Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KOASISTENSI BEDAH KASUS

PROLAPSUS VAGINA PADA ANJING LOKAL

Oleh:

Luh Putu Pradnya Swari

1809611005

Gelombang XIII Kelompok A

LABORATORIUM

KOASISTENSI BEDAH DAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019

1
2
PROLAPSUS VAGINA PADA ANJING LOKAL
(CASE REPORT : VAGINAL PROLAPS IN LOCAL DOG)
Swari Luh Putu Pradnya1, Pemayun I Gusti Agung Gde Putra2.
1
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Udayana
2
Bagian Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali.

Email: luhputupradnyaswari19296@gmail.com

ABSTRAK
Prolapsus vagina adalah kondisi klinis yang ditandai dengan penonjolan jaringan vagina
yang edema ke dalam lumen vagina dan keluar dari bibir vulva anjing betina selama fase
proestrus atau estrus siklus birahi. Prolapsus vagina umumnya terjadi pada hewan muda dan tua
karena peningkatan tekanan pada vagina yang hiperemia dan edema sekunder akibat stimulus
estrogen yang terjadi selama fase proestrus dan estrus. Seekor anjing datang ke Rumah Sakit
Hewan Universitas Udayana dengan keluhan prolapsus yang sudah nekrosis, nafsu makan baik,
susah mengeluarkan kencing dan anjing hiperaktif. Pemeriksaan fisik menunjukkan pada bagian
vagina yang mengalami prolapsus sudah nekrosis. Anjing dioperasi dengan menggunakan teknik
amputasi vagina pada bagian yang telah mengalami nekrosis dan dijahit pada vagina yang
diamputasi, selanjutnya dilakukan pendorongan kebagian abdomen untuk bagian uterus yang
tersisa. Perawatan pascaoperasi dilakukan dengan memberikan antibiotik penisilin dan
streptomisin injeksi dan dilanjutkan dengan ampisillin tablet selama 5 hari dan antiinflamasi
dexamethason tablet selama 5 hari. Kesembuhan luka terjadi pada hari keenam dan tidak terjadi
prolapsus kembali.
Kata Kunci : Prolapsus vagina, Anjing, Amputasi vagina.

ABSTRACT
Vaginal prolaps is a clinical condition characterized by protruding vaginal tissue that
edema into the vaginal lumen and out of the lips of the female vulva during the proestrus or
estrus cycle of the lust. Vaginal prolaps generally occurs in young and old animals because of
increased pressure in the vagina which is hyperemia and secondary edema due to estrogen
stimulation that occurs during the proestrus and estrus phases. A dog came to the Udayana
University Animal Hospital with complaints of prolaps necrosis, good appetite, difficulty
urinating and hyperactive dogs. Physical examination shows that the part of the vagina that has
prolaps is necrotic. The dog is operated on using a vaginal amputation technique on the part that
has undergone necrosis and is sutured in the amputated vagina, then the abdomen is pushed to the
remaining uterine part. Postoperative care is carried out by giving injection antibiotics and
continued with ampisillin tablets for 5 days and anti-inflammatory dexamethason tablets for 5
days. Wound healing occurs on the sixth day and prolaps does not occur again.
Keywords: Vaginal prolaps, Dogs, Vaginal Amputation.

3
PENDAHULUAN

Prolapsus vagina adalah kondisi klinis yang ditandai dengan penonjolan jaringan vagina
ke dalam lumen vagina dan keluar dari bibir vulva anjing betina selama fase proestrus atau estrus
(Deniz Nak and Gulnar, 2008). Gangguan ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan tekanan
normal vagina akibat stimulus estrogen yang terjadi selama proestrus dan estrus (Okkens, 2001).
Mukosa vagina dan vulva biasanya menjadi sangat edematus selama fase folikular dari siklus
estrus. Hal ini menyebabkan hiperplasia vagina selama proestrus atau estrus anjing betina muda
dan mengalami regresi selama diestrus (Okkens, 2005). Kelebihan respon estrogen ini dapat
menyebabkan lipatan mukosa yang berlebihan pada permukaan vagina ke arah papilla uretra,
sehingga mukosa yang berlebihan mulai menonjol melalui labia vulva. Jaringan yang terkena
akan mengalami edema, hyperemia dan peradangan, sehingga mudah mengalami trauma (Kumar
et al., 2011).
Prolapsus vagina dapat terjadi pada anjing betina muda selama fase folikuler pertama atau
kedua di bawah pengaruh estrogen dan dapat terjadi kembali pada setiap estrus berikutnya, jika
tidak ditangani dengan benar (Okkens, 2001). Penanganan tergantung pada tingkat keparahan
prolapsus, baik pada anjing betina yang bunting atau tidak bunting dan anjing yang mengalami
prolapsus pada saat estrus atau masa akhir kehamilan (Okkens , 2001).
Berdasarkan tingkat keparahan prolapses vagina, Schutte (1967) telah mengklasifikasi ke
dalam tiga tahap pada anjing. Anjing dengan prolapsus tipe I mengalami penonjolan sedikit pada
mukosa vagina dimulai dari permukaan vagina sampai ke lubang uretra. Prolapsus tipe II
menunjukkan penonjolan mukosa vagina melalui labia vulva, dengan dasar juga berasal dari
permukaan vagina. Anjing betina dengan prolapsus tipe III memiliki tonjolan lengkap dari
keseluruhan lingkar mukosa vagina dan sering sampai ke eksterior orifisium uretra luar.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan gejala klinis.
Menurut Canatal et al. (2015), kejadian prolapsus vagina lebih sering pada anjing ras besar.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan teknik visual yaitu melihat massa vagina, dengan
panjang yang bervariasi menonjol dari vagina. Jika prolapsus didiagnosis lebih awal, jaringan
yang menonjol mungkin pendek dan mukosa yang prolapsus akan tampak berwarna merah terang
dan tidak mengalami ulserasi. Pada prolapsus vagina dengan durasi yang lama, tonjolan akan
terlihat lebih panjang dan mukosa tampak merah atau hitam yang disertai dengan terjadinya
ulserasi atau nekrosis. Untuk mencapai penyembuhan permanen, maka penyebab dasar harus
didiagnosis dan diobati (Bojrab et al., 2014).

4
Menurut Wiarsa et al. (2011), prolapsus vagina pada hewan dapat ditangani dengan
melakukan tindakan pembedahan maupun tanpa pembedahan. Tindakan pembedahan yang
dilakukan adalah dengan melakukan amputasi vagina. Amputasi vagina dilakukan jika prolapsus
yang terjadi sudah mengalami nekrosis serta kebengkakan mukosa vagina. Amputasi vagina
merupakan cara yang paling disukai, terutama bila terjadi pada kasus-kasus kronis. Sedangkan
reposisi vagina dilakukan apabila prolapsus vagina yang terjadi masih dalam derajat ringan dan
bagian mukosa hanya mengalami sedikit kerusakan. Selain dua teknik di atas, dapat pula
dilakukan dengan teknik colopexy (Ragni, 2010). Pada kasus ini, dipilih teknik amputasi vagina
karena prolapsus vagina telah terjadi lebih dari 2 bulan sehingga bagian yang keluar sudah
mengalami nekrosis.

LAPORAN KASUS
Sinyalemen dan Anamnesis
Pada tanggal 11 Juli 2019 telah dilakukan pemeriksaan fisik terhadap anjing lokal berjenis
kelamin betina bernama Poppy. Anjing tersebut berumur 4 tahun dengan bobot badan 10 kg.
Anjing tersebut berwarna putih kuning. Berdasarkan keterangan pemilik, anjing mengalami
keluhan terdapat benjolan yang keluar dari dalam kelamin sudah lebih dari 2 bulan dan benjolan
tersebut berwarna merah muda dengan jaringan nekrosis pada bagian ujungnya. Menurut pemilik
Poppy sudah pernah melahirkan sebanyak 4 kali. Benjolan yang keluar dari alat kelamin muncul
setelah anjing Poppy berhubungan dengan anjing jantan yang ada di sekitar rumahnya.
Sebelumnya Poppy tidak pernah mengalami prolapsus vagina. Pakan anjing berupa nasi sisa
makanan pemilik dicampur daging sekedarnya. Tingkah laku anjing hiperaktif, anjing sering
mengalami kesulitan dalam mengeluarkan air kencingnya. Anjing Poppy belum pernah
mendapatkan penanganan dari dokter hewan, dan anjing sudah mendapatkan vaksinasi rabies
tetapi belum pernah diberikan obat cacing.

Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium


Status Present dari Anjing Poppy adalah sebagai berikut : bobot badan 10 kg, frekuensi
jantung 128x/menit, frekuensi pulsus 100x/menit, frekuensi napas 32x/menit, suhu tubuh 39,1C,
dan capillary refill time (CRT) kurang dari 2 detik.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya bagian vagina yang keluar sepanjang 10
cm. Bagian vagina yang keluar tampak berwarna merah muda dan sudah mengalami nekrosis

5
(Gambar 1). Untuk mendukung diagnosis maka dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil
seperti pada Tabel 1.

Gambar 1. Massa silindris (prolapsus vagina) pada Anjing Poppy

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin Anjing Poppy


Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan Keterangan
Total Leukosit (WBC) 47.1 6.0 – 15.0 10^9/L H
Limfosit 3.1 10.0 – 30.0 % L
Granulosit 92.4 63.0 – 87.0 % H
Total Eritrosit (RBC) 3.85 5.00 – 8.50 10^12/L L
Hemoglobin (Hb) 11.2 12.0 – 18.0 g/dL L
MCV 51.6 60.0 – 77.0 fL L
MCH 29.0 14.0 – 25.0 pg H
MCHC 56.1 31.0 – 36.0 g/dL H
Hematokrit (HCT) 19.9 37.0 – 55.0 % L
Platelet (PLT) 441 160 - 625 10^9/L N

Diagnosis dan Prognosis


Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dinyatakan bahwa anjing Poppy
mengalami prolapsus vagina akibat peningkatan tekanan normal pada hiperemia vagina dan
edema sekunder akibat stimulus estrogen yang terjadi selama proestrus dan estrus. Pemeriksaan
hematologi rutin anjing Poppy menunjukkan bahwa total leukosit meningkat akibat infeksi pada
prolapsus vagina selama lebih dari 2 bulan tetapi total eritrosit dan hemoglobin menurun
mengindikasikan bahwa anjing Poppy mengalami anemia ringan. Nilai hematokrit menurun
dikarenakan anjing Poppy mengalami dehidrasi yang diakibatkan karena kurangnya asupan
minum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indrawaty (2011) yang menyatakan peningkatan nilai
HCT dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik, polisitemia dan syok.
Sedangkan, nilai platelet masih dalam batasan normal. Platelet yang disebut juga trombosit atau

6
keping darah memiliki fungsi utama yaitu untuk pembentukan sumbat mekanik selama respons
hemostasis normal terhadap cedera vaskular dan tanpa trombosit dapat terjadi kebocoran darah
spontan melalui pembuluh darah kecil (Hoffbrand et al., 2006).

PENANGANAN

Preoperasi
Sebelum dioperasi, hewan kasus/pasien harus disiapkan dengan baik untuk menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama operasi berlangsung. Oleh karena itu perlu
dilakukan anamnesa yang cermat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Disamping
pemeriksaan fisik, juga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah.
Hal tersebut dilakukan sebagai penunjang untuk menentukan penyebab kejadian penyakit dan
mengetahui status fisiologis hewan kasus sebelum dilakukan pembedahan, hewan yang akan
dioperasi harus dalam kondisi stabil secara fisiologis. Selain itu hewan kasus harus dipuasakan 12
jam sebelum dilakukan operasi untuk menghindari terjadinya muntah saat diberikan anestesi.
Sesaat sebelum dilakukan operasi, seluruh bagian vagina yang keluar dibersihkan dengan
NaCl fisiologis. Anjing kasus kemudian diberi premedikasi menggunakan atropin sulfat (1 ml
secara subkutan). Selanjutnya dilakukan pemasangan IV catheter. Setelah 10 menit dilanjutkan
dengan pemberian xylazin dan ketamin (masing-masing 1 ml secara intravena). Setelah
teranestesi anjing kasus siap untuk dilakukan pemasangan skill lab endhotracheal tube, stomach
tube, urine catheter dan dilakukan tindakan operasi.
Ruang operasi yang digunakan harus dalam keadaan bersih, semua peralatan harus
disterilisasi seperti meja operasi disteril menggunakan alkohol 70%, alat bedah yang akan
digunakan disterilisasi dengan sterilisator ataupun alkohol 70%, hal ini bertujuan untuk
meminimalisir terjadinya kontaminasi.
Operasi
Penanganan dilakukan dengan teknik amputasi vagina dengan tujuan untuk membuang
bagian vagina yang mengalami nekrosis. Anjing kasus direbahkan dengan posisi rebah dorsal,
kemudian vagina ditarik keluar (Gambar 2), kemudian dilakukan jahitan stay suture agar mudah
dalam memotong bagian prolapsus (Gambar 3). Setelah dibuat jahitan stay suture pada bagian
yang mengalami prolapsus yaitu di bagian depan servix di potong dan dijahit dengan pola jahitan
sederhana menerus (Gambar 4) dengan benang chromic cat gut 3.0. Setelah dilakukan jahitan
bagian dari vagina yang tersisa di reposisi ke dalam rongga abdomen.

7
Pascaoperasi
Untuk perawatan pascaoperasi, anjing kasus diberikan antibiotik injeksi penisilin dan
streptomisin (2 ml secara intramuskuler) pada hari-0 sebanyak satu kali. Untuk 5 hari berikutnya
diberikan antibiotik oral yaitu ampisillin tablet 500 mg (3 x ½ tablet) dan untuk menghilangkan
kebengkakan pada uterus yang tersisa diberikan antiinflamasi berupa dexamethason tablet 0,5 mg
(2 x 1 tablet). Selama pascaoperasi anjing kasus dikandangkan untuk meminimalisir pergerakan
hewan.

Gambar 2. Penarikan vagina


Gambar 3. Pembuatan Gambar 4. Jahitan sederhana
jahitan stay suture menerus

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Evaluasi
Pengamatan pascaoperasi kucing kasus, dilakukan pada hari ke-1 sampai ke-7 seperti
yang terlihat pada Tabel 2 dibawah.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pascaoperasi

Pengamatan pasca operasi Hasil pengamatan Terapi

Kebengkakan pada vagina, Ampisillin 250 mg tablet 3x1


darah yang masih keluar dan dan dexamethason 0,5 mg
menunjukkan rasa sakit ketika tablet 2x1
dipalpasi. Anjing kasus sudah
terlihat aktif, nafsu makan
bagus. Tetapi anjing kasus
masih kesulitan untuk kencing.

Hari ke-1

8
Kebengkakan pada vagina, Ampisillin 250 mg tablet 3x1
darah yang masih keluar dan dan dexamethason 0,5 mg
menunjukkan rasa sakit ketika tablet 2x1
dipalpasi. Anjing kasus sudah
terlihat aktif, nafsu makan
bagus. Tetapi anjing kasus
masih kesulitan untuk kencing.

Hari ke-2

Kebengkakan pada vagina, Ampisillin 250 mg tablet 3x1


terdapat darah yang mulai dan dexamethason 0,5 mg
mengering. Anjing kasus tablet 2x1
sudah terlihat aktif, nafsu
makan bagus. Tetapi anjing
kasus masih kesulitan untuk
kencing.

Hari ke-3

Kebengkakan pada vagina, Ampisillin 250 mg tablet 3x1


terdapat darah yang mulai dan dexamethason 0,5 mg
mengering. Anjing kasus tablet 2x1
sudah terlihat aktif, nafsu
makan bagus. Tetapi anjing
kasus masih kesulitan untuk
kencing.

Hari ke-4

Bengkak pada vagina sudah Ampisillin 250 mg tablet 3x1


mulai berkurang dan darah dan dexamethason 0,5 mg
sudah mulai mengering. tablet 2x1
Anjing kasus sudah aktif,
nafsu makan bagus serta sudah
tidak kesulitan untuk kencing.

Hari ke-5

9
Vagina sudah tidak bengkak
dan darah sudah mengering.
Anjing kasus sudah aktif,
nafsu makan bagus serta sudah
tidak kesulitan untuk kencing.
Tidak menunjukkan adanya
kekambuhan prolapsus vagina.

Hari ke-6

Vagina sudah tidak bengkak


dan darah sudah mengering.
Anjing kasus sudah aktif,
nafsu makan bagus serta sudah
tidak kesulitan untuk kencing.
Tidak menunjukkan adanya
kekambuhan prolapsus vagina.

Hari ke-7

Pembahasan
Dalam upaya penegakan diagnosis, maka dilakukan koleksi data sinyalemen dan
anamnesa, serta melakukan pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan data sinyalemen dan anamnesa anjing bernama Poppy berumur 4 tahun, pakan yang
diberikan berupa makanan pemilik dicampur daging sekedarnya dan minum hanya saat makan,
tidak ada riwayat prolapsus sebelumnya serta pemilik menyadari bahwa anjing terlihat kesulitan
saat kencing, anjing kasus sudah diberikan vaksin rabies rutin tetapi belum pernah diberikan obat
cacing. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, anjing kasus menunjukkan adanya
benjolan yang keluar dari alat kelamin berwarna merah muda dengan jaringan nekrosis pada
bagian ujungnya, sehingga dapat ditegakkan diagnosis bahwa anjing kasus mengalami prolapsus
vagina. Anjing kasus mengalami prolapsus vagina sudah lebih dari 2 bulan yang lalu.

Prolapsus dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin, sebagian besar kasus terjadi
pada hewan yang lebih muda (Triakoso, 2016). Prolapsus vagina dapat terjadi pada anjing betina
muda selama fase folikuler pertama atau kedua di bawah pengaruh estrogen dan dapat terjadi
kembali pada setiap estrus berikutnya, jika tidak ditangani dengan benar (Okkens, 2001).
Penanganan tergantung pada tingkat keparahan prolapsus, baik pada anjing betina yang bunting
atau tidak bunting dan anjing yang mengalami prolapsus pada saat estrus atau masa akhir
10
kehamilan (Okkens , 2001). Berdasarkan hasil anamnesa, anjing kasus mulai terlihat benjolan
yang keluar setelah berhubungan dengan anjing jantan di sekitar rumahnya. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa penyebab dari prolapsus vagina pada anjing kasus yaitu dikarenakan anjing
kasus berhubungan dengan anjing jantan pada saat anjing kasus sedang dalam masa estrus.
Menurut Okkens (2005), mukosa vagina dan vulva biasanya menjadi sangat edematus selama
fase folikular dari siklus estrus. Hal ini menyebabkan hiperplasia vagina selama proestrus atau
estrus anjing betina muda dan mengalami regresi selama diestrus. Berdasarkan hasil pengamatan
dan pemeriksaan fisik, prolapsus vagina yang dialami oleh anjing kasus dapat diklasifikasikan
kedalam prolapsus vagina tipe III berdasarkan dari struktur yang terlibat, karena prolapsus yang
terjadi memiliki tonjolan lengkap dari keseluruhan lingkar mukosa vagina dan sering sampai ke
eksterior orifisium uretra luar.

Sebelum dilakukan operasi, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu


pemeriksaan darah lengkap. Hal tersebut dilakukan sebagai penunjang untuk mengetahui status
fisiologis hewan kasus sebelum dilakukan pembedahan. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah
lengkap, total leukosit meningkat akibat infeksi pada prolapsus vagina selama lebih dari 2 bulan
tetapi total eritrosit dan hemoglobin menurun mengindikasikan bahwa anjing Poppy mengalami
anemia ringan. Nilai hematokrit menurun dikarenakan anjing Poppy mengalami defisiensi nutrisi
yang diakibatkan kurangnya asupan makanan karena kesakitan selama prolapsus. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Indrawaty (2011) yang menyatakan peningkatan nilai HCT dapat terjadi pada
eritrositosis, dehidrasi, penyakit paru-paru kronik, polisitemia dan syok. Sedangkan, nilai platelet
masih dalam batasan normal. Platelet yang disebut juga trombosit atau keping darah memiliki
fungsi utama yaitu untuk pembentukan sumbat mekanik selama respons hemostasis normal
terhadap cedera vaskular dan tanpa trombosit dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui
pembuluh darah kecil (Hoffbrand et al., 2006). Sebelum dilakukan pembedahan, anjing kasus
harus dipuasakan selama 12 jam. Puasa ini dilakukan untuk mengurangi efek samping dari
anestesi yakni muntah yang akan mengganggu jalannya pernafasan pasien serta jalannya operasi
(Sudisma et al., 2006).

Sebelum pembedahan seluruh bagian vagina yang keluar dibersihkan dengan larutan
garam fisiologis (NaCl fisiologis). Kegiatan tersebut dilakukan di luar ruangan operasi. NaCl
merupakan larutan isotonis yang memiliki banyak kegunaan dalam bidang medis dan umumnya
larutan garam fisiologis memiliki kisaran konsentrasi 0.9% (Prough et al,. 1999). Cairan NaCl

11
0.9% juga merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka karena sesuai dengan
kandungan garam tubuh yang dapat menjaga kelembaban dan menjaga granulasi tetap kering
(Thomas, 2007).
Anjing kasus kemudian diberikan premedikasi yang menggunakan atropin sulfat (1 ml
secara subkutan). Setelah 10 menit pemberian premedikasi dilanjutkan dengan pemberian
anestesi. Anastesi yang digunakan dalam operasi ini berupa kombinasi ketamin dan xilazin
(masing-masing 1 ml secara intravena). Pada anjing pemberian ketamine harus di kombinasikan
dengan xilazin hal ini sesuai dengan pernyataan Sudisma (2016), yaitu pada anjing dianjurkan
dosis ketamine 10-15 mg/kg berat badan dan harus dikombinasikan dengan premedikasi yang
dapat melemaskan otot seperti xilazin, diazepam dan yang lainnya.
Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan
tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang perlahan dan aman,
durasi anestesi yang stabil dan pemulihan dari anestesi yang baik, mengurangi dosis
anestesikum, serta mengurangi nyeri selama dan pascaoperasi (McKelvey dan Hollingshead,
2003;Sudisma et al., 2006).
Dalam penanganan kasus ini, obat premedikasi golongan antikolinergik yang digunakan
yaitu atropin sulfat. Penggunaan atropin sulfat dapat menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata
menjadi tidak bereaksi terhadap cahaya, cyclopegic (ketidakmampuan memfokus untuk
penglihatan dekat), menghambat produksi saliva, meningkatkan denyut jantung, mengurangi
motilitas gastrointestinal dan saluran urinaria, menghambat sekresi lambung (Mycek et al.,
2001). Xylazin juga digunakan sebagai obat premedikasi sebelum anestesi yang mempunyai efek
sedasi, analgesi, dan relaksan otot. Pemberian xylazin sebagai preanestesi dapat memperpanjang
durasi analgesi, mengurangi dosis anestesi dan memperpendek masa pemulihan. Namun dalam
penggunaanya, xylazin dapat memberikan efek samping seperti tremor otot, bradikadia, depresi
respirasi, dan muntah. Xylazin juga biasanya dapat menyebabkan peningkatan urinasi pada
kucing. Pengaruh xylazin dapat dibatalkan dengan menggunakan antagonis reseptor adrenergik,
misalnya atipamezole, yohimbine dan tolazoline (Sardjana dan Kusumawati, 2004; Plumb, 2005).
Didalam anestesi hewan, xylazin biasanya paling sering digunakan dengan kombinasi ketamin.
Ketamin merupakan jenis obat anestesi yang dapat digunakan pada hampir semua jenis hewan
(Hall dan Clarke, 1983). Menurut Pertiwi et al. (2004) anestetikum injeksi yang sering digunakan
pada anjing adalah ketamin. Ketamin dapat menimbulkan efek takikardia, hipersalivasi,
meningkatkan ketegangan otot, dan nyeri pada tempat penyuntikan (Jones et al., 1997). Efek

12
samping yang tidak diharapkan dari suatu pembiusan itu dapat diatasi dengan mengkombinasikan
obat-obatan dan mengambil kelebihan masing-masing sifat yang diharapkan (Sardjana dan
Kusumawati, 2004).

Terapi pascaoperasi yang diberikan antibiotik injeksi penisilin dan streptomisin (2 ml


secara intramuskuler) pada hari-0 sebanyak satu kali. Untuk 5 hari berikutnya diberikan antibiotik
oral yaitu ampisillin tablet 250 mg (3 x 1 tablet) dan untuk menghilangkan kebengkakan pada
uterus yang tersisa diberikan antiinflamasi yaitu dexamethasone tablet 0,5 mg (2 x 1 tablet).
Penggunaan ampisillin dalam kasus ini berfungsi sebagai antibiotika terapetik yaitu penggunaan
antibiotika untuk mengurangi pertumbuhan atau reproduksi dari bakteri (SIGN, 2008). Ampisillin
merupakan antibiotik beta-laktam dalam kelompok penisilin dan merupakan bagian dari famili
aminopenisilin. Obat golongan ini merupakan antibiotik yang memiliki spektrum luas pertama
dengan aktivitas terhadap bakteri Gram-positif. Mekanisme kerja dari obat tersebut dengan cara
menghambat tahap ketiga dan terakhir dari sintesis dinding sel bakteri dalam pembelahan biner,
yang pada akhirnya menyebabkan lisis pada sel, oleh karena itu, ampisilin biasanya dikategorikan
sebagai bakteriolitik (Knollmann BC et al., 2011). Jika setelah 5 hari belum ada kesembuhan
pada luka dapat diberikan perpanjangan antibiotik yang berbeda dari sebelumnya seperti
amoksisilin atau siprofloksasin, agar tidak menyebabkan resistensi terhadap antibiotik.
Antiinflamasi berupa dexamethason tablet 0,5 mg (2 x 1 tablet) diberikan selama 5 hari.
Dexamethason merupakan kortikosteroid yang mempunyai efek anti-inflamasi yang adekuat.
Pemberian dexamethason akan menekan pembentukan bradikinin, produksi prostaglandin dan
juga pelepasan neuropeptide dari ujung-ujung saraf, hal tersebut dapat menimbulkan rangsangan
nyeri pada jaringan yang mengalami proses inflamasi, sehingga pemberian obat tersebut dapat
menghasilkan efek analgesia (Jokela et al., 2009). Pemilihan antiinflamasi dexamethasone
dikarenakan kasus prolapsus vagina sudah berlangsung lama dan sudah mengalami nekrosis.
Selama pascaoperasi anjing kasus dikandangkan untuk meminimalisir pergerakan hewan.

Evaluasi kesembuhan dilakukan setiap hari selama dua minggu. Pada hari pertama terlihat
kebengkakan pada vagina, darah yang masih keluar dan menunjukkan rasa sakit ketika dipalpasi.
Hal ini disebabkan jaringan hewan mengalami peradangan yang ditandai dengan adanya
kemerahan (rubor), rasa panas (kalor), bengkak (tumor), rasa sakit (dolor) dan gangguan fungsi
(fungsio laesa) (Berata et al., 2011). Kemerahan atau rubor merupakan keadaan awal yang
menandakan dimulainya peradangan. Hal ini disebabkan oleh melebarnya suplai darah ke daerah
radang oleh arteriol, sehingga banyak darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal (Price dan
13
Wilson, 1995). Pembengkakan atau tumor disebabkan oleh leukotrein yang dapat meningkatkan
permeabilitas vaskuler di daerah peradangan sehingga terjadi peningkatan jumlah cairan dan
terlihat bengkak atau odema (Kumar et al., 2007). Rasa sakit timbul akibat media inflamasi
seperti histamin bereaksi kemudian menginduksi rangsangan saraf ke otak sehingga
menimbulkan rasa sakit (Berata et al., 2011). Anjing kasus sudah terlihat aktif dan nafsu makan
bagus. Tetapi anjing kasus masih kesulitan untuk kencing. Hari kedua masih terlihat sama dengan
hari pertama. Pada hari ketiga kebengkakan pada vagina masih terlihat tetapi darah mulai
mengering. Anjing kasus aktif dan nafsu makan bagus. Tetapi anjing kasus masih kesulitan untuk
kencing. Hari keempat masih terlihat sama dengan hari ketiga. Pada hari kelima bengkak pada
vagina sudah mulai berkurang dan darah sudah mulai mengering. Anjing kasus terlihat aktif,
nafsu makan bagus dan tidak kesulitan untuk kencing. Hari keenam vagina sudah tidak bengkak
dan darah sudah mengering. Anjing kasus terlihat aktif, nafsu makan bagus serta sudah tidak
kesulitan untuk kencing. Pada hari ketujuh tanda-tanda peradangan dan perdarahan sudah hilang.
Selama tujuh hari pascaoperasi anjing kasus menunjukkan adanya peningkatan aktivitas serta
asupan makan dan minum. Anjing kasus sudah bisa mengeluarkan urin tanpa kesakitan. Dan
dalam jangka waktu tujuh hari pascaoperasi anjing kasus tidak menunjukkan adanya kekambuhan
prolapsus vagina.

KESIMPULAN DAN SARAN


Anjing Poppy mengalami prolapsus vagina setelah anjing kasus berhubungan seksual
dengan anjing jantan pada saat sedang dalam masa estrus. Penanganan yang dilakukan dengan
amputasi vagina karena prolapsus telah mengalami nekrosis dan sudah terjadi selama 2 bulan.
Terapi pascaoperasi yang diberikan adalah antibiotik penisilin dan streptomisin injeksi yang
dilanjutkan dengan ampisillin, dan antiinflamasi dexamethasone secara oral. Pada hari ketujuh
anjing sudah tidak mengalami perdarahan dan pembengkakan, napsu makan dan minum normal
dan anjing sudah dapat beraktivitas seperti biasa. Untuk pencegahan prolapsus berulang, anjing
Poppy disarankan untuk melakukan ovariohisterectomy.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis berikan kepada Drh. I G. Agung Gde
Putra Pemayun, MP selaku Koordinator Koasistensi Bedah dan Radiologi sekaligus sebagai
pembimbing yang tak hentinya memberikan arahan kepada penulis selama persiapan, operasi,
dan dalam penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih kepada Bapak Drh. I Wayan Wirata,
M.Sc selaku penguji dalam laporan kasus ini. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Sdr.
14
Komang Sudiana sebagai pemilik hewan dalam kasus laporan ini, serta teman-teman PPDH
Gelombang 13A yang senantiasa memberi sumbangsih kepada penulis dalam operasi dan
penyusunan laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Bojrab, M.J., R.D. Waldron, dan J.P. Toombs. 2014. Current Techniques In Small Animal
Surgery, 5th Edition. Iowa State University College of Veterinary Medicine : Iowa.

Deniz nak, Y. & Y. Gulnaz, 2008. First report of vaginal prolapse in an ovariohysterectomised
bitch – a case report. Bulletin of the Veterinary Institute in Pulawy, 52, 397–398.

Fossum, T.W. 2007. Small Animal Surgery, 3rd Edition. Elsevier: China.

Hall, L. W and K. W. Clarke. 1983. Veterinary Anaesthesia 9th. Ed. Bailliere Tindall. London. 58,
60, 308.

Jones, L. M., N. H, Booth, and L. E. McDonald. 1997. Veterinary Pharmacology and


Therapeutics. Oxford and IBH Pub. Co. New Delhi. Pp292- 365.

Lumb, M.V., dan E.W. Jones. 2007. Veterinary Anesthesia dan Analgesia, 3rd Edition. Blackwell
Publishing : USA.

McKelvey, D. dan K.W. Hollingshead. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia, 3rd Edition.
Auburn: WA, USA.

Mycek J.M., A.R. Harvey, C.P. Champe. 2011. Famakologi Edisi ke-2. Penerjemah:Hartanto H.
Widya Medika: Jakarta.

Papich, M.G., 2011. Saunders Handbook of Veterinary Drugs Small and Large Animal, 3 rd
Edition. Elsevier: USA.

Petri WA in Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC (eds.) (2011 ) Goodman and Gilman's The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 12th ed., Chapter 53

Price, Sylvia. A, Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit”, edisi : 4. Jakarta : EGC.

Prough, DS; Bidani, A (1999). Hyperchloremic metabolic acidosis is a predictable consequence


of intraoperative infusion of 0.9% saline. Anesthesiology 90 (5): 1247–1249.

Ragni, Rosa. 2010. Rectum: prolapse - surgical management. Felis ISSN 2398-2950

Sardjana, I. K. W dan D. Kusumawati. 2004. Anestesi Veteriner Jilid I. Gadjah Mada University
Press. Bulaksumur, Yogyakarta 1-49.

15
Schaefers-Okkens, A. C., 2001. Vaginal oedema and vaginal fold prolapse in the bitch, including
surgical management. In: Recent Advances in Small Animal Reproduction, eds. P. W.
Concannon G. England & J. Verstegen, International Veterinary Information Service
(www.ivis. org), Ithaca, New York. Document No. A1210.0401

Schaeferes-Okkens, A. C., 2005. Estrous cycle and breeding management of the healthy bitch. In:
Textbook of Veterinary Internal Medicine, eds. S. J. Ettinger & E. C. Feldman, W. B.
Saunders Co., London, p. 1641.

Schutte, A. P. 1967. Vaginal prolapse in the bitch. Journal of South African Veterinary
Association, 38, 197–203.

Sudisma, I.G.N., I.G.A.G.P. Pemayun, A.A.G.J. Wardhita, I.W. Gorda. 2006. Buku Ajar Ilmu
Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Percetakan Pelawa Sari: Denpasar.

Suresh Kumar, R. V., P. Veena, P. Sankar, N. Dhana Lakshmi, Ch. Sreelatha & Kokila, 2011.
Vaginal hyperplasia in a dog – a case report. Tamilnadu Journal of Veterinary & Animal
Sciences, 7, 174–175.

Triakoso, N. 2016. Bahan Ajar Ilmu Penyakit Dalam Veteriner II. Bagian Klinik Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga: Surabaya.

Waterman, A.E. 1983. The Influence of Premedication With Xylazine On The Distribution and
Metabolism of Intramuscularly Administered Ketamine In cats. Research in Veterinary
Science.

16
LAMPIRAN

17
Lampiran 1. Perhitungan Dosis Obat
Bobot Badan Anjing Poppy = 10 Kg
a) Atropin Sulfat 0.25 mg/ml
Dosis Anjuran : 0.02 – 0.04 mg/kg
Perhitungan :
(0.02 – 0.04) x 10
0.25
: 0.8 – 1.6  1 ml

b) Xilazin 20 mg/ml
Dosis Anjuran : 1 – 3 mg/kg
Perhitungan :
(1-3) x 10
20

: 0.5 – 1.5  1 ml

c) Ketamin 100 mg/ml


Dosis Anjuran : 10 – 15 mg/kg
Perhitungan :
(10-15) x 10
100
: 1 – 1.5  1 ml

d) Antibiotik penisilin dan streptomisin 100 mg/ml (injeksi)


Dosis Anjuran : 10 - 20 mg/kg
Perhitungan : (10 – 20) x 10
100

: 1 – 2  2 ml

e) Antibiotik ampicillin 250 mg (tablet)


Dosis Anjuran : 40 – 80 mg/kg
Perhitungan : (40 – 80) x 10
250

: 1.6 – 3.2  1 tablet  s.3.d.d tab I

f) Antiinflamasi dexamethason 0,5 mg (tablet)


Dosis Anjuran : 0.1 – 0.2 mg/kg
Perhitungan :
(0.1 – 0.2) x 10
0.5
: 2 – 4  1 tablet  s.2.d.d tab I

Lampiran 2 . Resep Obat Pascaoperasi


18
a) R/ Ampicillin 250 mg tab No. XV
s.3.d.d tab I
#

b) R/ Dexamethason 0,5 mg tab No. X


s.2.d.d tab I
#

19
Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin Anjing Poppy

20

Anda mungkin juga menyukai