Anda di halaman 1dari 67

WALK THROUGH SURVEY PERUSAHAAN

PT. TRISULA TEXTILE INDUSTRIES


ASPEK HIGIENE INDUSTRI

Kelompok 1B

Afina Faza Nina Hartini


Awit Raisa Arifin Resty Karina
Deby R Johor Hasan Ridho Anugrah
Fatina Amira Nafisa Rifqi Nahadhol M.
Hafizha Cyndriyani Rahayu Marlita A.
Laisa Dinda K. Sri Wahyuni S
Muhamad Dony
Ulfa Rahmadanti S
Nadya Tridinanti
Yuningsih

PESERTA PELATIHAN HIPERKES BAGI DOKTER PERUSAHAAN


BALAI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan

upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani

tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan

budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara

keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kesehatan dan

keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa

maupun industri.1

Undang-undang 13/2003 tentang ketenagakerjaan menjelaskan bahwa

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada

waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Ketenagakerjaan juga meliputi

perencanaan tenaga kerja yang merupakan proses penyusunan rencana

ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan

kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang

berkesinambungan.2

1
2

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan

tenaga kerja dengan cara penerapan teknologi pengendalian segala aspek yang

berpotensi membahayakan para pekerja. Pengendalian ditujukan kepada sumber

yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat pekerjaan, pencegahan kecelakaan dan

penyerasian peralatan kerja baik mesin dan karakteristik manusia yang menjalankan

pekerjaan tersebut. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan

kesehatan kerja diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja

dan tingkat kesehatan yang tinggi. 1

Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara

keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,

pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan

penerapan,pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan

kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko, yang berkaitan dengan kegiatan

kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Salah satu

peraturan perundangan yang mengatur mengenai SMK3 adalah Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Tujuan SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan

kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja

dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi

kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman,

efisien, dan produktif.1


3

Setiap pekerjaan mengandung potensi bahaya dalam bentuk kecelakaan kerja.

Besarnya potensi keselakaan dan penyakit kerja tergantung dari jenis produksi,

teknnologi yang dipakai, bahan yang digunakan, tata ruang dan lingkungan bangunan

serta kualitas manajemen dan tenaga-tenaga pelaksana.3

Data International Labour Organization (ILO) tahun 2013 menyebutkan 1

pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja

mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat angka

kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta

kasus setiap tahun.4 Jumlah kasus kecelakaan akibat kerja berdasarkan data Mentri

Kesehatan tahun 2015, pada tahun 2011-2014 yang paling tinggi pada tahun 2013

yaitu 35.917 kasus kecelakaan kerja.Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun 2011-

2014 terjadi penurunan dari 56.929 kasus di tahun 2011 menjadi 40.694 pada tahun

2014.3

Tingkat kecelakaan kerja dan berbagai ancaman keselamatan dan kesehatan

kerja (K3) di negara berkembang seperti Indonesia masih cukup tinggi. Berbagai

kecelakaan kerja masih banyak terjadi dalam proses produksi. Berdasarkan Pusat

Data dan Informasi Ketenagakerjaan Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi

Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (2015), jumlah kecelakaan kerja

yang terjadi di Indonesia Triwulan IV tahun 2014 yaitu sebanyak 14.519 kasus

dengan jumlah korban kecelakaan kerja 14.257 jiwa. Jumlah kecelakaan kerja di

Provinsi Jawa Barat terjadi sebanyak 1.892 kasus kecelakaan kerja dengan jumlah

korban kecelakaan sebanyak 1.746 jiwa.4


4

Data terbaru dari BPJS Ketenagakerjaan jumlah kasus kecelakaan kerja terus

menurun. Tahun 2015 terjadi kecelakaan kerja sebanyak 110.285 kasus, sedangkan

tahun 2016 sejumlah 105.182 kasus, sehingga mengalami penurunan sebanyak 4,6%.

Sedangkan sampai Bulan Agustus tahun 2017 terdapat sebanyak 80.392 kasus.5

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat

kerja, bahan, proses pengolahannya, landasan tempat kerja, dan lingkungannya, serta

cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja

baik di darat, di dalam tanah, dipermukaaan air, di dalam air, maupun di udara.1

Penelitian yang dilakukan Asnawi pada tahun 1999 mengungkapkan bahwa

program K3 dilaksanakan setidaknya berdasarkan atas tiga alasan 1) alasan moral,

program K3 dilaksanakan pertama kali justru semata-mata atas dasar pertimbangan

kemanusiaan, dalam upayanya untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta

penderitaan penyakit akibat kerja 2). Alasan hukum, agar terbentuk kepatuhan dan

disiplin terhadap pelaksanaan K3, maka dikeluarkan hukum yang disamping

mengatur pelaksanaan K3 itu sendiri juga mengandung sangsi-sangsi atas

pelanggaran, bahkan dalam bentuk denda materil 3). Alasan ekonomi, untuk

menghindari pemborosan, biaya yang tinggi serta hal-hal yang seharusnya tidak

perlu, sehingga effisiensi perusahaan tetap dapat dipelihara dan justru ditingkatkan. 6

PT Trisulatex adalah salah satu produsen tekstil di Indonesia. Produk

utamanya adalah kain atau fabric yang terbuat dari polyester yang dikombinasikan

dengan rayon juga katun yang dikenal dengan merek Bellini dan Caterina. PT

Trisulatex berlokasi di jalan Mahar Martanegara no. 170 Cigugur Tengah, Baros,

Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Bahan baku utama dan proses yang digunakan
5

selama produksi berlangsung tidak lepas dari hal-hal yang dapat mengganggu

kesehatan dari para tenaga kerjanya. Atas dasar-dasar tersebut, kami akan melakukan

penelitian observasional mengenai bentuk kesehatan dan keselamatan tenaga kerja di

PT. Trisulatex yang berpusat di Cimahi Jawa Barat.

1.2 Dasar Hukum

1.2.1. Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Landasan hukum merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh

pemerintah terhadap masyarakat dan karyawan yang wajib untuk di terapkan oleh

perusahaan. Berikut adalah peraturan yang mengenai Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3).

a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja

b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan

c. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan

d. PP N0. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3)

e. Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul

Akibat Hubungan Kerja.

f. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/81 tentang Kewajiban

Melaporkan Penyakit Akibat Kerja

g. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/82 tentang Pelayanan

Kesehatan Kerja
6

h. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02 Tahun 1992 mengenai Tata cara

Penunjukkan, Kewajiban, dan Wewenang Ahli K3.

i. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 mengenai Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

j. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 mengenai

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

k. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 187 Tahun 1999 mengenai

Pemngendalian Bahan Kimia.

l. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011

tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat

Kerja

m. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 05 Tahun 2018

tentang K3 Lingkungan Kerja


7

1.2.2. Dasar Hukum Nilai Ambang Batas (NAB)

1. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang
diperkanankan

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 17
8

2. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 201117

Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.

3. Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Lengan dan Tangan

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 17

Catatan: 1 Gravitasi = 9,81 m/det2


9

4. Nilai Ambang Batas Radiasi Frekuensi Radio dan Gelombang Mikro

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 17

5. Waktu Pemaparan Radiasi Sinar Ultra Ungu yang diperkenankan

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 17
10

6. NAB Pemaparan Medan Magnit Statis yang diperkenankan

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 201117

NAB medan magnit untuk frekwensi 1 - 30 kHz

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 17
11

7.Standar Pencahayaan

NO KETERANGAN INTENSITAS (LUX)


1. Penerangan darurat 5
2. Halaman dan jalan 20
3. Pekerjaan membedakan barang kasar seperti: 50
a. Mengerjakan bahan-bahan yang kasar
b. Mengerjakan arang atau abu
c. Menyisihkan barang-barang yang besar
d. Mengerjakan bahan tanah atau batu
e. Gang-gang, tangga di dalam gedung yang selalu
dipakai
f. Gudang-gudang untuk menyimpan barang besar dan
kasar
4. Pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil secara 100
sepintas lalu seperti:
a. Mengerjakan barang-barang besi dan baja yang
setengah selesai (semi-finished)
b. Pemasangan yang kasar
c. Penggilingan padi
d. Pengupasan/pengambilan dan penyisihan bahan
kapas
e. Pengerjakan bahan-bahan pertanian lain yang kira-
kira setingkat dengan d
f. Kamar mesin dan uap
g. Alat pengangkut orang dan barang
h. Ruang-ruang penerimaan dan pengiriman dengan
kapal
i. Toilet dan tempat mandi
5. Pekerjaan yang membeda-bedakan barang-barang kecil yang 200
agak teliti seperti:
a. Pemasangan alat-alat yang sedang (tidak besar)
b. Pekerjaan mesin dan bubut kasar
c. Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-
barang
d. Menjahit textile atau kulit yang berwarna muda
e. Pemasukan dan pengawetan bahan-bahan makanan
dalam kaleng
f. Pembungkusan daging
g. Mengerjakan kayu
h. Melapis perabot
6. Pekerjaan pembedaan yang teliti daripada barang-barang kecil 300
dan halus seperti:
a. Pekerjaan mesin yang teliti
b. Pemeriksaan yang teliti
c. Percobaan-percobaan yang teliti dan halus
d. Pembuatan tepung
e. Penyelesaian kulit dan penentuan bahan-bahan katun
atau wolyang teliti dan halus
f. Pembuatan tepung
g. Penyelesaian kulit dan penentuan bahan-bahan katun
atau wolwarna muda
h. Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis,
12

membaca, pekerjaan arsip dan seleksi surat-surat


7. Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang halus dengan 500-1000
kontras yang sedang dan dalam waktu yang lama seperti:
a. Pemasangan yang halus
b. Pekerjaan-pekerjaan mesin yang halus
c. Pemeriksaan yang halus
d. Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca
e. Pekerjaan kayu yang halus (ukir-ukiran)
f. Menjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua
g. Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik
atau pekerjaan kantor yang lama
8. Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang yang sangat 1000
halus dengan kontras yang sangat kurang untuk waktu yang
lama seperti:
a. Pemasangan yang extra halus (arloji, dll)
b. Pemeriksaan yang extra halus (ampul obat)
c. Percobaan alat-alat yang extra halus
d. Tukang mas dan intan
e. Penilaian dan penyisihan hasil-hasil tembakau
f. Penyusunan huruf dan pemeriksaan copy dalam
pencetakan
g. Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwarna
tua
Sumber Menurut Permenaker No.5 tahun 2018
13

1.3 Profil Perusahaan

Identitas Perusahaan

Nama Perusahaan : PT Trisula Textile Industries TBK

Alamat Perusahaan : Jl. Mahar Martanegara No. 170, Cimahi,

Jawa Barat

Jenis Usaha/ Industri : Textile

Jumlah dan Status Karyawan : 653; dengan 607 karyawan tetap.

Waktu Kerja : 8 jam selama 6 hari

Asuransi Karyawan : BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan

Kelembagaan K3 : P2K3

Sertifikasi Perusahaan (ISO, SMK3, dsb) : ISO 9001 : 2015

Waktu Pelaksanaan : 12 Juli 2018


14

1.4 Alur Produksi

1. Texturizing

Proses awal texturizing, dimana benang filament diproses dalam suatu mesin
dengan mendapatkan perlakuan temperature, tension, serta puntiran atau twist
dalam waktu tertentu sehingga menghasilkan efek keriting, bulky, elastis dan
mempunyai crimp yang tinggi.

2. Twisting

Proses lanjutan setelah texturizing adalah twisting, dimana benang diberikan


twist/puntiran dengan nilai puntiran tertentu (TPM) twist per meter yang
menjadikan benang semakin kompak dan kuat, serta sifat lain sesuai dengan
15

peruntukan design. Dalam proses ini dikenal 2 macam benang, low twist (< 450
tpm) dan high twist (> 450 tpm). Twist diantaranya berguna untuk memberikan
ketahanan kepada benang agar tidak pecah saat proses penenunan, selain itu juga
berguna untuk memberikan efek “jatuh” karena kain mempunyai masa jenis yang
tinggi.

3. Persiapan Weaving

Benang- benang yang dihasilkan dari proses texturizing dan twisting


selanjutnya ditranfer ke dalam gulungan besar (beam) kemudian dilapisi dengan
lapisan film yang akan membuat benang menjadi lebih kuat, kemudian satu jenis
benang atau beberapa jenis benang disusun melalui proses beaming sesuai dengan
panjang dan desain kain yang akan diproduksi. Sebelum ditenun benang-benang
tersebut harus melewati proses pencucukan, dimana benang dimasukkan ke dalam
dropper, gun dan sisir. Proses ini memerlukan ketelitian terutama untuk anyaman
khusus seperti fancy.
16

4. Weaving

Adalah proses pertenunan, dimana benang pakan disilangkan dengan benang


lusi sehingga teranyam (menjadi anyaman). Secara umum proses ini terdiri dari 5
Tahap, yaitu penguluran lusi (let off motion), pembukaan mulut lusi, (shedding
motion) peluncuran benang pakan (weft insertion) pengetekan (beating motion)
dan yang terakhir (take up motion).

5. Pencelupan dan Penyempurnaan

Pencelupan dan Penyempurnaan adalah proses memberi warna dan


penyempurnaan sebelum produk dikirimkan kepada customer. Kain yang
dihasilkan dari proses weaving yang disebut dengan kain greige dicuci terlebih
dahulu untuk menghilangkan kotoran, obat sizing dan lain-lain. Selanjutnya kain
17

dikeringkan dengan mesin pengering, sebagai proses awal sebelum kain dicelup
dengan warna sesuai yang tentukan dengan menambahkan zat warna serta
chemical dengan jenis dan jumlah yang sesui. Proses selanjutnya adalah
pemberian resin finish untuk mendapatkan efek pegangan (hand feel) kemudian
dilakukan proses pemantapan (curing) agar menghasilkan kain dengan
karakteristik tertentu secara permanen.

6. Pemeriksaan Kualitas

Pemeriksaan kualitas dimaksudkan untuk memberikan garansi bahwa produk


yang dipesan oleh customer sudah memenuhi persyaratan kualitas yang
ditetapkan. Pemeriksaan ini meluputi greige dan kain finish dengan berbagai
parameter pengujian seperti, dimensi, gramasi, anyaman, warna, hand feel serta
karakteristik yang lain.
18

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja diartikan sebagai suatu upaya agar pekerja selamat

ditempat kerjanya sehingga terhindar dari kecelakaan termasuk juga untuk

menyelamatkan peralatan serta produksinya.

Kesehatan adalah adalah suatu keadaan fisik, mental,sosial, dan spiritual serta

kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Kesehatan adalah

konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi serta kemampuan fisik.

(WHO). Kesehatan kerja diartikan sebagai suatu upaya untuk menjaga kesehatan

pekerja dan mencegah pencemaran disekitar tempat kerjanya (masyarakat dan

lingkungan).

Kesehatan Kerja dapat diartikan sebagai bagian sosialisasi dalam ilmu

kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan

yang tinggi baik fisik mental maupun sosial melalui usaha-usaha preventif dan kuratif

terhadap penyakit-penyakit gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor

pekerjaan dan lingkungan.

Kesehatan kerja memang harus diperhatikan, untuk itu perlu dilakukan

pemeriksaaan terhadap seluruh karyawan yang mencakup hal berikut:

 Pemeriksaan kesehatan karyawan (pekerja baru dan pekerja lama).

 Lingkungan tempat kerja (debu, kebisingan, pencahayaan, getaran dan gas-gas

berbahaya).

 Ergonomis (tempat duduk, alat kerja, dimensi kerja dan lain-lain).


19

Adanya faktor keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya pada dunia kerja

dan dunia usaha dunia industri, pengaruhnya sangat besar, dan dapat merubah pola

hidup, dan budaya kerja yang sangat signifikan, tetapi kadarnya akan tergantung juga

pada moral komitmen dan tanggung jawab setiap personal yang ada pada komunitas

tersebut. Pengaruh K3 diantaranya adalah terhadap : motivasi, produktifitas,

kenyamanan, gairah, menekan terjadinya kecelakaan, ergonomi fisik , kesehatan fisik

dan mental, memelihara sarana/ fasilitas/peralatan, mencegah kebakaran,

mempertahankan kelestarian ekosistem, lingkungan yang sehat, dan lain-lain.1

Kecelakaan Kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang

berhubungan langsung/tidak langsung dengan hubungan kerja. Secara umum

penyebab dari kecelakaan di berbagai tempat kerja dibagi menjadi 2 golongan:

 Tindakan atau perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe

human acts) yang berarti manusialah penyebab dari kecelakaan.

 Keadaan lingkungan yang tidak nyaman (unsafe conditions) yang berarti

situasi atau keadaan lingkungan sekitarlah yang menyebabkan kecelakaan.

Kebijakan penerapan K3 bertujuan menciptakan budaya K3 di tempat kerja

dengan melibatkan perusahaan, tenaga kerja, kondisi dan linkungan kerja dalam

rangka mencegah atau mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.


20

1.5.2. Tujuan K3

Secara umum, tujuan Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3), adalah :

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan

pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta

produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatan dan kesehatan orang lain yang berada ditempat

dan sekitar pekerjaan itu,

c. Menjamin terpeliharanya sumber produksi dan pendayagunaannya

secara aman,efisien dan efektif,

d. Khusus dari segi kesehatan, mencegah dan membasmi penyakit akibat

kerja.

Fungsi Kesehatan Kerja menurut ILO (International Labor Organization) :

 Melindungi pekerja terhadap kesehatan yang mungkin timbul dari

pekerjaan dan lingkungan kerja.

 Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaan baik fisik

maupun mental serta menyadari kewajiban terhadap pekerjaannya.

 Memperbaiki memelihara keadaan fisik mental maupun sosial pekerja

sebaik mungkin.

Tujuan Utama Kesehatan Kerja

 Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan

akibat kerja.

 Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.


21

 Perawatan dan efisiensi dan produktifitas tenaga kerja.

 Pemberantasan kelelahan tenaga kerja dan meningkatkan kegairahan

serta kenikmatan kerja

 Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin

ditimbulkan oleh produk-produk kesehatan.

1.5.3 Kebijakan K3

Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari Inggris.

Kata policy diartikan sebagai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan

dan pernyataan tertulis.

Kebijakan penerapan K3 bertujuan menciptakan budaya K3 di tempat kerja

dengan melibatkan perusahaan, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam

rangka mencegah atau mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Sebuah kebijakan K3 yang efektif terdiri dari dua tingkatan :

 Pada tingkat prinsip umum, menghormati kebutuhan dasar dari semua pekerja

dan tindakan membimbing.

 Pada tingkat rinci, memberikan pertanyaan dan tanggapan terhadap “siapa,

apa, kapan, mengapa, dimana dan bagaimana” langkah-langkah spesifik untuk

keadaan tertentu (seperti mengalokasikan pekerja hamil untuk pekerjaan yang

tidak akan membahayakan pertumbuhan bayi mereka).2


22

Sebuah kebijakan K3 memiliki tiga bagian besar, yaitu :

1. Bagian pernyataan atau prinsip

Menetapkan bagaimana keselamatan secara keseluruhan akan dikelola dan

jelas menyatakan komitmen organisasi terhadap keselamatan dan kesehatan

2. Bagian organisasi

Rincian siapa yang bertanggung jawab untuk apa dan bagaimana karyawan

dan perwakilan mereka masuk ke dalam sistem managemen keselamatan

secara keseluruhan.

3. Bagan Pengaturan

Rincian tentang bagaimana kegiatan-kegiatan khusus, fungsi dan masalah

yang akan dikelola contohnya

A. Identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko

B. Program pemantauan

C. Prosedur tanggap darurat

D. Pertolongan pertama

E. Pelaporan dan investigasi kecelakaan

F. Keselamatan untuk operasional tertentu atau misalnya peralatan listrik

aman, bahan berbahaya dan penanganan manual

G. Bagaimana kemajuan tentang keselamatan dan kesehatan akan diukur dan

kebijakan akan dievaluasi.


23

1.5.4 Pelaksanaan Kebijakan K3

Pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau

pengurus perusahaan atau tempat kerja dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

a. Menyediakan sumber data manusia yang mempunyai kualifikasi, dan

b. Menyediakan prasarana dan sarana yang memadai

Setelah kebijakan K3 ditetapkan harus senantiasa dilakukan monitoring

untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut ditaati. Beberapa hal yang tidak boleh

diabaikan dalam rangka menindaklanjuti pelaksanaan kebijakan K3 yaitu

identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko atau yang secara sistem dinamakan

Manajemen Risiko.

Adapun komponen-komponen dalam risiko adalah :

a. Variasi individu yang berhubungan dengan kerentanaan

b. Jumlah manusia yang terpajan

c. Frekuensi pemajanan

d. Derajat risiko individu

e. Kemungkinan pengendalian bahaya

f. Kemungkinan untuk mencapai tingkat yang aman

g. Aspek finansial risiko

h. Pendapat masyarakat dan kelompok masyarakat

i. Tanggung jawab sosial


24

Manajemen Risiko diterapkan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Proses pengelolaan yang terdiri dari kegiatan identifikasi, evaluasi dan

pengendalian yang berhubungan dengan tercapainya tujuan organisasi

ataupun perusahaan.

b. Aplikasi kebijakan dan prosedur pengelolaan untuk memaksimalkan

kesempatan dan meminimalkan kerugian.

c. Aplikasi sistematik dari kebijakan, prosedur dan pelaksanaan kegiatan

identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian dan pemantauan risiko.

1.5.5 Identifikasi Potensi Bahaya

Tahapan yang dapat memberikan informasi secara menyeluruh dan

mendetail mengenai risiko yang ditemukan dengan menjelaskan konsekuensi dari

yang paling ringan sampai dengan yang paling berat. Tahap ini harus dapat

mengidentifikasi hazard yang dapat diramalkan yang timbul dari semua kegiatan

yang berpotensi membahaya-kan kesehatan dan keselamatan terhadap:

1. Karyawan

2. Orang lain yg berada ditempat kerja

3. Tamu dan bahkan masyarakat sekitarnya

Pertimbangan yang perlu diambil dalam identifikasi risiko antara lain :

1. Kerugian harta benda (Property Loss)

2. Kerugian masyarakat

3. Kerugian lingkungan
25

Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai

berikut:

1. Apa Yang Terjadi

Hal ini dilakukan untuk mendapatkan daftar yang komprehensif tentang

kejadian yang mungkin mempengaruhi tiap-tiap elemen.

2. Bagaimana dan mengapa hal itu bisa terjadi

Setelah mengidentifikasi daftar kejadian sangatlah penting untuk

mempertimbangkan penyebab-penyebab yang mungkin ada/terjadi.

3. Alat dan Tehnik

1.5.6 Penilaian Risiko

Terdapat tiga sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan penilaian risiko di tempat

kerja yaitu untuk :

a. mengetahui, memahami dan mengukur risiko yang terdapat di tempat kerja;

b. menilai dan menganalisa pengendalian yang telah dilakukan di tempat kerja;

c. melakukan penilaian finansial dan bahaya terhadap risiko yang ada.

d. mengendalikan risiko dengan memperhitungkan semua tindakan

penanggulangan yang telah diambil.

1.5.7 Elemen-elemen penilaian risiko

Keparahan atau tingkat kemungkinan yang ditimbulkan dari suatu potensi

bahaya yang sudah dievaluasi sebelumnya, dapat diperkirakan dengan

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :


26

a. Sifat dari kondisi dan situasi apa yang akan dilindungi

1) Manusia

2) Property (aset perusahaan seperti : mesin, pesawat, bangunan, bahan dsb)

3) Lingkungan

b. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia

1) Ringan

2) Berat/Serius

3) Meninggal

c. Luasnya kemungkinan bahaya yang ditimbulkan

1) Satu orang

2) Beberapa orang

Probabilitas atau kemungkinan timbulnya risiko dapat diperkirakan dengan

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kemungkinan kekerapan atau lama pemaparan :

1) Kondisi normal operasi

2) Sifat pekerjaan : manual atau masinal

3) Waktu yang dihabiskan untuk bekerja didaerah berbahaya

4) Jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan

5) Frekuensi pemaparan

b. Kemungkinan waktu kejadian kecelakaan

1) Reliabilitas dan data statistik lainnya

2) Data historis kecelakaan


27

3) Data penyakit akibat kerja

4) Komposisi risiko

c. Kemungkinan menghindarkan dan membatasi bahaya :

1) Siapa yang mengoperasian peralatan/mesin :

 Skill (terampil)

 Unskill (tidak terampil)

 Tidak berawak (unmanned)

2) Pemahaman dan kesadaran terhadap risiko :

 Melalui informasi yang bersifat umum

 Melalui pengamatan langsung

 Melalui tanda peringatan

 Melalui indikator peralatan

3) Faktor manusia untuk menghindarkan dan membatasi risiko :

 Mungkin

 Mungkin dibawah kondisi tertentu

 Tidak mungkin

4) Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki

1.5.8 Langkah – Langkah Penilaian Risiko

Penilaian risiko di tempat kerja dilakukan dengan mengikuti 5 (lima)

langkah sistimatis sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi dan mencari potensi bahaya yang terdapat di tempat kerja.


28

b. Menetapkan akibat yang ditimbulkan oleh potensi bahaya tersebut dan

bagaimana kemungkinan kejadiaannya.

c. Melakukan evaluasi terhadap risiko dan menetapkan apakah persyaratan

pencegahan yang ada sudah layak atau masih diperlukan tambahan

persyaratan pengendalian lain.

d. Mencatat semua temuan.

e. Mengkaji hasil penilaian dan melakukan revisi apabila diperlukan.

1.5.9 Faktor Fisik


a. Iklim

Iklim Kerja Panas

Iklim kerja panas merupakan mikro meteorologi dari lingkungan kerja. Iklim
kerja ini sangat erat kaitannya dengan suhu udara, kelembaban, kecepatan gerakan
udara dan panas radiasi. (Hidayat, 2016)

Di bawah ini beberapa contoh tempat kerja, dengan iklim kerja yang panas,
yaitu :

1. Proses produksi yang menggunakan panas, seperti : peleburan, pengeringan,


pemanasan.
2. Tempat kerja yang terkena langsung sinar matahari, seperti : pekerjaan jalan
raya, bongkar muat barang di pelabuhan, nelayan dan petani.
3. Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang memadai.

Suhu yang tingi mengakibatkan heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke.
Heat cramps terjadi sebagai akibat bertambahnya keringat yang menyebabkan
hilangnya garam natrium dari dalam tubuh. Heat Exhaustion biasanya terjadi oleh
karena cuaca yang sangat panas, terutama bagi mereka yang belum beraklitimatisasi
29

terhadap udara panas. Heat Stroke karena pengaruh suhu panas sangat hebat,
penderita kebanyakan adalah laki-laki yang pekerjaanya berat dan belum
beriklitimasi.

Iklim Kerja Dingin

Di sektor industri, pekerja yang bekerja di lingkungan kerja yang bersuhu


dingin misalnya di pabrik es, kamar pendingin, ruang komputer, ruang kantor dan
sebagainya. (Hidayat, 2016)

Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akibat iklim kerja suhu dingin


dilakukan melalui seleksi pekerja yang fit dan penggunakan pakaian pelindung yang
baik. Disamping itu, pemeriksaan kesehatan perlu juga dilakukan secara periodik.
(Hidayat, 2016)

 Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu kering.
 Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas
radiasi : ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola.
Catatan : - Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilo
kalori/jam. - Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan
kurang dari 350 Kilo kalori/jam. - Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari
350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 201117
30

b. Kebisingan

Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-


getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki,
maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat 2 hal yang menentukan kwalitas suatu
bunyi, yaitu frekuensi dan intensitas. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran
perdetik atau disebut Herzt (Hz). Intensitas atau arus energi persatuan luas dinyatakan
dalam suatu logaritmis yang disebut dengan desibel ( dB A). Telinga manusia mampu
mendengar frekuensi-frekuensi antara 16 - 20.000 Hz, sedangkan sensitifitas terhadap
frekuensi-frekuensi tersebut berbeda-beda. Frekuensi suara di bawah 20 Hz disebut
sebagai infrasonik, sedang di atas 20.000 Hz merupakan gelombang ultrasonik.
Frekuensi antara 20 – 20.000 Hz, dapat didengar oleh telinga manusia. Untuk
komunikasi percakapan secara normal, diperlukan frekuensi antara 250 – 3000 Hz.
(Suhardi, 2008)
Pengaruh kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yang
didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu
pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (diatas NAB)
dan pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (dibawah NAB). (Tarwaka,
2004)
a. Pengaruh Kebisingan Intensitas Tinggi
1) Kerusakan pada indera pendengaran yang menyebabkan penurunan daya
dengar baik yang sifatnya sementara maupun permanen.
2) Pengaruh kebisingan akan terasa apabila jenis kebisingannya terputus-putus
dan sumbernya tidak diketahui.
3) Secara fisiologis, kebisingan intensitas tinggi dapat menyebabkan
gangguan tekanan darah dan denyut jantung, resiko serangan jantung
meningakt, gangguan pencernaan.
4) Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi
demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar
kegiatan tersebut dihentikan dll.
31

b. Pengaruh Kebisingan Intensitas Rendah


1) Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur
2) Gangguan reaksi psikomotorik
3) Kehilangan konsentrasi
4) Gangguan komunikasi antara lawan bicara
5) Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada
kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per


13/Men/X/2011 tentang NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 desi Bell A (dBA)
untuk waktu kerja 8 jam, tercantum pada table dibawah berikut (Budiono, Jusuf, &
Pusparini, 2016),

Sumber: Permenakertrans No. 13/Men/X/2011


32

c. Penerangan

Kualitas pencahayan dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu (Karlen, 2010) :


1. Brightness Distribution
Menunjukkan jangkauan dari luminasi dalam daerah penglihatan. Suatu rasio
kontras yang tinggi diinginkan untuk penerimaan detil, tapi variasi yang
berlebihan dari luminansi dapat menyebabkan timbulnya masalah. Mata
menerima cahaya utama yang sangat terang, sehingga mata menjadi sulit
untuk memeriksa dengan cermat objek-objek yang lebih gelap dalam suatu
daerah yang terang. Perbandingan terang cahaya dalam daerah kerja utama,
difokuskan sebaiknya tidak lebih dari 3 sampai 1. Untuk membantu
memelihara pada daerah pusat ini, cahaya terang rata-rata tersebut seharusnya
sekitar 10 kali lebih besar dari latar belakang.
2. Glare atau Silau
Cahaya yang menyilaukan dapat terjadi apabila cahaya yang berlebihan
mengenai mata. Cahaya yang menyilaukan dapat dikategorikan menjadi dua
macam, yaitu:
a. Cahaya menyilaukan yang tidak menyenangkan (Discamfort Glare)
Cahaya ini mengganggu, tetapi tidak menyebabkan gangguan yang terlalu
fatal terhadap penglihatan, akan tetapi cahaya ini akan meyebabkan
meningkatnya tingkat kelelahan dan dapat menyebabkan rasa sakit pada
bagian kepala.
b. Cahaya menyilaukan yang mengganggu (Disability Glare)
Cahaya ini secara berkala mengganggu penglihatan dengan adanya
penghamburan cahaya dalam lensa mata. Orang-orang lanjut usia kurang bisa
untuk menerima cahaya seperti ini.
3. Shadows (Bayang-bayang)
Bayang-bayang yang tajam (sharp shadows) adalah akibat dari sumber cahaya
buatan (artificial) yang kecil atau dari cahaya yang langsung berasal dari
cahaya matahari. Kedua sumber tersebut dapat menyebabkan rasio terang
33

yang berlebihan dalam jangkauan penglihatan, detil-detil penting yang tidak


terlalu jelas.
4. Background (Latar Belakang)
Latar belakang sampai pada daerah kerja utama, seharusnya dibuat
sesederhana mungkin. Latar belakang yang kacau atau latar belakang yang
mempunyai banyak perpindahan sedapat mungkin dihindari, dengan
menggunakan sekat-sekat.

1.5.10 Faktor Kimia

Bahan Kimia Berbahaya

Secara umum bahan-bahan kimia kimia berbahaya dapat dikelompokkan menjadi:

1. Bahan kimia mudah meledak


Merupakan bahan kimia berupa padatan atau cairan, atau campurannya yang
sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, atau
perubahan lainnya) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang
relatif singkat disertai dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan
yang besar serta suara yang keras.
2. Bahan kimia mudah terbakar
Adalah bahan kimia bila mengalami suatu reaksi oksidasi pada suatu kondisi
tertentu akan menghasilkan nyala api. Tingkat bahaya dari bahan-bahan ini
ditentukan oleh titik bakarnya, makin rendah titik bakar bahan tersebut
semakin berbahaya.
3. Bahan kimia beracun
Merupakan bahan kimia dalam jumlah relatif sedikit, dapat mempengaruhi
kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, apabila terabsorpsi
tubuh manusia melalui injeksi. Sifat racun bahan dapat berupa kronik atau
akut dan sering tergantung pada jumlah bahan tersebut yang masuk ke dalam
tubuh.
34

4. Bahan kimia korosif


Adalah bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-bahan
kuat lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejana atau
penyimpanan. Senyawa asam alkali dapat menyebabkan luka bakar pada
tubuh, merusak mata, merangsang kulit dan sistem pernafasan.
5. Bahan kimia oksidator
Bahan kimia yang sangat relatif untuk memberikan oksigen, yang dapat
menyebabkan terjadinya kebakaran dengan bahan-bahan lainnya.
6. Bahan kimia reaktif
Adalah kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-bahan lainnya,
disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas-gas yang mudha terbakar atau
keracunan, atau korosi. Sifat reaktif dari bahan-bahan kimia dapat dibedakan
atas dua jenis:
 Reaktif terhadap air, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah
bereaksi dengan air, mengeluarkan panas dan gas yang mudah
terbakar.
 Reaktif terhadap asam, yaitu kimia bahan kimia reaktif yang sangat
mudah bereaksi dengan air, mengeluarkan panas dan gas-gas beracun
serta bersifat korosif.
7. Bahan kimia radioaktif
Yaitu ahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-
sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, gamma, netron dll. Yang dapat
menyebahakan tubuh manusia.
35

1.5.11 Faktor Biologi

Identifikasi Resiko Bahaya Biologi Di Tempat Kerja

Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari
binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang
terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu (i) yang menyebabkan
infeksi dan (ii) non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi
menjadi (i) organisme viable, (ii) racun biogenik dan (iii) alergi biogenik. (Arief,
2014)

Hewan
Serangga menimbulkan sengatan.

Organisme Viable Dan Racun Biogenic


 Organisme viable termasukdi dalamnya jamur, spora dan mycotoxins;
Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.
 Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu,
kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. (Arief, 2014)

Alergi Biogenik
 Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.
Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang,
rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang.
 Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan
gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma. (Arief, 2014)
Contoh :
o Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung
bawang dsb.
36

1.5.12 Sanitasi

Aspek Sanitasi Industri

Diantaranya adalah, (Budiono, Jusuf, & Pusparini, 2016):

 Di lingkungan luar perusahaan


o Kebersihan halaman
 Di lingkungan dalam perusahaan
o Lantai
o Dinding
o Atap gedung
o Mesin-mesin industri
o Tempat untuk menimbun barang serta bahan baku
 Penyediaan air
 Sanitasi makanan
 Pemeliharaan fasilitas industri
 Pencegahan dan pembasmian serangga dan tikus
 Pembuangan limbah rumah tangga dan industri
 Penyediaan perlengkapan fasilitas keersihan pribadi

Sanitiasi Makanan

Sanitasi makanan merupakan upaya pencegahan penyakit akibat makanan


yang dikonsumsikan oleh tenaga kerja. Sanitasi makanan yang tidak baik akan
menyebabkan keracunan makanan pada tenaga kerja. (Budiono, Jusuf, & Pusparini,
2016)
37

Pembuangan Limbah Rumah Tangga dan Industri

Limbah padat maupun cair yang dihasilkan oleh industri sangat beragam,
limbah padat yang berupa sampah di dlam penempatan bak sampah sebaiknya harus
dipisah-pisahkan jenisnya, Limbah cair yang dihasilkan oleh industri harus diolah
terlebih dahulu menurut spesifikasinya. (Budiono, Jusuf, & Pusparini, 2016)
BAB II

PELAKSANAAN

2.1 Tanggal dan Waktu Pelaksanaan

Hari dan Tanggal : Kamis, 12 Juli 2018

Waktu : Pukul 13.00- Selesai

2.2 Lokasi Pengamatan

JL. Mahar Martanegara No. 170, Cimahi, Jawa Barat

2.3 Dokumen Pengamatan

A. FAKTOR FISIK

Radiasi

1. Berapa jumlah mesin yang ada di perusahaan?


2. Dimana saja mesin diletakkan?
3. Apakah terdapat mesin yang memancarkan radiasi? Jika ada, seberapa besar
radiasi yang dipancarkan? (dalam eV)

Kebisingan

1. Apa saja sumber kebisingan yang ada pada ruang kerja? (termasuk
didalamnya kebisingan terputus-putus, terus – menerus, dan kebisingan
menghentak?
2. Berapa besar intensitas kebisingan pada ruang kerja?
3. Upaya apa saja yang sudah dilakukan dalam penanggulangan kebisingan
ruang kerja oleh perusahaan?

Penerangan

1. Apa saja sumber penerangan yang terdapat pada ruang kerja ? (Alami dan
buatan)
2. Apakah intensitas penerangan sudah sesuai dengan jenis pekerjaan ?
(Berdasarkan PERMENKER No.5 Tahun 2018)

38
39

3. Dimana saja sumber penerangan diletakkan?

Vibrasi

1. Apakah terdapat alat kerja yang menimbulkan getaran? Jika ya, berapa
jumlahnya?
2. Bagaimana getaran tersebut memberikan pengaruh pada tubuh pekerja?
(Vibrasi segmentasi atau vibrasi seluruh tubuh?

Iklim

1. Mesin atau alat apa saja yang mengeluarkan panas/api?


2. Bagaimana sistem ventilasi pada ruang kerja? (exhaust)
3. Apakah terdapat pendingin ruangan? Apa saja? Berapa jumlahnya?
4. Bagaimana penanggulangan panas yang dilakukan oleh perusahaan?

B. FAKTOR KIMIA

1. Bahan kimia apa saja yang digunakan di lingkungan kerja?


2. Bagaimana penyimpanan bahan-bahan kimia tersebut?
3. Apakah ada pemantauan kesehatan terhadap pengaruh paparan zat kimia
tersebut?

C. FAKTOR BIOLOGI
1. Apakah terdapat sumber bahaya biologis pada tempat produksi?
2. Sumber bahaya apa saja yang terdapat pada tempat produksi?
3. Bagaimana cara mengatasi sumber bahaya biologi tersebut?

Sanitasi, Limbah

1. Apakah setiap karyawan yang bekerja, berada dalamkondisi lingkungan kerja


yang aman dan bersih?
2. Apakah fasilitas sanitasi bagi karyawan sudah sesuai dengan jumlah yang
memadai?
3. Bagaimana proses pengolahan limbah?
4. Bagaimana proses pembuangan limbah?
5. Apakah terdapat limbah yang dapat diolah kembali dan memiliki nilai jual?
6. Apakah perusahaan telah menjalani Uji AMDAL?
7. Apakah selama ini terdapat efek Limbah yang signifikan baik bagi karyawan,
perusahaan, maupun lingkungan sekitar?
40

Petugas K3

1. Apakah proses kerja di perusahaan telah sesuai dengan prinsip kesehatan dan
keselamatan kerja?
2. Apakah tempat kerja memberikan pelatihan bagi setiap karyawan untuk
menerapkan prinsip K3?
3. Apakah karyawan menggunakan APD saat bekerja?

Hygiene Industri

1. Apakah perusahaan telah melakukan pemeriksaan higienitas secara berkala?


2. Bagaaimana hasil temuan pemeriksaan tersebut?
BAB III

HASIL PENGUKURAN DAN PENGAMATAN

Pengukuran dan pengamatan dilakukan di perusahaan trisula textile industries


pada tanggal 12 Juli 2018 pukul 14.00 WIB yang dilakukan pada semua bagian.

3.1 Faktor fisik


3.1.1 Radiasi
Faktor fisik yang kami amati dan lakukan pengukuran antara lain mengenai
radiasi, kebisingan, penerangan, vibrasi dan iklim. PT. Trisula Textile Indonesia
memiliki mesin berjumlah ribuan yang diletakkan hampir disetiap ruangan produksi.
Secara keseluruhan mesin yang digunakan masih layak pakai. Jumlah mesin yang
digunakan PT. Trisula Textile Indonesia berjumlah 17 mesin pada proses texturing,
80 mesin pada proses twisting, 100 mesin pada proses weaving, dan 50 mesin pada
proses dyeing, yang diletakkan hampir disetiap ruangan produksi. Secara
keseluruhan mesin yang digunakan masih layak pakai.
Pada beberapa ruangan mesin diletakkan secara berjejer dari ujung ke ujung.
Jarak antara mesin yang berjejer antara satu dan lainnya sekitar 1-2 meter. Mesin –
mesin tersebut diduga tidak ada yang memancarkan gelombang radiasi.

3.1.2 Kebisingan
3.1.2.1 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan
Kebisingan yang ada di bagian produksi dan kantor berasal dari berbagai
macam aktivitas seperti produksi, twisting, sizing, dyeing, washing, weaping, dan
checking. Suara-suara yang ditimbulkan selain mesin produksi diantaranya mesin
untuk washing dan pewarnaan yang memakai uap, dari mesin pembuat kain yang
menyebabkan bising secara kontinu maupun bising yang terputus-putus. Suara bising
tersebut tergantung dari RPM yang telah diatur pada mesin tersebut, semakin tinggi
RPMnya semakin tinggi bisingnya.

41
42

Pengukuran kebisingan dilakukan menggunakan alat Sound Level Meter


dengan merk Lutron dengan tipe SL-4011 dan nomor seri O 07788. Berikut adalah
hasil pengukuran intensitas kebisingan pada PT Trisula Textile. Besarnya intensitas
kebisingan dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini.

Tabel 3.1 Tabel hasil pengukuran kebisingan

No Lokasi Kebisingan Jam Pengukuran Sumber Jumlah


(dBA) Bising Tenaga Kerja
Yang
Terdapat
(orang)
1 Texturizing 93,5 - 94,4 14.00 Mesin tekstur 4 orang
AIKI 600 selama 8 jam
kerja
2 Knitting 72,3 – 74 14.06 Mesin knitting 2 orang
2 selama 8 jam
kerja
3 Gudang 70,5 – 71 14.09
4 Twisting 88,3 - 93,2 14.13 Mesin M310 8 orang
selama 8 jam
kerja
5 Weaving 101,4 - 102,6 14.25 Mesin 30 orang
weaving selama 8 jam
stubir 3000 kerja
6 Sizing 80,1 - 82,5 14.30 Mesin sizing 15 orang
selama 8 jam
kerja
7 Grey 73,3 - 74,3 14.45 Mesin 15 orang
inspecting selama 8 jam
kerja
8 Dyeing 80 - 84,4 14.50 Mesin dyeing 30 orang
finishing finishing selama 8 jam
kerja
Kebisingan tertinggi yang melewati NAB kebisingan terdapat pada ruang
produksi bagian weaving sebesar 102,6 dBA, bagian texturizing sebesar 94,4 dBA
dan twisting sebesar 93,2 dBA. Paparan tersebut telah melewati NAB karena
maksimal kebisingan dalam 8 jam yaitu 85 dBA. Hal tersebut telah tercantum dalam
Permenakertrans Nomor 13/Men/X/2011.
43

Mesin untuk proses dyeing

Mesin untuk proses washing


44

3.1.3 Penerangan
Nama Alat : Lux Meter Light Meter
Merk : Lutron
Type : LX – 1108
No. Seri : LM. 1 PP/049/SMPL
Sumber Cahaya : Alami + Buatan
No Lokasi Intensitas Jam Sumber Cuaca
penerangan pengukuran cahaya (mendung,
(lux) (alami + cerah,
buatan) hujan)
Umum Lokal
1 Texturizing 90-384 lux 122-163 14.05 Alami & Cerah
lux buatan
2 Knitting check 84-150 lux 103-143 14.11 Alami & Cerah
lux buatan
3 Twisting 370-869 235-750 14.20 Alami & Cerah
lux lux buatan
4 Weaping 114-384 217-228 14.26 Alami & Cerah
lux lux buatan
5 Cucukan 73-125 lux 153-331 14.33 Alami & Cerah
lux buatan
6 Sizing 19-330 lux 37-74 14.37 Alami & Cerah
lux buatan
7 inspecting 33-413 lux 191-350 14.50 Alami & Cerah
lux buatan
8 washing 75-298 lux 90-265 14.55 Alami & Cerah
lux buatan
Tabel hasil pengukuran Penerangan Lingkungan Kerja

Berdasarkan tabel diatas, hasil pengukuran penerangan di PT. Trisula Textile


Industries. Didapatkan hasil yang sesuai dengan nilai ambang batas berdasarkan
Permenakertrans No. 5 tahun 2018. Perusahaan ini telah melakukan standarisasi
penerangan sesuai dengan nilai ambang batas dan dilakukan secara berkala oleh tim
khusus. Sumber penerangan yang terdapat pada ruang kerja cukup baik, yaitu
penerangan secara alami dan buatan. Penerangan secara alami berasal dari jendela
kaca dan beberapa bagian atap yang transparan sehingga cahaya dari luar dapat
masuk. Sedangkan penerangan buatan berasal dari lampu yang ditempatkan berjajar
45

diatap ruangan dan lampu yang menyatu dengan mesin produksi. Karena proses
produksi terus berlangsung selama 24 jam, maka lampu tidak dioprasikan sepanjang
hari pada beberapa ruang produksi. Pada pukul 7.30 sampai 14.30 lampu dimatikan
kemudian dinyalakan kembali.

Penerangan pada proses twisting

Penerangan pada proses inspecting


46

3.1.4 Vibrasi
Sebagian besar mesin produksi tidak menimbulkan getaran, hanya terdapat 1
mesin produksi yang menimbulkan getaran, yaitu mesin Picanol Optima pada proses
weaving. Getaran tersebut tidak memberikan pengaruh langsung terhadap pekerja
karena pekerja tidak secara langsung mengoperasikan mesin tersebut, pekerja hanya
menghidupkan dan mematikan mesin tersebut yang bersifat otomatis.

3.1.5 Iklim

Mesin pada industri ini sebagian besar menggunakan bantuan uap untuk
memproses kain dan benang pada proses texturing, twisting dan dyeing. Sistem
ventilasi disetiap ruangan berupa jendela disetiap sisi bagian atas bangunan dan pintu
yang sengaja terbuka agar sirkulasi udara tetap baik. Untuk diruangan yang
menggunakan bantuan uap tidak terdapat pendingin khusus sehingga ruangan
dirasakan agak lebih panas dibandingkan ruangan lain, namun terdapat blower di
ruangan tecturizing dan twisting dibagian tengah ruangan untuk mengeluarkan udara
panas sebanyak 2 buah blower dengan ukuran besar sekitar 1,5mx1,5m.

Sementara diruang dyeing terdapat cerobong khusus untuk menghisap uap


panas langsung diatas setiap mesin. Untuk ruangan pengecekan kualitas kain yg telah
di weaving (kain mentah) terdapat kipas angin kecil disetiap mesin pemeriksaannya.
Hasil pengukuran Wet Bulb Globe Temperatur (WBGT) / Indeks Suhu Basah
dan Bola (ISBB) yang diukur dari lima tempat di PT. Trisula Textile Industries Tbk
adalah sebagai berikut:

Nama Perusahaan : PT. Trisula Textile Industries Tbk.

Tanggal : 12 Juli 2018

Nama Alat : Heat stress area monitor

Merk/buatan : Quest

Model/Type : Quest temperature 32


47

Table hasil pengukuran iklim kerja

No Lokasi Parameter Jam Lama Sumber


Ta Tw Tg RH ISBB Pengukuran Pengukuran Panas
(ºC) (ºC) (ºC) (ºC) (ºC) (menit)
1 Ruang 32,1 23,9 35,2 52 27,3 14.00 6 Mesin
Texturizing Texturizing
2 Ruang 33,6 23,6 36,3 43 27,5 14.14 10 Mesin
Twisting Twisting
3 Ruang 31,9 24,7 33,4 51 27,4 14.37 5 Mesin
Sizing Sizing
4 Ruang Gray 31,0 23,5 32,0 46 26,0 14.45 5 Atap
Inspecting ruangan
5 Ruang 32,4 23,9 34,7 47 27,1 14.50 7 Mesin
Dyeing Pewarnaan
Finishing

Berdasarkan data tersebut, faktor iklim kerja yang ada pada perusahaan
tersebut masih dalam kondisi yang aman. Sehingga tidak ada kontrol khusus untuk
penanganan pada bagian iklim kerja. Panas yang dihasilkan pada saat produksi
mempengaruhi kualitas kain, untuk sekarang hanya dengan membuka ventilasi yang
ada dan pencegahan dehidrasi untuk para tenaga kerja dengan tersedianya air minum
di tempat para pekerja.

3.2. Faktor Kimia


Proses produksi pada perusahaan PT. Trisula Textile Indonesia
menggunakan bahan kimia pada proses dyeing atau pewarnaan. Bahan kimia tersebut
disimpan didalam gudang yang terpisah dengan bahan-bahan lainnya. Hanya petugas
tertentu yang dapat memasuki gudang penyimpanan bahan pewarna. Zat warna yang
digunakan telah memenuhi OEKO-TEX standard 100 yang merupakan sistem uji dan
sertifikasi yang independen dan mendunia untuk produk tekstil mentah, semi-jadi,
dan jadi dalam semua tingkat pemrosesan, serta bahan pelengkap yang digunakan.16
Pada proses dyeing, juga digunakan air bawah tanah yang digunakan dalam
memanaskan bahan sebelum dilakukan pewarnaan.
48

Gambar. Proses pewarnaan

3.3 Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara, didapatkan bahwa
petugas K3 di perusahaan, petugas K3 merupakan tim atau bagian khusus yang dibuat
oleh perusahaan untuk memfokuskan pada biang kesehatan dan keselamatan kerja di
perusahaan tersebut yaitu tim P2K3. Beberapa kegiatan ataupun program guna
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja yang dijalankan diantaranya yaitu
pelaksanaan pemeriksaan kesehatan untuk para tenaga kerja secara berkala yang
dilakukan setiap enam bulan sampai satu tahun sekali. Selain itu, program atau
kegiatan lainnya yang dilakukan ialah pengkajian terhadap bahaya-bahaya potensial
dui lingkungan kerja.
Tim K3 di perusahaan tersebut juga rutin untuk melaksanakan safety patrol,
pelatihan dalam kondisi kebakaran serta simulasi drill. Untuk mengingatkan para
tenaga kerja akan kesehatan dan keselamatan kerja, tim K3 tersebut juga
49

melaksanakan sosialisasi mengenai programnya kepada para tenaga karyawannya


secara secara rutin setiap tiga bulan sekali.

Hal-hal yang dilakukan dalam pelaksanaannya sehari-sehari ialah membuat


aturan dimana para karyawannya wajib untuk menggunakan APD di tempat kerjanya
seperti earplug, asker, handgloves, dan google yang disesuaikan dengan hazard dan
risiko yang dihadapi oleh masing-masing tenaga kerja, dan menetapkan sanksi untuk
yang tidak memakai APD tersebut.

3.4 Faktor biologi

Berdasarkan hasil pengamatan pada lingkungan kerja di PT.Trisula Textile


Indonesia tidak adanya faktor biologi yang berpotensi berbahaya atau menimbulkan
penyakit. Dilihat dari lingkungan kerja yang sudah cukup bersih sehingga potensi
untuk tumbuhnya mikroorganisme sangat kecil.
3.4.1 Kebersihan dan Sanitasi

Berdasarkan hasil pengamatan mengenai kebersihan di lingkungan perusahaan


cukup baik, tidak ditemukan adanya sampah yang berserakan di lingkungan
perusahaan. Mesin yang digunakan dalam proses produksi pun tidak dijumpai banyak
debu di sekitarnya. Lantainya juga cukup bersih dan tidak licin.Setiap hari petugas
kebersihan membersihkan seluruh area perusahaan tersebut seccara rutin. Lingkungan
perusahaan juga terdapat kantin yang terlihat cukup bersih serta meja dan kursi yang
rapi. Selain itu toilet di area perusahaan cukup baik, terlihat bersih. Teredia 3 toilet
yang dapat digunakan oleh 15 orang tenaga kerja dengan tempat yang mudah
dijangkau oleh para pekerja. Kualitas sumber air yang digunakan untuk kakus cukup
baik karean tidak berbau, tidak kotor dan tidak berasa.
50

3.4.2 Limbah
a. Padat
Limbah yang dihasilkan sealah satinya limbah padat berupa limbah benang dan libah
gulungan benang. Sisa benang dan gulungan benang yang sudah menjadi libah
tersebut dapat dijual kembali oleh perusahaan kepada pihak lainnya.
b. Cair
Limbah cair yang dihasilkan dari perusahaan ini seluruhnya akan diproses pada alat
yang disebut dengan water treatment yang kemudian akan dioleh. Setelah itu limbah
tersebt akan dilakukan uji klaibrasi sehingga memenuhi baku utuh peratuan menterti
Lingkungan Hidup engenai pengolahan limbah yang pada akhirnya akan dialiran ke
Sungai Citarum.

c. B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya)


Limbah yang berasal dari pembakaran batu bara yang digunakan oleh perusahaan
untuk bahan bakar mesin akan diserahkan oleh pihak ketiga untuk pengolahan
selanjutnya.

d. Slut
Lumpur limbah cair yang dihasilkan oleh perusahaan akan diserahkan pada pihak
ketiga untuk pengolahan sebelumnya.
BAB IV

PEMECAHAN MASALAH /PEMBAHASAN

4.1 Faktor Fisik

4.1.1 Radiasi

Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Trisula Textile Industries memiliki


mesin dengan jumlah yang sangat banyak hingga berjumlah ribuan yang diletakkan
hampir disetiap ruangan produksi. Secara keseluruhan mesin yang digunakan masih
layak pakai dan terawat. Pada beberapa ruangan mesin diletakkan secara rapi berjejer
dari ujung ke ujung. Jarak antara mesin yang berjejer antara satu dan lainnya sekitar
1-2 meter. Mesin – mesin tersebut tidak ada yang memancarkan gelombang radiasi
baik pengion atau non-pengion. Sehingga tidak membahayakan bagi para pekerja.

4.1.2 Iklim Kerja

Tempat kerja yang memiliki sumber bahaya tekanan panas sebagaimana


disebutkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011, merupakan tempat kerja yang terdapat sumber
panas dan/atau memiliki ventilasi yang tidak memadai. Pada PT. Trisula Textile
Industries Tbk terdapat berbagai mesin yang menggunakan pemanasan dalam proses
produksi sehingga menjadi sumber panas di tempat kerja. Tempat kerja yang baik
adalah tempat yang memiliki iklim kerja yang sesuai standar Nilai Ambang Batas
(NAB) yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011, sehingga menciptakan lingkungan kerja
yang aman dan selamat bagi tenaga kerja.

51
52

Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan berdasarkan Peraturan


Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun
2011adalah sebagai berikut :

Hasil pengukuran Wet Bulb Globe Temperatur (WBGT) / Indeks Suhu Basah
dan Bola (ISBB) yang diukur dari lima tempat di PT. Trisula Textile Industries Tbk
adalah sebagai berikut:

Nama Perusahaan : PT. Trisula Textile Industries Tbk.

Tanggal : 12 Juli 2018

Nama Alat : Heat stress area monitor

Merk/buatan : Quest

Model/Type : Quest temperature 32

Table hasil pengukuran iklim kerja

No Lokasi Parameter Jam Lama Sumber


Ta Tw Tg RH ISBB Pengukuran Pengukuran Panas
(ºC) (ºC) (ºC) (ºC) (ºC) (menit)
1 Ruang 32,1 23,9 35,2 52 27,3 14.00 6 Mesin
Texturizing Texturizing
2 Ruang 33,6 23,6 36,3 43 27,5 14.14 10 Mesin
Twisting Twisting
3 Ruang 31,9 24,7 33,4 51 27,4 14.37 5 Mesin
Sizing Sizing
4 Ruang Gray 31,0 23,5 32,0 46 26,0 14.45 5 Atap
Inspecting ruangan
5 Ruang 32,4 23,9 34,7 47 27,1 14.50 7 Mesin
Dyeing Pewarnaan
Finishing
53

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada lima tempat di PT.


Trisula Textile Industries Tbk bila Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) untuk ruang
texturing sebesar 27,3 0C, ruang sizing adalah sebesar 27,4 0C, dan ruang twisting
sebesar 27,5 0C, sehingga masih berada di bawah nilai ambang batas (NAB) iklim
kerja. Sehingga secara umum untuk iklim kerja di lima tempat di PT. Trisula Textile
Industries Tbk masih cukup aman bagi tenaga kerja dan belum perlu dilakukan
intervensi.

4.1.3 Faktor Penerangan

Penerangan di PT. Trisula Textile Industries. Tbk bersumber dari penerangan


alami dan buatan dengan distribusi yang cukup dan merata. Berdasarkan data yang
diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai dengan nilai ambang batas berdasarkan
Permenaker No. 5 Tahun 2018.15 Perusahaan ini telah melakukan standarisasi
penerangan sesuai dengan nilai ambang batas dan dilakukan secara berkala oleh tim
khusus. Sumber penerangan yang terdapat pada ruang kerja cukup baik. Penerangan
secara alami berasal dari jendela kaca dan beberapa bagian atap yang transparan
sehingga cahaya dari luar dapat masuk. Sedangkan penerangan buatan berasal dari
lampu yang ditempatkan berjajar diatap ruangan dan lampu yang menyatu dengan
mesin produksi. Lampu yang mulai meredup diganti secara rutin oleh pihak
pengelola. Para pekerja juga mengaku tidak mengeluhkan bekerja dalam kondisi yang
redup ataupun terlalu silau. Pekerja juga tidak mengalami adanya gangguan
penglihatan selama bekerja. Dengan demikian kondisi penerangan di PT. Trisula
Textile tidak membutuhkan penambahan ataupun pengurangan sumber pencahayaan
karena sudah baik. Jika ditambahkan atau dikurangi dapat mempengaruhi proses
produksi dari perusahaan trisula.
54

4.1.4 Faktor Fisik Bising

Hasil pengukuran tingkat kebisingan yang diukur dari delapan tempat di PT.
Trisula Textile Industries Tbk adalah sebagai berikut:

No Lokasi Kebisingan (dBA)/8 Intensitas Kesimpulan


jam Pemajanan max
(dBA)/ 8 jam
1 Texturizing 93,5 - 94,4 85 Melebihi NAB
2 Knitting 72,3 – 74 85 Sesuai
3 Gudang 70,5 – 71 85 Sesuai
4 Twisting 88,3 - 93,2 85 Melebihi NAB
5 Weaving 101,4 - 102,6 85 Melebihi NAB
6 Sizing 80,1 - 82,5 85 Sesuai
7 Grey 73,3 - 74,3 85 Sesuai
8 Dyeing 80 - 84,4 85 Sesuai
finishing
Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan PT. Trisula Textile
Industries tbk. Didapatkan bahwa kebisingan tertinggi yang melewati NAB
kebisingan terdapat pada ruang produksi bagian twisting sebesar 93,2 dBA dan pada
bagian weaving sebesar 102,6 dBA dan pada ruangan texturizing sebesar 94,4 dBA.
Paparan yang tersebut telah melewati NAB karena maksimal kebisingan dalam 8 jam
sehari tanpa alat pelindung yaitu 85 dBA. Hal tersebut telah tercantum dalam
Permenakertrans Nomor 13/Men/X/2011.15

Dengan demikian beberapa wilayah ruang produksi di PT. Trisua Textile


Industries tidak aman jika dilihat dari faktor kebisingan, karena melebihi nilai
ambang batas yang diperbolehkan. Hal tersebut dapat menimbulkan hazard fisik
secara langsung kepada pihak pekerja. Pihak perusahaan sudah menyediakan APD
untuk para pekerja berupa earplug dan juga earmuff. Pihak perusahaan juga telah
memasang papan pengumuman untuk mengenakan APD. Namun dari hasil
pengamatan didapatkan kurangnya kesadaran dari para pekerja untuk menggunakan
APD, para pekerja mengatakan sudah terbiasa bekerja dalam situasi kerja dengan
frekuensi kebisingan yang tinggi, para pekerja juga ada yang mengatakan tidak
nyaman saat menggunakan APD, ataupun lupa untuk menggunakan APD.
55

Beberapa pekerja menceritakan mereka berbicara dengan nada suara yang


cukup tinggi untuk berkomunikasi dengan keluarga di rumah. Pihak perusahaan
mengungkapkan saat dilakukan pemeriksaan audiometri terhadap para pekerja
terbukti mayoritas pekerja mengalami penurunan fungsi pendengaran. Menurut
hierarki control:

1. Eliminasi, tidak memungkinkan karena tidak dapat menghilangkan mesin


produksi.
2. Substitusi, tidak memungkinkan karena tidak dapat mengganti mesin
produksi menyangkut biaya pembelian mesin baru.
3. Engineering control, tidak perlu dilakukan karena walaupun mesin
diperbaiki atau di modifikasi kemungkinan besar perubahan bunyi yang
ditimbulkan dari mesin tersebut tidak berubah secara signifikan
4. Administrasi, bisa dilakukan dengan rotasi ruang pekerjaan ke ruang yang
tingkat kebisingan lebih rendah setiap 6 bulan, Jika diperlukan dapat
diterapkan sanksi administratif bagi para pekerja yang melanggar.
Diperlukan juga pemeriksaan pendengaran berupa pemeriksaan
audiometri secara berkala untuk para pekerja, saat akan menerima pekerja,
dan saat pekerja tersebut berhenti.
5. APD, Penggunaan earplug atau earmuff sesuai dengan tingkat kebisingan
ruangan

4.1.5 Vibrasi

Sebagian besar mesin produksi tidak menimbulkan getaran, hanya terdapat 1


mesin produksi yang menimbulkan getaran, yaitu mesin Picanol Optima pada proses
weaving. Getaran tersebut tidak memberikan pengaruh langsung terhadap pekerja
karena pekerja tidak secara langsung mengoperasikan mesin tersebut, pekerja hanya
menghidupkan dan mematikan mesin tersebut yang bersifat otomatis. Getaran yang
dihasilkan bersifat akumulatif yang muncul dari ribuan mesin yang berada di PT.
Trisula Textile Industries dan tidak membahayakan para pekerja.
56

4.2 Faktor Kimia

Proses produksi pada perusahaan PT. Trisula Textile Indonesia menggunakan


bahan kimia pada proses dyeing atau pewarnaan. Bahan kimia tersebut disimpan
didalam gudang yang terpisah dengan bahan-bahan lainnya. Hanya petugas tertentu
yang dapat memasuki gudang penyimpanan bahan pewarna. Bahan-bahan kimia
tersebut tersimpan dalam tempat yang sirkulasi udaranya cukup baik dan ventilasi
yang baik pula Zat warna yang digunakan telah memenuhi OEKO-TEX standard
100 yang merupakan sistem uji dan sertifikasi yang independen dan mendunia untuk
produk tekstil mentah, semi-jadi, dan jadi dalam semua tingkat pemrosesan, serta
bahan pelengkap yang digunakan. Pada proses dyeing, juga digunakan air bawah
tanah (sumur) yang dipanaskan dengan bahan bakar batu bara yang digunakan dalam
memanaskan bahan sebelum dilakukan pewarnaan. Faktor kimia yang terdapat pada
PT. Trisula Textile Industries sudah menggunakan bahan yang aman dan ramah
lingkungan, digunakan dan disimpan dalam kondisi yang baik dan tidak diperlukan
intervensi lebih lanjut.

4.3 Faktor Biologi


Berdasarkan hasil pengamatan pada lingkungan kerja di PT.Trisula Textile
Indonesia tidak adanya faktor biologi yang berpotensi berbahaya atau menimbulkan
penyakit. Dilihat dari lingkungan kerja yang sudah cukup bersih sehingga potensi
untuk tumbuhnya mikroorganisme berukuran sangat kecil.

4.4 Sanitasi
Berdasarkan hasil pengamatan mengenai sanitasi di lingkungan kerja cukup
baik. Kondisi lingkungan kerja bersih, tidak terdapat sampah yang berserakan, lantai
bersih karena dibersihkan oleh petugas kebersihan setiap harinya. Terdapat toilet
yang disediakan di setiap ruang produksi yang berjumlah 3 toilet yang digunakan
oleh 15 orang karyawan. Namun, untuk tempat cuci tangan bagi para pekerja di setiap
ruang proses produksi masih minim. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan
57

tempat cuci tangan bagi para pekerja terutama di tempat istirahat dan dekat tempat
mengambil air minum (dispenser).

4.5 Limbah
Pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh perusahaan diantaranya limbah cair
yang akan diproses pada alat yang disebut water treatment kemudian akan diolah dan
dilakukan uji kalibrasi sehingga memenuhi baku utuh peraturan Menteri Lingkungan
Hidup mengenai pengolahan limbah, kemudian akan dialirkan ke Sungai Citarum.
Limbah yang berasal dari pembakaran batu bara untuk bahan bakar mesin dan lumpur
limbah cair akan diserahkan pada pihak ke tiga untuk pengolahan selanjutnya.
Sedangkan limbah benang dan gulungan benang dapat diolah dan kemudian dijual
kembali. Proses pengelolaan limbah yang dilakukan oleh PT. Trisula Textile
Industries sudah cukup baik, sehingga tidak diperlukan intervensi lebih lanjut dalam
pengelolaan limbah PT. Trisula Textile Industries.

4.6 Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Petugas kesehatan kerja pada perusahaan PT. Trisula Textile Industries, tidak
memiliki dokter yang bekerja khusus sebagai dokter perusahaan, dikarenakan seluruh
pekerja sudah memiliki BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Dan lokasi
perusahaan yang terletak tepat di sebelah Rumah Sakit sehingga pihak perusahaan
beranggapan ketersediaan dokter perusahaan tidak terlalu diperlukan. Namun pihak
perusahaan mengadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala, yaitu setiap enam
bulan dan satu tahun sekali, dan diadakan pengkajian bahaya potensial lingkungan
kerja. Pihak perusahaan juga mengadakan donor darah rutin setiap 3 bulan sekali.
Sosialisasi mengenai K3 dilakukan setiap 3 bulan sekali untuk seluruh karyawan,
selain itu P2K3 juga melakukan safety patrol, pelatihan menangani kebakaran, dan
simulasi drill. Setiap karyawan dikenakan kewajiban mengenakan APD seperti
earplug, masker, sarung tangan, dan google sesuai hazard yang ada di bagian
kerjanya.
58

Namun dari hasil pengamatan didapatkan bahwa para pekerja kurang


menyadari akan bahaya yang dapat timbul dari lingkungan kerja di perusahaan.
Banyak pekerja yang kurang memperhatikan penggunaan alat pelindung diri. Banyak
pekerja yang tidak menggunakan earplug saat bekerja di ruang dengan frekuensi
kebisingan yang cukup tinggi, para pekerja mengatakan sudah terbiasa dengan situasi
bekerja seperti itu. Dengan demikian maka perlu ditingkatkan ketegasan dari petugas
K3 perusahaan untuk mengingatkan para pekerja dalam penggunaan APD saat proses
produksi perusahaan.

Meskipun lokasi perusahaan berada di sebelah rumah sakit, tetapi hal tersebut
belum dapat menangani masalah kesehatan yang mungkin terjadi di perusahaan
tersebut. Sifat rumah sakit lebih mengarah ke tindakan kuratif, sedangkan program
kesehatan dan keselamatan kerja lebih mengarah ke tindakan promotif dan preventif.
Sehingga sebaiknya perusahaan memiliki dokter perusahaan bekerja sama dengan
ahli yang lain untuk melakukan program K3 agar mendapat hasil yang lebih
maksimal.
59
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengukuran dan pengamatan hygiene industry di PT. Trisula
Textile, dapat disimpulkan sebagai berikut:
 Pada bagian texturizing, twisting, dan weaving intesitas kebisingan di
ruangan melewati NAB (Permen 13 2011).
 Masih terdapat beberapa petugas yang bekerja tidak menggunakan
APD. Dimana, apabila pekerja terpapar bising selama 8 jam terus
menerus setiap harinya maka dapat berdampak pada kesehatan
pendengaran pekerja.
 Faktor kimia dan biologi sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

5.2 Saran
 Dilakukan Hierarky of control berdasarkan pengendalian kebisingan
 Meningkatkan kepedulian pekerja untuk menggunakan APD
 Dilakukan pemeriksaan audiometri berkala setiap 1 tahun yang
diselenggarakan oleh perusahaan.
.
.

59
60

DOKUMENTASI KUNJUNGAN
61
62
63

DAFTAR PUSTAKA

1. Rejeki, S. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta Selatan. Pusdik

SDM Kesehatan Kementrian Kesehatan Indonesia.

2. Muhamad, P . 2016.Ketenagakerjaan. Dikutip pada 11 Juli 2018, dapat

diakses di :

https://hukumketenagakerjaandanhubunganindustrial.wordpress.com/

2016/10/04/ketenagakerjaan-pengantar/

3. Kementrian kesehatan Republik Indonesia. 2015. Infodatin Situasi Kesehatan

Kerja. Ketenagakerjaan. Dikutip pada 11 Juli 2018, dapat diakses di :

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2

&ved=0ahUKEwj_5amEvJbcAhXPeX0KHTdyBgAQFggzMAE&url=http%3

A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fdownload.php%3Ffile%3Ddownload%

2Fpusdatin%2Finfodatin%2Finfodatin-

kesja.pdf&usg=AOvVaw14GVBIQYZK4NnaiCnHvKO4

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Ketenagakerjaan. Dikutip

pada 11 Juli 2018, dapat diakses di :

www.depkes.go.id/pdf.php?id=201411030005

5. Kementrian Pendidikan dan Budaya Repuplik Indonesia. 2018. Dikutip pada

11 Juli 2018, dapat diakses di :

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/01/kemenaker-ajak-

masyarakat-peduli-keselamatan-dan-kesehatan-kerja
64

6. Asnawi,S. 1999. Keterlibatan Pelaksanaan Tugas dengan Disiplin Terhadap

Peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja . Jurnal Psikologi Universitas

Gadjah Mada. Dikutip pada 11 Juli 2018, dapat diakses di :

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=352979&val=502

1&title=KETERLIBATAN%20PELAKSANAAN%20TUGAS%20DENGAN%2

0DISIPLIN%20TERHADAP%20PERATURAN%20KESEHATAN%20DAN%

20KESELAMATAN%20KERJAArief, L. M. (2014). Lingkungan Kerja Faktor

Kimia Biologi. Hiegien Industri, 29-32.

7. Arya, H. S. (2012, 11). Retrieved from


http://haeranisuryadia.blogspot.co.id/2012/11/macam-macam-limbah.html
8. Budiono, A. S., Jusuf, R., & Pusparini, A. (2016). Hiperkes & KK. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
9. Hidayat, I. (2016). Iklim Kerja dan Radiasi Nonionisasi. In A. S. Budiono, R. Jusuf,
& A. Pusparini, Hiperkes & KK (pp. 37-41). Semarang: Badan Penerbit Univeritas
Diponegoro.
10. Karlen, M. (2010). Dasar-Dasar Desain Pencahayaan. Jakarta: Erlangga.
11. Ramdan, I. M. (2013). Hiegiene Industri. Yogyakarta: Bimotry.
12. Suhardi, B. (2008). Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
13. Tarwaka, d. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan dan produktivitas.
Surakarta: UNIBA Press.

14. PT. Trisula Textil Industri Tbk. [citated 2018 Jul 12]. available from:
Http://trisulatextile.com/sejarah-perusahaan/

15. Balai Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bandung, Kementrian


Ketenagakerjaan R.I, Modul Pelatihan HIPERKES dan K.K Bagi Dokter/
Dokter Perusahaan, Juli 2018

16. Standard 100 by oeko-tex. [citated 2018 Jul 12]. available from :
https://www.oeko-
tex.com/en/business/certifications_and_services/ots_100/ots_100_start.xhtml
65

17. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI.


[citated 2018 Jul 14]. Available from file:///D:/Hiperkes/4-PERMENA.pdf

Anda mungkin juga menyukai