JUDUL RISET
KOMERSIALISASI PRODUK EKSTRAK JAMU PENURUN KETEGANGAN SARAF
DARI BAHAN ALAM INDONESIA SEBAGAI ALTERNATIF OBAT ANTI
ANTI-DEPRESAN
KELOMPOK RISET
Judul Riset : Komersialisasi Produk Jamu Penurun Ketengangan Saraf dari Bahan
Alam Indonesia Sebagai Alternatif Obat Anti-depresan
NIP : 195908121989032001
xxx
ii
DAFTAR ISI
iii
4.2.1 Analisis Hulu Produksi ...................................................................................... 52
4.2.2 Analisis Distribusi Produksi .............................................................................. 52
4.2.3 Analisis Hilirisasi Produk .................................................................................. 52
BAB 5 ANALISIS PENERAPAN DAN DAMPAK HASIL RISET ..................................... 54
5.1 Target Penerapan Hasil Riset .................................................................................... 54
5.2 Dampak Penerapan Hasil Riset ................................................................................. 54
5.2.1 Dampak Sosial ................................................................................................... 54
5.2.2 Dampak Budaya ................................................................................................. 54
5.2.3 Dampak Ekonomi .............................................................................................. 54
BAB 6 KESIMPULAN........................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... vi
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Produk obat herbal penurun ketegangan saraf merupakan obat tradisional yang
diproduksi menggunakan komponen rempah seperti biji pala, cengkeh, dan rimpang jahe.
Adapun ketiga komponen tersebut merupakan bahan alam asli Indonesia yang terbukti secara
ilmiah dapat memberikan efek anti-depresan, analgesik, anti-inflamasi, anti-kovulsan,
imunodulator, dan anti-oksidan. Produk ini dapat menjadi salah satu terobosan pengobatan
alternatif yang dapat memberikan kemampuan bagi bangsa Indonesia untuk menghasilkan
pengobatan penyakit yang umumnya menggunakan obat impor atau menggunakan bahan
baku sintetik impor. Maka dari itu, perlu adanya studi kelayakan terhadap produk yang
sehingga dapat meyakinkan pemangku kepentingan seperti pemerintah, lembaga riset, mitra
industri, dan investor baik dalam negeri maupun luar negeri. Adapun analisis studi kelayakan
yang dilakukan akan terbagi menjadi 5 bagian yaitu aspek pasar, aspek keuangan, aspek
hukum, aspek keekonomian, dan aspek penerapan.
Segmentasi pasar pada produk obat herbal penurun ketegangan saraf ini akan
diarahkan untuk menggarap segmen pasar usia 18 tahun keatas. Segmen ini dipilih
berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2018 yang mengemukakan
bahwa sebanyak 26,74% penderita penyakit neuropatik berasal dari usia produktif. Produk
obat herbal penurun ketegangan saraf memposisikan diri sebagai produk yang digunakan
sebagai alternatif pengobatan penyakit neuropatik. Fungsi pengobatan alternatif ini juga
memiliki fungsi preventif, mengingat efek samping yang hampir tidak ada atau sangat tidak
signifikan dalam keseharian masyarakat. Obat herbal penurun ketegangan saraf ini memiliki
18 fungsi penawaran produk yang kemudian dibandingkan dengan seluruh obat yang terkait
sama, seperti Dolophine Methadone, Codikaf Codein, Prothiaden, dan Phernobarbital.
Adapun keempat produk lainnya merupakan obat kimia sintetik karena hingga saat ini belum
ada obat herbal penurun ketegangan saraf yang terstandardisasi dan teruji secara ilmiah.
Penggunaan produk obat herbal penurun ketegangan saraf ini dapat menjadi obat
alternatif yang digunakan dalam jangka panjang sehingga penggunaannya akan dipusatkan di
pusat rehabilitasi NAPZA dan Puskesmas di DKI Jakarta. Apabila ditambah dengan data
Puskesmas di DKI Jakarta sebanyak 321 unit dengan kapasitas 850 orang per hari dengan
prevalensi 50%, maka didapatkan untuk penggunaan 2 kali sehari untuk 4 hari dalam
seminggu dapat digunakan sebanyak 26.526.528 dosis. Dengan asumsi bahwa kapasitas
pabrik pada tahap awal produksi adalah 10% dari penggunaan, maka skala pilot plant yang
memenuhi 20% dari total produksi akan menghasilkan kapasitas di kisaran 550.000 dosis.
Berdasarkan hasil perhitungan dana investasi yang akan dijabarkan lebih lanjut pada
bagian Kebutuhan Dana Investasi, besaran biaya yang dibebankan kepada konsumen terkait
setiap dosis penggunaan produk adalah Rp 5.500. Penetapan harga diambil dari keuntungan
yang diharapkan sebesar 100% dari harga produk pada saat Net Present Value (NPV) pada
saat 0. Dalam perencanaannya, biaya investasi akan didanai oleh pendanaan LPDP-RISPRO,
namun untuk meningkatkan perhitungan aproksimasi akan digunakan asumsi bahwa
pendanaan dari pinjaman bank dan investor. Dengan mengacu pada perhitungan kebutuhan
investasi kapital, biaya operasional, dan perkiraan depresiasi alat, maka dihasilkan rasio-rasio
v
keuangan seperti Return of Investment (ROI) = 90,46%, Payback Period = 2,13 tahun,
Breakeven Point (BEP) = 314.222 Dosis terjual atau sama dengan 157.111 Botol terjual,
Internal Rate of Return (IRR) = 62,48%, Net Profit Value (NPV) = Rp 7.462.038.736, dan
B/C Ratio = 2,77
Pada analisis pada bagian hulu produksi, Pasokan bahan baku jamu dari petani ke
produsen tentu menjadi hal yang krusial dalam industri jamu guna menjamin
keberlangsungan produksi jamu tersebut.Untuk mengatasi hal tersebut, Ketua GP Jamu telah
memberikan usulan kepada pemerintah agar pemerintah membentuk lembaga khusus
layaknya bulog yang berfungsi untuk menampung bahan baku obat dan tradisional. Pada
Distribusinya, proses dimulai dari bahan baku petani yang dikumpulkan oleh pengepul dan
lantas dibeli oleh pengusaha untuk diolah menjadi produk jamu tertentu. Kemudian produsen
dapat menjual langsung ke konsumen atau melalui agen penjualan. Dengan berbagai platform
media online yang ada pada saat ini, produsen dapat memasukkan produknya ke platform e-
commerce khusus produk kesehatan yang dapat diakses oleh berbagai orang di seluruh dunia.
Pada kegiatan hilirasi produk, tantangan yang nyata dihadapi oleh industri jamu terkait proses
distribusi ke hilir yaitu perihal melemahnya permintaan masyarakat. Maka dari itu, perlu
adanya perubahan strategi pemasaran seperti arah kebutuhan, intensitas kebutuhan,
kepercayaan masyarata, evaluasi masyarakat terhadap produk, hingga intensi berperilaku
menggunakan produk.
Dengan daerah yang akan difokuskan utama merupakan provinsi DKI Jakarta dengan
target cakupan sebanyak 50% dapat menjadi sasaran penerapan produk obat herbal
ketegangan saraf, diharapkan kedepannya dapat memberikan dampak sosial seperti
perubahan pola pikir masyarakat terhadap pengobatan saraf maupun proses rehabilitasi
NAPZA akan lebih positif dan mengurangi anggapan negatif, dampak budaya seperti
peningkatan rasa bangga dan nasionalisme masyarakat untuk menggunakan produk dalam
negeri hasil warisan budaya bangsa, dampak ekonomi seperti penghematan bagi pemerintah
untuk mengurangi ketergantungan volume obat impor maupun bahan baku impor terhadap
obat yang terkait dengan penyakit ketengangan saraf.
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Nyeri neuropatik didefinisikan sebagai “nyeri yang timbul akibat cedera/ lesi yang
mengenai sistem somatosensorik. Nyeri Neuropatik merupakan salah satu bentuk nyeri
kronik yang sangat sulit ditangani Insiden nyeri meningkat dengan bertambahnya umur.
Nyeri neuropatik sering dijumpai pada lansia (lanjut usia) (Purwata, Widyadharma, &
Wijayanti, 2014). Nyeri neuropatik pada lansia sering disertai depresi, kecemasan, gangguan
tidur, nafsu makan menurun, dan gangguan kognitif sehingga pada akhirnya kualitas hidup
penderita menurun. Selain itu, penderita nyeri neuropatik berkepanjangan dapat
mengakibatkan kelumpuhan apabila tidak dilakukan pengobatan sejak gejala mulai muncul
(Kompas, 2018). Tentunya, hal ini mengakibatkan potensi penurunan produktivitas kelas
pekerja di Indonesia, mengingat terdapat lebih dari 50% masyarakat Indonesia berpotensi
mengalami neuropatik sebagaimana yang dikemukakan oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (BERITASATU, 2015).
Nyeri neuropatik juga dapat dialami akibat penyalahgunaan NAPZA, selain faktor
internal yang melibatkan psikologi pasien. Tindak penyalahgunaan bahan NAPZA akan
menyebabkan perilaku gejala putus obat pada proses rehabilitasi pengguna. Hal ini akan
menyebabkan sistem saraf yang menghasilkan rasa cemas, kejang otot, hingga perubahan
perilaku. Untuk mempermudah proses detoksifikasi, pasien biasanya diberikan obat analgesik
untuk meredakan nyeri neuropatik tersebut, contohnya Methadone. Namun, obat ini
umumnya memiliki harga yang kurang terjangkau, dan bagi pasien yang kurang mampu
harus dapat menahan gejala putus obat dengan kemampuan internal pasien. Bahkan, efek
samping dari obat Methadone dapat menimbulkan hipotensi ortostatik, halusinasi, hingga
kematian akibat overdosis.
Keberadaan jamu penurun ketegangan saraf sudah terbukti secara empiris terkait
penggunaannya di Surakarta, Jawa Tengah. Secara sosial budaya, masyarakat Indonesia
sangat mudah menerima keberadaan obat herbal, mengingat hampir tidak ada efek samping
yang dapat membahayakan secara signifikan dan memiliki harga yang relatif terjangkau.
Pada penelitian ini, formula yang telah disusun akan dibuktikan secara saintifik sehingga
dapat meningkatkan kualitas produk secara ekonomi dan industri herbal secara keseluruhan.
Dengan memanfaatkan zat aktif dari biji pala (Myristica fragrans), Jahe (Zingiber officinale),
Cengkeh (Syzygium aromaticum), tentunya jamu penurun ketegangan saraf ini dapat menjadi
alternatif dalam pengobatan neuropatik dan proses detosifikasi pada rehabilitasi pengguna
NAPZA.
1
1.2 Ruang Lingkup Studi
Tabel 1.1 Ruang Lingkup Studi Kelayakan Produk Obat Herbal Penurun Ketegangan Saraf
Ruang Lingkup Studi Kelayakan Produk : Obat Herbal Penurun Ketegangan Saraf
Deskripsi Produk Obat herbal yang berfungsi untuk
menurunkan ketegangan saraf dan nyeri
neuropatik yang tidak mengandung senyawa
kimia berbahaya, mudah digunakan, dan
memiliki harga relatif terjangkau
Target Posisi Produk Pengobatan alternatif dalam penyakit
neuropatik
Target Pasar Pasien Penyakit Neuropatik
Peserta Rehabilitasi NAPZA
Konsumsi Personal, umumnya
pengguna dengan usia produktif
keatas
Tantangan Produk Produk obat kimia yang sudah eksis
terlebih dahulu.
Persepsi masyarakat terkait
pengobatan herbal yang dinilai lambat
Pemangku Kepentingan Konsumen Personal
Pusat Rehabilitasi NAPZA
Rumah Sakit/ Lembaga Riset
Kesehatan
Pusat Kesehatan Masyarakat
Badan Narkotika Nasional RI
BPOM RI
Kementerian Kesehatan RI
Distributor/ Logistik
Petani Bahan Baku
2
BAB 2
ANALISIS ASPEK PASAR
Produk obat herbal penurun ketegangan saraf ini akan diarahkan untuk
menggarap segmen pasar usia 18 tahun keatas. Segmen ini dipilih berdasarkan data
dari Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2018 yang mengemukakan bahwa
sebanyak 26,74% penderita penyakit neuropatik berasal dari usia produktif. Bahkan,
rata-rata penderita penyakit neuropatik di Asia Tenggara mencapai 20,38%
(Technavio, 2016). Mengingat saat ini jumlah penduduk Indonesia adalah terbesar
keempat di dunia dan 67,6% penduduk adalah usia produktif, hal ini akan menjadi
peluang yang sangat besar dalam pemasaran produk obat herbal penurun ketegangan
saraf.
Secara umum, target pasar dari produk obat herbal penurun ketegangan saraf
adalah pengguna dengan usia produktif ke atas. Adapun karakterisasi dari usia
produktif ke atas yang dimaksud adalah :
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik RI, penduduk Indonesia mencapai
265 juta jiwa pada tahun 2018. Dengan jumlah usia produktif mencapai lebih dari 177
juta jiwa dan prevalensi penderita penyakit neuropatik hingga diatas 20%, hal ini
dapat membuka peluang yang sangat besar terhadap pengobatan alternatif mengingat
masih sedikitnya pengobatan penyakit neuropatik secara sintetik maupun alamiah.
Adapun pada pengobatan sintetik selain harga yang relatif mahal seringkali
3
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan seperti gangguna fisiologis dan
dapat menimbulkan kecederungan sifat adiktif, sehingga masyarakat juga merasa
perlu adanya alternatif pengobatan yang minim efek samping dan relatif terjangkau.
Produk obat herbal penurun ketegangan saraf ini juga selain tidak memberikan
efek samping yang berarti dan dapat digunakan sebagai tindakan pemeliharan sistem
saraf atau prevensi penyakit neuropatik, penggunaan produk ini bisa sebagai alternatif
pengobatan dalam proses detoksifikasi yang dilakukan bagi peserta rehabilitasi
NAPZA. Seringkali keluhan yang dihadapi oleh peserta rehabilitasi NAPZA adalah
nyeri neuropatik akibat kondisi gejala putus obat dan permasalahan muncul ketika
pengobatan kimia sintetik yang dilakukan bersifat terbatas mengingat sifat adiktif
yang dapat kembali muncul apabila penggunaan berlebihan. Dengan adanya
pengobatan alternatif obat herbal penurun ketegangan saraf, produk ini dapat
menggarap kerja sama dengan pemerintah, terutama dengan Badan Nasional
Narkotika dengan prospek kerja sama hingga 19 ribu peserta rehabilitasi
(REPUBLIKA, 2018).
4
Tabel 2.2 Daftar Penawaran Produk Obat Herbal Penurun Ketegangan Saraf
2.3.1 Benchmarking
5
Gambar 2.1 Dolophine Methadone
(Sumber : https://www.webmd.com/drugs/2/drug-4101/dolophine-oral/details)
Codikaf adalah obat jenis narkotik yang dijual untuk keperluan medis,
khususnya mengurangi rasa sakit atau bersifat analgesik. Produk ini sebelumnya
sempat dijual bebas secara terbatas, namun kemudian diperketat akibat
penyalahgunaan yang seringkali ditemukan. Efek samping obat ini dapat
menimbulkan sifat adiksi yang jauh lebih kuat dibanding Methadone dan seringkali
digunakan untuk penyalagunaan NAPZA.
6
Produk ini umumnya diberikan kepada pasien yang mengalami stress dan tekanan
hingga merasa nyeri berberapa bagian tubuh. Efek samping dari obat ini dapat
menimbulkan konstipasi, efek sedasi, hingga masalah pada hati/liver.
7
Tabel 2.3 Perbandingan Produk terhadap Penawaran Fungsi Obat Herbal Penurun Ketegangan Saraf
Nilai Perbandingan
Satuan Kompetitor
No. Fungsi Dimensi Pengukuran
Pengukuran Dolophine Codikaf Prothiaden 25 Phenobarbital
Methadone Codein
Regulasi Produk
Standar presentase
1
komposisi senyawa Ada/Tidaknya
Ada Ada Ada Ada
Standar Penggunaan Lisensi
2
Produk
Komposisi senyawa yang % Massa
3 0 0 0 0
dilarang
Komposisi senyawa non % Massa
4 0 0 0 0
halal
Retailing Product
Properti Produk
Fungsi Produk
7
8
9 Konsentrasi Senyawa
ppm 0 0 0 0
10 Fenolik
11
12
No. Fungsi Dimensi Pengukuran Satuan Nilai Perbandingan
8
Pengukuran Kompetitor
Dolophine Codikaf Prothiaden 25 Phenobarbital
Methadone Codein
Persepsi Produk
13 Konsentrasi Gingerol dan
ppm 0 0 0 0
14 Shogaol
15 Waktu Bioavailibilitas Menit 480 – 3540 240 – 360 480 – 720 300 – 720
Presentase Komposisi
16 % Massa 100% 99,5% 100% 100%
Senyawa Kimia Obat
17 Konsentrasi Senyawa
ppm 0 0 0 0
18 Fenolik
9
2.3.2 Analisis Produk Herbal Penurun Ketegangan Saraf
10
Tabel 2.4 Perbandingan Nilai Produk Herbal Penurun Ketegangan Saraf dengan Marginal Produk
11
BAB 3
ANALISIS ASPEK KEUANGAN
Penggunaan produk obat herbal penurun ketegangan saraf ini dapat menjadi
obat alternatif yang digunakan dalam jangka panjang sehingga penggunaannya akan
dipusatkan di pusat rehabilitasi NAPZA dan Puskesmas di DKI Jakarta. Berdasarkan
data dari Badan Narkotika Nasional RI, terdapat 867 peserta rehabilitasi NAPZA di
DKI Jakarta sepanjang tahun 2018. Apabila ditambah dengan data Puskesmas di DKI
Jakarta sebanyak 321 unit dengan kapasitas 850 orang per hari dengan prevalensi
50%, maka didapatkan untuk penggunaan 2 kali sehari untuk 4 hari dalam seminggu
dapat digunakan sebanyak 26.526.528 dosis. Dengan asumsi bahwa kapasitas pabrik
pada tahap awal produksi adalah 10% dari penggunaan, maka skala pilot plant yang
memenuhi 20% dari total produksi akan menghasilkan kapasitas di kisaran 550.000
dosis. Adapun pertimbangan terhadap pemilihan daerah DKI Jakarta sebagai tempat
uji pemasaran hasil produksi pilot plant obat herbal penurun ketegangan saraf adalah
faktor lokasi produksi yang berada di Depok, Jawa Barat, dan faktor aproksimasi
jumlah pengguna yang merupakan usia kelas pekerja ke atas.
12
Tabel 3.4 Komponen Harga Produk
Harga Rata-Rata Presentase Harga per
Komponen Harga
per Tahun Komponen (%) Komponen
Rp
Investasi Kapital 44.96 Rp 3.147.06
845.539.479
Rp
Bahan Baku 25.24 Rp 1.766.72
474.675.000
Rp
Biaya Buruh 7.98 Rp 558.29
150.000.000
Rp
Utility 4.47 Rp 312.64
84.000.000
Rp
Biaya Pemeliharaan 0.32 Rp 22.33
6.000.000
Rp
Patent & Royalti 0.09 Rp 6.14
1.650.000
Rp
Pajak 0.04 Rp 2.75
740.000
Rp
Asuransi 1.32 Rp 92.56
24.867.921
Peralatan Rp
0.03 Rp 1.86
Keselamatan Kerja 500.000
Rp
Media dan Publikasi 3.01 Rp 210.66
56.600.000
Rp
Bunga Pinjaman 6.59 Rp 461.13
123.895.471
Pengembangan Rp
5.58 Rp 390.80
Produk 105.000.000
Rp
Biaya Distribusi 0.39 Rp 27.04
7.265.800
Rp
TOTAL HARGA 100.00 Rp 7.000.00
1.880.733.672
Investasi Kapital
Bahan Baku
Biaya Buruh
Utility
Biaya Pemeliharaan
Patent & Royalti
Pajak
Asuransi
Peralatan Keselamatan Kerja
Media dan Publikasi
Bunga Pinjaman
Pengembangan Produk
13
3.2 Kebutuhan Dana Investasi
Dalam perencanaannya, biaya investasi akan didanai oleh pendanaan LPDP-
RISPRO, namun untuk meningkatkan perhitungan aproksimasi akan digunakan
asumsi bahwa pendanaan dari pinjaman bank dan investor. Adapun berberapa asumsi
perencanaan terhadap estimasi biaya kapital pilot plant obat herbal penurun
ketegangan saraf ini seperti :
Pilot Plant obat herbal penurun ketegangan saraf akan dibangun pada
Januari 2021.
Harga tukar 1 US$ ke mata uang rupiah sebesar Rp 14.500,-
Seluruh peralatan yang digunakan mengalami depresiasi harga.
Perencanaan produksi dan pengembangan yang dilakukan di pilot plant
selama 10 tahun.
Periode Produksi dimulai dari tahun 2021 hingga 2030.
Dalam satu tahun, kegiatan produksi akan dilakukan sebanyak 315 hari
kerja.
Dalam 1 hari dapat diproduksi 2063 kemasan kecil (15 mL) atau setara 30
Liter produksi obat herbal penurun ketegangan saraf.
Untuk alat produksi akan dibeli pada tahun 2020. Hal ini dilakukan
untuk keperluan penelitian sebelum uji produksi dilakukan. Adapun
perhitungan pembelian alat berdasarkan Annual Index of Chemical Equipment
Price Change yang ditunjukan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Annual Index of Chemical Equipment Price Change
Year CEPCI
1995 381.1
1996 381.7
1997 386.5
1998 389.5
1999 390.6
2000 394.1
2001 394.3
2002 400.1
2003 420.5
2005 458.2
2006 499.6
2007 525.4
2008 560
2009 540.3
2010 550.8
(Sumber: www.chemengonline.com)
14
600
y = 13.32x - 26229
500 R² = 0.875
Index Value
400
300
200
100
0
1990 1995 2000 2005 2010 2015
Year
Berdasarkan harga indeks alat yang didapatkan, maka tabel 3.4 menunjukan
harga alat ketika dari penjual alat dalam harga Free on Board (FOB).
Diasumsikan penjual alat adalah produsen alat langsung sehingga bare module
factor bernilai 1.
Tabel 3.4 Harga Pembelian Alat Produksi Tahun 2020 dan 2021
Rp Rp Rp Rp
Pembelian Mixer 1
2 75.000.000 76.470.482 750.000 77.220.482
Pembelian
Rp Rp Rp Rp
Vaccum 1
3 150.000.000 152.940.964 6.000.000 158.940.964
Evaporator
Pembelian Unit Rp Rp Rp Rp
1
4 Refluks 50.000.000 50.980.321 6.000.000 56.980.321
Pembelian Unit Rp Rp Rp Rp
1
5 Filtrasi 30.000.000 30.588.193 6.000.000 36.588.193
Pembelian Unit Rp Rp Rp Rp
1
6 Grinding 30.000.000 30.588.193 750.000 31.338.193
*Urutan Biaya Transportasi : Indonesia (Rp 750.000), Tiongkok (Rp 2.000.000), Eropa (Rp 6.000.000)
15
Tabel 3.4 Harga Pembelian Alat Produksi Tahun 2020 dan 2021 (Lanjt.)
Pembelian Rp Rp Rp Rp
2
8 Storage Tank 15.000.000 15.294.096 2.000.000 32.588.193
Pembelian Unit Rp Rp Rp Rp
1
9 Packaging 50.000.000 50.980.321 2.000.000 52.980.321
Rp
Total Biaya Pembelian Alat
598.685.503
*Urutan Biaya Transportasi : Indonesia (Rp 750.000), Tiongkok (Rp 2.000.000), Eropa (Rp 6.000.000)
16
Tabel 3.5 Harga Pembelian Alat Penunjang Produksi (Lanjt.)
Alat Penunjang Unit Harga Alat Total Pembelian
Rp Rp
Dispenser 1
800.000 800.000
Rp Rp
Truk 1
115.200.000 115.200.000
Rp
Other Facilities 10% dari total biaya alat
19.962.500
Rp
Total Biaya Pembelian Alat Penunjang
219.587.500
Biaya Utilitas
Biaya utilitas terdiri atas listrik yang disuplai dari Perusahaan Listrik
Negara (PLN) sebesar 680 VA hingga 200 KVA dan air yang disuplai dari
PDAM Kota Depok. Total biaya yang diperlukan mencapai Rp 7.000.000.
Adapun harga tersebut adalah estimasi dari biaya energi yang dibutuhkan oleh
alat-alat produksi dan kebutuhan air. Untuk biaya instalasi utilitas diperkirakan
mencapai Rp 15.000.000.
Biaya paten dan desain produk dengan merek adalah biaya yang
diperlukan untuk perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual obat herbal
penurun ketegangan saraf. Adapun biaya yang diperlukan secara rinci
diperlihatkan pada tabel 3.6. Biaya yang diperlukan didasarkan dari harga
yang ditetapkan dari Kementerian Hukum dan HAM RI dan pagu inkubator
bisnis Universitas Indonesia.
Tabel 3.6 Biaya Paten. Desain Produk. dan Merek
Biaya Paten
Unit Biaya yang Diperlukan
Rp
Permohonan Paten
3.450.000
Rp
Biaya Klaim HKI
1.100.000
Rp
Permohonan Surat Prioritas HKI
4.000.000
17
Unit Biaya yang Diperlukan
Rp
Permohonan Lisensi Lengkap
1.500.000
Rp
Permohonan Salinan Sertifikat HKI
150.000
Rp
Permohonan Pertimbangan Ahli
100.000
Rp
Pemeriksaan Substantif
5.000.000
Biaya Desain Produk
Registrasi Desain Proses Industri Rp 500.000
Biaya Sertifikasi Desain Proses Rp 2.500.000
Biaya Merek
Permohonan Lisensi Merek Rp 1.500.000
Biaya Registrasi Merek Rp 500.000
Biaya Pernyataan Merek secara Tertulis Rp 2.500.000
Total Biaya Keseluruhan Rp 25.300.000
18
Tabel 3.8 Biaya Kapital Operasional
Jenis Biaya Kapital Biaya yang diperlukan
Alat Produksi Rp 578.685.504
Konstruksi Rp 750.000.000
Instalasi Utilitas Rp 15.000.000
Alat Penunjang Rp 219.587.500
Penelitian Pemasaran Rp 28.200.000
Paten. Desain Produk. dan Merek Rp 25.300.000
Kapital Operasional Rp 224.384.793
Total Biaya Kapital Rp 2.132.176.938
Maka, biaya investasi kapital yang diperlukan untuk pembangunan pilot plant
obat herbal ketegangan saraf diperkirakan mencapai Rp 2.041.008.188.
Biaya Buruh
19
Tabel 3.10 Biaya Buruh
Posisi Jumlah Gaji Biaya Total Gaji Gaji Buruh
(org) Pokok Lembur Bulanan per Tahun
Staf Rp Rp Rp Rp
1
Produksi 3.600.000 400.000 4.000.000 50.000.000
Staff Rp Rp Rp Rp
1
Pengemasan 3.600.000 400.000 4.000.000 50.000.000
Staff
Rp Rp Rp Rp
Kontrol 1
3.600.000 400.000 4.000.000 50.000.000
Kualitas
Total Rp
3 Total Biaya Buruh per Tahun
Pekerja 150.000.000
Biaya Pemeliharaan
Biaya Paten
20
Tabel 3.12 Biaya Paten
Biaya Biaya per Total Biaya Total Biaya
Tahun Dasar (Rp) Total Klaim
Klaim (Rp) Klaim (Rp) (Rp)
(Sumber: http://www.dgip.go.id/tarif-paten)
Pajak Operasional
Adapun untuk pajak yang dikenakan pada industri obat herbal penurun
ketegangan saraf dalam skala pilot plant dalam operasionalnya adalah pajak
bumi dan bangunan berdasarkan peraturan daerah kota Depok terkait PBB dan
pajak penghasilan bagi setiap penerima gaji. Untuk besaran pajak bumi dan
bangunan kota Depok menyesuaikan dengan besaran pajak yang ditetapkan
oleh DKI Jakarta, sehingga besaranya adalah 0.1% dari nilai jual kena pajak.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
16/PJ/2016, Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 dan No.
102/PMK.010/2016 mengatur terkait tarif pajak yang harus dikenakan pada
pekerja pabrik. Dengan mengasumsikan setiap pembayar pajak memiliki 1
orang istri dan 1 orang anak, maka besaran yang terkena pajak adalah diatas
Rp 63.000.000. Maka dari itu, dengan penghasilan pekerja di pilot plant obat
herbal penurun ketegangan saraf ini tidak lebih dari Rp 50.000.000 tidak dapat
dikenakan pajak penghasilan. Tabel 3.13 menunjukan perincian pajak bumi
dan bangunan yang dikenakan pada pilot plant.
21
Tabel 3.13 Biaya Pajak
Deskripsi Pajak Besar Biaya
Nilai Jual Objek Pajak Rp 750.000.000
NJOP Tidak Kena Pajak Rp 10.000.000
Nilai Jual Kena Pajak Rp 740.000.000
Besaran PBB (0.1% NJKP) Rp 740.000
Sehingga besaran pajak operasional yang harus dibayarkan sebesar Rp
740.000.
Asuransi
22
Tabel 3.15 Biaya Peralatan Keselamatan Kerja
Tipe Asuransi Unit Besar Biaya
Kotak P3K beserta isi 2 Rp 200.000
Isi alat pemadam
1 Rp 300.000
kebakaran
Total Biaya Asuransi per Tahun Rp 500.000
Biaya Distribusi
23
Tabel 3.17 Biaya Konsumsi Bensin
Total Jarak Total Waktu Kebutuhan Bensin Biaya Bensin
Area Dari Menuju Waktu (Jam)
(Km) (Jam) (L) (Rp)
65
Pilot Plant Bekasi 1.625 6.5 42.250.00
42
Bekasi Jakarta Timur 1.05 4.2 27.300.00
22
Jakarta Timur Jakarta Pusat 0.55 2.2 14.300.00
24
Jakarta Pusat Jakarta Utara 0.6 2.4 15.600.00
35
Jakarta Utara Jakarta Barat 0.875 3.5 22.750.00
Jabodetabek 10.3
41
West Jakarta Tangerang 1.025 4.1 26.650.00
55
Tangerang Jakarta Selatan 1.375 5.5 35.750.00
43
Jakarta Selatan Depok 1.075 4.3 27.950.00
45
Depok Bogor 1.125 4.5 29.250.00
40
Bogor Pilot Plant 1 4 26.000.00
24
Tabel 3.18 Biaya Pengemudi Distribusi
Biaya Biaya
Jumlah Waktu Biaya Total
Area Besaran Biaya Pengemud Overtime Tempat
Pengemudi (Jam) Makan Biaya
i Tinggal
http://www.driverguards.com Rp Rp Rp Rp
Jabodetabek Rp 200.000/10 Jam 1 10.3 0
200.000 10.000 150.000 360.000
Overtime Rp 10.000/Jam
Total Biaya Pengemudi per Bulan 360.000
Total Biaya Pengemudi per Tahun 4.320.000
25
Total biaya distribusi merupakan keseluruhan biaya baik biaya konsumsi
bensin dan biaya pengemudi distribusi sehingga didapatkan biaya distribusi
setiap tahunnya sebesar Rp 7.265.800.
Bunga Pinjaman
26
Tabel 3.20 Rincian Pelunasan Pinjaman dari Investor
Besar Pinjaman
Pembayaran Total
Tahun Pinjaman Besar Bunga setelah
Pinjaman Pembayaran
Awal Pembayaran
Rp Rp
0
639.653.081 639.653.081
Rp Rp Rp Rp Rp
1
639.653.081 76.758.370 63.965.308 140.723.678 575.687.773
Rp Rp Rp Rp Rp
2
575.687.773 69.082.533 63.965.308 133.047.841 511.722.465
Rp Rp Rp Rp Rp
3
511.722.465 61.406.696 63.965.308 125.372.004 447.757.157
Rp Rp Rp Rp Rp
4
447.757.157 53.730.859 63.965.308 117.696.167 383.791.849
Rp Rp Rp Rp Rp
5
383.791.849 46.055.022 63.965.308 110.020.330 319.826.541
Rp Rp Rp Rp Rp
6
319.826.541 38.379.185 63.965.308 102.344.493 255.861.233
Rp Rp Rp Rp Rp
7
255.861.233 30.703.348 63.965.308 94.668.656 191.895.924
Rp Rp Rp Rp Rp
8
191.895.924 23.027.511 63.965.308 86.992.819 127.930.616
Rp Rp Rp Rp Rp
9
127.930.616 15.351.674 63.965.308 79.316.982 63.965.308
Rp Rp Rp Rp Rp
10
63.965.308 7.675.837 63.965.308 71.641.145 -
Berikut pada tabel 3.21 menunjukan biaya operasional pilot plant obat
herbal penurun ketegangan saraf yang akan dibangun dari tahun 2021 hingga
tahun 2030.
27
Tabel 3.21 Rincian Biaya Operasional Pilot Plant
28
Tabel 3.21 Rincian Biaya Operasional Pilot Plant (lanjt.)
BIAYA PEMELIHARAAN
Rp 99.390.451 Rp 99.390.451 Rp 99.390.451 Rp 99.390.451 Rp 99.390.451
29
3.3 Proyeksi Keuangan
3.3.1 Depresiasi
2021 Rp 126.826.924
2022 Rp 114.659.150
2023 Rp 103.750.919
2024 Rp 93.968.618
2025 Rp 74.561.782
2026 Rp 77.317.208
2027 Rp 70.246.313
2028 Rp 63.895.189
2029 Rp 58.187.875
2030 Rp 53.056.518
30
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Mixer
77.220.482 8.278.036 68.942.446 7.390.630 61.551.816 6.598.355 54.953.462
Pembelian Vaccum Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Evaporator 158.940.964 17.038.471 141.902.493 15.211.947 126.690.546 13.581.227 113.109.319
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Refluks
56.980.321 6.108.290 50.872.031 5.453.482 45.418.549 4.868.868 40.549.681
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Filtrasi
36.588.193 3.922.254 32.665.939 3.501.789 29.164.150 3.126.397 26.037.753
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Grinding
31.338.193 3.359.454 27.978.739 2.999.321 24.979.418 2.677.794 22.301.624
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Pendingin
123.102.771 13.196.617 109.906.154 11.781.940 98.124.215 10.518.916 87.605.299
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Storage Tank
32.588.193 3.493.454 29.094.739 3.118.956 25.975.783 2.784.604 23.191.179
31
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Packaging
52.980.321 5.679.490 47.300.831 5.070.649 42.230.182 4.527.076 37.703.106
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total
631.665.825 67.714.576 563.951.249 60.455.574 503.495.675 53.974.736 449.520.939
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Mixer
77.220.482 54.953.462 5.891.011 49.062.450 5.259.495 43.802.956 4.695.677
Pembelian Vaccum Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Evaporator 158.940.964 113.109.319 12.125.319 100.984.000 10.825.485 90.158.515 9.664.993
32
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Refluks
56.980.321 40.549.681 4.346.926 36.202.755 3.880.935 32.321.820 3.464.899
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Filtrasi
36.588.193 26.037.753 2.791.247 23.246.506 2.492.025 20.754.481 2.224.880
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Grinding
31.338.193 22.301.624 2.390.734 19.910.890 2.134.447 17.776.443 1.905.635
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Pendingin
123.102.771 87.605.299 9.391.288 78.214.011 8.384.542 69.829.469 7.485.719
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Storage Tank
32.588.193 23.191.179 2.486.094 20.705.084 2.219.585 18.485.499 1.981.646
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Packaging
52.980.321 37.703.106 4.041.773 33.661.333 3.608.495 30.052.838 3.221.664
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total
631.665.825 449.520.939 48.188.645 401.332.294 43.022.822 358.309.472 38.410.775
33
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Mixer
77.220.482 4.192.300 34.914.979 3.742.886 31.172.093 3.341.648 27.830.445
Pembelian Vaccum Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Evaporator 158.940.964 8.628.906 71.864.617 7.703.887 64.160.730 6.878.030 57.282.700
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Refluks
56.980.321 3.093.462 25.763.459 2.761.843 23.001.616 2.465.773 20.535.843
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Filtrasi
36.588.193 1.986.373 16.543.227 1.773.434 14.769.793 1.583.322 13.186.471
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Grinding
31.338.193 1.701.351 14.169.457 1.518.966 12.650.492 1.356.133 11.294.359
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Pendingin
123.102.771 6.683.250 55.660.500 5.966.806 49.693.694 5.327.164 44.366.530
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Storage Tank
32.588.193 1.769.213 14.734.641 1.579.553 13.155.087 1.410.225 11.744.862
34
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Pembelian Unit Packaging
52.980.321 2.876.302 23.954.872 2.567.962 21.386.910 2.292.677 19.094.233
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total
631.665.825 34.293.140 285.605.556 30.616.916 254.988.641 27.334.782 227.653.858
Tahun 10
Alat Produksi Nilai Awal Besar
Nilai Akhir
Depresiasi
Rp Rp Rp
Pembelian Mixer
77.220.482 2.983.424 24.847.021
Pembelian Vaccum Rp Rp Rp
Evaporator 158.940.964 6.140.705 51.141.994
35
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Tahun 10
Alat Produksi Nilai Awal Besar
Nilai Akhir
Depresiasi
Rp Rp Rp
Pembelian Unit Refluks
56.980.321 2.201.442 18.334.400
Rp Rp Rp
Pembelian Unit Filtrasi
36.588.193 1.413.590 11.772.882
Rp Rp Rp
Pembelian Unit Grinding
31.338.193 1.210.755 10.083.604
Rp Rp Rp
Pembelian Unit Pendingin
123.102.771 4.756.092 39.610.438
Rp Rp Rp
Pembelian Storage Tank
32.588.193 1.259.049 10.485.813
Rp Rp Rp
Pembelian Unit Packaging
52.980.321 2.046.902 17.047.331
Rp Rp Rp
Total
631.665.825 24.404.494 203.249.365
36
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Bangunan Pilot Plant 600.000.000 18.840.000 581.160.000 18.248.424 562.911.576 17.675.423 545.236.153
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total 600.000.000 18.840.000 581.160.000 18.248.424 562.911.576 17.675.423 545.236.153
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Bangunan Pilot Plant 600.000.000 17.120.415 528.115.737 16.582.834 511.532.903 16.062.133 495.470.770
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total 600.000.000 17.120.415 528.115.737 16.582.834 511.532.903 16.062.133 495.470.770
37
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Bangunan Pilot Plant 600.000.000 15.557.782 479.912.988 15.069.268 464.843.720 14.596.093 450.247.627
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total 600.000.000 15.557.782 479.912.988 15.069.268 464.843.720 14.596.093 450.247.627
Tahun 10
Alat Produksi Nilai Awal Besar
Nilai Akhir
Depresiasi
Rp Rp Rp
Bangunan Pilot Plant 600.000.000 14.137.775 436.109.852
Rp Rp Rp
Total 600.000.000 14.137.775 436.109.852
38
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Genset 65.000.000 11.921.000 58.032.000 10.643.069 51.810.970 9.502.132 46.256.834
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Papan Tulis 500.000 91.700 446.400 81.870 398.546 73.093 355.822
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Laptop 15.000.000 2.751.000 13.392.000 2.456.093 11.956.378 2.192.800 10.674.654
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Lampu 450.000 82.530 401.760 73.683 358.691 65.784 320.240
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Meja 2.000.000 366.800 1.785.600 327.479 1.594.184 292.373 1.423.287
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Kursi 600.000 110.040 535.680 98.244 478.255 87.712 426.986
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Tempat Sampah 75.000 13.755 66.960 12.280 59.782 10.964 53.373
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Dispenser 800.000 146.720 714.240 130.992 637.673 116.949 569.315
39
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Truk 115.200.000 21.127.680 102.850.560 18.862.793 91.824.980 16.840.701 81.981.342
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Fasilitas lainnya 19.962.500 3.661.123 17.822.520 3.268.650 15.911.946 2.918.251 14.206.185
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total 219.587.500 40.272.348 196.047.720 35.955.152 175.031.404 32.100.760 156.268.038
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Genset 65.000.000 8.483.503 41.298.101 4.427.156 36.870.945 6.762.131 32.918.379
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Papan Tulis 500.000 65.258 317.678 34.055 283.623 52.016 253.218
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Laptop 15.000.000 1.957.732 9.530.331 1.021.651 8.508.680 1.560.492 7.596.549
40
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Lampu 450.000 58.732 285.910 30.650 255.260 46.815 227.896
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Meja 2.000.000 261.031 1.270.711 136.220 1.134.491 208.066 1.012.873
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Kursi 600.000 78.309 381.213 40.866 340.347 62.420 303.862
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Tempat Sampah 75.000 9.789 47.652 5.108 42.543 7.802 37.983
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Dispenser 800.000 104.412 508.284 54.488 453.796 83.226 405.149
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Truk 115.200.000 15.035.378 73.192.942 7.846.283 65.346.659 11.984.577 58.341.497
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Fasilitas lainnya 19.962.500 2.605.414 12.683.282 1.359.648 11.323.634 2.076.755 10.109.741
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total 219.587.500 28.659.558 139.516.104 14.956.126 124.559.978 22.844.300 111.207.148
41
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Genset 65.000.000 6.037.231 29.389.529 5.390.040 26.238.972 4.812.227 23.426.154
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Papan Tulis 500.000 46.440 226.073 41.462 201.838 37.017 180.201
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Laptop 15.000.000 1.393.207 6.782.199 1.243.855 6.055.147 1.110.514 5.406.036
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Lampu 450.000 41.796 203.466 37.316 181.654 33.315 162.181
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Meja 2.000.000 185.761 904.293 165.847 807.353 148.069 720.805
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Kursi 600.000 55.728 271.288 49.754 242.206 44.421 216.241
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Tempat Sampah 75.000 6.966 33.911 6.219 30.276 5.553 27.030
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Dispenser 800.000 74.304 361.717 66.339 322.941 59.227 288.322
42
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Truk 115.200.000 10.699.831 52.087.289 9.552.809 46.503.531 8.528.748 41.518.353
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Fasilitas lainnya 19.962.500 1.854.126 9.025.977 1.655.364 8.058.392 1.477.909 7.194.532
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total 219.587.500 20.395.391 99.285.742 18.209.005 88.642.310 16.257.000 79.139.855
Tahun 10
Alat Produksi Nilai Awal Besar
Nilai Akhir
Depresiasi
Rp Rp Rp
Genset 65.000.000 4.296.357 20.914.870
Rp Rp Rp
Papan Tulis 500.000 33.049 160.884
Rp Rp Rp
Laptop 15.000.000 991.467 4.826.508
43
Tabel 3.23 Rincian Depresiasi Pilot Plant (lanjt.)
Tahun 10
Alat Produksi Nilai Awal Besar
Nilai Akhir
Depresiasi
Rp Rp Rp
Lampu 450.000 29.744 144.795
Rp Rp Rp
Meja 2.000.000 132.196 643.534
Rp Rp Rp
Kursi 600.000 39.659 193.060
Rp Rp Rp
Tempat Sampah 75.000 4.957 24.133
Rp Rp Rp
Dispenser 800.000 52.878 257.414
Rp Rp Rp
Truk 115.200.000 7.614.466 37.067.585
Rp Rp Rp
Fasilitas lainnya 19.962.500 1.319.477 6.423.278
Rp Rp Rp
Total 219.587.500 14.514.249 70.656.062
44
3.3.2 Cash Flow
Tahun
Presentase produk yang diestimasi terjual
Pendapatan Penjualan
Biaya Operasional
Biaya Pemeliharaan
Besaran Depresiasi
Pengeluaran Kas = Biaya Operasional + Biaya Pemeliharaan
Pengeluaran Total = Pengeluaran Kas + Besaran Depresiasi
Penghasilan Bruto = Pendapatan Penjualan – Pengeluaran Kas
Penghasilan Kena Pajak = Pendapatan Penjualan – Pengeluaran Total
Pajak = 10% PPN setiap Produk terjual + 0,3% Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Bersih = Penghasilan Bruto – Pajak
Aliran Kas Kumulatif
Adapun besaran pajak yang digunakan mengacu pada besaran tarif yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 22.
45
Table 3.24 Aliran Kas Kumulatif
Rp
75% 412500 Rp 2.887.500.000 Rp 1.106.386.766 Rp 114.659.150 Rp 1.205.777.216 Rp 1.320.436.366
2 2022 99.390.451
Rp
90% 495000 Rp 3.465.000.000 Rp 1.083.860.316 Rp 103.750.919 Rp 1.183.250.767 Rp 1.287.001.686
3 2023 99.390.451
Rp Rp
100% 550000 Rp 3.850.000.000 Rp 1.061.333.867 Rp 1.160.724.317 Rp 1.254.692.935
4 2024 99.390.451 93.968.618
Rp Rp
100% 550000 Rp 3.850.000.000 Rp 1.038.807.418 Rp 1.138.197.868 Rp 1.212.759.651
5 2025 99.390.451 74.561.782
Rp Rp
100% 550000 Rp 3.850.000.000 Rp 1.018.530.968 Rp 1.117.921.419 Rp 1.195.238.627
6 2026 99.390.451 77.317.208
Rp Rp
100% 550000 Rp 3.850.000.000 Rp 996.754.519 Rp 1.096.144.969 Rp 1.166.391.283
7 2027 99.390.451 70.246.313
Rp Rp
100% 550000 Rp 3.850.000.000 Rp 974.228.069 Rp 1.073.618.520 Rp 1.137.513.709
8 2028 99.390.451 63.895.189
Rp Rp
100% 550000 Rp 3.850.000.000 Rp 952.201.620 Rp 1.051.592.071 Rp 1.109.779.946
9 2029 99.390.451 58.187.875
Rp Rp
100% 550000 Rp 3.850.000.000 Rp 930.925.171 Rp 1.030.315.621 Rp 1.083.372.140
10 2030 99.390.451 53.056.518
46
Tabel 3.24 Aliran Kas Kumulatif (lanjt.)
Penghasilan Kena Aliran Kas
Penghasilan Bruto Penghasilan Bersih NPV IRR ROI
Tahun Pajak Pajak Kumulatif
Rp Rp Rp Rp Rp
0 2020 (2.132.176.938) (2.132.176.938) - (2.132.176.938) (2.132.176.938)
Rp Rp Rp Rp
1 2021 696.696.335 569.869.411 Rp 194.209.608 502.486.726 (1.629.690.211)
Rp Rp Rp
Rp 1.567.063.634
2 2022 1.681.722.784 Rp 293.451.191 1.388.271.593 (241.418.618)
Rp Rp Rp
Rp 2.177.998.314
3 2023 2.281.749.233 Rp 353.033.995 1.928.715.238 1.687.296.620
Rp Rp Rp
Rp 2.595.307.065
4 2024 2.689.275.683 Rp 392.785.921 2.296.489.761 3.983.786.381
Rp Rp Rp Rp
Rp 2.637.240.349 62.48% 90.46%
5 2025 2.711.802.132 Rp 392.911.721 2.318.890.411 6.302.676.792 7.462.038.736
Rp Rp Rp
Rp 2.654.761.373
6 2026 2.732.078.581 Rp 392.964.284 2.339.114.297 8.641.791.089
Rp Rp Rp
Rp 2.683.608.717
7 2027 2.753.855.031 Rp 393.050.826 2.360.804.204 11.002.595.294
Rp Rp Rp
Rp 2.712.486.291
8 2028 2.776.381.480 Rp 393.137.459 2.383.244.021 13.385.839.315
Rp
Rp 2.740.220.054
9 2029 2.798.407.929 Rp 393.220.660 IDR 8.800.042.891 IDR 42.768.024.794
Rp
Rp 2.766.627.860
10 2030 2.819.684.379 Rp 393.299.884 IDR 13.373.602.374 IDR 56.141.627.169
47
Apabila dilihat dari gambar 3.3 dimana aliran kas tergambar dari tahun
pertama hingga tahun kesepuluh, terlihat bahwa pada tahun pertama hingga tahun
kedua belum memiliki nilai penjualan produk yang optimal. Hal ini karena keadaan
pilot plant yang masih dikembangkan secara proses dan masih dalam proses uji
masyarakat. Adapun setelah tahun ketiga diharapkan dapat mendekati titik penjualan
optimal. Hasil kumulatif akhir merupakan gabungan kumulatif aliran kas dengan
besaran sisa investasi setelah depresiasi.
Aliran Kas
Rp4,000,000,000
Rp3,000,000,000
Rp2,000,000,000
Rp1,000,000,000
Pendapatan Bruto
Rp0 Pendapatan Bersih
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
-Rp1,000,000,000
-Rp2,000,000,000
-Rp3,000,000,000
Tahun
48
BAB 4
ANALISIS ASPEK HUKUM DAN EKONOMI
49
4.1.2 Legalitas Industri Obat Tradisional
50
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.7 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat
Tradisional
o Menegaskan bahwa registrasi obat tradisional wajib untuk
mendapatkan sertifikasi izin layak edar dari BPOM RI.
o Menegaskan persyaratan yang telah ditetapkan BPOM RI.
Peraturan BPOM RI HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 terkait Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional (Draft Revisi tercatat 5 Oktober 2018)
o Setiap obat tradisional wajib untuk melampirkan bukti empiris dan/atau
bukti ilmiah yang telah diatur dalam peraturan.
o Izin edar diberikan apabila obat tradisional memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat, mutu, dan penandaan informasi pada produk yang
dapat diberikan dengan persyaratan bukti keamanan bahan baku, bukti
empiris/bukti ilmiah, persyaratan CPOTB terpenuhi, persyaratan mutu
yang diatur dalam peraturan, dan penandaan informasi secara objektif
dan lengkap yang telah diatur dalam peraturan.
o Bahan baku harus lulus uji stabilitas yang distandardisasi berdasarkan
Farmakope Herbal Indonesia, Materia Medika Indonesia, dan refrensi
ilmiah lainnya yang diakui.
o Standardisasi zat aktif obat tradisional wajib untuk diindentifikasi
kualitatif maupun kuantitatif terhadap bahan baku hingga produk jadi.
o Sediaan obat harus memenuhi persyaratan komposisi dan legalitas
bahan baku yang telah diatur dalam peraturan.
Peraturan BPOM RI HK.03.1.23.06.11.5296 Tahun 2011 tentang Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
o Memberikan penjelasan lengkap beserta rincian persyaratan dokumen
hingga teknis dokumentasi yang diperlukan selama operasional.
Peraturan Kepala BPOM RI No. 7 Tahun 2014 tentang Uji Toksisitas Obat
Tradisional secara In Vivo
o Memberikan penjelasan lengkap beserta rincian persyaratan dan tujuan
uji toksisitas yang harus dilakukan pada obat tradisional
Peraturan Kepala BPOM RI No.12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu
Obat Tradisional
o Memberikan penjelasan lengkap terkait persyaratan yang harus
dipenuhi terkait mutu produk obat tradisional
Peraturan Kepala BPOM RI No.5 Tahun 2016 tentang Penarikan dan
Pemusnahan Obat Tradisional
o Memberikan penjelasan lengkap terkait teknis penarikan dan
pemusnahan obat tradisional yang tidak memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan.
51
4.2 Analisis Keekonomian
Pasokan bahan baku jamu dari petani ke produsen tentu menjadi hal yang
krusial dalam industri jamu guna menjamin keberlangsungan produksi jamu tersebut.
Namun menurut Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto, jaminan bahan baku
masih menjadi permasalahan dalam industri jamu dalam negeri. Data dari kemenperin
menyebutkan bahwa saat ini Indonesia hanya memanfaatkan 350 jenis tanaman herbal
dari 30.000 jenis tanaman herbal untuk industri. Beberapa produsen menjadi enggan
untuk melakukan eksplorasi terhadap jenis bahan baku yang lain akibat tidak adanya
jaminan pasokan dari petani.
Selain itu, salah satu persoalan terkait produksi jamu di Indonesia yaitu proses
distribusi yang kurang sistematis. Untuk menjamin keberlangsungan produksi, perlu
ada jalur pemasaran yang jelas dan tepat sasaran. Proses dimulai dari bahan baku
petani yang dikumpulkan oleh pengepul dan lantas dibeli oleh pengusaha untuk diolah
menjadi produk jamu tertentu. Kemudian produsen dapat menjual langsung ke
konsumen atau melalui agen penjualan. Dengan berbagai platform media online yang
ada pada saat ini, produsen harus lebih kreatif kembali dalam memasarkan produknya.
Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh produsen yaitu memasukkan produknya ke
platform e-commerce khusus produk kesehatan yang dapat diakses oleh berbagai
orang di seluruh dunia. Dengan demikian, peningkatan omzet dan volume produksi
dapat terjadi dengan cepat.
Menurut Dwi Ranny Pertiwi Zarman, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu dan
Obat Tradisional (GP Jamu), tantangan yang nyata dihadapi oleh industri jamu terkait
proses distribusi ke hilir yaitu perihal melemahnya permintaan masyarakat. Bahkan
pada tahun 2017, pertumbuhan industri jamu tradisional tidak dapat menembus angka
52
5%. Kendati demikian, Indonesia masih memiliki potensi nilai penjualan jamu hingga
mencapai angka Rp 20 triliun untuk dalam negeri dan Rp 16 triliun untuk ekspor.
Oleh karena itu, Kemenperin sedang mengembangkan program khusus untuk
menyokong pertumbuhan industri pertanian di Indonesia dengan jalan mendorong
kemandirian di bidang teknologi, meningkatan kemampuan sumber daya manusia,
serta mengembangkan dan mengamankan pasar dalam negeri.
Pangsa pasar jamu dan obat herbal di Indonesia masih terus bersaing dengan
obat bebas komersial di pasaran. Berdasarkan data dari e-commerce produk kesehatan
dan kecantikan Gogobli, pangsa pasar obat tradisional pada 2017 di Indonesia
mencapai Rp 15 miliar, sedangkan obat bebas sebesar Rp 29,52 miliar. Walaupun
industri jamu sangat berpotensi untuk dikembangkan, tetapi masih ada beberapa
masyarakat yang memiliki trust issue dengan khasiat produk jamu. Untuk mengatasi
hal ini, perlu dilakukan trust building strategy guna mengubah pola pikir masyarakat
ke arah yang lebih baik. Berikut strategi ekonomi hilirasi yang akan diterapkan dalam
kegiatan pemasaran produk :
d. Strategi mengubah evaluasi masyarakat akan produk. Hal ini dilakukan dengan
mengaitkan produk dengan emosi positif yang tidak harus berkaitan dengan
produk itu sendiri. Misalkan, jamu telah digunakan di berbagai daerah sejak
zaman dahulu kala dan terbukti mampu menyembuhkan penyakit tertentu.
Dengan demikian, penilaian masyarakat akan produk tersebut akan meningkat.
e. Strategi mengubah intensi berperilaku. Alih-alih hanya ditujukan untuk
penderita penyakit, jamu bisa dikampanyekan untuk dikonsumsi oleh orang
biasa, misalnya untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan demikian,
masyarakat akan lebih termotivasi untuk mengonsumsi jamu.
53
BAB 5
ANALISIS PENERAPAN DAN DAMPAK HASIL RISET
Produk obat herbal penurun ketegangan saraf ini diharapkan dapat menurunkan biaya
penggunaan obat Methadone dalam proses detoksifikasi dan risiko adiktif yang dimiliki obat
tersebut. Ditargetkan penggunaan obat herbal penurun ketegangan saraf pada puskesmas dan
panti rehabilitasi NAPZA, dan diharapkan juga dapat memberikan penguatan pada program
rawat jalannya terutama yang membutuhkan pengobatan anti-depresan dan analgesik. Daerah
yang akan difokuskan utama merupakan provinsi DKI Jakarta dengan target cakupan
sebanyak 50% dapat menjadi sasaran penerapan produk obat herbal ketegangan saraf.
54
BAB 6
KESIMPULAN
Terdapat 4 jenis analisis yang dilakukan pada studi kelayakan ini yaitu :
Aspek pasar terhadap produk obat herbal penurun ketegangan saraf memiliki
potensi yang sangat besar dalam pengembangan pasarnya di Indonesia, terutama dengan
minimnya persaingan produk sejenis, dan akan menjadi metode pengobatan ikonik sebagai
ciri khas bangsa Indonesia.
Aspek keuangan dari produksi obat herbal penurun ketegangan saraf dilihat dari skala
Pilot Plant dengan cakupan wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dengan nilai jual 1 dosis
sebesar Rp 7.000, maka dihasilkan perhitungan rasio-rasio aspek keuangan sebagai berikut :
Sebagaimana produk obat herbal penurun ketegangan saraf merupakan jenis barang konsumsi
cepat/fast moving consumer goods, maka produk ini memiliki potensi ekonomi yang
menjanjikan dan memiliki kemampuan untuk berkembang di masa yang akan datang.
Secara hukum, industri obat tradisional memiliki tempat khusus dalam produk hukum
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dukungan yang secara konkret maupun normatif
diberikan kepada industri obat tradisional. Adapun perizinan yang dibutuhkan yaitu izin
operasional industri obat tradisional, sertifikasi proses industri obat tradisional, dan izin edar
produk obat tradisional akan berhubungan langsung dengan Kementerian Kesehatan RI dan
BPOM RI sebagai unit pelaksana pemerintah.
Secara keekonomian, berbagai efek positif diperkirakan akan terjadi dari hulu hingga
hilirisasi produk. Adapun strategi-strategi dalam pelaksanaan proses produksi di hulu,
distribusi, hingga pemasaran di tahap hilirasasi memerlukan sinergitivitas yang tinggi dari
pemerintah, mitra industri, dan peneliti. Dengan dukungan dan hubungan berkesinambungan
satu sama lain, dapat dipastikan keekonomian produk obat herbal penurun ketegangan saraf
dapat memberikan dampak positif pada setiap segmen pemangku kepentingan.
55
ANALISIS PENERAPAN
Dengan target penggunaan produk dapat mencakupi 50% wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya melalui panti rehabilitasi NAPZA maupun puskesmas, terdapat berberapa dampak
sosial, budaya, hingga ekonomi yang diharapkan dapat terwujud. Dampak sosial secara
umum adalah perubahan pola pikir masyarakat terhadap pengobatan saraf maupun proses
rehabilitasi NAPZA akan lebih positif dan mengurangi anggapan negatif. Dampak budaya
secara umum adalah peningkatan rasa bangga dan nasionalisme masyarakat untuk
menggunakan produk dalam negeri hasil warisan budaya bangsa. Dampak ekonomi secara
umum adalah penghematan bagi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan volume obat
impor maupun bahan baku impor terhadap obat yang terkait dengan penyakit ketengangan
saraf
Berdasarkan hasil analisis kelayakan produk obat herbal penurun ketegangan saraf, dapat
disimpulkan bahwa obat herbal penurun ketegangan saraf memiliki kelayakan untuk
dikomersialisasi dan diteliti untuk pengembangan kedepannya.
56
DAFTAR PUSTAKA
Banyak Hambatan, Industri Jamu dan Obat Tradisional Paling Banter Tumbuh 5% (2017, 12
Desember). Diambil dari
https://www.indopremier.com/ipotnews/newsDetail.php?jdl=Banyak_Hambatan__Industri_Ja
mu_dan_Obat_Tradisional_Paling_Banter_Tumbuh_5%&news_id=84863&group_news=IPO
TNEWS&news_date=&taging_subtype=INDUSTRILAINNYA&name=&search=y_general
&q=jamu%20dan%20obat%20tradisional&halaman=1
Bhowmik, D., Kumar, K. S., Yadav, A., Srivastava, S., Paswan, S., & Dutta, A. S. (2012).
Recent trends in Indian traditional herbs Syzygium aromaticum and its health benefits.
Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 1(1), 13-23
Erni Dwi Lestari (2012). Analisis Daya Saing, Strategi, dan Prospek Industri Jamu di
Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Institut Pertanian Bogor, Diambil
dari https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/14959/1/H07edl_abstract.pdf
Ini Tantangan yang Dihadapi Industri Jamu pada 2019 (2019, 3 Januari). Diambil dari
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190103/257/875217/ini-tantangan-yang-dihadapi-industri-
jamu-pada-2019
Neuropati Bisa Sebabkan Kelumpuhan Pada Penderita Diabetes. (2018, 2 Mei). Diambil dari
https://regional.kompas.com/read/2018/05/02/15032221/neuropati-bisa-sebabkan-
kelumpuhan-pada-penderita-diabetes
vi
Obata, H. (2017). Analgesic Mechanisms of Antidepressants for Neuropathic Pain (Vol. 18).
Pravelensi Neuropati Orang Indonesia Capai 50%. (2015, 9 Agustus). Diambil dari
https://www.beritasatu.com/kesehatan/297691/prevalensi-neuropati-orang-indonesia-capai-50
Purwata, T., Widyadharma, E., & Wijayanti, S. (2014). Management Of Neuropathic Pain In
Elderly Focus On Pregabalin.
Rahman, n. a., Fazilah, A., & Mohd Esah, E. (2015). Toxicity of Nutmeg (Myristicin): A
Review. International Journal on Advanced Science Engineering Infomation Technology,
5(3), 212-215.
Sangalli, B. C., Sangalli, B., & Chiang, W. (2000). Toxicology of nutmeg abuse. Journal of
Toxicology: Clinical Toxicology, 38(6), 671-678.
Santarsieri, D., & Schwartz, T. L. (2015). Antidepressant efficacy and side-effect burden: a
quick guide for clinicians. Drugs in context, 4, 212290-212290. doi:10.7573/dic.212290
Semwal, R. B., Semwal, D. K., Combrinck, S., & Viljoen, A. M. (2015). Gingerols and
shogaols: Important nutraceutical principles from ginger. Phytochemistry, 117, 554-568.
doi:10.1016/j.phytochem.2015.07.012
Srinivasan, K. (2017). Ginger rhizomes (Zingiber officinale): a spice with multiple health
beneficial potentials. PharmaNutrition, 5(1), 18-28.
Stafford, G., Pedersen, P. D., Jäger, A., & Van Staden, J. (2007). Monoamine oxidase
inhibition by southern African traditional medicinal plants. South African Journal of Botany,
73(2007), 384–390.
Švarc-Gajić, J., Cvetanović, A., Segura-Carretero, A., Linares, I. B., & Mašković, P. (2017).
Characterisation of ginger extracts obtained by subcritical water. The Journal of Supercritical
Fluids, 123, 92-100
Uddin, M. A., Shahinuzzaman, M., Rana, M. S., & Yaakob, Z. (2017). Study Of Chemical
Composition And Medicinal Properties Of Volatile Oil From Clove Buds (Eugenia
Caryophyllus). International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, 8(2), 895.
vii