Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN TUMOR

PALPEBRA di Ruang 20 RSUD dr.Saiful Anwar Malang

NAMA : Agung Tri Widodo


NIM : 1520004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada An.A dengan TUMOR PALPEBRA di Ruang 20B


Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang yang Dilakukan Oleh :
Nama : Agung Tri Widodo
NIM : 15.20.004
Prodi : Pendidikan Profesi Ners
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Keperawatan Dasar, yang dilaksanaka pada tanggal 6 Oktober 2019 –
11 Oktober 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Malang, Oktober 2019

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)

(.............................................)
(.....
Kepala Ruang
.............
.............
.............
.) BAB 1
(.............................................)

(.............................................)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor ganas palpebra termasuk ke dalam tumor ganas pada adneksa

mata yang dapat mengenai berbagai struktur di palpebra, baik palpebra

superior dan inferior, dan dapat dibedakan menggunakan pemeriksaan

histopatologi (Finger dan Paul, 2013). Pada penelitian di Texas, keganasan

palpebra merupakan 5-10% dari seluruh keganasan pada kulit, dengan

insiden 15 kasus/100.000 penduduk/tahun (Merritt et al., 2015). Tumor

ganas yang paling sering mengenai palpebra adalah karsinoma sel basal,

karsinoma sel skuamosa, karsinoma kelenjar sebasea, dan melanoma

maligna. Jenis tumor ganas lain yaitu karsinoma yang berhubungan

dengan xeroderma pigmentosum dan sarkoma, tetapi insidennya sangat

jarang (Shetlar, 2013). KSB dapat terbentuk di bawah lapisan sel

skuamosa yang berada di bawah lapisan epidermis, KSS berlokasi di sel

skuamosa di bawah lapisan epidermis, sedangkan KKS dapat mengenai

kelenjar Meibom dan kelenjar Zeis, dan MM dapat mengenai lapisan

terdalam epidermis (Finger dan Paul, 2013).

Sembilan puluh lima persen karsinoma palpebra berjenis sel basal,

sisanya 5% terdiri dari karsinoma sel skuamosa, karsinoma kelenjar

meibom (sebasea), dan tumor-tumor lain yang jarang, seperti karsinoma

sel Merkel dan karsinoma kelenjar keringat (Shetlar, 2013). Karsinoma sel

basal menempati lebih dari 85% dari seluruh keganasan kelopak mata di

Negara barat, sedangkan di Cina insiden karsinoma sel basal hanya


mencapai sekitar 50% dari seluruh keganasan kelopak mata. Karsinoma

sel skuamosa dan karsinoma kelenjar sebasea bersama-sama menempati

50% sisanya, sedangkan di Negara Barat, kedua tumor tersebut menempati

kurang dari 10% dari seluruh keganasan kelopak mata (Older, 2007).

Faktor risiko terjadinya kanker secara umum adalah usia yang

lebih tua, jenis kelamin perempuan, status ekonomi dan pendidikan yang

tinggi, dan pada penduduk yang berprofesi sebagai petani/nelayan dan

buruh (Oemiati, dkk, 2011). Sinar matahari mempunyai 2 efek terhadap

tubuh, yaitu berefek langsung terhadap mutasi gen pada jaringan yang

terpapar sinar matahari dan berefek sebagai pelindung untuk jaringan yang

tidak terpapar sinar matahari secara langsung (Pei et al., 2006). Tumor

ganas pada kelopak mata paling sering terdapat pada orang berkulit terang

yang terpajan sinar matahari secara kronik (Shetlar, 2013). Berdasarkan

jenis kelamin, karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa lebih

sering terjadi pada pria dibanding wanita dengan perbandingan 2:1.

Karsinoma sel basal biasanya mengenai orang tua walaupun dapat juga

ditemukan pada semua umur. Sedangkan karsinoma sel skuamosa insiden

tersering juga ditemukan pada orang tua (Parmar dan Shah, 2015). Pada

karsinoma kelenjar sebasea, kejadian pada orang Asia lebih tinggi

dibandingkan pada orang Barat. Insiden tertinggi pada usia 60-69 tahun,

pada wanita kejadiannya lebih tinggi dari pada pria dengan perbandingan

2:1 (Yuliawati, 2010). Sedangkan pada melanoma maligna insiden pada

wanita hampir sama dengan pria, serta tumbuh rata-rata sesudah dekade

ke-6, dan jarang ditemukan pada anak (Cipto dan Suriadiredja, 2016).
Tumor jinak maupun ganas dapat terjadi pada mata dan struktur-

struktur terkait (adneksa), sebagian besar dapat terdiagnosis secara dini

karena tumor-tumor tersebut bisa dilihat, mengganggu penglihatan, atau

menggeser posisi bola mata. Pada tumor kelopak mata yang kecil tidak

menimbulkan keluhan kecuali pada beberapa tumor yang dapat

menimbulkan konjungtivitis. Seluruh karsinoma kelopak mata diatasi

dengan eksisi total. Banyak di antara tumor jinak dan tumor ganas kelopak

mata memiliki gambaran serupa, biasanya diperlukan biopsi untuk

menegakkan diagnosis yang benar (Shetlar, 2013). Angka kematian yang

terjadi sangat rendah pada karsinoma sel basal (Pramungtya dan Mawardi,

2012). Sedangkan melanoma maligna dengan insiden yang rendah

memiliki prognosis yang buruk karena dapat terjadi metastasis yang jauh

(Cipto dan Suriadiredja, 2016).

Karsinoma sel basal merupakan salah satu keganasan tersering

pada kelopak mata dengan prevalensi 90% dari semua keganasan pada

kelopak mata (Wahjudi, dkk, 2007). Menurut data Badan Registrasi

Kanker Ikatan Ahli Patologi Indonesia (1989), dari 1530 kasus kanker

kulit, yang terbanyak adalah kasus karsinoma sel basal dengan prevalensi

39,93%. Diperkirakan setiap tahun sebanyak 900.000-1.000.000 pasien

didiagnosis menderita karsinoma sel basal di Amerika Serikat (Tan dan

Reginata, 2015), sedangkan pada penelitian yang dilakukan di RSUPN Dr.

Cipto Mangunkusumo pada tahun 1996-2000 didapatkan bahwa dari 74

kasus keganasan pada adneksa mata, penderita terbanyak adalah

karsinoma sel skuamosa dengan prevalensi 51,4% dan sisanya adalah


karsinoma sel basal (28,4%), adenokarsinoma (14,8%), dan melanoma

maligna (5,4%). Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti ingin

mengetahui distribusi frekuensi dan karakteristik tumor ganas kelopak

mata berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan tempat tinggal di

RSUP Dr. M. Djamil Padang, karena ditakutkan distribusi frekuensi

terbanyak adalah MM yang memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan

keganasan palpebra yang lainnya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Tumor palpebra adalah benjolan massa abnormal pada daerah

sekitar mata dan kelopak mata. Tumor palpebra bisa berasal dari kulit,

jaringan ikat, jaringan kelenjar, pembuluh darah, saraf, maupun dari otot

sekitar palpebra (AAOPT, 2012).

Tumor ganas yang paling sering mengenai palpebra adalah

karsinoma sel basal, karsinoma sel squamous, karsinoma sel sebasea,

melanoma, dan sarkoma kaposi. Sedangkan tumor jinak palpebra seperti

hemangioma dan xanthalesma (Eva & Asbury, 2013).

Karsinoma sel basal berasal dari lapisan basal epitel kulit atau dari

lapis luar sel folikel rambut. Berupa benjolan yang transparan, kadang

dengan pinggir yang seperti mutiara. Bagian sentral benjolan tersebut lalu

mencekung dan halus, seakan-akan menyembuh. Tumbuhnya lambat

dengan ulserasi. Jenis ulkus rodens tumbuh lebih cepat dan dapat

menyebabkan kerusakan hebat disekitarnya. Karsinoma sel basal banyak

berlokasi di kelopak mata bawah bagian pinggir atau palpebra inferior (50

– 60 %) dan di daerah kantus medial (25 – 30%). Selebihnya juga bisa

tumbuh di kelopak mata atas atau palpebra superior (15 %) dan di kantus

lateral (5 %) (AAO, 2012).


2.2 Etiologi

1. Mutasi gen pengendali pertumbuhan (kehilangan kedua kromosom dari

satu pasang alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom

13q14).

2. Malformasi congenital.

3. Kelainan metabolism.

4. Penyakit vaskuler.

5. Inflamasi intraokuler.

6. Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma jinak tumbuh

dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi menekan

jaringan disekitarnya dan biasanya tidak mengalami metastasis.

7. Trauma

2.3 Patofisiologi

Radiasi telah terbukti menyebabkan pembentukan tumor melalui

dua mekanisme. Mekanisme pertama meliputi inisiasi dan prolong seluler

proliferasi, dengan cara demikian terjadi peningkatan kesalahan transkripsi

yang menyebabkan transformasi seluler. Mekanisme kedua yaitu secara

langsung merusak replikasi DNA, menyebabkan mutasi dari sel yang

mengaktifkan proto-onkogen atau deaktivasi tumor supresor gen (Eva &

Asbury, 2013). Karsinoma sel basal pada kelopak mata adalah tumor epitel

yang paling umum, tetapi patogenesis dari molekular genetik masih belum

jelas. Mutasi dari p53 (pada kasus ini, overekspresi gen p53) dapat

merupakan bagain intergral dari sekuensial yang patogenik. Zhang et al


menunjukkan bahwa paparan sinar UV spesifik dapat mengubah

nukleotida dari 2 tumor supresor gen yaitu p53 dan PTCH, keduanya

mengimplikasikan perkembangan onset yang cepat dari karsinoma sel

basal (Eva & Asbury, 2013).

Secara imunologi, mekanisme paparan radiasi UV menyebabkan

perkembangan dari karsinoma sel basal melalui supresi sistem imun kulit,

dan tidak responsifnya sistem imun terhadap tumor kulit. Efek lokalnya

berupa penurunan dari sel Langerhan, sel dendritik T-epidermal, T-helper,

dan lebih jauh lagi proliferasi T-suppresor sel dan melepaskan

imunosupresi faktor (tumor necrosis factor-α, interleukin-1, prostaglandin,

interleukin-10), diyakini sebagai agen patogenik dalam perkembangan

karsinoma sel basal (Eva & Asbury, 2013). Sinar UV yang secara kronik

mengenai stem cell kulit menyebabkan photoaging, imunosupresi, dan

fotokarsinogen. Fotokarsinogen melibatkan pembentukan foto produk

yang merusak DNA. Jika DNA repair gagal, maka akan terjadi mutasi

protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor supressor gene.

Akumulasi mutasi akibat fotokarsinogen termasuk genetic deletion

menyebabkan tidak aktifnya tumor supressor gene yang menyandi

pembentukan protein penghambat proliferasi sel. Akumulasi mutasi gen

inilah yang berperan dalam memicu terjadinya KSB (Eva & Asbury,

2013).
2.4 Pathway
2.5 Manifestasi Klinis

Tumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif, jarang

mempunyai anak sebar atau bermetastasis. Dapat merusak jaringan di sekitarnya terutama

bagian permukaan bahkan dapat sampai ke tulang (bersifat lokal destruktif), serta

cenderung untuk residif lebih bila pengobatannya tidak adekuat. Ulserasi dapat terjadi

yang menjalar dari samping maupun dari arah dasar, sehingga dapat merusak bola mata

sampai orbita (AAO, 2012).

Karsinoma sel basal merupakan tumor yang bersifat radiosensitif dengan

diagnosis pasti dilihat dengan biopsi. Angka kematian untuk karsinoma sel basal adalah 2

– 3 % karena tumor ini jarang bermetastasis (AAO, 2012).

Beberapa tanda dan gejala tumor mata yaitu :

1. Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga merupakan

gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan fistula karotid-kavernosa

2. Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai,

berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak)

atau cepat (lesi ganas).

3. Pembengkakan kelopak: mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau

fistula karotid-kavernosa

4. Palpasi: bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata,

terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.

5. Gerak mata: sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat

oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf III, IV, dan VI

pada fisura orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau sinus kavernosus
6. Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf optik atau

retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya kerusakan

tulang, terdapat perkapuran pada tumor dan kelainan foramen optic.

2. Pemeriksaan ultrasonografi : untuk mendapatkan kesan bentuk tumor, konsistensi tumor,

teraturnya susunan tumor dan adanya infiltrasi tumor.

3. CT-scan : untuk menentukan ganas atau jinak tumor, adanya vaskularisasi pada tumor

dan terjadinya perkapuran pada tumor.

4. Arteriografi : untuk melihat besar tumor yang mengakibatkan bergesernya pembuluh

darah disekitar tumor, adanye pembuluh darah dalam tumor (Sidarta, 2005)

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor berdasarkan ganas atau tidaknya tumor yaitu :

1. Tumor jinak : memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan merupakan hasil yang

tak dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan konservatif.

2. Tumor ganas : memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga bereaksi baik dengan

kemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal karsinoma kelenjar lakrimal) memerlukan reseksi

radikal.
Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari karsinoma sel

basal. Diagnosis yang sangat akurat bisa dijamin jika pada setiap biopsi insisional jaringan

yang akan diperiksa:

a) Mewakili keadaan lesi secara klinis

b) Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi

c) Tidak menambah trauma atau kerusakan

d) Mengikutsertakan jaringan normal di bagian pinggir sekitar daerah yang dicurigai

Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk menkonfirmasi

kecurigaan terhadap tumor ganas. Area dari biopsi insisi seharusnya di potret atau di gambar

dengan pengukuran sehingga daerah asal tumor menjadi tidak sulit untuk ditemukan pada saat

prose pengangkatan tumor berikutnya (AAO, 2012).

Biopsi eksisi bisa menjadi pertimbangan ketika lesi di kelopak mata kecil dan tidak

terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau saat lesi di pinggir kelopak mata yang berlokasi

di sentral jauh dari kantus lateral atau pungtum lakrimal. Biopsi eksisi harus diarahkan secara

vertikal sehingga tidak terjadi traksi pada kelopak mata. Jika pinggir dari daerah kelopak mata

yang di eksisi positif terdapat sel tumor, maka area yang terlibat harus di reeksisi secara

pembedahan dengan teknik Mohs micrographic untuk mengetahui batas bawah atau teknik

frozen-section untuk mengetahui batas samping (AAO, 2012).

Untuk menatalaksana karsinoma sel basal dapat ada beberapa pilihan terapi, diantaranya :

a) Bedah dilakukan dengan mengeksisi tumor sampai dengan benar-benar meninggalkan sisa.

Pilihan terapi bedah :

 Eksisi dengan potong beku (frozen section)

 Bedah mikrografi Mohs


 Bedah dengan laser CO2

 Eksisi tanpa potong beku

Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak mata. Bedah eksisi

memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor secara keseluruhan dengan batas areanya

dikontrol secara histologi. Tingkat kekambuhan tumor pada terapi bedah lebih sedikit dan lebih

jarang jika dibandingkan jika diterapi dengan modalitas terapi lain (AAO, 2012).

Ketika karsinoma sel basal bertempat di daerah kantus medial, sistem aliran air mata juga

bisa terangkat jika dilakukan eradikasi tumor secara komplet. Jika sistem drainase air mata telah

terangkat setelah proses eradikasi tumor, rekonstruksi sistem aliran keluar air mata tidak bisa

dilakukan sampai pasien benar-benar bebas dari tumor. Beberapa tumor bisa menyebar ke daerah

subkutan dan tidak dapat diketahui sebelum operasi (AAO, 2012).

Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total, infiltrasi yang lebih dalam, atau

tumor tipe morphea dan tumor yang berada di kantus medial dikelola dengan cara bedah

mikrografi Mohs. Jaringan diangkat secara lapis demi lapis dan dibuat tipis yang dilengkapi

dengan gambar 3 dimensi untuk mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik Mohs

paling sering digunakan untuk mengeksisi karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa

(AAO, 2012).

Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal jumlah jaringan yang sehat untuk tidak

terlibat sehingga hanya area tumor yang terangkat secara komplet. Kekurangan dari bedah

mikrografi Mohs ini adalah dalam mengidentifikasi batas tumor ketika tumor sudah menginvasi

daerah orbita (AAO, 2012).

Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya direkonstruksi dengan

prosedur okuloplastik yang terstandar. Rekonstruksi ini penting walaupun bukan merupakan hal
yang mendesak, pembedahan awal bertujuan untuk melindungi secara maksimal bola mata lalu

diikuti dengan memperbaiki sisa kelopak mata yang masih baik. Jika rekonstruksi tidak bisa

dilakukan segera, kornea harus dilindungi dengan cara menempelkan atau sementara dengan cara

menutup kelopak mata. Jika defeknya kecil, maka granulasi jaringan secara spontan bisa menjadi

alternatif terapi (AAO, 2012).

Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi dengan cryotherapy lebih besar

daripada setelah diterapi secara pembedahan. Saat cryotherapy digunakan untuk menangani

diffuse sclerosing lesion, angka kekambuhan tinggi. Selain itu, secara histologi pinggir area tidak

bisa dievaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya, modalitas terapi ini dihindari untuk lesi yang

kambuh, lesi dengan diameter lebih dari 1 cm, dan lesi tipe morphea. Lagipula, cryotherapy

menimbulkan depigmentasi dan atropi pada jaringan. Maka dari itu, cryotherapy untuk

karsinoma sel basal pada kelopak mata dijadikan cadangan terapi untuk pasien yang intoleran

terhadap pembedahan seperti pasien yang sangat tua yang aktifitasnya terbatas di tempat tidur,

atau pasien dengan kondisi medis yang serius yang kontraindikasi untuk dilakukan intervensi

bedah (AAO, 2012).

Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas makroskopis.

Sedangkan jika tumor sudah menginvasi orbita, maka ada dua pilihan terapi secara eksentrasi

yaitu dengan mengangkat seluruh bola mata disertai dengan adneksa mata dengan meninggalkan

bagian tulang saja, selain itu juga bisa dilakukan radioterapi. Jika sudah menginvasi intrakranial

harus dikonsultasikan ke bagian bedah saraf (AAO, 2012).


Non bedah dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan pembedahan, respon dari

terapi non bedah cukup bagus tetapi memiliki efek samping yang cukup banyak. Pilihan terapi

non bedah yaitu :

 Radioterapi

 Kemoterapi

 Interferon

Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi untuk lesi

periorbita sebaiknya dihindari. Seperti cryotherapy, terapi radiasi juga tidak bisa digunakan

untuk memantau area pinggir tumor secara histologi. Angka kekambuhan jika diterapi dengan

radiasi juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan terapi pembedahan. Ditambah lagi,

kekambuhan setelah radiasi sulit untuk dideteksi. Kekambuhan ini timbulnya lebih lama setelah

terapi awal dan lebih sulit untuk menangani secara pembedahan karena telah terjadi perubahan

dari struktur jaringan yang telah diradiasi sebelumnya (AAO, 2012).

Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya adalah timbulnya sikatrik pada

kelopak mata, pembentukan scar pada drainase air mata disertai dengan obstruksi, keratitis sica.

Radiasi juga merangsang timbulnya keganasan baru atau cedera pada bola mata yang timbul jika

bola mata tidak dilindungi selama terapi (AAO, 2012).

Penatalaksanaan Lain

Observasi dilakukan apabila hemangioma berukuran kecil dan tidak ada risiko terjadinya

ambliopia, baik akibat obstruksi aksis visual maupun astigmat terinduksi


Hemangioma yang belum mengalami komplikasi sebagian besar mendapat terapi

konservatif, baik hemangioma kapiler, kavernosa maupun campuran. Hal ini disebabkan lesi ini

kebanyakan akan mengalami involusi spontan. Pada banyak kasus hemangioma yang

mendapatkan terapi konservatif mempunyai hasil yang lebih baik daripada terapi pembedahan

baik secara fungsional maupun kosmetik. Terdapat dua cara pengobatan pada hemangioma,

yaitu: (Eva & Asbury, 2013)

 Terapi konservatif

Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam

bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah itu terjadi regresi

spontan sekitar umur 12 bulan, lesi terus mengadakan regresi sampai umur 5 tahun.

Hemangioma superfisial atau hemangioma strawberry sering tidak diterapi. Apabila

hemangioma ini dibiarkan hilang sendiri, hasilnya kulit terlihat normal.5

 Terapi aktif

Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah hemangioma

yang tumbuh pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan tenggorokan; hemangioma

yang mengalami perdarahan; hemangioma yang mengalami ulserasi; hemangioma yang

mengalami infeksi; hemangioma yang mengalami pertumbuhan cepat dan terjadi deformitas

jaringan.

 Terapi kompresi
Terdapat dua macam terapi kompresi yang dapat digunakan yaitu continous

compression dengan menggunakan bebat elastik dan intermittentpneumatic compression

dengan menggunakan pompa Wright Linear. Diduga dengan penekanan yang diberikan, akan

terjadi pengosongan pembuluh darah yang akan menyebabkan rusaknya sel-sel endothelial

yang akan menyebabkan involusi dini dari hemangioma.

 Terapi kortikosteroid

Steroid digunakan selama fase proliferatif tumor untuk menghentikan pertumbuhan

dan mempercepat involusi lesi. Steroid dapat digunakan secara topikal, intralesi, atau

sistemik. Krim clobetasol propionate 0,05% topikal dapat digunakan pada lesi superfisial

yang kecil. Injeksi intralesi kombinasi antara steroid kerja panjang dan kerja singkat sering

digunakan pada hemangioma periorbita terlokalisir (sebaiknya digunakan sediaan steroid

yang terbukti dapat digunakan untuk suntikan intralesi). Jika hemangioma difus atau meluas

ke posterior orbita, digunakan steroid sistemik dengan dosis anjuran prednison atau

prednisolon 2-5 mg/kg BB/hari. Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis besar kadang-

kadang akan menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh cepat

Steroid dihubungkan dengan banyak komplikasi sehingga perlu dipertimbangkan

keuntungan dan kerugiannya. Supresi adrenal dan retardasi pertumbuhan dapat terjadi pada

semua cara penggunaan, termasuk krim topikal. Injeksi intralesi berisiko menyebabkan

emboli arteri retinalis bilateral, atrofi lemak subkutan linier, dan depigmentasi palpebra.

Imunisasi perlu ditunda pada anak-anak yang mendapat terapi steroid dosis tinggi.

Dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.


Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah:

1. Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital,

2. Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik,

3. Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium,

4. Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia,

5. Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.

Hemangioma kavernosum yang tumbuh pada kelopak mata dan mengganggu penglihatan

umumnya diobati dengan steroid injeksi untuk mengurangi ukuran lesi secara cepat, sehingga

penglihatan bisa pulih. Hemangioma kavernosum atau hemangioma campuran dapat diobati bila

steroid diberikan secara oral dan injeksi langsung pada hemangioma. Penggunaan kortikosteroid

peroral dalam waktu yang lama dapat meningkatkan infeksi sistemik, tekanan darah, diabetes,

iritasi lambung, serta pertumbuhan terhambat.

 Terapi pembedahan

Indikasi pembedahan tergantung dari ukuran dan lokasi hemangioma yang akan dieksisi.

Karena itu pemeriksaan radiologi dan penunjang lainnya sangat diperlukan untuk menegakkan

diagnosa secara akurat. Adapun indikasi dilakukannya terapi pembedahan pada hemangioma

adalah:

1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam beberapa

minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar,

2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia,

3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6-7 tahun.
Eksisi hemangioma periorbita dapat dilakukan dengan mudah pada beberapa lesi yang

terlokalisir dengan baik. Pada kasus lain, pembedahan rekonstruksi dapat dilakukan bertahun-

tahun setelah terapi medis.

Embolisasi sebelum pembedahan dapat sangat berguna apabila hemangioma yang akan

dieksisi mempunyai ukuran yang besar dan lokasi yang sulit dijangkau dengan pembedahan.

Embolisasi akan mengecilkan ukuran hemangioma dan mengurangi resiko perdarahan pada saat

pembedahan.

 Terapi radiasi

Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak ditinggalkan karena:

1. Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan tulangnya

masih sangat aktif,

2. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka panjang,

3. Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan menyulitkan bila

diperlukan suatu tindakan.

 Terapi sklerotik

Terapi ini diberikan dengan cara menyuntikan bahan sklerotik pada lesi hemangioma,

misalnya dengan namor rhocate 50%, HCl kinin 20%, Na-salisilat 30%, atau larutan NaCl

hipertonik. Akan tetapi cara ini sering tidak disukai karena rasa nyeri dan menimbulkan

sikatriks.

 Terapi pembekuan
Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair. Dianggap cukup efektif diberikan

pada hemangioma tipe superfisial, akan tetapi terapi ini jarang dilakukan karena dilaporkan

menyebakan sikatrik paska terapi.

 Terapi embolisasi

Embolisasi merupakan tehnik memposisikan bahan yang bersifat trombus kedalam

lumen pembuluh darah melalui kateter arteri dengan panduan fluoroskopi. Embolisasi

dilakukan apabila modalitas terapi yang lain tidak dapat dilakukan atau sebagai persiapan

pembedahan. Pembuntuan pembuluh darah ini dapat bersifat permanen, semi permanen atau

sementara, tergantung jenis bahan yang digunakan. Banyak bahan embolisasi yang

digunakan, antara lain

methacrylate spheres, balon kateter, cyanoacrylate, karet silicon, wol, katun, spon

gelatin, spon polyvinyl alcohol.

 Terapi laser

Penyinaran hemangioma dengan laser dapat dilakukan dengan menggunakan pulsed-

dye laser (PDL), dimana jenis laser ini dianggap efektif terutama untuk jenis Port-Wine

stain. Pulsed-dye laser dapat digunakan untuk mengobati hemangioma superfisial dengan

beberapa komplikasi, tetapi berefek kecil terhadap komponen tumor yang lebih dalam. Jenis

laser ini memiliki keuntungan bila dibandingkan dengan jenis laser lain karena efek keloid

yang ditimbulkan minimal.

 Kemoterapi
Vincristine merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan tetapi masih dalam

penelitian. Vinkristin merupakan terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan pada anak-

anak yang tidak berhasil diterapi dengan kortikosteroid dan juga dianggap efektif pada anak-

anak yang menderita Sindrom Kassabach-Merritt. Vinkristin diberikan secara intravena

dengan angka keberhasilan lebih dari 80%. Efek samping dari terapi ini adalah peripheral

neuropathy, konstipasi dan rambut rontok. Siklofosfamid jarang digunakan pada tumor

vaskuler yang jinak karena mempunyai efek toksisitas yang sangat besar.
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian I : Dasar Data Pengkajian Mata

1. Aktivitas/ Istirahat

 Gejala à perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan

2. Makanan/ cairan

 Mual / muntah (glaucoma akut)

3. Neurosensori

 Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/ tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan

kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa

di ruang gelap. Penglihatan berawan/ kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar,

kehilangan penglihatan perifer, fotofobia. Perubahan kacamata / pengobatan tidak

memperbaiki penglihatan.

 Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan

merah / mata keras dengan kornea berawan (glaucoma akut). Peningkatan air mata.

4. Nyeri/ kenyamanan

 Gejala à Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba/ berat

menetap atau tekanan pada sekitar mata, sakit kepala (glaucoma akut).

Pengkajian II : Fungsional Gordon

1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan


 Tanyakan persepsi klien terhadap penyakitnya

 Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid, klorokuin,

klorpromazin, ergotamine, pilokarpin)

 Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau

2. Pola nutrisi metabolik

 Tanyakan kebiasaan makanan yang dikonsumsi klien, apakah klien sebelumnya jarang

mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, dan vitamin E

3. Pola eliminasi

 Tanyakan bagaimana pola BAB dan karakteristiknya

 Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin

 Adakah masalah dalam proses miksi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi

4. Pola aktivitas latihan

 Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan

5. Pola istirahat - tidur

 Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan

penglihatan (seperti: pusing)

 Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?

6. Pola kognitif – persepsi

 Apakah klien mengalami kesulitan saat membaca

 Apakah menggunakan alat bantu melihat

 Bagaimana visus

 Apakah ada keluhan pusing dan bagaimana gambarannya

7. Pola persepsi dan sensori


 Bagaimana klien menggambarkan dirinya

 Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena terjadi perubahan dalam

penglihatan.

8. Pola peran dan hubungan

 apa pekerjaan klien

 Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman.

 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien

9. Pola seksualitas - reproduksi

 Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya

 Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan menopause

 Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemunuhan kebutuhan seks

10. Pola koping dan toleransi stres

 Apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam beberapa tahun terakhir

 Apa yang dilakukan klien dalam menghadapi masalah dan apakah tindakan tersebut efektif

untuk mengatasi masalah tersebut atau tidak

 Apakah ada orang lain tempat berbagi dan apakah orang tersebut ada sampai sekarang

 Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress

11. Pola keyakinan-nilai

 Tanyakan apakah ada pengaruh agama dalam kehidupan

 Tanyakan apakah ada pantangan keagamaan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi penglihatan


2. Nyeri berhubungan dengan adanya masa pada mata
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO NANDA NIC NOC


Gangguan 1persepsi penglihatan Orientasi Kognitif Peningkatan Komunikasi : Defisit
Kriteria hasil : Melihat
Mampu mengenal diri 1. Catat reaksi klien terhadap
sendiri
rusaknya penglihatan (misal, depresi,
 Mampu mengenal orang
penting lainnya menarik diri, dan menolak
 Mampu mengenal tempat kenyataan)
yang sekarang
Kompensasi tingkah laku 2. Menerima reaksi
Penglihatan klien terhadap rusaknya penglihatan
Kriteria hasil: 3. Bantu klien dalam menetapkan

 Mampu mem-posisikan tujuan yang baru untuk belajar


diri untuk penglihatan bagaimana “melihat” dengan indera
 Menggunakan layanan
pendukung untuk yang lain
penglihatan yang lemah 4. Andalkan penglihatan pasien
 Menggunakan alat bantu
penglihatan yang lemah yang tersisa sebagaimana mestinya
5. Gambarkan lingkungan kepada
klien
6. Rujuk klien dengan masalah
penglihatan ke agen yang sesuai
Manajemen Lingkungan
1. Ciptakan lingkungan yang
aman untuk klien
2. Hilangkan bahaya lingkungan
(misal, permadani yang bisa dilepas-
lepas dan kecil, mebel yang dapat
dipindah-pindahkan)
3. Hilangkan objek-objek yang
membahayakan dari lingkungan
4. Kawal klien selama kegiatan-
kegiatan di bangsal sebagaimana
mestinya
5. Tempatkan benda-benda yang
sering digunakan dekat dengan
jangkauan
6. Manipulasi pencahayaan untuk
kebaikan terapeutik
7. Beri keluarga/orang penting
lainnya informasi tentang
menciptakan lingkungan rumah yang
aman bagi klien.
Nyeri b.d adanya
2 massa pada mata Kontrol Resiko Manajemen Nyeri :
Kriteria hasil : 1. Kaji nyeri secara komprehensif
 Klien melaporkan nyeri (lokasi, karakteristik, durasi,
berkurang dg scala 2-3
frekuensi, kualitas dan faktor
 Ekspresi wajah tenang
 klien dapat istirahat dan presipitasi ).
tidur 2. Observasi reaksi non verbal
 v/s dbn
dari ketidak nyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien sebelumnya
4. Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
5. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
6. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi, distraksi dll)
untuk mengatasi nyeri.
7. Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi nyeri.
8. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
9. Monitor TTV
D. PRIORITAS KEPERAWATAN

1. Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut.

2. Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan / penurunan ketajaman penglihatan.

3. Mencegah komplikasi.

4. Memberikan informasi tentang proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan.

E. IMPELEMENTASI

Pelaksanaan adalah asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan yang

sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Sebelum melakukan

rencana tindakan keperawatan, perawat hendaklah menjelaskan tindakan keperawatan yang

dilakukan terhadap pasien. Dalam pelaksanaan, perawatan melakukan fungsinya sebagai

independent, interdependent dan dependent.

F. EVALUASI

1. Gangguan persepsi sensori

a) Orientasi Kognitif

Kriteria hasil :

 Mampu mengenal diri sendiri

 Mampu mengenal orang penting lainnya

 Mampu mengenal tempat yang sekarang

b) Kompensasi tingkah laku Penglihatan

Kriteria hasil:

 Mampu mem-posisikan diri untuk penglihatan


 Menggunakan layanan pendukung untuk penglihatan yang lemah

 Menggunakan alat bantu penglihatan yang lemah


DAFTAR PUSTAKA

American Academi of Opthalmologi Palpebral Tumours. 2012,

http://www.americanacademi.com/wpcontent/,uploads/2012/10/OS_Chapter-12-

Palpebral-tumours.pdf.

Khurana, AK. Comprehensive Ophtalmology ed.4rd. New Delhi: New age

international ; 2007.

Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum ed.17. Terj.Brahm UP. Jakarta:

ECG; 2013.

American Academy of Ophtalmology, 2012. Orbital Anatomy, In: Orbit, Eyelids, and Lacrimal

System. Chapter 1. Section 7. American Academy of Ophtalmology, 5-19.

American Academy of Ophtalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. Basic and Clinical

Science Course, Section 7. The Foundation of AAO. San Fransisco: American Academy of

Ophtalmology.

Michael, L & Glassman MD. Sebaceous Gland Carcinoma. 2010. Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/.

Nurchaliza, HS. Karsinoma Kelenjar Sebasea. Avalaible at :

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15599/1/mkn-mar2006-%20(8).pdf

M. Spencer James, MD. Dermatologic Manifestation of Sebaceous Carcinoma.2012. Available

from: URL: http://www.aafp.org/afp/980600ap/carter.html..

Susan R.Carter, MD. Eyelid Disorders: Diagnosis and Management.2008. Available from: URL:

http://www.aafp.org/afp/980600ap/carter.html.

Mark R. & Levine, MD, FACS. Malignant Melanoma of the Eyelids an Increasing Threat. 2003.

Available from: URL: http://www.osnsupersite.com/view.aspx?rid=6622.


Mounir Bashour, MD, CM, FRCS(C), PhD, FACS. Pigmented Lesions of the Eyelid. 2008.

Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/. Accessed 17 Agustus, 2012.

Jacqueline Freudenthal MD. Kaposi Sarcoma. 2010. Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/.

Ilyas, S., Yulianti, S.R., 2012. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat, Cetakan Kedua. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI, 1-2.

Sukmawati, T.T., Gabriela, R. Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel Basal. Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta,
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai