Anda di halaman 1dari 10

SANAD DAN MATAN HADITS

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Studi Qur’an Hadis

Dosen Pengampu: Ulin Nuha M. S. I.

Disusun oleh:

1. Nurul Isnatun (1820510022)


2. Nailin Nikmah Agustin (1820510025)
3. Adelia Sekar Devanti (1820510028)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran islam yang kedua setelah Al –
Qur’an. Pada zaman Nabi, beberapa sahabat Nabi menulis Hadits Nabi tetapi
jumlah mereka selain tidak banyak , juga Materi (matn) Hadits yang mereka
catat masih terbatas. Ini disebabkan karena jumlah mereka yang pandai
menulis belum begitu banyak, juga karena perhatian mereka lebih tertuju
kepada pemeliharaan Al – Qur’an. Sebab Al – Qur’an pada zaman Nabi masih
belum dibukukan dalam bentuk mushaf.
Hadis pada hakikatnya terdiri dari dua unsur pokok yaitu Sanad dan
Matan. Sanad dan matan harus ada ada setiap hadits, antara keduanya
memiliki kaitan yang sangat erat. Hadits diperoleh/diriwayatkan akan
mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad, suatu periwayatan
hadis dapat diketahui mana yang dapat diterima (maqbul) atau ditolak
(mardud); dan mana hadis yang sahih atau tidak, untuk dijadikan
dasar/argumentasi/dalil hukum dan diamalkan isi/pemahaman matan
hadisnya.
Dalam masa yang panjang ini, telah terjadi pemalsuan-pemalsuan
Hadits yang dilakukan oleh beberapa golongan dengan berbagai tujuan.
Karena hal itu, Ulama Hadits dalam usahanya menghimpun Hadits Nabi
mengadakan penelitian dan penyeleksian terhadap semua Hadits yang mereka
himpunkan agar hadits tetap menjadi baik dari segi kuantitas dan kualitas
Hadits yang di muatnya maupun cara penyusunnya.
Maka dari itu, hadits perlu dipelajari, diteliti, dan dicermati agar
senantiasa nilai-nilai yang ada pada hadits itu sendiri tidak luntur. Dan
selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang sanad dan
matan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sanad dan matan hadits?
2. Bagaimana kedudukan sanad dan matan hadits?
3. Apa objek penelitian sanad dan matan hadits?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian sanad dan matan hadits
2. Untuk memahami kedudukan sanad dan matan hadits
3. Untuk mengetahui objek penelitian sanad dan matan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sanad dan Matan Hadits


1. Sanad
Kata “Sanad menurut bahasa adalah “sandaran”, atau sesuatu yang
dijadikan sandaran1. Dikatakan demikian karena hadits bersandar pada
sanad. Sedangkan secara istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian,
antara lain :
a. Di dalam kitab Fathul Bary, juz I halaman 66
Sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan hadits2.
b. Menurut As Suyuthi di dalam bukunya Tadrib ar Rawi, halaman 41
Sanad adalah berita tentang jalan matan.
c. Menurut Mahmud at Tahhan
Sanad adalah silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadits) yang
menyampaikan kepada matan hadits.
d. Menurut Ajjaj al Khatib dalam buku Ushul al Hadits
Sanad adalah silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari
sumbernya yang pertama3.
Jadi, berdasarkan beberapa rumusan pengertian di atas, sanad
adalah rantai penutur hadits yang terdiri atas seluruh penutur, mulai dari
orang yang menulis hadits dalam kitabnya (kitab hadits) hingga
Rasulullah SAW.
Terdapat kata isnad, musnid, dan musnad yang berkaitan dengan
sanad. Secara istilah, isnad adalah menerangkan sanad hadits (jalan

1
Mahmud al-Thahan, Tafsir Muthalahah Hadits (Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1997), Hal. 15
2
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 87
3
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits (cet.I, Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Hal. 220
menerima hadits). Musnad adalah hadits yang diterangkan sanadnya.
Sedangkan Musnid adalah orang yang menerangkan hadits dengan
menyebutkan sanadnya4.
2. Matan
Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti ma irtafa’a
min al-ardhi (tanah yang meninggi). Sedangkan secara istilah, terdapat
beberapa pendapat ulama’ antara lain:
a. Muhammad at Tahhan
Matan adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.
b. Ajjaj al Khatibb
Matan adalah lafadz hadits yang di dalamnya mengandung makna-
makna tertentu.
c. Ath Thibbi
Matan adalah lafadz hadits yang dengan lafadz itu terbentuk makna.
d. Ibnu Jama’ah
Matan adalah sesuatu yang kepadanya berakhir sanad (perkataan yang
disebut untuk mengakhiri sanad).
Dari beberapa rumusan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa
matan adalah perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi
SAW. yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya5

B. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits


Kedudukan sanad dan dalam hadits sangat penting. Karena matan
yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya.
Dengan sanad suatu periwayatan matan, dapat diketahui matan yang dapat

4
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (cet.IV, Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), Hal. 168
5
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, op.cit., Hal. 98
diterima atau ditolak dan matan yang shahih atau tidak shahih, untuk
diamalkan6.
Muhadditsin selalu berhati-hati ketika menerima matan hadits, kecuali
jika mereka mengetahui bahwa perawinya orang yang tsiqah. Hanya matan
yang diterima dari sahabat yang tidak dipersyaratkan untuk diterima
periwayatannya meskipun hal itu bukan tidak berhati-hati dalam menerima
hadits. Hadits yang diterima dari sahabat diterima bersandar pada kaidah yang
mengatakan bahwa “seluruh sahabat adil.”
Beberapa persyaratan penerimaan hadits pada masa sahabat, yaitu:
a. penyampai hadits di kalangan sahabat
b. berani bersumpah bahwa ia tidak berdusta
c. harus menghadiri saksi yang mengetahui secara langsung perihal hadits
yang disampaikan.
Dalam kaitannya dengan sanad, ada hadits dan atsar yang
menerangkan keutamaan sanad, di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh
Muslim dari Ibnu Sirin, bahwa beliau berkata, “Ilmu ini (matan hadits ini)
merupakan dalil agama. Oleh karena itu, telitilah orang-orang yang
mengambil agamamu dari mereka.”
Abdullah Ibnu Mubarak menjelaskan bahwa menerangkan sanad
hadits termasuk tugas agama. Perumpamaan orang yang mencari hukum
agamanya tanpa memerlukan sanad bagaikan orang yang menaiki loteng tanpa
tangga. Sedangkan as Syafi’i berkata, “Perumpamaan orang yang mencari
(menerima) matan hadits tanpa sanad, sama dengan orang yang
mengumpulkan kayu api pada malam hari7.
Ibnu Hazmi mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari orang
yang dipercaya hingga sampai kepada Nabi SAW. dengan bersambung-

6
Ibid., Hal. 100
7
Mustofa Hasan, Ilmu Hadits (cet.I, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), Hal. 71-72
sambung para perawinya adalah suatu keistimewaan dari Allah, khususnya
kepada orang-orang Islam8.
Sanad dan matan saling berhubungan erat maka dari itu keduanya
dikaji bersama untuk memperoleh keshahihan dan ketepatan hadits.

C. Objek Penelitian Sanad dan Matan


Ada beberapa hal penting terkait sanad dan matan hadits yang perlu
diketahui dan diperhatikan dalam kegiatan penelitian hadits sebagai berikut:
1. Sanad Hadits
a. Pendapat Ulama’ Tentang Sanad Hadits
Penilaian Ulama’ hadits sangat penting bagi kedudukan sanad
dalam riwayat hadits. Karena pentingnya kedudukan itu, maka suatu
berita dinyatakan sebagai hadits Nabi oleh seseorang. Tapi jika berita itu
tidak memiliki sanad sama sekali, maka berita tersebut oleh ulama’
hadits tidak dapat disebut sebagai hadits. Sekiranya berita itu tetap juga
dinyatakan sebagai hadits oleh orang-orang tertentu, misalnya oleh
ulama’ yang bukan ahli hadits, maka berita tersebut oleh ulama’ hadits
dinyatakan sebagai hadits palsu atau hadits maudlu’9.
b. Bagian-bagian Sanad yang Diteliti
Dua bagian penting dari sanad hadits yang diteliti, yakni
1) Nama-nama periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadits yang
bersangkutan.

8
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, op.cit., Hal. 103
2) Lambang-lambang periwayatan hadits yang telah digunakan oleh
masing-masing periwayat dalam meriwayatkan hadits yang
bersangkutan, misalnya sami’tu, akhbarani, ‘an, dan anna10
2. Matan Hadits
Matan hadits memerlukan penelitian tidak hanya karena keadaan
matan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sanad saja, tetapi juga karena
dalam periwayatan matan hadits dikenal adanya periwayatan secara makna
(riwayah bil ma’na). Ulama’ ahli hadits memang telah menerapkan syarat-
syarat sahnya periwayatan hadits secara makna11. Namun bukan
berartiseluruh periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadits telah
mampu memenuhi dengan baik semua ketentuan itu.
Dengan adanya periwayatan secara makna, maka untuk penelitian
matan hadits tertentu, misalnya berkenaan dengan berita peperangan,
sasaran penelitian pada umunya tidak tertuju kepada kata per kata dalam
matan itu, tetapi sudah dianggap cukup bila penelitian tertuju kepada
kandungan berita yang bersangkutan. Lain halnya bila yang diteliti adalah
matan yang mengandung ajaran Nabi tentang suatu ibadah tertentu,
misalnya bacaan, maka masalah yang diteliti meliputi keadaan kata demi
katanya.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya penelitian matan,
antara lain sebagai berikut:
1. Adanya periwayatan secara makna
2. Acuan yang digunakan sebagai pendekatan tidak satu macam saja
3. Latar belakang timbulnya petunjuk hadits tidak selalu mudah dapat
diketahui

10
Dr. M. Syuhudi Ismail, Metodologi penelitian hadits Nabi (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), Hal.
23-24
11
Muhammad, Qawa’id ‘ajjaj al-Khatib, as-sunnah. Hal. 126-132
4. Adanya kandungan petunjuk hadits yang berkaitan dengan hal-hal yang
berdimensi “supra nasional”
5. Masih langkanya kitab-kitab yang membahas secara khusus penelitian
matan hadits12

BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
a. Sanad adalaah rantai penutur hadits yang terdiri atas seluruh penutur,
mulai dari orang yang menulis hadits dalam kitabnya (kitab hadits) hingga
Rasulullah SAW. Sedangkan matan adalah perkataan yang disebut pada
akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW. yang disebut sesudah habis
disebutkan sanadnya.
b. Kedudukan sanad dan matan dalam hadits sangat penting. Karena matan
yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang
meriwayatkannya. Dengan sanad, suatu periwayatan matan dapat
diketahui matan yang dapat diterima atau ditolak dan matan yang shahih
atau tidak shahih, untuk diamalkan.
c.

DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1999. Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

Hasan, Mustofa. 2012. Ilmu Hadits. Bandung: CV Pustaka Setia.

Ismail, M. Syuhudi. 1992. Metodologi penelitian hadits Nabi. Jakarta: PT.


Bulan Bintang.

Jumantoro, Totok. 1997. Kamus Ilmu Hadits. Jakarta: Bumi Aksara.

Solahudin, M. Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Qur’an. Bandung:


Pustaka Setia.

12
Dr. M. Syuhudi Ismail, Ibid,. Hal. 28

Anda mungkin juga menyukai