Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENGENALAN ALAT DAN BAHAN KIMIA

A. TUJUAN :
Memperkenalkan macam-macam peralatan yang sederhana dan bahan-
bahan yang sering digunakan di laboratorium kimia

B. DASAR TEORI

Praktikum di laboratorium merupakan sarana yang paling efektif untuk


melatih dan mengembangkan aspek kognitif dan aspek psikomotorik
mahasiswa, serta wajib bekerjasama antar mahasiswa. Melalui kegiatan
praktikun di laboratorium sangat membantu mahasiswa dalam memahami teori
yang telah diperoleh di perkuliahan.

Alat-alat gelas merupakan alat-alat yang paling penting dan sangat sering
digunakan pada saat praktikum di laboratorium,terutama pada praktikum kimia
yang bahan-bahan pada proses praktikum memiliki sifat yang beraneka ragam
dan beberapa diantaranya bahan yang bersifat korosif,toxik maupun mudah
terbakar.

Sebelum memasuki laboratorium dan melakukan praktikum sebaiknya


para praktikan terlebih dahulu mempelajari kegunaan dan fungsi dan cara
pakai dari alat yang akan digunakan untuk melakukan praktikum. Pereaksi
kimia yang berbentuk cairan atau padatan banyak yang digunakan untuk
percobaan kimia, termasuk farmasi. Pereaksi yang berbentuk larutan di bagi
menjadi larutan pereaksi, larutan volumetrik, larutan dapar dan larutan
kolorimetrik. Pada hakikatnya ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari bahan
dan perubahannya, ilmu kimia merupakan ilmu yang bersifat eksperimental.

Laboratorium kimia merupakan salah satu laboratorium yang memiliki


berbagai jenis peralatan mulai dari yang sederhana hingga yang modern. Alat-
alat yang sebagian besar ada dilaboratorium kimia adalah alat-alat yang
terbuat dari bahan gelas. Alat-alat tersebut antara lain adalah tabung reaksi,
pengaduk gelas, corong, pipa bengkok, gelas arloji, gelas ukur, gelas piala,
erlenmeyer, labu ukur, pipet, buret dan masih banyak yang lainya. Selain alat-
alat gelas, terdapat juga berbagai alat digital dan instrument, seperti pH meter,
timabangan digital, spektrofotometer UV-Vis, dll.
Selain alat-alat yang biasanya ada di laboratorium kimia, di laboratorium ini
juga harus meiliki ketersediaan bahan-bahan kimia. Bahan- bahan kimia ini
perlu dikenal secara baik sifat-sifatnya, manfaatnya dan bagaimana cara
menanganinya agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti
keracunan, luka bakar dll.
Bahan-bahan kimia seperti asam kuat dan basa kuat harus ditangani
dengan lebih hati-hati. Pada umumnya disetiap kemasan bahan (etiket) sudah
tertulis sifat-sifat dan cara menangani bahan tersebut.
Pemakaian bahan kimia akan sangat berpengaruh terhadap alat-alat yang
digunakan."etiap alat dirancang dengan bahan-bahan yang berbeda dengan
fungsinya masing - masing.Alat-alat tersebut ada yang tahan terhadap basa,
tahan terhadap kondisi asam, tahanterhadap panas, dan ada yang tahan
terhadap kondisi normal.Oleh sebab itu, penggunaan alatdan bahan kimia
sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian.
Penggunaan alat-alat dalam laboraturium diharapkan dalam keadaan
steril. Penggunaanalat-alat yang tidak steril dapat menyebabkan kegagalan
pada pratikum yang dilakukan. Pengenalan alat dan bahan ini penting
dilaksanakan karena dapatmengetahui dan memahami serta menguasai jenis-
jenis alat dan bahan, nama masing-masingalat dan bahan dan fungsi masing-
masing alat dan bahan yang baik dan benar. Selain itu praktikan harus tahu
cara menggunakan alat-alat laboratorium dengan teknik dan prosedur yang
benar. Dibutuhkan pemahaman yang baik tentang prinsip kerja alat,standar
operasional prosedur peralatan, juga fungsi dari peralatan laboratorium.

C. PROSEDUR KERJA
Setiap kelompok melakukan pengamatan dan menggambar alat-alat
sederhana dan bahan-bahan yang sudah disediakan pada tiap-tipa meja
praktikum dan mencatat hal-hal yang diperlukan pada hasil pengamatan.
D. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan acara alat


No Nama Alat Gambar Alat Keterangan*
*kolom keterangan berisi fungsi alat dan cara penggunaan alat

Hasil pengamatan acara bahan


No Nama Bahan Rumus Molekul Bentuk/ warna Sifat-sifat
BAB II

PENENTUAN MASSA ATOM RELATIF Mg

A. TUJUAN
Menentukan massa atom relatif (Ar) logam magnesium (Mg)

B. DASAR TEORI
Massa atom relatif suatu unsur adalah massa rata-rata atom tersebut
12
menurut komposisi isotop, relatif terhadap massa satu atom C yang ditetapkan
dengan tepat 12.
Ada beberapa cara menentukan massa atom suatu unsur, yaitu:
 Penentuan dengan teliti massa zat-zat yang bereaksi.
 Penentuan dengan teliti kerapatan gas.
 Cara spektrometri massa.
Penentuan massa atom yang paling baik adalah cara spektrometri massa.
Dalam percobaan ini, secara kasar akan ditentukan massa atom Mg, jika diketahui
massa atom oksigen = 16 sma.
Penentuan ini berdasarkan reaksi:
Mg + ¼O2 MgO
selain itu, Mg akan bereaksi dengan N2 di udara sesuai reaksi:
3 Mg + N2  Mg3N2
Mg3N2 dapat bereaksi dengan air membentuk Mg(OH)2 dan amonia;
Mg3N2 + 6 H2O  3 Mg(OH)2 + 2 NH3
Selanjutnya dengan pemijaran akan terjadi reaksi:
Mg(OH)2  MgO + H2O
Menurut Dalton, massa atom adalah sifat utama unsur yang membedakan
satu unsur dengan yang lainnya. Karena atom sangat ringan, maka tidak dapat
digunakan satuan gram dan kilogram untuk massa atom dan harus dicari massa
atom sebagai standar. Perbandingan massa atom dengan satu macam atom
standar disebut massa atom relatif. Pada mulanya digunakan hidrogen, dipilih
sebagai standar karena merupakan atom yang ringan . Kemudian diganti dengan
oksigen , karena dapat bersenyawa hampir dengan semua unsur. Salah satu
syarat massa standar adalah stabil dan murni, tetapi karena oksigen terdapat
dalam 3 isotop 0-16, 0-17, 0-18, akhirnya pada tahun 1960 ditetapkan C-12
sebagai standar dan C-12 ditetapkan mempunyai massa 12 sma, dengan 1 sma =
1,66 x 10-24 gram dan massa atom relatif tidak memiliki satuan. Massa atom
relatif sangat penting dalam ilmu kimia untuk mengetahui sifat unsur dan senyawa.
Ada 3 cara penentuan massa atom relatif , yaitu dengan hukum Dulong dan Petit,
analisis Cannizzaro, dan Spektroskopi massa.
Atom adalah partikel sangat kecil dan mempunyai beberapa pertikel sub atom
yang disebut proton, neutron dan elektron. Proton dan neutron merupakan bagian
yang paling rapat, terletak ditengah atom disebut inti. Elektron merupakan partikel
yang sangat kecil dan ringan diluar inti. Ruangan tempat kedudukam elektron
disekitar ini dinamakan awan elektron.
Massa sebuah atom bergantung pada jumlah elektron, proton, dan neutron
yang dimilikinya. Atom adalah partikel yang sangat kecil, sehingga kita tidak dapat
menimbang massa sebuah atom tunggal. Akan tetapi, kita dapat menentukan
massa suatu atom dengan membandingkannya terhadap atom lain. Dengan
demikian, dibutuhkan suatu unsur yang dapat dijadikan sebagai standar
pembanding.
Massa atom relative dengan lambang Ar adalah istilah modern sebagai
pengganti istilah berat atom. Pada permulaan abad ke-19 hidrogen digunakan
sebagai unsur standard. Dalton menekankan bahwa massa atom adalah sifat yang
paling utama suatu unsur. Hydrogen adalah unsur yang mempunyai nomor atom
yang paling ringan dan massanya ditentukan sebagai suatu satuan. Demikian pula
valensi adalah kemampuan bersenyawa suatu unsur dan hydrogen digunakan
sebagai jumlah dasar skala
Massa atom relatif sangat penting dan menjadi prinsip yang paling mendasar
dalam perhitungan kimia. Pengertian massa atom relative (Ar) didalam ilmu kimia
tidak dimaksudkan sebagai berat sesungguhnya dari sebuah atom, sebab atom
dan molekul mempunyai massa yang sangat kecil. Dengan mengetahui massa
atom relatif (Ar) unsur-unsur penyusun senyawa, kita dapat menentukan massa
molekul relatif (Mr) senyawa tersebut. Massa molar senyawa (dalam satuan gram)
sama dengan massa molekul relatifnya (dalam satuan amu). Sebagai contoh,
massa molekul relatif air sebesar 18,016 sma. Dengan demikian, massa molar air
adalah 18,016 gram. Hal ini berarti, massa satu mol molekul air adalah sebesar
18,016 gram dan terdapat 6,022 x 1023 molekul air. Bila kita memiliki 54,048 gram
air, maka akan setara dengan 54,048 gram / 18,016 (gram/mol) atau 3 mol molekul
air. Jumlah molekul yang dimiliki oleh 3 mol molekul air adalah 3 x 6,022 x 1023
molekul air

C. PROSEDUR KERJA
 Timbang krus kosong sampai ketelitian ± 1 miligram
 Timbang logam Mg, dan masukkan ke dalam krus.
 Panaskan krus dengan isinya di atas api pembakaran dengan
menggunakan segitiga penahan krus.
 Setelah logam Mg menjadi putih, dinginkan krus dan beri beberapa tetes
air (periksa dengan kertas lakmus gas/ uap yang keluar)
 Pijarkan krus, dinginkan dan timbang.
 Hitung massa atom realtif Mg

D. PERHITUNGAN:
Andaikan berat Mg yang dibakar a gram dan berat MgO adalah b gram, massa
atom relatif Mg adalah:
BAB III
PEMBUATAN DAN PENGENCERAN LARUTAN

A. TUJUAN
Untuk mempelajari dan melatih cara-cara pembuatan dan pengenceran
larutan dengan konsentrasi tertentu.

B. DASAR TEORI
Larutan merupakan campuran homogen dari zat terlarut ("Solute") dengan
pelarut (Solvent). Zat terlarut dapat berupa padat cair, dan gas sedangkan
pelarutnya biasanya berupa zat cair. Banyaknya zat terlarut pada pelarutnya
sering dinyatakan dengan konsentrasi. Berbagai satuan atau unit konsentrasi yang
umum dikenal diKimia antara lain % berat, % volume, Molaritas (M), molalitas (m),
Normalitas (N), dll.
Hampir semua proses kimia berlangsung dalam larutan sehingga penting
untuk memahami sifat-sifatnya. Larutan adalah sesuatu yang penting bagi
manusia dan makhluk hidup pada umumnya. Reaksi-reaksi kimia biasanya
berlangsung antara dua campuran zat, bukan antara zat murni. Banyak reaksi
kimia yang dikenal, baik di laboratorium atau di industri terjadi di dalam larutan.
Larutan gas dibuat dengan mencampurkan suatu gas dengan gas lainnya.
Karena semua gas bercampur dalam semua perbandingan, maka setiap
campuran gas adalah homogen merupakan larutan.
Larutan cairan dibuat dengan melarutkan gas, cairan atau padatan dalam
suatu cairan. Jika sebagian cairan adalah air, maka larutan disebut larutan berair.
Larutan padatan adalah padatan-padatan dimana satu komponen terdistribusi tak
beraturan pada atom atau molekul dari komponen lainnya
Larutan terdiri atas zat yang dilarutkan (zat terlarut) yang disebut solute
dan pelarut yang dinamakan solvent. Solvent atau pelarut merupakan senyawa
dalam jumlah yang lebih besar sedangkan senyawa dalam jumlah yang lebih
sedikit disebut solute atau zat terlarut
Berikut beberapa definisi/ pengertian dari istilah - istilah yang sering
digunakan diantaranya :
 Pereaksi adalah suatu zat yang digunakan sebagai unsur pokok dari
larutan.
 Indikator adalah pereaksi yang digunakan untuk menyatakan titik akhir
suatu reaksi kimia, untuk mengukur kadar ion hidrogen (pH) atau untuk
menyatakan bahwa perubahan pH sudah terjadi.
 Larutan penyangga, larutan dapar, atau buffer adalah larutan yang
digunakan untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak
berubah selama reaksi kimia berlangsung. Sifat yang khas dari larutan
penyangga ini adalah pH-nya hanya berubah sedikit dengan pemberian
sedikit asam kuat atau basa kuat. Larutan penyangga tersusun dari asam
lemah dengan basa konjugatnya atau oleh basa lemah dengan asam
konjugatnya. Reaksi di antara kedua komponen penyusun ini disebut
sebagai reaksi asam-basa konjugasi.
 Larutan Kolorimetrik / colorimtri adalah larutan yang digunakan dalam
pembuatan baku kolorimetri untuk perbandingan.
 Larutan Pereaksi adalah larutan dari pereaksi dalam pelarut dan kadar
tertentu yang sesuai dengan penggunaan tertentu.
 Larutan Volumetrik juga dikenal sebagai larutan baku, adalah larutan
suatu pereaksi dengan kadar yang diketahui dan dibakukan untuk
digunakan terutama pada penetapan kuantitatif. Kadar biasanya
dinyatakan dalam normalitas.
 Air bebas karbon dioksida adalah air murni yang telah dididihkan kuat-kuat
selama 5 menit atau lebih dan di diamkan sampai dingin dan tidak boleh
menyerap karbon dioksida dari udara.
Pereaksi atau sering disebut juga reagensia (inggris : reagent) adalah
suatu zat yang berperan dalam suatu reaksi kimia atau diterapkan untuk tujuan
analisis. Istilah reagen juga digunakan untuk menunjuk pada zat kimia dengan
kemurnian yang cukup untuk sebuah analisis atau percobaan. Sebagai contoh,
sebuah reagen air tidak boleh mengandung banyak ketidakmurnian seperti ion
natrium, klorida, atau bakteri, dan juga memiliki tahanan listrik yang tinggi.
Pereaksi digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu :
a) Pereaksi padat, adalah pereaksi yang berbentuk padatan atau serbuk.
Contoh: Calcium Carbonate,
b) Pereaksi cair, adalah pereaksi yang berbentuk cairan, baik encer maupun
kental. Contoh : Hydrochloric Acid
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya
secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas)
atau M (molaritas). Senyawa yang digunakan untuk membuat larutan baku
dinamakan senyawa baku.
Senyawa baku dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk
membakukan larutan standar dan untuk membuat larutan baku yang
konsentrasi larutannya dapat dihitung dari hasil penimbangan
senyawanya dan volume larutan yang dibuat.
Contohnya : H₂C₂O₄ . 2H₂O, Asam Benzoat (C₆H₅COOH), Na₂CO₃,
K₂Cr₂O₇, As₂O₃, KBrO₃, KIO₃, NaCl, dll.
Syarat-syarat baku primer :
- Diketahui dengan pasti rumus molekulnya
- Mudah didapat dalam keadaan murni dan mudah dimurnikan
- Stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO₂, cahaya dan uap air
- Mempunyai Mr yang tinggi
b) Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku
primer kareana sifatnya yang tidak stabil, dan kemudian digunakan untuk
membakukan larutan standar.
Contoh : larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.

Pembuatan larutan dan pengenceran adalah salah satu kegiatan dasar yang
dilakukan dilaboratorium. Kegiatan ini termasuk kegiatan yang hampir selalu
dilakukan di dalam laboratorium. Untuk menyatakan kepekaaan atau konsentrasi
suatu larutan dapat di lakukan berbagai cara tergantung pada tujuan
penggunaannya.
Satuan yang digunakan untuk menentukan kepekaan larutan adalah
molaritas, normalitas, persen berat, persen volume, atau sebagainya. Untuk
memperkecil konsentrasi suatu larutan maka dilakukan pengenceran, dengan cara
menambahkan pelarut. Selain itu melalui praktikum ini mahasiswa juga
diperkenalkan dengan berbagai macam jenis zat larutan dan pelarut, serta tingkat
bahaya dari masing masing larutan.
Mempelajari mengenai pembuatan dan pengenceran larutan sangat
penting bagi mahasiswa sebab pembuatan dan pengenceran larutan merupakan
hal yang paling dasar dalam praktikum Aplikasi Teknologi Laboratorium, juga pada
kenyataannya tidak semua mahasiwa mampu serta menguasai cara untuk
membuat suatu lalrutan dan cara melakukan pengenceran yang baik.
Berdasarkan hal di atas maka dilakukan praktikum mengenai pembuatan larutan
dan pengenceran agar praktikan mengerti cara membuat suatu larutan dan
mengencerkan larutan.
Satuan konsentrasi Molaritas (M) sangat sering digunakan untuk
menyatakan banyaknya zat terlarut. Molaritas adalah banvaknva mol terlarut yang
terdapat dalam 1 L larutan. 1 M NaOH artinva 1 mol NaOH atau 1 x 40 gr NaOH
vang dilarutkan dengan 1 L air. Di laboratorium tidak selamanva kita memerlukan
1 L larutan, tapi mungkin lebih kecil dari 1 L misalnya 100 ml, 50ml, 10m dll,
sehingga kalau kita membuat 1 L maka banyak yang tidak terpakai. Pembuatan
larutan dengan konsentrasi tertentu usahakan selalu menggunakan labu ukur yang
sesuai dengan volume larutan yang dibutuhkan misalrrya kalau ingin membuat 100
ml 1M NaOH maka pakailah labu ukur 100 ml.

C. BAHAN DAN ALAT


a. Alat :
 Timbangan analitik
 Sendok
 Gelas arloji
 Labu ukur 100 ml
 Pipet tetes
 Gelas kimia
b. Bahan :
 NaOH Pellet
 NaCl
 Aquades
 Kertas saring

D. PROSEDUR KERJA
 Tiap kelompok membuat dua konsentrasi dari dua jenis senyawa, seperti
pada tabel berikut:
Konsentrasi
Kelompok Vol. Larutan (mL)
NaCl (%) NaOH (M)

I 0,5 0,75 100


II 1 0,5 100

III 1,5 0,25 100

IV 2 0,2 100

V 2,5 0,15 100

VI 3 0,1 100

 Masing-masing kelompok harus menghitung berapa massa (gram)


senyawa yang harus ditimbang kemudian dilarutkan ke dalam labu takar
100 ml.
 Timbanglah sejumlah zat yang telah dihitung.
 Larutkan dalam labu takar 100 mL sejumlah zat vang telah ditimbang
tersebut.

Tabel pengamatan
Tiap kelompok mencatat juga hasil dari kelompok lain berupa berapa massa zat
yang ditimbang.
Massa NaCl Massa NaOH
Kelompok % NaCl M NaOH
(gram) (gram)

II

III

IV

VI
E. Pengenceran larutan
Larutan dengan konsentrasi rendah dapat dibuat dari larutan dengan
konsentrasi lebih tinggi dengan cara pengenceran. Rumus pengenceran adalah
sebagai berikut:

V1 x M1 = V2 x M2

Keterangan:
V1 = volume larutan awal sebelum pengenceran
M1 = konsentrasi larutan awal sebelum pengenceran
V2 = volume larutan setelah pengenceran
M2 = konsentrasi larutan setelah pengenceran

F. PROSEDUR KERJA PENGENCERAN LARUTAN


 Masing-masing kelompok membuat larutan NaOH 0,1 M dari larutan
NaOH 0,75M dengan volume akhir larutan 100 ml.
 Masing-masing kelompok membuat larutan NaOH 0,1 M dari larutan
NaOH 0,5M dengan volume akhir larutan 100 ml.
BAB IV
REAKSI KIMIA DAN VARIASI KONTINU

A. TUJUAN
- Untuk mengenal berbagai reaksi kimia
- Untuk menentukan stoikiometri reaksi
B. DASAR TEORI
Reaksi kimia adalah suatu proses reaksi antar senyawa kimia yang
mengakibatkan perubahan struktur dan molekul. Dalam suatu reaksi terjadi proses
ikatan dimana senyawa pereaksi bereaksi menghasikan senyawa baru (produk).
Dalam kimia reaksi itu merupakan salah satu cara untuk mengetahui sifat-sifat
kimia, kemudian dicatat sebagai data kuantitatif. Adapun beberapa tujuan yang
dilakukan dalam percobaan kali ini salah satunya yaitu, dapat mengamati tanda-
tanda terjadinya reaksi. Reaksi-reaksi kimia dapat dilihat dari adanya perubahan.
Perubahan tersebut diantarnya yaitu, terjadinya perubahan warna, perubahan
wujud, timbulnya gas, adanya endapan, dan perubahan suhu.
Perubahan reaksi kimia sangat penting karena merupakan kemampuan
dasar untuk praktikum-praktikum selanjutnya. Serta kita dapat mempelajari jenis
reaksi kimia diantaranya yaitu, reaksi penggabungan, reaksi penguraian, reaksi
penggantian, reaksi penggantian rangkap dan reaksi netralisasi. Pada percobaan
kali ini, kita dapat mengamati terjadi nya reaksi ari senyawa dengan cara
mereksikan dua buah zat atau lebih yang dibuktikan dengan adanya perubahan
baik perubahan warna, bau, suhu, timbulnya gas dan endapan. Dan dapat
menuliskan persamaan reaksi dengan cara mereaksikannya.
Ilmu kimia adalah ilmu yang berlandaskan pada eksperimen. Reaksi kimia
merupakan salah satu cara untuk mengetahui sifat-sifat kimia dan suatu atau
berbagai zat. Sifat kimia ditandai dengan perubahan dalam warna, bau, wujud zat
adil.
Variasi kontinyu adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari kuantitatif dari
komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksi kimia. Variasi kontinyu merupakan
metode untuk mempermudah kita mempelajari stoikiometri sistem (chang, 2004).
Cara ini dilakukan dengan mengamati sederetan reaksi yang kuantitas molar
pereaksinya diubah-ubah (bervariasi), akan tetapi kuantitas molar totalnya sama.
Salah satu sifat fisika dipilih untuk diperiksa, seperti misalnya massa, volume, suhu
atau daya serap. Oleh karena kuantitas pereaksinya berlainan, perubahan harga
sifat fisika dari sistem dapat digunakan untuk meramalkan stoikiometri sistem. Jika
dialurkan grafik sifat fisika yang diamati (diukur) terhadap kuantitas pereaksinya,
maka akan diperoleh suatu titik maksimum atau minimum yang sesuai dengan titik
stoikiometrinya, yaitu yang menyatakan perbandingan pereaksi-pereaksi dalam
senyawa.
Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan antara
perubahan senyawa. Ikatan kimia terbentuk dari reaktan-reaktan (zat yabg
berreaksi) pecah dan beberapa ikatan berupa molekul hasil-hasil reaksi. Hasil-
hasil reaksiitu biasanya memiliki sifat yang berbeda dengan reaktannya. Tidak
seperti reaksi fisika, missal mencampur pasir dan air, dalam reaksi kimia sering
sulit membalik suatu perubahan kimia untuk memperoleh zat-zat asliya kembali.
Pemecahan ikatan kimia menyerap energi, sedangkan pembentukan
energy melapaskan energy. Jika produksi itu melepaskan energy yang lebih
banyak daripada yng dibutuhkan untuk memecah ikatan-ikatan lamannya, energy
sering di keluaran dalam reaksi itu, biasanya berupa panas dan cahaya. Jika
produksi ikatan baru itu melepas lebih sedikit energy, reaksi itu perlu menyerap
sedikit energy. Jika reaktan-reaktannya mempunyai bnayak energy daripada
hasilnya, energy harus diambil selama reaksi itu. reaksi kimia yang menyerap
energy disebut endotermik. Energy yang diserap berupa energy panas dari
ligkungan sekitar.
Gejala-gejala adanya perubahan kimia adalah:
1. Terjadinya endapan
2. Terbentuk gelembung-gelembung air
3. Terjadi perubahan suhu
4. Terjadi perubahan warna
Contoh perubahan kimia yang sering kita amati dalam kehidupan sehari-
hari adalah pembakaraan kayu. Reaksi pembakaran kayu mengeluarkan energy
dalam bentuk panas. Ketika terbakar, suatu zat bercampur dengan oksigen untuk
membuat suatu yang di sebut senyawa oksida. Kebanyakan bahan bakar, seperti
kayu mengandung oksigen dan karbon. Hydrogen terbakar untuk menghasilkan
air (dalam uap atau pun gas),dan karbon terbakar untuk membentuk gas karbon
dioksida. Ketika peristiwa kayu dibakar menjadi arang, kayu yang semula
berwarna coklat berubah menjadi hitam. Jadi, perubahan kimia adalah perubahan
materi baru yang menghasilakan materi baru.
Sebagai contoh adalah reaksi AgNO3 dan K2CrO4. Pada reaksi ini akan
terbentuk endapan Ag2 CrO4, sifat ini digunakan untuk menentukan stoikiometri
reaksinya. Massa endapan tergantung pada kuantitas molar. pereaksinya, maka
pada percobaannya, konsentrasi pereaksi-pereaksi dibuat sehingga pada setiap
percobaan jumlah mol pereaksi (mol total) sama. Endapan yang terbentuk untuk
tiap kuantitas pereaksi disaring, dikeringkan dan ditimbang, kemudian dibuat alur
antara massa endapan dengan perbandingan molar pereaksi.

Gambar 4.1 Aluran massa endapan terhadap kuantitas molar

Titik puncak gambar di atas menunjukkan perbandingan 8:4, maka reaksi


antara AgNO3 dan K2CrO4 dapat ditulis:
2 Ag+(aq) + CrO42-(aq)  AgCrO4 (s)

C. PROSEDUR KERJA
1) Reaksi kimia
a. Ke dalam 2 tabung reaksi, masukkan masing-masing dengan tepat 1 mL
larutan HCl 0,05M dan larutan CH3COOH 0,05M. tambahkan masing-
masing 3. tetes larutan indikator. Amati warna larutan-larutan tersebut.
b. Ke dalam 2 tabung reaksi lain masukkan larutan NaOH O,05M masing-
masing 1 mL. Tambahkan pada keduanya 1 tetes larutan indikator.
c. Campukan kedua asarn (tabung a) dengan basa (tabung b). Amati
perubahan yang terjadi.
d. Masukkan ke dalam 2 tabung reaksi masing-masing 1 mL larutan kalium
kromat, K2CrO4 0,1M. Kedalam tabung pertama tambahkan larutan HCI
1M. Kocok dan amati. Kedalam tabung lainnya tambahkan larutan NaOH
1M. Simpanlah larutan dan bandingkan dengan percobaan e.
e. Masukkan ke dalam 2 tabung reaksi masing-masing 1 mL larutan kalium
dikromat, K2Cr2O7 1M. perlakukan seperti percobaan d di atas.
Bandingkan larutan d dan e.
f. Masukkan 1 mL larutan Al2(SO4)3 0,1M ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan tetes demi tetes larutan NaOH 1 M dan perhatikan apa yang
terjadi.
g. Masukkan 1 mL larutan Al2(SO4)3 0, 1M ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan 5 tetes NH4OH 1M. Tambahkan lagi tetes demi tetes NH4OH
1M dan amati. Bandingkan dengan larutan pada percobaan f.
h. Ikuti petunjuk f dan g di atas tetapi gantilah Al2(SO4)3 dengan larutan
ZnSO4 0,1M.
i. Campurkan 1 mL larutan Pb(N03)2 0,05M dengan 1 mL larutan NaCI 0,1
M. amati apa yang terjadi. Panaskan campuran tersebut sambil dikocok.
Catat pengamatan anda. Campuran didinginkan, amati.
j. Ke dalam 1 mL larutan NaCl 0,05M tambahkan 10 tetes larutan AgNO3 0,
1M. Catat pengamatan anda.
k. Ke dalam 1 rnL BaCl2 0,1M tambahkan 1 mL larutan K2CrO4 0,1M, amati.
l. Ke dalam 1 mL BaCI2 0,1M tambahkan 1 mL larutan K2Cr2O7 0,1M. Amati.
Percobaan k dan 1 jangan dibuang karena dibandingkan dengan
percobaan m.
m. Ke dalam 1 mL BaCl2 0,1M tambahkan 1 mL larutan HCl 1M dan 1 mL
larutan K2Cr2O7 0,1M. Bandingkan dengan percobaan k dan 1 di atas.
n. Masukkan ± 1 gram serbuk CaCO3 kedalam tabung reaksi bersaluran.
Tambahkan larutan HC1. Gas yang terjadi alirkan kedalam tabung lain
yang berisi Ba(OH)2, amati.
o. Campurkan ke dalam tabung reaksi 1 mL air kior dan I mL larutan KI
0,05M. amati warna larutan. Tambahkan 1 mL CHCI3/CCl4 lain dikocok.
Amati warna kedua lapisan larutan.
p. Ke dalam campuran 1 mL asam oksalat H2C2O4 0,1 M dan 2 tetes H2SO4
2M, teteskan larutan KMnO4 0,05M (tetes demi tetes) sambil dikocok.
Teteskan terus larutan KMnO4 sampai warnanya tidak hilang lagi.
q. Ke dalam campuran 1 mL larutan besi (II) 0,1M dan 2 tetes H2SO4 2M
teteskan larutan KMnO4 0,05M (tetes demi tetes) sambil dikocok.
Bandingkan laju hilangnya wama KMnO4 pada percobaan p dan q.
r. Tambahkan sedikit demi sedikit larutan NaOH 1M kedalam 1 mL larutan
CuSO4 0,05 M. Tambahkan lagi NaOH sampai berlebih, amati.
s. Ulangi pekerjaan pada percobaan r, tetapi gantilah larutan NaOH dengan
larutan NH3(aq) 1M. bandingkan hasilnya dengan percobaan r.
t. Campurkan larutan besi (III) 0,1M dengan 2 mL larutan KSCN 0,1M.
Bagilah menjadi 2 bagian (kedalam 2 tabung reaksi). Tambahkan Na3PO4
kedalam salah satu tabung, bandingkan warna kedua larutan.

2) Variasi Kontinu
a. Stoikiometri sistem CuSO4 — NaOH
Gunakan larutan CuSO4 1M dan NaOH 2M. masukkan 40 mL NaOH ke
dalam gelas kimia dan catat suhunya. Sementara diaduk tambahkan 10 mL
larutan CuSO4 yang diketahui suhu awalnya, ukur temperatur campuran
(usahakan suhu awal CuSO4 sam dengan NaOH di dalam gelas kimia). Ulangi
percobaan dengan menggunakan 20 mL NaOH dan 30 mL CuSO4, 10 mL
NaOH dan 40 mL CuSO4 dan terakhir 30 mL NaOH dan 20 mL CuSO4.

Sebaiknya data percobaan disusun seperti table berikut :


NaOH, mL CuSO4, mL TM TA ∆T

40 10

20 30

10 40

30 20
b. Stoikiometri Asam- Basa
Ke dalam 5 buah gelas piala masukkan berturut-turut 5, 10, 15, 20, 25
mL larutan NaOH 1M dan ke dalam 5 buah gelas piala yang lain masukkan
berturut-turut 5, 10, 15, 20, 25 mL larutan HCl 1M. Ukur suhu awal masing-
masing larutan dan ambil rata-ratanya.
Campurkan kedua larutan tersebut sesui table berikut:
NaOH, mL CuSO4, mL TM TA ∆T

0 30

5 25

10 20

15 15

20 10

25 5

30 0

Alurkan harga ∆T (sumbu Y) terhadap Volume asam — basa (sumbu x)


dan tentukan stoikiometri dari reaksi tersebut.
BAB V
STOIKIOMETRI REAKSI KIMIA

A. TUJUAN
Menentukan koefisien reaksi berdasarkan pembentukan endapan
dan perubahan temperatur

B. DASAR TEORI
Dalam ilmu kimia, stoikiometri (kadang disebut stoikiometri reaksi
untuk membedakannya dari stoikiometri komposisi) adalah ilmu yang
mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk
dalam reaksi kimia (persamaan kimia). Kata ini berasal dari bahasa Yunani
stoikheion (elemen) dan metriā (ukuran).
Ilmu kimia adalah ilmu yang dikembangkan berdasarkan
eksperimen melalui pendekatan ilmiah. Ilmu kimia mempelajari perubahan
zat baik secara fisik maupun secara kimia. Perubahan yang menghasilkan
zat baru yang jenis dan sifatnya berbeda dari zat pembentuknya disebut
sebagai perubahan kimiaatau reaksi kimia. Perubahan kimia ini dapat
diamati dari terbentuknya hasil reaksi seperti timbulnya gas, endapan,
terjadinya perubahan warna dan perubahan kalor.
Stoikiometri didasarkan pada hukum-hukum dasar kimia, yaitu
hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, dan hukum
perbandingan berganda. Aspek kuantitatif perubahan kimia, yakni
stoikiometri reaksi kimia, tidak mendapat banyak perhatian. Bahkan saat
perhatian telah diberikan, teknik dan alat percobaan tidak menghasilkan
hasil yang benar.
Salah satu contoh melibatkan teori flogiston. Flogistonis mencoba
menjelaskan fenomena pembakaran dengan istilah “zat dapat terbakar”.
Menurut para flogitonis, pembakaran adalah pelepasan zat dapat terbakar
(dari zat yang terbakar). Zat ini yang kemudian disebut ”flogiston”.
Berdasarkan teori ini, mereka mendefinisikan pembakaran sebagai
pelepasan flogiston dari zat terbakar. Perubahan massa kayu bila terbakar
cocok dengan baik dengan teori ini. Namun, perubahan massa logam
ketika dikalsinasi tidak cocok dengan teori ini. Walaupun demikian
flogistonis menerima bahwa kedua proses tersebut pada dasarnya identik.
Peningkatan massa logam terkalsinasi adalah merupakan fakta.
Flogistonis berusaha menjelaskan anomali ini dengan menyatakan bahwa
flogiston bermassa negatif.
Filsuf dari Flanders Jan Baptista van Helmont (1579-1644)
melakukan percobaan “willow” yang terkenal. Ia menumbuhkan bibit willow
setelah mengukur massa pot bunga dan tanahnya. Karena tidak ada
perubahan massa pot bunga dan tanah saat benihnya tumbuh, ia
menganggap bahwa massa yang didapatkan hanya karena air yang masuk
ke bijih. Ia menyimpulkan bahwa “akar semua materi adalah air”.
Berdasarkan pandangan saat ini, hipotesis dan percobaannya jauh dari
sempurna, tetapi teorinya adalah contoh yang baik dari sikap aspek kimia
kuantitatif yang sedang tumbuh. Helmont mengenali pentingnya
stoikiometri, dan jelas mendahului zamannya.
Di akhir abad 18, kimiawan Jerman Jeremias Benjamin Richter
(1762-1807) menemukan konsep ekuivalen (dalam istilah kimia modern
ekuivalen kimia) dengan pengamatan teliti reaksi asam/basa, yakni
hubungan kuantitatif antara asam dan basa dalam reaksi netralisasi.
Ekuivalen Richter, atau yang sekarang disebut ekuivalen kimia,
mengindikasikan sejumlah tertentu materi dalam reaksi. Satu ekuivalen
dalam netralisasi berkaitan dengan hubungan antara sejumlah asam dan
sejumlah basa untuk mentralkannya. Pengetahuan yang tepat tentang
ekuivalen sangat penting untuk menghasilkan sabun dan serbuk mesiu
yang baik. Jadi, pengetahuan seperti ini sangat penting secara praktis.
Pada saat yang sama Lavoisier menetapkan hukum kekekalan
massa, dan memberikan dasar konsep ekuivalen dengan percobaannya
yang akurat dan kreatif. Jadi, stoikiometri yang menangani aspek kuantitatif
reaksi kimia menjadi metodologi dasar kimia. Semua hukum fundamental
kimia, dari hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap sampai
hukum reaksi gas semua didasarkan stoikiometri. Hukum-hukum
fundamental ini merupakan dasar teori atom, dan secara konsisten
dijelaskan dengan teori atom. Namun, menarik untuk dicatat bahwa,
konsep ekuivalen digunakan sebelum teori atom dikenalkan.
Untuk memudahkan dalam merancang suatu eksperimen, maka
perlu menuliskan persamaan reaksi kimia. Dalam suatu reaksi kimia, untuk
menunjukkan bahwa reaksi setara dapat diungkapkan dengan koefisien
reaksi. Koefisien reaksi merupakan konversi yang menunjukkan jumlah
atom atau molekulyang terlibat dalam reaksi atau menyatakan pula jumlah
mol suatu senyawa yang bereaksi. Contohnya adalah reaksi antara gas
nitrogen dengan gas hydrogen akan membentuk gas amonia, sesuai
dengan persamaan berikut :
N2 (g) + 3 H2 (g)  2 NH3 (g)
Persamaan ini menunjukkan bahwa 1 molekul gas nitrogen bereaksi
dengan 3 molekul gas hydrogen membentuk 2 molekul gas ammonia. Atau
jika dikonversi dalam bentuk mol akan menjadi 1 mol gas nitrogen bereaksi
dengan 3 mol gas hydrogen membentuk 2 mol gas ammonia. Angka 1, 3
dan 2 adalah koefisien reaksi sebagai faktor konversi.
Secara laboratorium, untuk mengetahui koefisien dalam
persamaan kimia diperlukan sederetan data hasil percobaan. Salah satu
cara sederhana untuk menentukan koefisien reaksi adalah dengan
menggunakan metode variasi kontinu. Prinsip dasar yang digunakan
adalah dalam sederetan percobaan yang dilakukan, jumlah molar total
campuran pereaksi dibuat tetap sedangkan jumlah molar masing-masing
dibuat berubah secara teratur (dibuat secara beraturan dan kontinu).
Perubahan yang terjadi akibat adanya reaksi antara campuran
pereaksi seperti massa, volume dan suhu dialurkan terhadap jumlah molar
masing-masing pereaksi dalam suatu grafik, sehingga diperolehtitik
optimum. Titik optimum yang terbentuk menyatakan perbandingan
koefisien dari masing-masing pereaksi.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
 Gelas beaker 50 ml
 Mistar
 Termometer
2. Bahan
 NaOH 0,1 M
 NaOH 1,0 M
 CuSO4 0,1 M
 HCl 1,0 M
D. PROSEDUR KERJA
1. Sediakan dua buah gelas beaker 50 ml. Masukkan 5 ml NaOH 0,1 M
kedalam gelas beaker yang pertama dan 25 ml CuSO4 0,1 M kedalam
gelas beaker yang kedua. Campurkan kedua larutan tersebut
kemudian dikocok.
2. Biarkan larutan tersebut agar endapan yang terbentuk berada didasar
gelas beaker
3. Ukur tinggi endapan yang terbentuk menggunakan mistar (gunakan
satuan milimeter)
4. Ukur suhunya dengan menggunakan termometer
5. Lakukan cara yang sama seperti langkah 1 – 3 untuk percobaan
berikutnya dengan mengubah volume pereaksi masing – masing tetapi
volume total tetap 30 ml, yaitu :
a. 10 ml NaOH 0,1 M dan 20 ml CuSO4 0,1 M
b. 15 ml NaOH 0,1 M dan 15 ml CuSO4 0,1 M
c. 20 ml NaOH 0,1 M dan 10 ml CuSO4 0,1 M
d. 25 ml NaOH 0,1 M dan 5 ml CuSO4 0,1 M
6. Buat grafik yang menyatakan hubungan antara tinggi endapan (sumbu
y) dan volume larutan (sumbu x), sehingga diperoleh titik optimum
kurva
BAB VI
TITRASI ASAM BASA

A. TITRASI ASAM BASA MENGGUNAKAN INDIKATOR


Titrasi asam basa termasuk ke dalam analisis volumetri, yaitu metode
analisis kimia untuk menentukan banyaknya zat berdasarkan reaksinya dalam
suatu larutan dengan sejumlah zat lain yang telah diketahui jumlahnya atau diukur
dengan hati-hati. Volume masing-masing larutan ditentukan/diukur dengan alat-
alat gelas volumetri. Senyawa yang diketahui jumlahnya disebut larutan baku.
Dalam analisis volumetri atau disebut juga titrimetri, reagen-reagen yang
digunakan harus dapat bereaksi dengan cepat dan reaksi tersebut harus
berlangsung sempurna tanpa adanya reaksi samping, terjadi perubahan fisika atau
kimia dari larutan pada titik ekuivalen serta ada indikator yang dapat menunjukkan
titik akhir reaksi.
Titrasi ini berdasarkan reaksi netralisasi asam dengan basa. Pada titik
ekuivalen, jumlah yang dititrasi ekuivalen dengan jumlah basa yang dipakai. Untuk
memnentukan titik ekuivalen ini biasanya dipakai suatu indikator asam basa yaitu
suatu zat yang dapat berubah warnanya tergantung pH larutan. Jenis indikator
yang kita pilih harus sedemikian sehingga pH titik ekuvalen titrasi terdapat pada
daerah perubahan warna indikator. Jika pada suatu titrasi dengan indikator
tertentu timbul perubahan warna, maka titik akhir telah dicapai. Jadi titik akhir titrasi
dapat dilihat pada saat timbulnya perubahan warna indikator yang dipakai. Titik
akhir tidak selalu berhimpit dengan titik ekuivalen sehingga selisihnva disebut
kesalahan titrasi
Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalah
titrasi ini. Indikator dapat berupa asam atau basa lemah. Indikator asam basa
sedikit terurai dengan air dan perubahan warnanya tergantung keberadaan ion
hidrogen didalam larutan. Oleh karena pH merupakan ukuran konsentrasi ion
hidrogen, perubahan warna indikator tergantung pada pH laruatan pada titik
ekuivalensi.

Indikator yang dapat digunakan pada titrasi asam basa dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
No Kekuatan asam atau basa Jenis indikator

1 Asam Kuat – Basa Kuat Metil jingga, metil merah,


fenolftalein

2 Asam Kuat – Basa Lemah Metil jingga

3 Asam Lemah – Basa Fenolftalein

4 Asam Lemah – Basa Lemah Tidak ada indikator yang cocok

Tabel dibawah ini tertera beberapa indikator, perubahan interval pH dan


perubahan warna yang diamati.
Warna
Indikator Interval pH
Asam Titk akhir Basa

Metil Jingga 3–5 Merah Jingga Kuning

Metil Merah 4–6 Merah Kuning (Jingga) Kuning

Tidak Merah muda


Fenolftalein 8 – 10 Merah
berwarna (pink)

1. CARA MENGHITUNG KONSENTRASI


Perhatikan reaksi
xA + yB produk
Selama titrasi larutan yang mengandung A dengan konsetrasi MA bereaksi dengan
larutan B dengan Konsetrasi MB
Jika VA Larutan A bereaksi dengan VB larutan B, maka

𝐴 𝑉
Jumlah mol A dalam VAL = MA x 1000
𝐵 𝑉
Jumlah mol A dalam VBL = MB x 1000
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝐴 𝑥
Untuk reaksi sempurna maka =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝐵 𝑦
𝑉
(𝑀𝐴 )( 𝐴 ) 𝑥
1000
Oleh karena itu : 𝑉 = 𝑦
(𝑀𝐵 )( 𝐵 )
1000

Dengan VA dan VB dalam mL dan MA dan MB dalam mol L-1

Misalnya untuk reaksi


2NaOH + (COOH)2  (COONa)2 + 2H2O
(COOH)2 2 NaOH
Jika M1 adalah kemolaran NaOH dan V1 adalah volume NaOH sedangkan M2
adalah kemolaran (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2 maka,
𝑉1 𝑀1 2
𝑉2 𝑀2
=1

V1 x M1 = V2 x M2 x 2
Dengan cara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:
1 mol (COOH)2 = 2 ekuivalen
1 mol NaOH = 1 ekuivalen
1 ekuivalen (COOH)2 bereaksi dengan 1 ekuivalen NaOH
Oleh karena itu

V(NaOH) x M(NaOH) x 1 = V(asam oksalat) x M(asam


oksalat) x 2

2. LARUTAN BAKU
Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa, diperlukan suatu
larutan baku, yaitu suatu larutan yang telah diketahui konsentrasainya dan
biasanya berupa larutan asam atau basa yang mantap (konsentrasi tidak cepat
berubah). Sebagai larutan baku primer dapat dipakai larutan oksalat.
a. Cara membuat larutan baku primer asam oksalat 0,0500 M
Asam oksalat : (COOH)2 . 2H2O Mr = 126,070
 Timbang asam oksalat 6,3035 gram dengan teliti
 Larutan dengan akuades dalam labu takar 1000 mL
 menentukan kosentrasi larutan NaOH dengan larutan baku asam oksalat
 Prinsip reaksi
2NaOH + (COOH)2 )  (COONa)2 +2H2O
Standarisasi
 Buret yang telah bersih dibilas dengan larutan NaOH yang akan dipakai,
sebanyak 3 kali @ 5 mL,lalu diisi dengan larutan NaOH ini.
 Masukkan larutan baku asam oksalat yang telah dibuat kedalam dua buah
labu erlenmeyer ukuran 250 mL sebanyak 20 atau 25 mL (gunakan pipet
seukuran).
 Tambahkan 4 tetes indikator fenolftalin.
 Catat keadaan kolom dalam buret lalu teteskan NaOH asam dengan hati-
hati sampai terjadi perubahan warna larutan yang ada di dalam erlenmeyer
; dari tak berwarna menjadi merah muda.
 Catat keadaan akhir buret dan jumlah NaOH yang dipakai (selisih antara
keadaan semula dengan keadaan akhir buret)

Perhitungan Konsentrasi Larutan NaOH:


Misalkan dipipet 25 mL asam oksalat 0,05 M dan pemakaian NaOH rata rata
dengan
duplo 20mL, jika kemolaran NaOH = X maka :
20 x X x 1 = 25 x 0,0500 x 2
25 x 0,0500 x 2
X= 20

X = 0,125 N
Mr NaOH = 40,00
Jadi konsentrasi NaOH = 0,125
= 0,125 x 40,00 gram
= 5,00 gram/Liter

b. Penentuan Konsentrasi Larutan HCI dengan Larutan NaOH


Prinsip Reaksi:
HCI + NaOH  NaCl + H2O
Cara pengerjaan :
 Larutkan HCI yang didapat (akan ditentukan), diencerkan dalam labu takar
sampai 100 mL.
 Pipet 25 mL larutan HCl kedalam labu erlenmeyer 250 mL lakukan duplo.
 NaOH yang telah ditentukan terhadap larutan baku primer asam oksalat
diisikan kedalam buret.
 Pengerjaan selanjutya sama dengan titrasi NaOH terhadap larutan baku
primer asam oksalat, hanya sebagai pengganti asam oksalat digunakan
larutan HCl.
Perhitungan:
Misalkan larutan HCI yang dititrasi dipipet 25 mL dan konsentrasi NaOH = 0,125
M sedangkan pemakaian rata-rata misalkan 20,00 mL. Jika konsentrasi HCI = X
M
25 x X x 1 = 20,00 x 0,125 x 1
20,00 x 0,125
X =
25

X = 0,100 N
Kalau Mr HCl = 36,46 maka konsentrasi HCl adalah 0,1000 x 36,46 gram/liter =
2,646 gram/liter

BEBERAPA CATATAN PENTING


o Konsentrasi larutan baku primer asam oksalat tidak perlu harus 0,0500 M,
yang penting harganya mendekati dan tepat diketahui.
o Jika anda menitrasi asam basa menggunakan indikator fenolftalein, sebagai
larutan yang dititrasi adalah asam
o Segera setelah selesai titrasi maka sisa NaOH dalam buret harus
dibersihakan, sisa NaOH akan menyebabkan kran buret macet atau tidak
dapat diputar kembali
o Cara menulis volume penitrasi :
Skala Akhir = a mL
Skala Mula mula = b mL
Volume penitrasi = (a-b) mL
BAB VII
TITRASI ASIDIMETRI

A. TUJUAN
Tujuan dari percobaan titrasi asidimetri ini adalah untuk :
1. Mengetahui pembakuan larutan HCl 0,1 N dengan baku Na2CO3.
2. Mengetahui kadar Na2B4O7 dengan cara titrasi asidimetri.
3. Mengetahui fungsi penambahan HCl sebagai titran.

B. DASAR TEORI
Asidimetri adalah analisis volumetri yang menggunakan larutan baku asam
untuk menentukan jumlah basa yang ada. Larutan standar adalah larutan yang
mengandung reagensia dengan bobot diketahui dalam suatu volume tertentu
dalam suatu larutan.
Suatu zat standar harus memenuhi syarat seperti di bawah ini:
a. Zat harus mudah di peroleh, mudah di murnikan, mudah di
keringkan (sebaiknya pada suhu 100 - 120oC ).
b. Zat harus mempunyai ekivalen tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat
di abaikan.
c. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
d. Zat harus dapat di uji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau
uji-uji lain yang kepekaannya di ketahui (jumlah total zat-zat pengotor,
umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02%)
e. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap.
Sesatan titrasi dapat di abaikan, atau mudah di tetapakan dengan cermat
dengan eksperimen.
f. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan, kondisi-kondisi ini
mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh
udara atau di pengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar
komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Terdapat dua macam larutan standar, yaitu larutan standar primer dan larutan
standar sekunder. Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat
penting, hal ini disebabkan larutan ini telah diketahui konsentrasi secara pasti
(artinya konsentrasi larutan standar adalah tepat dan akurat). Larutan standar
merupakan istilah kimia yang menunjukkan bahwa suatu larutan telah diketahui
konsentrasinya.
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh
dengan cara menimbang.
Contoh senyawa yang dapat dipakai untuk standar primer adalah:
 Arsen trioksida (As2O3) dipakai untuk membuat larutan natrium arsenit NaAsO2
yang dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium periodat NaIO4, larutan
iodine I2, dan cerium (IV) sulfat Ce(SO4)2.
 Asam benzoat dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium etanolat,
isopropanol atau DMF.
 Kalium bromat KbrO3 untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat Na2S2O3.
 Kalium hydrogen phtalat (KHP) dipakai untuk menstandarisasi larutan asam
perklorat dan asam asetat.
 Natrium karbonat dipakai untuk standarisasi larutan H2SO4, HCl dan HNO3.
 Natrium klorida (NaCl) untuk menstandarisasi larutan AgNO3.
 Asam sulfanilik (4-aminobenzene sulfonic acid) dipakai untuk standarisasi
larutan natrium nitrit.
As2O3, asam benzoat, KbrO3, KHP, Na2CO3, NaCl, dan asam sulfanilik
diatas adalah standar primer jadi senyawa ini ditimbang dengan berat tertentu
kemudian dilarutkan dalam aquades dengan volume tertentu untuk didapatkan
larutan standar primer.
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh
dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer. NaOH tidak dapat dipakai
untuk standar primer disebabkan NaOH bersifat higroskopis oleh sebab itu maka
NaOH harus dititrasi dahulu dengan KHP agar dapat dipakai sebagai standar
primer. Begitu juga dengan H2SO4 dan HCl tidak bisa dipakai sebagai standar
primer, supaya menjadi standar sekunder maka larutan ini dapat dititrasi dengan
larutan standar primer Na2CO3.
Syarat senyawa yang dapat dijadikan standar primer:
1. Memiliki kemurnian 100%.
2. Bersifat stabil pada suhu kamar dan stabil pada suhu pemanasan
(pengeringan) disebabkan standar primer biasanya dipanaskan dahulu
sebelum ditimbang.
3. Mudah didapatkan (tersedia dimana-mana).
4. Memiliki berat molekul yang tinggi, hal ini untuk menghindari kesalahan relative
pada saat menimbang. Menimbang dengan berat yang besar akan lebih
mudah dan memiliki kesalahan yang kecil dibandingkan dengan menimbang
sejumlah kecil zat tertentu.
Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang
dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu, dimana
penentuannya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui
konsentrasinya secara tepat. Pengukuran volume dalam titrasi memegang
peranan yang amat penting sehingga ada kalanya sampai saat ini banyak orang
yang menyebut titrasi dengan nama analisis volumetri.
Larutan yang dipergunakan untuk penentuan larutan yang tidak diketahui
konsentrasinya diletakkan di dalam buret dan larutan ini disebut sebagai larutan
standar atau titran atau titrator, sedangkan larutan yang tidak diketahui
konsentrasinya diletakkan di Erlenmeyer dan larutan ini disebut sebagai analit.
Titran ditambahkan sedikit demi sedikit pada analit sampai diperoleh keadaan
dimana titran bereaksi secara equivalen dengan analit, artinya semua titran habis
bereaksi dengan analit keadaan ini disebut sebagai titik equivalen. Titik equivalen
umumnya diketahui dengan perubahan warna setelah ditambahkan indikator
tertentu. Indikator akan berubah warna dengan adanya penambahan sedikit
mungkin titran, dengan cara ini maka kita dapat langsung menghentikan proses
titrasi. Salah satu indikator yang dapat digunakan dalam titrasi asam kuat dan basa
lemah adalah metil merah atau methyl red (MR). Indikator metil merah memiliki
pKIn 5,1 dengan rentang pH 4,2(merah)–6,3 (kuning). Perubahan warna dari
bentuk asam metil merah (HMR) dan basa metil merah (MR-) dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Buret
b. Pipet tetes
c. Pipet volume 10 ml
d. Bulp
e. Erlenmeyer 250 ml
f. Kertas perkamen
g. Corong kaca
h. Botol kaca gelap
i. Batang pengaduk
j. Gelas ukur 100 ml
k. Labu ukur 250 ml
l. Penangas air
m. Plastik hitam
n. Tisu
o. Label Reagen
2. Bahan
a. Aquadest
b. Asam kromat
c. Borak
d. HCl

D. PROSEDUR KERJA
a. Pembuatan larutan HCl 0,1 N
1. Siapkan alat dan bahan
2. Lakukan pengenceran 1,6 HCl pekat dengan menambahkan 200 ml
aquadest ke dalam labu ukur
3. Labu ukur ditutup kemudian dikocok sampai homogen
b. Pembakuan Larutan HCl 0.1 N
1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang 150 mg Na2CO3
3. Masuka dalam erlenmeyer, larutkan dengan 10 ml aquadest. Tambahkan
indikator metil merah
4. Titrasi dengan HCl 0,1 N sampai berubah warna menjadi merah jambu
c. Penetapan kadar Na2B4O7
1. Timbang 150 mg Na2B4O7
2. Masukan dalam Erlenmeyer, larutkan dengan 10 ml aquadest. Tambahkan
indikator metil merah
3. Titrasi dengan HCl 0,1 N sampai berubah warna menjadi merah jambu
BAB VIII
TITRASI ALKALIMETRI
PENETAPAN KADAR ASAM ASETAT (CH3COOH)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui normalitas sesungguhnya dari senyawa NaOH dengan baku
primer asam oksalat (COOH)2.
2. Menetapkan kadar zat dalam sampel larutan asam asetat atau asam cuka.

B. DASAR TEORI
Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan
mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar).
Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa
(reaksi penetralan). Pada titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik
akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa
tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan
indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi.
Alkalimetri merupakan cara penetralan jumlah basa terlarut atau
konsentrasi larutan basa melalui titrimetri. Alkalimetri merupakan salah satu
metode titrasi asam-basa yang sering digunakan untuk menentukan konsentrasi
suatu asam. Prinsip alkalimetri adalah prinsip titrasi asam basa, yaitu terjadinya
reaksi penetralan antara asam dengan basa atau sebaliknya. Menghitung kadar
asam dan bilangan asam dari volume basa yang digunakan pada titrasi asam
sampai terjadi perubahan warna larutan (titik akhir titrasi). Ion H+ dari asam akan
bereaksi dengan ion OH- dari basa yang akan membentuk molekul air yang netral
(pH=7). Terjadi reaksi penetralan antara zat pentiter (titran) dan zat yang dititrasi
(titrat).
Pada titrasi alkalimetri, natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa yang
paling lazim digunakan. Natrium hidroksida bersifat sangat higroskopis sehingga
konsentrasi molarnya tidak dapat diukur secara akurat di dalam pembuatan
larutannya. Oleh karena itu, untuk mengetahui konsentrasi molar larutan NaOH
perlu distandardisasi dengan larutan baku primer, salah satunya asam oksalat.
Jika konsentrasi molar NaOH telah ditentukan maka larutan NaOH tersebut dapat
disebut sebagai larutan standar sekunder. Larutan standar sekunder NaOH
selanjutnya dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan asam asetat.
Untuk penentuan titik akhir titrasi alkalimetri adalah dengan menggunakan
indikator PP (phenophtalein).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat yang digunakan
- Buret
- Labu ukur
- Erlenmeyer
- Pipet volume
- Gelas ukur
- Beaker glass
- Pipet tetes
- Corong
2. Bahan yang digunakan
- NaOH 0,1 N
- Asam oksalat 0,1 N
- Asam asetat
- Indikator phenolphthalein (PP)

D. PROSEDUR
1. Buat larutan baku sekunder (LBS) NaOH 0,1 N 250ml dari sediaan NaOH 2N.
2. Buat larutan baku primer asam oksalat (COOH)2.2H2O 0,1 N 100 ml.
3. Buat sampel asam asetat (CH3COOH) 100ml.
Pipet 5 ml larutan CH3COOH (dari sediaan kadar yang diperkirakan 25%).
Masukan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian tambahkan aquades sedikit
demi sedikit sampai tanda batas. Lalu dikocok sampai homogen.
PEMBAKUAN
1. Pipet 25 ml larutan (COOH)2.2H2O 0,1N.
2. Masukan ke dalam erlenmeyer
3. Tambahkan indikator PP 3 tetes
4. Titrasi dengan LBS NaOH yang sebenarnya sampai warna merah muda.
5. Hitung normalitas NaOH sebenarnya.
PENETAPAN KADAR
1. Pipet 5 ml larutan CH3COOH
2. Masukan ke dalam erlenmeyer
3. Tambahkan indikator PP 3 tetes.
4. Titrasi dengan LBS NaOH yang sebenarnya sampai warna merah muda.
5. Hitung kadar CH3COOH.
BAB IX
INDIKATOR ASAM BASA

A. TUJUAN
1. Mengetahui larutan yang di uji termasuk asam, basa, atau netral dengan
menggunakan indikator alami
2. Mengetahui perubahan warna yang terjadi pada beberapa ekstrak yang
alami

B. DASAR TEORI
Indikator asam-basa atau sering juga disebut dengan Indikator pH
adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam
sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai
dengan kondisi pH larutan tersebut. Pada temperatur 25° Celsius, nilai pH
untuk larutan netral adalah 7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam,
dan di atas nilai tersebut larutan dikatakan basa. Kebanyakan senyawa
organik yang dihasilkan makhluk hidup mudah melepaskan proton (bersifat
sebagai asam Lewis), umumnya asam karboksilat dan amina, sehingga
indikator asam-basa banyak digunakan dalam bidang biologi dan kimia
analitik. Mekanisme perubahan warna oleh indikator adalah reaksi asam-
basa, pembentukan kompleks, dan reaksi redoks.
Indikator pH secara umum digunakan dalam teknik titrasi kimia analitik
dan biologi untuk menentukan reaksi kimia. Karena pilihan subyektif
(penentuan) warna, indikator pH tidak memberi hasil pembacaan yang presisi.
Untuk mengukur pH secara presisi, suatu pH meter biasanya digunakan.
Terkadang, pencampuran beberapa indikator berbeda digunakan untuk
menghasilkan perubahan warna pada rentang nilai pH yang lebar. Indikator
komersil tersebut (misalnya indikator universal) digunakan hanya ketika
membutuhkan pengetahuan kasar mengenai pH.
Indikator adalah suatu senyawa yang dapat memberikan warna
berbeda dalam suasana yang berbeda misalnya lakmus yang dalam suasana
asam berwarna merah sedangkan dalam suasana basa berwarna biru.
Disekitar kitaa terdapat beberapa zat warna alaminya yang dapat digunakan
sebagai indikator seperti kunyit, ekstrak daun mahkota bunga berwarna
dengan syarat dapat mengalami perubahan warna dalam suasana yang
berbeda. Dengan indikator, kita dapat menentukan suatu larutan bersifat
asam, basa atau netral.
Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan
dalam air akan menghasilkan larutan denga pH lebih kecil dari 7. asam adalah
suatu zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang
disebutbasa), atau dapat menerima pasangan electron bebas dari suatu basa.
Suatu asam bereaksi dengan suatu basa dalam reaksi penetralan untuk
membentuk garam. Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:
1. Masam ketika dilarutkan dalam air.
2. Asam terasa menyengat bila disentuh, dan dapat merusak kulit, teruma bila
asamnya asam pekat.
3. Asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif terhadap
logam.
4. Asam, walaupun tidak selalu ionic merupakan cairan elektrolit.
Basa adalah zat-zat yang dapat menetralkan asam. Secara kimia,
asam dan basa saling berlawanan. Basa yang larut dalam air disebut alkali.
Jika zat asam menghasilkan ion hidrogen (H+) yang bermuatan positif, maka
dalam hal ini basa mempunyai arti sebagai berikut. maka ketika suatu senyawa
basa di larutkan ke dalam air, maka akan terbentuk ion hidroksida (OH-) dan
ion positif menurut reaksi sebagai berikut. Ion hidroksida (OH-) terbentuk
karena senyawa hidroksida (OH) mengikat satu elektron saat dimasukkan ke
dalam air. Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:
1. Kaustik
2. Rasanya pahit
3. Licin seperti sabun
4. Ph nya lebih dari air suling
5. Mengubah lakmus merah menjadi biru
6. Dapat menghantarkan arus listrik
Salah satu cara atau upaya untuk menentukan sifat-sifat keasaman dari
suatu larutan, diperlukan adanya indicator. Ada beberapa kategori indikator,
diantaranya yaitu:
a. Indikator asam dan basa
Dalam laboratorium kimia, indikator asam-basa yang biasa di gunakan
adalah indikator buatan dan indikator alami, Berikut ini penjelasan tentang
indikator asam-basa buatan dan indikator asam-basa alami.
 Indikator Buatan
Indikator buatan adalah indikator siap pakai yang sudah dibuat di
laboratorium atau pabrik alat-alat kimia. Contoh indikator buatan adalah kertas
lakmus yang terdiri dari lakmus merah dan lakmus biru, kertas lakmus kertas
yang diberi senyawa kimia sehingga akan menunjukkan warna yang berbeda
setelah dimasukkan pada larutan asan maupun basa. Warna kertas lakmus
akan berubah sesuai dengan larutannya. Perubahan warna yang mampu
dihasilkan oleh kertas lakmus sebenarnya disebabkan karena adanya orchein
(ekstrak lichenes) yang berwarna biru di dalam kertas lakmus.
Kertas lakmus biru pada larutan yang bersifat basa akan tetap. Apabila
kertas lakmus merah dimasukkan kedalam larutan yang bersifat asam,
warnanya akan tetap merah karena lakmus merah memang merupakan
orchein dalam suasana asam. Sedangkan, apabila kertas lakmus merah
ditambahkan larutan yang bersifat basa, maka orchein yang berwarna biru
akan kembali terbentuk. Begitu sebaliknya.
 Indikator Alam
Indikator alam merupakan bahan-bahan alam yang dapat berubah
warnanya dalam larutan asam, basa, dan netral. Indikator alam yang biasanya
dilakukan dalam pengujian asam basa adalah tumbuhan yang berwarna
mencolok, berupa bunga-bungaan, umbi-umbian, kulit buah, dan dedaunan.
Perubahan warna indikator bergantung pada warna jenis tanamannya,
misalnya kembang sepatu merah di dalam larutan asam akan berwarna merah
dan di dalam larutan basa akan berwarna hijau, kol ungu di dalam larutan asam
akan berwarna merah keunguan dan di dalam larutan basa akan berwarna
hijau dan lain – lain.
Larutan indikator merupakan salah satu jenis indikator yang dapat
digunakan untuk mengetahui sifat asam basa suatu senyawa. Untuk
mendeteksi sifat asam basa suatu zat, pada umumnya digunakan indikator
dalam bentuk larutan, karena dengan larutan indikator, sifat pembawaan asam
dan basa menjadi lebih mudah dideteksi. Indikator yang sering digunakan pada
laboratorium adalah larutan indikator fenolftalein (PP) metil merah (mm), metil
jingga (mo), dan juga bromtimol blue (BTB).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Satu buah cobek batu
b. Lima buah gelas plastik
c. Satu lembar kain
d. Satu buah pipet
2. Bahan
a. Air sabun
b. Air cuka
c. Air atau aquades
d. Ekstrak bunga pacar galuh
e. Ekstrak bunga gemitir
f. Ekstrak bunga anggrek
g. Ekstrak bunga jepun
h. Ekstrak bunga jepun jepang
i. Ekstrak Bungan kembang kertas

D. PROSEDUR KERJA
1. Bahan-bahan yang akan di uji dihaluskan dengan cobek batu , jika sudah
halus ditambahkan sedikit air, lalu bahan diekstrak dan dipisahkan
ampasnya
2. Larutan cuka dan air sabun disediakan.
3. Larutan cuka diteteskan sebanyak 4 tetes dengan pipet kedalam gelas
plastik , lalu di ulangi kembali dengan cuka.
4. Bahan-bahan yang telah diekstrak diteteskan sebanyak 3 tetes kedalam air
sabun dan cuka yang ada pada gelas plastik, pada bahan-bahan yang lain
dilakukan hal yang sama.
5. Perubahan warna dicatat dan diamati
E. TABEL ANALISA
Larutan ekstrak Perubahan warna pada larutan ekstrak

Awal Air sabun Cuka


BAB X
GEOMETRI MOLEKUL

A. TUJUAN
Membangun bentuk-bentuk geometri molekul dengan menggunakan
model Ball and Stick

B. DASAR TEORI
Geometri molekul atau sering disebut struktur molekul atau bentuk
molekul yaitu gambaran tiga dimensi dari suatu molekul yang ditentukan oleh
jumlah ikatan dan besarnya sudut-sudut yang ada disekitar atom pusat.
Geometri molekul menentukan beberapa sifat zat termasuk reaktivitas,
polaritas, wujud zat, warna, magnetisme dan aktivitas biologisnya. Sudut
antara ikatan yang membentuk atom hanya bergantung lemah pada molekul
tersebut, yaitu, mereka dapat dipahami sebagai sifat lokal dan karenanya
dapat dipindahtangankan.
Perlu ditekankan istilah molekul hanya berlaku untuk atom-atom yang
berikatan secara kovalen. Karena hal inilah, istilah geometri molekul hanya
ditujukan pada senyawa kovalen ataupun ion-ion poliatomik. Di dalam sebuah
molekul atau ion poliatom terdapat atom pusat dan substituent-substituen.
Substituent yang ada terikat pada atom pusat. Substituent-substituen ini dapat
berupa atom (misalnya Br atau H) dan dapat pula berupa gugus (misalnya
NO2).
Teori yang digunakan untuk mempelajari gaya tolak antar sesama
elektron valensi disebut teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion)
yang dikembangkan oleh Gillespie dan Nylholm sehigga sering disebut
sebagai teori Gillespie-Nylholm. Dengan teori ini ternyata struktur ruang suatu
senyawa dapat ditentukan dengan memperhatikan elektron bebas dan
elektron ikatan dari senyawa yang bersangkutan.
Premis utama dari teori VSEPR adalah pasangan elektron valensi
disekitar atom akan saling tolak-menolak sehingga susunan pasangan elektron
tersebut akan mengadopsi susunan yang meminimalisasi gaya tolak-menolak.
Terdapat lima bentuk molekul sederhana gemoteri VSEPR yaitu sebagai
berikut:
1. Geometri AX2 Linear
2. Geometri AX2 Trigonal Piramida
3. Geometri AX3 Tetrahedral
4. Geometri AX4 Trigonal Bipiramida
5. Geometri AX5 Oktahedral
Sudut ikatan dalam pembahasan tentang geometri molekul adalah
sudut geometris antara dua ikatan yang berdekatan. Gambar 10.1
menjabarkan mengenai geometri molekul air.

Gambar 10.1 geometri molekul air


Beberapa bentuk umum molekul sederhana meliputi:
1. Linear: Dalam model linear, atom dihubungkan dalam garis lurus. Sudut
ikatan ditetapkan pada 180 °. Misalnya, karbon dioksida dan nitrat oksida
memiliki bentuk molekul linear.
2. Trigonal planar: Molekul dengan bentuk planar trigonal agak segitiga dan
dalam satu bidang. Akibatnya, sudut ikatan ditetapkan pada 120°.
Misalnya, boron trifluorida.
3. Tekuk: Molekul menekuk atau sudutnya memiliki bentuk non linear.
Misalnya, air (H2O), yang memiliki sudut sekitar 105°. Molekul air memiliki
dua pasang elektron berpasangan dan dua pasangan elektron bebas.
4. Tetrahedral: Tetra- menunjukkan empat, dan -hedral berhubungan dengan
muka padatan, sehingga "tetrahedral" berarti "memiliki empat muka".
Bentuk ini ditemukan bila terdapat empat ikatan semua pada satu atom
pusat, tanpa pasangan elektron bebas. Sesuai dengan teori VSEPR, sudut
ikatan antara ikatan elektron adalah arccos(−1/3) = 109.47°. Sebagai
contoh, metana (CH4) adalah molekul tetrahedral.
5. Oktahedral: Okta- menunjukkan delapan, dan -hedral berhubungan
dengan muka padatan, jadi "oktahedral" berarti "memiliki delapan muka".
Sudut ikatannya adalah 90 derajat. Contohnya, belerang heksafluorida
(SF6) adalah suatu molekul oktahedral.
6. Trigonal piramidal: Molekul trigonal piramidal memiliki bentuk piramida
dengan dasar segitiga. Tidak seperti bentuk planar linier dan trigonal tapi
mirip dengan orientasi tetrahedral, bentuk piramida memerlukan tiga
dimensi untuk memisahkan elektron sepenuhnya. Di sini, hanya ada tiga
pasang elektron berikat, meninggalkan satu pasangan tunggal yang tidak
dapat dibagikan. Pasangan lonjakan pasang-pasangan diam mengubah
sudut ikatan dari sudut tetrahedral ke nilai yang sedikit lebih rendah.[9]
Contohnya, amonia (NH3).

C. ALAT DAN BAHAN


a. Model pusat atom (plastik)
b. Pipa-pipa plastic

D. PROSEDUR KERJA
1. Menyusun model molekul berikut :
a) HCl
Mengambil suatu pusat atom untuk inti hidrogen dan pusat untuk inti
klor, menghubungkan dengan pipa plastik untuk menunjukkan ikatan.
b) BeCl2
Bentuk molekulnya linier dalam wujud gas. Menggunakan pusat atom
yang cabangnya linier sebagai Be. Dua buah pipa plastik dimasukkan
pada cabang ini sebagai ikatan kemudian menghubungkannya dengan
inti Cl.
c) BF3
Bentuk molekulnya segitiga datar, semua ikatan adalah equivalen
dengan sudut FBF besarnya 1200.

d) CH4, NH3, dan H2O


Pada penyusunan molekul-molekul di atas digunakan model yang
bentuk dasarnya tetrahedral. CH4 berbentuk tetrahedral menggunakan
pusat atom yang cabangnya tetrahedral. Pada NH3 terdapat 3 ikatan
antara N dengan H dan 1 PEB. Bagian NH3 mempunyai bentuk piramid,
dan PEB akan menempati bagian yang keempat dari posisi tetrahedral.
Pada H2O terdapat 2 pasangan elektron bebas dan 2 pasang elektron
ikatan.
e) [PtCl4]2-
Ion yang bentuknya segiempat datar semua ikatannya sama dan ion
klor terletak pada sudut segiempatnya, dan Pt pada pusat.
f) PF5
Gunakan bentuk trigonal bipiramid.Terdapat tiga ikatan ekuatorial yang
ekuivalen dan dua ikatan yang axial.
2. Membuat bentuk molekul etana (C2H6)
Menggunakan dua pusat inti yang tetrahedral menghubungkan kedua inti
C dengan pipa plastik. Mengatur kedudukan hidrogen dengan jalan
memutar ikatan C-C, agar didapatkan kedudukan dimana H pada atom C
yang satu tepat di belakang H atom C yang lain dan kedudukan lainnya
dimana atom H pada atom yang satu tepat diantara kedua atom H pada C
yang lain.
3. Hidrokarbon siklik
Menyusun molekul sikloheksana C6H12 mengatur kedudukan rantai
karbonnya agar didapatkan bentuk seperti kapal dan bentuk seperti kursi.
Bentuk kursi lebih stabil dibandingkan bentuk kapal dan pada suhu kamar
komposisinya dalam campuran melebihi 99%.
4. Benzena (C6H6)
Mempunyai bentuk heksagonal datar. Panjang ikatan C-C semuanya sama
dengan sudut C-C-C adalah 1200. Dalam penyusunan benzena
menggunakan pusat atom yang trigonal. Lingkaran yang di dalamnya
menunjukkan delokalisasi enam elektron dalam orbital p yang saling
berintikan.
5. Isomer optik
Isomer optik mempunyai struktur dimana bayangan cerminnya saling
menutupi salah satu sama lain. Hubungan yang sama seperti tangan kanan
dan tangan kiri. Disebut isomer optik karena dia bersifat optik aktif sehingga
dia memiliki kemampuan untuk memutar bidang polarisasi dari sinar yang
terpolarisasi.
Untuk pusat karbon yang tetrahedral, molekulnya bersifat optik aktif bila
tidak mempunyai pusat simetri atau bidang simetri. Atom ini disebut
asimetri atau chiral dalam hal ini karbon mengikat 4 gugus yang berbeda.
Untuk mendapatkan gambar ini disusun bentuk molekul CH2Cl, CH2 Cl Br,
dan CHFBrCl.
E. HASIL PENGAMATAN
No Molekul Bentuk Sudut Nama Gambar

1. HCl

2. BaCl2

3. BF3

4. H2O

5. CH4

6. NH3

7. [PtCl4]2-

8. PF5
BAB XI
KOLOID

A. TUJUAN
Mengetahui dan memahami perbedaan antara koloid, suspensi dan larutan
melalui macam macam media. Serta mengetahui dan memahami jenis jenis
koloid

B. DASAR TEORI
Pengertian koloid adalah campuran heterogen dari dua zat atau lebih
di mana partikel-partikel zat berukuran antara 1 hingga 1000 nm terdispersi
(tersebar) merata dalam medium zat lain. Zat yang terdispersi sebagai partikel
disebut fase terdispersi, sedangkan zat yang menjadi medium mendispersikan
partikel disebut medium pendispersi.
Secara makroskopis, koloid terlihat seperti larutan, di mana terbentuk
campuran homogen dari zat terlarut dan pelarut. Namun, secara mikroskopis,
terlihat seperti suspensi, yakni campuran heterogen di mana masing-masing
komponen campuran cenderung saling memisah.
 Jenis Campuran :
a. Suspensi
Suspensi (dispersi kasar) merupakan jenis campuran dengan
partikel terdispersi yang berukuran relatif besar tersebar dalam medium
pendispersinya. Ukuran partikel suspensi paling besar dibandingkan
dengan jenis campuran yang lain, yaitu lebih besar dari 100 nm. Oleh
karena itu, partikel suspensi dapat dilihat dengan mata telanjang. Suspensi
merupakan larutan heterogen yang tidak stabil. Jika suspensi didiamkan
beberapa waktu, partikel partikelnya akan mengendap di dasar.
b. Larutan
Gula atau garam dan air akan membentuk campuran yang homogen
dan stabil dimana gula atau garam tersebar rata dalam air. Dalam larutan,
fase terdispersi dan medium pendispersinya biasa dikenal dengan solute
dan solven. gula dan garam merupakan solute, sedangkan air adalah
solvennya. Partikel partikel dalam larutan berdiamensi 1nm. Ukuran partikel
sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat menggunakan mata telanjang
maupun menggunakan mikroskop ultra. Oleh karena itu sifatnya yang
homogen dan stabil, larutan tidak akan mengendap walaupun didiamkan
untuk waktu yang lama.
c. Koloid
Koloid terdiri dari kumpulan banyak atom, ion, atau molekul
(makromolekul). Partikel koloid memiliki ukuran lebih besar dari larutan
tetapi kecil dari suspensi, yaitu antara 1 nm sampai 100 nm. Jadi, sistem
koloid merupakan campuran yang ukuran partikel terdispersinya berada
diantara larutan dan suspensi. Meskipun ukuran partikel koloid lebih besar
daripada larutan, tetapi partikel tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dan
hanya bisa dilihat menggunakan mikrosop ultra. Koloid merupakan
campuran yang relatif stabil sehingga cenderung tidak akan mengendap.
Koloid memiliki sifat antara larutan homogen dan campuran heterogen.

 Pembuatan koloid
1. Pembuatan Koloid Dengan Cara Kondensasi
Pada cara ini, partikel-partikel kecil (partikel larutan) bergabung
menjadi partikel-partikel yang lebih besar (partikel koloid).
2. Pembuatan Koloid Dengan Cara Dispersi
Pada cara ini, partikel-partikel besar (partikel suspensi) dipecah
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (partikel koloid).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat :
a. Senter
b. Aqua gelas
c. Gelas berwarna
d. Lap
2. Bahan
a. Agar-agar
b. Air sungai
c. Air PDAM
d. Air selokan
e. Air pasir
f. Biskuit
g. Es krim
h. Kopi
i. Krupuk
j. Larutan garam
k. Larutan gula
l. Lem
m. Mentega
n. Parfum
o. Santan
p. Susu bubuk

D. PROSEDUR KERJA
1. Mengelompokkan jenis koloid
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Meletakkan semua bahan pada gelas aqua.
c. Mengamati semua bahan .
d. Menentukan jenis koloid.
2. Membandingkan larutan,suspersi, dan koloid.
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Meletakkan semua bahan pada gelas aqua.
c. Mengamati semua bahan .
d. Membandingkan larutan,suspersi, dan koloid.
3. Mengetahui Efek Tyndall
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Meletakkan semua bahan pada gelas aqua.
c. Menyalakan senter dan mengarahkannya pada gelas berwarna yang
berisi semua bahan.
d. Mengamati semua bahan.

E. TABEL ANALISA
No Nama Bahan Fase Terdispersi Medium pendispersi Nama koloid
BAB XII
ELEKTROKIMIA

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengamati ciri-ciri terjadinya reaksi redoks spontan.
2. Mengamati sel elektrokimia dan besarpotensial sel.

B. DASAR TEORI
Elektrokimia merupakan suatu cabang dari ilmu kimia yang
berhubungan dengan energi listrik. Namun sedangkan dalam Prosesnya ialah
merupakan reaksi reduksi oksidasi seperti yang dijelaskan diatas. Elektrokimia
terdiri dari sel volta dan sel elektrolisis.
Sel elektrokimia terdiri atas dua jenis, yaitu sel Volta dan sel elektrolisis.
Sel Volta adalah sel elektrokimia. Pada sel Volta, terjadi reaksi redoks yang
menghasilkan listrik. Sebaliknya, sel elektrolisis adalah sel elektrokimia. Pada
sel elektrolisis, arus listrik digunakan untuk membentuk reaksi redoks. Pada
rangkaian sel elektrokimia terdapat dua elektroda, yaitu katoda dan anoda.
Katoda dan anoda adalah elektroda. Pada katoda terjadi reaksi reduksi,
sedangkan pada anoda terjadi reaksi oksidasi.

Gambar 12.1 Sel Elektrolisis


Rangkaian sel Volta juga sering disebut sel galvanik. Pada rangkaian
sel Volta, reaksi redoks spontan menghasilkan aliran listrik yang mengalir
melalui rangkaian luar. Reaksi redoks dalam sel Volta dapat dituliskan dengan
suatu lambing yang disebut diagram sel atau bagan sel. Penulisan reaksi
oksidasi pada anoda digambarkan di sebelah kiri, sedangkan reaksi reduksi
pada katoda digambarkan di sebelah kanan.

Gambar 12.2 Sel Volta


Sebuah sel elektrokimia yang beroperasi secara spontan disebut sel
galvani atau sel volta. Sel ini mengubah energi kimia menjadi energi listrik yang
dapat diguakan untuk melakukan kerja. Sel terdiri dari dua setengah sel yang
elektrodanya dihubungkan dengan kawat dan larutannya dengan jembatan
garam (ujung jembatan garam disumbat dengan bahan berpori yang
memungkinkan ion bermigrasi, tetapi mencegah aliran cairan dalam jumlah
besar). Potensiometer mengukur perbedaan potonsial antara dua elektrode.
Aliran listrik antara dua larutan harus berbentuk migrasi ion. Hal ini hanya dapat
dilakukan melalui larutan yang “menjembatani” kedua setengah-sel, tak dapat
dihubungkan dengan kawat biasa : hubungan ini disebut jembatan garam (salt
bridge).
Dua aturan yang cocok untuk menghitung daya gerak listrik suatu sel
penentuan reaksi sel, dan untuk menentukan apakah reaksi sel seperti tertulis
berlangsung spontan daya gerak listrik sel E0 adalah daya gerak listrik bila
semua konstituen terdapat pada keaktifan satu.
1) Daya gerak listrik suatu sel sama dengan potensial elektroda standar
elektroda katode dikurangi potensial elektroda anode.
E0 sel = E0 katoda - E0 anode
Hasil E0 sel > 0 menyatakan reaksi berlangsung spontan, dan E0 sel <
0 maka menyatakan reaksi berlangsung tidak spontan.
2) Reaksi yang berlangsung pada anode ditulis sebagai reaksi oksidasi dan
reaksi yang berlangsung pada anode ditulis sebagai reaksi oksidasi dan
reaksi yang berlangsung pada katode adalah reaksi reduksi. Reaksi sel
adalah jumlah dari kedua reaksi ini.
Untuk mengetahui reaksi redoks spontan atau tidak juga bisa dilihat
dalam deret keaktifan logam yaitu :
Li K Ba Ca Na Mg Al Mn (H2O) Zn Cr Fe Ni Co Sn Pb
(H) Cu Hg Ag Pt Au
semakin kekanan maka potensial reduksinya semakin meningkat sehingga
semakin mudah untuk direduksi, dan semakin ke kiri makin mudah untuk
dioksidasi. Elektroda acuan untuk mengukur potensial elektroda dipilih
elektroda hidrogen baku. Potensial elektroda standar suatu elektroda diberi
nilai positif bila elektroda ini lebih positif dari pada elektroda hidrogen standar,
dan tandanya negatif bila lebih negatif daripada elekrtoda hidrogen standar.
Penulisan dengan lambang sering digunakan dengan tujuan untuk
menggambarkan sebuah sel. Penulisan ini disebut diagram sel, untuk sel
elektrokimia :
Zn /│Zn2+ ││Ag+ │ Ag.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat :
• Gelas kimia
• Gelas ukur
• Meter dasar
• Kabel dengan steker tumpuk
• Kabel dengan jepit buaya.
2. Bahan :
• Kertas saring
• Larutan FeSO4
• Larutan CuSO4
• Larutan ZnSO4
• Logam Cu
• Logam Fe
• Logam Zn
• Aquades
D. PROSEDUR KERJA
1. Reaksi redoks spontan
a. 20 mL larutan FeSO4, CuSO4, ZnSO4 dimasukan kedalam gelas kimia
berbeda.
b. Logam Cu, Fe, dan Zn dimasukkan kesetiap larutan secara bergantian
c. Logam didiamkan selama15 menit kedalam larutan kemudian amati
yang terjadi
2. Sel elektrokimia dan Potensial sel
a. 20 mL Larutan FeSO4 dan CuSO4 dimasukkan kedalam gelas yang
berbeda
b. Logam Fe dan Cu dimasukkan kedalam larutan yang memiliki jenis
yang sama
c. Kemudian kedua gelas didekatkan dengan jembatan garam yaitu
kertas sarimg yang sebelumnya telah diredam dalam larutan KCl jenuh
d. Logam pada gelas 1 dan 2 dihubungkan dengan menggunakan kabel
e. Posisi meter dasar dipasag pada pembaca tegangan Volt
f. Tegangan yang dhasilkan diamati
g. Dihitung tegangan yang dihasilkan oleh logam
h. Lakukan percobaan yang sama dengan menggunakan tegangan meter
dasar yang berbeda.

E. HASIL PENGAMATAN
1. Reaksi redoks spontan
Hasil pengamatan
Logam Larutan
Warna Gelombang Bau Endapan

FeSO4

Cu CuSO4

ZnSO4

Fe CuSO4
ZnSO4

FeSO4
Zn
CuSO4

2. Sel elektrokimia dan Potensial sel


Hasil pengamatan
Larutan Logam
Warna Katoda Anode

CuSO4 Cu
FeSO4 Fe
DAFTAR PUSTAKA

Beran, J.A., Laboratory Manual for Principles of General Chemistry 8 edition, John
Wiley and Sons, Hoboken, New Jersey, 2009.

Cairns, D., Intisari Kimia Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004.

Chang, R., Kimia Dasar :Konsep-Konsep Inti Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 2004.

Chang, R., Kimia Dasar :Konsep-Konsep Inti Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 2004.

Day & Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga

Fitri, Zarlaida. 2016. Kimia Anorganik II. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Jeffery, G. H., Bassett, J., Mendham, J., & Denney, R. C. (1996). Vogel’s textbook
of quantitative chemical analysis, ELBS. Longman, Essex, England

Khopkar, S. M. (1998). Basic concepts of analytical chemistry. New Age


International.

Petrucci, R.H., Kimia Dasar : Prinsip dan Terapan Modern, Erlangga, Jakarta,
1987.

Pursitasari, I.D., Kimia Analitik Dasar. Alfabeta, Bandung, 2014.

Rahmayanti, Yelli. 2006. Kimia Anorganik. Jakarta: Karya Cipta.

Sudiarjo, Muskani. 2000. Kimia Untuk Universita. Bandung: Megah Press

Vogel, A.I., Text Book Of Macro and Semimicro Qualitataive Inorganic Analysis,
Longman Group Limited, London, 1979

Anda mungkin juga menyukai