Anda di halaman 1dari 19

[REVIEW] GERBANG DIALOG DANUR — RISA SARASWATI

Posted by : Rido Arbain Rabu, 01 April 2015

Dari dulu, aku nggak pernah percaya dengan yang sering orang sebut dengan

makhluk tak kasat mata. Tepatnya belum percaya, karena memang nggak pernah

melihatnya. Tapi aku percaya bahwa memang ada orang-orang tertentu yang

memiliki kemampuan khusus bisa melihat 'mereka'. Dan, salah satu yang punya

kemampuan itu adalah Risa Saraswati, penulis buku Gerbang Dialog Danur. Kalau

kata RAN, walaupun Risa di sini dan mereka di sana, tapi mereka bisa berjumpa via

suara dan memandang langit yang sama.

(Nice try, Do!)

Sebagai salah satu yang dipercaya sebagai host dan kebetulan blog ini menjadi

tempat perhentian terakhir rangkaian Blog Tour - Gerbang Dialog Danur, maka

izinkan aku mengulas sedikit isi buku ini. Lalu, bersiaplah untuk berdialog

dengan mereka!

Judul: Gerbang Dialog Danur


Penulis : Risa Saraswati
Penerbit: Bukune
Tahun terbit: Maret 2015
Cetakan: Pertama
Tebal: 236 halaman
ISBN : 978-602-220-150-0

Jangan heran jika mendapatiku sedang berbicara sendirian atau tertawa tanpa
seorang pun terlihat sedang bersamaku. Saat itu. mungkin saja aku sedang
bersama salah satu dari lima sahabatku.

Kalian mungkin tak melihatnya…. Wajar. Mereka memang tak kasat mata dan
sering disebut… hantu—jiwa-jiwa penasaran atas kehidupan yang dianggap
mereka tidak adil.

Kelebihanku dapat melihat mereka adalah anugerah sekaligus kutukan. Kelebihan


ini membawaku ke dalam persahabatan unik dengan lima anak hantu Belanda.
Hari-hariku dilewati dengan canda tawa Peter, pertengkaran Hans dan Hendrick—
dua sahabat yang sering berkelahi—alunan lirih biola William, dan tak lupa;
rengekan si Bungsu Janshen.

Jauh dari kehidupan “normal” adalah harga yang harus dibayar atas
kebahagiaanku bersama mereka. Dan, semua itu harus berubah ketika
persahabatan kami meminta lebih. yaitu kebersamaan selamanya. Kini aku mulai
menyadari bahwa hidup ini bukan hanya milikku seorang….

Namaku Risa. Aku bisa melihat ‘mereka’.

Gerbang Dialog Danur adalah edisi repackaged dari buku berjudul Danur yang

pernah diterbitkan Bukune pada tahun 2011. Di tahun itu, kebetulan umurku masih

sangat belia. Jadi alih-alih mengonsumsi bacaan berbobot macam Danur, Rido yang

belia malah sibuk main tanah liat.

Anyway...

Buku ini bukanlah novel fiksi, tapi cenderung nonfiksi karena isinya berupa memoar

pribadi penulis. Lewat buku ini, Risa Saraswati membeberkan pengalamannya

selama mengenal hantu-hantu Belanda semasa kecil. Ya, hantu. Sejak kecil Risa
sudah dihadiahi kemampuan melihat 'mereka'—sosok tak kasat mata yang akhirnya

malah jadi sahabatnya.

Ada Peter si anak remaja pendek yang sangat nakal, William si pemain biola yang

pendiam dan bijaksana, Hans si pembuat kue unggul dan sahabatnya Hendrick sang

primadona, juga si kecil Janshen yang bergigi ompong dan sangat cengeng.

Kelimanya adalah hantu anak kecil keturunan Belanda yang tinggal bersama Risa

dan keluarga, dalam rumah peninggalan zaman Belanda warisan neneknya.

Diceritakan bahwa mereka berlima adalah korban pembantaian bangsa pendek

bermata sipit, Nippon.

Namun, karena ingkar pada janji yang pernah tak sengaja diutarakannya, pada

akhirnya Risa harus kehilangan kelima sahabatnya tersebut. Momen itulah yang

akhirnya menyadarkan Risa bahwa ia sudah terlalu jauh bergaul dengan makhluk

yang sejatinya beda dunia dengannya.

Selain menceritakan konflik pertemanannya dengan Peter, William, Hans, Hendrick,

dan Janshen; penulis juga menuliskan kisah-kisah pertemuan lain. Ada Samantha,

Jane, Ardiah, Edwin, Teddy, Sarah, Elizabeth, hingga Kasih yang menemani alur

hidup Risa sampai ia beranjak dewasa.

Walaupun frase 'berkenalan dengan hantu' terdengar agak horor, tapi Gerbang

Dialog Danurbukanlah novel horor yang visinya menakut-nakuti pembaca,

melainkan sebuah memoar dengan kisah berbeda yang mengajak pembaca melihat

dunia dari sisi lain. Sisi yang tertutup gerbang dan tak semua orang bisa masuk.

Jadi bisa dibilang, membaca buku ini sama dengan membuka gerbang untuk turut

berdialog dengan mereka.

Buku ini direkomendasikan untuk kalian yang bosan dengan bacaan novel roman

atau juga bisa jadi selingan saat sedang nggak punya gebetan.

***
Selain lewat buku ini, kabarnya Risa Saraswati akan membuka kembali Gerbang

Dialog Danurlewat acara talkshow pada tanggal 2 April besok. Yang domisili

Bandung dan sekitarnya, sila merapat!


[VIRTUAL BOOK TOUR] Resensi - WALKING AFTER YOU “Membayar Masa

Lalu”

Penulis : Windry Ramadhina


Penerbit : Gagasmedia

Genre : Romance

Kategori : Drama, Kuliner

Terbit : 2014

Tebal : viii + 320 hlm

ISBN : 979 – 780 – 772 – X

Harga : Rp.50.000

“Kue adalah keajaiban, bahwa ada sesuatu – entah apa – dalam sepotong tar,
sepiring pai, atau segelas granita yang mampu membuat seseorang tersenyum.” –
Arlet – hlm. 38
An, gadis yang sangat mencintai masakan Italia. Dia memilih Le Cordon Bleu,
sebuah sekolah memasak yang terkenal di Sydney untuk memperdalam
kemampuannya meracik bumbu agar impiannya mendirikan Trattoria bisa terkabul
suatu saat nanti. Impiannya, dan impian Arlet, saudara kembarnya.

Ya, An terlahir tidak sendirian. Dia memiliki saudara kembar bernama Arleta.
Namun, mereka yang terlihat begitu mirip, bahkan hampir sama, memiliki kesukaan
yang berbeda. Jika An menyukai masakan Italia, Arlet lebih mencintai dunia kue
Prancis.

“Sesungguhnya masa lalu tidak bisa dihapus, sebesar apapun keinginanku untuk
melakukan itu.” – An – hlm. 293

Tapi, kenyataannya An malah bekerja di Afternoon Tea, sebuah toko kue milik
sepupunya. Dia ingin mewujudkan impian Arlet sebagai bayaran untuk kesalahannya
di masa lalu. An telah membuat kesalahan besar dalam hidupnya. Sampai-sampai dia
tak bisa memaafkan dirinya sendiri.

“Terkadang, seperti kata Arlet, satu sendok krim bisa menyelamatkan hari-hariku
yang kelabu. Namun, sayang satu sendok krim tidak pernah bisa mengembalikan
hari-hari kami yang telah berlalu.” – An – hlm. 38

ini semua demi Arlet. An harus tabah menghadapi Julian, si koki yang amat-
terlalu-kelewat-serius, si menyebalkan yang tergila-gila pada kesempurnaan, dan si
pemalu yang menggemaskan.

Sejak pertama kemunculan An di Afternoon Tea, Julian sudah tak


menyukainya. Bagi Ju, tangan An bukan tangan koki kue. Dia hanya menjadi
pengacau di dapurnya. Jadilah mereka dua orang yang lebih sering bersitegang dari
pada mengobrol akrab.

“Afternoon Tea bukan pelarian, Anise. Aku tidak akan membiarkan toko tempat aku
mencurahkan seluruh hasrat dan kemampuanku selama bertahun-tahun dijadikan
pelarian. Jadi, tolong pergi. Hormati aku dan apa yang kumiliki di sini.” – Julian – hlm.
253

An terus berusaha untuk lepas dari masa lalu. Namun, sebelum dia berhasil,
laki-laki beraroma laut musim panas, Jinendra, pemilik restoran Prancis bernama La
Spezia, tempat An dan Arlet pernah bekerja di sana – tiba-tiba menampakkan dirinya
lagi. Dia yang menjadi awal dari kesalahan terbesarnya.

“Kami masih berbagi mimpi yang sama, membuka restoran sendiri. Kami belajar
memasak di sekolah yang sama. Le Cordon Bleu. Kami bekerja di dapur yang sama,
La Spezia. Dan, kami jatuh cinta kepada lelaki yang sama, dia" – An – hlm. 79

Laki-laki itu masih mencintainya. An pun masih menemukan sisa rasa itu di
hatinya. Namun, An juga mulai menyadari, ada sesuatu yang lain untuk Julian.

Hanya saja An tak yakin, perasaannya untuk Julian sekedar rasa pelarian, atau
memang sebuah cinta yang baru. Julian begitu mirip Arlet, itulah sebabnya.

Tapi, Jinendra juga tak membuat An yakin bisa kembali padanya. Bersama
Jinendra akan membuat An semakin merasa bersalah.

“Jinendra dan Julian sama-sama mengingatkanku pada Arlet. Bedanya, aku selalu
merasa bersalah setiap berada di dekat Jinendra sementara Julian membawaku ke
masa lalu saat semua masih baik-baik saja.” – An – hlm. 262

Impiannya yang sangat ingin dia capai, kesalahannya pada Arlet, cintanya pada
Jinendra, dan pertanyaan dimana letak Julian di hatinya, membuat An semakin
terombang-ambing.

Mampukan dia menghadapi hidupnya? Bisakah dia bangun dan menyadari apa
yang dia inginkan sebenarnya? Salah, mampukah An mengartikan apa yang
sebenarnya Arlet inginkan untuk hidupnya?

“Lagian, hanya karena dia berkata membencimu, bukan berarti dia sungguh-sungguh
membencimu.” – Julian – hlm. 275
Walking After You, sebuah novel yang berkisah tentang masa lalu yang begitu
kuat menjerat hidup seorang perempuan. Hingga dia harus terkurung dalam impian
saudaranya, sekedar untuk membayar kesalahannya.

Kali ini Windry Ramadhina menyajikan berbagai cita rasa dalam sebuah cerita.
Tidak sekedar sendu dan pahit yang lumayan agak pekat seperti di novel Interlude.
Walking After You begitu kaya rasa, ada manisnya, ada asamnya, dan tentu saja ada
pahitnya, serta rasa sendu yang tak pernah ketinggalan di dalam novel-novel karya
Windry Ramadhina yang pernah aku baca.

An, si tokoh utama yang sebenarnya berkarakter ceria sekaligus keras kepala,
juga menyebalkan. Dia mempunyai tawa yang renyah. An sangat berperan dalam
menyajikan berbagai rasa ini. Dia sesekali akan menampilkan sisi menyenangkan dan
menyebalkan saat berhadapan dengan Julian. Dan, dia akan kembali begitu sendu
dengan rasa pahit yang pekat saat mengenang masa lalunya atau saat bertemu
dengan Jinendra.

Karakter Julian yang tertutup, pemarah, perfeksionis, namun begitu mudah


malu dan tersipu membuat aku gemas bukan main. Ju adalah tokoh favoritku di
novel ini. Dan, aku menyukai panggilannya, Ju.
“Kau bertolak belakang dengan kue-kue buatanmu, ya. Kau tidak manis sama sekali.”
– An

“Terima kasih. Aku tidak minta disukai. Kalau kue-kue buatanku bisa menyelamatkan
hari seseorang, buatku itu sudah cukup.” – Julian – hlm. 57

Arlet yang menurut An begitu mirip Julian. Sebenarnya, menurutku mereka


berbeda. Arlet tipe perempuan menyenangkan, halus, dan sama sekali bukan
perempuan pemalu yang gampang tersipu. Dia malah lebih terkesan perempuan
yang ekspresif. Yang sama antara Arlet dan Julian adalah sifat perfeksionis, cermat
dan sama-sama mencintai dunia kue.

Yang khas dari karya-karya Windry Ramadhina adalah


penggambaran setting yang sangat medetail, dengan alur yang begitu lembut, dan
pilihan diksi yang menyentuh hati. Di novel ini tentu saja aku menemukan hal
tersebut.

Setting toko kue Afternoon Tea begitu jelas digambarkan. Sehingga, dia
tampak nyata dan membuat aku ingin memasuki tempat itu dan memesan,
em..mungkin soufflé yang selalu di pesan Ayu. Atau, tiramisu kesukaan An. Tapi
sayangnya – kata penulisnya – di Afternoon Tea tak menjual kopi. Di sana hanya
menyajikan teh. Sayang sekali.

Ah, Ayu!

Masih ingat kisah Gilang di novel London “Angle”? Mereka melanjutkan


kisahnya di sini. Meskipun cerita hanya dari sisi Ayu, namun setidaknya kita diberi
bonus bagaimana selanjutnya kisah mereka.

Sebenarnya, An terkesan terlalu ikut campur dengan urusan Ayu. Padahal, Ayu
sama sekali tidak ada hubungan dengan An. Dia hanya salah satu pelanggan setia
Afternoon Tea. Pelanggan yang aneh lebih tepatnya.

Ayu selalu memesan soufflé, namun tak pernah dia makan. Dia selalu datang
tepat saat hujan tiba dan dia selalu menggunakan payung berwarna merah.
Kedatangan Ayu yang misterius membuat aku mengingat Goldilocks, si malaikat yang
juga selalu muncul di hadapan Gilang saat hujan.
“Barang kali, aku dan Ayu menunggu kesempatan, celah waktu yang bisa membawa
kami kembali agar bisa mengulang segalanya dari awal dan tidak melakukan
kesalahan.” – An – hlm. 228

Alur di novel ini menggunakan alur maju mundur. Di awal cerita, kita disuguhi
kisah masa kecil An dan Arlet. Kemudian di lanjut dengan kehidupan An di masa kini,
saat An akan memulai hari-harinya di Afternoon Tea.

Meskipun alurnya maju mundur, aku jamin tak ada yang membuat bingung.
Semua rapi. Bagian masa lalu dan masa sekarang tetap terlihat jelas meskipun tak
ada perbedaan dalam pengaturan font-nya. Hanya dengan membacanya, kita sudah
tahu kemana kita sedang dibawa.

Karena novel ini berbau kuliner, kita akan bertemu banyak sekali istilah-istilah
dalam dunia per-kue-an, dan juga dalam dunia masakan Italia.

Aku sangat salut pada Windry Ramadhina. Dia pasti melakukan riset dengan
sangat mendalam. Karena dia seperti benar-benar mengenal seluk beluk dunia
kuliner yang dia pilih untuk latar belakang kisahnya.
Novel - Haruskah Terpisah?
Assalamu'alaikum...
Hai... Hai...
Maaf, lama nggak muncul. Ngomong-ngomong admin YW bawa berita gembira nih.
Alhamdulillah naskah novel saya terbit. Sudah bisa didapatkan di Gramedia terdekat. Yuk,
serbu!!! Sebelum kehabisan. ^,^

* Details
Judul: Haruskah Terpisah?
Harga: Rp 35.000,00
ISBN: 9786027735422
Penulis: Agista Zulfa Dini & Yulianto Wibowo
Penerbit: Zettu
Jenis: Novel Teenlit
Tahun Terbit: Februari 2013
Tipe: Soft Cover
Dimensi (cm): 13 x 19
Tebal: 216 halaman

* Synopsis
Dana dan Fina, mereka adalah dua sahabat yang ditakdirkan terpisah saat kelulusan SD.
Sebelum mereka berpisah, Dana, memberikan sebuah boneka merpati putih untuk Fina,
berharap suatu hari nanti mereka akan bersua kembali. Mereka lalu bertemu lagi saat sudah
SMA namun sama-sama tak saling mengenal satu sama lainnya.
Fina yang kemudian lebih dikenal dengan nama Arin ternyata membuat Dana yang juga kini
lebih sering dipanggil Viko jatuh cinta pada pandangan pertama. Arin ternyata mengidap
penyakit kanker yang cukup parah dan membuatnya harus menjalani perawatan serius.
Kehadiran Adly yang mencintai Fina, membuat kisah ini makin rumit. Viko sangat menyayangi
Arin, sementara Adly juga tak mau menyerah untuk memiliki Arin. Siapa yang akan Arin pilih?
Apakah Viko dan Arin akan saling mengenali lagi?
Bagaimana dengan cinta yang sudah hadir di dalam hati mereka jika ternyata keduanya adalah
sahabat lama? Apakah rasa cinta yang tulus akan mampu membuat Arin bertahan hidup?
Senyum Dari dan Untuk Sahabat

Judul Buku: Senyum Sahabat

Penulis: Eidelweis Almira

Penerbit: Euthenia, Jakarta

Tahun Terbit: 2015, Cetakan I

Tebal: 156 hlmn + iv, 13 x 19 cm

Persahabatan tidak sebatas antar mereka yang berusia muda. Persahabatan juga tidak
sebatas berada pada dinding sekolah atau kuliah. Begitulah ini cerita dari buku ini. Saya kira ini
adalah novel. Ternyata buku ini adalah kumpulan cerpen Eidelweis Almira yang bertemakan tentang
sahabat, khususnya senyum sahabat. Senyum dari dan untuk sahabat walaupun pernah melalui masa-
masa sulit, masa-masa kesalahpahaman, dan masa-masa hampir mementingkan keegoan masing-
masing. Semua perselisihan dan kesalahpahaman pada akhirnya mampu terselesaikan dan bermuara
pada senyum pengertian antar-sahabat.
Awal membaca buku ini saya cukup terkesan. Saya suka dengan gaya bahasa penulisannya.
Sederhana, ringan, dan mengalir. Penulisnya tidak terlalu menggunakan bahasa yang puitis. Benar-
benar denotatif dan nyaman dibaca. Selain itu, tampilan jenis dan ukuran huruf yang digunakan rapi,
membuat pembaca terasa nyaman melihat dan membacanya.

Dari segi ide cerita, saya juga suka. Ide ceritanya sederhana, nyaman dan menghibur pembaca. Ada
bagian-bagian dari cerita yang memicu rasa penasaran pembacanya.

Ada empat cerpen di dalamnya. Dari keempat cerpen tersebut, saya suka tiga cerpennya, yaitu
‘Terpeleset Sahabat’; ‘Dua Anak Dua Ibu’; dan ‘Kepingan Dua Hati’. Tema sahabat yang diusung
dikemas dengan gaya cerita yang tidak klise seperti cerita bertema sahabat yang pernah ada. Benar-
benar alami. Dialog antar tokoh juga sepeti dialog dalam kehidupan nyata. Pemilihan setting tempat
dan keadaan, serta karakter tokoh pada setiap cerita berbeda dan menarik. Cerpen ‘Terpeleset
Sahabat’ mengambil setting tempat di lingkungan kerja bagian HRD dan marketing klub Golf.
Sedangkan cerpen ‘Dua Anak Dua Ibu’ menceritakan tentang kehidupan dua anak yang baru masuk
SMP dan mempunyai ibu yang berbeda karakternya masing-masing, tetapi justru pernah saling
mengenal di masa lalu. Cerpen ‘Kepingan Dua Hati’ menceritakan dunia kerja redaktur majalah
Pariwisata yang dibumbui aroma cinta antar-partner kerja. Semuanya memberi wawasan baru buat
saya secara pribadi, khususnya mengenai gambaran dunia kerja seorang marketer dan redaktur
pelaksana sebuah majalah. Hal yang memang sebenarnya saya penasaran tentangnya dan hanya lebih
sering mendengar nama profesinya.

Dari ketiga cerpen yang saya suka tersebut, menurut saya ‘Terpeleset Sahabat’ dan ‘Kepingan Dua
Hati’ layak untuk dikembangkan menjadi novel. Sebab kalau hanya berhenti di cerpen, rasanya
masalah yang muncul dalam cerita terlalu singkat dan terlalu cepat penyelesaiannya. Padahal ide
ceritanya menarik.

Sedangkan cerpen keempat ‘The Hang Ten’, sebenarnya layak juga dikembangkan menjadi novel,
tetapi saya kurang suka dengan ide ceritanya serta karakter tokoh-tokohnya. Cerpen ini menceritakan
persahabatan pada umumnya, yang berorientasi di lingkungan kuliah. Saya kurang suka dengan
karakter anak kuliah yang pikirannya cuma seru-seruan dan seperti itulah inti ceritanya.

Kekurangan dari novel ini adalah masih adanya salah ketik di sana-sini sehingga membuat beberapa
makna cerita atau dialog menjadi ambigu. Pada halamana 28 yang seharusnya,

“Kok kamu tahu kalau Pak Robert punya tato, Yos?”

Tetapi justru,

“Kok kamu tahu kalau Pak Robert punya tato, Nit?"

Pada halaman 55 yang seharusnya,

Dino mendekat lagi ke arah Romi …

Tetapi justru,

Dino mendekat lagi ke arah Dino …

Sedangkan pada halaman 67 makna ceritanya terkesan ganjil.


Romi hanya tersenyum melirik Dino yang manyun sambil melirik Syeila yang tersenyum, senang
melihat anaknya mulai bisa menerima persahabatan dengan Dino.

Sebagai penutup buku ini cukup menarik untuk dijadikan bacaan ringan dan menghibur di kala
senggang. Membacanya tak perlu mengerutkan kening. Setidaknya kita bisa belajar mengenai arti
dari persahabatan yang tak selalu diwarnai canda dan tawa saja, tetapi adakalanya diwarnai
permasalahan yang menguji ketulusan hati antar-sahabat. Jadi, saya ucapkan, “Selamat membaca!”

Pipit Widya
Resensi "Novel Ayah"
By Pipit Widya on Wednesday, January 06, 2016 | Review | 32 comments

Judul : Ayah
Penulis : Andrea Hirata
Tahun : Cetakan I, Mei 2015
Tebal : 396 Halaman
Penerbit : PT Bentang Pustaka

Ayah, sosok yang tak kalah penting dalam mendidik anaknya. Ia akan melakukan apa pun untuk
kebahagiaan anaknya, meski sosok tersebut bukanlah orangtua kandung. Di Novel Ayah ini, saya
mendapat pelajaran tentang arti persahabatan, cinta, dan keluarga.
#Cerita Novel Ayah

Di bab-bab awal, penulis sengaja mengenalkan tokoh-tokoh utama di novel ini secara bergantian
dari bab satu ke bab yang lain. Awalnya saya sedikit bingung karena cerita antar bab nggak
berhubungan sama sekali. Akhirnya, di salah satu bab Andrea Hirata memusatkan alur cerita
yang beruntun dan saling menyambung.

Novel ini menceritakan tentang persahabatan antara Sabari, Ukun, dan Tamat. Mereka berteman sejak
sekolah hingga dewasa dengan segala problematikanya, salah satunya tentang cinta. Dikisahkan bahwa
Sabari sangat dingin terhadap perempuan. Sedangkan kedua sahabatnya gampang sekali jatuh cinta dengan
berbagai gadis, tapi mereka hanya sekedar suka tanpa berani menyatakan perasaannya.

Secara tak sengaja Sabari kenal dengan gadis cantik bernama Marlena, yang akrab dipanggil Lena. Sabari
jatuh cinta sejak pandangan pertama. Sayang, Lena sangat membencinya karena rupa Sabari yang tak
setampan pria-pria yang dikenalnya. Segala usaha dilakukan Sabari demi mendapatkan perhatian Lena.
Akhirnya usaha tersebut berbuah manis karena Sabari dapat menikah dengan Lena yang ternyata sudah
mengandung. Lena hamil dengan pria lain, tak tahu siapa ayah dari anak itu.

Zorro atau Amiru, nama anak tersebut. Kehadiran Zorro telah merubah hidup Sabari menjadi seorang ayah.
Meski Zorro bukan darah daging sendiri tapi Sabari sangat mencintainya. Setiap hari Sabari bekerja keras
dan merawat Zorro dengan baik. Dia bahagia hidup berdua bersama Zorro. Baginya, Zorro adalah
segala-galanya. Bila melihat Zorro, sakit hatinya seakan terobati kalau mengingat Lena yang
meninggalkan rumah dan pulang seenaknya.

Rumah tangga yang tak didasari cinta membuat Lena menggugat cerai Sabari. Bagi Sabari, tak apalah
bercerai asal ia masih bisa merawat Zorro, toh selama ini mereka memang hidup berdua. Namun nasib
berkata lain, hingga suatu hari Zorro diambil paksa oleh Lena. Ibu dan anak tersebut hidup berpindah-
pindah dari satu kota ke kota lain. Karena kecantikannya, Lena menikah lagi. Sayangnya, pernikahan Lena
sering diguncang drama sehingga dia kerap bercerai.

Sepeninggal Zorro, hidup Sabari makin tak tentu. Badan tak terawat, rumah tak diurus, dan ia tak mau
kerja. Dia stress berat hingga membuat kedua sahabatnya iba dan berinisiatif mencari Zorro. Tamat dan
Ukun rela mencari Lena dan Zorro ke seantero Sumatera. Perjuangan mereka mencari ibu dan anak
tersebut penuh liku. Mereka rela melakukan apa saja demi kebahagiaan Sabari dan persahabatan yang telah
lama terjalin.

Apakah Sabari dapat bertemu kembali dengan Zorro? Dan, bagaimana kisah cinta antara Sabari dan Lena?
Apakah mereka akan bersatu? Silakan dibaca sendiri ya novelnya. Nggak seru dong kalau diceritakan
semua di sini, hahaha.

#Bagian yang Disuka

Andrea Hirata dikenal sebagai perangkai kata yang ulung. Setiap kalimat yang ditulisnya sangat indah dan
penuh makna. Pemilihan diksi yang tepat membuat kalimat demi kalimat di novel ini enak dibaca. Hal ini
membuat Bahasa Indonesia tampak agung karena pilihan katanya banyak.

Uniknya lagi, di novel ini banyak sekali puisi-puisi yang dibuat sebagai pelengkap cerita. Misalkan,
percakapan antara Sabari dengan ayahnya yang saling sahut menyahut menggunakan puisi. Ada pula puisi
ketika Sabari meninabobokan Zorro kecil. Puisinya bagus banget dan sangat menyentuh.

Contohnya, puisi yang terdapat di halaman 64. Puisi ini dirangkai oleh Ayah Sabari untuk menyindir
anaknya yang sedang jatuh cinta.

Waktu dikejar
Waktu menunggu

Waktu berlari

Waktu bersembunyi

Biarkan aku mencintaimu

Dan biarkan waktu menguji

Bagus kan puisinya?

Selain berbagai macam puisi, di Novel Ayah ini, Andrea Hirata seakan ingin mengabarkan bahwa
perbendaharaan Bahasa Indonesia sangat banyak dan bagus. "Kata-kata mencerminkan watak orang yang
mengucapkannya." Begitu salah satu dialog dalam novel tersebut yang menyiratkan bahwa kita bisa
memakai percakapan menggunakan Bahasa Indonesia yang kaya kosakata indah.

Andrea juga menuliskan beberapa kata Belitong kuno yang saat ini jarang sekali digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Misalnya saja, gelaning, hademat, ngayau, dan ketumbi. Hayoo, teman-teman tahu
artinya nggak? Di Novel Ayah, kata-kata tersebut diartikan dengan percakapan sederhana dan tak berkesan
menggurui.

#Bagian yang Nggak Disuka

Beberapa halaman terutama di awal-awal bab, Andrea sering melakukan pengulangan nama yang nggak
perlu. Misal Ukun suka sama A, B, C, D, dst. Penyebutan nama ini terlalu banyak dan sering diulang.
Selain itu, ada pula cerita yang terlalu berliku-liku. Misalnya, menceritakan panjangnya hubungan
kekerabatan seseorang. Sumpah, urutannya panjang banget. Menurut saya, ini terlalu lebay dan bikin
pusing pembaca. Kalau ada banyak nama dan silsilah seperti itu, langsung saya skip.^-^.

#Pelajaran yang Diambil

Setiap karya Andrea Hirata pasti ada nilai yang diambil karena sebagian besar karyanya menceritakan
perjuangan hidup orang-orang yang dikenalnya. Perjuangan hidup tersebut dikemas secara apik dengan
kata-kata yang mudah dipahami sehingga nggak mengurangi inti cerita. Di Novel Ayah, ada banyak sekali
kisah kehidupan yang bisa dipelajari.

Pertama, persahabatan antara Sabari, Ukun, dan Tamat. Kisah mereka membuat saya untuk lebih
memahami arti sahabat. Persahabatan yang kuat dan tulus tak akan lekang oleh waktu. Masing-masing
akan saling menguatkan dan mencoba melakukan yang terbaik untuk sahabatnya. Seperti kisah Ukun dan
Tamat yang rela berjuang keliling Sumatera dengan biaya yang pas-pasan demi kebahagiaan Sabari. Demi
melihat hidup Sabari seperti semula.

Kedua, kisah cinta Sabari dan Lena. Hubungan cinta yang unik karena mereka membangun rumah tangga
karena terpaksa dan nggak ada cinta yang seimbang. Yang ada hanya cinta Sabari kepada Lena saja.
Sebaliknya, Lena nggak peduli sama sekali dengan pasangannya. Kisah cinta yang pondasinya kurang kuat
maka akan rapuh dan berakhir seperti rumah tangga Sabari. Namun, kesetiaan Sabari pada Lena membuat
saya menangis dan merinding membaca akhir cerita ini. Sungguh!

Ketiga, perjuangan seorang ayah dalam keluarga. Membaca kisah Sabari yang sangat menyayangi Zorro
membuat saya berkaca pada perjuangan bapak. Sabari rela bekerja keras, merawat, dan memberikan yang
terbaik untuk Zorro, meski ia bukan anak kandungnya. Sabari selalu mendongeng dan membacakan puisi
ketika Zorro mau tidur. Kebiasaan ini membentuk ikatan batin yang kuat antara ayah dan anaknya. Hal ini
membuat Zorro selalu teringat sosok Sabari meski dia sudah terpisah jauh dengan ayahnya itu. Zorro juga
tumbuh menjadi anak yang pintar dan pandai berpuisi seperti Sabari. Ah, kisah ayah dan anak ini membuat
saya kangen pada bapak yang tinggal di Semarang.

Keempat, kisah Amiru yang berbakti kepada orangtua. Amiru melanjutkan kursus di kota Bogor dan
menjadi salah satu lulusan terbaik. Tawaran bekerja di perusahaan elektronik terkenal di Jakarta pun
ditolak. Ia lebih memilih pulang ke Belitong untuk mengurus ayahnya. Ia malah membuka kios reparasi
elektronik di kampung halamannya.
Akhir Cerita yang Penuh Kejutan

Novel Ayah akan memberikan kejutan-kejutan di setiap lembarnya. Kejutan kisahnya. Kejutan kalimatnya.
Dan, kejutan puisinya. Di akhir cerita kita akan tahu bagaimana akhir kisah Sabari dan Lena yang tak
disangka oleh pembaca. Kisah cinta yang membuat kita ternganga karena semua yang dikisahkan di
novel ini ternyata KISAH NYATA.

Anda mungkin juga menyukai