Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KEGIATAN KOASISTENSI KLINIK HEWAN BESAR DI

KEBUN RAYA DAN KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA


PERIODE 16 - 21 SEPTEMBER 2019

Disusun oleh
Kelompok A.2018.12 Gelombang I

Febriani Senjaputri, S.K.H. 18/436285/KH/09915


Hani May K.A., S.K.H. 18/436290/KH/09920
Pradya Afit Tri Kasih, S.K.H. 18/436342/KH/09972
Putri Dwi Sabtuti, S.K.H. 18/436347/KH/09977
Tino Ari Widodo, S.K.H. 18/436377/KH/10007
Yeo Suan Jiao, S.K.H. 18/436437/KH/10021
Indriwati Magdalena Tulle, S.K.H. 18/436513/KH/10028
Winanda Rizdiyanto, S.K.H. 18/436518/KH/10033

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan kegiatan dan laporan Koasistensi Klinik Interna Hewan
Besar di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta. Laporan ini disusun untuk
memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar dokter hewan di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sehubungan dengan berakhirnya pelaksanaan Koasistensi Klinik Interna
Hewan Besar di KRKB Gembira Loka Yogyakarta dan penyusunan laporan ini,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Pimpinan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka yang telah
memberikan izin pelaksanaan kegiatan koasistensi;
2. drh. Yuriadi, M. P. selaku Penanggung jawab Koasistensi Klinik Interna
Hewan Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan dan saran selama
pelaksanaan Kegiatan Koasistensi;
3. Seluruh staf dokter hewan dan karyawan Kebun Raya dan Kebun Binatang
Gembira Loka Yogyakarta yang membantu terlaksananya Kegiatan
Koasistensi Klinik Interna Hewan Besar;
4. Rekan-rekan koasistensi kelompok A.2018.12 atas bantuan, kerjasama,
dan kebersamaan yang telah diberikan;
5. Semua pihak yang membantu baik selama pelaksanaan koasistensi dan
dalam penyusunan laporan ini.

Yogyakarta, 19 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Kebun Raya dan Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka……………………. 1
KEGIATAN KOASISTENSI DI KEBUN RAYA DAN KEBUN BINATANG
GEMBIRA LOKA .................................................................................................. 6
A. Kegiatan Koasistensi Bagian Poliklinik Satwa ............................................ 6
B. Kegiatan Koasistensi Bagian Reptil dan Amfibi ....................................... 52
C. Kegiatan Koasistensi Bagian Aves ............................................................ 37
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 41
Kesimpulan ........................................................................................................ 41
Saran .................................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Yayasan Gembira Loka ……….5

Gambar 2. Sebelum pengobatan musang biul suspect panleukopenia ................ 8

Gambar 3. Muntah dari garangan yang sakit…...……………………………...10

Gambar 4. (a) kura-kura leher panjang , (b) kura-kura kallagur..……………...12

Gambar 5. Pemberian salep 69 yang berisi Rifamicin ...................................... 13

Gambar 6. Pemberian salep Benoson G. ........................................................... 14

Gambar 7. Proses Penataan dan Pemandian Hewan (kiri) dan Ruang


Penampungan Reptil (Kanan) .......................................................... 33

Gambar 8. Proses penyikatan Plastron (Kiri) dan Karapas (Kanan)…..………34

Gambar 9. Penjemuran setelah dibersihkan.................................................. ….34

Gambar 10. Wadah berukuran besar (atas) dan Wadah berukuran kecil (bawah)
……………………………………………………………………...34

Gambar 11. Kandang berukuran 60 x 60 x 100 cm ........................................ ….35

Gambar 12. Persiapan pakan dan pemberian pakan hewan display…………….36

Gambar 13. Peta Bird Park ………………………………………….………….37

Gambar 14. Pembagian pakan untuk burung ….…………………………….......38

Gambar 15. Lory Kingdom ………………………………………………….......39

Gambar 16. Merak Hijau………………………. ………………………………..39

Gambar 17. Pemberikan pakan di kandang lory …….…………………………..40

iv
PENDAHULUAN

Kebun Raya dan Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka

Sejarah

Pembangunan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka berasal

dari keinginan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tahun 1933 akan sebuah

tempat hiburan, yang di kemudian hari dinamakan Kebun Rojo. Ide tersebut

direalisasikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan bantuan Ir. Karsten,

seorang arsitek berkebangsaan Belanda. Ir. Karsten kemudian memilih lokasi

disebelah barat sungai Winongo, karena dianggap sebagai tempat paling ideal

untuk pembangunan Kebun Rojo tersebut. Namun, akibat dampak Perang Dunia

II dan juga pendudukan oleh Jepang, pembangunan Kebun Rojo terhenti.

Pada saat proses pemindahan ibukota negara dari Yogyakarta kembali ke

Jakarta di tahun 1949 setelah selesainya Perang Dunia II, tercetus lagi sebuah ide

untuk memberikan kenang-kenangan kepada masyarakat Yogyakarta berupa

sebuah tempat hiburan dari pemerintah pusat yang dipelopori oleh Januismadi dan

Hadi, SH. Ide tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat Yogyakarta,

akan tetapi realisasinya masih belum dirasakan oleh masyarakat.Hingga di tahun

1953, dengan berdirinya Yayasan Gembira Loka Yogyakarta (sesuai akta notaris

RM. Wiranto No. 11 tanggal 10 September 1953) yang diketuai oleh Sri Paduka

KGPAA Paku Alam VIII, maka pembangunan Kebun Rojo yang tertunda baru

benar-benar dapat direalisasikan.

1
Selang beberapa tahun kemudian, tepatnya 1959, KGPAA Paku Alam VIII

menunjuk Tirtowinoto untuk melanjutkan pembangunan Gembira Loka.

Dipilihnya Tirtowinoto karena yang bersangkutan dinilai memiliki kecintaan

terhadap alam dan minat yang besar terhadap perkembangan Gembira Loka.

Ternyata sumbangsih Tirtowinoto yang tidak sedikit, baik dalam hal pemikiran

maupun material, terbukti mampu membawa kemajuan yang pesat bagi Gembira

Loka. Puncaknya di tahun 1978, ketika koleksi satwa yang dimiliki semakin

lengkap, sehingga pengunjung Gembira Loka semakin meningkat.

Tujuan

Kebun Raya Kebun Binatang Gembira Loka didirikan dengan tujuan

untuk mengumpulkan berbagai jenis hewan dari berbagai macam spesies dan

daerah, serta tanaman yang dilestarikan dan diperagakan untuk umum. Hal ini

dimaksudkan untuk mengenalkan dan mendidik sikap masyarakat dalam

memelihara kelestarian lingkungan hidup (Anonim, 2008).

Visi

Melestarikan tumbuh-tumbuhan dan satwa sesuai dengan alam habitatnya,

sehingga bisa bermanfaat bagi alam dan kehidupan manusia.

Misi

Misi KRKB Gembira Lokas sebagai berikut:

1. Tempat pengembangan dan pelestarian jenis-jenis tumbuhan.

2. Sebagai paru-paru kota dan cadangan air resapan di kota Yogyakarta.

2
3. Sebagai lembaga konservasi yang mampu mensejahterakan satwa dengan

memelihara dan merawat satwa sesuai habitatnya.

4. Mengembangbiakan tumbuhan dan menangkarkan satwa dengan menjaga

kemurnian genetic dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.

5. Pusat penelitian satwa yang mampu memberikan informasi mengenai jenis

satwa, habitat satwa, pakan, cara reproduksi dan perawatan satwa guna

menunjang pelestarian satwa.

6. Sebagai sarana pendidikan yang mampu memberikan informasi tentang

satwa sehingga menambah pengetahuan akan manfaat pelestarian satwa di

lembaga konservasi.

7. Untuk penyadaran kepada masyarakat untuk mencintai dan melestarikan

jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan.

8. Tempat rekreasi berwawasan lingkungan agar lebih dirasakan manfaat atas

keseimbangan dan kemanfaatan ekosistem yang ada.

9. Mengembangkan tempat rekreasi yang kreatif, menarik dan edukatif.

10. Melakukan promosi untuk memperkenalkan, meningkatkan dan menjaga

kunjungan.

3
Fungsi

Fungsi KRKB Gembira Loka sebagai berikut:

1. Sarana perlindungan dan pelestarian alam. Kebun Raya dan Kebun

Binatang merupakan tempat penyelamatan dan pelestarian jenis tumbuhan

dan hewan yang terancam punah. Usaha perlindungan dan pelestarian jenis

tumbuhan dan hewan tidak terbatas pada jenis yang terancam punah saja,

tetapi juga pada jenis yang lain.

2. Penelitian. Kebun Raya dan Kebun Binatang mempunyai peran penting

dalam penelitian, misalnya alam asli kehidupan, sistematik, pakan,

reproduksi, penyakit dan perawatan satwa.

3. Pendidikan. Peragaan jenis tumbuhan dan hewan memberikan penerangan

mengenai jenis lingkungan alam asli, pakan, reproduksi, perawatan.

4. Tempat rekreasi dan apresiasi terhadap alam. Sebuah Kebun Raya dan

Kebun Binatang yang keberadaannya terletak di tengah-tengah kota, yang

ditata rapi, dilengkapi dengan sarana rekreasi memadai akan sangat

menarik masyarakat untuk berekreasi.

4
Struktur Organisasi dan Tata Kerja yayasan Gembira Loka

Gambar 1. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Yayasan Gembira Loka.

5
KEGIATAN KOASISTENSI DI KEBUN RAYA DAN KEBUN BINATANG

GEMBIRA LOKA

Koasistensi interna hewan besar kelompok A.2018.12 gelombang pertama

dilaksanakan pada tanggal 16-21 September 2019 yang terdiri dari 8 orang yang

kemudian dibagi menjadi 3 kelompok kecil yang akan ditempatkan pada bagian

poliklinik, kandang reptil, dan kandang aves. Satu kelompok kecil dibagi 2-3

orang yang akan menempati bagian masing-masing selama 2 hari. Kegiatan

koasistensi di kebun raya dan kebun binatang Gembira Loka adalah sebagai

berikut.

A. Kegiatan Koasistensi Bagian Poliklinik Satwa

Kegiatan di Poliklinik Gembira Loka Zoo dilaksanakan pada tanggal 16 -

21 September 2019. Kegiatan secara umum disajikan pada tabel sebagai berikut:

42
Hari Kegiatan yang dilakukan
16 September 2019 - Membersihkan kandang poliklinik.
- Racik pakan.
- Merendam dan menjemur kura-kura, ular dan iguana.
- Pengobatan garangan, musang, kura-kura leher panjang, kura-kura
callagur. Pengobatan berada di poliklinik dan kandang reptil.

17 September 2019 - Membersihkan kandang poliklinik.


- Racik pakan.
- Merendam dan menjemur kura-kura, ular dan iguana.
- Pengobatan garangan, musang biul, kura-kura leher panjang, kura-kura
callagur, linsang, dan kadal salak. Pengobatan berada di poliklinik dan
kandang reptil.

18 September 2019 - Membersihkan kandang poliklinik.


- Racik pakan.
- Merendam dan menjemur kura-kura, ular dan iguana.
- Pengobatan garangan, musang biul, kura-kura leher panjang, kura-kura
callagur, linsang, dan kadal salak. Pengobatan berada di poliklinik dan
kandang reptil.

19 September 2019 - Membersihkan kandang poliklinik.


- Racik pakan.
- Merendam dan menjemur kura-kura, ular dan iguana.
- Pengobatan garangan, musang biul, kura-kura leher panjang, kura-kura
callagur, linsang, dan kadal salak. Pengobatan berada di poliklinik dan
kandang reptil.

43
20 September 2019 - Membersihkan kandang poliklinik.
- Racik pakan.
- Merendam dan menjemur kura-kura, ular dan iguana.
- Pemberian obat cacing pada primata
- Pengobatan garangan, musang biul, kura-kura leher panjang, kura-kura
callagur, linsang, dan kadal salak. Pengobatan berada di poliklinik dan
kandang reptil.
- Visit Albino reticulated python flu dan luka pada sulcata tortoise
- Diskusi
21 September 2019 - Membersihkan kandang poliklinik.
- Racik pakan.
- Merendam dan menjemur kura-kura, ular dan iguana.
- Pengobatan garangan, musang biul, kura-kura leher panjang, kura-kura
callagur, linsang, dan kadal salak. Pengobatan berada di poliklinik dan
kandang reptil.
- Rontgen Kura-kura
- Diskusi

Kegiatan di poliklinik Gembira Loka Zoo pada pagi hari dimulai pada

pukul 08.00. Pertama dilakukan pembersihan kandang burung Kasuari, iguana,

dan sekitarnya. Tempat makan dan minum hewan dikeluarkan, dibersihkan, dan

dikeringkan. Burung Kasuari dilepas dari kandangnya untuk diumbar setengah

hari. Setelah itu, disediakan pakan-pakan untuk hewan dalam kandang poliklinik

dan membantu dalam pemberian pakan ke hewan-hewan. Kandang kura-kura, ular

dan iguana dibersihkan dan hewan direndam dalam air selama sekitar 20-30

menit. Setelah perendaman air, hewan dijemur secukupnya. Pengobatan salep

44
diberikan kepada kura-kura, iguana dan juga ular yang mengalami luka pada

tubuh.

Setelah kegiatan umum dilaksanakan, dilanjut dengan mengikuti dokter

untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan hewan terutama di bagian reptil.

1. Musang Biul (Melogale orientalis) suspect Panleukopenia

Feline panleukopenia virus (FPV) dan raccoon parvovirus (RPV) dapat

mereplikasi ferret dewasa yang diinokulasi secara eksperimental, tetapi tidak

menyebabkan penyakit . Sebaliknya, infeksi bawaan dan neonatal dari ferrets

dengan FPV dapat menyebabkan hipoplasia serebelar (Kiupel and Perinan,

2014). FPV adalah parvovirus yang termasuk dalam genus Parvovirus dalam

keluarga Parvoviridae. FPV adalah virus singlestranded DNA dan

nonenveloped yang menginfeksi organ dengan sel-sel yang membelah dengan

cepat, seperti usus, sumsum tulang, dan jaringan limfoid (Kiupel and Perinan,

2014).

Hewan yang terkena dampak memiliki kerusakan neuron motorik umum

yang ditandai dengan tremor, kehilangan fokus dan kemampuan memanjat,

tetapi mampu makan dan minum. FPV pada musang bersifat teratogenik

sehingga kontak langsung dengan kucing penleukopenia harus dihindari.

Selain itu disarankan agar kucing sebisa mungkin divaksin FPV demi

menghindari penularan virus pada musang (Kiupel and Perinan, 2014).

45
Gambar 2. Sebelum pengobatan musang biul suspect panleukopenia

Pengobatan yang dilakukan adalah dengan pemberian vitamin B-complex

sebanyak 0,2 lm secara intramuskular. Menurut Delaney (2018), dosis

vitamin B-complex yang tepat untuk musang adalah 0,2-0,3 mg/kg BB .

Fungsi dari B-complex adalah untuk metabolisme karbohidrat, asam lemak

dan protein, imunitas, menambah nafsu makan, dan membantu tumbuh

kembang (Anonim, 2017).

Selain pemberian vitamin B-complex, musang juga diberi antibiotik

Enrofloxacine secara intramuskular. Menurut Banks et.al (2010), dosis

Enrofloxacine untuk musang adalah 5-15 mg/kg BB, diberikan bisa secara

peroral, sub-kutan dan intramuskular, 2 kali sehari. Enrofloxacin merupakan

antibiotik golongan fluoroquinolon, bersifat bakterisidal dan bekerja dengan

cara memengaruhi enzim DNA girase bakteri. Enrofloxacin mempunyai

spektrum anti bakteri yang luas. Zat ini aktif terhadap bakteri gram positif

maupun gram negatif, bakteri intraseluler mikroba tahan

trimetropin/sulfonamida dan juga aktif melawan mikoplasma (Meidhianti

46
et.al., 2018). Pemberian antibiotik ini diharapkan dapat mencegah terjadinya

infeksi sekunder yang dapat memperburuk keadaan hewan.

2. Pengobatan garangan muntah

Klasifikasi garangan (Small Asian Mongoose) adalah sebagai berikut :

termasuk dalam ordo Carnivora Famili Herpestidae, Genus Herpestes dan

spesies Herpestes javanicus (Anonim, 2019).

Kasus yang ditemukan di Gembira Loka pada tanggal 17 September 2019

adalah seekor garangan yang muntah. Pada muntahannya (gambar 3) terlihat

bahwa bukan termasuk muntah pakan. Berdasarkan informasi petugas, sudah

sejak 1 hari lalu hewan muntah meski belum diberi pakan. Untuk itu, sampel

feses diambil dan diperiksa di Laboratorium Poliklinik Satwa GL Zoo. Dari

hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya telur cacing maupun abnormalitas

lainnya. Oleh dokter hewan, hewan diberi terapi berupa injeksi Enrofloxacin

subkutan dan Ranitidin secara intramuskular.

Gambar 3. Muntah dari garangan yang sakit

47
Ranitidin diberikan sebagai obat untuk mengatasi efek samping

kortikosteroid terhadap mukosa lambung dan bukan sebagai antidotum

(Halisa dan Prayitnaningsih, 2016).

Penggunaan obat penghambat H2 (Ranitidin) bertujuan untuk mengurangi

sekresi asam, antasid digunakan untuk menetralkan asam yang tersekresi dan

sukralfat untuk melapisi daerah inflamasi atau ulserasi sehingga dapat

mempercepat penyembuhan (Wardaniati et.al., 2016).

Garangan juga diberi injeksi antibiotik Enrofloxacin secara subkutan.

Enrofloxacin merupakan antibiotik golongan fluoroquinolon, bersifat

bakterisidal dan bekerja dengan cara memengaruhi enzim DNA girase

bakteri. Enrofloxacin mempunyai spektrum anti bakteri yang luas. Zat ini

aktif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif, bakteri intraseluler

mikroba tahan trimetropin/sulfonamida dan juga aktif melawan mikoplasma

(Meidhianti et.al., 2018). Pemberian antibiotik ini diharapkan dapat

mencegah terjadinya infeksi sekunder yang dapat memperburuk keadaan

hewan.

3. Pengobatan Jamur pada kura-kura leher panjang (Chelodina mccordi) dan

kura-kura callagur (Batagur borneoensis)

Secara taksonomi, kura-kura termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum

Chordata, Sub filum Vertebrata, Kelas Reptilia dan Ordo Testudines

(Testudinata). Kura-kura dibagi ke dalam dua sub ordo yaitu Cryptodira dan

Pleurodira. Sub ordo Cryptodira biasanya memasukkan kepalanya ke dalam

perisai, sedangkan sub ordo Pleurodira bagian kepala dan lehernya hanya

48
dibelokkan ke samping (Iskandar 2000). Kura-kura leher panjang dan kallagur

termasuk jenis kura-kura sub ordo Cryptodira. Bagian tubuh kura-kura dilindungi

tempurung yang terdiri dari karapas (bagian punggung) dan plastron (bagian

perut) (Goin et al. 1978). Pada bagian tubuh lainnya yaitu bagian tungkai, kepala

dan ekornya menonjol keluar (Hoeve 2003).

Pemeriksaan dilakukan saat visit di kandang reptil. Pada kura-kura leher

panjang terdapat bercak putih pada bagian kaki (gambar 4a). Pada kura-kura

kallagur terdapat bercak putih di bagian plastron (gambar 4b). Penyebab jamuran

dapat dikarenakan manajemen lingkungan, biasanya karena air yang kotor.

a. b.

Gambar 4. (a) kura-kura leher panjang , (b) kura-kura kallagur.

Pengobatan yang dilakukan pada keduannya dengan merendam kura-kura

kedalam air yang telah diberikan iodin (sebagai desinfektan) dan dibersihkan

dengan sikat setelah itu dikeringkan dan diberikan antiseptik. Icthyol salep

merupakan antiseptik yang diberikan dengan komposisi Icthammolum. Dapat

digunakan untuk mengobati luka pada kulit dengan cara dioles tipis-tipis.

4. Perawatan vulnus amputatum pada linsang

Linsang atau berang-berang (Amblonyx cinereus) merupakan

spesies linsang asli Asia Tenggara dan Selatan, merupakan spesies linsang

49
terkecil di dunia. Linsang hidup di habitat sungai, rawa-rawa, dan hutan

bakau. Pada keempat kaki terdapat selaput antar jari yang digunakan untuk

berenang. Linsang merupakan satwa yang hidup berkelompok antara 8

hingga 12 individu dalam satu koloni. Tiap koloni dipimpin oleh satu

individu jantan alpha. Perkelahian biasa terjadi antar individu jantan dalam

sebuah suksesi (Koepfli et al., 2008).

Diketahui salah satu individu linsang kehilangan tarsal kanan

(vulnus amputatum) dalam sebuah perkelahian. Bekas luka jahitan nampak

bengkak dan hiperemi, tanpa ada pendarahan. Terapi yang diberikan

adalah pemberian salep 69 yang berisi Rifamicin. Rifamicin bekerja

dengan cara menghentikan pronduksi RNA oleh bakteri.

Gambar 5. Pemberian salep 69 yang berisi Rifamicin.

5. Infeksi mata pada kadal salak (Tropidophorus apulus)

Tropidophorus apulus merupakan kadal semiakuatik dari keluarga

Scincidae, ditemukan di Indocina, Kalimantan, Sulawesi, dan Filipina.

Mereka kadang-kadang dikenal sebagai kadal salak.Kadal salak ditemukan

50
di bawah humus dan kayu yang lembab di lantai hutan, di bawah batu dan

kayu hingga ke daerah pertanian (Brown et al, 2009).

Infeksi area optalmik pada kadal dapat disebabkan oleh bakteri,

virus, parasit, fungi, luka (trauma), benda asing, retained spectacle,

intoksikasi, malnutrisi, neoplasia dan kelainan genetik. Gejala klinis yang

tampak yaitu kelopak mata membengkak dan hiperemi, menyebabkan

kadal sulit membuka kelopak mata (Mader, 2006). Leleran serous dari

mata kanan terjadi secara terus menerus (epifora) selama beberapa hari.

Kadal direndam selama beberapa menit pada pagi hari dan dijemur

secukupnya. Rencana pengobatan yang dilakukan adalah pemberian salep

Terramycin yang terdiri dari Oksitetrasiklin 1%, diberikan satu kali sehari.

Oksitetrasiklin merupakan antibiotik yang mengikat subunit ribosom 30S

dan 50S secara terbalik, sehingga menghambat sintesis protein bakteri

yang tumbuh dan menghambat pertumbuhan selnya (Plumb, 2008).

Gambar 6. Pemberian salep Benoson G.

51
6. Rontgen kura-kura

Secara taksonomi, kura-kura termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum

Chordata, Sub filum Vertebrata, Kelas Reptilia dan Ordo Testudines

(Testudinata). (Iskandar 2000).

Pada tanggal 21/9/2019, seekor kura-kura dibawa dari Klinik Hewan Jogja

ke Gembira Loka Zoo dengan gejala klinis nafsu makan turun. X-ray dilakukan

tetapi tidak ada abnormalitas yang dapat diamati.

Gambar XX. Rontgen kura-kura. Tidak ada abnormalitas.

7. Pemberian obat cacing pada primata

Pyrantel adalah obat yang bekerja dengan mendepolarisasi agen

penghambat neuromuskuler, dan bertindak sebagai agonis pada reseptor

asetilkolin nikotinat (nAChR) sehingga mencapai blokade rangsang (Robertson et

al., 1994). Pengikatan pyrantel dengan reseptor kurang reversible kalau dibanding

dengan asetilkolin, dan ini menyebabkan kelebihan stimulasi otot nematoda, dan

akhirnya memicu kontraksi, dan kelumpuhan (Courtney dan Roberson, 1995).

52
Primata di karantina Gembira Loka Zoo diberi obat cacing secara rutin 3

bulan sekali dengan obat pyrantel dengan dosis 1 mg/kg berat badan, dan diberi

secara peroral. Primata yang berada di karantina adalah siamang (Symphalangus

syndactylus), dan owa jawa (Hylobates moloch).

8. PBFD pada Kakatua (Cacatuidae )

PBFD atau Psittacine Beak and Feather Disease menurut Razmyar et al.

(2008) disebabkan oleh virus kelompok Circoviridaei. Penyakit yang banyak

menyerang burung paruh bengkok (psittacines). Secara kasat mata gejalanya

berawal dari bulu yang tidak juga tumbuh setelah rontok, bulu rontok belum

waktunya, bulu tumbuh tidak normal, burung mencabuti bulu sendiri, dan

hilangnya selongsong di pangkal bulu. Gejala lain adalah paruh tumbuh tidak

seimetris, bengkok tidak pada tempatnya, dan kadang-kadang hal yang sama

terjadi pada kuku. Pada stadium ini, bisa juga burung terlihat stres dan menjadi

kurus dalam waktu cepat, sehingga kondisi daya tahan tubuh burung turun drastis

seperti inilah kemudian muncul infeksi sekunder (susulan) virus lain atau juga

jamur dan bakteri. Tindakan kuratif yang diberikan berupa mengkarantina kakatua

atau cacatuidae di poliklinik agar virus tidak menyebar lebih banyak lagi ke

burung lainnya.

9. Luka pada Sulcata tortoise (Centrochelys sulcata)

Berdasarkan anamnesa dan inspeksi sulcata tortoise atau nama latinnya

adalah centrochelys sulcata di display unit reptil pada tanggal 20 September 2019

terdapat seekor yang terluka pada bagian extremitas cranial pada regio scapulo

53
humeralis yang diduga disebabkan karena bertengkar dengan sulcata tortoise yang

lain dalam satu kandang yang berisi empat ekor dengan jenis yang sama.

Penanganan yang diberikan adalah flushing dengan povidone iodine 1%.

Larutan povidone iodine merupakan agen antimikroba yang efektif dalam

desinfeksi dan pembersihan kulit dalam penatalaksanaan luka traumatik yang

kotor. Povidone iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi sebagai

antiseptik, mampu membunuh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus,

protozoa, dan spora bakteri. Aktifitas antimikroba povidone iodine dikarenakan

kemampuan oksidasi kuat dari iodine bebas terhadap asam amino, nukleotida,

ikatan ganda, dan juga lemak bebas tidak jenuh. Hal ini menyebabkan povidone

iodine mampu merusak protein dan DNA mikroba. Kemampuan povidone iodine

dalam hal inflamasi adalah menghambat interleukin-1 beta (IL-1 beta) dan

interleukin-8 (IL8) (Rondhianto, 2016).

10. Scabies pada kelinci dan marmut.

Sarcoptes scabiei pada kelinci sering ditemukan pada bagian tubuh yang

kurang berambut seperti wajah, telinga, kaki dan infestasi parasit ini biasanya

ditandai dengan pruritis, pyoderma, alopecia parah, dan penurunan berat badan

(Soulsby, 1998; Aiello et al., 1998).

Sarcoptes scabiei terdiri dari “cohort” Astigmata dengan order

Acariformes dan suborder Sarcoptiformes. Secara morfologi, Sarcoptes scabiei

berbentuk oval, pipih rata, dan berbentuk convex pada dorsal, setae dorsal kekar,

beberapa duri kutikula, dan lekukan kutikula transversal bergerigi (Arlian, 1989).

54
Pada tanggal 18 September 2019 , beberapa kelinci dan marmut di

Gembira Loka Zoo menunjukkan gejala klinis lalala dan sampel kulit diambil

lalala

11. Pengambilan Sampel Darah Pheasant

Pheasant atau burung pegar (Phasianus colchicus) adalah burung yang

berasal dari Asia. Pengambilan sampel darah dari pheasant diambil dari vena

ulnar sayap (Schimdt et al., 2007).

Pada tanggal 19 September 2019, sampel darah diambil dari pheasant

(Phasianus colchicus) untuk pemeriksaan di laboratorium. Lalalal

12. Pengambilan Sampel Darah Unta

Unta adalah spesies hewan berkuku genap yang banyak terdapat pada daerah

yang beriklim kering. Hewan ini ada dua jenis, yaitu unta punuk satu (C.

dromedarius) yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika bagian utara serta unta

punuk ganda (C. bactrianus) yang berasal dari daerah gurun di Asia bagian 4

timur. Unta punuk satu memiliki klasifikasi sebagai berikut. kingdom Animalia,

filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, famili

Camelidae, genus Camelus serta spesies Camelus dromedarius (Naumann 1999).

Pada tanggal 18 september 2019 dilakuakan pengambilan sampel darah pada

seekor unta berjenis lalala. Menurut Naga dan Bargash (2016) pengambilan

sampel darah unta diambil di vena jugularis. Pengambilan sampel darah ini

dilakukan dengan tujuan lalala. Sampel darah diambil pada vena jugularis unta

55
sebanyak lalalala dan disimpan dalam tabung edta yang kemudian pemeriksaan

sampel darah dilakukan di lalala.

13. Pengecekan Sapi Myasis

Pada tanggal X September 2019 dilakukan pengecekan pada sapi yang

menderita myasis. lalalala

Myasis atau belatungan adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan hidup

hewan maupun manusia. Beberapa jenis lalat telah diidentifikasi sebagai

penyebab penyakit ini, namun yang bersifat obligat parasit adalah Chrysomya

bezziana sehingga perlu diperhatikan. Awal infestasi larva terjadi pada daerah

kulit yang terluka, selanjutnya larva bergerak lebih dalam menuju ke jaringan otot

sehingga menyebabkan daerah luka semakin lebar. Kondisi tersebut menyebabkan

tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan menurun, demam serta diikuti

penurunan produksi susu dan bobot badan bahkan dapat terjadi anemia (Wardhana

dan Muharsini, 2005).

14. Flu pada Albino Reticulated Python

Pada tanggal 20 September 2019 dilakukan pengobatan pada Albino

Reticulated Python yang bernama Milo. Penyebab penyakit flu pada ular biasanya

terjadi karena perubahan suhu yang terjadi secara drastis. Ular adalah jenis hewan

berdarah dingin yang suhu tubuhnya menyesuaikan dengan suhu di sekitarnya.

Gejala yang biasa terlihat adanya gelembung pada lubang hidung ular atau hidung

ular tersebut terlihat basah. Ular yang pilek juga akan terlihat mendengkur saat

56
bernafas. Dalam keadaan parah, pilek pada ular akan membuat ular kesulitan

bernafas yang berujung pada kematian ular.

Pengobatan yang diberikan adalah injeksi ceftazidime secara intramuskuler

dengan dosis 1 mg/kg BB. Ceftazidime. Ceftazidime adalah antibiotik spektrum

luas yang merupakan antibiotik Cephalosporin semisintetik yang bersifat

bakterisidal artinya Ia bekerja dengan membunuh bakteri. Mekanisme kerja

Ceftazidime sebagai antibakteri adalah dengan menghambat enzym yang

bertanggung jawab terhadap pembentukan dinding sel bakteri tersebut. Selain itu,

Ceftazidime sangat stabil terhadap sebagian besar beta-laktamase. Beta-laktamase

adalah enzim yang dihasilkan oleh bakteri untuk menghancurkan antibiotik

sehingga antibiotik tidak dapat bekerja. Ceftazidime juga aktif terhadap beberapa

bakteri yang resisten terhadap antibiotik Ampisilin dan antibiotik golongan

Cephalosporin lainnya (Plumb, D.C. 2008).

15. ND pada Merak (Pavo muticus)

Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit menular akut yang menyerang

ayam dan jenis unggas lainnya dengan gejala klinis berupa gangguan pernafasan,

pencernaan dan syaraf disertai mortalitas yang sangat tinggi. Penyebab ND adalah

virus yang tergolong Paramyxovirus, termasuk virus ssRNA yang berukuran 150-

250 milimikron, dengan bentuk bervariasi tetapi umumnya berbentuk spherik.

Beberapa strain memiliki bentuk pleomorfik atau bulat panjang. Virus ND

memiiki amplop dan kapsid berbentuk heliks yang simetris. Di alam virus ND

57
menyerang unggas dan burung-burung. Ayam ras dan ayam kampung, baik

piaraan maupun yang liar sangat rentan (Dirjen PKH, 2014).

Seekor burung merak dibawa ke klinik dalam keadaan tidak ada nafsu makan,

lesu, ngorok, megap-megap dan beberapa kali tortikolis.

Gambar. Merak yang menunjukan gejala ND

Pengobatan yang diberikan pada merak adalah Enrofloxacin ½ cc dan

Vitamin B-Complex. Pemberian antibiotik ini diharapkan dapat mencegah

terjadinya infeksi sekunder yang dapat memperparah keadaan hewan.

Enrofloxacin merupakan antibiotik golongan fluoroquinolon, bersifat bakterisidal

dan bekerja dengan cara memengaruhi enzim DNA girase bakteri. Enrofloxacin

mempunyai spektrum anti bakteri yang luas. Zat ini aktif terhadap bakteri gram

positif maupun gram negatif, bakteri intraseluler mikroba tahan

trimetropin/sulfonamida dan juga aktif melawan mikoplasma (Meidhianti et.al.,

2018).

Keadaan merak memburuk karena dehidrasi akibat tidak mau makan dan

minum sehingga merak diberi penanganan suprotif dengan pemberian NaCl intra

kloaka karena pembuluh darah mengalami kolaps dan sulit untuk infus intra vena.

58
Keesokan harinya merak ditemukan sudah mati. Diperkirakan merak tersebut mati

pada waktu malam. Kemudian dilakukan nekropsi untuk mengetahui perubahan

patologi anatomi pada merak tersebut dan terlihat seperti gambar dibawah ini:

a b c
Gambar. (a) Hemoragi pada lien (b) Hemoragi ptechiae pada proventrikulus (c)
hemoragi pada sekal tonsil

Menurut Dirjen PKH (2014), patologi anatomi tergantung pada strain virus

yang menulari. Perubahan yang disebabkan oleh infeksi virus velogenik strain

Asia yang patognomonis berupa ptechiae (bintik-bintik perdarahan) pada

proventrikulus (perut kelenjar) dan nekrosa pada usus. Berdasarkan gejala dan

hasil nekropsi untuk melihat patologi anatomi, dapat disimpulkan bahwa merak

tersebut terinfeksi virus ND. Penyebab ND adalah virus yang tergolong

Paramyxovirus, termasuk virus ssRNA yang berukuran 150-250 milimikron,

dengan bentuk bervariasi tetapi umumnya berbentuk spherik. Wabah ND

umumnya terjadi karena perubahan lingkungan, seperti kenaikan jumlah populasi

yang tidak kebal, perubahan iklim yang menyebabkan stress, perubahan musim

kemarau ke musim hujan atau sebaliknya (musim pancaroba) dan makanan

kurang baik atau sanitasi dan tatalaksana yang kurang baik. Penularan dari satu

tempat ke tempat lain terjadi melalui alat transportasi, pekerja kandang, burung

dan hewan lain, debu kandang, angin, serangga, makanan dan karung makanan

59
yang tercemar. Dapat pula melalui transportasi dari karkas ayam yang tertular

virus ND dan ayam dalam masa inkubasi. Belum ditemukan obat yang dapat

menyembuhkan ND. Usaha yang dapat dilakukan adalah membuat kondisi badan

ayam cepat membaik dan merangsang nafsu makannya dengan memberikan

tambahan vitamin dan mineral, serta mencegah infeksi sekunder dengan

pemberian antibiotik. Dapat pula diberikan pemanasan tambahan pada kandang.

Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan vaksinasi secara teratur, serta

menjaga kebersihan dan sanitasi kandang (Dirjen PKH, 2014).

16. Penanganan Candidiasis pada burung Kacer (Copsychus saularis)

Burung kacer (Copsychus saularis) terdiri dari Phylum Chordata, Group

Vertebrata, Sub phylum Gnathostomata, Class Aves, Sub Class Neornithes, Super

order Neognathae, Order Passeriformes, Family Muscicapidae, Genus Copsychus,

dan Species saularis (Siddique, 2008).

Candidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur genus Candida.

Candidiasis bermanifestasi sebagai jaringan nekrotik pseudomembran di rongga

mulut, faring, esofagus, dan crop. Gejala klinis terdiri dari disfagia, regurgitasi,

muntah, dan depresi (Deem, 2003).

Burung kacer menunjukkan gejala klinis batuk selama 2 minggu.

Perawatan dilaksanakan dengan obat tetes Candisitin atau Yeastatin.

60
Kegiatan Koasistensi Bagian Reptil dan Amfibi

Data Satwa
Pendataan satwa-satwa di Kebun Binatang Gembira Loka dilakukan per

bulan biasanya pada akhir bulan. Pendataan bertujuan untuk mengetahui

keberadaan satwa dan melihat rekam jejak kegiatan yang dilakukan. Pendataan

satwa di Unit Reptil dan Amfibi dimonitor dan dievaluasi untuk perencanaan

kegiatan kedepannya. Jenis-jenis satwa digolongkan ke dalam empat golongan

yaitu :

 Kadal dan Buaya

No Nama Satwa Jumlah


.
1 Biawak Bearded Dragon 1
2 Biawak Komodo 1
3 Biawak Rotte 1
4 Biawak Tegu 2
5 Biawak Tiliqua / Lidah Biru 10
6 Gecko 6
7 Soa Layar 10
8 Soa Payung 1
9 Iguana Merah 12
10 Iguana Hijau 3
11 Iguana Biru -
12 Kadal Pensil 1
13 Kadal Duri 1
14 Kadal Salak 2
15 Varanus acanthurus 2
16 Varanus cumingi 1
17 Varanus panoptes 6
18 Varanus indicus 2
19 Buaya Muara 21
20 Buaya Sinyulong 10
21 Buaya Caiman 2

61
 Ular

No Nama Satwa Jumlah


.
1 Anaconda hijau 1
2 Sanca bola 1
3 Blue insularis 8
4 Boa Pembelit 4
5 Boa Pelangi 1
6 Sanca Darah 2
7 Corn snake 3
8 Kobra Jawa (albino) 2
9 Kobra Jawa 1
10 Molurus 5
11 Molurus (albino) 4
12 Mono tanah 1
13 King snake 19
14 King cobra 1
15 Retic 9
16 Retic (albino) 1
17 Green Tree Python 3
18 Sanca Karpet 2
19 Milk snake 2
20 Rat snake 1
21 Truno bamban 4
22 Viper punisius 1
23 Viper wagleri 1

 Kura-kura

No Nama Satwa Jumlah


.
1 Biuku 5
2 Aldabra 5
3 Alligator 2
4 Ambon 4
5 Bintik kuning 1
6 Brazil 16
7 Callagur 3
8 Dada merah 16
9 Dada putih 3
10 Daun 5
11 Emys 7

62
12 Hamilton 1
13 Indiana star 1
14 Kepala cherry 5
15 Leher panjang 7
16 Leopard / pardalis 3
17 Matahari 3
18 Moncong babi 10
19 Pancake 2
20 Pipi putih 1
21 Radiata 5
22 Sulcata 17
23 Labi-labi bintang 1
24 Bulus albino 1

 Katak dan Salamander

No Nama Satwa Jumlah


.
1 Marine toad / mangrove 1
2 Pacman cranwell 2
3 Pacman strawberry 1
4 Pesek 6
5 badut 3
6 Axolotl 5
7 Chinese salamander 1
8 Greater siren 1

Data tersebut kemudian direkap kedalam logbook dan di kategorikan

kedalam bagian-bagian selanjutnya, seperti hewan yang hanya berjumlah satu

yang menjadi prioritas dan membutuhkan penanganan yang lebih intensif. Satwa-

satwa yang telah mati juga di data dan dilaporkan ke Kepala Unit (Kanit) untuk

diproses oleh pihak yang berwenang dan dokter hewan terkait.

63
Manajemen Kandang

Kegiatan di Unit Reptil dan Amfibi yang dilakukan pada pukul 08.00 –

10.30 adalah sanitasi kandang beserta grooming hewan. Hewan dikeluarkan dari

Ruang Akomodasi lalu ditata agar mempermudah grooming hewan seperti pada

Gambar 8. Jenis hewan yang dikeluarkan yaitu :

1. Kura-kura Dada merah


2. Kura-kura Sulcata
3. Kura-kura Radiata
4. Kura-kura Leopard
5. Kura-kura Leher Panjang
6. Kura-kura Cherry head
7. Kura-kura Pancake
8. Soa Layang
9. Iguana
10. Kadal Lidah Biru
11. Molurus
12. Retic

Gambar 7. Proses Penataan dan Pemandian Hewan (kiri) dan Ruang


Penampungan Reptil (Kanan) (Dokumentasi Pribadi, 2019).

Tempat pakan dan minum berupa Loyang alumunium dicuci dengan sabun

dan dibilas pada air mengalir. Ular dibersihkan dengan dimasukkan ke dalam

wadah besar yang telah diisi air kemudian direndam selama beberapa saat lalu

64
dilap menggunakan kanebo. Iguana dimandikan dengan cara disiram dengan air

mengalir. Kura-kura dimandikan dengan cara menyikat bagian karapas dan

plastron dengan pengecualian pada bagian yang ada bekas operasi tidak disikat

untuk mencegah rusaknya bekas luka.

Gambar 8. Proses penyikatan Plastron (Kiri) dan Karapas (Kanan) (Dokumentasi


Pribadi, 2019).

Semua hewan yang telah dibersihkan kemudian dijemur dan ditempatkan di

wadah yang kering. Penjemuran dilakukan agar reptil mendapatkan suhu tubuh

yang berimbang karena reptil merupakan hewan berdarah dingin (poikilotermal).

Gambar 9. Penjemuran setelah dbersihkan (Dokumentasi Pribadi, 2019).

65
Gambar 10. Wadah berukuran besar (atas) dan Wadah berukuran kecil (bawah)
(Dokumentasi Pribadi, 2019).

Wadah besar digunakan untuk hewan yang berukuran besar dan wadah kecil

digunakan untuk hewan yang berukuran kecil dan biasanya dalam jumlah banyak

Wadah lainnya yang digunakan pada saat proses pemandian dan penjemuran

hewan adalah wadah berukuran 150 Liter yang berjumlah 23 buah dan wadah

yang kurang dari 150 Liter berjumlah 13 buah. Masing-masing wadah tersebut

biasanya diisi dengan ular (Molurus dan Retic) dan dilubangi untuk

mempermudah sirkulasi udara sedangkan wadah yang tidak dilubangi digunakan

untuk kura-kura leher panjang. Kandang lainnya yang terdapat pada Unit Reptil

dan Amfibi adalah Kandang Iguana dengan ukuran sekitar 60x60x100 cm dan

terdapat 9 unit dengan 3 unit yang terisi seperti pada Gambar 11.

66
Gambar 11. Kandang berukuran 60 x 60 x 100 cm (Dokumentasi Pribadi, 2019)

Persiapan dan Pemberian Pakan Reptil-Amphibi

Reptil dan amphibia diberikan pakan sebanyak dua kali setiap harinya,

pakan diberikan pada pukul 09.00 dan 15.00. Bahan pakan yang berasal dari unit

nutrisi disiapkan setelah pagi hari kegiatan memandikan reptil serta

membersihkan kandang reptil pada pukul 09.00, lalu pakan yang akan disiapkan

untuk makan siang biasanya diproses setelah jam istirahat (12.00-13.00 WIB) .

Bahan pakan berupa buah pepaya, buah semangka, buah pisang, buah melon,

tongkol jagung, sawi, kangkung, tomat, wortel, rumput, daging ayam dan daging

kerbau. Persiapan untuk pakan hewan dilakukan dengan mencuci dan memotong

bahan pakan menjadi ukuran yang lebih kecil, kemudian membagi bahan pakan ke

dalam wadah pakan dan memberikan air minum.

Pakan untuk iguana berupa pepaya yang telah dipotong kecil-kecil, serutan

wortel, sawi hijau yang dipotong ukuran sedang, dan beberapa tangkai kangkung.

Pakan kura-kura terdiri atas potongan pepaya berukuran lebih besar, rumput,

potongan sawi, serta tongkol jagung. Kura-kura Brazil dan kura-kura lain yang

67
berukuran lebih kecil diberikan pakan jangkrik, setiap satu ekor kura-kura diberi

empat ekor jangkrik. Kura-kura air diberi pakan irisan daging ayam. Kadal lidah

biru diberi pakan pepaya, pisang, dan daging. Satwa yang berada di dalam

kandang display yaitu kura-kura radiata, sulcata, aldabra, dan buaya rawa

diberikan pakan mulai pukul 15.00 WIB sampai selesai. Kura-kura diberi pakan

berupa buah-buahan (melon, pepaya, semangka, pisang), tomat, irisan wortel,

sawi, dan rumput.

B. Kegiatan Koasistensi Bagian Aves

BIRD PARK

Bird Park memiliki berbagai spesies burung, seperti burung hantu,

macau merah, angsa hitam, elang jawa, kakatua tanimbar, nuri, belibis,

pinguin Afrika, merak hijau dan lain-lain. Kawasan Bird Park terbagi

menjadi beberapa titik, yaitu kandang dome, lory kingdom dan interaksi.

Interaksi terbagi menjadi 2, yaitu di bagian utara dan selatan. Burung Macau

Merah, Nuri Abu-Abu dan Kakatua Tanimbar terdapat di interaksi bagian

utara sedangkan burung elang di bagian selatan. Interaksi memberikan

kesempatan untuk pengunjung dapat berfoto bersama burung macau.

68
Gambar 13. Peta Bird Park (Anonim, 2019)

Kandang dome memiliki tempat khusus yang digunakan untuk

mempersiapkan pakan burung dan terdapat beberapa burung yang masih

beradaptasi dan belum siap dilepaskan. Pakan diambil dari ruang nutrisi untuk

kemudian dibersihkan dan dimasukan ke wadah pakan sesuai dengan

kebutuhan burung. Pakan berupa sayuran dan buah seperti kacang panjang,

wortel, sawi hijau, sawi putih, jagung, apel, pisang, pepaya, jeruk dibersihkan

dan dipotong kecil-kecil, selain sayuran dan buah ada juga udang khusus

untuk flamingo. Sayuran yang sudah di dicampur dengan kuwaci yang

dimasukkan ke dalam wadah yang sudah dipersiapkan, setelah itu membantu

mengambil pakan sisa di kandang dan membagikan pakan ke tiap kandang.

Pakan yang diberikan pada tiap hewan berbeda sesuai dengan kebutuhan

masing-masing hewan.

69
Gambar 14. Pembagian pakan untuk burung (dokumentasi pribadi)

Burung yang terdapat di kandang dome dipelihara sesuai dengan

habitat aslinya. Kandang ini didesain khusus agar burung dapat terbang bebas

dengan atap kandang dibuat dengan tinggi tertentu agar burung tetap merasa

nyaman, sama seperti di lory kingdom.

Gambar 15. Lory Kingdom (dokumentasi pribadi)

70
Lory Kingdom berisi banyak jenis burung nuri dan beberapa merak

hijau. Kawasan ini terdapat beberapa merak hijau yang sengaja dikeluarkan

agar dapat berinteraksi dengan pengunjung.

Gambar 16. Merak Hijau (dokumentasi pribadi)

Pemberian pakan di kedua kandang ini dilakukan setiap pagi dan juga

siang hari. Pakan yang sudah disiapkan diletakan ke dalam wadah yang tersedia,

sayuran dan buah di letakan di kayu-kayu yang tersedia agar burung dapat dengan

mudah menjangkaunya. Tempat pakan didesain khusus dan dapat dilihat pada

Gambar 17.

71
Gambar 17. Pemberikan pakan di kandang lory

Pemberian pakan yang kedua dilakukan pada siang hari sekitar pukul

13.00 WIB. Buah-buahan seperti apel, jeruk dan pepaya diberikan kembali

untuk burung-burung yang berada di lory kingdom. Ikan lele juga diberikan

untuk burung elang dan sejenisnya, pinguin Afrika juga diberikan pakan ikan

pada siang hari. Pemberian pakan juga dilakukan dikandang yang berada di

karantina. Burung hantu dan elang biasanya diberikan ikan lele atau anak

ayam (DOC), burung macau dan kakak tua diberikan sayuran dan buah-

buahan. Jangkrik dan ulat biasanya diberikan sebagai pakan tambahan pada

burung berkicau seperti burung murai.

72
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kegiatan koasistensi di Kebun Binatang Gembira Loka dimulai pada

pukul 08.00-16.00 WIB dengan kelompok mahasiswa koasistensi dibagi menjadi

tiga bagian, yaitu Unit Poliklinik dan Karantina, Unit Reptil dan Amphibi, serta

Unit Aves. Kegiatan koasistensi yang dilakukan yaitu meliputi pemeriksaan,

perawatan, pengobatan, kebersihan, dan interaksi satwa. Kegiatan yang dilakukan

sesuai dengan instruksi petugas unit dan pengawasan dokter hewan.

Saran

Fasilitas yang lebih banyak dan efisien dapat meningkatkan produktivitas

di kebun binatang Gembira Loka.

73
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2017.http://sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL2017/Kese
hatanPertanianKajian20Hewan/BAB-V-Kekebalan-dan-Vaksinasi-
pada-Hewan.pdf. Diakses 18 September 2019 : 21.30
Anonim. 2019. Peta Gembira Loka Zoo. Diakses di www.gembiralokazoo.com
pada tanggal 18 September 2019 pukul 20.00 WIB
Banks, R.E., Sharp, J.M., Doss, S.D., Vanderford, D.A. 2010. Exotic Small
Mammal Care and Husbandry. Singapore : Wiley-Blackwell
Brown, R., Diesmos, M., Afuang, L., Rico, E. & Duya, M.R. 2009.
Tropidophorus grayi. The IUCN Red List of Threatened Species 2009:
e.T169770A6671760.
Courtney, C.H., dan Roberson, E.L. 1995. In: Adams, H.R. (Ed.), Chemotherapy
of Parasitic Diseases. Veterinary Pharmacology and Therapeutics.
Iowa State University Press, Ames. 904–908.
Delaney, C.A.J. 2008. Exotic Companion Medicine Handbook For Veterinarians.
Florida : Zoological Education Network
Goin, C. J., Zu, G. R. 1987. Introduction to Herpetologi 3rd Ed. San Francisco :
Freeman and Company.
Halisa, S., Prayitnaningsih, S. 2016. “Perbandingan Efek Ranitidin,
Dexamethason dan Kombinasinya terhadap Kadar Asam Format
Darah dan Pelepasan Sitokrom C Retina pada Model Tikus Intoksikasi
Metanol Akut”. Laboratorium Ilkes Kesehatan Mata RSU Dr.Saiful
Anwar, Malang.
Hoeve, W. V. 2003. Ensiklopedia Indonesia Fauna Reptilia dan Amfibia. Jakarta :
PT Ikrar Mandiri
Iskandar, D. T. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini .
Bandung L Palmedia Citra
Kiupel, M., Perpiñan, D. 2014. “Viral Disease of Ferrets”. Article Research Gate.
Koepfli KP, Deere KA, Slater GJ, et al. (2008). "Multigene phylogeny of the
Mustelidae: Resolving relationships, tempo and biogeographic history
of a mammalian adaptive radiation". BMC Biol. 6: 4–
5. doi:10.1186/1741-7007-6-10.
Mader DR. 2006. Reptile Medicine and Surgery. Philadelphia: WB Saunders.
Meidianthi, K.P., Ardana, I.B.K., Budiasa, K. 2018. “Kombinasi Tylosin dan
Enrofloxacin dalam Ransum terhadap Total Leukosit dan Diferensial
Leukosit Babi Landrace Pascasapih”. Indonesia Medicus Veterinus 7
(5) : 508-514
Plumb, D.C. 2008. Plumb’s Veterinary Drug Handbook Sixth Edition. Iowa:
Blackwell Publishing Professional

74
Razmyar, J; Dezfoulian, O; Bassami, M. R; Zamani, A; Peighambari, S. M.
2008. Psittacine beak and feather disease in Iran, molecular and
histopathologic detection. J.Vet.Res. 63,2:31-35.
Rondhianto, Wantiyah , dan Putra F.M. 2016. Penggunaan chlorhexidine 0,2 %
dengan Povidone Iodine 1%. NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei
2016 ISSN 2540-7937.

Robertson, S.J., Pennington, A.J., Evans, A.M., dan Martin, R.J. 1994. The action
of pyrantel as an agonist and an open channel blocker atacetylcholine
receptors in isolated Ascaris suum muscle vesicles. European Journal
of Pharmacology. 271: 273–282.
Wardaniati, I., Almahdy, A., Dahlan, A. 2016. “Gambaran Terapi Kombinasi
Ranitidin dengan Sukralfat dan Ranitidin dengan Antasida dalam
Pengobatan Gastritis di SMF Penyakit dalam Rumah Sakit Umum
(RSUD) Ahmad Mochtar Bukittinggi”. Jurnal Farmasi Higea, Vol. 8,
No. 1
Aiello S.E., Mays A., dan Amstutz H.E. 1998. Rabbits. In: Aiello SE ed. Merck
Veterinary Manual. New Jersey: Merck, Inc. 1386–1396.
Arlian, L.G. 1989. Biology, Host Relations, and Epidemiology of Sarcoptes
scabiei. Annual Review of Entomology. 34(1): 139–159.
Naga, T.R.A.E dan Bargash, S.M. 2016. Blood Parasites in Camels (Camelus
dromedarius) in Northern West Coast of Egypt. El-Naga and Barghash, J
Bacteriol Parasitol 2016, 7:1 DOI: 10.4172/2155-9597.1000258
Naumann. 1999. Camelus dromedarius. US: University of Michigan.
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Camelus
_dromedarius.html [24 September 2019]
Schmidt E.M., Paulillo A.C., Santin E., Dittrich R.L., dan Oliveira E.G. 2007.
Hemotological and Serum Chemistry Values for the Ring-necked
Pheasant (Phasianus colchicus): Variation with Sex and Age.
International Journal of Poultry Science. 6(2): 137-139.
Soulsby E.J.L. 1982. ed. Helminthes, Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals. 7th edn. London: Bailliere Tindall. 482–6.
Wardhana dan Muharsini. 2005. Kasus Myasis yang disebabkan oleh Chrysomya
bezziana di Pulau Jawa. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner 2005.
Deem S.L. 2003. Fungal diseases of birds of prey. Veterinary Clinics of North
America: Exotic Animal Practice. 6(2): 363-376
Siddique Y.H. 2008. Breeding Behaviour of Copsychus saularis in Indian-Sub-
Continent: A Personal Experience. International Journal of Zoological
Research. 4(2): 135-137

75
Anonim. 2019. https://www.generasibiologi.com/2019/02/garangan-jawa-ciri-
deskripsi-klasifikasi.html. Diakses 18 September 2019 : 22.15

76

Anda mungkin juga menyukai