Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada berbagai alasan mengapa seseorang dengan penyakit ginjal datang berobat atau
dikonsulkan. Pasien tersebut mungkin mengeluh nyeri pinggang, baik yang baru saja
terjadi atau sudah lama, mungkin jga oleh karena edema di tungkai, seluruh tubuh atau
mengalami gangguan urin atau berkemih, atau kelainan lain yang berkaitan langsung
maupun tak langsung dengan saluran kemih.
Pada laporan kali ini kelompok mengharapkan agar pembaca dapat lebih mengerti
bagaimana membedakan atau menggolongkan penyakit ginjal berdasarkan keluhan
pasien khususnya yang berkaitan dengan produksi kencing menurun.
Karena pada dasarnya kebanyakan penyakit ginjal tidak banayak keluhan atau
kelainan yang spesifik, sehingga tidak semua penyakit ginjal dapat dengan mudah
ditegakkan diagnosisnya.

1.2 Tujuan Pembelajaran

Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang


penyakit-penyakit yang menyebabkan produksi urin (air seni = kencing) menurun,
penyebab dan petomekanisme, gambaran klinik, cara diagnosis, penanganan dan
pencegahan penyakit-penyakit yang menyebabkan produksi kencing menurun.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat :


A. Menguraikan struktur anatomi, histologi dan histopatologi dari sistem uropoetika.
B. Menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel JGA dalam
renin-angiotensin sistem.
C. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi GFR, prinsip hukum Starling pada
filtrasi ginjal, proses reabsorbsi dan sekresi ginjal.
D. Menjelaskan perubahan biokimia urindan kompensasi ginjal dalam
keseimbanagan asam basa.
E. Menjelaskan penyakit-penyakit yang dapat memberikan gejala produksi kencing
menurun baik pada penderita anak-anak maupun dewasa.
F. Menjelaskan patomekanisme timbulnya gejala produksi kencing menurun.
G. Menjelaskan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan untuk mendiagnosis banding beberapa penyakit yang mempunyai
gejala produksi kencing menurun.
H. Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan
penyakit-penyakit sistem Urogenitalia, terutama yang memberikan gejala
produksi urin menurun.
I. Mampu menanalisa hasil laboratoriu da pemeriksaan radiologik (BNO dan IVP)
pada penderita penyakit sistem Urogenital, terutama yang memberikan gejala
produksi kencing menurun.
J. Menjelaskan penatalaksanaan penderita-penderita sistem Urogenitalia, terutama
yang memberikan gejala produks urin menurun.
K. Menjelaskan asuhan nutrisi yang sesusai untuk penyakit-penyakit sistem
Urogenitalia, terutama yang memberikan gejala produksi urin menurun.
L. Menjelaskan epidemiologi dan tindakan-tindakan pencegahan penyakit-penyakit
sistem Urogenitalia, terutama yang memberikan gejala produksi urin menurun.

1.3 Tinjauan Pustaka

Data-data yang terdapat dalam penulisan ini didapatkan dari text book, jurnal, internet
dan slide kuliah.

BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Skenario
Seorang wanita, 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing
berkurang. Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise.Dua
minggu sebelumnya penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama
lengan dan kaki, dan penderita minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.

2.2 Kata Kunci


• Wanita umur 68 tahun
• produksi kencing menurun
• muntah-muntah, lemas, malaise
• 2 minggu sebelumnya penderita lemas dan sakit seluruh tubuh terutama di lengan
dan kaki.

2.3 Pertanyaan
• Bagaimana patomekanisme oliguria ?
• Apa penyebab produksi kencing menurun ?
• Adakah hubungan jenis kelamin dan umur ?
• Organ apa saja yang berperan pada produksi urin ?
• Bagaimana pengaruh riwayat minum obat terhadap oliguria ?
• Apa hubungan oliguria dengan lemas, mual, dan malaise ?
• Penyakit apa saja yang mempunyai gejala yang sama dengan skenario di atas ?
• Apa yang menyebabkan pasien menjadi lemas dan sakit seluruh tubuh terutama
lengan dan kaki ?

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Anatomi
Urogenitalia merupakan gabungan dari :
• Sistem Urinarus
• Sistem Ganitalia

Sistem Urinarius terdiri dari :


 Ren
 Ureter
 Vesica Urinaria
 Urethra

Organ ini berfungsi :


 Memproduksi urine melalui filtrasi darah
 Mengumpulkan urine sementara
 Pada ren terdapat glandula suprarenalis yang termasuk sistem endokrin

REN
Morfologi, struktur dan lokasi dari Ren adalah :
 Ada dua buah, berada kiri dan kanan columna vertebralis
 Bentuk seperti kacang merah
 Ukuran panjang 11 cm, lebar 6 cm, tebal 3 cm
 Ukuran berat 135 – 150 gram, warna agak kecoklatan
 Mempunyai extremitas cranialis dan inferior
 Pertengahan margo medialis ada cekungan disebut hilus renalis
 Tempat masuk : arteri renalis dan serabut serabut saraf
 Tempat keluarnya vena renalis dan ureter
 Kedua Ren dibungkus jaringan ikat yang membentuk capsula fibrosa dan
membungkus juga struktur yang masuk dan keluar hilus
 Capsula fibrosa dibungkus jaringan lemak dan bersama jaringan ikat
membentuk fascia renalis
 Ren ikut bergerak pada gerakan respirasi
 Struktur Ren terdiri dari cortex dan medulla renalis, masing-masing
berbeda warna dan bentuk
 Cortex berwarna pucat, permukan kasar
 Medulla renalis terdiri atas pyramidalis renalis ( = pyramidalis renalis
malpighii), berjumlah 12 – 20 buah, warna agak gelap
 Basis dari bangunan pyramid ini, disebut basis pyramidis berada pada
cortex
 Apexnya yang disebut papilla renalis, terletak menghadap ke arah medial,
bermuara pada calyx minor
 Antara satu pyramid dan yang lain ada jaringan cortex berbentuk collum
disebut columna renalis bertini
 Pada basis setiap pyramid terdapat deretan jaringan medulla yang meluas
ke arah cortex disebut medullary rays
 Setiap pyramid bersama dengan columna renalis bertini membentuk lobus
renalis yang berjumlah 5 – 14 buah
 Pada setiap papilla renalis bermuara 10 – 40 buah ductus yang
mengalirkan urine ke calyx minor
 Daerah tersebut berlubang-lubang disebut area cribrosa
 Hilus renale membentuk sinus renale dan di dalamnya terdapat pelvis
renalis yang merupakan pembesaran dari ureter ke arah cranial
 Pelvis renalis terbagi 2 -3 calices renalios majores dan setiap calyx major
terbagi menjadi 7 -14 buah calices renalis minores
 Ren terletak di bagian posterior cavum abdominis, retroperitoneal
 Setinggi vertebra thoracal 11-12 pada posisi berdiri, kedudukan bisa
berubah tergantung posisi tubuh
 Ren dexter lebih rendah dari yang kiri oleh karena ada liver
 Pada wanita kedudukan ren setengah vertebra lebih rendah dari pada pria
 Ren dexter dan sinister berdampingan dengan organ-organ sekitarnya
 Pada kedua extremitas superior terdapat glandula suprarenalis
 Ren difiksasi pada tempatnya oleh fascia renalis, corpus adiposum
pararenale dan vasa renalis
VASCULARISASI
Arteri Renalis
 Asal dari arteria abdominalis
 Setinggi vertebra lumbal 1 dan 2
 Yang akan berjalan dorsal vena cava inferior dan juga memberikan cabang
ke glandula suprarenalis ureter
 Dalam sinus renalis mencabang ramus primer disebut : ramus anterior
( besar ) dan ramus posterior yang kecil
 Masing-masing masuk pada belahan anterior dan belahan posterior dari
ren
 Batas antara belahan anterior dan posterior disebut broedel’s line
 Yang miskin vascularisasi
 Ramus primer mencabangkan arteria interlobaris, berada di antara
pyramid lalu berjalan pada basis pyramid membentuk arcus disebut arteria
arcuata
 Dari sini dipercabangkan a. Interlobularis
 Ujung terminal a. Arcuata dan a. Terlobularis berjalan vertikal, paralel satu
sama lain menuju ke cortex renalis
 A. Interlobularis berakhir sebagai arteriola glomerularis afferens ( = vasa
afferens ) membentuk glomerulus
 Pembuluh darah yang meninggalkan glomerulus disebut arteriola
glomerulus efferens (= vasa efferens)
 Selanjutnya membentuk plexus arteriosus dari sini dipercabangkan
arteriola recta (=vasa recta ) yang berjalan menuju pelvis renalis
 Arteriola recta membentuk plexus dan dari plexus ini darah mengalir ke
dalam venula recta lalu menuju ke v. Interlobularis
 Dari sini menuju ke v. Arcuata dan selanjutnya bermuara ke dalam v.
Interlobaris dan terus ke v.cava inferior

NODUS LYMPHATICUS
Lymphe membentuk tiga buah plexus :
 Berada dalam ren
 Profunda capsula
pada corpus adiposum pararenale
kemudian membentuk pembuluh yang besar berakhir pada lymphonodus
aorticus lateralis

INNERVASI
Plexus renalis dibentuk oleh percabangan dari plexus coeliacus dan berjalan
bersama dengan vena renalis.
Plexus suprarenalis dibentuk oleh percabangan dari plexus coeliacus
Kadang-kadang dapat dari nervus splanchnicus major dan dari plexus lienalis
Plexus renalis dan suprarenalis mengandung symphatis dan parasymphatis
dari n.vagus

ANOMALI
1. Horseshoe kidney : extremitas inferor dari kedua ren tumbuh bersatu
2. Congenital policystic kidney : ductus secretorius berkembang tidak normal
3. Pelvic kidney : ren tidak mengalami ascensus dan tetap pada cavitas pelvis
4. Multiple renal artery : pada satu ren terdapat dua buah a. Renalis masing-
masing menuju ke extremitas superior dan inferior

URETER
Morfologi dan lokalisasi :
 Saluran terdiri dari jaringan otot ukuran 25 – 30 cm.
 Menghubungkan ren dengan vesica urinaria
 Terletak retroperitoneal
 Sebagian terletak pada cavu abdominis pars abdominis sebagian lagi pada
cavum plevis disebut pars plevica
 Bermuara dalam vesica urinaria jarak 5 cm satu sama lain
 Bermuara pada v.u pada ostium ureteris
 Ureter menyempit pada tiga tempat :
- peralihan pelvis renalis jadi ureter
- ketika menyilang a.iliaca communis
- ketika bermuara ke dalam vesica urinaris

VASCULARISASI
 Ureter di darahi sangat bervariasi oleh :
 a. Renalis
 aorta abdominalis
 arteria ovarica ( a. Testicularis )
 a. Iliaca interna
 a. Uterina
 a. Vesicalis
lalu membentuk anastomosis

LYMPHONODUS
 Pembuluh lymphe ureter :
 bagjan cranial bergabung dengan lymphe ren
 yang lain ada bergabung ke lymphonodi aorticic lateralis
 yang ureter bagian caudal , menuju lymphonodi iliaci communis,
lymphonodi iliaci externi dan iliaci interni

INNERVASI
 Serabut saraf dari Nervus Thoracalis 10 -12 , nervus vertebra lumbal 1 &
n. sacralis 4

VESICA URINARIA
Morfologi dan lokalisasi :
 Vesica urinaria sebuah kantong dari jaringan ikat dan otot polos
 Fungsi tempat penyimpan urine
 Bila sudah terisi 200-300 cc maka timbul rasa ingin kencing ( miksi )
 Dalam keadaan kosong bentuknya bulat
 Terletak dalam pelvis, wanita lebih rendah dari pria
 Pada keadaan kosong ada 4 buah dinding
 Facies superior, facies inferior lateralis ( dua buah ) dan facies posterior
 Berbentuk segitiga dengan sisi basis menghadap ke arah posterior

3.2 Histofisiologi
Darah → melalui arteri aferen → glomerulus → tubulus proximal → ansa henle
→ tubulus distal → tubulus koligentes → pelvis ureter → vesica urinaria →
uretra
3.3 Fisiologi

Gaya-gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus :


Gaya Efek
Tekanan darah kapiler glomerulus Mendorong filtrasi
Tekanan osmotik kolid plasma Melawan filtrasi
Tekanan hidrostatik kapsula bowman Melawan filtrasi
Tekanan filtrasi netto Mendorong filtrasi

Proses Dasar Ginjal


• Filtrasi glomerulus à membran glomerulus 100 kali lipat permeabel dari pada
kapiler – kapiler di tempat lain, adanya gaya pendorong
• Reabsorpsi tubulus à zat yang masih bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke
plasma kapiler peri tubulus tubuh sehingga terjadi perpindahan bahan – bahan
yang bersifat selektif dari baian dalam tubulus ke dalam darah
• Sekresi tubulus à perpindahan selektif zat – zat dari darah kapiler peri tubulus ke
dalam lumen tubulus

Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler
glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium, dan dari sini ke dalam
kapsula Bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merah atau protein plasma hampir
tidak ada yang mengalami filtrasi.
Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses filtrasi
di seluruh kapiler lain. Tidak seperti kapiler lain, gaya yang mendorong filtrasi plasma
menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman lebih besar daripada gaya yang
mendorong reabsopsi cairan kembali ke kapiler. Dengan demikian, terjadi filtrasi netto
cairan ke dalam ruang Bowman. Cairan ini kemudian berdifusi ke dalam kapsula
Bowman dan memulai perjalananya ke seluruh nefron.

Faktor yang mempengaruhi GFR (Laju Filtrasi Glomerulus) :


o Tekanan darah kapiler 55 mmHg (60-70 mmHg)
o Besarnya tekanan osmotik koloid plasma 30mmHg
à tekanan protein darah
o Tekanan hidrostatik kapsula bowman à 15 mmHg
o Tekanan filtrasi netto (mmHg) = 55-(30+15)=10mmHg

Kecepatan filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR) didefinisikan sebagai


volume filtrat yang masuk ke dalam kapsula Bowman per satuan waktu. GFR relatif
konstan dan memberi indikasi kuat mengenai kesehatan ginjal. GFR bergantung pada
empat gaya yang menentukan filtrasi dan reabsopsi (tekanan kapiler, tekanan cairan
interstitium, tekanan koloid osmotik plasma, dan tekanan osmotik koloid cairan
interstitium). Dengan demikian, setiap perubahan dalam gaya-gaya ini dapoat mengubah
GFR. GFR, dengan demikian juga bergantung pada berapa luas permukaan glomerulus
yang tersedia untuk filtrasi. Dengan demikian, penurunan luas permukaan glomerulus
akan menurunkan GFR.

3.4 Biokimia
Susunan Urin :
Urin normal : tergantung makanan.
1. Urea : hasil akhir metabolisme protein 25-30 g/24 jam ( 10 – 15 g N urea ) atau
80-90% dari nitrogen total ) . Menurun pada penyakit hati ( metabolisme di
hati ). Meningkat pada diet tinggi protein ; demam ( katabolisme protein
meningkat ).
2. Asam urat : hasil akhir metabolisme purin. Eksogen dari tubuh, endogen dari
pemecahan sel dalam tubuh. Normal dalam urin 0,5 – 1 gr/24 jam. Meningkat
pada penyakit Gout dan mudah mengendap bila urin asam ===> batu urat.
3. Kreatinin : kadar normal 1 – 1,8 gr/24 jam. Terbanyak berasal dari kreatin
jaringan otot. ===> Ada hubungan antara jumlah kreatinin yang diekskresi
dengan jumlah jaringan otot dalam tubuh. Menurun pada atrofi otot dan
kelemahan otot. Bila katabolisme kreatin jaringan otot meningkat, ekskresinya
juga meningkat. Koefisien kreatinin : Jumlah ekskresi kreatinin mg/24 jam dibagi
dengan berat badan/kg. ===> pada laki-laki : 20 – 26 mg/kg bb/24 jam. Wanita :
14 – 22 mg/kg bb/24 jam.
4. Kreatin : pada orang dewasa kadarnya sangat kecil. Lebih besar pada orang hamil
dan anak-anak.
5. Belerang : normal 1 gr/24 jam.berasal dari protein.
6. Indikan ( kalium indoksil sulfat ) : 10 – 20 mg/24 jam. Berasal dari pembusukan
triptofan dalam usus. Meningkat pada stagnasi di usus; pemecahan protein
jaringan atau cairan tubuh meningkat ( abses; gangren;emfisema ).
7. Amonia : hasil akhir katabolisme protein yang mengandung unsur N, penting
setelah urea. Di urin dalam bentuk garam amonium 0,7 gr/24 jam atau 2,5 – 4,5 %
dari nitrogen total/24 jam.
8. Klorida : diekskresikan dalam bentuk padat NaCl, terbanyak padat setelah urea.
Normal 10 – 15 gr/24 jam tergantung intake. Menurun pada diare; radang ginjal
menahun. Meningkat pada insufisiensi korteks adrenal.
9. Fosfat : Anorganik dan organik ==> 1,1 gr/24 jam. Fosfat anorganik>organik
( 1-4% ). Anorganik berasal dari makanan : fosfolipid; fosfoprotein; nukleotida.
Bila urin alkalis,fosfat mengendap sebagai Ca-fosfat/Mg-fosfat/amonium-Mg
fosfat ===> batu fosfat dalam ginjal/vesica urinaria. Fosfat meningkat pada :
penyakit tulang ( osteomalasia; riketts; hiperparatiroidisme ). Fosfat menurun
pada hipoparatiroidisme; kehamilan; penyakit ginjal.
10. Vitamin; hormon dan enzim : sebagai penegakkan diagnosa suatu penyakit.

Vasopresin Adenilsiklase ATP

Proteinkinase C AMP

Protein Membran Protein Membran


terikat fosfat

Eksresi Air Permebialitas

Protein Membran
Terikat fosfat

Fosfat
lepas

Protein Membran tidak permeabel

Urin banyak keluar

Oliguria :
à Sekresi jumlah urin yang menurun dalam hubungan dengan asupan cairan , biasanya
dinyatakan sebagai kurang dari 400 ml per 24 jam.
Normalnya = 1,5-2 lt/24 jam
= 1500-2000 ml/24 jam

Faktor penyebab oliguri :


1. Penurunan Aliran Darah ke Ginjal
a. Hipovolemi
b. Obstruksi dan Stenosis pada Arteri Aferen

2. Peningkatan ADH

3. Akibat Obat

4. Nacl yang menurun

1. Penurunan Aliran Darah ke Ginjal


a. Hipovolemiàhemorage, dehidrasi, diare atau muntah.

Hipovolemi

Aliran darah
ke ginjal menurun

Penurunan GFR

Penurunan pengeluaran air dan zat terlarut

Oliguria
b. Obstruksi dan Stenosis pada Arteri Aferen

Obstruksi atau stenosis

Aliran darah ke glomerulus menurun

GFR menurun

Oliguria

2. Peningkatan ADH

Meningkatnya osmolaritas ekstraseluler


(yang secara praktis meningkatkan Na plasma)

merangsang osmoreseptor
di Hipotalamus Anterior

Meningkatnya ADH plasma

Meningkatnya permiabilitas H2O di Tubulus Distal dan Duktus Koligents

Meningkatnya reabsorpsi H2O

Menurunnya ekskresi H2O

Oliguria

3. Akibat Obat

Kortikosteroid

Meningkatkan reabsopsi Na dan ekresi K+H+ di Tubuli Distal


Biasanya reabsopsi Na
disertai reabsopsi air

Oliguria

4. Nacl yang menurun

Menurunnya NaCl

Rangsangan renin (vasokontriktor anterior)

Vasokontriktor arterior di glomerulus

Menurunnya tekanan darah kapiler glomerulus

Menurunnya GFR (Laju Filtrat Glomerulus)

Vol urin menurun

Hub. Muntah, Lemas, dan Malaise dengan Penurunan Urin


• Ketidakseimbangan asam & basaà jika asam meningkat à asam pada lambung
meningkat à muntah
• Cardiac output menurun à O2 dan aliran darah menurun à jika di otak
mengakibatkan malaise. Jika di otot mengakibatkan lemas.

Muntah
Integerasi refleks viseral di medula oblongata, yang mencakup komponen-komponen
somatik dan viseral yang tepat saatnya dan terkoordinasi dengan baik.

Iritasi pada mukosa traktus gastrointestinal bagian atas menyebabkan muntah dimana
impuls diteruskan melalui jalur-jalur aferen disaraf simpatis dan vagus.

sel-sel kemoreseptor di medula oblongata memicu muntah bila dirangsang oleh zat-
zat kimia tertentu dalam darah.

Nyeri
Nyeri yang terjadi adalah nyeri viseral. Nyeri yang berasal dari visera tidak dapat
ditentukan lokasi dengan baik, tidak enak, disertai mual/ muntah dan gejala-gejala
otonom lain.
Neuron yang menerima sensasi viseral bercampur dengan neuron untuk sensasi
somatik sehingga serat eferen viseral terangsang yang akan mencetuskan refleks mual,
muntah, dan otonom lain.

3.5 Diagnosis Banding


Diagnosis banding kelompok kami Gagal Ginjal Akut dan Batu Saluran Kemih,
dibawah ini akan dibahas satu persatu:

3.5.1 Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan
ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif
disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah.

Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi tiga kategori umum:
1. Gagal ginjal akut prarenal
2. Gagal ginjal akut renal
3. Gagal ginjal akut postrenal

Gagal Ginjal Akut Prarenal

GGA prarenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat
reversibel, bila perfusi ginjal segera diperbaiki. GGA prarenal merupakan kelainan
fubgsional, tanpa adanya kelainan histologik / morfologik pada nefron. Namun bila
hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan terjadinya NTA.

Etiologi
a. Penurunan volume vaskular :
 kehilangan darah/plasma : pendarahan, luka bakar.
 kehilangan cairan ekstraselular : muntah, diare.
b. Kenaikan kapasitas vaskular :
 sepsis
 blokade ganglion
 reaksi anafilaksis
c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
 rejantan kardiogenik
 payah jantung kongestif
 tamponade jantung
 disritmia
 emboli paru
 infark jantung
Patogenesis
Ketiga etiologi di atas akan mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, kenaikan sekresi
ADH dan aldosteron serta kenaikan reabsorpsi natrium di tubuli proksimal.
Mekanisme adaptasi ini bertujuan untu mempertahankan volume intravaskular dengan
mencegah kehilangan natrium dan air dalam urin. Kekurangan perfusi tersebut harus
segera dikoreksi untuk mencegah terjadinya NTA (Nekrosis Tubular Akut).

Diagnosis
GGA prarenal ditegakkan diagnosisnya atas dasar pemeriksaan klinis dan
laboratorium. Oliguria akan disertai dengan berat jenis dan osmolaritas urin yang
tinggi, sedangkan kadar Na dalam urin rendah.

Pemeriksaan Klinis
Anamnesis : perlu ditanyakan segala kemungkinan etiologi.
Pemeriksaan fisis : perlu diperhatikan gejala vital, tensi, nadi, turgor, tekanan vena
sentral, serta ada / tidaknya hipotensi ortostatik.

Pemeriksaan Laboratorium
Darah : ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas
Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis

Penatalaksanaan
Penyebab GGA prarenal harus segera dihilangkan / dikoreksi serta diusahakan untuk
dapat mempertahankan diuresis, kalau perlu dapat diberikan manitol atau furosemid.
Pemberian diuretik hanya akan berhasil bila masih berupa GGA prarenal, bila sudah
terjadi GGA renal maka tak akan ada respons. Pada kasus-kasus tertentu, dosis tinggi
furosemid dapat mengubah GGA oligurik menjadi GGA poliurik. Ini akan
mempermudah penatalaksanaannya.

Pencegahan
Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki. Pemberian manitol pada operasi dengan resiko tinggi untuk terjadinya
GGA/NTA, sangat bermanfaat.

Gagal Ginjal Akut Postrenal

GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi,
meskipun dapat juga karena ekstravasasi.
Etiologi
a. Obstruksi :
 saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kista dll.
 tubuli ginjal : kristal, pigmen, protein (mieloma).
b. Ekstravasasi
Patogenesis
Disini secara mekanik terjadi gangguan aliran kencing pada kedua sisi, atau obstruksi
satu sisi dimana ginjal sebelah lainnya sudah mengalami nefroktomi. Akibatnya akan
terjadi hidroureter dan hidronefrosis dan terganggunya proses filtrasi glomerular.
Kelainannya bersifat reversibel bila obstruksinya segera dihilangkan.

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan radiologis (foto polos
perut, pielografi intravena, pielografi retrograd atau pielografi antegrad), renografi
radioaktif atau ultrasonografi.

Pemeriksaan Klinis
Anamnesis yang mencurigakan ke arah kemungkinan obstruksi antara lain : poliuria
yang dikuti oleh anuria. Obstruksi parsial ureter dapat mengakibatkan sindrom seperti
diabetes insipidus yang resisten terhadap pitresin (pitresin – resistent diabetus
insipidus like syndrome). Mekanisme terjadinya sindrom ini belum diketahui dengan
pasti. Gejala lain yang mengarah kemungkinan obstruksi antara lain adanya anamnesis
tentang kolik, batu dan lain sebagainya. Pemeriksaan fisis yang perlu diperhatikan
antara lain adanya hidronefrosis bilateral. Juga perlu dilakukan palpasi kandung
kemih.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat
menghilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dlakukan operasi
diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu. Perlu diperhatikan
kemungkinan terjadinya sindrom pasca obstruksi, berupa poliuria hebat yang
memerlukan koreksi cairan dan elektrolit.

Pencegahan
Pada umumnya untuk GGA postrenal sulit dilakukan pencegahan, mengingat
penyebabnya sebagian besar tidak diketahui sebalumnya. Kemungkinan yang dapat
dilakukan pencegahan dan di Indonesia cukup banyak kasusnya adalah obstruksi
karena batu.

Gagal Ginjal Akut Renal


A. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
- glomerulonefritis akut
- nefrosklerosis maligna
- penyakit kolagen
- angiitis hipertensif
- nefritis interstitialis akut karena obat, kimia atau kuman

B. Nekrosis Tubular Akut (NTA) = Nefropati vasomotorik akut, yang terjadi


karena iskemia ginjalsebagai kelanjutan GGA prarenal atau pengaruh bahan
nefrotoksik. Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat
mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikal akut (NKA) dimana lesi pada
umumnya difus pada seluruh korteks yang bersifat ireversibel. Bila lesinya
tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.

Nekrosis Tubular Akut

Etiologi
Berdasarkan etiologinya, NTA dapat dibedaka atas :
a. Tipe iskemik yang merupakan lanjutan GGA prarenal.
b. Tipe nefrotoksik yang terjadi karena bahan nefrotoksik seperti : merkuri,
karon tetraklorid, neomisin, kanamisin, gentamisin dll.
c. Tipe kombinasi antara tipe iskemik dan nefrotoksik seperti yang terjadi
akibat : mioglobinuria, hemolisis intravaskular, malaria, sepsis dan lain
sebagainya.

Patogenesis
Bermacam-macam hipotesis telah dianjurkan, namun sampai saat ini yang
dianggap paling mungkin mendasari adanya NTA adalah kelainan tubular dan
vaskular.
a. Teori tubular. Disini oliguriadisebabkan karena adanya obstruksi pada
tubuli sebagai akibat adanya silinder, sisa sel yang rusak dan edema
interstitial.
b. Teori vasklar. Dianggap yang berperan adalah adanya vasokonstriksi pra-
glomerular yang hebat. Vasokonstriksi ini disebabkan antara lain karena
pengaruh :
- sistem renin-angiotensin
- gagalnya aliran tubuli untuk membawa prostaglandin dari medulla
ke korteks, dimana pada keadaan normal akan menghambat
vasokonstriksi arterio aferent
- katekolamin
- endotoksin

Diagnosis
Diagnosis NTA dapat ditegakkan pada penderita oliguria bila disertai dengan :
a. Konsentrasi Na dalam urin tinggi, lebih dari 20 mEq/l.
b. Osmolaritas urin rendah yaitu kurang dari 400 mOsm/.
c. Kadar ureum dalam urin dibagi kadarnya dalam plasma kurang dari 10.
d. Kadar ureum dalam plasma dibagi kadar kreatinin dalam plasma kurang
dari 10 : 1.
e. Uji diuretik tidak menunjukkan terjadinya diuresis.
Dalam keadaan yang meragukan pemeriksaan sidikan dengan Technetium Tc 99m
dan Iodohippurate Sodium 131 sangat erguna dalam membedakan antara GGA
prarenal dan NTA.

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya komplkasi metabolik dan
infeksi serta mempertahankan penderita tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh
secara spontan. Prinsip penatalaksanaanya terdiri atas mengobati penyebab NTA,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah infeksi dan bila
sudah ada infeksi harus segera diberi pengobatan yang tepat dan efektif.
Dasar penatalaksanaannya adalah penatalaksanaan konservatif dan bila ada
indikasi baru dilakukan dialisis. Penatalaksanaan konservatif terdiri dari :
a. Diet
 Cairan : 500 cc + urin da hilangnya cairan dengan cara lain dalam
waktu 24 jam sebelumnya. Hidrasi penderita dengan NTA dapat
dipertahankan bila BB penderita turun tiap hari antara 0,3 – 0,5 kg.
 Elektrolit yang perlu diperhatikan adalah natriu dan kalium. Na
dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam. Kalum
hendaknya dihindari. Mengingat NTA selalu disertai hiperkalemia,
maka untuk mencegah terjadinya hiperkalemia dapat diberikan
kalium ex-chenge resin.
 Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
 Karbohidrat minimal 200gr/hari untuk mencegah terjadinya
katabolisme protein.
 Protein pada hari-hari pertama NTA tidak diberikan, sesudah itu
protein dapat diberikan dengan protein yang bernilai biologi tinggi
seperti telur, daging ayam sebanyak 0,3 – 0,5 gr/kg/hari.
 Lemak dapat diberikan bebas.
 Dengan diet uremia tersebut penderita akan kekurangan vitamin :
tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat. Bila fase oliguria cukup
lama, juga mungkin kekurangan zat besi.

b. Mencegah infeksi
Segala tindakan yang bersifat dapat mencegah terjadinya infeksi hendakya
selalu diusahakan dan sebaliknya segala tindakan yang mempunyai resiko
untuk terjadinya infeksi hendaklah dihindari. Infeksi ini mudah mengenai
penderita dengan uremia karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Bila
terjadi infeksi maka akan menaikkan katabolisme protein dan akan
memperjelek prognosis penderita.

c. Furosemid dosis tinggi


Furosemid masih dapat menimbulkan diuresis meskipun LFG sudah
rendah (2cc/menit), dimana diuretik lain sudah tidak dapt menimbulkan
diuresis. Dosis yang diperlukan kadang-kadang sangat tinggi sampai 200 –
2000 mg/hari. Furosemid dosis tinggi ini mengubah GGA oligurik menjadi
GGA poliurik, sehingga mempermudah tata laksana penderita GGA
terutama dalam pengaturan cairan dan elektrolit. Furosemid dosis tinggi
tidak mengubah perjalanan NTA. Pemberian furosemid maksimal 500
mg/jam untuk menghindari terjadinya efek samping ketulian.

d. Komplikasi dan keadaan gawat darurat


Infeksi : harus segera diatasi dengan cepat dan tepat.
Hiperkalemia : Hiperkalemia ringan dapat diatasi dengan
pengaturan diet dan pemberian ion exchange resin. Hiperkalemia
berat di mana kadar kalium dalam plasma melebihi atau sama
dengan 7,5 mEql (EKG : gelombang T tinggi dan lancip, disertai
kompleks QRS melebar dan hilangnya gelombang P) merupakan
keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan dengan segera.
Pada keadaan ini dapat diberikan :
- Kalsium glukonat 0,5 ml/kg BB laruta i.v (meniadakan efek
kalium terhadap otot jantung).
- Natrium bikarbinat : 45 – 90 mEq/l i.v (menghilangkan
asidosis sehingga ion kalium dapat masuk ke dalam sel).
- Glukosa 25 – 50 gr daam larutan hipertonik dan 10 – 20
unit Insulin regular (mempermudah masuknya ion kalium
ke dalam sel).
Tindakan – tindakan tersebut bersifat sementara untuk
memungknkan bekerjanya ion exchange resin atau untuk
mempersiapkan dialisis.
Asidosis metabolik : diatasi dengan pemberian Na-bikarbonat.
Dosis : 0,3 x BB (kg) x (defisit HCO3 plasma dalam mEq/l x
0,084). Bila tidak dapat diatasi dengan medikamentosa, maka
suatu indikasi untuk dialisis.
Hipertensi pada umumnya cukup dengan pembatasan natrium dan
cairan dan kalau perlu dapat diberika hidralazin, metildopa, atau
guanetidin. Diuretik bila perlu, digunakan furosemid. Pada
keadaan krisis hipertensi, seperti adanya ensefalopati hipertensif,
diasoksid dapat diberikan dengan furosemid atau Na nitroprusida.
Payah jantung ringan umumnya cukup dengan pembatasan garam
dan cairan, kalau perlu dapat diberikan digitalis dengan hati-hati.
Harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya intoksikasi
digitalis. Pada keadaan akut, mungkin diperlukan plebothomi dan
bila tidak berhasil, harus segera dilakukan dialisis.
Kejang pada penderita dapat disebabkan karena hiponatremia,
hipokalsemia, ensefalopati hipertensi atau kejang uremik. Untuk
mengatasi kejang dapat diberikan diazepam 5 – 10 mg i.v pelan-
pelan secara sekobarbital 30-50 mg i.v, di samping mengoreksi
penyebabnya. Pada kejang uremik, bila tidak dapat diatasi, perlu
dilakukan dialisis.
Perdarahan pada uremia terutama disebabkan karena
trombositopati, jarang yang disebabkan karena trombositopenia.
Bila terjadi trombositopati maka hanya dapat dikoreksi dengan
dialisis. Pada GGA pada umumnya anemia tidak menjadikan
problem klinik, kecuali bila ada perdarahan.

Dialisis
Penatalaksanaan penderita NTA disamping secara konservatif, mungkin suatu saat
memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal atau hemodialisis.
Dialisis dapat dilakukan atas dasar :
a. Dialisis pencegahan, dialisis yang dilakukan waktu diagnosis NTA
ditegakkan. Ini ternyata memberikan hasil yang lebih baik. Dialisis
peritoneal biasanya kita lakukan 3 kali seminggu dan tiap kali selama 8
jam.
b. Dialisis atas indikasi tertentu, dalam hal ini banyak sekali kriteria dan dari
satu pusat dengan lainnya sangat bervariasi. Dialisis peritoneal atau
hemodialisis pada penderita NTA atas indikasi sebagai berikut :
 Indikasi klinis :
Sindrom uremia yang mencolok, tumpah, kesadaran
menurun dll.
Hidrasi yang berlebihan yang tak dapat diatasi dengan cara
lain.
Napas kussmaul yang tidak dapat diatasi dengan cara
medikamentosa.

 Indikasi biokimiawi :
Ureum lebih atau sama dengan 150 mg%.
Kalium sama atau lebih besar dari 7 mEq/l.
Plasma bikarbonat sama atau lebih rendah dari 12mEq/l.

Pemilihan untuk melakukan dialisis peritoneal atau haemodialisis perlu


kita pertimbangkan secara individual. Pada penderita GGA sebagian besar
(60%) hasilnya akan sama baiknya apakah dilakukan dialisis peritoneal
atau hemodialisis; 20% lagi akan lebih baik bila dilakukan dialisis
peritoneal dan sisanya 20% lagi akan lebih baik bila dilakukan
hemodialisis. Dialisis peritoneal adalah suatu tindakan yang cukup
sederhana, cepat dapat dilakukan, cukup aman dan semua hal yang dapat
dilakukan oleh hemodialisis juga dapat dilakukan sama baiknya oleh
dialisis peritoneal. Efisiensinya juga sama, hanya untuk mengoreksi
kelainan biokimiawi memerlukan waktu kurang lebih 4 kali lebih lama,
sehingga pada hiperkatabolisme, hemodialisis lebih bermanfaat.
Kontraindikasi dialisis peritoneal secara absolut tidak ada, hanya ada
kontraindikasi relatif yakni : hal-hal yang mungkin secara tekhnik akan
menyulitkan atau memudahkan terjadinya komplikasi seperti : gemuk
berlebihan, adhesi peritoneal, peritonitis lokal, posttrauma, operasi
abdomen yang baru saja terjadi, luka bakar dinding perut.

Pencegahan
Pencegahan NTA hendaknya diusahakan oleh setiap dokter.
a. Pemakaian obat-obat nefrotoksik hendaknya dengan indikasi tepat dan
dengan monitoring yang baik dan pemberian cairan yang cukup untuk
memperahankan diuresis.
b. Segala hal yang dapat menyebabkan hipoperfusi ginjal hendaknya
dihindari atau bila sudah terjadi harus segera dikoreksi terutama pada
individu yang mempunyai resiko tinggi : orang tua, bila ada kelainan
primer pada ginjalnya, infeksi berat, pembedahan besar, anastesi, ikterus
dan lain-lainnya. Dalam hal demikian diuresis hendaknya dipertahankan
cukup dan kalau perlu dapat diberikan diuretik manitol atau furosemid.
c. Untuk mencegah terjadinya NTA pasca bedah perlu dipertahankan hidrasi
praoperatif yang baik, pemberian infus manitol sebelum pembedahan,
selama pembedahan dan 24 jam setelah pembedahan.

3.5.2 Batu Saluran Kemih

DEFINISI
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.

Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis
(litiasis renalis, nefrolitiasis).
PENYEBAB
Terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam
yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat
pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya
mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit.
Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu
infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi.

Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar
disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis
renalis dan kalises renalis.
GEJALA
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam
kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah.

Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam.
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam,
menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering
berkemih, terutama ketika batu melewati ureter.

Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung
lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan
penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada
akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
DIAGNOSA
Batu yang tidak menimbulkan gejala, mungkin akan diketahui secara tidak
sengaja pada pemeriksaan analisa air kemih rutin (urinalisis). Batu yang
menyebabkan nyeri biasanya didiagnosis berdasarkan gejala kolik renalis,
disertai dengan adanya nyeri tekan di punggung dan selangkangan atau nyeri di
daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas.

Analisa air kemih mikroskopik bisa menunjukkan adanya darah, nanah atau
kristal batu yang kecil. Biasanya tidak perlu dilakukan pemeriksaan lainnya,
kecuali jika nyeri menetap lebih dari beberapa jam atau diagnosisnya belum
pasti.

Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah


pengumpulan air kemih 24 jam dan pengambilan contoh darah untuk menilai
kadar kalsium, sistin, asam urat dan bahan lainnya yang bisa menyebabkan
terjadinya batu.

Rontgen perut bisa menunjukkan adanya batu kalsium dan batu struvit.
Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan adalah urografi intravena
dan urografi retrograd.
PENGOBATAN
Batu kecil yang tidak menyebabkan gejala, penyumbatan atau infeksi, biasanya
tidak perlu diobati. Minum banyak cairan akan meningkatkan pembentukan air
kemih dan membantu membuang beberapa batu; jika batu telah terbuang, maka
tidak perlu lagi dilakukan pengobatan segera. Kolik renalis bisa dikurangi
dengan obat pereda nyeri golongan narkotik.

Batu di dalam pelvis renalis atau bagian ureter paling atas yang berukuran 1
sentimeter atau kurang seringkali bisa dipecahkan oleh gelombang ultrasonik
(extracorporeal shock wave lithotripsy, ESWL). Pecahan batu selanjutnya akan
dibuang dalam air kemih.

Kadang sebuah batu diangkat melalui suatu sayatan kecil di kulit (percutaneous
nephrolithotomy, nefrolitotomi perkutaneus), yang diikuti dengan pengobatan
ultrasonik. Batu kecil di dalam ureter bagian bawah bisa diangkat dengan
endoskopi yang dimasukkan melalui uretra dan masuk ke dalam kandung
kemih.

Batu asam urat kadang akan larut secara bertahap pada suasana air kemih yang
basa (misalnya dengan memberikan kalium sitrat), tetapi batu lainnya tidak
dapat diatasi dengan cara ini. Batu asam urat yang lebih besar, yang
menyebabkan penyumbatan, perlu diangkat melalui pembedahan.

Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu
diberikan antibiotik.
PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan pembentukan batu tergantung kepada komposisi batu
yang ditemukan pada penderita. Batu tersebut dianalisa dan dilakukan
pengukuran kadar bahan yang bisa menyebabkan terjadinya batu di dalam air
kemih.

Batu kalsium.
Sebagian besar penderita batu kalsium mengalami hiperkalsiuria, dimana kadar
kalsium di dalam air kemih sangat tinggi.
a. Obat diuretik thiazid(misalnya trichlormetazid) akan mengurang
pembentukan batu yang baru.
b. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).
c. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
d. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu
kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat.
e. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong
terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi
makanan yang kaya oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan,
merica dan teh). Oleh karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut
dikurangi.
f. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti
hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus
renalis atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan
terhadap penyakit-penyakit tersebut.

Batu asam urat.


a. Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena
makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam
air kemih.
b. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.
c. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena
itu untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa
diberikan kalium sitrat.
d. Dianjurkan untuk banyak minum air putih.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Diagnosis banding dari modul ini adalah:
1. Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal
dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun yang menyebabkan
penimbunan limbah metabolik di dalam darah (ex:urea).
2. Batu Saluran Kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Saran – Saran
1. Mahasiswa diharapkan lebih memahami modul yang diberikan.
2. Para tutor lebih memperhatikan diskusi mahasiswa pada saat diskusi
PBL.
3. Mahasiswa diharapkan lebih giat belajar lagi agar lebih memahami
berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan sistem
kardiovaskuler.
4. Materi yang berkaitan dengan sistem dan skenario agar telah diberikan
oleh dosen terkait sebelum dilaksanakannya PBL

DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC Kuliah Sistem
Kardiovaskuler. 1997.
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Kumar and Robbins.Buku Ajar Patologi.Jakarta :Balai Penerbit FKUI:2000.
Mayes, Peter A, dkk. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Paparo, Anthony A,dkk. Buku Ajar Histologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Slide Kuliah Sistem Urogenital : 2005
Sylvia A. Price. Patofisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Ramali, Ahmad. Kamus Kedokteran Djambatan:2005.
Wijaya,Thena. Dasar-Dasar Biokimia Lehninger. Jilid 3, Copyright.
www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai