Anda di halaman 1dari 99

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sehat menurut WHO (1947) adalah suatu keadaan yang sempurna
baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan,
sedangkan menurut UU No. 23 Tahun 1992, kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak serta merta dilakukan,
namun dalam penyelenggaraannya dibutuhkan beberapa langkah-langkah
strategis mulai dari perencaannya hingga evaluasi. Selain itu, pendekatan
masyarakat yang komprehensif untuk mempertahankan dan meningkatkan
status kesehatan penduduk sangat dibutuhkan. Hal tersebut dilakukan dengan
membina lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup sehat,
membina perilaku hidup sehat, menggalakkan upaya promotif dan preventif
serta memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih efektif
dan efisien (Tahilia, 2012).
Kesehatan masyarakat sebenarnya bukan hasil pekerjaan medis
semata, tetapi merupakan hasil interaksi faktor-faktor lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan genetik (H. L. Blum). Sehingga penanganan
masalah kesehatanpun mesti dilakukan dengan cara yang komprehensif
dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas. Untuk itu diperlukan
keterampilan, pengetahuan, dan penguasaan teori-teori. Bekal keterampilan
tersebut dicapai melalui Pengalaman Belajar Lapangan (PBL).
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka dibentuklah suatu mata
kuliah dalam program studi Kesehatan Masyarakat yuang dikenal dengan
nama Pengalaman Belajar Lapangan (PBL). Mata kuliah Pengalaman Belajar
Lapangan (PBL) bertujuan untuk menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan
dan berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan kesehatan masyarakat yang
dimiliki. Mata kuliah PBL ini diharapkan dapat memperkuat penguasaan dan
memperluas wawasan kompetensi keahlian dalam berkarya di masyarakat

1
sesuai dengan keunggulan kompetitif serta komparatif penyelenggaraan
program studi kesehatan masyarakat.
Pengalaman Belajar Lapangan ini merupakan bagian yang penting
dalam kurikulum SKM demi memperoleh kemampuan profesional yang
mempunyai bobot tertentu. Dalam pelaksanaannya, PBL ini mempunyai
tahapan, yakni PBL I yang tujuannya adalah analisa masalah (pengenalan
masyarakat) serta menentukan prioritas masalah dengan mempertimbangkan
data primer serta data sekunder yang berhasil diperoleh, kemudian
dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu PBL II yang tujuannya untuk
mengembangkan intervensi berdasar prioritas masalah pada PBL I, kemudian
dilanjutkan lagi pada tahap PBL III yang bertujuan untuk mengadakan
evaluasi dari pelaksanaan intervensi pada PBL II sebelumnya.
Senada dengan di atas maka kegiatan yang akan dilakukan dalam PBL
I terdiri dari pengambilan data dan analisis data. Pada dasarnya jenis
pengambilan data yang dilakukan adalah sensus, dikatakan demikian karena
pendataan dilakukan pada Rumah Tangga yang termasuk sebagai KK dalam
suatu lingkungan. Kemudian data yang diperoleh tersebut akan digunakan
sebagai bahan intervensi pada PBL berikutnya, dalam upaya membantu
masyarakat dan pemerintah untuk memecahkan masalah kesehatan yang ada.
Desa Bambarimi adalah salah satu desa di kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah yang menjadi tempat dilaksanakannya
kegiatan PBL I mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako angkatan 2012. Keadaan desa ini
dianggap memiliki karakteristik penduduk yang sesuai untuk dijadikan
tempat pelaksanaan PBL karena Kecamatan Banawa Selatan sesuai menjadi
target untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam skala kecil.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Pengalaman Belajar Lapangan 1 adalah sebagai berikut :
1.2.1 Tujuan Instruksional Umum

2
a. Mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan masyarakat dari aspek
kependudukan, aspek derajat kesehatan, aspek perilaku kesehatan,
aspek lingkungan, aspek pelayanan kesehatan dan aspek herediter.
b. Mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang ada dan
merumuskan beberapa masalah kesehatan utama untuk menentukan
prioritas masalah.
1.2.2 Tujuan Instruksional Khusus
a. Mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan masyarakat di Desa
Bambarimi Kec. Banawa Selatan Kab. Donggala.
b. Mengidentifikasi prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di
Desa Bambarimi Kec. Banawa Selatan Kab. Donggala.
1.3 Manfaat Kegiatan
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan Pengalaman Belajar
Lapangan 1 adalah sebagai berikut :
1.3.1 Manfaat Ilmiah
Kegiatan PBL ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat dan menjadi referensi kepustakaan.
1.3.2 Manfaat Institusi
Kegiatan PBL ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi
bagi Dinas Kesehatan Kota Palu dalam merencanakan pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan terkhusus di Desa
Bambarimi Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Problem Solving Cycle


Praktek belajar lapangan I merupakan proses belajar mahasiswa pada
tahap analisis situasi dan identifikasi masalah untuk kemudian menentukan
prioritas masalah. Analisis situasi merupakan langkah awal dalam rangka

3
proses pemecahan masalah menurut siklus pemecahan masalah (Proses
Solving Cycle) (Hanita, 2010).

Gambar 1. Problem solving cycle


2.1.1 Analisis Situasi
Analisis situasi merupakan proses pengamatan situasi kini
(present condition atau the existing condition) dengan melakukan
pengamatan secara langsung di lapangan dan mengumpulkan informasi
atau data dari laporan-laporan atau publikasi melalui metode observasi
dan wawancara (Nuenugraha, 2011).
Dengan dilakukan analisis situasi kondisi kesehatan masyarakat
yang sedang dihadapi suatu daerah dapat diketahui serta faktor-faktor
yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Sehingga dapat
diperkirakan secara tidak langsung derajat kesehatan masyarakat atau
masalah kesehatan yang dialami masyarakat.
Dalam melakukan Analisis Situasi Kesehatan, secara teoritis ada
beberapa determinan (multifaktor) yang secara komprehensif
berhubungan dengan status atau derajat kesehatan, dimana determinan
program dan pelayanan kesehatan (tingkat Puskesmas, Kabupaten &
Provinsi) hanyalah salah satu faktor yang berperan dalam menentukan

4
status atau derajat kesehatan. Status atau derajat kesehatan yang
multifkatorial ini harus dianalisis satu persatu, antara lain yang harus di
analisis yaitu :
a. Faktor penduduk.demografi, termasuk di dalamnya faktor keturunan.
b. Faktor perilaku, meliputi sikap dan perilaku masyarakat tentang
kesehatan.
c. Faktor lingkungan yang meliputi lingkungan fisik, biologis,
ekonomi, sosial dan kultural.
Adapun analisis lingkungan kesehatannya meliputi perumahan,
sanitasi dan lingkungan biologis, lantai rumah, sumber air minum,
jamban, vektor penyakit, perkembangan ekonomi daerah dan
lingkungan sosial, sedangkan analisis perilaku kesehatan meliputi
konsep sehat-sakit, kepercayaan masyarakat tentang kesehatan, perilaku
hidup bersih, kebiasaan buruk (merokok, kurang olahraga, kurang
konsumsi gizi dll), data susenas yaitu pencarian pengobatan, informan
tokoh masyarakat meliputi kebiasaan masyarakat, dan data posyandu
berupa peran serta masyarakat. Status atau derajat (masalah) kesehatan
itu sendiri, yang mencakup angka kesakitan, kematian dan termasuk
status gizi dan analisis kependudukan meliputi jumlah penduduk,
pertumbuhan penduduk, struktur umur penduduk, jumlah balita, jumlah
ibu hamil dan mobilitas penduduk.
Adapun cara menganalisisnya dengan menggunakan informasi
dari sistem informasi yang sudah ada. Misalnya laporan-laporan
kegiatan dari program-program kesehatan yang ada dan survailans
epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit.
2.1.2 Identifikasi Masalah dan Prioritas Masalah Kesehatan
Dengan analisis situasi yang komprehensif dan dengan
mempergunakan berbagai macam ukuran/target/alat banding maupun
golden standard di bidang kesehatan misalnya angka kelahiran,
kesakitan dan angka kematian akan diperoleh berbagai macam
permasalahan, baik yang terdapat pada determinan status atau derajat
kesehatan sendiri maupun pada determinan multifaktor lainnya.

5
Akibat dari sumber daya yang terbatas maka dipakai metode
matematik maupun Delbegue/Delphi untuk melakukan prioritas
masalah kesehatan, dengan indikator: Magnitude (luasnya masalah),
Severity (besarnya kerugian yang timbul), Vulnerability (teknologi yang
tersedia), Community/Political Concern (perhatian/kegusaran
masyarakat dan politisi) serta Affordability (ketersediaan). Prioritas
masalah kesehatan yang diajukan perlu dipertegas dengan batasan
tempat, orang dan waktu. Dalam menetapkan prioritas masalah secara
teoritis didasarkan atas kebiasaan, masalah politik, pertimbangan
ekonomi, dan pertimbangan ketersediaan teknologi serta perhitungan
kerugian (disease burden).
2.1.3 Tujuan dan Seleksi Altenatif Program
Dengan memperhatikan prioritas masalah kesehatan yang telah
ditetapkan melalui berbagai indikator, maka tujuan beserta alternatif
pemecahan masalah dari berbagai intervensi terhadap determinan yang
ada, sudah dapat diperkirakan dengan nyata yaitu catatan alternatif
pemecahan masalah kesehatan yang tersedia tersebut sebaiknya tidak
bersifat tradisional (budget oriented), tapi lebih bersifat target oriented.
Untuk memilih alternatif pemecahan masalah yang terbaik, biasanya
dipergunakan beberapa indikator yang dibutuhkan sebagai dasar dalam
pemecahan masalah tersebut, seperti biaya yang dibutuhkan, waktu,
tenaga, sarana dan teknologi dan kebijakan yang mengarah pada
efektifitas dan efisiensi.
2.1.4 Penyusunan Program
Penyusunan program disini biasa disebut dengan Rencana
Operasional (RO) atau lebih dikenal dengan istilah Plan of Action
(POA) yang merupakan suatu berkas yang berisi uraian yang sangat
terinci tentang rencana tindakan-tindakan yang akan dilaksanakan untuk
menghilangkan/mengatasi atau mengurangi masalah-masalah yang
telah diprioritaskan.
2.2 Konsep Hendrik L. Blum
Semua Negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga
kesehatan warga negaranya. Hendrick L. Blum mengemukakan konsep

6
tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi derajat kesehatan. Terdapat
empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yaitu
genetika (keturunan), pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat, dan
lingkungan. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi satu dengan lainnya
dengan sifat interaksi positif maupun negatif terhadap derajat kesehatan.
Besar kecilnya pengaruh dari masing-masing faktor Hendrick L. Blum sangat
tergantung dari masalah kesehatan yang sedang dihadapi (Hamzah, 2012).
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
2.2.1 Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat
memegang peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2015.
Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat
dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya.
Diperlukan suatu program untuk menggerakkan masyarakat menuju
satu misi Indonesia Sehat 2015. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah
orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan
paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku
hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan
yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus
dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada
masyarakat karena upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat
jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model
harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-program
kesehatan.
2.2.2 Lingkungan
Jika berbicara mengenai lingkungan, pasti berhubungan erat
dengan kondisi fisik. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk
dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas
membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan

7
sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan
tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan
menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran
semua pihak.
Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan
dimana berperan besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga
kesehatan lingkungan masyarakat. Namun, yang menjadi permasalahan
di puskesmas yaitu jumlah tenaga kesehatan lingkungan sangat terbatas
padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan kita seperti diare,
demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga terdapat lingkungan sosial
yang berperan. Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang
lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin
dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan
masalah kejiwaan.
2.2.3 Pelayanan Kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah
dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah
sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu mendapatkan
pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan
kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas
dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga harus
ditingkatkan.
Puskesmas sebagai tempat pertama dalam pelayanan kesehatan
masyarakat sangat besar peranannya. Sebab di puskesmas sebagai
tempat menangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan
perawatan primer. Peranan sarjana kesehatan masyarakat sebagai
manager yang memiliki kompetensi di bidang manajemen kesehatan
dibutuhkan dalam menyusun program-program kesehatan. Utamanya

8
program-program pencegahan penyakit yang bersifat preventif sehingga
masyarakat tidak banyak yang jatuh sakit.
Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat dicegah
seperti diare, demam berdarah, malaria, dan penyakit degeneratif yang
berkembang saat ini seperti jantung karoner, stroke, diabetes melitus
dan lainnya. Penyakit itu dapat dengan mudah dicegah asalkan
masyarakat paham dan melakukan nasehat dalam menjaga kondisi
lingkungan dan kesehatannya.
2.2.4 Genetik
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab
pada masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi aset kita
dimasa mendatang. Namun masih banyak saja anak Indonesia yang
status gizinya kurang bahkan buruk. Padahal potensi alam Indonesia
cukup mendukung. Oleh sebab itu, itulah program penanggulangan
kekurangan gizi dan peningkatan status gizi masyarakat masih tetap
diperlukan. Utamanya program Posyandu yang biasanya dilaksanakan
di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan
terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani
(Hamzah, 2012).
Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih
perlu terus dijalankan, terutamanya daerah yang miskin dan tingkat
pendidikan masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan balita harus
Faktor Penduduk
rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status gizi balita.
Herediter
Bukan saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari.
Bagaimana kualitas generasi mendatang sangat menentukan kualitas
Faktor
bangas Indonesia mendatang.
Pelayanan
Faktor
Kesehatan
Lingkungan
Fisik Promotif
Biologis Preventif
Sosio Kultural Kuratif
Rehabilitatif

Faktor Perilaku 9
Sikap
Gaya Hidup
Derajat
Kesehatan

Gambar 2. Konsep Hendrick L. Blum

Mengikuti kerangka Konsep H. L. Blum, analisis situasi kesehatan


selayaknya mengikuti 5 (lima) aspek, yaitu :
1. Analisis Derajat (Masalah) Kesehatan
Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, yaitu bukan
saja sehat dalam arti bebas dari penyakit tetapi termasuk juga tercapainya
kesejahteraan fisik, sosial dan mental.
Untuk menilai suatu kondisi kesehatan digunakan indikator-
indikator yang merupakan kesepakatan mengenai kuantifikasi fenomena
kesehatan yang terjadi di masyarakat. Indikator keadaan kesehatan dapat
dibandingkan dengan standar pelayanan kesehatan, cakupan, target
program kesehatan di daerahnya (puskesmas kabupaten, provinsi,
nasional) atau dibandingkan dengan daerah lain serta dapat dianalisa
kejadian dari waktu ke waktu (trend/kecenderungan).
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur derajat kesehatan
secara umum adalah angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan
(morbiditas).
a. Angka Kematian/Mortalitas
Angka kematian merupakan indikator status kesehatan dan
sekaligus juga indikator kependudukan.
1) Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate/IMR)
2) Angka Kematian Ibu (Martenal Mortality Rate/MMR)

10
3) Angka Kematian menurut Penyebab Tertentu (Age Specific Death
Rate/ASDR)
Ketiga angka kematian tersebut merupakan indikator yang peka
untuk menggambarkan status kesehatan dibanding dengan Angka
Kematian Kasar (Crude Death Rate) atau Angka Kematian Menurut
Umur (Age Spesific Death Rate) yang lebih tepat untuk
menggambarkan keadaan demografis.
b. Angka Kesakitan/Morbiditas
Angka kesakitan adalah jumlah orang yang terkena penyakit
tertentu. Ada 2 macam cara yang digunakan untuk mengukur angka
yaitu Angka Insidens (Incidence Rate) dan Angka Prevalens
(Prevalence Rate).
1) Angka Insidens
Angka Insidens dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus
baru yang terjadi di kalangan penduduk selama periode tertentu.

2) Angka Prevalens
Adalah jumlah orang yang menderita penyakit tertentu dalam satu
kelompok penduduk tertentu dalam suatu waktu tertentu pula. Ada 2
metode perhitungan yaitu :
a. Point Prevalens : Perhitungan jumlah orang yang menderita
penyakit tertentu dalam waktu singkat.
b. Period Prevalens : Jumlah kasus penyakit selama 1 periode
tertentu.
2. Analisis Lingkungan Kesehatan
Aspek lingkungan dianggap faktor yang memiliki pengaruh yang
paling besar terhadap derajat kesehatan. Secara spesifik aspek lingkungan
yang berhubungan dengan kesehatan yaitu lingkungan fisik, biologis dan
lingkungan sosial.
a. Lingkungan Fisik
Komponen lingkungan fisik diantaranya mencakup suhu udara,
kelembaban, penyinaran matahari, kebisingan, dan lain-lain.
b. Lingkungan Biologi
Komponen yang termasuk dalam lingkungan biologis adalah sanitasi,
kuman, penyakit, vektor, binatang ternak, dll.
c. Lingkungan Sosial-Ekonomi

11
Informasi mengenai keadaan sosial ekonomi masyarakat juga sangat
bermanfaat dalam menganalisis faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap derajat kesehatan.
Data yang bisa digunakan : Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan
perkapita, Produk Domestik Refional Bruto (PDRB) per kapita, Upah
Minimal Regional (UMR).
Data lingkungan sosial yang dapat digunakan yaitu pranata (lembaga-
lembaga) yang ada dan hidup di masyarakat seperti pengaruh lembaga
adat istiadat, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi keagamaan
dan lain-lain.

3. Analisis Perilaku Kesehatan


Analasis perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan konsep sehat-sakit,
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, lingkungan serta
kepercayaan-kepercayaan kesehatan yang ada dimasyarakat yaitu respon
dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun aktif
(tindakan nyata atau praktek).
Sedangkan stimulus :
a. Perilaku terhadap sakit : bagaimana manusia berespons terhadap rasa
sakit yang ada pada dirinya baik secara pasif maupun aktif. Perilaku ini
dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit :
1) Perilaku berhubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan. Misal : PHBS, gizi seimbang, aktivitas fisik (olahraga),
dll.
2) Perilaku pencegahan penyakit. Misal : Imunisasi, tidur memakai
kelambu untuk pencegahan gigitan nyamuk malaria, dll.
3) perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan. Misal : Usaha
mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan modern maupun ke
fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dll).
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan,
cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan

12
Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek
terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya,
pengelolaan makanan dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
Lingkup perilaku ini mencakup :
1) Perilaku sehubungan dengan air bersih
2) Perilaku berhubungan dengan pembuangan limbah
3) Perilaku berhubungan dengan rumah yang sehat
4) Perilaku berhubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk
Sumber data dan informasi tentang analisis perilaku kesehatan
dapat diambil dari SUSENAS, SKRT, sumber data langsung dari
masyarakat, pendapat tokoh masyarakat, dan agama.
4. Analisis Program dan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit, puskesmas, puskesmas
keliling, bidan desa, dokter praktek, POLINDES, posyandu. Sumber data
dan informasi dapat diambil dari Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas (SP2TP), Sistem Pencatatan Rumah Sakit (SP2RS),
SUSENAS, SKRT, dll.
Analisis program dan pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan
mnggunakan pendekatan sistem yaitu dengan memperhatikan komponen
input-proses-output. Akan tetapi aspek proses dalam program dan
pelayanan kesehatan sangat komplek dan berbeda-beda antar program
maka analisis lebih ditekankan pada aspek input dan output serta peran
serta masyarakat.
a. Analisis Input
1) Input adalah sub elemen-sub elemen yang diperlukan sebagai
masukkan untuk berfungsinya sistem.
2) Input meliputi tenaga, dana, fasilitas, dan sarana kesehatan,
kebijakan, teknologi yang diterapkan.
3) Langkah dalam analisis input : merinci secara jelas imput yang ada
baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
4) Misalkan, data sumber daya tenaga kesehatan di puskesmas X tahun
Y dianalisis “Kecukupan tenaga kesehatan”.
5) Indikator
6) Rasio nakes dengan jumlah penduduk yang harus dilayani
7) Rasio bidan dengan jumlah ibu hamil, dll.
b. Analisis Output Upaya Kesehatan

13
Dari berbagai pelaksanaan program dapat dilakukan analisis
tentang hasil yang dicapai oleh program upaya kesehatan. Dalam
analisis output upaya kesehatan dibedakan menjadi 2 yaitu “Pencapaian
program” dan “Output program”.
Pencapaian program lebih bersifat statis artinya hanya
menggambarkan keadaan sampai suatu saat tertentu (misalnya :
pencapaian imunisasi campak yang dinyatakan dalam %).
Output program lebih bersifat dinamis artinya menggambarkan
berapa banyak hasil yang diproduksi per satuan waktu (per bulan).
Misalnya jumlah pasien pada bulan x. Dengan mengetahui output pada
diketahui pola atau trend selama setahun. Trend ini pada dasarnya
menggambarkan kapasitas upaya kesehatan dan berguna untuk
penetapan sasaran pada masa yang akan datang.
5. Analisis Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat seringkali menjadi faktor penting dalam
keberhasilan program kesehatan. Kesulitan yang sering dihadapi dalam
analisis peran serta masyarakat dalam program kesehatan, sehingga
indikatornya tidak dapat dibandingkan dengan pengukuran pada daerah
lain atau waktu yang lain.
Contoh dari analisis partisipasi masyarakat dalam meningkatkan
kegiatan posyandu, rasio kader aktif dengan jumlah balita di desa X.
6. Analisis Faktor Hereditas dan Kependudukan
Analisis faktor hereditas/keturunan yang berpengaruh terhadap
derajat kesehatan biasanya sulit didapat untuk itu dapat menggunakan
analisis demografi. Analisis hereditas/keturunan dapat dilakukan dengan
melihat penyakit-penyakit yang terjadi dipengaruhi oleh faktor keturunan,
Misalnya penyakit diabetes melitus.
Analisis demografi penting untuk menentukan besaran masalah dan
besaran target program dan analisis indikator-indikator lainnya. Jumlah
balita-sasaran imunisasi, sasaran PMT, dll. Untuk melakukan analisis
kependudukan data dan informasi yang diperlukan yaitu jumlah,
komposisi serta struktur penduduk, pertumbuhan penduduk, persebaran
penduduk, informasi spesifik lainnya seperti jumlah bayi dan balita, ibu
hamil, fertilitas, tingkat pendidikan, mata pencaharian dll. Data dapat

14
diperoleh secara tidak langsung (sekunder) di kantor BPS dan data primer
dengan wawancara menggunakan kuesioner.
2.3 Masalah Kesehatan
1. Rokok
a. Pengertian Rokok
Rokok adalah slinder dari kertas berukuran panjang aatara 70
hingga 120mm (bervariasi tergantung negaranya) dengan diameter
sekitar 10mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah.
Rokok dibakar salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar
asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya (Alkasuba,
2014).
Rokok merupakan produk yang berbahaya & adiktif
(menimbulkan ketergantungan). Di dalam rokok terdapat 4000 bahan
kimia berbahaya yang 69 diantaranya merupakan zat karsinogenik
(dapat menimbulkan kanker). Zat-zat berbahaya yang terkandung
didalam rokok antara lain : tar, karbon monoksida, sianida, arsen,
formalin, nitrosamine dll.
b. Jenis-Jenis Perokok
1. Berdasarkan jenisnya perokok dibedakan menjadi :
a) Perokok aktif
Mereka telah terbiasa dan nyata menghisap rokok
dan menanggung sendiri akibatnya.
b) Perokok pasif
Mereka sebenarnya tidak merokok namun karena
ada orang lain yang merokok didekatnya maka ia
terpaksa harus ikut menghisap asap rokok dengan
segala akibatnya.
2. Berdasarkan jumlahnya perokok dibagi menjadi :
a) Perokok ringan.
Perokok yang merokok atau menghabiskan sekitar
1-10 batang rokok per hari.
b) Perokok sedang.
Perokok yang menghabiskan sekitar 10-20 batang
rokok per hari.
c) Perokok berat.

15
Perokok yang menghabiskan lebih dari 20 batang
rokok per hari.
c. Zat yang Terkandung Dalam Rokok
1. Nikotin
Zat ini mengandung candu bisa menyebabkan seseorang
ketagihan untuk trus menghisap rokok. Pengaruh bagi tubuh
manusia:
a) Menyebabkan kecanduan atau ketergantungan merusak jaringan
otak
b) Menyebabkan darah cepat membeku
c) Mengeraskan dinding arteri.
2. Tar
Bahan dasar pembuatan aspal yang dapat menempel pada
paru-paru dan bisa menimbulkan iritasi bahkan kanker. Adapun
Pengaruhnya bagi tubuh manusia yaitu:
a) Membunuh sel dalam saluran darah
b) Meningkatkan produksi lendir diparu-paru
c) Menyebabkan kanker paru-paru.
3. Karbon Monoksida
Gas yang bisa menimbulkan penyakit jantung karena gas ini
bisa mengikat oksigen dalam tubuh. Pengaruh bagi tubuh manusia
yaitu:
a) Mengikat hemoglobin, sehingga tubuh kekurangan oksigen
b) Menghalangi transportasi dalam darah.
4. Zat Karsinogen
Pengaruh bagi tubuh manusia yaitu memicu pertumbuhan sel
kanker dalam tubuh.

5. Zat Iritan
Pengaruh bagi tubuh manusia yaitu:
a) Mengotori saluran udara dan kantung udara dalam paru-paru
b) Menyebabkan batuk.

16
Sebagaimana kita ketahui zat-zat asing berbahaya yang dihisap
oleh perokok tersebut adalah zat yang terkandung dalam dalam asap
rokok dan ada 4000 zat kimia yang terdapat dalam sebatang rokok, 40
diantaranya tergolong zat yang berbahaya misalnya : hidrogen sianida
(HCN), arsen, amonia, polonium, dan karbon monoksida (CO). Zat
kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas 85 % dan partikel.
d. Bahaya Merokok
1. Bahaya Merokok pada Perokok Aktif dan Pasif
Besarnya bahaya merokok sebenarnya bukan tidak disadari
oleh para perokok, karena pada setiap bungkus rokok kini terdapat
peringatan wajib dari pemerintah yang berbunyi: “MEROKOK
DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG,
IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN.”
Tetapi, seringkali kuatnya ketergantungan terhadap rokok membuat
orang tidak mau berhenti mengisapnya. Menurut penelitian, ternyata
yang akan menerima efek negatif dari rokok tersebut bukan hanya
perokok aktif saja, akan tetapi perokok pasif pun akan menerima
akibat negatif dari rokok tersebut. Dan justru efek yang diterima oleh
perokok pasif akan jauh lebih berbahaya lagi ketimbang perokok
aktifnya. Adapun beberapa bahaya yang di timbulkan oleh rokok
antara lain :
a) Kanker Paru
Diketahui sekitar 90 persen kasus kanker paru diakibatkan oleh
rokok. Hal ini karena asap rokok akan masuk secara inhalasi ke
dalam paru-paru. Zat dari asap rokok ini akan merangsang sel di
paru-paru menjadi tumbuh abnormal. Diperkirakan 1 dari 10
perokok sedang dan 1 dari 5 perokok berat akan meninggal akibat
kanker paru.
b) Kanker Kandung Kemih
Kanker kandung kemih terjadi pada sekitar 40 persen perokok.
Studi menemukan kadar tinggi dari senyawa 2-naphthylamine

17
dalam rokok menjadi karsinogen yang mengarah pada kanker
kandung kemih.
c) Kanker Payudara
Perempuan yang merokok lebih berisiko mengembangkan kanker
payudara. Hasil studi menunjukkan perempuan yang mulai
merokok pada usia 20 tahun dan 5 tahun sebelum ia hamil
pertama kali berisiko lebih besar terkena kanker payudara.
d) Kanker Serviks
Sekitar 30 persen kematian akibat kanker serviks disebabkan oleh
merokok. Hal ini karena perempuan yang merokok lebih rentan
terkena infeksi oleh virus menular seksual.
e) Kanker Kerongkongan
Studi menemukan bahwa asap rokok merusak DNA dari sel-sel
esofagus sehingga menyebabkan kanker kerongkongan. Sekitar
80 persen kasus kanker esofagus telah dikaitkan dengan merokok.
f) Kanker Pencernaan
Meskipun asap rokok masuk ke dalam paru-paru, tapi ada
beberapa asap yang tertelan sehingga meningkatkan risiko kanker
gastrointestinal (pencernaan).
g) Kanker Ginjal
Ketika seseorang merokok, maka asap yang mengandung nikotin
dan tembakau akan masuk ke dalam tubuh. Nikotin bersama
dengan bahan kimia berbahaya lainnya seperti karbonmonoksida
dan tar menyebabkan perubahan denyut jantung, pernapasan
sirkulasi dan tekanan darah. Karsinogen yang disaring keluar dari
tubuh melalui ginjal juga mengubah sel DNA dan merusak sel-sel
ginjal. Perubahan ini mempengaruhi fungsi ginjal dan memicu
kanker.
h) Kanker Mulut
Tembakau adalah penyebab utama kanker mulut. Diketahui
perokok 6 kali lebih besar mengalami kanker mulut dibandingkan

18
dengan orang yang tidak merokok, dan orang yang merokok
tembakau tanpa asap berisiko 50 kali lipat lebih besar.
i) Kanker Tenggorokan
Asap rokok yang terhirup sebelum masuk ke paru-paru akan
melewati tenggorokan, karenanya kanker ini akan berkaitan
dengan rokok.
j) Serangan Jantung
Nikotin dalam asap rokok menyebabkan jantung bekerja lebih
cepat dan meningkatkan tekanan darah. Sedangkan karbon
monoksida mengambil oksigen dalam darah lebih banyak yang
membuat jantung memompa darah lebih banyak. Jika jantung
bekerja terlalu keras ditambah tekanan darah tinggi, maka bisa
menyebabkan serangan jantung.
k) Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Sebagian besar penyakit jantung koroner disebabkan oleh rokok
dan akan memburuk jika memiliki penyakit lain seperti diabetes
melitus.
l) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Kondisi ini menyebabkan aliran darah terhalangi sehingga
membuat seseorang sulit bernapas, dan sekitar 80 persen kasus
PPOK disebabkan oleh rokok. Kondisi ini bisa menyebabkan
terjadinya emfisema (sesak napas akibat kerusakan pada kantung
udara atau alveoli) dan bronkitis kronis (batuk dengan banyak
lendir yang terjadi terus menerus selama 3 bulan).

m)Impotensi
Bagi laki-laki berusia 30-an dan 40-an tahun, maka merokok bisa
meningkatkan risiko disfungsi ereksi sekitar 50 persen. Hal ini
karena merokok bisa merusak pembuluh darah, nikotin
mempersempit arteri sehingga mengurangi aliran darah dan

19
tekanan darah ke penis. Jika seseorang sudah mengalami
impotensi, maka bisa menjadi peringatan dini bahwa rokok sudah
merusak daerah lain di tubuh.
n) Gangguan Medis lainnya
Beberapa gangguan medis juga bisa disebabkan oleh rokok
seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), gangguan kesuburan,
memperburuk asma dan radang saluran napas, berisiko lebih
tinggi mengalami degenerasi makula (hilangnya penglihatan
secara bertahap), katarak, menjadi lebih sering sakit-sakitan,
menimbulkan noda di gigi dan gusi, mengembangkan sariawan di
usus serta merusak penampilan.
Selain itu Bahaya asap rokok bagi ibu hamil, janin dan bayi adalah:
a) Keguguran pada janin yang dikandung
b) Kematian janin di dalam kandungan
c) Pendarahan pada plasenta dan terjadi pembesaran lebih dari 30
persen
d) Berat badan janin berkurang sekitar 20-30 persen dari normal
e) Bayi yang lahir prematur dalam keadaan kesehatan yang tidak
stabil.
Asap rokok lebih berbahaya lagi jika dihisap oleh bayi,
akibatnya adalah:
a) Mengalami gangguan dan penyakit pernafasan
b) Terganggunya perkembangan kecerdasan anak, baik motorik
maupun kognitif
c) Terjangkitnya penyakit telinga
d) Bisa meningkatkan resiko penyakit leukimia sebanyak dua kali
lipat
e) Meningkatkan resiko kanker otak hingga 22 persen
f) Bayi akan lebih mudah lelah karena oksigen yang tidak terserap
sempurna
g) Sindrom kematian secara mendadak
Selain itu, Kita dapat menemui di jalan-jalan, baik di kota
besar dan kota kecil dimana para pelajar dengan santainya merokok
seolah itu bukan perbuatan yang buruk. Anda dapat menemukan

20
mereka di berbagai tempat, seperti kafe, terminal, kendaraan umum
atau bahkan di sekitar sekolah mereka sendiri. Orang yang mengerti
dan sadar tentang kesehatan pastinya akan prihatin dengan keadaan
seperti ini. Merokok itu jelas merugikan kesehatan, namun selain itu
ada kerugian lainnya, yakni masalah ekonomi. Para pelajar pada
umumnya adalah orang-orang yang masih tergantung secara
ekonomi kepada orang tua. Hal ini tentu saja akan menambah berat
beban yang harus ditanggung orang tua. Terlebih saat ini banyak
juga wanita dan remaja putri yang merokok.
Faktor utama yang menjadi penyebab pelajar merokok adalah
lingkungan. Masa remaja yang penuh dengan rasa ingin tahu
membuat mereka ingin mencoba banyak hal. Seperti yang sudah
disinggung sebelumnya, rokok mengandung nikotin yang
mengakibatkan kecanduan. Maka sekali merokok, akan sulit untuk
berhenti, kecuali ada kemauan yang keras dan bantuan dari
lingkungan. Hal yang kedua ini tentu tidak akan didapatkan ketika
para pelajar berada dalam lingkungan perokok. Bahkan banyak
diantara para pelajar yang menganggap bahwa pria yang tidak
merokok itu tidak jantan. Hal inilah yang menyebabkan para pelajar
banyak yang menjadi perokok, dikarenakan rokok merupakan salah
satu dari ajang mereka untuk mengaktualisasikan diri mereka.
Sebagai simbol bahwa mereka adalah orang gaul dan eksis.
e. Cara Mengatasi agar Terhindar Rokok
Banyak yang mengatakan berhenti merokok sangat sulit. Ada
yang mengatakan lebih baik berhenti makan daripada berhenti
merokok.Hal itu terjadi karena merokok sudah di anggap lumrah dalam
kehidupan sehari-hari. Padahal, mereka juga menyadari dalam asap
rokok mengandung 4.000 zat kimia yang sangat berbahaya untuk
kesehatan dirinya dan keluarga. Berikut cara mengatasi agar terhindar
dari rokok :

21
1. Ganti permen nikotin dengan permen karet atau permen mints
sehingga menghilangkan aroma rokok pada mulut. Hilangnya rasa
rokok pada mulut akan membuat kita melupakan rokok untuk
seterusnya.
2. Buatlah kegiatan lain untuk mengisi waktu luang. Misal sehabis
makan, kita bisa mengunyah permen atau makanan penutup. Saat
ngeblog, kita bisa makan kudapan. Saat antre kendaraan, kita bisa
browsing atau membaca buku. Tidak mudah memang, tetapi bila
dilakukan dengan tekad penuh maka akan mudah untuk dilakukan.
3. Berolahraga dan minum cukup air akan membantu kita melupakan
rokok. Aktivitas ini akan membuat tubuh kita tambah sehat dan
membantu mengeluarkan toksin serta zat beracun lain dari tubuh.
Olahraga bisa dilakukan dilingkungan yang banyak orang sehingga
kita juga bisa bergaul.
4. Jauhi material terkait rokok. Jauhi segala macam material (bahan)
yang menggugah selera merokok seperti korek api, asbak. Karena
jika benda-benda tesebut berada di sekitar, bukan tidak mungkin
akan memicu kembali gairah untuk merokok.
5. Bulatkan tekad. Begitu berencana untuk berhenti merokok, buatlah
sebuah harapan dan target dalam sebuah catatan pribadi. Setiap kali
merasa menyerah pada godaan, buka kembali catatan pribadi untuk
mengingat akan tujuan awal.
6. Berpikir positif. Pikiran memegang peranan vital dalam mewujudkan
tujuan dan cita-cita seseorang. Tanamkan selalu dibenak bahwa kita
mampu dan bisa untuk melepaskan godaan-godaan merokok.
2. Masalah Jamban
a. Pengertian Jamban
Secara umum kita mengenal jamban sebagai tempat
pembuangan hajat atau kotoran manusia. Dalam konteks kebahasaan,
istilah dan penyebutan kata, jamban memiliki beberapa pengertian
sebagai berikut :
1. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/2008 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan

22
Air Limbah Permukiman tidak disebutkan adanya istilah jamban.
Namun di dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah nomor 534/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan
Minimal disebutkan adanya sarana sanitasi individual dan komunal
berupa jamban beserta MCK-nya. Lebih jauh lagi di dalam Buku
Panduan Penyehatan Lingkungan Permukiman untuk RPIJM 2007
disebutkan adanya pengumpulan data primer tentang jamban
keluarga. Di dalam Petunjuk Teknis Tata Cara Pembuatan Bangunan
Jamban Keluarga dan Sekolah 1998 dari Departemen Pekerjaan
Umum, disebutkan bahwa jamban mencakup bangunan atas yang
antara lain terdiri: plat jongkok, leher angsa, lantai, dinding, dll,
tetapi tidak termasuk bangunan bawahnya.
2. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/2008 tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan
bahwa jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif
untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Di dalam
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 715/2003 tentang Persyarakan
Hygiene Sanitasi Jasaboga disebutkan bahwa usaha jasaboga harus
menyediakan WC Umum dengan fasilitas jamban dan peturasan
sesuai dengan jumlah karyawannya.
3. Menurut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor
24/2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah
disebutkan adanya fasilitas jamban yang harus disediakan sekolah
sebagai tempat untuk buang air besar dan/atau air kecil. Jamban
harus mempunyai dinding, atap, dst yang disediakan untuk peserta
didik pria, wanita, dan guru.
4. Sedangkan dalam Standar Toilet Umum Indonesia dari Kementerian
Negara Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2004 justru tidak
menyebutkan sama sekali istilah jamban dan menggantinya dengan
ruang buang air besar (WC) dan ruang buang air kecil (urinal). Toilet
dalam hal ini mencakup pembuangan dan pengolahan limbahnya,
baik secara setempat (on-site) ataupun terpusat (off-site). Tidak kalah

23
menariknya adalah istilah tempat buang air besar (bukan jamban)
yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik di dalam Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) guna mendapatkan informasi
tentang kepemilikan dan kualitas fasilitas BAB tersebut (Alkasuba,
2014).
Istilah yang berbeda-beda ini memang tidak mengganggu proses
masyarakat untuk membuat hajatnya, namun cukup untuk
menggambarkan kekurangseriusan penanganan sanitasi di lapangan
(Yulianto, 2011).
b. Jamban yang Sehat
Untuk membuat hajat, Buang Air Besar (BAB), masyarakat
tidak bisa sembarangan seperti jaman dulu. Dampak BAB sembarangan
sangat buruk bagi kesehatan dan keindahan. Selain jorok, berbagai jenis
penyakit ditularkan. Sebagai gantinya, BAB harus pada tempatnya
yakni di jamban. Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat
dalam membuat jamban sehat (Yulianto, 2011).

Berikut syarat-syarat dalam membuat jamban sehat:


1. Tidak mencemari air
a) Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar
lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum.
Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus
dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
b) Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
c) Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air
kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
d) Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam
selokan, empang, danau, sungai, dan laut
2. Tidak mencemari tanah permukaan
a) Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun,
pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.

24
b) Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras
kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang
galian.
3. Bebas dari serangga
a) Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya
dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah
bersarangnya nyamuk demam berdarah
b) Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk.
c) Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang
bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
d) Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e) Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a) Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus
ditutup setiap selesai digunakan
b) Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa
harus tertutup rapat oleh air
c) Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa
ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran
d) Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin.
Pembersihan harus dilakukan secara periodik.
5. Aman digunakan oleh pemakainya
a) Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding
lubang kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman
bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat.
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi
pemakainya
a) Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran
b) Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke
saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran
c) Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran
karena jamban akan cepat penuh
d) Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati.
Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan
kemiringan minimal 2:100.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
a) Jamban harus berdinding dan berpintu

25
b) Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

c. Pemanfaatan Jamban oleh Masyarakat Desa


Setelah kita mengetahui pengertian jamban dan tata cara
pembangunan jamban yang sehat, kita akan melihat bagaimana
pemanfaatan jamban itu sendiri. Bagi masyarakat yang tinggal di kota,
jamban merupakan kebutuhan pokok selain air bersih. Tingkat
kepemilikan dan penggunaan jamban sebagai tempat BAB mendekati
100%. Tingkat pendidikan, kondisi geografis, dan budaya di perkotaan
menjadikan masyarakat perkotaan sadar dan paham tentang arti penting
jamban bagi mereka, termasuk dampaknya bagi sanitasi.
Namun bila kita tinggal di pedesaan, maka bertolak belakang
hasil yang didapat mengenai kepemilikan, pemanfaatan, dan kesadaran
masyarakat mengenai BAB di jamban. Kepemilikan jamban di
pedesaan masih sedikit. Apabila mencapai 80% kepemilikan jamban di
suatu pemukiman maka lingkungan sanitasi akan sehat. Kenyataannya
kepemilikan jamban di daerah yang kami tangani masih jauh dari angka
ideal tersebut.

26
Memiliki jamban bukan berarti si pemilik rumah berisi jamban
tersebut akan BAB di jambannya. Penduduk di pedesaan yang memiliki
jamban masih banyak yang untuk BAB harus menggakan tempat lain,
yaitu sungai. Kebiasaan masyarakat pedesaan ini disebabkan oleh
banyak faktor. Kebiasaan buruk ini bisa berdampak serius terhadap
sanitasi atau lingkungan di sekitarnya menjadi lebih rentan terhadap
penyakit-penyakit berbasis lingkungan seperti Cacingan, Cholera
(muntaber), Diare, Typus, Disentri, Paratypus, Polio, Hepatitis B dan
banyak penyakit lainnya.
Sebaiknya semua orang BAB di jamban yang memenuhi syarat,
dengan demikian wilayahnya terbebas dari ancaman penyakit penyakit
tersebut. Dengan BAB di jamban banyak penyakit berbasis lingkungan
yang dapat dicegah, tentunya jamban tersebut harus memenuhi syarat
kesehatan. Kalau membahas soal jamban maka tentunya harus lengkap
dengan sarana air bersih untuk menunjang keberlangsungan
pemanfaatan jamban.
3. Masalah Sampah
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan,
pemrosesan, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah.
Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari
kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya
terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga
dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa
melibatkan zat padat, cair ,gas, atau radioaktif dengan metoda dan keahlian
khusus untuk masing masing jenis zat (Safrizal, 2014).
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan
negara berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan, berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri.
Pengelolaan sampah yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di
area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya
ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode pengelolaan sampah

27
berbeda beda tergantung banyak hal, diantaranya tipe zat sampah, tanah yg
digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Pengelolaan sampah
merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan mengubah sampah
menjadi material yang memiliki nilai ekonomis mengolah sampah agar
menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.
a. Metode Pembuangan
1) Penimbunan darat
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk
menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode
paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah
yang ditinggalkan, lubang bekas pertambangan, atau lubang lubang
dalam. Sebuah situs penimbunan darat yang di desain dan di kelola
dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis
dan murah. Sedangkan penimbunan darat yang tidak dirancang dan
tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah
lingkungan, diantaranya angin berbau sampah, menarik
berkumpulnya hama, dan adanya genangan air sampah. Efek
samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida
yang juga sangat berbahaya (di bandung kandungan gas methan ini
meledak dan melongsorkan gunung sampah).
Karakter desain dari penimbunan darat yang modern
diantaranya adalah metode pengumpulan air sampah menggunakan
bahan tanah liat atau pelapis plastik.Sampah biasanya dipadatkan
untuk menambah kepadatan dan kestabilannya , dan ditutup untuk
tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan samapah
mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk
mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan
keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pemabakar
atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan
listrik.
2) Pembakaran/pengkremasian sampah
Pembakaran adalah metode yang melibatkan pembakaran zat
sampah. Pengkremasian dan pengelolaan sampah lain yg melibatkan

28
temperatur tinggi baisa disebut "Perlakuan panas". kremasi merubah
sampah menjadi panas, gas, uap dan abu. Pengkremasian dilakukan
oleh perorangan atau oleh industri dalam skala besar. Hal ini bsia
dilakukan untuk sampah padat, cari maupun gas. Pengkremasian
dikenal sebagai cara yang praktis untuk membuang beberapa jenis
sampah berbahaya, contohnya sampah medis (sampah biologis).
Pengkremasian adalah metode yang kontroversial karena
menghasilkan polusi udara.
Pengkremasian biasa dilakukan dinegara seperti jepang
dimana tanah begitu terbatas, karena fasilitas ini tidak membutuhkan
lahan seluas penimbunan darat. Sampah menjadi energi (Waste-to-
energy=WtE) atau energi dari sampah (energy-from-waste = EfW)
adalah terminologi untuk menjelaskan samapah yang dibakar dalam
tungku dan boiler guna menghasilkan panas/uap/listrik.Pembakaran
pada alat kremasi tidaklah selalu sempurna, ada keluhan adanya
polusi mikro dari emisi gas yang keluar cerobongnya. Perhatian
lebih diarahkan pada zat dioxin yang kemungkinan dihasilkan di
dalam pembakaran dan mencemari lingkungan sekitar pembakaran.
Dilain pihak, pengkremasian seperti ini dianggap positif karena
menghasilkan listrik, contoh di Indonesia adalah rencana PLTS a
Gede Bage di sekitar kota Bandung.
b. Metode Daur-Ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari
sampah untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang.Ada
beberapa cara daur ulang, pertama adalah mengambil bahan sampahnya
untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar
utnuk membangkitkan listik. Metode metode baru dari daur ulang terus
ditemukan dan akan dijelaskan dibawah.
1) Pengolahan kembali secara fisik.
Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang,
yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang
dibuang, contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan kembali
untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah

29
yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah
khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.
Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum
aluminum, kaleng baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET,
botol kaca, kertas karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis plastik
lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur ulang. Daur
ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih
susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan
menurut jenis bahannya.
2) Pengolahan biologi
a) Pengkomposan
Material sampah organik, seperti zat tanaman, sisa
makanan atau kertas, bisa diolah dengan menggunakan proses
biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah
pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan
sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk
membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik
pengkomposan adalah Green Bin Program (program tong hijau)
di Toronto, Kanada, dimana sampah organik rumah tangga,
seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di
kantong khusus untuk di komposkan.
b) Pemulihan Energi
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa
diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau
secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menajdi bahan
bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas"
bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar
memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk
memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari
turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk
perlakukan panas yang berhubungan, dimana sampah dipanaskan
pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini

30
biasanya dilakukan di wadah tertutup pada tekanan tinggi.
Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk
berzat padat, gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk
menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain.
Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti
karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang
canggih digunakan untuk mengkonversi material organik
langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon
monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk
menghasilkan listrik dan uap.
c. Metode Penghindaran dan Pengurangan
Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah
pencegahan zat sampah terbentuk, atau dikenal juga dengan
"pengurangan sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan
kembali barang bekas pakai, memperbaiki barang yang rusak,
mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali
(seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik), mengajak
konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai
(contohnya kertas tissue), dan mendesain produk yang menggunakan
bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan
bobot kaleng minuman).
d. Konsep Pengelolaan Sampah
Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang
berbeda dalam penggunaannya, antara negara-negara atau daerah.
Beberapa yang paling umum, banyak-konsep yang digunakan adalah:

1) Diagram dari hirarki limbah


Hirarki limbah merujuk kepada "3M" mengurangi sampah,
menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang
mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan
keinginan dari segi minimalisasi sampah. Hirarki limbah yang tetap
menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah.
Tujuan limbah hirarki adalah untuk mengambil keuntungan

31
maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan
jumlah minimum limbah.
2) Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah (Extended Producer
Responsibility).
Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah adalah suatu strategi
yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang
berkaitan dengan produk-produk mereka di seluruh siklus hidup
(termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga
produk. Tanggung jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk
menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan
diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur,
impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab
atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama
manufaktur.
3) Prinsip pengotor membayar
Prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar
membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan
pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah
untuk membayar sesuai dari pembuangan.
e. Pendidikan dan Kesadaran
Pendidikan dan kesadaran di bidang pengelolaan limbah dan
sampah yang semakin penting dari perspektif global dari manajemen
sumber daya. Pernyataan yang Talloires merupakan deklarasi untuk
kesinambungan khawatir dengan skala dan belum pernah terjadi
sebelumnya kecepatan dan degradasi lingkungan, dan penipisan sumber
daya alam. Lokal, regional, dan global polusi udara; akumulasi dan
distribusi limbah beracun, penipisan dan kerusakan hutan, tanah, dan
air; dari penipisan lapisan ozon dan emisi dari "rumah hijau" gas
mengancam kelangsungan hidup manusia dan ribuan lainnya hidup
spesies, integritas bumi dan keanekaragaman hayati, keamanan negara,
dan warisan dari generasi masa depan. Beberapa perguruan tinggi telah
menerapkan Talloires oleh deklarasi pembentukan pengelolaan
lingkungan hidup dan program pengelolaan sampah, misalnya

32
pengelolaan sampah di universitas proyek. Universitas pendidikan
kejuruan dan dipromosikan oleh berbagai organisasi, misalnya
WAMITAB Chartered dan Lembaga Manajemen dari limbah.
f. Manfaat Pengelolaan Sampah
Manfaat pengelolaan sampah, yaitu:
1. Penghematan sumber daya alam
2. Penghematan energi
3. Penghematan lahan TPA
4. Lingkungan asri (bersih, sehat, nyaman)
g. Bencana Sampah Jika Tidak di Kelola dengan Baik
Bencana sampah jika tidak dikoleloa dengan baik, yaitu:
1. Longsor tumpukan sampah
2. Sumber penyakit
3. Pencemaran lingkungan
h. Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat
secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan
kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan
air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah.
i. Keunggulan dan Manfaat
Menurut Innov (2011), lubang resapan biopori adalah teknologi
tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara :
1. Meningkatkan daya resapan air
2. Mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi
gas rumah kaca (CO2 dan metan), dan
3. Memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman, dan
mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti
penyakit demam berdarah dan malaria. (Gambar 1)

33
j. Meningkatkan Daya Resapan Air
Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan
menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding
lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan
dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak
3140 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah
berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai
bidang resapan 78.5 cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan
kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm2.
Dengan adanya aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka
biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh
karena itu bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam
meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan
dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan
kemampuan dalam meresapkan air.

k. Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos


Lubang resapan biopori “diaktifkan” dengan memberikan sampah
organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi
bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses
dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai
kompos. Dengan melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori

34
selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi
sebagai “pabrik” pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap
periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada
berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis
tanaman lainnya. Bagi mereka yang senang dengan budidaya
tanaman/sayuran organik maka kompos dari LRB adalah alternatif yang
dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya.
l. Memanfaatkan Fauna Tanah dan atau Akar Tanaman
Seperti disebutkan di atas. Lubang Resapan Biopori diaktikan
oleh organisme tanah, khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman.
Aktivitas merekalah yang selanjutnya akan menciptakan rongga-rongga
atau liang-liang di dalam tanah yang akan dijadikan “saluran” air untuk
meresap ke dalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan aktivitas mereka
maka rongga-rongga atau liang-liang tersebut akan senantiasa
terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga kemampuan
peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur tangan langsung dari
manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat
menghemat tenaga dan biaya. Kewajiban faktor manusia dalam hal ini
adalah memberikan pakan kepada mereka berupa sampah organik pada
periode tertentu. Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang
akan menjadi humus dan tumbuh biota dalam tanah, tidak cepat
diemisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca; berarti mengurangi
pemanasan global dan memelihara biodiversitas dalam tanah.
Dengan hadirnya lubang-lubang resapan biopori dapat dicegah
adanya genangan air, sehingga berbagai masalah yang diakibatkannya
seperti mewabahnya penyakit malaria, demam berdarah dan kaki gajah
(filariasis) akan dapat dihindari.
m. Lokasi Pembuatan
Lubang resapan biopori dapat dibuat di dasar saluran yang
semula dibuat untuk membuang air hujan, di dasar alur yang dibuat di
sekeliling batang pohon (Gambar 1.) atau pada batas taman (Gambar 2).

35
Gambar 1 . LRB di Sekeliling Pohon

Gambar 2. LRB pada Batas Taman


n. Cara Pembuatan
1. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diamter
10 cm. Kedalaman kurang lebih 100 cm atau tidak sampai
melampaui muka air tanah bila air tanahnya dangkal. Jarak antar
lubang antara 50 – 100 cm.
2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2 – 3 cm dengan
tebal 2 cm di sekeliling mulut lubang.
3. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur,
sisa tanaman, dedaunan, atau pangkasan rumput.
4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang
isinya sudah berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan.
5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap
akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang
resapan.
o. Jumlah LRB yang Disarankan
Jumlah lubang yang perlu dibuat dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:

36
Jumlah LRB = intensitas hujan(mm/jam) x luas bidang kedap
(m2) / Laju Peresapan Air per Lubang (liter/jam)

Sebagai contoh, untuk daerah dengan intensitas hujan 50


mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air perlubang 3 liter/menit
(180 liter/jam) pada 100 m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x
100) / 180 = 28 lubang.
BIla lubang yang dibuat berdiameter 10 cm dengen kedalaman
100 cm, maka setiap lubang dapat menampung 7.8 liter sampah
organik. Ini berarti bahwa setiap lubang dapat diisi dengan sampah
organik selama 2-3 hari. Dengan demikian 28 lubang baru dapat
dipenuhi dengan sampah organik yang dihasilkan selama 56 – 84 hari.
Dalam selang waktu tersebut lubang yang pertama diisi sudah
terdekomposisi menjadi kompos sehingga volumenya telah menyusut.
Dengan demikian lubang-lubang ini sudah dapat diisi kembali dengan
sampah organik baru dan begitu seterusnya.
4. Gizi Keluarga
a. Gizi Seimbang
Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang
mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau
variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal
(Midwifenur, 2014).
Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, prinsip Gizi
Seimbang divisualisasi berupa “piramida” Gizi Seimbang. Tidak
semua negara menggunakan piramida, tetapi disesuaikan dengan
budaya dan pola makan setempat. Misalnya, di Thailand dalam bentuk
piramida terbalik sebagai “bendera”, dan di China sebagai “pagoda”
dengan tumpukan rantang. Dalam buku ini, para pakar gizi yang
bergabung dalam Yayasan Institut Danone Indonesia (DII) bersama
para penulis dari Tabloid nakita (Kompas-Gramedia), mengadaptasi
piramida sesuai dengan budaya Indonesia, dalam bentuk tumpeng

37
dengan nampannya yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai
“Tumpeng Gizi Seimbang” (TGS).* TGS dirancang untuk membantu
setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat,
sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja,
dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan (hamil,
menyusui, aktivitas fisik, sakit).
Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat
mempengaruhi keadaan gizi. Keadaan gizi yang baik dapat
meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat. Pola makan yang
baik adalah berpedoman pada Gizi Seimbang (Sri, 2014).
Pedoman Gizi Seimbang telah diimplementasikan di Indonesia
sejak tahun 1955. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5
Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi.
Tahun 1990 an kita sudah punya Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS). Lebih dari 15 tahun lalu Pedoman Gizi Seimbang telah
dikenalkan dan disosialisasikan kepada masyarakat, namun masih
banyak masalah dan kendala dalam sosialisasi Gizi Seimbang sehingga
harapan untuk merubah perilaku gizi masyarakat ke arah perilaku gizi
seimbang belum sepenuhya tercapai. Konsumsi pangan belum
seimbang baik kuantitas maupun kualitasnya, dan perilaku hidup bersih
dan sehat belum memadai. Memperhatikan hal diatas telah tersusun
Pedoman Gizi Seimbang yang baru, pada tanggal 27 Januari 2014 lalu
telah diselenggarakan workshop untuk mendapat masukan dari para
pakar pemerintah serta non pemerintah, lintas sektor, lintas program dan
organisasi profesi.

38
Pesan-pesan PGS, yaitu :
1. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan;
2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan;
3. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi;
4. Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok;
5. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak;
6. Biasakan Sarapan;
7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman;
8. Biasakan membaca label pada kemasan pangan;
9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir;
10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan
normal.
Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa “stunting” pada Balita dan
prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) makin meningkat. Perhatian
terhadap masalah gizi ganda juga perlu lebih ditingkatkan, disamping
masih banyak yang kekurangan gizi, tmasalah gizi lebih juga
meningkat. laporan Riskesdas 2013 sejumlah 32,9% wanita dewasa dan
19,7% pria dewasa mengalami obesitas (IMT >25,0) yang berisiko
terhadap berbagai gangguan kesehatan atau penyakit.
b. ASI Ekslusif
ASI Eksklusif adalah makanan pertama, utama dan terbaik bagi
bayi, yang bersifat alamiah. ASI Eksklusif menurut WHO (2009),
adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu
formula, air putih, air jeruk ataupun makanan tambahan lain yang
diberikan saat bayi baru lahir sampai berumur 6 bulan (Ani, 2014).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa
tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air

39
putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu,
biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat.
Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga berhubungan dengan
tindakan memberikan ASI kepada bayi hingga berusia 6 bulan tanpa
makanan dan minuman lain, kecuali sirup obat. Setelah usia bayi 6
bulan, barulah bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI,
sedangkan ASI dapat diberikan sampai 2 tahun atau lebih.
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur
kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI
mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi,
serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat
makanan.
ASI adalah sebuah cairan ciptaan Allah yang memenuhi
kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan
serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada
pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi
tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama ASI juga sangat
kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel
otak dan perkembangan sistem saraf.
ASI dikelompokan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
a. ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum adalah cairan yang
pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari
ke-4. Kolostrum sangat baik untuk mengeluarkan “meconium” yaitu
air ketuban dan cairan lain yang tertelan masuk perut bayi saat
proses persalinan. Jumlah (volume) kolostrum berkisar 150-300 cc
per hari.
b. ASI Stadium II adalah ASI peralihan yang keluar setelah kolostrum
sampai sebelum menjadi ASI yang matang. ASI ini diproduksi pada
hari ke-4 sampai hari ke-10.
c. ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke-
10 sampai seterusnya.
Manfaat ASI eksklusif meliputi:
1. Untuk Bayi

40
Ketika bayi berusia 0-6 bulan, ASI bertindak sebagai
makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan
bayi, ASI memang terbaik untuk bayi manusia sebagaimana susu
sapi yang terbaik untuk bayi sapi, ASI merupakan komposisi
makanan ideal untuk bayi, pemberian ASI dapat mengurangi resiko
infeksi lambung dan usus, sembelit serta alergi, bayi yang diberi
ASI lebih kebal terhadap penyakit dari pada bayi yang tidak
mendapatkan ASI, bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi
efek penyakit kuning, pemberian ASI dapat semakin mendekatkan
hubungan ibu dengan bayinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap
kemapanan emosinya di masa depan, apabila bayi sakit, ASI
merupakan makanan yang tepat bagi bayi karena mudah dicerna dan
dapat mempercepat penyembuhan, pada bayi prematur, ASI dapat
menaikkan berat badan secara cepat dan mempercepat pertumbuhan
sel otak, tingkat kecerdasan bayi yang diberi ASI lebih tinggi 7-9
poin dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI.
2. Untuk Ibu
Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi
ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi resiko
perdarahan, lemak yang ditimbun di sekitar panggul dan paha pada
masa kehamilan akan berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih
cepat langsing kembali, resiko terkena kanker rahim dan kanker
payudara pada ibu yang menyusui bayi lebih rendah dari pada ibu
yang tidak menyusui, menyusui bayi lebih menghemat waktu,
karena ibu tidak perlu menyiapkan botol dan mensterilkannya, ASI
lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan tanpa membawa
perlengkapan lain, ASI lebih murah dari pada susu formula, ASI
selalu steril dan bebas kuman sehingga aman untuk ibu dan bayinya,
ibu dapat memperoleh manfaat fisik dan emotional.
3. Untuk Keluarga
Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu
formula, botol susu, serta peralatan lainnya, jika bayi sehat, berarti

41
keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan
kesehatan, penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi dari ASI
eksklusif, jika bayi sehat berarti menghemat waktu keluarga,
menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu tersedia setiap saat,
keluarga tidak perlu repot membawa berbagai peralatan susu ketika
bepergian.
4. Untuk Masyarakat dan Negara
Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu
formula dan peralatan lainnya, bayi sehat membuat negara lebih
sehat, penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang
sakit hanya sedikit, memperbaiki kelangsungan hidup anak karena
dapat menurunkan angka kematian, ASI merupakan sumber daya
yang terus-menerus di produksi.
c. Kolostrum
Kolostrum yaitu cairan berwarna kekuningan dan kental yang
keluar pertama kali dari kelenjar susu seorang ibu setelah melahirkan
(Esty, 2013).
Dalam ASI terkandung kolostrum, yang merupakan cairan
kental dan berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh payudara
ibu pada periode akhir atau trimester ketiga kehamilan kolostrum
dikeluarkan pada hari pertama setelah kelahiran.
Kolostrum adalah cairan yang berwarna kekuningan banyak
mengandung protein yang bergizi dan dilengkapi imunitas yang
melindungi bayi dari infeksi berbahaya.
Kolostrum penting bagi bayi karena mengandung banyak gizi
dan zat-zat pertahanan tubuh. kolostrum dan air susu ibu yang awal
adalah sumber vitamin A pekat. Selama 6-12 bulan pertama kehidupan,
kebanyakan bayi hampir sepenuhnya tergantung pada vitamin A yang
terdapat pada air susu ibu, yang siap diserap.
Kolostrum “mengandung: immunoglobulin, laktoferin, ion-ion
(Na, Ca, K, Zn, Fe), vitamin (A, E, K dan D), lemak(sic!) dan rendah
laktosa.

42
Kolostrum merupakan cairan emas yang mengandung antibodi
10-17 kali lebih banyak dari ASI biasa/matur. Hari ke-1 mengandung
800 mg SigA/100cc kolostrum, hari ke-2 mengandung 600 mg
SigA/100cc kolostrum, hari ke-3 mengandung 400 mg SigA/100cc
kolostrum, dan hari ke-4 mengandung 400 mg SigA/100cc kolostrum.
Kolostrum sangat penting bagi bayi karena memiliki beberapa
manfaat, yaitu: a) colostrum(sic!) merupakan susu rendah lemak dan
tinggi karbohidrat, protein, serta antibodi. Antibodi berfungsi
membantu bayi tetap sehat., b) mudah dicerna sehingga kolostrum
merupakan makanan pertama yang sempurna bagi bayi, c) memiliki
efek laktasif, yaitu membantu bayi pada awal-awal buang air besar.
Pengaruh laktasif ini membantu ekskresi kelebihan bilirubin (zat
pewarna empedu) dan membantu mencegah penyakit kuning bagi bayi.,
d) memiliki kandungan imun yang tinggi. Imun mengandung sel-sel
hidup yang berfungsi melawan zat-zat berbahaya yang masuk ke tubuh
bayi., e) melindungi saluran pecernaan bayi dari zat-zat asing yang
masuk ke tubuhnya, f) melindungi sel darah putih dengan konsentrasi
tinggi yang berfungsi menghancurkan bakteri dan kuman penyebab
penyakit.

5. Rumah Sehat
a. Pengertian Rumah Sehat
Rumah Sehat adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal dan sarana pembinaan keluarga serta memenuhi syarat
kesehatan. Rumah sehat secara sederhana adalah rumah yang memiliki
ruangan terpisah untuk keperluan hidup sehari-hari dengan ukuran yang
memadai, antara lain :
1. Kamar Tidur
2. Ruang Makan/Keluarga
3. Dapur
4. Kamar Mandi

43
5. Jamban/WC
6. Tempat Cuci Pakaian (Rajab, 2013).
b. Syarat Rumah Sehat
Syarat rumah sehat, antara lain:
1. Bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang berbahaya bagi
kesehatan.
a) Lantai
Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk
kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada
rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan ini pun mahal.
Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah
biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting di sini adalah tidak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan.
Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat
ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan
benda-benda yang bera(, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang
basah dan berdebu merupakan sarang penyakit (Hardianti Rajab,
2013).

b) Dinding
Tembok adalah baik, namun di samping mahal, tembok
sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih ¬lebih-bila
ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis
khususnya di pedesaan, lebih baik dinding atau papan. Sebab
meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding
atau papan tcrsebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat
menambah penerangan alamiah.
c) Atap Genteng
Umum dipakai baik diperkotaan maupun di pedesaan. Di
samping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis, juga

44
dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakal dapat
membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat
pcdesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai
atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun
asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panas di dalam rumah.
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah
umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan
lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu
merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini maka
cara memotangnya harus menurut ruas-ruas bambu tersebut,,
apabiia tidak pada ruas, maka lubang pada ujung-ujung bambu
yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
2. Memiliki ventilasi.
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama
adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut
tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2
yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di
samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan
cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan
media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri¬bakteri
penyebab penyakit).
Fungsi kedua dari pada ventilasi adalah untuk membebaskan
udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena
di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang
terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah

45
untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban
(humudity) yang optimum.
Ada 2 macam ventilasi, yakni:
a) Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut
terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin,
lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain
ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena juga
merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke
dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk
melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.
b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus
untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan
mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan
kondisi rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan di sini bahwa
sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg
atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan
rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
3. Pencahayaan alam atau buatan harus cukup.
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak
kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke
dalam ruangan rumah, terutama cahaya mata hari di samping kurang
nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup
dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat
merusakkan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:
a) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting,
karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah,
misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk cahaya
(jendela) luasnya sekurang¬kurangnya 15 % sampai 20% dari
luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu

46
diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar
matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang
oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini, di samping sebagai
ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.
Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan
diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan
menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah
tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya alamiah
juga diusahakan dengan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat
dibuat secara sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa
waktu pembuatannya,kemudian menutupnya dengan pecahan
kaca.
 Kebutuhan cahaya (Er).
1. Ruang gambar = 300 lux
2. Ruang Sekolah= 150 lux
3. Ruang kediaman= 125 lux
 Perbandingan luas jendela dengan luas lantai.
1. Ruang kerja , luas jendela 1/5 a 1/3 luas lantai
2. Ruang sekolah, luas jendela 1/6 a 1/3 luas lantai
3. Ruang kediaman, luas jendela 1/8 a 1/6 luas lantai
4. Ruang orang sakit, luas jendela 1/5 a ¼ luas lantai
5. Sudut datang lebih besar atau sama denga 27 derajat.
6. Sudut lihat lebih besar 5 derajat.
b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang ,tapi
bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan
sebagainya.
4. Luas Bangunan Rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk
penghuni di dalamnya, artinyaluas lantai bangunan tersebut harus
disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping

47
menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah
apabila dapat menyediakan 2,5 - 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota
keluarga). Lantai sebaiknya yang kedap air, dinding kuat dan tidak
lembab serta berwarna cerah.
5. Konstruksi Rumah
a) Konstruksi Bambu.
Apabila usuk menggunakan bambu, harus diperhatikan
dalam pemotongan bambu, diusahakan pemotongannya tepat
pada ruas, bila tidak ujung bambu, agar tidak lembab dan menjadi
sarang tikus.
b) Lantai rumah
Harus selalu kering, maka tinggi lantai harus disesuaikan
dengan kondisi setempat, lantai harus lebih tinggi dari muka
tanah.
c) Penempatan langit-langit.
Dibuat sedemikian rupa, sehingga masih ada ruang antara,
adanya ruang tersebut antara atap dan langit-langit, agar orang
dapat masuk kedalamnya untuk membersihkan ruang dan
perbaikan.
d) Dinding Rumah.
Apabila dibuat dinding rangkap tidak boleh ada ruang
antara, karna akan menjadi sarang tikus, dan bila terbuat dari bata
atau sejenisnya diusahakan menggunakan komposisi campuran yg
benar.
e) Sudut Kemiringan atap.
Kemiringan atap disesuaikan dengan bahan yang akan
dipakai, agar air hujan dapat mengalir dengan baik.
Atap dari bahan alam = 30 derajat
Atap genteng = 25 derajat
Atap asbes,seng = 15 derajat
f) Fasilitas
Rumah yang sehat harus mempunyai fasititas-fasilitas sebagai
berikut:

48
 Penyediaan air bersih yang cukup
 Pembuangan tinja
 Pembuangan air limbah
 Pembuangan sampah
 Fasilitas dapur
 Ruang berkumpul keluarga
 Gudang tempat penyimpanan, gudang ini biasa merupakan
bagian dari rumah ataupun bangunan tersendiri.
 Kandang ternak, ini daerah pedesaan sebaiknya kandang ternak
terpisah dari rumah dan jangan disimpan dibawah kolom
rumah ataupun dipekarangan.

c. Manfaat Rumah Sehat


Untuk tempat beristirahat, tempat tinggal dan kegiatan hidup
harian :
1. Melindungi manusia dari cuaca baik/buruk.
2. Mencegah penyebaran penyakit menular.
3. Melindungi penghuninya dari bahaya-bahaya dari luar.
4. Meningkatkan hubungan sosial diantara penghuninya..
d. Upaya Agar Rumah Menjadi Sehat
Yang perlu dilakukan agar rumah menjadi sehat :
1. Membuka jendela kamar setiap pagi dan siang.
2. Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari.

3. Kamar mandi dijaga kebersihannya setiap hari.

4. Membuang sampah pada tempatnya.

5. Mendapat penerangan yang cukup.

49
6. Dinding diusahakan terang.

7. Menata rapi barang di rumah.

8. Melakukan penghijauan pada halaman.

9. Menguras bak mandi.

10. Mengubur barang bekas.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


1. Tempat : Desa Bambarimi Kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah
2. Waktu : 09 Juni s/d 23 Juni 2014
3.2 Jenis dan Metode
Jenis dan metode yang dilakukan dalam PBL 1 adalah metode Total
Sampling yang dilakukan dengan cara observasi lapangan melalui pendataan
dengan wawancara langsung masyarakat untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan di Desa Bambarimi Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten
Donggala. Total Sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil
seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2009).

50
Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel dari seluruh masyarakat
Bambarimi Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala.
3.3 Populasi dan Sampel
Adapun sampel yang digunakan dalam praktek ini adalah seluruh
masyarakat yang ada di Desa Bambarimi, Kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala yaitu sebanyak 187 KK.
3.4 Instrumen
Alat bantu yang digunakan dalam praktek lapangan adalah kuesioner
dan alat elektronik.
3.5 Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil survei di setiap rumah tangga yang
ada di Desa Bambarimi. Survei dilakukan dengan metode wawancara
menggunakan kuesioner di setiap rumah yang berada di Desa Bambarimi.
2. Data Sekunder
Data Sekunder berupa data demografi dan letak geografis Desa
Bambarimi Kecamatan Banawa Selatan yang diperoleh dari Kantor Desa
Bambarimi Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala. Dan pola
penyakit di Desa Bambarimi melalui PUSTU yang ada di Desa Bambarimi
dan dari Puskesmas Donggala.
3.6 Analisa Data
Hasil dari pendataan dianalisis dengan menggunakan program
komputerisasi berupa SPSS dan EXCEL.
3.7 Penyajian Data
Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan narasi.

51
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Sejarah Desa


Sejak terbentuknya desa Bambarimi sekitar tahun 1922, pada waktu
itu masih dalam masa jajahan Bangsa Belanda. Untuk memimpin Desa
Bambarimi, maka diangkatlah seorang kepala jaga yang bernama
KUNALIBU (Mangga Dara) yang berpenduduk kurang lebih 100 KK.
Kemudian diangkatlah seorang Kepala desa Bambarimi yang bernama
SONGKO, Kepala Desa itu pertama masih zaman Belanda.
Kemudian digantikan oleh LITA yang berasal dari desa Tipo. Kepala
desa LITA ini dibantu oleh juru tulis yang bernama SUDARA, setelah LITA
meninggal digantikan oleh juru tulisnya (sekarang sekretaris desa) SUDARA
digantikan oleh TANGGUNGGOLO, kepala desa ini mempunyai seorang
wakil yang bernama SESA. TANGGUNGGOLO digantikan oleh LAHIA
TONGKO yang memimpin desa Bambarimi kurang lebih 3 bulan. LAHIA
TONGKO digantikan oleh MANGGA PAMINJA yang berasal dari Banawa

52
dan mempunyai wakil bernama POSU yang berasal dari LUMBUDOLO.
Sesudah itu digantikan oleh MANGGE BILA dan wakilnya SESA pada
waktu zaman gerombolan. Kemudian digantikan oleh HATEPO yang
mewakili 4 (empat) desa yaitu Desa LUMBUMAMARA, SALUNGKAENU.
BAMBARIMI dan SALUMPAKU dan kemudian digantikan oleh LANAJO
yang berasal dari desa kola-kola dan digantikan lagi oleh LANDAU yang
berasal dari desa LUMBUDOLO. Setelah meninggal LANDAU digantikan
oleh TAHAUPU L sebagai karakter Kepala Desa kemudian TAHAUPU L
digantikan oleh DARWIS dan kemudian SUARDIN diangkat penuh sebagai
Kepala Desa sejak Tahun 2008 sampai sekarang (Profil Desa Bambarimi,
2013).

4.2 Keadaan Geografi dan Demografi Desa Bambarimi


Desa bambarimi merupakan salah satu desa yang terdapat Kecamatan
Banawa Selatan yang berjarak ± 35 KM dari ibu kota Kabupaten Donggala
dengan luas wilayah kerja 5.000 Ha dengan batas-batas sebagi berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lumbutarombo (Wilayah
Kecamatan Banawa Selatan).
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Salungkaenu (Wilayah
Kecamatan Banawa Selatan).
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanahmea (Wilayah Kecamatan
Banawa Selatan).
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lumbumlama (Wilayah
Kecamatan Banawa Selatan).
Desa Bambarimi adalah daerah administratif dari kecamatan
Banawa Selatan.Keadaan geografis di desa ini meliputi daerah
pegunungan, sungai, perkebunan dengan hasil komoditi pertanian.
Pembangunan sarana dan prasarana transformasi yang telah
dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini memungkinkan masyarakat desa
Bambarimi sudah dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat dan roda
dua.Meskipun sering terhambat dengan adanya aliran sungai utamanya

53
dusun 3.Akibatnya, pelaksanaan program kesehatan masyarakat khususnya
kesehatan ibu dan anak agak terhambat.
Desa Bambarimi terbagi menjadi 3 dusun, yaitu dusun 1 dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 124 KK, dusun 2 dengan jumlah kepala
keluarga 39 KK, dusun 3 dengan jumlah kepala keluarga 24 KK,
4.3 Keadaan Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Masyarakat Desa Bambarimi mayoritas
berprofesi sebagai Petani. Tingkat pendidikan masyarakat juga masih minim
sehingga kesadaran akan hidup sehat masih sangat kurang, akibatnya terdapat
banyak perilaku masyarakat yang belum mencapai standar kesehatan.

4.4 Fasilitas Umum yang tersedia


Fasilitas umum yang tersedia di Desa Bambarimi terdiri dari Sarana
ibadah yaitu Masjid dan gereja, Adapun untuk Mesjid terdapat di dusun 1,
dusun II dan Dusun III, sedangkan untuk gereja terdapat di dusun III
karenamayoritas penduduk yang tinggal didusun III beragama kristiani.
Untuk sarana pendidikan, Desa Bambarimi telah memiliki Taman Kanak-
kanak dan Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah dan MTS. Sarana
pelayanan kesehatan yang ada di Desa Bambarimi terdiri dari PUSTU atau
Puskesmas Pembantu. Adapun Sarana olahraga yaitu lapangan sepak bola.
Sarana transportasi di Desa ini cukup memadai, karena jalannya sudah
di aspal sehingga kendaraan roda dua maupun roda empat dapat dengan
mudah mengakses desa ini, hanya saja untuk dusun III yang ada di desa ini
agak sulit untuk di jangkau, karena medan jalan yang cukup berat karena
harus melewati 4 sungai dan jalan yang penuh bebatuan.
4.5 Pola Penyakit
Adapun 10 penyakit terbesar yang ada di puskesmas pembantu desa
bambarimi dari bulan januari sampai desember tahun 2013 adalah penyakit
ispa, dimana penyakit ini menduduki urutan pertama dengan jumlah 380
kasus, urutan kedua adalah penyakit gastritis dengan jumlah 216 kasus, lalu
urutan ketiga adalah penyakit kulit alergi dengan jumlah 181 kasus, kemudian

54
urutan keempat adalah penyakit hipotensi dengan jumlah 150 kasus, lalu
urutan kelima adalah penyakit reumatik dengan jumlah 145 kasus, kemudian
urutan keenam adalah penyakit hipertensi 119 kasus, dan urutan ke tujuh
adalah penyakit gangguan saluran pencernaan yang meliputi penyakit diare,
disentri dan lain lain dengan jumlah 98 kasus, kemudian urutan ke delapan
adalah penyakit kulit infeksi dengan jumlah 96 kasus, lalu urutan ke Sembilan
adalah penyakit kecelakaan kerja dengan 79 kasus dan untuk penyakit yang
menduduki urutan ke sepuluh adalah penyakit infeksi saluran kencing dengan
jumlah 42 kasus, dengan demikian total jumlah kasus yang terjadi di tahun
2013 adalah 1506 kasus.
Dimana 10 jenis penyakit terbesar ini bukan hanya mencakup desa
Bambarimi saja melainkan desa Sarumbaya, Lumbumamara, Lumbutarombo,
Salungkeanu, dan Salumpaku, dengan demikian puskesmas pembantu ini
bukan hanya mencakup wilayah kerja desa Bambarimi saja melainkan 5 desa
lainnya.

55
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pendataan


a. Aspek Identitas Responden
Data mengenai aspek identitas responden meliputi frekuensi
responden menurut dusun, frekuensi responden menurut jenis kelamin,
frekuensi responden menurut kelompok umur, frekuensi responden
menurut pekerjaan, Frekuensi penghasilan keluarga perbulan dan frekuensi
responden menurut pendidikan terakhir di Desa Bambarimi.
Di bawah ini adalah tabel-tabel distribusi yang memuat aspek
identitas responden di Desa Bambarimi Kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala.
Tabel 1

Jumlah
No Dusun
F %
1. I 124 66,31
2. II 39 20,86
3. III 24 12,83

Total 187 100

56
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden KK terbanyak berada di
Dusun I yaitu 124 KK (66,31%) dan jumlah KK terendah berada di Dusun
III yaitu 24 KK (12,83 %).
Tabel 2

Tabel 2 menunjukkan persentase kepala keluarga yang berjenis


kelamin laki-laki lebih tinggi di bandingkan dengan persentase kepala
keluarga yang berjenis kelamin perempuan, di mana kepala keluarga yang
berjenis laki-laki berjumlah 180 orang dengan persentase 96,3 %
sedangkan kepala keluarga yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 7
orang, dengan persentase 3,7 %.
Tabel 3

Tabel 3 menunjukkan tingkat pendidikan terakhir kepala keluarga


yang memiliki persentase tertinggi yaitu tamatan SD dengan jumlah KK
78 orang (41,7 %).
Tabel 4

57
Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 1 ,5 ,5 ,5
PNS 8 4,3 4,3 4,8
Wiraswasta 17 9,1 9,1 13,9
Petani 161 86,1 86,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 4 menunjukkan jenis mata pencaharian kepala keluarga yang


memiliki persentase tertinggi yaitu petani dengan jumlah KK 161 orang
(86,1 %). Sedangkan, yang tidak bekerja hanya 1 KK (0,5%).

Tabel 5

Penghasilan Keluarga/Bulan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 500.000 103 55,1 55,1 55,1
500.000 42 22,5 22,5 77,5
>500.000 42 22,5 22,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 5 menunjukkan penghasilan kepala keluarga perbulannnya,


dimana persentase tertinggi adalah KK yang berpenghasilan dibawah 500
ribu dengan jumlah 103 orang (55,1%). Sedangkan, persentase perhasilan
keluarga perbulan yang terendah yaitu KK yang berpenghasilan 500 dan
lebih dari 500 ribu dengan jumlah masing-masing 42 orang (22,5%).
b. Aspek Analisis Derajat Masalah Kesehatan
Data mengenai aspek analisis derajat masalah kesehatan meliputi
frekuensi anggota keluarga yang sakit saat ini dan frekuensi jenis penyakit
yang di derita.
Di bawah ini adalah tabel-tabel distribusi yang memuat aspek
analisis masalah derajat kesehatan masyarakat di Desa Bambarimi
Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala.
Tabel 6

58
Anggota Keluarga yang Sakit Saat Ini

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 35 18,7 18,7 18,7
Sakit 152 81,3 81,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase tertinggi mengenai jumlah


KK yang tidak sakit saat ini yaitu 152 orang (81,3%). Sedangkan,
persentase terendah mengenai jumlah KK yang sakit saat ini yaitu 35
(18,7%).

Tabel 7

Jenis Penyakit yang di Derita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 151 80,7 80,7 80,7
Demam/Sakit
14 7,5 7,5 88,2
Kepala/Batuk/Flu
Asam Urat 5 2,7 2,7 90,9
Maag 3 1,6 1,6 92,5
Tumor Payudara 1 ,5 ,5 93,0
DM 1 ,5 ,5 93,6
Asma 3 1,6 1,6 95,2
Hipertensi 1 ,5 ,5 95,7
Stroke/Lumpuh 1 ,5 ,5 96,3
Gastritis Akut 1 ,5 ,5 96,8
Alergi 1 ,5 ,5 97,3
Anemia 1 ,5 ,5 97,9
DBD 1 ,5 ,5 98,4
Usus Buntu 2 1,1 1,1 99,5
Katarak 1 ,5 ,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 7 menunjukkan jenis penyakit anggota keluarga yang sakit


saat ini, dengan penyakit Demam/sakit kepala/batuk/flu memiliki
persentase tertinggi dengan jumlah responden 14 orang (7,5 %).
c. Aspek Analisis Perilaku Kesehatan

59
Data mengenai aspek analisis perilaku kesehatan meliputi frekuensi
anggota keluarga yang merokok, frekuensi tempat anggota keluarga yang
merokok, frekuensi pengetahuan masyarakat tentang bahaya merokok,
frekuensi anggota keluarga yang mengkonsumsi alkohol, frekuensi
pemahaman masyarakat tentang bahaya alkohol, frekuensi pengetahuan
masyarakat tentang gizi seimbang, frekuensi anggota keluarga yang
mengkonsumsi gizi seimbang, frekuensi makanan yang dicuci sebelum di
olah, frekuensi berapa kali anggota keluarga makan dalam sehari,
frekuensi masyarakat yang memiliki anak baduta, frekuensi baduta yang
ditimbang ketika lahir, frekuensi berat bada ketika lahir, frekuensi
makanan yang diberikan bayi ketika ASI belum keluar, frekuensi
pemberian kolostrum kepada bayi, frekuansi pengetahuan masyarakat
mengenai keuntungan memberikan kolostrum kepada bayi, frekuensi ibu
yang memberikan ASI ekslusif sampai umur enam bulan, frekuensi
pemberian ASI Ekslusif sampai anak berumur dua tahun, frekuensi
pengetahuan ibu tentang manfaat Inisiasi Menyusui Dini, frekuensi
makanan yang diberikan kepada baduta, frekuensi pemberian makanan
kepada baduta selama tiga hari pertama kelahiran, frekuensi usia baduta
yang hanya diberi ASI, frekuensi anggota keluarga yang rajin berolahraga,
frekuensi anggota keluarga mandi dalam sehari, frekuensi anggota
keluarga mencuci tangan, frekuensi anggota keluarga yang memasak airv
sebelum dikonsumsi, frekuensi anggota keluarga yang tidur yang
menggunakan kelambu, frekuensi anggota keluarga yang hamil, frekuensi
ibu hamil yang selalu memeriksakan kehamilannya.
Di bawah ini adalah tabel-tabel distribusi yang memuat aspek
analisis perilaku kesehatan masyarakat di Desa Bambarimi Kecamatan
Banawa Selatan Kabupaten Donggala.
Tabel 8

60
Anggota Keluarga yang Merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 128 68,4 68,4 68,4
Tidak 59 31,6 31,6 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 8 menunjukkan jumlah anggota keluarga yang merokok,


dengan KK yang anggota keluarganya merokok memiliki persentase
tertinggi dengan jumlah responden 128 orang (68,4 %).
Tabel 9

Tempat Anggota Keluarga Merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 53 28,3 28,3 28,3
Di Dalam Rumah 111 59,4 59,4 87,7
Di Luar Rumah 23 12,3 12,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 9 menunjukkan lokasi merokok anggota keluarga yang


merokok, dengan KK yang anggota keluarganya merokok di dalam
rumah memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 111 orang
(59,4 %).
Tabel 10

Bahaya Rokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 65 34,8 34,8 34,8
TIdak 122 65,2 65,2 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 10 menunjukkan tingkat pengetahuan anggota keluarga


terkait bahaya merokok, dengan KK yang anggota keluarganya tidak
tahu bahaya merokok memiliki persentase tertinggi dengan jumlah
responden 122 orang (65,2 %).
Tabel 11

61
Anggota Keluarga yang Mengkonsumsi Alkohol

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 15 8,0 8,0 8,0
Tidak 172 92,0 92,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 11 menunjukkan jumlah anggota keluarga yang


mengkonsumsi alkohol, dengan KK yang anggota keluarganya tidak
mengkonsumsi alkohol memiliki persentase tertinggi dengan jumlah
responden 172 orang (92,0 %)
Tabel 12

Bahaya Mengkonsumsi Alkohol

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 24 12,8 12,8 12,8
TIdak 163 87,2 87,2 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 12 menunjukkan tingkat pengetahuan anggota keluarga


terkait bahaya mengkonsumsi alkohol, dengan KK yang anggota
keluarganya tidak tahu bahaya mengkonsumsi alkohol memiliki
persentase tertinggi dengan jumlah responden 163 orang (87,2 %).
Tabel 13

Arti Gizi Seimbang

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 38 20,3 20,3 20,3
Tidak 149 79,7 79,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 13 menunjukkan tingkat pengetahuan anggota keluarga


terkait arti gizi seimbang, dengan KK yang anggota keluarganya tidak
tahu arti gizi seimbang memiliki persentase tertinggi dengan jumlah
responden 149 orang (79,7 %).

62
Tabel 14

Konsumsi Makanan Gizi Seimbang

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 116 62,0 62,0 62,0
Tidak 71 38,0 38,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 14 menunjukkan anggota keluarga yang mengkonsumsi


makanan bergizi seimbang, dengan KK yang mengkonsumsi gizi
seimbang memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 116
orang (62,0 %).

Tabel 15

Makanan yang di Cuci Sebelum di Olah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 178 95,2 95,2 95,2
Tidak 9 4,8 4,8 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 15 menunjukkan KK yang mencuci makanan sebelum


diolah, dengan KK yang mencuci makanan sebelum diolah memiliki
persentase tertinggi dengan jumlah responden 178 orang (95,2 %).

Tabel 16

63
Makan dalam Sehari

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <3 kali 65 34,8 34,8 34,8
3 kali 114 61,0 61,0 95,7
>3 kali 8 4,3 4,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 16 menunjukkan KK yang mencuci makanan sebelum


diolah, dengan KK yang mencuci makanan sebelum diolah memiliki
persentase tertinggi dengan jumlah responden 178 orang (95,2 %).

Tabel 17

Memiliki Anak Baduta

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 31 16,6 16,6 16,6
Tidak 156 83,4 83,4 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 17 menunjukkan KK yang memiliki anak baduta, dengan


KK yang tidak mempunyai anak baduta memiliki persentase tertinggi
dengan jumlah responden 156 orang (83,4 %).
Tabel 18

Jika ya, ditimbang Ketika Lahir?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 155 82,9 82,9 82,9
Ya 30 16,0 16,0 98,9
Tidak 2 1,1 1,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 18 menunjukkan KK yang mempunyai anak baduta


ditimbang ketika lahir, dengan KK yang anaknya ditimbang ketika lahir
memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 30 orang
(16,0%).

64
Tabel 19

Jika ya, Berapa Berat Badan Baduta Ketika Lahir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 157 84,0 84,0 84,0
<2500 gram 11 5,9 5,9 89,8
2500 gram 4 2,1 2,1 92,0
>2500 gram 15 8,0 8,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 19 menunjukkan Berat badan baduta ketika lahir, dengan


baduta yang mempunyai berat lebih dari 2500 gram memiliki persentase
tertinggi dengan jumlah responden 15 orang (8,0 %).

Tabel 20

Jika ASI Belum Keluar, Apa yang di Berikan Kepada Bayi?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 156 83,4 83,4 83,4
Air 10 5,3 5,3 88,8
Air Gula 8 4,3 4,3 93,0
Susu Formula 8 4,3 4,3 97,3
Pisang 1 ,5 ,5 97,9
Tidak di Berikan Apa-Apa 2 1,1 1,1 98,9
Tidak Tahu 2 1,1 1,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 20 menunjukkan makanan untuk baduta sebagai pengganti


ASI, dengan baduta yang diberi Air putih memiliki persentase tertinggi
dengan jumlah responden 10 orang (5,3 %).

Tabel 21

Setelah Ibu Melahirkan, Ibu Memberikan Kolostrum Kepada Bayi?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 156 83,4 83,4 83,4
Ya 14 7,5 7,5 90,9
Tidak 17 9,1 9,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

65
Tabel 21 menunjukkan banyaknya ibu yang memberikan
kolostrum kepada bayi, dengan ibu yang tidak memberikan kolostrum
kepada bayi memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 17
orang (9,1 %).
Tabel 22

Pengetahuan Keuntungan Memberikan Kolostrum Pada Bayi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 156 83,4 83,4 83,4
Ya 16 8,6 8,6 92,0
Tidak 15 8,0 8,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 22 menunjukkan tingkat pengetahuan ibu terkait


pentingnya memberikan kolostrum kepada bayi, dengan ibu yang tahu
tentang kolostrum memiliki persentase tertinggi dengan jumlah
responden 16 orang (8,6 %).
Tabel 23

Apakah Ibu Memberikan ASI Eksklusif Sampai Umur 6 Bulan?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 157 84,0 84,0 84,0
Ya 19 10,2 10,2 94,1
Tidak 11 5,9 5,9 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 23 menunjukkan Ibu yang memberikan ASI ekslusif


tanpa makanan pendamping sampai umur 6 bulan, dengan ibu yang
memberikan asi ekslusif kepada anaknya sampai umur 6 bulan
memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 19 orang (10,2
%).
Tabel 24

66
Ibu Tetap Memberikan ASI Sampai 2 Tahun

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 157 84,0 84,0 84,0
Ya 15 8,0 8,0 92,0
Tidak 15 8,0 8,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 24 menunjukkan Ibu yang tetap memberikan ASI sampai 2


tahun, dengan ibu yang tetap memberikan ASI dengan yang tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun memiliki persentase yang sama
dengan jumlah responden 15 orang (8,0 %).

Tabel 25

Manfaat Inisiasi Menyusui Dini

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 156 83,4 83,4 83,4
Ya 15 8,0 8,0 91,4
Tidak 16 8,6 8,6 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 25 menunjukkan tingkat pengetahuan ibu terkait


manfaatnya inisiasi menyusui dini, dengan ibu yang tidak tahu memiliki
persentase tertinggi dengan jumlah responden 16 orang (8,6 %).

Tabel 26

67
Apa yang diberikan kepada Baduta selama 3 Hari Pertama Kelahiran?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 158 84,5 84,5 84,5
ASI 13 7,0 7,0 91,4
Air Putih 8 4,3 4,3 95,7
Susu Formula 7 3,7 3,7 99,5
Air Gula 1 ,5 ,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 26 menunjukkan makanan yang diberikan kepada baduta


selama 3 hari pertama kelahiran, dengan ibu yang memberikan anaknya
ASI ekslusif saja selama 3 hari pertama kelahiran memiliki persentase
tertinggi dengan jumlah responden 13 orang (7,0 %).

Tabel 27

Sampai Usia Berapa Baduta hanya di beri ASI saja?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 160 85,6 85,6 85,6
< 6 bulan 5 2,7 2,7 88,2
6 Bulan 7 3,7 3,7 92,0
> 6 Bulan 13 7,0 7,0 98,9
Tidak Tahu 2 1,1 1,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 27 menunjukkan usia baduta yang diberi ASI saja, dengan


bayi yang berusia lebih dari 6 bulan memiliki persentase tertinggi dengan
jumlah responden 13 orang (7,0 %).
Tabel 28

Anggota Keluarga yang Rajin Olahraga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 81 43,3 43,3 43,3
Tidak 106 56,7 56,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

68
Tabel 28 menunjukkan KK yang melakukan olahraga, dengan
KK yang tidak rajin berolahraga memiliki persentase tertinggi dengan
jumlah responden 106 orang (56,7 %).

Tabel 29

Mandi Dalam Sehari

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 2 Kali 18 9,6 9,6 9,6
2 Kali 146 78,1 78,1 87,7
> 2 Kali 23 12,3 12,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 29 menunjukkan jumlah KK mandi dalam seharinya,


dengan KK yang mandi 2 kali sehari memiliki persentase tertinggi
dengan jumlah responden 146 orang (78,1 %).

Tabel 30

Cuci Tangan Sebelum Makan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 178 95,2 95,2 95,2
Tidak 9 4,8 4,8 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 30 menunjukkan KK yang mencuci tangan sebelum


makan, dengan KK yang mencuci tangan sebelum makan memiliki
persentase tertinggi dengan jumlah responden 178 orang (95,2 %).
Tabel 31

Memasak Air Sebelum Dikonsumsi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 182 97,3 97,3 97,3
Tidak 5 2,7 2,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

69
Tabel 31 menunjukkan KK yang memasak air sebelum
dikonsumsi, dengan KK yang memasak airnya sebelum dikonsumsi
memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 182 orang
(97,3%).
Tabel 32

Tidur Menggunakan Kelambu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 170 90,9 90,9 90,9
Tidak 17 9,1 9,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 32 menunjukkan KK yang tidur menggunakan kelambu,


dengan KK yang tidur menggunakan kelambu memiliki persentase
tertinggi dengan jumlah responden 170 orang (90,9 %).

Tabel 33

Anggota Keluarga Ada Yang Hamil?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 17 9,1 9,1 9,1
Tidak 170 90,9 90,9 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 33 menunjukkan KK yang memiliki anggota keluarga yang


hamil, dengan KK yang tidak mempunyai anggota keluarga yang hamil
memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 170 orang
(90,9%).
Tabel 34

Jika Ya, Selalu Diperiksa Kehamilannya?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 170 90,9 90,9 90,9
Ya 10 5,3 5,3 96,3
Tidak 7 3,7 3,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

70
Tabel 34 menunjukkan bahwa jumlah KK yang memeriksakan
kehamilan istrinya sebesar 10 KK dengan persentase 5,3%, sedangkan
yang tidak memeriksakan kehamilannya sebesar 7 KK dengan persentase
3,7%.
d. Aspek Analisis Faktor Linkungan
Data mengenai aspek analisis faktor lingkungan meliputi frekuensi
pengetahuan tentang rumah sehat, frekuensi sumber informasi tentang
rumah sehat, frekuensi jenis dinding rumah, frekuensi jenis lantai rumah,
frekuensi kepemilikan jamban keluarga, frekuensi letak jamban, frekuensi
kepemilikan septic tank, frekuensi tempat sampah di rumah, frekuensi
keadaan tempat sampah, frekuensi dimana sampah dibuang ketika penuh,
frekuensi perilaku masyarakat dalam melakukan pembagian sampah
anorganik dan organik, frekuensi perilaku reduce, frekuensi perilaku
recycle, frekuensi masyarakat dalam membuat lubang resapan biopori,
frekuensi kepemilikan SPAL, frekuensi jenis sumber air,frekuensi
kepemilikan tempat penampungan air, frekuensi penggunaan pestisida
(obat nyamuk), frekuensi terdapatnya kecoa dan tikus di rumah warga,
frekuensi kepemilikan ternak, frekueni kepemilikan kandang ternak dan
frekuensi jarak kandang dari rumah.
Di bawah ini adalah tabel-tabel distribusi yang memuat aspek
analisis faktor lingkungan di masyarakat di Desa Bambarimi Kecamatan
Banawa Selatan Kabupaten Donggala.

Tabel 35

Pernah Dengar Tentang Rumah Sehat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 44 23,5 23,5 23,5
Tidak 143 76,5 76,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

71
Tabel 35 menunjukkan KK yang mengetahui dan pernah
mendengar tentang rumah sehat, dengan KK yang tidak pernah
mendengar tentang rumah sehat memiliki persentase tertinggi dengan
jumlah responden 143 orang (76,5 %).
Tabel 36

Dari Siapa Rumah Sehat Diketahui

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 143 76,5 76,5 76,5
Petugas Kesehatan 28 15,0 15,0 91,4
Kader 3 1,6 1,6 93,0
Tokoh Agama/Masyarakat 3 1,6 1,6 94,7
Teman/Saudara/
3 1,6 1,6 96,3
Tetangga
Media Massa 7 3,7 3,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 36 menunjukkan sumber pengetahuan mengenai rumah


sehat yang KK ketahui, dengan sumber terbanyak yaitu berasal dari
petugas kesehatan dengan jumlah responden 28 orang (76,5 %).

Tabel 37

Jenis Dinding Rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Papan 101 54,0 54,0 54,0
Semen 71 38,0 38,0 92,0
Batu Bata 15 8,0 8,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 37 menunjukkan jenis dinding rumah yang ditinggali KK,


dengan KK yang mempunyai rumah yang terbuat dari papan memiliki
persentase tertinggi dengan jumlah responden 101 orang (54,0 %).

72
Tabel 38

Jenis Lantai Rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ubin 52 27,8 27,8 27,8
Semen 113 60,4 60,4 88,2
Tanah 2 1,1 1,1 89,3
Keramik 12 6,4 6,4 95,7
Papan 8 4,3 4,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 38 menunjukkan jenis lantai rumah yang ditinggali KK,


dengan KK yang mempunyai lantai rumah yang terbuat dari semen
memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 113 orang (60,4
%).
Tabel 39

Apakah Punya Jamban Keluarga?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 104 55,6 55,6 55,6
Tidak 83 44,4 44,4 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 39 menunjukkan jumlah KK yang mempunyai jamban,


dengan KK yang terdapat jamban dirumahnya memiliki persentase
tertinggi dengan jumlah responden 104 orang (55,6 %).
Tabel 40

Letak Jamban

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 83 44,4 44,4 44,4
Di Dalam Rumah 87 46,5 46,5 90,9
Di Luar Rumah 17 9,1 9,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 40 menunjukkan lokasi atau letak jamban KK yang


memiliki jamban, dengan KK yang mempunyai jamban di dalam

73
rumah memiliki persentase tertinggi dengan jumlah responden 87
orang (46,5 %).
Tabel 41

Apakah Punya Tempat Sampah di Rumah?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 136 72,7 72,7 72,7
Tidak 51 27,3 27,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 41 menunjukkan KK yang mempunyai tempat sampah di


rumah, dengan KK yang ada tempat sampah dirumahnya memiliki
persentase tertinggi dengan jumlah responden 136 (72,7 %).
Tabel 42

Keadaan Tempat Sampah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 51 27,3 27,3 27,3
Terbuka 114 61,0 61,0 88,2
Tertutup 22 11,8 11,8 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 42 menunjukkan tentang keadaan tempat sampah yang


ada di desa Bambarimi, dimana masyarakat yang memiliki tempat
sampah terbuka yaitu 114 KK (61,0 %) dan masyarakat yang mempunyai
tempat sampah tertutup yaitu 22 KK atau 11,8 % sedangkan masyarakat
yang tidak memiliki tempat sampah sebesar 51 KK (27,3 %)
Tabel 43

Dimana Sampah Di Buang

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pekarangan 29 15,5 15,5 15,5
Kali atau Sungai 31 16,6 16,6 32,1
Tempat Pembuangan
1 ,5 ,5 32,6
Sampah Umum
Di Bakar 124 66,3 66,3 98,9
Di Kubur 2 1,1 1,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

74
Tabel Tabel 43 menunjukkan masyarakat Bambarimi
banyak yang membuang sampahnya di belakang rumah dan langsung
di bakar dengan jumlah 124 KK atau sekitar 66,3 %. Selain itu
sekitaran 31 KK atau sekitar 16,6 % yang membuang sampahnya di
kali atau sungai.
Tabel 44

Melakukan Pembagian SAmpah Organik dan Anorganik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 14 7,5 7,5 7,5
Tidak 173 92,5 92,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 44 menunjukkan bahwa sekitar 14 KK atau 7,5 % telah


melakukan pembagian sampah organik dan anorganik sedangkan 173
KK (92,5%) belum melakukan pembagian sampah organik dan
anorganik.
Tabel 45

Melakukan Reduce

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 14 7,5 7,5 7,5
Tidak 173 92,5 92,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 45 menunjukkan jumlah kepala keluarga yang


melakukan reduce sebesar 14 KK dengan persentase 7,5 % dan yang
tidak melakukan reduce sebesar 173 KK atau sekitar 92,5 %.
Tabel 46

Melakukan Recycle

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 2 1,1 1,1 1,1
Tidak 185 98,9 98,9 100,0
Total 187 100,0 100,0

75
Tabel 46 menunjukkan jumlah kepala keluarga yang
melakukan recycle sebesar 2 KK dengan persentase 1,1 %, sedangkan
yang tidak melakukan recycle sebesar 185 KK dengan persentase 98,9
%.
Tabel 47

Membuat Lubang Resapan Biopori

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 8 4,3 4,3 4,3
Tidak 179 95,7 95,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 47 menunjukkan 8 KK (4,3 %) telah membuat lubang


resapan biopori dan 179 KK atau 95,7 % belum membuat lubang
resapan biopori
Tabel 48

Menggunakan Pestisida

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 109 58,3 58,3 58,3
Tidak 78 41,7 41,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 48 menunjukkan masyarakat Bambarimi banyak yang


menggunakan pestisida atau obat nyamuk yaitu sekitar 109 KK atau
58,3 % dan yang tidak menggunakan obat nyamuk sebesar 78 KK atau
41,7%.
Tabel 49

Terdapat Kecoa Dan Tikus

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 163 87,2 87,2 87,2
Tidak 24 12,8 12,8 100,0
Total 187 100,0 100,0

76
Tabel 49 menunjukkan banyaknya rumah warga yang di huni
kecoa dan tikus dengan persentase 87,2 % atau sebanyak 163 rumah
sedangkan rumah warga yang tidak di huni kecoa dan tikus sebanyak
12,8 % atau 24 KK.
Tabel 50

Punya Ternak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 117 62,6 62,6 62,6
Tidak 70 37,4 37,4 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 50 menunjukkan banyaknya KK yang mempunyai ternak


sebesar 62,6% atau sebanyak 117, sedangkan jumlah KK yang tidak
mempunyai ternak sebesar 37,4% atau sebanyak 70 KK.
Tabel 51
Punya Kandang Ternak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 70 37,4 37,4 37,4
Ya 69 36,9 36,9 74,3
Tidak 48 25,7 25,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 51 menunjukkan banyaknya KK yang mempunyai


kandang ternak sebesar 36,9% atau sebanyak 69, sedangkan jumlah
KK yang tidak mempunyai kandang ternak sebesar 25,7% atau
sebanyak 48 KK.
Tabel 52

Jarak Kandang Dari Rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 118 63,1 63,1 63,1
<5m 53 28,3 28,3 91,4
5m 8 4,3 4,3 95,7
>5m 8 4,3 4,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

77
Tabel 52 menunjukkan jarak kandang dari rumah warga dengan
persentase yang mempunyai jarak kandang yang kurang dari 5 m
sebesar 28,3% attau sebanyak 53 rumah. Untuk jarak kandang dengan
jarak 5 m dan di atas 5m sebesar 4,3% atau sebanyak 8 rumah.
Tabel 53

Kemana Air Limbah Dapur Dibuang?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dialirkan ke Selokan 77 41,2 41,2 41,2
Dialirkan Ke Sungai 17 9,1 9,1 50,3
Tidak Tentu 93 49,7 49,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 53 menunjukkan jumlah KK yang membuang air limbah


dapur ke selokan sebesar 41,2% atau sebanyak 77 KK, sedangkan
yang membuang air limbah dapur ke sungai sebesar 9,1% atau
sebanyak 17 KK dan yang membuang air limbah dapur tidak tentu
sebesar 49,7% atau sebanyak 93 KK.
Tabel 54

Pnyuluhan Sebaiknya Dilakukan Berapa Kali?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 Bulan Sekali 81 43,3 43,3 43,3
6 Bulan Sekali 93 49,7 49,7 93,0
1 Tahun Sekali 13 7,0 7,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

A Tabel 54 menunjukkan bahwa jumlah KK yang


menginginkan penyuluhan dilakukan sebulan sekali sebesar 43,3%
atau sebanyak 81 KK, sedangkan yang menginginkan 6 bulan sekali

78
sebesar 49,7% atau sebanyak 93 KK dan yang menginginkan 1 tahun
sekali 7% atau sebanyak 13 KK.
Tabel 55
Siapa yang Diharapkan Memberi Penyuluhan?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Petugas Kesehatan 126 67,4 67,4 67,4
Tokoh
21 11,2 11,2 78,6
Agama/Aparat Desa
Kader Posyandu 30 16,0 16,0 94,7
Siapa Saja 9 4,8 4,8 99,5
Dll 1 ,5 ,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 55 menunjukkan bahwa jumlah KK yang mengharapkan


penyuluhan dilakukan oleh petugas kesehatan sebanyak 126 KK
dengan persentase 67,4%, sedangkan tokoh agama/aparat desa
sebanyak 21 KK dengan persentase 11,2%, untuk kader posyandu
yang diharapkan memberi penyuluhan oleh KK sebanyak 30 KK
dengan persentase 16% dan jumlah KK yang mengatakan siapa saja
bisa memberi penyuluhan sebanyak 9 KK dengan persentase 4,8%.
Tabel 56

Tempat Penyuluhan Ynag Dikehendaki

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Posyandu 24 12,8 12,8 12,8
Puskesmas 69 36,9 36,9 49,7
Balai Desa 90 48,1 48,1 97,9
Dll 3 1,6 1,6 99,5
5 1 ,5 ,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 56 menunjukkan bahwa tempat penyuluhan yang


dikehendaki oleh warga yaitu di posyandu sebesar 12,8% atau
sebanyak 24 KK, di puskesmas sebesar 36,9% atau sebanyak 69 KK,
di balai desa sebesar 48,6% atau sebanyak 91 KK dan yang memilih di
tempat yang lain sebesar 1,6% atau sebanyak 3 KK.

Tabel 57

79
Waktu Penyuluhan Yang Dikehendaki

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pagi Hari 35 18,7 18,7 18,7
Siang Hari 26 13,9 13,9 32,6
Sore Hari 100 53,5 53,5 86,1
Malam Hari 26 13,9 13,9 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 57 menunjukkan bahwa jumlah KK menginginkan waktu


penyuluhan dilakukan pagi hari sebesar 18,7% atau sebanyak 35 KK,
siang hari sebesar 13,9% atau sebanyak 26%, sore hari sebesar 53,5%
atau sebanyak 100 KK dan pada malam hari sebesar 13,9% atau
sebanyak 26 KK.
Tabel 58

Cara Penyuluhan Yang Dikehendaki

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ceramah Biasa 17 9,1 9,1 9,1
Ceramah Dengan
121 64,7 64,7 73,8
Gambar
Ceramah Dengan
39 20,9 20,9 94,7
Tanya Jawab
Peragaan 8 4,3 4,3 98,9
Dll 2 1,1 1,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 58 menunjukkan bahwa jumlah KK yang menginginkan


cara penyuluhan dilakukan dengan ceramah biasa sebesar 9,1% atau
sebanyak 17 KK, Ceramah dengan gambar 64,7% atau sebanyak 121
KK, ceramah dengan tanya jawab sebesar 20,9% atau sebanyak 39
KK, dengan menggunakan peragaan sebesar 4,3% atau sebanyak 8 KK
dan yang menginginkan penyuluhan dengan cara yang lain sebesar
1,1% atau sebanyak 2 KK.

Tabel 59

80
Sumber Air

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Air PAM/Sumur Pompa 80 42,8 42,8 42,8
Sumur Gali 55 29,4 29,4 72,2
Dll 52 27,8 27,8 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 59 menunjukkan bahwa jumlah KK yang menggunakan


sumber air dari air PAM/sumur pompa sebesar 80 KK dengan
persentase 42,8%, sumur gali sebesar 55 KK dengan persentase 29,4%
dan yang menggunakan sumber air dari tempat lain sebesar 52 KK
dengan persentase 27,8%.
Tabel 60

Kondisi Fisik Sumber Air

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 174 93,0 93,0 93,0
Tidak Baik 13 7,0 7,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 60 menunjukkan bahwa kondisi fisik sumber air yang


baik di desa Bambarimi sebesar 93% atau sebesar 174 KK. Sedangkan
kondisi fisik sumber air yang tidak baik sebesar 7% atau sebanyak 13
KK.
Tabel 61

Tempat Penampungan Air

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 157 84,0 84,0 84,0
Tidak 30 16,0 16,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 61 menunjukkan bahwa jumlah KK yang mempunyai


tempat penampungan air sebesar 157 KK dengan persentase 84%.
Sedangkan, yang tidak mempunyai tempat penampungan air sebesar
30 KK dengan persentase 16%.

81
Tabel 62

Jarak Septic Tank Dengan Sumber Air Minum

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 29 15,5 15,5 15,5
> 10 m 39 20,9 20,9 36,4
10 m 119 63,6 63,6 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 62 menunjukkan bahwa jarak septic tank dengan sumber


air minum yang > 10 m sebesar 39 KK dengan persentase 29,9% .
Sedangkan, jarak septic tank dengan sumber air minum yang 10 m
sebesar 199 KK dengan persentase 63,6%.

Tabel 63

Mempunyai SPAL

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 95 50,8 50,8 50,8
Tidak 92 49,2 49,2 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 63 menunjukkan bahwa jumlah KK yang mempunyai


SPAL sebesar 95 KK dengan persentase 50,8%. Sedangkan, yang tidak
mempunyai SPAL sebesar 92 KK dengan persentase 49,2%.

Tabel 64

Tersediakah Jamban di Rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 96 51,3 51,3 51,3
Tidak 91 48,7 48,7 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 64 menunjukkan bahwa jumlah KK yang mempunyai


jamban di rumah sebesar 96 KK dengan persentase 51,3 %.

82
Sedangkan, yang tidak mempunyai jamban di rumah sebesar 91 KK
dengan persentase 48,7%.
Tabel 65

Jika Tidak, BAB Dimana?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 104 55,6 55,6 55,6
Sungai/Kuala 49 26,2 26,2 81,8
Numpang Tetangga 30 16,0 16,0 97,9
WC Umum 4 2,1 2,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 65 menunjukkan bahwa jumlah KK yang BAB di


sungai/kuala sebanyak 49 KK dengan persentase 26,2%, yang BAB di
rumah tetangga sebanyak 30 KK dengan persentase 16% dan yang BAB
di WC umum sebanyak 4 KK dengan persentase 2,1%.
Tabel 66

Memiliki Septick Tank

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 57 30,5 30,5 30,5
Ya 130 69,5 69,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 66 menunjukkan bahwa jumlah KK yang memiliki septic


tank sebesar 130 KK dengan persentase 69,5%.
Tabel 67

Bentuk Rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Permanen 73 39,0 39,0 39,0
Semi Permanen 91 48,7 48,7 87,7
Rumah Panggung 23 12,3 12,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 67 menunjukkan bahwa jumlah KK dengan bentuk rumah


permanen sebanyak 73 KK dengan persentase 39%, semi permanen

83
sebanyak 91 KK dengan persentase 48,7%. Sedangkan, yang mempunyai
bentuk rumah panggung sebanyak 23 KK dengan persentase 12,3%.

Tabel 68

Mempunyai Ventilasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 164 87,7 87,7 87,7
Tidak 23 12,3 12,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 68 menunjukkan bahwa jumlah KK yang mempunyai


ventilasi di rumah sebesar 87,7% atau sebanyak 164 KK, sedangkan yang
tidak mempunyai ventilasi dirumah sebesar 12,3% atau sebanyak 23 KK.
Tabel 69

Mempunyai Kamarisasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 176 94,1 94,1 94,1
Tidak 11 5,9 5,9 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 69 menunjukkan bahwa jumlah KK yang mempunyai


kamarisasi di desa Bambarimi sebesar 94,1% atau sebanyak 176 KK,
sedangkan yang tidak mempunyai kamarisasi sebesar 5,9% atau
sebanyak 11 KK.
Tabel 70

Mempunyai MCK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 114 61,0 61,0 61,0
Tidak 73 39,0 39,0 100,0
Total 187 100,0 100,0

84
Tabel 70 menunjukkan bahwa jumlah KK di desa Bambarimi
yang mempunyai MCK sebesar 114 KK dengan persentase 61%,
sedangkan yang tidak mempunyai MCK sebesar 73 KK dengan
persentase 39%.
e. Aspek Analisis Pelayanan Kesehatan
Data mengenai aspek analisis pelayanan kesehatan meliputi
frekuensi tempat mencari pengobatan jika anggota keluarga sakit,
frekuensi fasilitas kesehatan yang ada di dekat rumah, frekuensi jenis
fasilitas kesehatan, frekuensi jarak fasilitas kesehatan dari rumah,
frekuensi pemanfaatan pelayanan kesehatan dan frekuensi pernahkah
anak di imunisasi, frekuensi pemberian imunisasi lengkap pada balita dan
frekuensi jenis imunisasi.
Di bawah ini adalah tabel-tabel distribusi yang memuat aspek
analisis masalah derajat kesehatan masyarakat di Desa Bambarimi
Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala.
Tabel 71

Tempat Mencari Pengobatan Jika Sakit

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RS/PKM/PUSTU 171 91,4 91,4 91,4
Dukun/Pengobatan
14 7,5 7,5 98,9
Tradisional
Dll 2 1,1 1,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 71 menunjukkan masyarakat Bambarimi ketika sakit, lebih


banyak yang berobat ke Pustu dengan persentase 91,4% atau sebanyak
171 KK, sedangkan yang berobat ke dukun sebesar 7,5% atau sebanyak
14 KK dan masyarakat yang ketika sakit hanya membeli obat di kios
sebesar 1,1% atau sebanyak 2 KK.
Tabel 72

Apakah Terdapat Fasilitas Kesehatan di Dekat Rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 159 85,0 85,0 85,0
Tidak 28 15,0 15,0 100,0
Total 187 100,0 100,0
85
Tabel 72 menunjukkan bahwa penduduk yang rumahnya dekat
dengan fasilitas kesehatan sebesar 85% atau sebanyak 159 rumah,
sedangkan yang rumahnya jauh dari fasilitas kesehatan ada sebanyak 28
rumah dengan persentase 15%.

Tabel 73

Jika Ya, Jenis Fasilitas Kesehatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 28 15,0 15,0 15,0
PUSTU 147 78,6 78,6 93,6
Puskesdes 11 5,9 5,9 99,5
Posyandu 1 ,5 ,5 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 73 menunjukkan bahwa jenis fasilitas yang ada di desa


Bambarimi yang menggunakan fasilitas PUSTU sebanyak 147 KK
dengan persentase 78,6%, sedangkan puskesdes sebanyak 11 KK
dengan persentase 5,9% dan posyandu sebanyak 1 KK dengan
persentase 0,5%.
Tabel 74

Jarak Fasilitas Kesehatan Dari Rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 28 15,0 15,0 15,0
< 1000 m 111 59,4 59,4 74,3
1000 m 30 16,0 16,0 90,4
> 1000 m 18 9,6 9,6 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 74 menunjukkan jarak fasilitas kesehatan dari warga


dengan persentase yang mempunyai jarak yang kurang dari 1000 m
sebesar 59,43% atau sebanyak 111 rumah. Untuk jarak dengan jarak
1000 m sebesar 16% atau sebanyak 30 rumah, sedangkan rumah dengan
jarak lebih dari 1000m dari fasilitas kesehatan sebanyak 9,6% atau
sekitar 18 rumah.

86
Tabel 75
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 164 87,7 87,7 87,7
Tidak 23 12,3 12,3 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 75 menunjukkan bahwa jumlah KK yang memanfaatkan


pelayanan kesehatan sebanyak 87,7% atau sebanyak 164 KK,
sedangkan yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan sebanyak
12,3% atau sebanyak 23 KK.
Tabel 76

Pernahkah Anak di Imunisasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 161 86,1 86,1 86,1
Tidak 26 13,9 13,9 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 76 menunjukkan bahwa KK yang pernah mengimunisasi


anaknya mempunyai persentase 86,1% atau sebanyak 161 KK,
sedangkan KK yang tidak pernah mengimunisasi anaknya sebanyak
13,9% atau sebanyak 26 KK.
Tabel 77

Apakah Imunisasi Lengkap?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Pernah
24 12,8 12,8 12,8
Di Imunisasi
Ya 151 80,7 80,7 93,6
Tidak 12 6,4 6,4 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 77 menunjukkan bahwa jumlah KK yang anaknya


diberikan imunisasi lengkap sebesar 80,7% atau sebanyak 151 KK,
sedangkan yang tidak lengkap sebesar 6,4% atau sebanyak 12 KK.

87
Tabel 78

Jenis Imunisasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 24 12,8 12,8 12,8
Campak, Polio, Dll 107 57,2 57,2 70,1
Tidak Tahu/Lupa 56 29,9 29,9 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 78 menunjukkan bahwa jenis imunisasi yang diberikan


kepada anak yang ada di desa Bambarimi dengan persentase campak,
polio, dll sebesar 57,2% atau sebanyak 107 KK, sedangkan KK yang
tidak tahu/lupa sebesar 29,9% atau sebanyak 56 KK.
f. Analisis Aspek Herediter
Data mengenai analisis aspek herediter meliputi frekuensi ada
tidaknya anggota keluarga yang menderita penyakit degeneratif,
frekuensi penyakit yang diderita dan frekuensi siapa yang menderita
penyakit degeneratif.
Di bawah ini adalah tabel-tabel distribusi yang memuat aspek
analisis herediter di Desa Bambarimi Kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala.
Tabel 79

Menderita Penyakit Degeneratif

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 12 6,4 6,4 6,4
Tidak 175 93,6 93,6 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 79 menunjukkan bahwa yang menderita penyakit


Degeneratif yang ada di desa Bambarimi dengan persentase 6,4% atau
sebanyak 12 KK, sedangkan yang tidak menderita penyakit Degeneratif
93,6% atau sebanyak 175 KK.

Tabel 80

88
Jika Ya, Apa Penyakitnya?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 175 93,6 93,6 93,6
Penyakit Jantung 4 2,1 2,1 95,7
Penyakit DM 4 2,1 2,1 97,9
Penyakit Kanker 2 1,1 1,1 98,9
Penyakit Stroke 2 1,1 1,1 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel Tabel 80 menunjukkan bahwa di desa Bambarimi


mempunyai persentase penyakit jantung dan penyakit DM sebesar 2,1%
atau sebanyak 4 KK, Sedangkan penyakit kanker dan penyakit stroke
sebesar 1,1% atau sebanyak 2 KK.
Tabel 81

Siapa Yang Menderita Penyakit

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 175 93,6 93,6 93,6
Istri 5 2,7 2,7 96,3
Anak 1 ,5 ,5 96,8
Ibu/Bapak 3 1,6 1,6 98,4
Mertua 3 1,6 1,6 100,0
Total 187 100,0 100,0

Tabel 81 menunjukkan bahwa yang menderita penyakit di desa


Bambarimi pada istri mempunyai persentase sebesar 2,7% atau sebanyak 5
KK, pada anak sebesar 0,5% atau sebanyak 1 KK. Sedangakan, pada
ibu/bapak dan mertua sebesar 1,6% atau sebanyak 3 KK.

89
5.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil pendataan telah digambarkan keadaan lokal
spesifik masyarakat secara kuantitatif sesuai dengan informasi yang diperoleh
dari seluruh masyarakat dan tokoh–tokoh masyarakat setempat. Menurut data
sekunder jumlah kepala keluarga di Desa Bambarimi sebanyak 187 KK,
terdapat kepala keluarga berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 KK dan
KK yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 180 KK.
Mayoritas masyarakat Desa Bambarimi bekerja sebagai petani, hal ini
didukung oleh lahan perkebunan yang masih sangat luas. Presentase kepala
keluarga dengan pekerjaan tani sebesar 86,1%. Beberapa lainnya ada yang
bekerja sebagai wiraswasta, PNS dan sebagian kecil honorer dengan
persentase 13,9%.

90
Pendidikan terakhir kepala keluarga di Desa Bambarimi adalah
tamatan Sekolah dasar (SD) yaitu dengan presentase sebesar 41,7%, tamatan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 19,3%, tamatan Sekolah
Menengah Atas (SMA) sebesar 19,3% sementara lainnya ada yang tidak
sekolah sebesar 15,5% dan tamatan Diploma sebesar 3,7% sedangkan
tamatan S1 sebesar 0,5%.
Setelah pendataan yang dilakukan pada semua kepala keluarga di
Desa Bambarimi kemudian melakukan identifikasi masalah, maka ditemukan
beberapa masalah kesehatan di Desa Bambarimi, Kecamatan Banawa Selatan,
Kabupaten Donggala yang meliputi Masalah rokok, jamban keluarga,
sampah, gizi keluarga dan masalah rumah sehat. Dimana permasalahan
tersebut kami ambil berdasarkan skala kebutuhan masyarakat di desa
Bambarimi yang di sepakati melalui hasil kesepakatan bersama masyarakat
pada saat kegiatan seminar akhir.
Adapun penjelasan mengenai permasalahan tersebut adalah:
1. Masalah Rokok
Rokok menjadi permasalahan utama yang berhasil di identifikasi di
desa Bambarimi, dimana terdapat 124 KK yang anggota keluarganya
merokok dari 187 KK yang tinggal di desa Bambarimi. Rata-rata kepala
keluarga dan anggota keluarga merokok di dalam rumah sehingga
membuat anggota keluarga lainnya yang tidak merokok menjadi perokok
pasif.
Kebiasaan merokok di pengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan dari merokok dengan kata
lain kebiasaan merokok di pengaruhi oleh faktor pendidikan dengan
persentase masyarakat Bambarimi yang kurang pengetahuan sebanyak 122
orang (65,2%). Selain itu hal ini juga telah menjadi budaya dari
masyarakat Bambarimi khususnya pada saat mengundang warga sekitar
untuk menghadiri acara tertentu, dimana rokok di letakkan di piring
kemudian di bungkus dengan kain lalu diberikan kepada warga yang
diundang.
Rata-rata Masyarakat Bambarimi belum menyadari akan dampak
negatif yang di timbulkan oleh rokok terhadap kondisi ekonomi

91
keluarganya, Karena berdasarakan data yang diperoleh pendapatan
keluarga perbulan yang kurang dari 500.000 sebesar 55,1% atau sekitar
103 KK, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
Bambarimi berpenghasilan rendah namun masih tetap merokok. Di sisi
lain masyarakat yang berpendapatan 500.000 atau lebih juga tetap
merokok, Jadi bisa disimpulkan bahwa masyarakat yang ada di desa
Bambarimi tidak memperdulikan besar kecilnya pendapatan yang mereka
peroleh.
2. Jamban Keluarga
Masalah jamban menjadi salah satu permasalahan utama yang
berhasil diidentifikasi di desa Bambarimi. Dari KK yang di data hanya
104 KK atau sebesar 55,6% responden yang memiliki jamban pribadi.
Tetapi terdapat 83 KK atau sebesar 44,4% masyarakat yang tidak
memiliki jamban masih melakukan buang air besar disembarang tempat
seperti di sepanjang Sungai. Untuk masalah jamban ini, sebagian besar
masyarakat yang bertempat tinggal di dusun 3 tidak memiliki jamban
sedangkan dusun 1 dan 2 hanya sebagian kecil saja yang tidak memiliki
jamban.
Kepemilikan dan pemanfaatan jamban keluarga selain dipengaruhi
oleh faktor ekonomi juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan
kebiasaan atau perilaku masyarakat itu sendiri.
Membuang tinja di sepanjang sungai merupakan contoh perilaku
kesehatan yang buruk karena akan mengotori lingkungan sekitar sungai
dan menimbulkan bibit penyakit. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus
karena dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan, seperti penyakit
diare, thypus, muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Hal ini
diperkuat dengan pendapat dari Putranto (2001) yang mengatakan bahwa
Buang air besar disungai atau di laut dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang berekosistem
di daerah tersebut selain itu, buang air besar di sungai atau di laut dapat
memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat di tularkan melalui tinja.
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia perlu dikelola dengan baik atau

92
pembuangan tinja harus disuatu tempat tertentu yaitu jamban yang
memenuhi syarat kesehatan.
3. Masalah Sampah
Sampah merupakan salah satu prioritas masalah yang ada di Desa
Bambarimi. Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat
membuang sampah di sungai yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk
tidak membuang sampah di sungai. Hal ini dibuktikan dengan persentase
perilaku masyarakat yang membuang sampah di sungai yaitu sebesar
16,6%.
Dimana di desa Bambarimi sebagian besar masyarakatnya bekerja
sebagai petani dengan tingkat pendidikan yang masih kurang (tidak
sekolah, SD, dan SMP). Tingkat Pendidikan yang dimiliki oleh Kepala
Keluarga di Desa Bambarimi memberikan pengaruh yang besar untuk
berperilaku hidup sehat khususnya dalam penyediaan sarana pembuangan
sampah, Hal ini disebabkan karena kesadaran akan menjaga kebersihan
lingkungan masih sangat kurang.
Dalam kasus ini masyarakat yang tidak memiliki sarana
pembuangan sampah cenderung memilih alternatif lain untuk mengatasi
sampah rumah tangga yaitu dengan langsung membakar sampah tersebut
di halaman dan di belakang rumah bahkan ada yang sampai membuang
sampah rumah tangganya di sungai. Masyarakat yang membuang sampah
di sungai cenderung mereka tidak memahami tentang dampak negatif yang
ditimbulkan seperti banjir, timbulnya bibit penyakit serta terjadinya
kerusakan ekosistem sungai. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari
Triastuti (2008) yang menjelaskan bahwa sampah yang di buang di sungai
dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air sungai. Dimana
pencemaran air ini meliputi tercemarnya sumber air minum,
mengakibatkan penularan penyakit, merusak ekosistem air (membunuh
ikan-ikan dan organisme dalam air lainnya) dan mengakibatkan terjadinya
bencana alam.
4. Masalah Gizi Keluarga
Masalah gizi keluarga merupakan salah satu permasalahan yang
terjadi di desa Bambarimi. Dimana permasalahannya terletak pada

93
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang arti dari gizi keluarga itu
sendiri. Namun di sisi lain rata-rata masyarakat yang tinggal di desa
Bambarimi telah mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam.
Gizi keluarga disini mencakup mengkonsumsi makanan yang
beraneka ragam, pemberian kolostrum pada bayi dan pemberian ASI
eksklusif pada bayi. Kurangnya pemahaman masyarakat tentag gizi
keluarga dipengaruhi oleh faktor pendidikan masyarakat, di mana KK yang
tamatan SD memiliki persentase tertinggi, dengan persentase sebesar 41,7
% atau sebanyak 78 KK. Selain itu permasalah ini juga dipengarui oleh
aspek pelayanan kesehatan dari para petugas kesehatan.

5. Masalah Rumah Sehat


Rumah sehat merupakan salah satu permasalahan yang terjadi di
desa Bambarimi. Berdasarkan pendataan warga di peroleh hasil sebanyak
76,5 % masyarakat tidak mengetahui tentang arti dari rumah sehat. Hal ini
juga di buktikan dengan masih banyaknya KK dan anggota keluarga yang
merokok di dalam rumah yaitu sebanyak 59,4 %. Selain itu masih ada
masyarakat di desa Bambarimi yang belum memiliki jamban keluarga yaitu
sebanyak 44,4 % dan masih ada warga yag belum memiliki tempat sampah
di rumahnya yaitu sebanyak 51 KK atau 27,3 %. Disamping itu ternyata
masih ada rumah warga yang belum memiliki ventilasi yaitu sebanyak 23
KK atau 12,3 %. Namun di sisi lain masyarakat desa Bambarimi telah
memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk bercocok tanam, baik itu buah-
buahan, sayuran maupun tanaman obat keluarga.
Adapaun Planning of Action (POA) yang kami lakukan adalah
Intervensi nonfisik melalui program penyuluhan tentang Bahaya merokok,
dengan target 70% Kepala keluarga dan anggota keluarga yang merokok
mendapatkan penyuluhan. Kami mengambil target 70%, karena masyarakat
Bambarimi sebagian kecil tidak terlalu antusias mengikuti setiap
penyuluhan yang di adakan di desanya, selain itu sebagian besar
masyarakat pergi berkebun dan baru pulang sore hari, sehingga mereka

94
tidak sempat mengikuti setiap sosialisasi yang diadakan di desa
Bambarimi. Hal tersebutlah yang membuat kami memberikan nilai
indikator keberhasilan sebesar 50%, karena kami merasa kebiasaan atau
perilaku merokok merupakan salah satu faktor yang sangat susah untuk
diubah dan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Intervensi nonfisik melalui program penyuluhan tentang Jamban
kami memberi target 70% KK di desa Bambarimi yang tidak memiliki
jamban mendapatkan penyuluhan, nilai ini kami tentukan dengan alasan,
Masyarakat bambarimi hanya sebagian kecil saja yang belum memiliki
jamban, sehingga mereka buang air besarnya di sungai, padahal telah ada
sarana wc umum yang di kelola oleh PANSIMAS, dan menurut kami
masalah jamban akan lebih mudah untuk di atasi karena sarana wc umum
di desa telah ada hanya saja belum di aktifkan oleh masyarakat dan kami
memberi nilai indicator keberhasilannnya 60% dengan alasan perubahan
perilaku untuk buang air di wc akan berubah jika warga masyarakat desa
Bambarimi memanfaatkan WC umum yang telah ada, adapun WC
umumnya telah tersedia di dusun 1 dan dusun 2.
Intervensi Non fisik melalui program penyuluhan tentang Pentingnya
pemisahan sampah, adanya tempat sampah di rumah dan pembuatan
Lubang resapan biopori, kami memberi target 70% KK di desa Bambarimi
yang tidak memiliki tempat sampah dan lubang resapan biopori
mendapatkan penyuluhan. Nilai ini kami tentukan dengan alasan sebagian
besar masyarakat Bambarimi pada dasarnya mereka selalu membersihkan
rumah dan pekarangannya, hal ini terlihat dengan sudah berkurangnya
sampah yang berserakan di pekarangan maupun di rumah dan mereka
langsung membuang sampahnya di belakang rumah dan langsung di bakar.
Karena hal ini maka kami memberi nilai indicator keberhasilan sebesar
60% peserta penyuluhan meningkat pengetahuannya tentang pentingnya
melakukan pemisahan sampah, pengadaan tempat sampah di rumah dan
pentingnya lubang resapan biopori, nilai ini kami tentukan dengan alasan
rata-rata masyarakat telah memiliki pemahaman yang baik tentang

95
kebersihan rumah dan lingkungan sehingga akan lebih mudah di berikan
penyuluhan.
Intervensi non fisik tambahan yang kami lakukan adalah penyuluhan
tentang gizi keluarga dan rumah sehat, dimana berdasarkan hasil pendataan
terhadap warga, masih banyak warga yang belum memahami tentang gizi
keluarga dan pentingnya rumah sehat. Maka dari itu, di harapkan melalui
program penyuluhan ini masyarakat dapat mengaplikasikan konsep rumah
sehat dan gizi keluarga dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Adapun intervensi fisik yang kami lakukan adalah pengadaan papan
slogan yang berisi himbauan untuk tidak membuang sampah dan
membuang air besar di sungai, dimana kami menargetkan di buatnya 2
papan slogan untuk di tempatkan di pinggiran sungai desa Bambarimi.
Dengan di buatnya papan slogan ini di harapkan tidak ada lagi masyarakat
yang membuang sampah dan buang air di sungai lagi. Selain itu intervensi
fisik yang kami lakukan juga adalah mengaktifkan pemanfaatan wc umum
yang telah ada di desa Bambarimi tujuannya agar tidak ada lagi masyarakat
yang tidak memiliki jamban buang air di sungai melainkan di wc umum.
Adapun intervensi fisik tambahan yang kami lakukan adalah
program Binaan Keluarga. Adapun langkah awal yang kami lakukan dalam
pembinaan ini adalah memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang
pentingnya perilaku dan lingkungan yang sehat. Diharapkan melalui
penyuluhan ini, keluarga yang dibina dapat mengaplikasikan konsep sehat
untuk dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya.

96
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil data yang diperoleh ditarik kesimpulan bahwa:
1. Setelah pendataan yang dilakukan pada semua kepala keluarga di Desa
Bambarimi kemudian melakukan identifikasi masalah, maka ditemukan
beberapa masalah kesehatan di Desa Bambarimi, Kecamatan Banawa
Selatan, Kabupaten Donggala yang meliputi Masalah rokok (68,4%),
jamban keluarga (44,4%), sampah (27,3%), gizi seimbang (79,7%) dan
masalah rumah sehat (76,5%).
2. Lima masalah kesehatan yang menjadi prioritas utama yaitu masalah
jamban, rokok, sampah, gizi keluarga dan rumah sehat. Dimana
permasalahan tersebut kami ambil berdasarkan skala kebutuhan
masyarakat di desa Bambarimi yang di sepakati melalui hasil kesepakatan
bersama masyarakat pada saat kegiatan seminar akhir.
5.2 Saran
Adapun saran dalam laporan ini adalah:
1. Sebaiknya proses pendataan warga lebih dimaksimalkan lagi agar hasil
akhir pendataan yang didapatkan lebih akurat.
2. Sebaiknya kuesioner yang diberikan kepada mahasiswa lebih jelas dan
tidak terdapat pertanyaan yang berulang sehingga mahasiswa lebih mudah
dalam melakukan pendataan.

97
DAFTAR PUSTAKA

Alfa, Tahilia. 2012. Laporan Pbl 1 Posko Iv Desa Simabang Kecamatan


Simabang Kabupaten Maros. (http://alfatahiliah.blogspot.com / pengertian
- sehat.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul 22.52 WITA.
Alkasuba, Ahmad. 2014. Rokok. (http://ahmad Mukhlasin Alkasuba. blogspot.
com/2014/02/jangan dipercaya.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni
2014, pukul 22.59 WITA.
Amelia, Sri. 2014. Pedoman Gizi Seimbang (PGS). (http://gizi.depkes.go.id/pgs-
2014-2.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul 23.14 WITA.
Any. 2014. ASI Eksklusif. (http://anysws.blogspot.com/2014/04/makalah-asi-
eksklusif.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul 22.52
WITA.

Asmir, Hamzah. 2012. Pengertian Pendidikan Kesehatan. (http: // azmir hamsah


bloggers. blogspot. Com / 2012 /03 /makalah - pendidikan - kesehatan.
html). Diaksespada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul 23.01 WITA.
Hanita. 2011. Proses dan Metode Perencanaan Program Kesehatan Masyarakat.
(http://www.slideshare. Net/dryohanita/proses - dan - metode -perencanaan
- program - kesehatan - masyarakat. html). Diakses pada hari Kamis, 26
Juni 2014, pukul 23.23 WITA.
Hardianti, Rajab. 2013. Konsep Rumah Sehat. (http : // hardianti rajab. blogspot.
com/2013/04/06/konsep - rumah - sehat. html). Diakses pada hari Kamis,
26 Juni 2014, pukul 22.53 WITA.
Hidayah, Esty. 2013. Pentingnya Kolostrum. (http : // estyhidayah. blogspot.
Com /2013/04/ pentingnya - kolostrum_6.html) Diakses pada hari Kamis,
26 Juni 2014, pukul 23.01 WITA.
Innov, IPB. 2011. Lubang Resapan Biopori. (http : // biopori. innov. ipb. ac.
id/2011/10/12/lubang-resapan-biopori/.html). Diakses pada hari Kamis, 26
Juni 2014, pukul 22.45 WITA.
Midwifenur. 2014. Konsep Gizi Seimbang.
(http://midwifenur.blogspot.com/2014/02/makalah-konsep-gizi-seimbang-

98
gizi-kespro.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul 23.18
WITA.
Nuenugraha. 2011. Menganalisis. (http : // nuegomez. blogspot. com/ 2011-04-01-
archive.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul 23.03 WITA.
Safrizal. 2014. Makalah Sampah. (http:// safrizaldepp. blogspot. Com /2014/01/
makalah - sampah.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul
22.30 WITA.
Yulianto, Ahmad. 2011. Kepemilikan dan Akses Jamban di Desa. (http: //
ahmadezpara. blogspot. com/2011/08/kepemilikan – dan – akses – jamban
– di - desa.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul 22.57
WITA.
WHO. 1947. Pengertian Sehat. (http://alfatahiliah.blogspot.com/pengertian-
sehat.html). Diakses pada hari Kamis, 26 Juni 2014, pukul 22.52 WITA.

99

Anda mungkin juga menyukai