Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak Tercela adalah perbuatan/perilaku yang tidak Diridhoi oleh
Allah SWT. Seseorang yang berbohong, sombong, pamer, menyiksa,
menyakiti dan berbagai bentuk ketidakadilan seperti menindas, mengambil
hak orang lain dengan paksa dan lain-lain. Itu semua adalah perbuatan tercela.
Sungguh moral manusia sudah sangat rusak akibat akhlak-akhlak tercela
tersebut. Seseorang tidak akan mendapatkan kebahagiaan, jika ia selalu
melakukan perilaku-perilaku tercela. Baik ketika di dunia maupun di akhirat.
Kebahagiaan yang diperoleh dari perilaku tercela tersebut hanya bersifat
sementara. Dan akan mendapat kesedihan dan penyesalan yang tak ada
hentinya.
Disisi lain, Al-Qur’an juga mengemukakan dan memberi peringatan
tentang akhlak-akhlak tercela yang dapat merusak iman seseorang dan pada
akhirnya akan merusak dirinya serta kehidupan masyarakat. Seperti akhlak
buruk kaum Quraisy dahulu untuk memojokkan kebenaran yang disampaikan
Rasulullah sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Quraisy seperti
Abu jalal, Walid bin mugirah, Akhnas bin syariq, Aswad bin abdi Yaquts.
Oleh karena itu, iman merupakan suatu pengakuan terhadap kebenaran dan
harus dipelihara serta di tingkat kan kualitas nya melalui sikap dan perilaku
terpuji.
Sifat terpuji dan tercela yang tertanam dalam diri manusia selalu
berdampingan dan terlihat dalam perilaku sehari-hari. Apabila perilaku
seseorang menampilkan kebaikan, maka terpujilah sikap orang tersebut.
Sebaliknya, apabila perilaku seseorang menampilkan kebaikan atau
kejahatan, maka tercelalah sikap orang tersebut. Sifat tercela sangat dilarang
oleh Allah SWT dan harus dihindari dalam pergaulan sehari-hari karena akan
merugikan diri sendiri maupun orang lain.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian akhlak tercela?
2. Apa macam-macam akhlak tercela dan bahaya bagi kehidupan manusia
serta cara mengobatinya?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian akhlak tercela.
2. Mengetahui macam-macam dan bahaya bagi kehidupan manusia serta
cara mengobatinya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Akhlak Tercela
Sikap tercela atau Akhlaqul Madzmumah dapat juga disebut dangan
istilah akhlaqus sayyi’ah dan akhlakul muhlikat, artinya sikap dan prilaku
yang dilarang oleh allah SWT atau tidak sesuai dangan syari’at yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW. Untuk itu sikap dan prilaku semacam ini
harus di tinggalkan oleh siapa pun yang ingin menjadi umat Nabi Muhammad
SAW .

B. Faktor-Faktor Penyebab Akhlak Tercela


Akhlak Tercela bisa ditimbulkan oleh;
1. Faktor Internal
a. Keadaan fluktuasi iman
b. Bisikan nafsu-syaitan
c. Makanan-minuman haram
2. Faktor Eksternal
a. Milleuw/ Lingkungan
b. Pergaulan
Al-Ghazali menerangkan 4 hal yang mendorong manusia melakukan
perbuatan tercela (maksiat) diantaranya :
1. Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta,
kedudukan) yang ingin dimiliki manusia sebagai sebagai kebutuhan
dalam melangsungkan hidupnya (agar bahagia).
2. Manusia selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan
keburukan, seperti istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka, misalnya,
dapat melalaikan manusia dari kewajibannya terhadap Alloh dan terhadap
sesama.

3
3. Setan (iblis). Setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia
menggoda manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi
Tuhan.
4. Nafsu, nafsu ada kalanya baik (muthmainnah) dan ada kalanya butuk
(amarah) akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan
C. Macam-macam Akhlak Tercela serta cara mengobatinya.
1. Hasad
Menurut sebagian besar ulama hasad (dengki atau iri hati)
merupakan akar dari semua penyakit hati. Karena sifat ini merupakan
manifestasi dosa pertama serta penyebab pertama ketidakpatuhan
terhadap Allah. Sebagaimana sifat setan yang tidak mau mematuhi
perintah Allah untuk memberi hormat kepada Nabi Adam As karena ia
merasa iri hati terhadap Nabi Adam yang dipilih Allah untuk menjadi
wakil-Nya di bumi. Oleh karena itu, setan selalu menebarkan (hasid atau
hasud) rasa iri hati dalam diri manusia agar menyandang sifat yang sama
dengannya.1
Pada dasarnya Hasad merupakan akibat dari dendam, dan dendam
merupakan akibat dari kemarahan dan kebencian terhadap apa yang
dlihatnya (tentang kondisi kebaikan keadaan yang dicemburui).
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
dari Abu Hurairah RA:

‫ب‬
َ ‫ط‬ ُ َّ‫ت َك َما تَأ ْ ُك ُل الن‬
َ ‫ار ْال َح‬ َ ‫سد ُ َيأ ْ ُك ُل ْال َح‬
ِ ‫سنَا‬ َ ‫ْال َح‬
“Hasad menghapus kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”
Pada hakikatnya hasad adalah membenci kenikmatan Allah kepada
saudaranya, akan tetapi tentang hasad ini dibedakan menjadi dua
jenis. Pertama, membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada
saudaranya dan ia menginginkan kenikmatan itu hilang dari-nya. Ini
merupakan hasad yang paling tercela. Contoh hasad semacam ini
terdapat dalam firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 109:

4
   
   
  
  
    
  
 
    
    

“sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat


mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena
dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.”

Ayat diatas mengabarkan bahwa keinginan mereka agar hilang


kenikmatan iman merupakan hasad.
Kedua, seseorang yang membenci kenikmatan yang Allah bagi pada
saudaranya dan tidak ada keinginan nikmat itu hilang darinya tetapi ia
menginginkan sebagaimana yang ada pada saudaranya. Hal semacam ini
disebut dengan ghibthah.2 terkadang untuk hasad jenis kedua ini disebut
dengan al-munafasah (berlomba), berlomba dalam permasalahan yang
disenangi untuk mendapatkan dan memilikinya. Akan
tetapi munafasah ini tidak mutlak tercela, bahkan terpuji bila dalam
kebaikan. Mengenai jenis yang kedua ini dijelaskan oleh Allah dalam
firmannya QS An-Nisa’ ayat 32:
    
    
 
 
  
   
    
   

5
“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.
(karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang
mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-
Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Yang dimaksud dengan ayat diatas adalah larangan terhadap
keinginan berpindahnya kenikmatan itu kepadanya. Adapun berharap
agar Allah memberikan kenikmatan seperti itu kepadanya tidaklah tercela
jika dalam urusan agama.
Dalam kitab Durratun Nasihin disebutkan bahwa bahaya yang
ditimbulkan dari rasa dengki atau hasad ini ada delapan macam, yaitu:
a. Merusak ketaatan.
b. Menjuruskan kepada perbuatan maksiat, karena hasad tidak lepas dari
bohong, caci maki, fitnah, dan ghibah.
c. Masuk kedalam neraka
d. Menyebabkan suka menggoda/mengganggu orang lain.
e. Mengakibatkan rasa letih dan takut yang tidak ada gunanya bahkan
selalu dibarengi dengan perbuatan dosa dan maksiat.
f. Meyebabkan buta hati, dimana ia tidak dapat menerima dan
memahami hukum-hukum Allah dengan baik.
g. Menyebabkan kegagalan yang pada akhirnya tidak bisa mencapai apa
yang menjadi maksudnya dan selalu dikalahkan oleh lawannya.
2. Riya’
Riya’ itu berasal dari kata ru’yah yang berarti melihat. Menurut
imam Ghazali riya’ asalnya mencari kedudukan pada hati manusia dengan
memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Riya’ merupakan
perilaku terkeji ketika seseorang melakukan ritual ibadahnya hanya untuk
memperoleh tempat dihati orang lain. Sifat seperti ini termasuk salah satu
bentuk kesyirikan yang dibenci oleh Allah SWT.

6
Adapun yang menjadi tanda-tanda riya’ menurut Imam Mawlud
adalah:
a. Malas dan kurang melakukan sesuatu yang semata-mata karena Allah
swt. Misalnya, ketika berada di rumah tidak ada rasa keinginan untuk
membaca al-Qur’an, namun ketika banyak orang seperti di masjid ia
membaca al-Qur’an dengan suara yang merdu.
b. Meningkatkan perilaku-perilaku ketika dipuji dan menurunkannya
ketika tidak ada pujian.
Riya’ biasanya dikenal dengan sikap menampakkan ibadah atau
ketaatan di hadapan orang banyak. Namun, ada juga riya’ yang sifatnya
tersembunyi, yaitu sikap ketika seseorang menghindari riya’ tetapi justru
melakukannya untuk riya’. Misalnya, seseorang sengaja menghindari
khalayak agar tidak disangka riya’. Kemudian ia sengaja berkhalwat dan
menyendiri. Namun, di balik semua itu, ia justru ingin dilihat dan dipuji
oleh orang lain. Disanalah terdapat riya’ yang tersembunyi.3
Adapun cara untuk menyembuhkan penyakit seperti ini dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Melepaskan penyakit riya’ sampai akar-akarnya, yaitu cinta
kedudukan dan jabatan.
b. Mencegah akibat-akibat buruk yang muncul dari penyakit riya’ ketika
beribadah.
3. Hubbud Dunya
Hubbud Dunya adalah cinta dunia yang berlebihan, merupakan
induk segala kesalahan (maksiat) serta perusak agama. Yaitu mencintai
kehidupan dunia dan melalaikan kehidupan akhirat.
Penyakit inilah yang menyebabkan seorang muslim menjadi lemah.
Sehingga musuh-musuh dengan leluasa menebar rasa takut dan sifat
pengecut dalam dirinya, syaitan-syaitan (manusia dan jin) dengan mudah
menyesatkannya. Sementara orang-orang kafir dan musuh Islam lainnya
memandangnya dengan sebelah mata. Mencintai dunia akan

7
mengakibatkan banyak melakukan kesalahan dan dosa ketika hidup di
dunia.
Adapun obat untuk menghindari dari perbuatan Hubbud Dunya
yaitu : Nabi kita Muhammad Saw. telah memberikan wasiatnya, yang
merupakan formula bagi jenis penyakit tersebut. Rasulullah Saw.
Bersabda : Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Saw.
bersabda, “Perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur segala
kelezatan, yaitu kematian.” (HR. An-Nasaa’i No. 1824, Tirmidzi No. 2307
dan Ibnu Majah No. 4258 dan Ahmad)
4. Sum’ah
Secara bahasa sum’ah adalah diperdengarkan kepada orang lain,
adapun secara istilah yaitu beribadah dengan benar dan ikhlas karena
Allah, kemudian menceritakan amal perbuatannya kepada orang
lain.Adapun Sum’ah mempunyai hubungan erat sekali dengan riya’,
bahkan tergolong sama. Akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya,
Perbedaan antara riya’ dan sum’ah menurut Al-Hafizh yaitu: riya’ adalah
memperlihatkan amal dan perbuatan dengan maksud mendapatkan pujian
seperti shalat, adapun sum’ah merupakan amalan yang diperdengarkan
kemudian menceritakan perbuatannya (sudah dikerjakan dengan penuh
keikhlasan, namun pada akhirnya mengharapkan pujian yang sifatnya
duniawi).
Dalam Al-Qur’an Allah telah mengingatkan kepada kita mengenai
sifat sum’ah dan riya’ ini dalam QS. Al-Baqarah : 264
   
  
  
 

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia...”
5. Ujub

8
Ujub merupakan sifat tercela dimana seseorang membanggakan
diri sendiri karena merasa memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki
oleh orang lain. Seperti ujubnya orang alim yang merasa dirinya telah
mencapai kesempurnaan dalam ilmu, perbuatan, dan akhlak. Orang yang
menyandang sifat ini biasanya ia melupakan bahwa nikmat yang ia
peroleh adalah pemberian dari Allah melainkan dari usahanya
sendiri. Sifat ujub selalu diikuti dengan idlal (mengharap balasan). Oleh
karena itu, setiap orang yang melakukan idlal pasti ia memiliki sifat ujub.
Akan tetapi, tidak semua orang yang ujub melakukan idlal. Orang yang
memiliki sifat ini sangat dibenci oleh Allah Swt.
Ujub membawa pengaruh negatif yang sangat banyak, ia dapat
mengahantarkan ke arah kesombongan. Di hadapan Allah, orang yang
memiliki sifat ujub menyebabkan ia menjadi lupa dan meemehkan dosa-
dosanya karena merasa telah melakukan ibadah yang sempurna sehingga
beranggapan dosa yang dilakukan tidak ada apa-apanya dengan ibadah
yang telah dilakukan. Ujub dapat mengakibatkan seseorang lupa bahwa
nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah sehingg menjadikannya kufur
nikmat.[16]4
Adapun untuk mengobati penyakit ujub seseorang harus menyadari
bahwa kenikmatan yang ia peroleh adalah dari Allah yang merupakan
buah dari cinta dan ibadah bukan karena ia berhak menerimanya dan
Allah wajib melakukannya. Kemudiancara yang lainnya harus selalu
menanamkan ketakuak akan hilangnya nikmat itu akibat tindakan ujub
yang dilakukan.
6. Takabur
Takabur atau sombong secara bahasa artinya membesarkan diri
atau menganggap dirinya lebih dari orang lain. Pengertian takabur secara
istilah adalah suatu sikap mental yang memandang rendah terhadap orang
lain, sementara ia memandang tinggi dan mulia terhadap dirinya sendiri.
Sifat takabur merupakan sifat yang dimiliki oleh Iblis. Sifat inilah yang

9
menyebabkan iblis diusir dari surga dan diturunkan derajatnya hingga
menjadi makhluk yang sangat rendah.
Takabur menurut penjelasan Rasulullah adalah himpunan dari dua
sifat yaitu menolak kebenaran dan merendahkan orang lain, sebagaimana
sabdanya, ”Takabur adalah (sifat) orang yang mengingkari/menolak
kebenaran dan merendahkan orang lain.” (H.R. Abu Daud dan Hakim)
Dari pengertian takabur di atas dapat kita temukan ciri-ciri orang
yang takabur, sebagai berikut.
a. Suka memuji diri dan membanggakan kemuliaan diri, harta, ilmu,
keturunan dan lain sebagainya.
b. Meremehkan orang lain.
c. Suka mencela dan mengkritik orang lain dengan kritik yang
menjatuhkan.
d. Memalingkan muka ketika bertemu dengan orang lain.
e. Berlagak dalam berbicara.
f. Pemboros dalam harta benda
g. Berlebih-lebihan dalam berpakaian dan berhias.
Takabur dapat dibagi menjadi dua, yaitu takabur lahir dan batin.
a. Takabur lahir, yaitu perbuatan yang dilakukan dan ditunjukkan oleh
anggota badan, seperti gerak gerik tubuh, raut muka, dan tutur kata.
b. Takabur batin, yaitu sifat dalam jiwa yang tidak terlihat. Takabur batin
dilakukan oleh hati dan perasaan yang menganggap diri lebih tinggi
dan menganggap orang lain lebih rendah.
7. Itba’ul Hawa
Secara bahasa Itba’ al-Hawa berarti mengikut hawa nafsu, sedang
secara istilah yaitu orang yang lebih mengikuti jeleknya hati yang telah
diharamkan oleh hukum syariat, itulah orang yang selalu mengikut hawa
nafsu.
Dari definisi diatas dapat kita fahami bahwa itba’ al-hawa berarti
mengikuti hawa nafsu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang hukum syara’, berbuat hal-hal yang dilarang agama. Dengan

10
demikian, itba’ al-hawa merupakan pangkal perbuatan maksiat, sumber
malapetaka dan kemungkaran. Orang yang bersikap demikian akan
tersesat dari jalan Allah dan dikenai siksa di akhirat kelak. Oleh karena
itu, hawa nafsu harus dikekang dan dikendalikan agar manusia dapat
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT.
Imam Al-Ghazali membagi nafsu kepada empat bagian, yaitu:
a. Keserakahan nafsu terhadap harta benda.
Seseorang yang telah mendapat anugerah Allah maka kewajiban
baginya untuk selalu mensyukuri segala nikmat-Nya. Jika engkau
menjadi orang kaya, maka syukurilah. Jika dirimu berkedudukan,
manfaatkanlah kekuasaan dan kedudukanmu untuk memakmurkan
rakyat, bukan memanfaatkan kuasa untuk mengumpul harta benda
sampai tidak habis dimakan tujuh keturunan.
b. Nafsu amarah akan membakar dan membutakan hati.
Cara terbaik untuk bisa mengendalikan nafsu amarah yang ada dalam
diri sendiri dengan berusaha selalu bersabar dalam menghadapi
kemarahan dan kezaliman orang lain, bersikap lapang dada, suka
memaafkan dan bermurah hati. Sesungguhnya akhlak yang terpuji
adalah bagi mereka yang mampu memaafkan kesalahan (kezaliman)
orang lain terhadap diri kita.
c. Kesenangan duniawi mendorong nafsu.
Kesenangan duniawi merupakan racun pembunuh yang mengalir
dalam urat. Manusia selalu diingatkan agar tidak terjerumus akan
kesenangan duniawi, karena hal itu akan mendorong nafsu menjadi
liar. Orang berlumba mengejar kuasa, tanpa memeperdulikan kaedah
yang di ajarkan agama, apalagi norma-norma pekerjaan yang
sebenarnya, yang terpenting ia dapat memperoleh kekuasaan walau
dengan cara apapun.
d. Nafsu syahwat.
Imam Al-Gazhali mengingatkan bahwa syaitan menggoda manusia di
dunia ini melalui berbagai cara. Dan yang paling berbahaya ialah

11
harta, wanita dan takhta (kekuasaan). Setan telah memasang
perangkap godaannya, tidak sedikit manusia yang hancur dan rusak
kehidupannya karena mencari kesenangan dunia semata.[19]5
Adapun cara untuk menghindari/mengobati nafsu jahat ini adalah :
Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar sering disebut dengan
istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu seperti cinta
dunia, tamak, sum'ah, riya', ujub, gila pangkat dan harta, hasud, iri hati,
dendam, sombong dan lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti
daki melekat pada badan. Kalau kita malas menggosok sifat itu akan
semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau kita rajin
meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan
suci.
Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Syaitan tidak dapat
mempengaruhi seseorang kalau tidak meniti di atas nafsu. Dengan kata
lain, nafsu adalah highway (jalan tol) atau jalan bebas hambatan untuk
syaitan. Kalau nafsu dibiarkan akan membesar, maka semakin luaslah
highway syaitan. Kalaulah nafsu dapat diperangi, maka tertutuplah jalan
syaitan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita.Tutuplah jalan mereka
(syaitan) dengan perbuatan-perbuatan yang baik yang diridhoi Allah SWT.
8. Ghibah
Mengumpat (ghibah) adalah kejahatan lidah yang terbesar. Menurut
Al-Ghazali mengumpat adalah mengatakan sesuatu (aib atau kekurangan)
tentang orang lain yang kemungkinan besar akan menyakiti perasaannya
apabila ia mengetahuinya, meskipun apa yang diceritakan itu sungguh
benar adanya. kekurangan yang dibicarakan itu bisa terdapat pada badan,
nasab, tabiat, ucapan, agama, maupun urusan duniawi lainnya. Adapun
membicarakan kekurangan atau aib seseorang yang tidak terdapat pada
diri orang tersebut dinamakan fitnah (buhtan).
Mengatakan keburukan orang tertentu memang tidak salah jika ini
dilakukan untuk maksud yang baik, yaitu:

12
a. Untuk mencari keadilan atau bantuan seseorang yang berwewenang.
b. Untuk menghilangkan kejahatan dengan memberitahukan orang-
orang yang dapat menghapuskannya.
c. Untuk minta pendapat hukum (nasihat) dari seorang hakim.
d. Untuk memperingatkan atau menasihati kaum muslimin. Misalnya
jarh yang dilakukan para ulama hadits.
e. Menyebut seseorang sesuai dengan sifat yang telah diumumkannya
sendiri namun tidak boleh menyebutkan aib-aib yang lain.
f. Menyebut seseorang dengan sebutan yang telah masyhur pada diri
seseorang. Namun hal ini tidak diperbolehkan bila dimaksudkan
untuk menunjukkan kekurangan seseorang.
Penyebab seseorang yang melakukan ghibah adalah karena ada rasa
dengki dan amarah yang dapat memicu seseorang memiliki keinginan
agar seseorang tertentu menjadi tidak dipercaya orang lain, dan ia akan
merasakan kepuasan apabila keinginannya itu terpenuhi.
Adapun untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan
penyakit yang sulit dideteksi dan diobati ini dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu dengan ilmu dan amal. Dimana dengan ilmu berarti
mengetahui pengaruh jahat mengumpat terhadap kehidupan
dan menghapuskan penyebab mengumpat. Dan dengan amal, bertujuan
untuk menyelidiki kekurangan diri sendiri sehingga kita akan malu
menyalahkan orang lain tanpa melihat kekurangan diri sendiri.[23]6
9. Namimah
Secara bahasa, Namimah berarti mengadu domba. Menurut Imam
Zakaria Yahya bin Syarfin Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin,
Namimah adalah merekayasa omongan untuk menghancurkan sesama
manusia. Namimah adalah mengadu domba antara seseorang dengan
orang lain dengan tujuan agar mereka saling bermusuhan. Namimah
termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan

13
sehari-hari, karena namimah dapat menimbulkan permusuhan antar
sesama umat.
Bentuk menyebarkan berita tentang perkataan atau perbuatan orang
dikatakan namimah apabila dalam kondisi untuk merusak, namun apabila
tujuannya untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan mencegah
kemungkaran tidak dikatakan sebagai namimah. Akan tetapi, hukumnya
dapat menjadi sunah atau bahkan wajib bergantung pada situasi dan
kondisi tersebut. Misalnya, melaporkan pada pemerintah tentang orang
yang akan membuat kerusakan, orang yang akan menganiaya orang lain,
dan lain sebagainya.
Sama dengan akhlaq-akhlaq tercela lainnya, Namimah ini
ditimbulkan karena adanya rasa dengki terhadap seseorang sehingga
menjadikan kita berlaku jahat atau tidak adil kepadanya. Oleh karena itu
untuk agar kita dapat terhindar dari perbuatan ini ada beberapa cara yang
dapat dilakukan:
a. Menyadari tentang bahaya yang ditimbulkan dari sifat namimah
b. Menyadari bahwa namimah merupakan perbuatan dosa
c. Menyadari bahwa diri kita juga tidak suka apabila diadu domba
oleh orang lain
d. Menjaga lisan dari perkataan yang tidak berguna, yang karenanya
dapat menyakiti dan mendzalimi orang lain.

10. Metode Menghindari dan Mengobati Akhlak Tercela


1. Menghindari makanan- minuman yang syubhat dan haram.
2. Memilih teman pergaulan dan milleuw yang baik.
3. Melakukan riadhah seperti muhasabah, mujahadah, dzikir.
4. Melakukan metode Takhalli, Tahalli dan Tajalli.
5. Menjaga soliditas iman.

14
Makalah Akhlaq Tasawuf

AKHLAQ TERCELA

DISUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK 2

AUDITA TAUZEN (18011010604)


DISMITA (18011010607)
Prodi :
Semester : II (Dua)
Dosen Pengampu : Asdiana, MA

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
GAJAH PUTIH TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH

15
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berkah, rahmat, inayah serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul Akhlak Tercela tanpa halangan apapun.
Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Gajah Putih
Takengon Aceh Tengah, Aceh.
Makalah ini Alhamdulillah dapat terselesaikan tepat waktu atas usaha,
do’a, serta dukungan dari anggota kelompok (Penulis). Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah ini yang telah memberikan
kesempatan untuk menyusun makalah ini kemudian mempresentasikannya untuk
bahan diskusi kelas.
Kami sebagai manusia biasa yang lemah tentunya mempunyai
kekurangan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan dan akan kami terima dengan lapang demi
kesempurnaan makalah berikutnya. Atas kekurangan tersebut, kami mohon maaf,
dan kami juga sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini, semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amiinn.

Takengon, 14 Maret 2019

Penulis

16
i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................... i


Daftar Isi......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. .......................................................................................................... 3
B. .......................................................................................................... 5
C. .......................................................................................................... 7
D. .......................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ......................................................................................
A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Saran ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

ii

17

Anda mungkin juga menyukai