Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PEMASTIAN MUTU SEDIAAN FARMASI

“KAPSUL”

DOSEN PENGAMPU :
Anita Nilawati, M.Farm., Apt.

Kelompok 3 : Verra Nurmaylindha (22164856A)


Ade Laras S. (22164857A)
Alfian Bagas P. (22164859A)
Retno Suci P. (22164860A)
Syaferi Zakarya (22164861A)
Nouv Isnin P. A. (22164866A)

PROGAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sediaan dalam bentuk kapsul sangat menguntungkan selain karena rasa dan
bau yang tidak mengenakkan, dapat tertutupi sehingga semakin mudah untuk ditelan
atau dikonsumsi. Selain itu juga, lebih cepat mengerjakannya dibandingkan sediaan
lain yang berupa tablet dan pil yang memerlukan zat tambahan. Disamping bentuknya
yang menarik dan praktis, keuntungan lainnya dari sediaan kapsul yaitu, dokter dapat
mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang berbeda sesuai kebutuhan
pasien.
Pada umumnya kapsul terbuat dari gelatin yang mudah larut dalam lambung,
tetapi dapat juga dari pati atau bahan lain yang sesuai. Gelatin terbuat dari tulang sapi,
kulit sapi, kulit babi dan kulit ikan. Pada pembuatan kapsul yang berasal dari gelatin
tulang sapid an kulit sapi sedikit digunakan karena mahal, sulit didapat dan
membutuhkan waktu yang lama untuk pengerjaasnnya. Sehingga gelatin yang banyak
digunakan dalam pembuatan kapsul adalah dari kulit babi karena murah, mudah
didapat dan membutuhkan waktu cepat dalam pengerjaannya sedangkan gelatin yang
terbuat dari kulit ikan masih dalam pengembangan dan penelitian.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan sediaan kapsul ?
2. Bagaimana cara pembuatannya ?
3. Bagaimana cara pengujiannya ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan sediaan kapsul
2. Untuk mengetahui cara pembuatan sediaan kapsul
3. Untuk mengetahui cara pengujian sediaan kapsul
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KAPSUL
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau
lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga
terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Depkes RI, 1995).
Formulasi kapsul yang mengandung ekstrak kental dengan kadar air cukup
tinggi memerlukan perlakuan khusus untuk menghasilkan kapsul yang baik. Oleh
karena itu perlu adanya eksipien yang mampu mengadsorpsi serta eksipien yang dapat
meningkatkan sifat alirnya. Vivapur 101 adalah eksipien yang dapat digunakan
sebagai adsorbent. Penambahan aerosil pada formulasi diharapkan dapat menjaga
higroskopisitas sediaan kapsul (Agoes, 2007). Untuk mendapatkan massa kapsul
dengan laju alir yang baik maka dapat ditambahkan pengisi yang sesuai dan dapat
meningkatkan laju alirnya, seperti Vivapur 102. Vivapur luas digunakan dalam
farmasetik terutama sebagai pengisi pada formulasi kapsul dan tablet. Vivapur juga
memiliki sifat lubrikan dan disintegran (Wade, 1994). Vivapur 102 memiliki ukuran
partikel yang lebih besar sehingga berguna untuk meningkatkan sifat aliran (Agoes,
2008).

Talk 6 mg
Magnesium stearat 3 mg
Serbuk ekstrak daun bayam 150 mg
Aerosil 9 mg
Amilum jagung 132 mg
Aquadest

B. PROSEDUR
Sediaan Kapsul Ekstrak Daun Bayam (Amaranthus Hybridus L.)
1. Buat larutan pengikat dengan melarutkan amilum jagung dalam 23 ml aquadest
panas didalam beaker glass.
2. Campurkan serbuk ekstrak daun bayam dan aduk ad homogeny dengan mortar
dan stemper.
3. Tambahakan aerosil aduk ad homogen.
4. Tambahkan sedikit demi sedikit larutan pengikat hingga kalis.
5. Ayak adonan dengan ayakan no mesh 18 (1,000 mm).
6. Keringkan di lemari pengering suhu 50ºC selama 1 jam, setelah kering
dikeluarkan.
7. Campurkan granul dengan talk dan Mg stearat sampai homogen.
8. Ayak kembali dengan ayakan no mesh 20 (0,841 mm).
9. Siapkan cangkang kapsul no 2.
10. Serbuk dibagi menjadi dua bagian besar lalu diibagi lagi menjadi beberapa bagian
kecil.
11. Masukkan serbuk kedalam cangkang kapsul lalu ditutup dan dibersihkan dengan
tisu (dilakukan secara manual atau tanpa alat).
12. Untuk pengujian keseragaman bobot menggunakan timbangan analitik dan
pengujian waktu hancur menggunakan disintegrator tester.

Karena dalam jurnal yang kami gunakan tidak memiliki syarat suhu dan
kelembapan (RH) aktual, maka kami mencantumkan persyaratan keseragaman
bobot dan waktu hancur berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV untuk sediaan
kapsul :
- Keseragaman bobot : keseragaman pada formula tidak memiliki perbedaan
dalam persen bobot isi tiap kapsul yaitu 85-115%.
Keseragaman actual : keseragaman bobot terletak dalam rentang 85-115 %
dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak diluar rentang 75%
hingga 125% yang tertera pada etiket dan simpangan baku relative dari 10
satuan sediaan kurang dari atau sama dengan 6%.
- Waktu hancur : berdasarkan sediaan kapsul yang dibuat telah
memenuhi persyaratan evaluasi waktu hancur dengan keseluruhan kapsul yang
diuji mempunyai rentang waktu 15 menit.
Waktu hancur actual : kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan kapsul tidak boleh lebih dari 15 menit.
C. PENGUJIAN KAPSUL
1. Uji Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot, dilakukan pada 20 kapsul, Uji keragaman bobot
dilakukan untuk memastikan bahwa bobot yang terdapat didalam kapsul pada
suatu formula memiliki jumlah yang sama dan zat aktif yang sama dengan
anggapan serbuk formula terdistribusi Warna sampel setelah ditambahkan etanol
70% adalah hijau pekat.
Untuk kriterianya kecuali dinyatakan lain dalam masing – masing
monografi, persyaratan keseragaman bobot dipenuhi jika tidak kurang dari 9 dari
10 satuan sediaan seperti ditetapkan dari cara keseragaman bobot terletak dalam
rentang 85% hingga 115% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan
terletak diluar rentang 75% hingga 125% yang tertera pada etiket dan simpangan
baku relative dari 10 satuan sediaan kurang dari atau sama dengan 6%.
Berdasarkan persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV bahwa kapsul
dengan bobot rata – rata 120 mg tidak boleh memiliki perbedaan dalam persen
bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata – rata isi kapsul lebih dari 85% – 115%.
Berdasarkan penimbangan kapsul pada formula untuk uji keseragaman bobot
menunjukkan tidak ada yang menyimpang lebih dari persyaratan. Untuk makna
dari adalah untuk mengetahui nilai rata – rata dari hasil evaluasi uji keseragaman
bobot kapsul yang dibuat. Sedangkan makna dari SD adalah untuk
menggambarkan tingkat penyebaran data dari nilai rata – rata.
2. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur penting dilakukan untuk mengetahui waktu Sediaan
dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan, yang tertinggal pada kasa alat uji
merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari
penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut. Kecuali dinyatakan lain, waktu
yang diperlukan untuk menghancurkan kelima kapsul tidak boleh lebih dari 15
menit. Berdasarkan sediaan kapsul yang dibuat telah memenuhi persyaratan
evaluasi waktu hancur. Karena keseluruhan kapsul yang di uji mempunyai rentang
waktu 15 menit.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Formulasi kapsul yang mengandung ekstrak kental dengan kadar air cukup
tinggi memerlukan perlakuan khusus untuk menghasilkan kapsul yang baik. Oleh
karena itu perlu adanya eksipien yang mampu mengadsorpsi serta eksipien yang dapat
meningkatkan sifat alirnya.
Persyaratan keseragaman bobot kapsul dan waktu hancur berdasarkan
Farmakope Indonesia edisi IV ialah keseragaman bobot terletak dalam rentang 85-115
% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak diluar rentang 75%
hingga 125% yang tertera pada etiket dan simpangan baku relative dari 10 satuan
sediaan kurang dari atau sama dengan 6% sedangkan waktu hancur kecuali
dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kapsul tidak boleh
lebih dari 15 menit dan untuk hasil sediaan kapsul ekstrak daun bayam memenuhi
persyaratan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed.4 Jakarta : UI Press.
Augsburger, L. L. 2000. Modern Pharmaceutics : Hard and Soft Gelatin Capsules. Ed.
2. New York : Mercel Dekker.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fatimah, Siti. 2009. Studi Kadar Klorofil Dan Zat Besi (Fe) Pada Beberapa Jenis Bayam
Terhadap Jumlah Eritrosit Tikus Putih (Rattus rvegicus)
Lachman, L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Ed. 3, jilid 2. Depok : UI
Press.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2010-2014. Jakarta.
Lailis, S. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa Billimbi L.). Malang : UIN.
Lieberman, H. A., Lachman, L. & Schwartz, J. B. 1989. Pharmaceutical Dosage Forms
(volume 1). New York : Marcel Dekker, Inc.
Roselyndiar. 2012. Formulasi Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Seledri (Apium
Graveolens L.) Dan Daun Tempuyung (Sonchus Arvensisl.)
Anemia. Malang : Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim.

Anda mungkin juga menyukai