik → septikemi - perdarahan
- ameboma 6. tensi < 60 mmHg 2
7. nadi > 120 x/ menit 1
8. nafas > 30 x / menit (kusmaul) 1
perforasi
9. turgor turun 1
Colon in loop : Ulkus bergaung, kecil, tepi Ulkus multipel tidak 10. facies cholerica 2
Luka lebar batas tidak tegas tak hiperemis bergaung tepi hiperemis. 11. extremitas dingin 1
dan sekitarnya oedem. 12. washer woman hand 1
Terapi : - rehidrasi - Rehidrasi Antibiotik :
- antibiottik : - Antibiotik a. Sulkolon 13. sianosis 2
tetrasklin a. metronidazol 500 mg b. Flagile 14. usia 50 – 60 th -1
ampicilin 2X1 15. usia > 60 th -2
b. emetin HCL
inj 2 amp / hari
Untuk menentukan defisit cairan dengan rumus :
Skor / 15 x BB x 10 % x 1 liter
❑ Oralit komposisi : ❑ Klasifikasi diare
- Glukosa :4 g
- NaCl : 0,7 g Bentuk /
Mekanisme Sifat Feses Contoh
- Na sitrat H2O2 : 0,8 g tipe
- KCl : 0,3 g Sekretorik Absorbsi elektrolit Jernih, Cholera
turun, sekresi naik Na+ + K+ 2 x Enteritis ecoli
osmolalitas Toxigenik
❑ Follow up : Tak ada polimorf. Diarheogenik
1. Diarenya Cel islet
2. Sistemik Tumor
3. Dehidrasinya, terehidrasi jika diuresis penderita > 1000 ml / 24 jam, Garam billus
enteropati
pulangkan untuk menghindari infeksi nosokomial. Osmotik Molekul-molekul Jernih Defisiensi lactase
intraluminal—non Na+ + K+ < 2x Mg2+ mengandung
❑ Komplikasi : absorbable osmolalitas. cathartik tak dapat
- Dehidrasi berat → ARF → ATN (akut tubuler necrose) Tak ada polimorf. diabsorbsi :
karbohidrat dalam
keadaan malabsorbsi
Exudatif Kolonik absorbsi Purulent Colitis ulceratif.
bila sudah 4 – 6 flabot digrojok belum diuresis → terganggu, melim Ada polimorf Shigellosis
beri lasix ( furosemid ) pahnya sel dan Jendalan darah kecil- Amoebiasis
coloid, perlukaan kecil /seperti darah. Colitis pseudo
Prinsipnya : mukosa membranous.
Kembalikan dahulu ke volume normal, tunggu 3 – 4 jam , bila belum diuresis Akibat Absorbsi permukaan Berubah-ubah/ variabel. Colectomi subtotal
beri lasix. kerusakan menurun Reseksi
mukosa intestinummayor
Gastroileostomi
❑ Management ARF
advertent
Lasix 2 ampul observasi 6 jam → produksi urin < 360 cc

Lasix 4 ampul observasi 6 jam

Dst sampai produksi urin > 360 cc → N produksi urin 1 cc / menit

❑ Planning
Laboratorium : - renal fungsi test
- tinja Dua mata yang diharamkan dari api neraka, (yaitu) mata
yang menangis karena takut (khusyu’) kapada Allah dan
mata yang menjaga (mengawasi) Islam dan umatnya dari
(gangguan) kaum kafir.
( HR. Bukhari )
LEPTOSPIROSIS Pemeriksaan fisik : injeksi konjungtiva, ikterik, fotofobia, hepatomegali,
splenomegali, penurunan kesadaran, nyeri gastrocnemius.
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta pathogen dari famili
leptospiraceae. Kuman masuk melalui mikrolesi pada kulit atau mukosa tubuh.
Sering ditularkan melalui kencing tikus. Laboratorium :
❑ Lekositosis G
❑ Gangguan fungsi hati ( SGOT, SGPT, billirubin naik )
Patogenesis ❑ Gangguan fungsi ginjal ( Ureum, creatinin naik )
❑ CPK ( Creatin phospokinase ) naik.

Terapi :
Kuman masuk 1. Non farmakologis : tirah baring, makanan/ cairan tergantung pada
komplikasi organ yang terlibat.
Inkubasi ± 10 hari
2. Farmakologis :
Port d’entre ❑ Simtomatis
❑ Antimikroba : pilihan utama Penicillin G, 4 x 1,5 juta unit
selama 5 – 7 hari
Fase septikemia Leptospira masuk Gejala klinik : Alternatif : tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin
darah , demam, nyeri generasi III
berkembang dan kepala, mialgia, Komplikasi :
4-9 hari menyebar ke nyeri perut, mual ❑ Gagal ginjal → dipertimbangkan untuk dialisis.
organ /jaringan muntah, conjungtiva ❑ Pankreatitis
tubuh injeksi ❑ Miokarditis
❑ Perdarahan masif

Port d’entre Indikasi dialisis pada leptospirosis :


Fase imun 1. Hiperkatabolik, produksi ureum > 60 mg/24 jam.
Difagosit oleh RES. Gejala klinik :
Keluar antibody Demam ringan, 2. Hiperkalemia, serum K > 7 mmol/L
spesifik IgM nyeri kepala, 3. Asidosis metabolik, HCO3 < 12 meq/L
muntah, 4. Perdarahan
1 – 3 hari meningitis aseptik

Fase konvalesen Kuman lenyap dari darah


kecuali dalam tubulus ginjal
oleh karena tidak dipengaruhi
Minggu 2 – 4 oleh antibody dalam serum /
urin

Gejala : demam tinggi, menggigil, sakit kepala ( terutama frontal ), nyeri otot,
mual , muntah, diare.
❑ Penatalaksanaan
First step : NSAID / Analgetik
Second step : NSAID + kortikosteroid
Third step : NSAID + kortikosteroid + preparat emas
Rehabilitasi medik → fisioterapi

NSAID
1. Salisilat
2. Phenil butazon
REMATOID ARTRITIS 3. Indometasin
4. Ibuprofen
❑ Klinik : • Biasanya berkasiat setelah beberapa hari, bila 2 minggu hasil (-) →
1. Morning steffnes → kaku pagi hari, diperberat gerakan. hentikan tidak boleh jangka lama > 6 bulan.
2. Bengkak • Perlu diberikan bersama antasid dan simetidin.
3. Status lokalis : a. pada sendi kecil, simetris • Perlu diingat : komplikasi penggunaan NSAID jangka panjang.
b. radang (+)
c. nyeri tekan (+)
d. krepitasi (-)
e. gerak berkurang. GOUT ARTRITIS
❑ Perbedaan
Rematoid artritis Osteoartritis ❑ Anamnesis yang penting:
Riwayat konsumsi makanan tinggi purin :
Status general - Jerohan, otak, sarden, extrak daging dan ragi.
1. autoimun disease 1. degenaratif disease - Kobis / kol, buncis, kacang-kacangan, bayam, asparagus, jamur
2. usia dewasa 2. usia tua - Ikan, kerang.
3. morning steffnes 3. (-)
4. sendi simetris 4. sendi besar menumpu BB, Nyeri sendi (+) → terutama jari-jari kaki ( metacarphophalanx I )
tidak simetris. terutama malam hari
5. anemia (normositik 5. (-) diperberat suhu dan tekanan → sakit saat mandi
normokromik), anoreksia. Saran : makan telur , susu, keju, ayam, ikan tongkol, tenggiri,
6. Al , LED  6. (-) bandeng , udang.
Status lokalis
1. radang (+) 1. radang (-) ❑ Pemeriksaan :
2. nyeri tekan (+) 2. nyeri tekan (-) status lokalis → radang (+)
3. krepitasi (-) 3. krepitasi (+) tofus (+)
4. gerak  4. gerak (+) khas adanya podagra : peradangan pangkal ibu jari kaki
Roentgen
1. ruang gerak sempit 1. ruang gerak melebar ❑ Laboratorium :
2. erosi (+), osteoporosis III 2. (-) AL 
3. spur (-) 3. spur (+). LED 
Asam urat 
Cholesterol 
Trigliserid 
❑ Penatalaksanaan Deposit monosodium urat → reaksi inflamasi (respon lekosit fagositosis) →
I. Diet 6 bulan (rendah purin) → di Asia gagal kerusakan lisosom → kerusakan sel.
II. Treatment
➢ Terhadap hiperurecemi
a. Inhibitor xantin
cara kerja : menghambat metabolisme hipoxantin menjadi
xantin dan xantin menjadi asam urat. GUILLAIN-BARRE SYNDROM
Preparatnya : allupurinol tab 100 mg 3 x 1 atau 300 mg 1 x 1 / hr.

b. Urikosurik
cara kerja : menurunkan kadar asam urat darah → force diuresis ❑ Anamnesa : - sebelum tetraparese ada panas dulu
syarat : - parese ascendern
- usia muda - tidak ada kelainan otonom
- tidak ada needes → batu urat - tidak ada riwayat trauma
- jangan pada orang tua → prostat hipertropi
Preparatnya : probeneside ❑ Pemeriksaan fisik : Pukulan sepanjang tulang belakang (nyeri ketok)
poliradiculair.
➢ Terhadap artritis → - NSAID / analgetik
- Antasid dan simetidin ❑ DD : - Kompresi fraktur
III. Terapi komplikasi : - Tumor VC/VTh → usul foto Cervical/Thorakal
- tofus
- disarsitektur sendi ❑ Diagnosa pasti : LP → Disosiasi sito albumin (albumin meningkat, sel
- needes → batu urat sedikit)
IV. Rehabilitasi medik → fisioterapi
❑ Terapi : - Antiinflamasi
catatan : - Roboransia
- indikasi pemberian gamma globulin dari luar
❑ Patofisiologi asam urat

Asam nukleat

PRPP

Asam guanil Asam inosin Asam adenil

Guanine Hipoxantin

Xantine

Asam urat
❑ Etiologi CRF
1. Infeksi : Pielonefritis
2. Peradangan : Glomerulonefritis
3. Gangguan metabolisme : DM, Hipertensi, Hiperparatiroid,
Gout, Amiloidosis
4. Nefropati toxic : Analgetik, Nefropati timah
5. Nefropati obstrukti : Batu, BPH
6. Penyakit Vaskuler hipersensitif : SLE, Poliartritis nodusa
7. Kongenital : Renal tubuler asidosis, Penyakit
Chronic Renal Failure ginjal polikistik
(C R F)
❑ Anemia pada CRF karena :
❑ Penderita datang terutama dengan : 1. Eritropoetin menurun karena fungsi ginjal rusak
- Gangguan GIT → mual, muntah 2. Suasana uremi darah sehingga umur eritrosit menurun
- Bengkak 3. Depresi sumsum tulang karena terjadi hiperparatiroidisme sekunder
- Dyspneu → CHD 4. Defisiensi Fe dan asam folat akibat nafsu makan menurun
Biasanya disertai gejala : - Anemia (lemas, gliyer) 5. Trombositopati → perdarahan GIT dan mukosa
- Hipertensi (kaku tengkuk) (endoskopi : bercak perdarahan pada lambung/antrum piloricum)
❑ RPD : - Riwayat hipertensi
- Riwayat sakit tenggorokan ❑ Hipertensi pada CRF
- Gangguan miksi → - Urin seperti cucian daging Hiperaktifitas system rennin angiotensin sehingga produksi rennin meningkat
- Kencing tak lancar → Antihipertensi yang dipakai ACE inhibitor.
- Pegel pingang
- Nyeri pingang menjalar ❑ CRF, mudah infeksi karena :
- Riwayat DM 1. Hipersegmentasi leukosit
- Riwayat obat-obatan 2. Fagositosis dan kemotaksis turun
❑ Pemeriksaan Fisik : - Trias (hipertensi, anemia, oedema) 3. Limfosit turun
- Nyeri pinggang menjalar
- Periksa ginjal (harus) ❑ CRF, mudah berdarah karena :
- Rambut mundah rontok 1. Masa perdarahan ↓
❑ Laboratorium : 2. Agregasi dan adhesi trombosit karena turunnya factor trombosit III dan
– Lab : BUN ↑ ADP
Creatinin ↑ (+) hematuri
Hb ↑ ❑ Radiologi
Untuk mengarahkan dasar CRF BNO → Adanya obstruksi (factor pemberat), tetapi batu yang
Lab Urin : radioluscen tak terlihat
– eritrosit ↑ (GN) ISK atas IVP → Bila creatin < 2 mg/dl
– leukosit -/+ rendah ↑ Inferior pielografi → creatinin 4-6 mg/dl
Eritrosit pecah helmet sel Rapid squen pielografi → creatin > 6 mg/dl
– eritrosit -/+ rendah UTI RPG → Ada resiko infeksi sehingga harus hati-hati karena infeksi
– lekosit ↑ Eritrosit utuh merupakan pemberat
↓ Foto tulang indikasi → destruksi femur, calvaria, patella (terdapat
– eritrosit ↑ Batu ISK bawah osteodistrophi)
– lekosit ↑
GDS → adakah nefroti diabetic ❑ USG (aman) : Osteodistrophi ginjal (ginjal mengecil)
❑ Biopsi ginjal → diagnosa pasti ❑ Suplementasi
1. Actal bagaikan pisau bermata dua, berfungsi untuk :
❑ EKG : LVH, aritmia, hiper K, tanda pricarditis – Phospat binder
– Antasida
❑ Indikasi Dialisa : 2. Ketosteril (asam amino esensiil) → diberikan karena tidak menyebabkan
1. Hipervolemi balance nitrogen
2. BUN > 100-150 cepat dalam waktu pendek
3. Creatinin > 10 ❑ Terapi komplikasi
4. K > 5 (sulit dikoreksi secara konservatif (biasanya dengan injeksi 1. Hipertensi → ACE inhibitor
bikarbonat) – Tidak nefrotoksik
5. Prekoma – Tidak mempengaruhi elektrolit
2. Anemi, karena penyebab utama adalah eritropoitin yang rusak →
❑ Penatalaksanaan eritropoisis terganggu → eritrosit turun, maka terapinya adalah :
1. Bed rest tidak total → karena aktifitas fisik yang berat menyebabkan a. Efrek
perfusi darah ke ginjal berkurang 20%. b. ROEPO (SC)
2. Diet TK RP < 30 g/hr RG < 5 g/hr c. Transfusi PRC
3. Balance cairan (1000 IWL + urin loss/hr → tampung) 3. Infeksi → pemberian antibiotic yang aman (tidak nefrotoksik) →
4. As amino esensial (ketosteril) ampicilin
5. Phosfat binding (actal) ❑ K ↑ →dapat menyebabkan Cardiac Arrest
6. Terapi komplikasi : - anemia ↓ → aritmia
- hipertensi ❑ Ca ↑ → Calsinosis migrant → destruksi tulang
- infeksi Phospat & Mg ↑ → diperlukan phospat binding (pengikat phospat) seperti
- hiper/hipo K+ actal.
7. Terapi dasar : transplantasi ginjal

❑ Follow up
➢ Balance cairan
➢ Diet
➢ Anemi (tranfusi PRC + Recombinan eritropoitin, 3 x 40 U SC)
➢ Hipertensi

❑ Balance cairan
Pada CRF harus balance cairan dan bukan pembatasan cairan karena :
a. Pembatasan cairan memungkinkan minimnya cairan yang masuk → akut SINDROM NEFROTIK
on kronik renal failure
b. Sebaliknya jika cairan diberikan bebas maka menyebabkan hipervolemi. ❑ Definisi
Pada CRF terjadi poliuria karena tubulus kehilangan kemampuan Sindrom yang ditandai
mengikat cairan. Jika anuria → akut on kronik RF. 1. Odema anasarka
Akut on kronik renal failure atau ARF pada CRF dapat terjadi pada 2. Proteinuri
CRF dengan : 3. Hipoalbumin – albuminuria
– GE 4. Hiperlipidemia
– Perdarahan
– Pembatasan cairan berlebihan ❑ Kasus
Laki-laki umur 50 tahun dengan keluhan odema anasarka
❑ Anamnesis 4. SLE
1. Bengkak seluruh tubuh 5. Keracunan logam berat
2. Gizi cukup 6. Toksin : serangga, ular dan sebagainya
3. Riwayat sakit kuning (-) 7. Amiloidosis
4. Riwayat sakit ginjal (-)
5. Riwayat DM (-) / keluarga DM (-) ❑ Terapi
6. Riwayat SLE (-) Kortikosteroid harus diberikan
Hati-hati / kontraindikasi :
❑ Pemeriksaan fisik – Bila kausanya : DM
Odem anasarka – Amiloidosis

❑ Laboratorium
1. Hipoalbumin
2. Hiperlipidemia
3. Proteinuria (++++) Urinarius Tract Infection
❑ Patofisiologi (UTI )
Dasar terjadinya odem anasarka adalah adanya proteinuria yang masif
→ hipoalbumin → oedema ❑ Anamnesis
1. Febris
❑ Diagnosis 2. Keluhan kencing : - kencing sakit,
Sindroma nefrotik - kencing panas,
- anyang-anyangen
❑ Deferensial diagnosis 3. Pinggang pegel
1. malnutrisi 4. Riwayat sering menahan kencing
2. sirosis hepatis dengan asites berat (oedema) 5. Riwayat DM
3. congestive heart failure (oedema pada kaki)
❑ Pemeriksaan
❑ Penatalaksanaan UTI Atas UTI Bawah
1. Diet TKTP rendah garam Pemeriksaan Nyeri ketok kostovertebra Nyeri tekan SOP
2. Diuretika : furosemid dan aspar K
3. Tambahan protein Laboratorium Eritrosit urin → helm sel Eritrosit utuh
4. Imunosupresan : (dinding sel pecah)
– Kortikosteroir
– Sandimun ❑ Steril Pyeuria → Lekosit (+)
– Siklofosfamid (?) Bakteri (-)
Terdapat pada keadaan : - Obstruksi Baru
❑ Kematian - TBC
1. Gagal ginjal - Pielonepritis kronik
2. Sekunder infeksi
❑ Diagnosa pasti : Cultur urin → Bakteri (+) → 105 / ml
❑ Penyebab
1. Tak diketahui ❑ Terapi : Bactrim 2x2 (480 mg) → penyebab terbanyak bakteri gram (-)
2. DM
3. Glomerulonefritis
HIPERTENSI ❑ Obat anti hipertensi
1. Tahap I
❑ Anamnesis Diuretik → - Lasik injeksi (1 ampul → 20 mg)
1. Tanda-tanda hipertensi → kaku tengkuk, kepala berat, sakit kepala. - Furosemid tablet (1 tablet → 40 mg)
2. Adakah kelainan organ → mata kabur, sesak nafas, bengkak muka. 2. Tahap II dan III
❖ Tanda decomp : Calsium antagonis
Sesak nafas → Dispnoe de’effort → tanyakan apakah sesak terjadi a. Nifedipin → Adalat Vasdalat
mendadak : Efek : - Coroner dilatasi
Bila ya → acut lung oedema → krisis hipertensi - Hipotensi kuat
Bila tidak → proses kronis → bukan krisis b. Verapamil → Isoptin
Efek : - Anti aritmia
❖ Tanda CRF: - Hipotensi < Nifedipin
Ditemukan gejala anemia → cepat lelah, gliyer, lemah. c. Diltiazem → Herbezer
Ditemukan odema atau riwayat odema. Efek : - Efek keduanya di atas
- Hipotensi kuat
3. Pola makan → teratur / tidak, senang asin / daerah perifer
4. Riwayat emosional → pola keluarga Clonidin (Adrenolitik sentral)
5. Sosial ekonomi Keuntungan : - Cepat turun → hati-hati orang tua
- Ada yang injeksi → krisis hipertensi
❑ Pemeriksaan  bloker → Propanolol, Maintate
1. Tekanan darah / tensi (bila normal tanya minum obat / tidak) Efek : - Anti aritmia
2. Komplikasi : - Menghambat profil lemak
– Gangguan penglihatan ACE inhibitor → Captopril / Enalapril
– Tanda-tanda decomp Efek : - Hipotensi kuat
– Tanda gangguan ginjal - Hiperkalemia
- Sebaiknya tidak pada ibu hamil → hipotensi janin,
❑ Laboratorium hambat pertumbuhan
1. Renal fungsi test → BUN, creatinin, asam urat Vasodilator → Hidralisin, Minoksidil
2. ECG dan foto thorak Catatan :
1. Tidak ada obat anti hipertensi yang terbaik, semua bersifat
❑ Penatalaksanaan individual.
1. Bed rest 2. Kecuali diuretic antara obat anti hipertensi yang lain jangan
2. Diet TKTP rendah garam dikombinasi sebelum dosis maksimal.
3. Medikamentosa 3. Mengapa hipertensi yang penting tensi diastolik?
Stage I → Diuretik Sterling law :
Stage II → Diuretik +  bloker kombinasi a. Makin panjang waktu diastolic, makin > curah jantung
Stage III → Diuretik + Ca antagonis b. Preload >> maka tekanan diastolic >>
4. Penderita tidak ada keluhan saat tensi tinggi misalnya 200/110
mmHg, lebih berbahaya daripada yang dengan keluhan
4. Terapi komplikasi : menunjukkan loss of alarm reaction.
a. Apopleksi cerebri
b. Retinopati hipertensi ❑ Krisis hipertensi
c. Acut lung odema Tensi > 200/100 mmHg disertai ancaman komplikasi target organ →
d. Gangguan fungsi ginjal emergensi, tensi harus diturunkan dalam waktu 1 jam → nifedipin sublingual,
5. Bila disertai factor emosional → minor transquilizer antihipertensi parenteral → klonidin injeksi.
❑ Kasus
Penderita mengeluh hipertensi dan dispneu d’effort :
Anamnesa : Adakah pain of referen
Pemeriksaan : - Tekanan darah (bila normal Tanya minum obat / tidak)
- Tanda-tanda LVH
- Tanda-tanda decomp
Diagnosa Dekompensasi ada 3 : ANEMIA
1. Fungsional : misal pada mitral stenosis → F : Decomp kanan
2. Anatomi : misal pada mitral stenosis → A : LAH & LVH Produksi (sutul) Bahan Out-put Penyakit
3. Etiologi : misal pada mitral stenosis → E : M An. Defisiensi
Baik Turun Baik
Malnutrisi
An. Aplastik
Rusak Baik Turun Leukimia
Intoksikasi obat
Baik Baik Turun Trauma perdarahan
Perdarahan kronis
Baik Turun Turun Ankilostomiasis

Beda Anemia Akut Kronis


KU Jelek Tidak jelek
Cor Normal Kelainan
Lab Normositer normokromik Mikrositik hipokromik
AL meningkat AL turun

❑ Setiap perdarahan atau anemia harus diperiksa apusan darah tepid an Hb,
leukosit, trombosit
Apabila perzinaan dan riba telah Hb AL AT Makna
melanda negeri, maka mereka    An. Aplastik, Aleukimik leukimia
(penghuninya) sudah menghalalkan    Leukimia
terhadap mereka sendiri siksaan Alah. N N  ITP, DHF

❑ Pada anemia kronik yang berat sering didapatkan “Plummer Vinson


(HR Ath-Thabrani dan Al Hakim) Syndrom” yaitu kesulitan menelan.

❑ Pada perdarahan gusi dan hidung :


– DHF
– ITP
– An. Apalstik
– Leukimia akut
– Blood diskrasia
❑ Pada blood loss trauma : AE turun
AL naik → oleh karena kompensasi
BLOOD DISCRASIA LIMFOMA MALIGNA
❑ Kasus ❑ Kasus Bed Side :
Anamnesis : Anamnesis : - Penderita datang dengan keluhan dispepsi
a. Wanita 33 tahun dengan keluhan lemas pusing, gliyer - Pail abstain (demam, ada periode afebrile)
b. Manifestasi perdaahan (+) RPD :
c. Perut sebah Pemeriksaan fisik :
– Hepatoplenomegali
Pemeriksaan : – Limfadenopati : Submandibula
a. Conjungtiva anemia Supraclavikula
b. Splenomegali → Permukaan halus Aksila
Pembesaran > suffner IV Inguinal
Posterior aorta / vena abdomen
Laboratorium : – JVP tidak meningkat
Hb : 8 mg/dl
AL : 300.000 mg/dl ❑ Deferensial diagnosa :
Hepatosplenomegali :
❑ Diagnosis banding splenomegali 1. Panas > 7 hari → typoid
1. Infeksi → DHF 2. Early sirosis
Malaria 3. Sirosis dengan komplikasi hepatoma
Typoid 4. Keganasan → Leukimia kronik
2. Blood discrasia → Permukaan halus 5. Limfoma maligna
Pembesaran > suffner VI
3. Malignansi ❑ Planning ;
4. Hipertensi portal Laboratorium (menyingkirkan DD)
5. ITP – Hb = 9, AL = 4000, AT = 105 → bukan leukaemia
– Widal, hasil (-) → bukan typoid
❑ Perbedaan leukimia akut dan leukimia kronis – Albumin / globulin, hasil dalam batas normal
Leukimia akut Leukimia kronis – SGOT / SGPT, perbandingan belum terbaik Tidak sirosis
1. KU Jelek Lebih baik – HbsAg. hasil (-)
Demam dan pucat
2. Manifestasi perdarahan (+) (+) / (-)
3. Splenomegali > >> ❑ Diagnosa kerja : limfoma maligna
4. Laboratorium ❑ Usul :
Hb > anemia Anemia 1. Apusan darah tepi
AL tidak > 50.000 mg/dl > 50.000 mg/dl 2. Foto thorak → mencari limfadenopati paratracheal
AT  
Apusan darah sel muda banyak > 30% sel campuran cromosom 3. USG
philadelpia 4. Biopsi → menegakkan diagnosa
5. Prognosis > jelek > baik
Jika wanita boleh hamil 2x ❑ 4 derajad limfoma maligna :
I. Lokal, satu region atas / bawah diafragma
II. Beberapa region terkena di bawah / atas diafragma
❑ Diagnosis pasti BMP III. Beberapa region terkena di atas di bawah diafragma
Terapi sitostatik boleh diberikan setelah pemeriksaan histopatologi IV. Semua region
diketahui.
❑ Penatalaksanaan : MULTIPLE MYELOMA
Derajad I : Pengangkatan dan sitostatik komplementer
Derajad II dan III : Sitostatik dan radiasi komplementer Pada MM terjadi produksi antibody yang berlebihan dan terjadi destruksi
Derajad IV : Sitostatik dari tulang-tulang semuanya sehingga sering terjadi fraktur patologis. Sehingga
sering pasien datang dengan keluhan pegal-pegal atau nyeri alias keju-kemeng,
Persiapan sitostatik : kadang-kadang fraktur patologis.
Hb > 10 gr% Predileksi destruksi tulang pada MM :
AL > 5000 gr/dl 1. tulang punggung
AT > 100.000 gr/dl 2. calvaria
LFT baik 3. tulang panjang → femur

Kombinasi sitostatik metode CHOP ❑ Anamnesis


Chiclophospamide : (endoxan 500 mg – 1 gr) 1. Adanya nyeri tulang-tulang yang menahun (keju-kemeng)
Oncopin / vincristin : 2 mg 2. Patah tulang / tulang mudah patah
Prednisone : dalam 2 hari
❑ Pemeriksaan fisik
1. Terdapat nyeri
2. adanya krepitasi pada tulang-tulang yang mengalami destruksi
3. Bisa didapatkan anemia
4. Pada kasus yang lanjut → tanda-tanda GGK
Umat terdahulou selamat (jaya)
karena teguhnya keyakinan dan
❑ Pemeriksaan lain
zuhud. Dan umat terakhir kelak akan
1. Radiologi : Bone survey
binasa karena kekikiran (harta dan
jiwa) dan angan-angan 2. Laboratorium : - Kadar Ca yang meningkat karean destruksi tulang,
yang kosong. gagal ginjal dan infeksi
- Imunoglobulin G dan M yang meningkat dalam
(HR Ibnu Abiddunia) darah

❑ Penatalaksanaan
1. Bed rest
2. Diet sesuai dengan keadaannya
3. Medikamentosa : melphalan, siklofosfamid
4. Mengurangi gerakan
5. Menjaga keseimbangan elektrolit terutama Ca
6. Konsul RM

❑ Penyebab kematian tersering


1. CRF → Gangguan timbunan calsium di tubulus
2. Infeksi → Karena fungsi immunoglobulin tidak normal (respon imun
menurun)
The American Rheumatisen Association (ARA) telah membuat
kriteria diagnosis SLE, yaitu :
I. Terdapat 4 gejala pada seseorang dan Anti Nuklear Antibodi (ANA) tes
positif → memastikan diagnosis (90% dapat dipercaya)
II. Terdapat 7 gejala → dinyatakan “probable” menderita SLE
III.Terdapat 11 gejala → dinyatakan “possible” menderita SLE

Gejala konstitusional seperti demam, malaise, penurunan berat badan,


SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS kelelahan tidaklah menunjukkan keterkaitan dengan organ tertentu. Demam
(SLE) yang terjadi karena SLE aktif sulit dibedakan dengan demam akibat sebab
lain seperti infeksi. Oleh karena itu pencarian fokus infeksi pada penderita
❑ Definisi SLE aktif tetap harus dilakukan seperti kultur darah, kultur urin dan foto
SLE adalah penyakit multisistem yang disebabkan oleh kerusakan thoraks.
jaringan akibat adanya deposisi kompleks imun dan antibodi.
❑ Pengobatan
❑ Faktor Etiologi I. Dasar (spesifik) : penyakit autoimun → imunosupresif
Faktor resiko terbesar untuk mendapatkan SLE adalah jenis kelamin 1. Kartikosteroid
wanita. Pada saat awal pubertas didapatkan rasio jenis kelamin terhadap usia 2. Sitostatika
dari 2:1 meningkat menjadi 6:1, dan mencapai puncaknya pada usia dewasa II. Suplementasi :
muda dengan rasio 8:1. 1. Perbaikan KU (diet TKTP)
Faktor etiologi lain adalah genetik, metabolik endokrin dan 2. Transfusi darah
lingkungan. III. Terdapat komplikasi
1. Infeksi → antibiotika yang sesuai
❑ Gejala Klinis SLE 2. Terapi terhadap sendi (arthritis) → fisioterapi
Memiliki kemiripan dengan berbagai penyakit autoimun yang lain, 3. Konsultasi keluarga (genetik) → konsultasi perkawinan
sehingga sering menyebabkan kekeliruan dalam mendiagnosis dan
penatalaksanaannya. Keluhan utama dan manifestasi klinis terbanyak yang
membawa penderita SLE berobat adalah artritis.
Gejala klinis yang sering timbul pada penderita SLE berdasar
penelitian adalah :
1. Eritema pada wajah
2. Pembentukan tukak pada mulut atau nasofaring
3. Alopesia (rambut rontok)
4. Sensitifitas terhadap cahaya (fotosensitifitas) IMUNOTERAPI
5. Lupus Diskoid (lupus yang menyerang kulit)
6. Pleuritis & perikarditis 1. Imunopotensiasi : eg. Interferon
7. Fenomena Raynau Gamma globulin
8. Artritis tanpa deformitas 2. Imunomodulasi : Merangsang antibody bangkit
9. Peny. Sistem saraf pusat eg. Siklosporin
10. Sitopenia (anemia hemolitik, leukopenia, trombositopenia) Obat cacing
11. Tel sel LE positif Isoprinosid
12. Tes serologis untuk sifilis kronis positif palsu 3. Imunosupresi : eg. Kortikosteroid
13. Proteinuria yang nyata (> 0,5 gr/24 jam) Siklosporin
14. Silinder sel Azatioprin
Gamma globulin + Antibiotik  → Laktamase → lisis sel
❑ Kortikosteroid 4. Reaksi tipe IV ( reaksi CMI ) : reaksi hipersensitif lambat yang berperan
Kortikosteroid, pemberian mengikuti siklus diurnal terutama pagi hari adalah sel T yang tersensitisasi. Ada 2 jenis Delayed Type Hipersensitivity
karena produksi steroid endogen tertinggi pada pagi hari. Perlu diperhatikan yang terjadi melalui sel CD4, dan T Cell Mediated Cytolysis yang terjadi
adanya tanda pemakaian lama antara lain : melalui sel CD8. Penyakit yang termasuk reaksi tipe IV adalah dermatitis
1. Ulcus pepticum kontak, tuberkulosis dll.
2. Osteoporesis
3. Imunosupresif
4. Psikosis
5. Moon face
6. Pink striae (garis-garis warna jambon yang bias terlihat di perut dan
paha)
7. Bufallo hum
ANAFILATIK SYOK
❑ Penatalaksanaan
1. Antasid & Cimetidin → oleh karena ulserasi
2. Dihentikan, tetapi bila dependen tetap diberikan asal side efek dipantau DEFINISI :
3. Retracol/Alkona/Calsium → oleh karena osteoporetik Reaksi anafilaktik adalah reaksi alergi tipe I yang timbul segera sesudah badan
4. Minor tranquilizer → oleh karena psikotik terkapar dengan alergen.

Reaksi anafilaktik dapat bersifat lokal ataupun sistemik, apabila bersifat sistemik
dapat terjadi gangguan yang berupa sesak napas, nyeri perut, tekanan darah yang
turun dengan mendadak ( syok ) yang sering berakibat fatal.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
PERJALANAN REAKSI TIPE I
Respon imun, baik spesifik maupun non spesifik pada umumnya
berfungsi protektif. Tetapi respon imun dapat menimbulkan akibat buruk dan Dalam perjalanannya ternyata reaksi anafilaktik terdapat beberapa
penyakit yang disebut penyakit hipersensitivitas. Hipersensitivitas yaitu reaksi stadium yaitu :
imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Stadium I : Phase sensitisasi pada phase ini Ig E tersensitisai oleh antigen
yang masuk ke dalam tubuh, Ig E yang terstimulir ini
Pembagian reaksi hipersensitivitas : bereaksi pada permukaan sel mast dan sel basofil.
Stadium II : Phase aktifasi pada phase ini sel mast yang terpapar oleh
1. Reaksi tipe I ( Anafilaksis ) : antigen yang masuk ke dalam tubuh antigen akan mengalami perubahan dan terbentuklah
menimbulkan respons imun berupa produksi IgE. Penyakit yang termasuk granula - granula di dalamnya.
reaksi tipe I adalah asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi. Stadium III : Phase efektor pada phase ini adalah kelanjutan dari phase II
dimana sel mast yang telah mengalami pembentukan
2. Reaksi tipe II ( Sitotoksik ) : terjadi karena dibentuk antibody jenis IgG atau grabulasi didalamnya pecah / lisis dan mengeluarkan zat
IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Penyakit yang kimia yang disebut agent aktif
termasuk reaksi tipe II adalah anemia hemolitik autoimun, reaksi transfusi,
demam rematik akut, miastenia gravis, penyakit grave.

3. Reaksi tipe III ( Imun komplek atau komplek antigen antibodi ) : yang AGENT AKTIF YANG BERPERAN DALAM REAKSI ANAFILAKTIK
berperan IgG. Terbentuk antigen - antibodi komplek dalam sirkulasi dan akan
mengendap dalam jaringan yang selanjutnya akan menimbulkan kerusakan 1. HISTAMIN merupakan zat kimia yang dibentuk dari gugus kimia histidin
jaringan. Penyakit yang termasuk reaksi tipe III adalah SLE, poliartritis yang mengalami dekarbosilasi. Histamin mempunyai dua reseptor yaitu
nodusa, glomerulonefritis pasca streptokok, arthritis rematoid. reseptor H1 dan reseptor H2
Reseptor H 1 : apabila berikatan dengan reseptor pada otot polos akan mencegah kekambuhan. Difenhidramin HCL ( Delladryl ) 25 - 50 mg IV
terjadi kontraksi dan spasme dari otot polos tersebut. ( IM atau oral ) tiap 6 jam.
Dan apabila bereaksi dengan sel endotel dari E. Glucocorticoid
pembuluh darah akan terjadi peningkatan permeabilitas Tidak mempunyai pengaruh yang berarti dalam waktu 6 - 12 jam.
dari pembuluh darah tersebut, sehingga terjadi Namun obat ini dapat mencegah kekambuhan reaksi yang lebih parah.
ekstravavasi cairan dari dinding pembuluh darah Dosis yang adekuat adalah hidrokortison 125 mg IV tiap 6 jam.
terutama pada pembuluh darah kapiler.
Reseptor H2 : apabila berikatan dengan sel mukosa reseptor akan 3. Observasi
mengakibatkan peningkatan pembentukan sekresi Pasien dengan reaksi anafilaksi ringan hinga sedang ( gatal hingga
mukosa dan peningkatan permeabilitas kapilernya. nafas ringan ) , agar diobservasi setidaknya selama 6 jam. Pasien dengan
Reseptor H2 terutama bekerja pada tunika mukosa reaksi berat dan cenderung mengalami kekambuhan, sebaiknya dilakukan
lambung. rawat inap ( dilakukan pengawasan ketat bila terdapat sesak nafas yang
Pada reaksi anafilaktik efek histamin melalui H1 dan H2 sangat berperan parah, hipotensi atau gangguan irama jantung )
sehingga berakibat terjadinya : kontraksi otot polos dari saluran napas /
bronkus, edema laring, spasmus otot saluran cerna disertai hipersekresi
daerah tersebut disertai dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan
penurunan drastis dari tekanan darah ( reaksi syok ).

2. SEROTININ merupakan agent aktif yang juga dihasilkan oleh mast sel yang
mempunyai efek seperti histamin.

3. SRT - A merupakan agent aktif yang dilepaskan oleh sel mast sel yang
mempunyai efek memperpanjang kontraksi otot polos pada saat reaksi
anafilaktik terjadi.

PENATALAKSANAAN

1. Mempertahankan jalan nafas pasien → bila perlu pakai intubasi endotrakeal.


2. Pengobatan
A. Epinefrin
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan awal anafilaksi. Dosis
pemberiannya adalah 0,3 - 0,5 mg ( 0,3 - 0,5 ml larutan 1 : 1000 ),
diberikan secara SC dan diulangi 2 kali setiap 20 menit kalau perlu.
B. Peningkatan Volume Intravaskuler
Dengan 500 - 1000 ml larutan kristaloid atau koloid yang kemudian
jumlah dan kecepatan pemberian disesuaikan dengan tekanan darah dan
produksi urine .
C. Aminophylin
Preparat ini digunakan untuk mengatasi bronkospasme yang terjadi pada
anafilaksi. Dengan dosis 6 mg / kgBB, dilakukan secara intravena ( IV )
selama 20 menit ( perlahan ).
D. Antihistamin
Untuk tahap akut kurang bermanfaat. Jenis ini dapat mengeblok
histamin lebih lanjut ke target organ, sehingga memperpendek reaksi dan
❑ Planning
1. ECG
2. Foto thorak
3. Laboratorium lengkap
❑ Diagnosa
1. Diagnosa fungsional : decomp. kanan / kiri / CHD
2. Diagnosa anatomi : RVH / LVH
3. Diagnosa etiologi : COPD / hipertensi, anemia
DECOMPENSASIO CORDIS
❑ Penatalaksanaan
❑ Klinik 1. Bed rest total ½ duduk
– Sesak, dispnoe de’effort, paroximal noktural, ortopnoe, berdebar-debar 2. Oksigenasi 2-3 lt/menit
(takikardi) 3. Diet lunak TKTP rendah garam
– Adakah : - Anemia 4. Lasix 1 x 1 pagi
- Hipertensi 5. Aspar K 1 x 1
- Obesitas 6. Neurobin 1 x 1
- COPD 7. Lanoxin 2 x 1
- CRF
❑ Derajad Decomp cordis
❑ Pemeriksaan 4 derajad
1. JVP meningkat I. → aktifitas berat sesak
2. Bentuk thorak II. → jalan 1 meter sesak
3. Jari tabuh III. → aktifitas sehari-hari sesak
4. Anemia IV. → istirahat sesak
5. Batas jantung melebar
6. Ronchi ❑ Digitalis
7. Hepatomegali Indikasi digitalis
8. Oedem tungkai 1. Decomp cordis
2. Atrial fribrilasi
❑ Tentukan decomp kanan/kiri/congestive 3. Flutter atrium
Decomp kanan Decomp kiri 4. Extrasistole supraventrikel
1. JVP meningkat 1. Sesak nafas :
a. Dispnoe Kontraindikasi
b. Ortopnoe 1. Alergi
c. Paroxismal nocturnal dispnoe 2. Intoksikasi
2. Batas jantung kanan melebar : 2. Sianosis
- RVH
- Pulsasi epigastrium ❑ Pemberian digitalis
3. Hepatomegali 3. Chein stokes
lunak, nyeri tekan, tepi tumpul
Cepat Lambat
Indikasi - Acut lung oedema berat - Ringan / hilang timbul
4. Sptenomegali 4. Batas jantung kiri melebar : LVH
- Tidak sadar
5. Ascites 5. RBB
Teknik a. Cedilanid 0,8 mg IV perlahan- a. Cedilanid tablet 3 x 1
6. Oedem tungkai 6. Takikardi
lahan b. Digoxin 0,5 2x1, 2-4 hari
7. Gallop b. Digoxin 1-1,5 mg IV perlahan- Efek setelah 1 minggu
lahan
Jika sudah kanan dan kiri → CHD Maintenance dose : Digoxin tablet 0,25 mg per hari
❑ Intoksikasi digitalis Langkah – langkah membaca hasil AGD :
1. Gangguan GIT → mual, muntah, anorexia 1. Lihat pH ( asidosis atau alkalosis )
2. Gangguan jantung → takikardi, ekstrasistole, AV block 2. Lihat [HCO3]. Bila turun / naik sesuai dengan pH ( berbanding lurus ) →
3. Neuralgia, nyeri kepala, gangguan mental proses metabolik,
bila tidak → proses respiratorik.
❑ Terapi intoksikasi 3. Setelah itu lihat komponen PaCO2 bila proses metabolik untuk mengetahui
1. Hentikan Digitalis ada kompensasi atau tidak ( respiratorik ), dan lihat [HCO3] bila proses
2. Dilantin 3x100 mg sampai tanda toksik hilang respiratorik untuk melihat ada kompensasi atau tidak.

❑ Cardiac sirosis
Patogenesis
Pembuluh darah hepar ada 2 macam : pH [HCO3] PaCO2 Interpretasi
1. Arteri hepatica → fungsional Asidosis metabolik
2. Vena cava → nutrisi Turun Turun Normal ❑ Belum kompensasi
Jika terjadi bendungan vena cava (Decomp kanan) maka nutrisi hepar Turun Turun Turun ❑ Kompensasi sebagian
terganggu sehingga terjadi kerusakan sel-sel hepar → Kardiak sirosis Normal Turun Turun ❑ Kompensasi penuh
Asidosis respiratorik
Turun Normal Naik ❑ Belum kompensasi
Turun Naik Naik ❑ Kompensasi sebagian
Normal Naik Naik ❑ Kompensasi penuh
Alkalosis metabolik
CARA PRAKTIS MEMBACA HASIL ANALISA GAS DARAH Naik Naik Normal ❑ Belum kompensasi
Naik Naik Naik ❑ Kompensasi sebagian
Mekanisme tubuh untuk mempertahankan pH dalam batas normal yaitu paru- Normal Naik Naik ❑ Kompensasi penuh
paru, ginjal, buffer.stabilitas pH ditentukan oleh stabilitas perbandingan PaCO2 Alkalosis respiratorik
dengan [HCO3]. Naik Normal Turun ❑ Belum kompensasi
Ingat rumus Handerson – Hasselbach Naik Turun Turun ❑ Kompensasi sebagian
Normal Turun Turun ❑ Kompensasi penuh
[HCO3]
pH = pka + log Turun Turun Naik ❑ Mix asidosis
0,03 PaCO2
Naik Naik Turun ❑ Mix alkalosis

Dengan rumus diatas bisa diketahui


❑ pH berbanding lurus dengan [HCO3]
❑ pH berbanding terbalik dengan PaCO2

Gangguan yang mempengaruhi [HCO3] → metabolik


Gangguan yang mempengaruhi PaCO2 → respiratorik
Bila gangguan metabolik [HCO3] maka kompensasinya respiratorik ( PaCO2 )
dan sebaliknya.

Harga normal :
❑ pH : 7,36 – 7,44
❑ [HCO3] : 22 – 26 mEq/L
❑ PaCO2 : 36 – 44 mmHg
CPC ❑ Planning
– Laboratorium lengkap
❑ Anamesis – ECG
– Sesak – Foto thorak
– Berdebar-debar
– Oedema tungkai ❑ Penatalaksanaan
– Gangguan GIT → sebah, perut membesar 1. Bed rest total ½ duduk
– Riwayat batuk lama, batuk darah Adakah COPD 2. Oksigen 2-3 lt/menit
– Riwayat sesak sebelumnya 3. Lasix 1x1 pagi
– Riwayat merokok lama 4. Aminopilin injeksi
5. Ampicilin 1 gr/8 jam
❑ Pemeriksaan
a. Tanda disoksigenasi : ❑ Patogenesis
– Dada emfisematous (barel chest)
– Jari tabuh (clubbing fingers) PPOK
b. Tanda decomp kanan (+)
– JVP meningkat
– RVH Hipoxia Vascular bed turun
– Hepatosplenomegali
– Oedem tungkai dan ascites
c. Adanya kelainan di paru
Curah jantung naik
– Ronchi Vasokontriksi
polisitemia
❑ Dada emfisematous
1. Jarak linea midclavicula dextra-sinistra hampir sama atau lebih kecil dari
jarak antara LMC dan linea axilaris media Hipertensi pulmonal
2. Intercostal melebar
3. Pekak hati turun
4. Hipersonor
Decomp kanan
❑ Differensial diagnosa jari tabuh
– Disoksigenasi jaringan perifer kronik
– Ca paru
– COPD / PPOK
– Efusi pleura
– Emfisema

❑ Beda patogenesa ascites dan oedema


SN Sirosis CPC Malnutrisi
Hipoalbumin 1. Hipoalbumin Tekanan Hipoalbumin
2. Portal hipertensi hidrostatik
3. Sumbatan limfe meningkat
4. Hiperaldosteron

Anda mungkin juga menyukai